PRE-TEST KEPANITERAAN
Disusun oleh:
DHININTYA HYTA
10/298372/KG/8650
I.3 Tujuan
1. Memenuhi ujian kepaniteraan Bedah Mulut.
2. Mengetahui Teknik Anestesi Blok N. Alveolaris Inferior Metode
Fisher.
3. Mengetahui cara-cara sterilisasi alat, bahan medis, dan ruangan.
4. Mengetahui faktor yang harus diperhatikan pada saat praktikum Bedah
Mulut.
5. Mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian anestesi
lokal dan proses pencabutan gigi.
6. Mengetahui ciri-ciri tang posterior rahang atas dan rahang bawah.
BAB II
PEMBAHASAN
8. Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal
dan jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif
keluarkan anestetikum sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis
(Posisi II).
9. Spuit digeser ke arah posisi I tapi tidak penuh sampai sekitar region
kaninus lalu jarum ditusukkan sambil menyelusuri tulang sedalam kira-
kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negatif keluarkan anestetikum sebanyak
1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior (Posisi III). Setelah selesai
spuit ditarik kembali.
(Thangavelu dkk., 2012)
II. Sterilisasi
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), Standard
Precautions dikembangkan dari universal precautions dengan menggabungkan
dan menambah tahapan pencegahan yang dirancang untuk melindungi petugas
kesehatan gigi dan pasien dari patogen yang dapat menyebar melalui darah dan
cairan tubuh yang lain. Standar ini harus dilakukan untuk semua pasien ketika
melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh,
sekresi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa.
Standard Precaution merupakan langkah-langkah yang perlu diikuti ketika
melakukan tindakan yang melibatkan kontak dengan darah, semua cairan tubuh
dan sekrsesi, ekskresi (kecuali keringat), kulit dengan luka terbuka dan mukosa.
Prosedur standard precaution bertujuan untuk melindungi dokter gigi, pasien dan
staf dari paparan objek yang infeksius selama prosedur perawatan berlangsung.
Pencegahan yang dilakukan adalah evaluasi pasien, perlindungan diri, sterilisasi
instrumen, desinfeksi permukaan, penggunaan alat sekali pakai dan penanganan
sampah medis (Center for Disease Control and Prevention, 2003). Sterilisasi
adalah setiap proses (kimia atau fisik) yang membunuh semua bentuk hidup
terutama mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri.
II.1. Sterilisasi Alat
Sterilisasi intrumen dilakukan dalam 4 tahap, yaitu :
1. Pembersihan sebelum sterilisasi
Sebelum disterilkan, alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris
organik, darah dan saliva. Dalam kedokteran gigi, pembersihan dapat
dilakukan dengan cara pembersihan manual atau pembersihan dengan
ultarsonik. Pembersihan dengan memakai alat ultrasonik dengan larutan
deterjen lebih aman, efisien dan efektif dibandingkan dengan penyikatan.
Gunakan alat ultrasonik yang ditutup selama 10 menit. Setelah
dibersihkan, instrumen tersebut dicuci dibawah aliran air dan dikeringkan
dengan baik sebelum disterilkan. Hal ini penting untuk mendapatkan hasil
sterilisasi yang sempurna dan untuk mencegah terjadinya karat.
2. Pembungkusan
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk memenuhi
prosedur klinik yang baik. Instrumen yang digunakan dalam kedokteran
gigi harus dibungkus untuk sterilisasi dengan menggunakan nampan
terbuka yang ditutup dengan kantung sterilisasi yang tembus pandang,
nampan yang berlubang dengan penutup yang dibungkus dengan kertas
sterilisasi, atau dibungkus secara individu dengan bungkus untuk
sterilisasi yang dapat dibeli.
