Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH TOKSIKOLOGI

DISTRIBUSI TOKSIK DALAM TUBUH

Oleh :

Nama : Wahyu Ilyas M


NIM : 917312906201012

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


S1 FARMASI
INSTITUT TEKHNOLOGI DAN KESEHATAN AVICENNA
KENDARI
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai jenis senyawa beracun dari mulai bentuk cair, padat, gas kini

keberadaanya semakin meluas seiring meningkatnya aktivitas manusia.senyawa

beracun atau asing limbah adalah salah satu bentuk hasil buangan dari aktivitas

manusia yang menjadi permasalahan di berbagai belahan dunia. Berbagai jenis

limbah baik cair, padat, dan gas dapat menyebabkan masalah serius terhadap

lingkungan khususnya terhadap kehidupan organisme di sekitarnya. Hampir semua

limbah mengandung senyawa beracun dan berbahaya seperti logam berat, DDT

(diklorodifeniltrikloroetana), Oil sludge, detergen, freondan sebagainya.

Salah satu contoh senyawa paling beracun adalah DDT.DDT merupakan

racun pembunuh serangga yang sangat efektif digunakan secara luas untuk

membasmi nyamuk malaria.DDT sulit terdegradasi menjadi senyawa yang lebih

sederhana. Ketika DDT memasuki rantai makanan, waktu paruh nya adalah delapan

tahun, artinya setengah dari dosis DDT yang terkonsumsi baru akan terdegradasi

setelah delapan tahun. Ketika tercerna oleh hewan, DDT akan terakumulasi dalam

jaringan lemak dan dalam hati. Zat tersebut memiliki dampak yang sangat merugikan.

Sehingga zat tersebut akan terus berada dalam Rantai makanan dan tidak terputus.

Residu DDT juga dapat menurunkan kemampuan reproduksi serta menyebabkan

cacat pada janin pada organisme dan manusia (Abrar,2010).


Melihat bahaya nyata dari senyawa beracun yang berada disekitar kita, oleh

karena itu perlu dipelajari bagaimana kerja dari senyawa beracun yang masuk

kedalam tubuh makhluk hidup (Toksodinamik) dan efek / respon apa yang

ditimbulkan senyawa beracun bagi tubuh makhluk hidup (Toksokinetik).

1.2 Identifikasi Masalah

1. Apa pengertian dari toksokinetik dan toksodinamik

2. Apa saja proses yang terjadi pada fase toksokinetik dan toksodinamik

1.3 Tujuan

1. Mengetahui sistem kerja toksokinetik dan toksodinamik

2. Mempelajari sifat dan efek suatu zat toksik bagi tubuh makhluk hidup
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Zat Racun (Toksik)

Gambar 1.Berbagai jenis zat toksik

A. Kata racun ”toxic” adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata tox,
dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu
digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya
terdapat racun. Apabila zat kimia dikatakan beracun (toksik), maka
kebanyakan diartikan sebagai zat yang berpotensial memberikan efek
berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada suatu organisme.Sifat
toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi racun di reseptor
“tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem
bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yangapabila
menggunakan istilah toksik atau toksisitas, maka perlu untuk mengidentifikasi
mekanisme biologi di mana efek berbahaya itu timbul. Sedangkan toksisitas
merupakan sifat relatif dari suatu zat kimia, dalam kemampuannya
menimbulkan efek berbahaya atau penyimpangan mekanisme biologi pada
suatu organisme(Wirasuta, 2006).

Zat-zat yang berpotensi sebagai toksik

Zat toksik dapat berasal dari berbagai macam sumber, salah satunya
yaitu zat toksik yang berasal dari bahan kimia. Toksisitas senyawa kimia
sendiri didefinisikan sebagai kemampuan senyawa kimia mengakibatkan
bahaya terhadap metabolism jaringan makhluk hidup. Racun yang berasal dari
zat atau senyawa kimia dapat berada di dalam lingkungan secara alamiah atau
yang sengaja dibuat oleh manusia. Harus diakui bahwa zat kimia beracun
kebanyakan berasal dari aktivitas manusia dan meliputi berbagai aspek
kehidupan. Senyawa kimia beracun juga dapat hadir di dalam lingkungan
secara alamiah. Kehadiran zat kimia beracun alamiah di dalam lingkungan
diasumsikan akan selalu konstan,kecuali ditambah oleh aktivitas manusia
seperti penambahan logam beracun kedalam lingkungan oleh kegiatan-
kegiatan industry dan kemajuan teknologi. Pengaruh kehadiran berbagai jenis
zat kimia beracun tersebut di dalam lingkungan mungkin dapat diketahui
dengan cepat,akan tetapi pengaru negative pada umumnya baru diketahui
setelah masuknya zat kimia tersebut dalam jangka waktu cukup lama.
Kehadiran zat kimia beracun alamiah mungkin dapat semakin
meningkat atau bahkan semakin menurun, tergantung kondisi lingkungan.
Sebagai contoh, jumlah bakteri dan jamur yang mengkotaminasi makanan saat
ini mungkin semakin berkurang sesuai dengan tersedianya peralatan yang
dapat menjaga makanan terbebas dari bakteri dan jamur. Akan tetapi
perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini juga memungkinkan akan
munculnya species baru yang atahan terhadap berbagai kondisi anti bakteri
dan anti jamur baru yang sangat immun terhadap berbagai jenis kondisi dapat
meningkatkan jumlah racun alamiah di dalam lingkungan.

