Anda di halaman 1dari 24

PERILAKU KEORGANISASIAN

SAP 10

KEKUASAAN DAN POLITIK

OLEH :

KELOMPOK 03

1. Luh Ade Kusuma Yanti (1607532004)


2. I Gede Dika Waisna Putra (1607532030)
3. Ni Komang Ayu Inda Ramesa (1607532043)
4. Kadek Ayu Raras Widawati (1607532057)
5. Ni Made Laksmi Vivikadari (1607532058)
6. Putu Eka Rahmayanti (1607532065)
7. Sang Ayu Putu Juliani (1607532137)

PROGRAM REGULER SORE


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR BALI
2019
A. Konsep Mengenai Kekuasaan

1. Definisi Kekuasaan

Gilbert W. Fairholm mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kemampuan individu untuk


mencapai tujuannya saat berhubungan dengan orang lain, bahkan ketika dihadapkan pada
penolakan mereka.” Fairholm lalu merinci sejumlah gagasan penting dalam penggunaan
kekuasaan secara sistematik dengan menakankan bahwa kapasitas personal-lah yang membuat
pengguna kekuasaan bisa melakukan persaingan dengan orang lain. Kekuasaan adalah gagasan
politik yang berkisar pada sejumlah karakteristik. Karakteristik tersebut mengelaborasi kekuasaan
selaku alat yang digunakan seseorang, yaitu pemimpin (juga pengikut) gunakan dalam hubungan
interpersonalnya.

Stephen P. Robbins mendefinisikan kekuasaan sebagai “... kapasitas bahwa A harus


mempengaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh A.
Definisi Robbins menyebut suatu “potensi” sehingga kekuasaan bisa jadi ada tetapi tidak
dipergunakan. Sebab itu, kekuasaan disebut sebagai “kapasitas” atau “potensi”. Seseorang bisa
saja punya kekuasaan tetapi tidak menerapkannya. Kekuasaan punya fungsi bergantung. Semakin
besar ketergantungan B atas A, semakin besar kekuasaan A dalam hubungan mereka.
Ketergantungan, pada gilirannya, didasarkan pada alternatif yang ada pada B dan pentingnya
alternatif tersebut bagi B dalam memandang kendali A.

Penulis lain semisal John A. Wagner and John R. Hollenbeck justru menawarkan definisi
kekuasaan dari para politisi semisal Winston Churchill dan Bill Clinton, yaitu “ ...kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain dan membujuknya untuk melakukan hal-hal yang tidak
bisa mereka tolak.” Sebab itu, Wagner and Hollenbeck mendefinisikan kekuasaan sebagai“
... kemampuan, baik untuk mempengaruhi perilaku orang lain ataupun untuk melawan pengaruh
yang tidak diinginkan.”

Dalam konteks perilaku organisasi, John R. Schemerhorn et.al. mendefinisikan kekuasaan


sebagai “ ... kemampuan yang mampu membuat orang melakukan apa yang kita ingin atau
kemampuan untuk membuat hal menjadi kenyataan menurut cara yang kita inginkan.” Kekuasaan
biasanya dikaitkan dengan konsep kepemimpinan, di mana kepemimpinan merupakan mekanisme
kunci dari kekuasaan guna memungkinkan suatu hal terjadi.
Richard L. Daft menyebut definisi lain dari kekuasaan yang lebih menekankan pemahaman
bahwa kekuasaan adalah kemampuan umtuk meraih tujuan atau hasil sebagaimana dikehendaki
pemegang kekuasaan. Pencapaian hasil yang dikehendaki adalah dasar utama dari definisi
kekuasaan. Definisi kekuasaan dari Daft sendiri adalah kekuasaan berpotensi untuk mempengaruhi
orang lain dalam organisasi dengan sasaran memperoleh hasil yang dikehendaki para pemegang
kekuasaan.

2. Membandingkan kepemimpinan dan kekuasaan

Konsep-konsep diatas saling bertautan, para pimpinan menggunakan kekuasaan sebagai


sarana untuk mewujudkan tujuan kelompok. Sehingga kekuasaan adalah sarana untuk
memudahkan usaha mereka mancapai tujuan. Salah satu perbedaan yang terkait adalah

Kesesuaian tujuan, kekuasaan tidak mengisyaratkan kesesuaian tujuan tetapi hanya


ketergantungan. Sebaliknya kepemimpinan mengisyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin
dan mereka yang dipimpin.

Arah pengaruh, kekuasaan berfokus pada pengaruh ke bawah kepara para pengikutnya,
sedang kepemimpinan meminimalkan pola-pola pengaruh kesamping dank ke atas.

Penekanan Penelitian, penelitian akan kepemimpinan terletak pada gaya, sedangkan


penelitian kekuasaan terletak pada sesuatu yang lebih luas dan berfokus pada taktik-taktik untuk
memperoleh kepatuhan dari anak buah.