3. Proses sterilisasi
Sterilisasi dapat dicapai melalui metode berikut:
a. Pemanasan basah dengan Tekanan Tinggi (Autoclave)
Cara kerja autoclave sama dengan Pressure cooker. Uap jenuh lebih
efisien membunuh mikroorganisme dibandingkan dengan maupun
pemanasan kering. Instrumen tersebut dapat dibungkus dengan kain
muslin, kertas, nilon, aluminium foil, atau plastik yang dapat menyalurkan
uap.
b. Pemanasan Kering (Oven)
Penetrasi pada pemanasan kering kurang baik dan kurang efektif
dibandingkan dengan pemanasan basah dengan tekanan tinggi. Akibatnya,
0 0
dibutuhkan temperatur yang lebih tinggi 160 C atau 170 C dan waktu
yang lebih lama (2 atau 1 jam) untuk proses sterilisasi. Menurut
Nisengard dan Newman suhu yang dipakai adalah 1700C.
c. Uap Bahan Kimia (Chemiclave)
Kombinasi dari formaldehid, alkohol, aseton, keton, dan uap pada 138
kPa merupakan cara sterilisasi yang efektif. Kerusakan mikroorganisme
diperoleh dari bahan yang toksik dan suhu tinggi. Sterilisasi dengan uap
bahan kimia bekerja lebih lambat dari autoclave yaitu 138-176 kPa
selama 30 menit setelah tercapai suhu yang dikehendaki. Prosedur ini
tidak dapat digunakan untuk bahan yang dapat dirusak oleh bahan kimia
tersebut maupun oleh suhu yang tinggi.
Umumnya tidak terjadi karatan apabila instrumen telah benar-
benar kering sebelum disterilkan karena kelembaban yang rendah pada
proses ini sekitar 7-8%. Keuntungan sterilisasi dengan uap bahan kimia
adalah lebih cepat dibandingkan dengan pemanasan kering, tidak
menyebabkan karat pada instrumen atau bur dan setelah sterilisasi
diperoleh instrumen yang kering. Namun instrumen harus diangin-
anginkan untuk mengeluarkan uap sisa bahan kimia.
4. Penyimpanan yang aseptik
Setelah sterilisasi, instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai.
Penyimpanan yang baik sama penting dengan proses sterilisasi itu sendiri,
karena penyimpanan yang kurang baik akan menyebabkan instrumen
tersebut tidak steril lagi. Lamanya sterilitas tergantung pada tempat
dimana instrumen itu disimpan dan bahan yang dipakai untuk
membungkus. Daerah yang tertutup dan terlindung dengan aliran udara
yang minimal seperti lemari atau laci merupakan tempat penyimpanan 0C,
selama 60 menit, untuk alat yang dapat menyalutkan panas adalah 1900C,
sedangkan untuk instrumen yang tidak dibungkus 6 menit. Pembungkus
instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam
waktu satu bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
Untuk menentukan tingkat sterilisasi atau disinfeksi yang layak, maka alat-alat
digolongkan sesuai dengan penggunaan dan aplikasinya.
1. Alat kritis
Alat kritis adalah alat yang berkontak langsung dengan daerah
steril pada tubuh, yaitu semua struktur atau jaringan yang tertutup kulit
atau mukosa. Alat yang termasuk dalam kategori ini yaitu jarum suntik,
skalpel, elevator, bur, tang, jarum jahit, dan peralatan untuk implantasi
misalnya implan, bahan aloplastik, dan bahan hemostatik. Alat kritis
sebaiknya disterilisasi dengan autoklaf.
Sterilisasi autoklaf merupakan cara sterilisasi pemanasan dengan
uap bertekanan yang merupakan cara sterilisasi paling efektif. Sterilisasi
autoklaf pada suhu 121oC selama 10 menit normalnya dapat merusak
semua bentuk kehidupan mikrobial (Mulyanti dan Putri, 2011). Apabila
penggunaan autoklaf tidak memungkinkan, desinfeksi yang sangat baik
dapat dicapai dengan menggunakan bahan kimia yang terdaftar pada US
Environmental Protection Agency (EPA). Cara lain untuk mensterilkan
adalah dengan merendam dalam air mendidih selama paling sedikit 10
menit.