Pada umumnya efek berbahaya timbul apabila terjadi interaksi antara zat

kimia (tokson atau zat aktif biologis) dengan reseptor. Terdapat dua aspek yang harus

diperhatikan dalam mempelajari interakasi antara zat kimia dengan organisme hidup,

yaitu kerja tokson pada suatu organisme (aspek toksodinamik) dan pengaruh tokson

terhadap organisme (aspek toksokinetik) .Suatu kerja toksik pada umumnya

merupakan hasil dari sederetan proses fisika, biokimia, dan biologik yang sangat

rumit dan komplek. Proses ini umumnya dikelompokkan ke dalam tiga fase yaitu:

fase eksposisi, fase toksokinetik dan fase toksodinamik.

Gambar 2. Diagram proses kerja toksik

(Mutschler, 1999)
2.2 Fase Eksposisi

Fase eksposisimerupakan kontak suatuorganisme dengan zat asing (xenobiotika),

pada umumnya,kecuali radioaktif, hanya dapat terjadi efek toksik/farmakologi setelah

xenobiotika terabsorpsi.Umumnya hanya tokson yang berada dalambentuk terlarut,

terdispersi molekular dapat terabsorpsi menuju sistem sistemik (Wirasuta, 2006).

Laju absorpsi suatu xenobiotika ditentukan oleh sifat membran biologi dan aliran

kapiler darah tempat kontak.Suatu xenobiotika, agar dapat diserap/diabsorpsi di

tempat kontak, maka harus melewati membran sel di tempat kontak.Suatu membran

sel biasanya terdiri atas lapisan biomolekular yang dibentuk oleh molekul lipid

dengan molekul protein yang tersebar diseluruh membrane (Gambar 3).Jalur utama

bagi penyerapan xenobiotika adalahsaluran cerna, paru-paru, dan kulit.Namun pada

keracunan aksidential, atau penelitian toksikologi, paparan xenobiotika dapat terjadi

melalui jalur injeksi, seperti injeksi intravena, intramuskular, subkutan,

intraperitoneal, dan jalur injeksi lainnya (Wirasuta, 2006).

Gambar 3. Diagram sistemis membran biologi


2.3 Fase Toksokinetik
Fase toksokinetikdisebut juga dengan fase farmakokinetik.Setelah xenobiotika

berada dalam ketersediaan farmasetika, pada mana keadaanxenobiotika siap untuk

diabsorpsi menuju aliran darah atau pembuluh limfe, maka xenobiotika tersebut akan

bersama aliran darah atau limfe didistribusikan ke seluruh tubuh dan ke tempat kerja

toksik (reseptor). Pada saat yang bersamaan sebagian molekul xenobitika akan

termetabolisme, atau tereksresi bersama urin melalui ginjal, melalui empedu menuju

saluran cerna, atau sistem eksresi lainnya. Pada umumnya tokson melintasi

membrane saluran pencernaan menuju sistem sistemik dengan difusi pasif, yaitu

transpor dengan perbedaan konsentrasi sebagai daya dorongnya (Wirasuta, 2006).

A. Absorbsi

Absorpsi ditandai oleh masuknyaxenobiotika/tokson dari tempat kontak

(paparan)menuju sirkulasi sistemik tubuh atau pembuluhlimfe.Absorpsi didefinisikan

sebagai jumlahxenobiotika yang mencapai sistem sirkululasisistemik dalam bentuk

tidak berubah.Toksondapat terabsorpsi umumnya apabila beradadalam bentuk terlarut

atau terdispersi molekular.Absorpsi sistemik tokson dari tempatextravaskular

dipengaruhi oleh sifat-sifat anatomic dan fisiologik tempat absorpsi (sifat membrane

biologis dan aliran kapiler darah tempat kontak),serta sifat-sifat fisiko-kimia tokson

dan bentukfarmseutik tokson (tablet, salep, sirop, aerosol,suspensi atau larutan).Jalur

utama absorpsitokson adalah saluran cerna, paru-paru, dan kulit (Wirasuta, 2006).