3. Dasar Kekuasaan

(1) Kekuasaan Formal

a) Kekuasaan Paksaan

Kekuasaan paksaan. Dasar kekuasaan paksaan bergantung pada ketakukan atas hasil yang negative
akibat kegagalan untuk memenuhi. Hal ini bertumpu pada penerapan atau ancaman penerapan atas
sanksi fisik seperti timbulnya rasa sakit, frustasi atau hambatan pergerakan, atau mengendalikan
dengan kekuatan dasar psikologis atau kebutuhan keamanan.

b) Kekuasaan Imbalan

Kekuasaan imbalan (reward power), orang memenuhi keinginan atau arahan orang lain karena,
dengan berbuat demikian, ia akan mendapatkan manfaat positif; serta mendapatkan imbalan atau
penghargaan yang dipandang orang lain bernilai akan memiliki kekuasaan atas orang lain. Imbalan
bisa bersifat financial atau non-finansial.

c) Kekuasaan Legitimasi

Kekuasaan lagitimasi adalah kekuasaan yang melambangkan kewenangan formal untuk


mengendalikan dan memamfaatkan sumber-sumber daya organisasi misalnya posisi structural.
Secara spesifik kekuasaan ini mencakup penerimaan wewenang suatu jabatan oleh anggota-
anggota dalam suatu organisasi.

(2) Kekuasaan Pribadi

a) Kekuasaan karena Keahlian

Kekuasaan karena Keahlian adalah pengaruh yang diperoleh dari keahlian, ketrampilan khusus,
atau pengetahuan. Seiring dengan pekerjaan menjadi lebih terspesialisasi, menjadikan semakin
tergantung pada para ahli untuk mencapai tujuan.

b) Kekuasaan Acuan

Kekuasaan Acuan didasarkan pada identifikasi terhadap seseorang yang memiliki sumber daya
atau sifat-sifat personal yang menyenangkan atau yang diinginkan. Hal ini berkembang dari
kekaguman terhadap orang lain dan hasrat untuk menjadi seperti orang lain. Karisma merupakan
pengaruh yang cukup besar, walaupun tidak menduduki posisi kepeminpinan formal, mampu
memanfaatkan pengaruhnya terhadap orang lain lantaran dinamisme kariskatik, rasa digemari, dan
efek emosional mereka atas kita.
(3) Sumber dan Jenis Kekuasaan

Dari manakah sumber-sumber kekuasaan? Menurut pendapat Gareth Morgan tentang


sumber kekuasaan dalam organisasi, yang menurutnya berasal dari:

 Otoritas formal;
 Kendali sumber daya langka;
 Penggunaan struktur, aturan, dan kebijakan organisasi;
 Kendali proses pembuatan keputusan;
 Kendali pengetahuan dan informasi’
 Kendali batasan (boundary) organisasi;
 Kendali teknologi;
 Aliansi interpersonal, jaringan, dan kendali atas “organisasi informal”;
 Simbolisme dan manajemen makna (filosofi organisasi);
 Gender dan manajemen hubungan berbasis gender;
 Faktor-faktor struktural yang menentukan tahap-tahap tindakan; dan
 Kekuasaan yang telah seorang miliki.

Bagi Morgan, sumber-sumber kekuasaan menyediakan para anggota organisasi sejumlah makna
berbeda untuk menggapai kepentingan mereka serta memecahkan sekaligus melestarikan konflik
dalam organisasi.

(4) Dasar Kekuasaan Manakah Yang Paling Efektif

Dari semua landasan kekuasaan formal dan pribadi, yang paling menarik adalah penelitian secara
cukup jelas menunjukkan bahwa sumber-sumber kekuasaan yang bersifat pribadilah yang paling
efektif. Kekuasaan karena keahlian maupun rujukan secara positif berkaitan dengan kepuasan
karyawan berhadap penyeliaan, komitmen keorganisasian mereka, dan kinerja, sedangkan
kekuatan imbalan dan legitimasi tampak tidak terkait secara langsung hasil-hasil semacam ini.
4. Ketergantungan : Kunci Menuju Kekuasaan

Apa yang menyebabkan ketergantungan ?

(1) Nilai penting. Untuk menciptakan ketergantungan, hal-hal yang anda kontrol haruslah hal-
hal yang dipandang penting. Banyak organisasi, misalnya, secara aktif berusaha
menghindari ketidakpastian. Karenanya, kita akan menemukan bahwa individu atau
kelompok dapat menghilangkan ketidakpastian suatu organisasi akan dipandang sebagai
penguasa sumber daya yang penting.
(2) Kelangkaan. Suatu sumber daya harus bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna
menciptakan ketergantungan. Hubungan kelangkaan – ketergantungan lebih jauh dapat
dilihat dalam kekuasaan yang termasuk kategori jabatan. Individu-individu yang memiliki
jabatan di mana persediaan personil relative rending dibandingkan dengan kebutuhannya
dapat merundingkan paket-paket kompensasi dan tunjangan yang jauh lebih menarik
dibanding bila jumlah calonnya banyak.
(3) Keadaan tidak tergantikan. Semakin sedikit pengganti yang tersedia bagi suatu sember
daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan oleh kontrol atas sumber daya tersebut.

