Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSEP MUTU PELAYANAN KEPERAWATAN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Menejement Keperawatan

Disusun oleh :

1. Misbahul Umam (17.028)

2. Muhammad Yusuf (17.031)

3. Novi Ariska ( 17.036)

AKADEMI KEPERAWATAN ISLAMIC VILLAGE TANGERANG

Jl. Islamic Raya Kelapa Dua Tangerang 15810

Telepon/Fax : 021-5462852, Website : ww.akperisvill.ac.id

TAHUN AKADEMIK 2019/2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur bagi Allah SWT yang dengan karunia-nya telah memungkinkan selesainya makalah
yang berjudul “ Konsep Skabies” yang di susun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah.

Atas dukungan moral dan materi yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penyusun
mengucapkan terima kasih kepada Eni Trismiati S.kep,MM selaku penanggung jawab mata kuliah
Menejement Keperawatan .

Penyusun menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
yang membangun sangat dibutuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

Tangerang, 12 September 2019

Penulis
Daftar Isi

Kata pengantar...................................................................................................................i

Daftar isi.............................................................................................................................ii

BAB 1

Pendahuluan

1.1 Latar belakang...............................................................................................................

1.2 Tujuan...........................................................................................................................

BAB II

Tinjauan Teori

2.1 Definisi Mutu Pelayanan Keperawatan......................................................................

2.2 Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan.............................................................................

2.4 Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan.........................................................................

2.5 Indikator Kinerja..............................................................................................................

2.6 Kamus Indikator Kinerja Unit..........................................................................................

2.7 Angka Kejadian Resiko Jatuh...........................................................................................

2.8 Angka Kejadian Cidera.....................................................................................................

2.9 Angka Kejadian Sentinel...................................................................................................

BAB III

Penutup

3.1 Kesimpulan......................................................................................................................

3.2 Saran.................................................................................................................................

Daftar pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mutu pelayanan keperawatan merupakan indikator kualitas pelayanan kesehatan. Penentu


citra institusi pelayanan kesehatan di masyarakat adalah perawat. Kualitas pelayanan yang
diberikan oleh perawat akan terlihat dari asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada
klien. Pengetahuan perawat memegang peranan penting dalam pendokumentasian proses
keperawatan. Perawat perlu memperoleh pengetahuan tentang aplikasi proses keperawatan
yang digunakan untuk menginterpretasi data pasien. Dengan tingkat pengetahuan yang
berbeda, dokumentasi proses keperawatan akan menghasilkan dokumentasi yang tidak
lengkap dan seragam yang akan berpengaruh pada mutu asuhan yang berbeda pula. Dalam
aspek hukum, perawat tidak mempunyai bukti tertulis bila pasien menuntut ketidakpuasan
terhadap pelayanan keperawatan. Dalam kenyataannya dengan semakin kompleksnya
pelayanan dan peningkatan kualitas keperawatan, perawat tidak hanya dituntut untuk
meningkatkan mutu pelayanan tetapi dituntut untuk mendokumentasikan asuhan keperawatan
secara benar (Nursalam, 2012).

Pendokumentasian merupakan unsur pokok dalam pertanggung jawaban kinerja profesi


keperawatan setelah melakukan intervensi keperawatan langsung kepada klien. Didasari oleh
profesi keperawatan, bahwa masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh pelayanan
asuhan keperawatan secara 2 profesional. Mutu asuhan keperawatan dapat tergambar dari
dokumentasi proses keperawatan (Dalami, dkk, 2011).
Dalam pendokumentasi asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses keperawatan
yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi
sebagai metode penyelesaian masalah keperawatan pada klien yang akan meningkatkan
kesehatan klien (Hidayat, 2008).
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan keperawatan di rumah sakit, telah disusun
Standar Pelayanan Rumah Sakit melalui SK Menkes No. 436/MENKES/SK/VI/1993 dan
Standar Asuhan Keperawatan melalui SK Dirjen Yanmed No. YM.00.03.2.6.7637 tahun
1993. Standar pelayanan dan Standar Asuhan Keperawatan tersebut berfungsi sebagai alat
ukur untuk mengetahui, memantau dan menyimpulkan apakah pelayanan / asuhan
keperawatan yang diselenggarakan di rumah sakit sudah mengikuti dan memenuhi
persyaratan dalam standar tersebut atau tidak (Depkes RI, 2005).