(Pedersen, 1996)
2. Alat semikritis
Alat semikritis adalah alat yang bisa bersentuhan tetapi sebenarnya
tidak dipergunakan untuk penetrasi ke membran mukosa mulut. Kaca
mulut dan alat-alat lain yang digunakan untuk pemeriksaan dan tes
termasuk dalam kategori ini. Handpiece yang digunakan dalam bedah
mulut idealnya bisa diautoklaf (Pedersen, 1996).
3. Alat nonkritis
Alat nonkritis adalah peralatan yang biasanya tidak berkontak
dengan membran mukosa, meliputi pengontrol posisi kursi, kran yang
dioperasikan dengan tangan, dan pengontrol kontak untuk melihat gambar
sinar X. Apabila terkontaminasi oleh darah, dan/atau saliva, mula-mula
harus dilap dengan handuk pengisap kemudian didesinfeksi dengan larutan
antibakteri yang cocok (Pedersen, 1996).
4. Daerah terbatas
Area ini terdiri atas ruangan-ruangan operasi dan tempat cuci tangan.
Hal-hal yang harus diperatikan di area ini adalah:
a. Batasi lalu lintas staf dan pasien setiap waktu
b. Pintu harus selalu tertutup
c. Petugas pencuci harus memakai pakaian bedah penuh, penutup
kepala, dan masker
d. Masker wajib digunakan ketika peralatan bedah dibuka dan
petugas menyusun peralatan bedah
e. Pasien yang memasuki unit bedah harus memakai baju bersih
dan tutup kepala
(Mulyanti dan Putri, 2011)
III.1 Kesimpulan
1. Teknik anestesi Blok N. Alveolaris Inferior Metode Fisher merupakan
teknik yang digunakan untuk menganestesi gigi mandibula, gingiva
mandibula, dan bibir bawah.
2. Dalam melakukan sterilisasi alat dan bahan medis, dilakukan 4 tahapan;
pembersihan sebelum sterilisasi, pembungkusan, sterilisasi, dan
penyimpanan aseptik. Selanjutnya untuk menentukan tingkat sterilisasi
atau disinfeksi yang layak, maka dapat digolongkan sesuai dengan
penggunaan dan aplikasinya menjadi alat kritis, semikritis, dan nonkritis.
Sterilisasi dapat dilakukan menggunakan autoklaf, oven, dan sebagainya.
3. Sterilisasi atau desinfeksi ruangan dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan pemutih pada daerah yang terkontaminasi. Kontaminasi pada
ruangan dapat dicegah dan diminimalisir dengan mengurangi pemakaian
tangan pada peralatan-peralatan seperti tempat kumur, dispenser untuk
sabun, pengontrol kursi, serta dengan melakukan pengaturan letak alat.
4. Terdapat faktor yang harus diperhatikan dalam praktikum Bedah Mulut,
yaitu asepsis, bedah atraumatik, anastesi, dan keseimbangan cairan tubuh.
5. Dalam melakukan tindakan pencabutan gigi terkadang menimbulkan hal-
hal yang merugikan saat pemberian anestesi lokal maupun selama proses
pencabutan gigi itu berlangsung, antara lain kegagalan mencapai keadaan
anestesi, sakit selama penyuntikan, pembentukan hematoma, paralisa,
gangguan sensasi jangka panjang (parestesi), edema, trismus, alergi,
fraktur akar gigi, alveolalgia, fistula oro-antral, sinkop, dan syok
6. Beberapa perbedaan tang posterior rahang atas dan rahang bawah dapat
dilihat dari desain, aplikasi, dan tekanan yang dihantarkan.
III.2 Saran
Sebaiknya sebagai seorang dokter gigi perlu melaksanakan prinsip-prinsip
bedah (asepsis, bedah atraumatik, anestesi, keseimbangan cairan tubuh) dengan
sebaik-baiknya untuk meminimalisir komplikasi yang mungkin dapat terjadi,
karena sebagian besar komplikasi disebabkan oleh tidak terciptanya kondisi yang
asepsis serta teknik anestesi yang tidak sesuai dan layak seperti yang telah
diteorikan.
DAFTAR PUSTAKA