5. Taktik Kekuasaan

Taktik kekuasaan (power tactics). Dengan kata lain, pilihan-pilihan yang dimiliki
seseorang untuk memengaruhi atasan, rekan kerja, atau karyawan mereka. Taktik yang terkenal
dan kondisi-kondisi yang menjadikan salah satuya lebih efektif daripada yang lainny. Riset telah
mengidentifikasi Sembilan pengaruh taktik yang berbeda ::

(1) Legitimasi. Mengandalkan posisi kewenagan seseorang atau menekankan bahwa sebuah
permintaan selaras dengan kebijakan atau ketentuan dalam organisasi.
(2) Persuasi rasional. Menyajikan arguman-argumen yang logis dan berbagai bukti factual
untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu masuk akal.
(3) Daya tarik yang menjadi sumber inspirasi. Mengembangkan komitmen emosional dengan
cara menyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan, dan aspirasi subuah sasaran.
(4) Konsultasi. Meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang menjadi sasaran dengan
cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana rencara atau perubahan akan
dijalankan.
(5) Tukar pendapat. Memberi imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau
penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu permintaan.
(6) Daya tarik pribadi. Meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
(7) Menyenangkan orang lain. Menggunakan rayuan, pujian, atau perilaku bersahabat sebelum
membuat permintaan.
(8) Tekanan. Menggunakan peringatan, tuntunan tegas, dan ancaman
(9) Koalisi. Meminta bantuna orang lain sebagai alasan agar si sasaran setuju.

Beberapa taktik tersebut umumnya lebih efektif dari pada yang lain bergantung pada arah
dari pengaruh. Bukti menunjukkan bahwa orang dinegara yang berbeda-beda cenderung lebih
menyukai taktik kekuasaan yang berbeda pula.

6. Pelecahan Sexual : Ketidakseimbangan Kekuasaan di Tempat Kerja

Pelecehan sexual (sexual harassment) didefinisikan sebagai segala aktivitas bersifat sexual
yang tidak diinginkan dan memengaruhi pekerjaan seorang individu, serta menciptakan suasana
kerja yang tidak nyaman. Kebanyakan studi menegaskan bahwa konsep kekuasaan sangat penting
untuk memahami pelecehan sexual, pelecehan sexual lebih mungkin terjadi ketika ada
kesenjangan kekuasaan yang besar. Meskipun tidak memiliki kekuasaan legitimasi, rekan kerja
dapat memiliki pengaruh dan memanfaatkan pengaruh itu untuk melakukan pelecehan sexual
kepada temannya. Malahan, walaupun pelecehan sexual sering dilakukan oleh rekan kerja tetapi
tidak separah yang dilakukan Penyelia.

Pelecehan sexual adalah masalah kekuasaan, yaitu seorang individu mencoba


mengendalikan atau mengancam individu lainnya. Pelecahan sexual dapat menyebabkan
kehancuran sebuah organisasi, tetapi tindakan tersebut dapat dihindarkan dengan cara antara lain
:
(1) Pastikan ada sebuah kebijakan yang dengan tepat mendefinisikan hal-hal yang merupakan
pelecahan sexual, yang member tahu karyawan bahwa mereka dapat dipecat karena
melakukan pelecehan sexual semacam ini kepada karyawan lain, dan menetapkan prosedur
untuk menyampaikan keluhan.
(2) Yakinkan karyawan bahwa mereka tidak akan menghadapi balasan jika mereka
menyampaikan keluhan mereka.
(3) Selidiki setiap keluhan dan ikut sertakan divisi legal dan sumber daya manusia perusahaan.
(4) Pastikan bahwa pelakunya terkena sanksi atau diberhentikan.
(5) Adakan seminar internal untuk membangkitkan kesadarann karyawan akan isu-isu seputar
pelecehan sexual.

Kesimpulanya adalah bahwa para manajer memiliki tanggung jawab untuk melindungi
karyawan mereka dari lengkungan kerja yang tidak menyenangkan, tetapi mereka juga perlu
melindungi diri mereka sendiri.

B. Konsep Mengenai Politik

1. Pengertian Politik

Politik (Yunani: Politikos; Arab: siyasah) (dari bahasa Yunani: politikos, yang berarti dari,

untuk, atau yang berkaitan dengan warga negara), adalah proses pembentukan dan

pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan,

khususnya dalam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi

yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan

ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional.


Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

 politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori

klasik Aristoteles).

 politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara.

 politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan

kekuasaan di masyarakat.

 politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan politik.

2. Politik : Kekuasaan yang Beriman

Ketika orang-orang menyatu dalam kelompok, berlakulah hukuman kekuasaan. Orang ingin

membangun sebuah ceruk yang darinya ia bisa menjalankan pengaruhnya, mendapatkan

penghargaan, dan memajukan kariernya.

Ada lumayan banyak definisi untuk politik organisasi. Namun pada hakekatnya, berbagai definisi

itu berfokus pada pengguaan kekuasaan untuk memengaruhi pengambilan keputusan dalam

organisasi atau pada perilaku-perilaku anggota yang egois dan tidak melayani kebutuhan

organisasi. Dalam kasus ini, perilaku politik dalam organisasi didefisinikan sebagai aktivitas yang

tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang dalam organisasi, tetapi yang

memengaruhi, atau berusaha memengaruhi, distribusi keuntungan dan kerugian di dalam

organsisasi.
3. Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap perilaku Politik

(1) Faktor Individu

Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian tertentu,

kebutuhan, dan beberapa factor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik

seseorang. Dalam hal sifat, kita menemukan bahwa para karyawan yang mampu merefleksi

diri secara baik (high self-monitor), memiliki pusat kendali (locus of control) internal, dan

memiliki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan punya kemungkian lebih besar untuk

terlibat dalam perilaku politik.

(2) Faktor-faktor Organisasi

Kegiatan politik kiranya lebih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi

variabel perbedaan individu. Karena tidak sedikit organisasi memiliki banyak karyawan

dengan karakter-karakter individu yang kita sebut sebelumnya, namun kadar perilaku

politiknya sangat beragam.

4. Konsep-Konsep Politik

a. Klasik. Pada pandangan klasik (Aristoteles) mengemukakan bahwa politik

digunakan masyarakat untuk mencapai suatu kebaikan bersama yang dianggap

memilki nilai moral yang lebih tinggi daripada kepentingan swasta. Kepentingan

umum sering diartikan sebagai tujuan-tujuan moral atau nilai-nilai ideal yang

bersifat abstrak seperti keadilan, kebenaran dan kebahagiaan. Pandangan klasik

dianggap kabur seiring banyaknya penafsiran tentang kepentingan umum itu

sendiri. kepentingan umum dapat diartikan pula sebagai general will, will of all atau

kepentingan mayoritas.
b. Kelembagaan. Menurut Max Weber, politik adalah segala sesuatu yang berkaitan

dengan penyelenggaraan negara. Max Weber melihat negara dari sudut pandang

yuridis formal yang statis. Negara dianggap memiliki hak memonopoli kekuasaan

fisik yang utama. Namun konsep ini hanya berlaku bagi negara modern yaitu negara

yang sudah ada differensiasi dan spesialisasi peranan, negara yang memiliki batas

wilayah yang pasti dan penduduknya tidak nomaden.

c. Kekuasaan. Robson mengemukakan politik adalah kegiatan mencari dan

mempertahankan kekuasaan ataupun menentang pelaksanaan kekuasaan.

Kekuasaan sendiri adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain,

baik pikiran maupun perbuatan agar orang tersebut berpikir dan bertindak sesuai

dengan orang yang mempengaruhi. Kelemahan dari konsep ini adalah tidak dapat

dibedakannya konsep beraspek politik dan yang non politik dan juga kekuasaan

hanya salah satu konsep dalam ilmu politik, masih ada konsep ideologi, legitimasi

dan konflik.

d. Fungsionalisme. David Easton berpendapat bahwa politik adalah alokasi nilai-nilai

secara otoritatif berdasarkan kewenangan dan mengikat suatu masyarakat.

Sedangkan menurut Harold Lasswell, politik merupakan who gets, what gets, when

gets dan how gets nilai. Dapat diketahui bahwa politik sebagai perumusan dan

pelaksanaan kebijakan umum. Kelemahan dari konsep ini adalah ditempatkannya

pemerintah sebagai sarana dan wasit terhadap persaingan diantara pelbagai

kekuatan politik untuk mendapatkan nilai-nilai terbanyak dari kebijakan umum

tanpa memperhatikan kepentingan pemerintah itu sendiri.


e. Konflik. Pandangan konflik mendeskripsikan bahwa politik merupakan kegiatan

untuk memengaruhi perumusan dan kebijaksanaan umum dalam rangka usaha

untuk memengaruhi, mendapatkan dan mempertahankan nilai. Oleh karena itu

sering terjadi perdebatan dan pertentangan antara pihak yang memperjuangkan dan

pihak yang mempertahankan nilai. Kelemahan konsep ini adalah tidak semua

konflik berdimensi politik.