B. Distribusi
Setelah xenobiotika mencapai sistem peredahandarah, ia bersama darah akan

diedarkan/didistribusikan ke seluruh tubuh. Dari sistemsirkulasi sistemik ia akan


terdistribusi lebih jauhmelewati membran sel menuju sitem organ atauke jaringan-

jaringan tubuh. Distribusi suatuxenobiotika di dalam tubuh dapat pandangsebagai

suatu proses transpor reversibel suatuxenobiotika dari satu lokasi ke tempat lain

didalam tubuh. Guna mempermudah pengertian tentang prosesdistribusi, para ahli

farmakokinetik menggambarkantubuh terdiri dari beberapa ruang distribusi,yang

didukung oleh model sederhana. Modelyang paling sederhana untuk itu adalah

modelkompartimen tunggal.Dimana pada model initubuh dipandang sebagai satu

ruang yanghomogen (seperti satu ember besar), dalam halini distribusi xenobiotika

hanya ditentukan olehdaya konveksi di dalam ember.Namun padakenyataannya, agar

xenobitika dapatditransportasi dari saluran kapiler pembuluh darahmenuju sel-sel

pada jaringan tubuh, haruslahmelewati membran biologis, yaitu membran

yangmenyeliputi sel-sel di dalam tubuh. Transpor transmembran dapat berlangsung

melalui proses difusi pasif, difusi terpasilitasi, difusi aktif, filtrasi melalui poren, atau

proses fagositisis. Distribusi suatu xenobiotika di dalam tubuh dipengaruhi oleh:

tercampurnya xenobiotika di dalam darah, laju aliran darah, dan laju transpor

transmembran (Wirasuta, 2006).

C. Eliminasi
Metabolisme dan ekskresi dapat dirangkum kedalam eliminasi. Yang dimaksud

proses eliminasi adalah proses hilangnya xenobiotika dari dalam tubuh organisme.

Eliminasi suatu xenobiotika dapat melalui reaksi biotransformasi (metabolisme) atau

ekskresi xenobiotika melalui ginjal, empedu, saluran pencernaan, dan jalur eksresi

lainnya (kelenjar keringan, kelenjar mamai, kelenjar ludah, dan paru-paru).Jalur


eliminasi yang paling penting adalah eliminasi melalui hati (reaksi metabolisme) dan

eksresi melalui ginjal (Wirasuta, 2006).

D. Eksresi
Setelah diabsorpsi dan didistrubusikan di dalamtubuh, xenobiotika/tokson dapat

dikeluarkandengan capat atau perlahan.Xenobiotikadikeluarkan baik dalam bentuk

asalnya maupunsebagai metabolitnya.Jalus ekskresi utama adalah melalui ginjal

bersama urin, tetapi hati danparu-paru juga merupakan alat ekskresi pentingbagi

tokson tertentu. Disamping itu ada juga jalurekskresi lain yang kurang penting

seperti, kelenjarkeringan, kelenjar ludah, dan kelenjar mamae (Wirasuta, 2006).

E. Konsentrasi Plasma

Sifat dan intensitas efek suatu tokson di dalamtubuh bergantung pada kadar

tokson di tempatkerjanya. Umumnya konsentrasi tokson di tempatorgan sasaran

merupakan fungsi kadar tokson di dalam darah (plasma). Namun, sering

dijumpaikadar tokson di organ sasaran tidak selalu samadengan kadarnya di darah.

Apabila terjadi ikatanyang kuat antara jaringan dengan tokson, makakonsentrasi

tokson pada jaringan tersebutumumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan

didarah(Wirasuta, 2006).

DDT adalah salah satu tokson yangbersifat sangat lipofil, dia akan terikatkuat

”terdeposisi”, sehingga jaringan lemakmerupakan depo. Ini berarti konsentrasi

dijaringan akan lebih tinggi dari pada di darah,selanjutnya dia akan terlepas secara

perlahanlahan.Penetapan konsentrasi tokson di darahumumnya lebih mudah diukur

dibandingkan dijaringan, terutama pada jangka waktu tertentu,oleh sebab itu


konsentrasi di darah ”plasma” yangsering digunakan dalam penelitian toksokinetik

(Wirasuta, 2006).