1.2 Tujuan

1. Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah menejemen keperawatan
2. Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan Definisi Mutu Pelayanan Keperawatan
b. Mahasiswa mampu menjelaskan Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan
c. Mahasiswa mampu menjelaskan Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan
d. Mahasiswa mampu menjelaskan Indikator Kinerja
e. Mahasiswa mampu menjelaskan kamus indikator kinerja unit
f. Mahasiswa mampu menjelaskan angka kejadian resiko jatuh
g. Mahasiswa mampu menjelaskan angka kejadian cidera
h. Mahasiswa mampu menjelaskan angka kejadian sentinel
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Mutu Pelayanan Keperawatan

Mutu pelayanan keperawatan adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh profesi
keperawatan dalam mempertahankan keadaan dari segi biologis, psikologis, sosial dan
spiritual pasien (suarli dan bahtera 2012).

Mutu pelayanan keperawatan adalah asuhan keperawatan profesional yang mengacu


pada 5 dimensi kualitas pelayanan yaitu, (rehability, tangibles, assurance, responsivenes,
empathy) (bauk etika al 2013).

Mutu pelayanan keperawatan merupakan suatu pelayanan yang menggambarkan produk


dari pelayanan keperawatan itu sendiri yang meliputi dari biologis, psikologis, dan spiritual
pada individu sakit maupun yang sehat dan dilakukan sesuai standart keperawatan (asumji,
2012).

Berdasarkan pernyataan tiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa pelayanan


keperawatan merupakan kegiatan atau upaya pelayanan yang dapat dilakukan secara mandiri
atau bersama-sama dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara holistik.

2.2 Tujuan Mutu Pelayanan Keperawatan

Menurut Nursamalam cit triwibowo (2013) tujuan mutu pelayanan keperawatan


terdapat 5 tahap yaitu :

1. Tahap pertama adalah penyusunan standart atau kriteria. Dimaksudkan agar asuhan
keperawatan lebih terstruktuk dan rencana berdasarkan standart kriteria masing-masing
perawat
2. Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan kriteria. Informasi
disini diharapkan untuk lebih mendukung dalam proses asuhan keperawatan dan sebagai
pengukuran kualitas pelayanan keperawatan.
3. Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Dalam memilih informasi yang akurat
diharuskan penyeleksian yang ketat dan bersikenambungan. Beberapa informasi juga
didapatkan dari pasien itu sendiri.
4. Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisa data. Perawat dapat menyelidiki
data dari pasien dan menganalisa satu persatu.
5. Tahap kelima adalah evaluasi ulang. Dari tahap ini berfungsi untuk meminimamkan
kekeliruan dalam pengambilan keputusan pada asuhan dan tindakan keperawatan.
Tujuan keperawatan merupakan hal yang harus direncanakan secara optimal oleh
perawat. Tujuan keperawatan menurut Gillies et Asumji (2012) menyebutkan :

1. Tujuan keperawatan harus jelas, sehingga tercipta output keberhasilan yang optimal. Dai
hasil yang optimal maka akan mendukung kinerja dan meningkatkan kerja perawat.
2. Tujuan yang memiliki tritearia sulit dan menantang harus dikolaborasikan dengan tim
sejawat lain maupun tim medis lainnya. Disini perawat tidak diperkenankan untuk
melakukan tindakan secara persepsi tetapi secara rasional berdasarkan hasil diskusi.
3. Tujuan keperawatan diharuskan dapat diukur, berisi ketentuan kuantitatif sehingga akan
lebih mudah membandingkan seberapa besar pencapaian keberhasilan tersebut.
4. Tujuan keperawatan harus berdasarkan waktu yang ditentukan, agar pencapaian target
lebih baik lagi. Waktu yang optimal dilaksanakan dengan target dan tidak
mengesampingkan kolaborasi dengan pasien.

2.3 Faktor Mutu Pelayanan Keperawatan

Menurut Nursalam (2013) kualitas mutu pelayanan keperawatan terdiri atas beberapa
faktor yaitu:

1. Komunakasi dari mulut ke mulut (word of mouth communication), biasanya komunikasi


dari mulut ke mulut sering dilakukan oleh masyarakat awam yang telah mendapatkan
perawatan dari sebuah instansi. Yang nantinya akan menyebarkan berita positif apabila
mereka mendapatkan perlakuan yang baik selama di rawat atau menyampaikan berita
negatif tentang mutu pelayanan keperawatan berdasarkan pengalaman yang tidak
mengenakkan.
2. Kebutuhan pribadi (personal need), kebutuhan dari masing-masing pasien bervariasi
maka mutu pelayanan keperawatan juga harus menyesuaikan berdasarkan kebutuhan
pribadi pasien.
3. Pengalaman masa lalu (past experience), seorang pasien akan cenderung menilai sesuatu
berdasarkan pengalaman yang pernah mereka alami. Didalam mutu pelayanan
keperawatan yang baik akan memberikan pengalaman yang baik kepada setiap pasien,
namun sebaliknya jika seseorang pernah mengalami hal kurang baik terhadap mutu
pelayanan keperawatan maka akan melekat sampai dia mendapatkan perawatan kembali
di suatu instansi.
4. Komunikasi eksternal (company’s external communication), sebagai pemberi mutu
pelayanan keperawatan juga dapat melakukan promosi sehingga pasien akan
mempercayai penuh terhadap mutu pelayanan keperawatan di instansi tersebut.