5. Perilaku Politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh

insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan

politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan

kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku

politik contohnya adalah:

a. Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin.

b. Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau

parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya

masyarakat.

c. Ikut serta dalam pesta politik.

d. Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas.

e. Berhak untuk menjadi pimpinan politik.

f. Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna.

g. melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar

dan perundangan hukum yang berlaku.


C. Konsep Mengenai Imbalan

Kompensasi adalah imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada
para tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran
demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(1) Tujuan dan jenis-jenis imbalan

Ilmuan perilaku telah membagi imbalan kedalam dua kategori besar yaitu imbalan
intrinsik dan imbalan ekstrisik. Dalam penentuan sistem imbalan maka perlu diperhatikan bahwa
sistem imbalan tersebut harus mampu memacu prestasi kerja. Sistem imbalan yang dirancang
minimal mempertimbangkan dari tiga sudut pandang yaitu mempertimbangkan dari sudut kondisi
dari organisasi bersangkutan, anggota organisasinya dan sistem imbalan yang diterapkan pada
organisasi lain yang sejenis. Hal ini penting dilakukan karena tujuan memberi imbalan pada
dasarnya adalah memotivasi anggota organisasi, membuat kerasan pekerja yang sudah ada, dan
menarik orang yang berkualitas masuk dalam organisasi.

a) Memotivasi anggota organisasi

Sistem imbalan yang dirancang oleh suatu organisasi harus mampu memacu motivasi kerja dari
anggota organisasi agar berprestasi pada tingkat yang tinggi. Untuk itu imbalan yang dibentuk oleh
organisasi harus memiliki nilai di mata organisasi.

b) Membuat kerasan pekerja yang sudah ada.

Sistem imbalan yang dibuat oleh suatu organisasi ditujukan unutk mempertahankan perkerja yang
sudah ada terutama perkerja yang berkualitas agar mereka kerasan berkerja dan tidak mudah
tertarik untuk pindah ke organisasi yang lainya.

c) Untuk menaci orang-orang yang berkualitas

Kemajuan suatu organisasi ditentukan oleh kualitas orang-orang yang ada didalamnya. Organisasi
harus mampu menarik orang-orang yang berkualitas agar mereka tertarik untuk masuk kedalam
organisasi. Salah satu daya tarik seseorang masuk bergabung ke dalam suatu organisasi adalah
sistem imbalan yang dibentuk dan diterapkan oleh organisasi tersebut.
(2) Jenis-jenis Imbalan.

Ilmuan perilaku telah membedakan imbalan kedalam dua kategori besar yaitu imbalan
intrisik dan ekstrisik. Imbalan intrisik adalah imbalan yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri
atau imbalan yang merupakan bagian dari pekerjaan itu sendiri. Menurut gibson, ivancevich, dan
donnelly, bahwa imbalan intrisik meliputi :

a) Penyelesaian

Kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik merupakan hal yang paling
penting bagi sejumlah orang. Orang-orang tersebut memberi arti atas penyelesaian tugasnya.
Dampak yang dirasakan seseorang dengan penyelesaian tugasnya dengan baik adalah imbalan
terhadap dirinya sendiri. Kesempatan yang diberikan kepada seseorang untuk menyelesaikan
tugasnya memberi dampak motivasi bagi dirinya.

b) Pencapaian Prestasi

Pencapaian prestasi berkaitan dengan kemampuan untuk menyelesaikan tujuan yang menantang
(challenging goal). Menurut Lock dalam teori motivasi penetapan tujuan, bahwa penetapan tujuan
yang menantang dapat meningkatkan prestasi kerja, untuk itu program pencapaian prestasi yang
dilakukan oleh organisasi harus mempertimbangkan perbedaan kemampuan bawahannya.

c) Otonomi

Banyak orang merasa puas berkerja jika mereka diberikan kebebasan dalam pelaksanaan tugasnya
dan diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan. Rasa otonomi dapat diciptakan melalui
perwujudan keinginan tersebut.

d) Pertumbuhan Pribadi

Pertumbuhan pribadi pada dasarnya berkaitan dengan kemampuan dan peluang yang tersedia bagi
karyawan untuk mengembangkan keahlian dan karirnya, untuk memenuhi kebutuhan akan
imbalan pertumbuhan pribadi dapat dilakukan dengan cara membuat mekanisme atau aturan
pengembangan karir yang jelas.
1) Imbalan Ekstrinsik