2.4 Fase Toksodinamik

Fase toksodinamikadalah interaksi antara tokson dengan reseptor (tempat kerja

toksik) danjuga proses-proses yang terkait dimana pada akhirnya muncul efek

toksik.Interaksi tokson-reseptor umumnya merupakaninteraksi yang bolak-balik

(reversibel).Hal inimengakibatkan perubahan fungsional, yang lazimhilang, bila

xenobiotika tereliminasi dari tempatkerjanya (reseptor).Selain interaksi reversibel,

terkadang terjadi pulainteraksi tak bolak-balik (irreversibel) antaraxenobiotika dengan

subtrat biologik.Interaksi inididasari oleh interaksi kimia antara xenobiotikadengan

subtrat biologi dimana terjadi ikatan kimia kovalen yang bersifat irreversibel

atauberdasarkan perubahan kimia dari subtrat biologiakibat dari suatu perubaran

kimia dari xenobiotika, seperti pembentukan peroksida.Terbentuknyaperoksida ini

mengakibatkan luka kimia pada substrat biologi.Efek irrevesibel diantaranya dapat

mengakibatkan kerusakan sistem biologi, seperti: kerusakan saraf, dan kerusakan sel

hati (serosis hati), atau juga pertumbuhan sel yang tidak normal, seperti karsinoma,

mutasi gen (Wirasuta, 2006).

A. Interaksi tokson dengan reseptor

Interaksi obat-reseptor umumnya dapatdisamakan dengan prisip kunci-anak

kunci. Letakreseptor neuro(hormon) umumnya di membrane seldan terdiri dari suatu

protein yang dapatmerupakan komplemen ”kunci” daripada strukturruang dan


muatan-ionnya dari hormone bersangkutan ”anak-kunci”. Setelah hormonditangkap

dan terikat oleh reseptor, terjadilahinteraksi yang mengubah rumus dan

pembagianmuatannya. Akibatnya adalah suatu reaksidengan perubahan aktivitas sel

yang sudahditentukan (prefixed) dan suatu efek fisiologik.Konsep interaksi kunci-

anak kunci telah lamadigunakan untuk menjelaskan interaksi enzimdengan

subtratnya. Beberapa efek toksik suatutokson muncul melalui mekanisme

interaksitokson dengan enzim, baik dia menghambat ataumemfasilitasi interaksi

tersebut, yang padaakhirnya akan menimbulkan efek yang merugikanbagi organisme

(Wirasuta, 2006).
B. Mekanisme kerja efek toksik

Bila memperhatikan kerumiatan sistem biologi,baik kerumitan kimia maupun

fisika, maka jumlahmekanisme kerja yang mungkin, praktis tidakterbatas, terutama

sejauh ditimbulkan efek toksik.

Pada kenyataanya kebayakan proses biokimiawidi dalam tubuh organisme

berlangsung melaluiperanata enzim atau kebanyakan kerja biologidisebabkan oleh

interaksi dengan enzim. Sepertipada reaksi biotransformasi umumnya tidak

akanberlangsung tanpa pertolongan sistem enzim,disamping itu beberapa transpor

sinyal divasillitasioleh sistem enzim. Interaksi xenobiotika terhadapenzim yang

mungkin dapat mengakibatkanmenghambat atau justru mengaktifkan

kerjaenzim.Tidak jarang interaksi xenobiotika dengansistem enzim dapat

menimbulkan efek toksik.Inhibisi (hambatan) inhibisi enzim dapat menimbulkan

blokade fungsi saraf (Wirasuta, 2006).


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan ulasan yang telah dijelaskan , dapat disimpulkan bahwa:

1. Toksokinetik merupakan suatu respon atau pengaruh tokson (zat toksik)

terhadap organisme. Sedangkan toksodinamik merupakan mekanisme atau

carakerja tokson pada suatu organisme.

2. Fase toksokinetik meliputi proses Absorbsi, Distribusi, Eliminasi, Eksresi dan

Konsentrasi Plasma. Sedangkan fase toksodinamik meliputi proses Interaksi

tokson dengan reseptor dan Mekanisme kerja efek toksik

3.2 Saran

Diharapkan dapat dilakukan dan ditingkatkan penelitian tentang toksikologi

khusunya tentang efek dari berbagai macam tokson yang membahayakan organisme

khususnya kehidupan manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Mutschler.1999. Arzneimittelwirkungen: Lehrbuch der Pharmakologie


unToxikologie; mit einführenden Kapiteln in die Anatomie, Phyiologie und
Pathophysiologie. Unter mitarb.VonSchäfer-Korting. -7völlig neu bearb.und
erw.Aufl., Wiss. Verl.-Ges., Stuttgart.
Sudrajat.2011.Toksikokinetika Racun. FMIPA UNMUL.
Wirasuta,Made A.G. Niruri, Rasmaya. 2006. Toksikologi Umum. Buku Ajar. FMIPA
Universitas Udayana
Abrar.2010. Pengertian dan dampak DDT. Diakses dalam
http://abrar4lesson4tutorial4ever.wordpress.com/2010/02/20/pengertian-dan-
dampak-ddt-dichloro-diphenyl-trichloroethane-dalam-kehidupan/

Anda mungkin juga menyukai