Sedangkan menurut Triwibowo (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi mutu


pelayanan keperawatan itu sendiri meliputi 7 kriteria diantaranya:
1. Mengenal kemampuan diri, seorang perawat sebelum melakukan sebuah tindakan
keperawatan kepada pasien harus mengetahui kelemahan dan kekuatan yang ada pada
diri perawat sendiri. Karena intropeksi diri yang baik akan menghasilkan atau
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
2. Meningkatkan kerja sama, perawat harus berkerjasama dalam melakukan asuhan
keperawatan baik dengan tim medis, teman sejawat perawat, pasien dan keluarga pasien.
3. Pengetahuan keterampilan masa kini, dimaksudkan agar perawat lebih memiliki
pengetahuan yang luas dan berfungsi dalam penyelesaian keluhan pasien dengan cermat
dan baik.
4. Penyelesaian tugas, perawat merupakan anggota tim medis yang
5. Paling dekat dengan pasien. oleh karena itu, perawat dituntut untuk mengetahui keluhan
pasien dengan mendetail dan melakukan pendokumentasian teliti setelah melakukan
asuhan.
6. Pertimbangan prioritas keperawatan, seorang perawat harus mampu melakukan penilaian
dan tindakan keperawatan sesuai dengan prioritas utama pasien.
7. Evaluasi berkelanjutan, setelah melakukan perencanaan perawat juga harus melakukan
evaluasi pasien agar tindakan perawatan berjalan dengan baik, dan perawat mampu
melakukan pemantauan evaluasi secara berkelanjutan.

2.4 Indikator Mutu Pelayanan Keperawatan

Setiap instansi kesehatan akan lebih mengedepankan mutu pelayanan dibandingkan


dengan hal lainnya. Mutu pelayanan itu sendiri dapat terwujud apabila didalam setiap instasi
memiliki peranan dan tugas sesuai dengan profesi. Setiap profesi kesehatan juga harus
mengedepankan mutu dengan memberikan pelayanan yang optimal kepada semua pasien.

Suatu pelayanan keperawatan dapat dikatakan baik apabila dalam pemenuhan


kebutuhan pasien berjalan dengan sesuai. Dari pelayanan yang baik tersebut maka akan
menimbulkan budaya penanganan yang baik kepada semua pasien. Dan akan tercapainya
tingkat kepuasan pasien pada standar yang setinggi-tingginya. Mutu pelayanan keperawatan
sebagai alat ukur dari kualitas pelayanan kesehatan dan mejadi salah satu faktor penentu
citra instansi pelayanan kesehatan di masyarakat. Di karenakan keperawatan merupakan
salah satu profesi dengan jumlah terbanyak dan yang paling dekat dengan pasien. Mutu
pelayanan keperawatannya sendiri dilihat dari kepuasan pasien terhadap pelayanan yang
diberikan puas atau tidak puas (Nursalam, 2011).