Imbalan ekstrinsik adalah imbalan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan tapi berasal dari
pekerjaan dan meliputi :

a. Imbalan Finansial

Imbalan finansial dapat berbentuk gaji, upah atau bonus. Dalam pandangan umum, istilah upah
dan gaji sering kali dianggap sebagai sinonim padahal kedua istilah tersebut sebenarnya agak
berbeda. Upah (wage) berkaitan dengan tarif pembayaran per jam dan seringkali dipergunakan
untuk pekerja pada bagian produksi dan pemeliharaan (frenh,1994). Sedangkan gaji pada
umumnya penerimaannya bersifat rutin dan tetap setiap bulan apakah mereka masuk kerja atau
tidak misalnya karena cuti atau sakit, maka gajinya akan tetap diterima secara penuh. Bonus
berkaitan dengan prestasi karyawan yang muktahir (current), di masa pemberiannya didasarkan
pada prestasi-prestasi tertentu yang mampu diraih oleh karyawan.

b. Jaminan Sosial (fringe benefit

Jaminan sosial antara lain meliputi jaminan hari tua,asuransi tenaga kerja, biaya opname dirumah
sakit, biaya perumahan dan lain-lain. Jaminan sosial dapat memberikan rasa aman bagi
karyawannya.

c. Profit Sharing

Profit sharing pada dasarnya mendorong partisipasi dan prestasi dari para pekerja dengan
memberikan bagian tertentu dari laba perusahaan,baik berupa saham atau uang kas.

d. Penghargaan/ Pengakuan

Prestasi yang baik perlu mendapatkan pengakuan dan penghargaan atas jerih payah karyawan yang
telah mereka sumbangkan pada organisasi. Penghargaan tersebut dapat diwujudkan dengan
bermacam-macam cara, seperti memberikan pujian didepan umum, mengadakan pemilihan
karyawan teladan, piagam dan lain sebagainya.
D. Konsep Mengenai Imbalan dan Hukuman Dalam Organisasi

1. Pengertian Imbalan

Berdasarkan pendapat para ahli masalah Sumber Daya Manusia, telah dikemukakan
pengertian tentang imbalan/kompensasi, sebagai berikut :

Menurut Ivancevich (1998) Compensation is the Human Resources Management function that
deals with every type of reward individuals receive in exchange for performing organization
tasks. Kompensasi adalah fungsi manajemen sumber daya manusia yang berkaitan dengan semua
bentuk penghargaan yang dijanjikan akan diterima karyawan sebagai imbalan dari pelaksanaan
tugas dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan.

Sastrohardiwiryo(2002:181) menyatakan bahwa Kompensasi adalah imbalan jasa atau


balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja, karena tenaga kerja tersebut
telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.

Panggabean (2002:75) menyatakan bahwa kompensasi adalah setiap bentuk penghargaan


yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas konstribusi yang mereka berikan kepada
orang.

Hariandja (2002:224) menyatakan bahwa kompensasi adalah keseluruhan balas jasa yang
diterima oleh pegawai sebagai akibat pelaksanaan pekerjaan diorganisasi dalam bentuk uang atau
lainnya, yaitu dapat berupa gaji, upah, bonus, insentif dan tunjangan lainnya seperti tunjangan
kesehatan, tunjangan hari kerja, uang makan, uang cuti dan lain-lain.

Ruky (2001:9) menyatakan bahwa imbalan mempunyai cakupan yang lebih luas daripada
upah atau gaji. Imbalan mencakup semua pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
pekerja, baik secara langsung, rutin atau tidak langsung (pada suatu hari nanti).

Nawawi(1996:315): Kompensasi bagi organisasi atau perusahaan berarti


penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan konstribusi dalam mewujudkan
tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja.
Berdasarkan pengertian – pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa imbalan/
kompensasi atau remunation bukanlah hanya imbalan yang berbentuk uang saja tetapi juga dalam
bentuk – bentuk lainnya. Dengan adanya imbalan seseorang bekerja dapat dilakukan tanpa ada
kendali langsung dari piminan, melainkan dapat berjalan apa adanya sesuai evaluasi kinerja
sebelumnya. Selebihnya, dengan imbalan seseorang dapat meningkatkan cara kerjanya tanpa harus
dikendalikan pimpinan.

2. Tujuan Pemberian Imbalan

Menurut Milkovich dan Newman (1996) Pay sistems are designed efficiency (performance
driven, total quality, customer focus, cost control), equity and compliance(Sistem imbalan didesain
dan dikelola untuk memastikan tercapainya tujuan. Tujuan yang paling utama dalam pemberian
imbalan adalah efisiensi, keadilan dan pemenuhan). Pengembangan tujuan pembayaran
imbalan sangat tergantung pada masing-masing perusahaan dan jenis usaha.

Menurut Carell, et.all (1995) Pemberian imbalan/kompensasi bertujuan untuk menarik


karyawan dari luar perusahaan, mempertahankan karyawan yang memiliki kualitas yang baik,
memotivasi karyawan, serta sebagai upaya untuk memenuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Sedangkan Menurut Handoko (2000), tujuan pemberian imbalan atau kompensasi adalah
untuk :

1. Memperoleh personalia yang qualified

Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar, karena perusahaan-
perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi
suplai dan permintaan tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan
untuk menarik para pelamar cakap yang sudah bekerja diberbagai perusahaan lain.

2. Mempertahankan para karyawan yang ada


Bila tingkat kompensasi tidak kompentitip, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar.
Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus dijaga agar tetap kompetitip dengan
perusahaan-perusahaan lain.

3. Menjamin keadilan

Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan
atau konsisten internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat
kompensasi.

4. Menghargai perilaku yang diinginkan

Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik,
pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui
rencana kompensasi yang efektif.

5. Mengendalikan biaya-biaya

Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan
mempertahankan sumber daya manusianya pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur
pengupahan dan penggajian sistematika organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih
(overpay) kepada para karyawannya.

6. Memenuhi peraturan-peraturan legal

Seperti aspek-aspek manajemen personalia lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-


batasan legal. Program Kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan
memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan.

Selanjutnya Hasibuan (1994), merinci tujuan pemberian imbalan atau kompensasi adalah sebagai
berikut :

1. Sebagai ikatan kerja sama

Dengan pemberian imbalan atau kompensasi maka akan tercipta suatu ikatan kerja sama formal
antara majikan dengan karyawan, disatu pihak karyawan mempunyai kewajiban untuk
mengerjakan dengan baik semua tugas yang dibebankan perusahaan kepadanya, dipihak lain
perusahaan mempunyai kewajiban membayar imbalan atau kompensasi sesuai dengan tugas yang
dibebankan.

2. Memberikan kepuasan kerja

Dengan pemberian imbalan atau kompensasi diharapkan karyawan dapat memenuhi kebutuhan
fisiologis, kebutuhan sosial serta kebutuhan lainnya, sehingga karyawan memperoleh kepuasan
kerja.

3. Rekruitmen yang efektif

Apabila kebijaksanaan imbalan atau kompensasi yang akan diterapkan dipandang cukup besar,
tentunya pengadaan karyawan yang qualified akan lebih muda.

4. Alat untuk memotivasi

Imbalan atau kompensasi akan sangat mempengaruhi motivasi seseorang dalam bekerja. Tidak
dapat dipungkiri bahwa untuk dapat memenuhi kebutuhannya, individu membutuhkan uang yang
diperolehnya sebagai imbalan dari tempat ia bekerja, dan hal ini juga akan mempengaruhi
semangatnya dalam bekerja.

5. Stabilitas karyawan

Imbalan yang cukup juga berpengaruh terhadap stabilitas karyawan. Keluar masuknya karyawan
dapat ditekan bahkan bisa dikatakan tidak ada apabila imbalan yang diberikan dirasa cukup adil
sehingga karyawan merasa nyaman dalam bekerja.

6. Disiplin

Disiplin merupakan salah satu faktor penting yang harus diperhatikan, karena akan berpengaruh
terhadap kinerja karyawan.

7. Pemerintah

Kebijakan imbalan yang ditetapkan perusahaan harus berpedoman kepada peraturan perundang-
undangan mengenai tarif upah yang telah ditetapkan pemerintah, maupun kebijakan-kebijakan
lainnya yang disesuaikan dengan keadaan perekonomian saat itu.
3. Pengertian Hukuman

Beberapa definisi hukuman telah dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya:

1. Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada seseorang secara sadar dan sengaja sehingga
menimbulkan nestapa, dan dengan adanya nestapa itu seseorang akan menjadi sadar akan
perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya. (Amin Danien
Indrakusuma, 1973:14).

2. Menghukum adalah memberikan atau mengadakan nestapa/penderitaan dengan sengaja kepada


seseorang dengan maksud supaya penderitaan itu betul-betul dirasainya untuk menuju kearah
perbaikan. (Suwarno, 1981:115).

Jadi, Hukuman adalah suatu konsekuensi yang tidak menyenangkan terhadap suatu
respons perilaku tertentu dengan tujuan untuk memperlemah perilaku tersebut dan mengurangi
frekuensi perilaku yang berikutnya.

4. Tujuan Pemberian Hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi
hukum yang semakin berat, maka pegawai akan semakin takut untuk melanggar peraturan-
peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indispliner pegawai juga akan semakin berkurang. Sanksi
hukum harus diterapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal dan diinformasikan secara
jelas kepada seluruh pegawai. Sanksi hukum harus bersifat mendidik pegawai untuk mengubah
perilakunya yang bertentangan dengan peraturan/ketentuan yang sudah disepakati bersama.