Menurut Nursalam (2013) suatu pelayanan keperawatan harus memiliki mutu yang baik
dalam pelaksanaanya. Diantaranya adalah:
1. Caring adalah sikap perduli yang ditunjukkan oleh perawat kepada pasiennya. Perawat
akan senantiasa memberikan asuhan dengan sikap yang siap tanggap dan perawat mudah
dihubungi pada saat pasien membutuhkan perawatan.
2. Kolaborasi adalah tindakan kerja sama antara perawat dengan anggota medis lain, pasien,
keluarga pasien, dan tim sejawat keperawatan dalam menyelesaikan prioritas
perencanaan pasien. Disini perawat juga bertanggung jawab penuh dalam kesembuhan
dan memotivasi pasien.
3. Kecepatan, suatu sikap perawat yang cepat dan tepat dalam memberikan asuhan
keperawatan. Dimana perawat menunjukkan sikap yang tidak acuh tak acuh, tetapi akan
memberikan sikap baik kepada pasien.
4. Empati adalah sikap yang harus ada pada semua perawat. Perawat akan selalu
memperhatikan dan mendengarkan keluh kesah yang dialami pasien. Tetapi perawat tidak
bersikap simpati, sehingga perawat dapat membimbing kepercayaan pasien.
5. Courtesy adalah sopan santun yang ada pada diri perawat sendiri. Perawat tidak akan
cenderung membela satu pihak, tetapi perawat akan bersikap netral kepada siapapun
pasien mereka. Perawat juga akan menghargai pendapat pasien, keluarga pasien, dan tim
medis lain dalam hal kebaikan dan kemajuan pasien.
6. Sincerity adalah kejujuran dalam diri perawat. Jujur juga merupkan salah satu kunci
keberhasilan perawat dalam hal perawatan kepada pasien. Perawat akan bertanggung
jawab atas kesembuhan dan keluhan yang dialami pasien.
7. Komunikasi teraupetik merupakan salah satu cara yang paling mudah untuk dilakukan
perawat dalam memberikan asuhan. Karena komunikasi teraupetik sendiri merupakan
cara efektif agar pasien merasa nyaman dan lebih terbuka dengan perawat. pelayanan di
rumah sakit. Agar terwujudnya pelayanan keperawatan yang berkualitas perawat
professional harus memiliki kemampuan intelektual yang cukup, teknikal dan
interpersonal, melaksanakan asuhan berdasarkan standar praktik dan berdasarkan etik
legal (Syahrudin et al, 2014).

2.4 Indikator Kinerja


Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan menetapkan indikator
masukan (input), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact).

a. Indikator masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini dapat berupa dana,
sumber daya manusia, informasi, kebijakan/peraturan perundang-undangan dan
sebagainya.
b. Indikator keluaran (outputs) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu
kegiatan yang dapat berupa fisik dan/atau nonfisik.
c. Indikator hasil (outcomes) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
d. Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari
pelaksanaan kegiatan.
e. Indikator dampak (impacts) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun
negatif terhadap setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

Prestasi atau kinerja adalah catatan tentang hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi
pekerjaan tertentu atau kegiatan selama kurun waktu tertentu (Dwiyanto,2016) mengenai
indikator yang digunakan untuk untuk mengukur kinerja yaitu sebagai berikut :
a. Produktivitas, bahwa produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisisensi, tetapi juga
mengukur efektivitas peleyanan, dan pada umumnya dipahami sebagai ratio antara input
dan output.
b. Kualitas layanan, maksudnya bahwa kualitas dari pelayanan yang diberikan sangat
penting untuk dipertahankan.
c. Responsivitas, maksudnya bahwa birokrasi harus memiliki kemampuan untuk mengenali
kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan
program-program pelayanan politik sesuai dengan kebuuhan dan aspirasi masyarakat.
d. Responsibilitas, maksudnya bahwa pelaksanaan kegiatan harus dilakukan sesuai dengan
prinsip-prinsip adminitrasi yang benar dan kebijakan birokrasi yang baik yang eplisit
maupun emplisit.
e. Akuntabilitas, maksudnya bahawa seberapa benar kebijakan dan kegiatan birokasi tunduk
kepada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat, dimana para pejabat politik tersebut
dengan sendirinya akan selalu memprioritaskan kepentingan rakyat.

Indikator kerja sebagaimana yang disebutkan diatas mengandung makna bahwa tujuan
persyaratan, juga bahkan merupakan sebuah keinginan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang
lebih baik yang ingin dicapai oleh organisasi dimasa yang datang. Dengan demikian tujuan
menunjukan arah ke mana kinerja harus dilakukan. Namun demikian dalam upaya mencapai
tujuan perlu adanya sebuah standart. Tanpa standart, tidak akan dapat diketahui kapan suatu
tujuan tercapai. Standart menjawab pernyataan tentang kapan akan aku sukses atau gagal.
Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standart yang ditentukan atau
disepakati bersama antara atasan dan bawahan.

2.5 Kamus Indikator Kinerja Unit (Iku) Berdasarkan Pelayanan Mutu Rumah Sakit
Instalasi Farmasi Rsud Dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin

Judul Indikator Pelayanan Obat yang Ditunda pada Pasien BPJS di Depo
Farmasi Rawat Jalan

Tipe Indikator Proses

Jenis Indikator Persentase

Dimensi Mutu Efisiensi

Efektivitas

Tujuan Tergambarnya kejadian penundaan pelayanan atau


pemberian obat kepada pasien BPJS

Definisi Operasional Penundaan pelayanan atau pemberian obat kepada pasien


BPJS dikarenakan stok obat yang kosong pada depo
maupun gudang.