 Yang perlu diperhatian dalam memberikan hukuman :


(1) Penentuan waktu, waktu penerapan hukuman merupakan hal yang penting.
(2) Intensitas. Hukuman mencapai keefektifan yang lebih besar jika stimulus yang tidak
disukai relatif kuat.
(3) Penjadwalan, Dampak hukuman tergantung pada jadwal. Pengertian konsistensi atau
kemantapan penerapan setiap jenis jadwal jenis hukuman adalah penting.
(4) Kejelasan alasan, kesadaran atau pengertian memainkan peranan penting dalam hukuman.
Dengan menyediakan alasan yang jelas mengapa hukuman dikenakan dan pemberitahuan
tentang konsekuensi mendatang, jika tanggapan yang tidak diharapkan terulang kembali.
(5) Tidak bersifat pribadi. Hukuman yang ditujukan pada suatu tanggapan khusus tidak kepada
orang atau pola umum perilaku.

5. Pengaruh Dalam Kinerja Organisasi

Hasil penelitian ini membuktikan menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan
antara kepuasan kerja terhadap komitmen organisasi. Artinya semakin tinggi nilai kepuasan
seorang karyawan maka semakin tinggi pula komitmen karyawan tersebut. Suatu organisasi di
mana para pekerjanya dipandang dan diperlakukan sebagai seorang anggota keluarga besar
organisasi, akan merupakan dorongan yang sangat kuat untuk meningkatkan komitmen organisasi.
Pada gilirannya komitmen organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan perilaku
positif, seperti misalnya menghindari tindakan, perilaku dan sikap yang merugikan nama baik
organisasi, kesetiaan kepada pimpinan, kepada rekan setingkat dan kepada bawahan, produktivitas
yang tinggi, kesediaan menyelesaikan konflik melalui musyawarah dan sebagainya.

Penelitian yang menggunakan variabel kepuasan kerja pernah diteliti oleh Anita
Rahmawati mengenai hubungan antara kepuasan kerja dengan komitmen organisasi menunjukkan
hasil yang sangat signifikan dan mengemukakan bahwa munculnya kepuasan kerja pada karyawan
di dukung oleh adanya imbalan yang diterima secara layak.

Untuk menumbuhkan komitmen organisasi ada 3 aspek utama yang harus dimiliki yaitu :
identifikasi, keterlibatan dan loyalitas pegawai terhadap organisasi. Identifikasi yaitu membentuk
kepercayaan pegawai dalam terhadap organisasi. Hal ini dapat dilakukan dengan memodifikasi
tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para pegawai ataupun dengan kata
lain organisasi memasukkan pula kebutuhan dan keinginan pegawai dalam tujuan organisasinya.

Keterlibatan atau partisipasi pegawai dalam aktivitas-aktivitas kerja penting untuk


diperhatikan karena adanya keterlibatan pegawai menyebabkan mereka akan mau dan senang
bekerja sama baik dengan pimpinan maupun sesama teman kerja. Loyalitas pegawai terhadap
organisasi memiliki makna kesediaan seseorang untuk melanggengkan hubungannya dengan
organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan
apapun.
DAFTAR PUSTAKA

Suwarno. (1992). Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakrta: PT. Rineka Cipta.

Siswanto Sastrohadiwiryo. 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan Administrasi


dan Operasional. Jakarta : Bumi Aksara

Handoko, T. Hani. 2000. “Manajemen Sumber Daya Manusia”. Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan. S. P.Malayu.(1994). Manajemen Perbankan. Jakarta : CV. Haji Magum

Indrakusuma, A.D. (1973). Pengantar Ilmu Pengetahuan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP
Malang.

Gilbert W. Fairholm, Organizational Power Politics: Tactics in Organizational Leadership,


2nd Edition (Santa Barbara: Praeger, 2009) , p.5.

Gareth Morgan, Images of Organization (Thousand Oaks, California: Sage Publications, 2006)
p.167.

Stephen P. Robbins, Organisational Behaviour: Global and Southern African Perspectives,


2nd Edition (Cape Town: Pearson Education South Africa (Pty) Ltd., 2009) p.15

John A. Wagner II and John R. Hollenbeck, Organizational Behavior: Securing Competitive


Advantage (Madison Avenue, New York: Routledge, 2010) p.215.

John R. Schemerhorn, James G. Hunt, Richard N. Osborn, Organizational Behavior, 7th Edition
(Phoenix : John Wiley & Sons, 2002) p.173.

Richard L. Daft, Organization Theory and Design, 10th Edition (Mason : Cengage Learning,
2010) p. 497.

Davis, Keith dan John W. Newstrom. 2003. Perilaku dalam Organisasi : Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Donnelly. Gibson and Ivancevich.1990. Organisasi (Perilaku, Struktur, Proses) Jilid 2. Jakarta:
Erlangga

Kinicky, Angelo dan Robert Kreitner. 2005. Perilaku Organisasi: buku 2. Jakarta: Salemba
Empat.

Anda mungkin juga menyukai