Frekuensi Pengumpulan 1 bulan


Data

Periode Analisa Data & 3 bulan


Pelaporan
Rekapitulasi dan analisa sederhana secara umum data akan
dievaluasi setiap 3 bulan

Kriteria

Inklusi Seluruh resep obat yang sudah diserahkan kepada pasien


baik itu obat jadi atau racikan

Eksklusi Resep obat yang ditunda

Numerator Jumlah obat (per resep) yang ditunda pelayanannya.

Denominator Jumlah seluruh resep yang disurvey di instalasi farmasi


rawat jalan
Formula Jumlah obat (per resep) yang ditunda pelayanannya dalam 1
bulan : jumlah resep yang disurvey dalam 1 bulan x 100% =
___ %

Standar 20 %

Sumber Data Survey

Area Instalasi farmasi rawat jalan

Penanggung Jawab Kepala Instalasi Farmasi


Pengumpul Data/PJ

2.6 Distribusi Pasien Berdasarkan Cedera Penyerta Jumlah Kasus Persentase (%)

Fraktur tulang tengkorak 4 8,88%


Cedera kepala tertutup 10 22,22%
Cedera Spinal cord 1 2,22%
Cedera Plexus Brachialis 2 4,44%
Fraktur Clavicula 6 13,33%
Dislokasi bahu 1 2,22%
Fraktur humerus 4 8,88%
Fraktur costae 7 15,55%
Hemato/pneumothorax 8 17,77%
Contusio Paru 2 4,44%
Perdarahan intraabdominal 4 8,88%
Total 45 100%

Kesimpulannya dari 28 penderita fraktur skapula yang dirawat di Rumah Sakit Hasan
Sadikin memiliki karakteristik yang sedikit berbeda dibandingkan dengan yang terdapat pada
beberapa literatur, yaitu bahwa distribusi penderita berdasarkan jenis kelamin kurang dibahas,
di mana didapatkan angka persentase yang dominan adalah laki-laki yaitu sebesar 92,85%.
Hasil lain yang didapat adalah mayoritas kejadian fraktur skapula di Rumah Sakit Hasan
Sadikin terjadi pada umur 25-34 tahun yaitu 10 pasien (35,72%), 17 pasien (60,72%)
mengalami fraktur pada body of scapula, 25 pasien (89,29%) ditangani secara konservatif
dengan imobilisasi menggunakan arm sling. 27 pasien (96,43%) mengalami tipe cedera yang
multiple. Cedera penyerta terbanyak adalah cedera kepala tertutup dengan jumlah 10 kasus
(35,71%).
Sesuai pernyataan dari literatur bahwa jumlah terbanyak dari fraktur skapula dikarenakan
akibat kecelakaan lalu lintas (direct force). Tingginya angka kecelakaan lalulintas di daerah
Jawa Barat dan di Bandung pada khususnya disebabkan karena disiplin dalam berlalu lintas
yang masih sangat kurang, Oleh sebab itu kami menyarankan agar pemerintah meningkatkan
infrastruktur perhubungan yang kurang memadai dan memberikan sosialisasi serta pembinaan
kepada masyarakat yang kurang dalam mengembangkan budaya disiplin berlalu lintas. Dan
untuk mencegah komplikasi karena salah diagnosis pada cedera penyerta dari fraktur skapula
sebaiknya dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti pada kejadian fraktur skapula.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Indikator mutu pelayanan keperawatan merupakan hal yang sangat penting bagi sutu
instansi rumah sakit, karena mutu pelayanan keperawatan ini merupakan penilaian bagi
masyarakat terhadap suatu rumah sakit. Indikator mutu ini merupakan citra dari suatu
rumah sakit. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi indikator mutu pelayanan
kepperawatan diruang rawat inap.

3.2 Saran

Adapun saran yang diharapkan kepada pembaca agar pembaca dapat mulai
menerapkan menejemen mutu dikehidupan sehari-hari. Mulai meningkatkan menejemen
mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan sebaik mungkin. Terutama manajemen
mutu dalam keperawatan yang diberikan kepada klien maupun paasien sehingga dapat
menjadi perawat yang profesional.

Daftar Pustaka
Wibowo.2009.Manajemen Kinerja edisi Keempat.Jakarta:Rajagrapindo persada
Bastian Indra.2006. Akuntansi Sektor Publik:Suatu Pengantar.PT Gelora Aksara Pratama
David S Perdanakusuma. 2014. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka Paska Operasi
Skapula

Anda mungkin juga menyukai