Anda di halaman 1dari 17

ACARA III

IDENTIFIKASI ORGANISME PENYEBAB PENYAKIT


INFEKSI DAN NON-INFEKSI

Oleh :
Nama : Lathifah
NIM : B0A013042
Kelompok : X
Asisten : Endang Trimurti

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGELOLAAN KESEHATAN


ORGANISME AKUATIK

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO

2015
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perikanan merupakan suatu bidang ilmu yang terus berubah dan


berkembang karena ikan merupakan produk utama dari subsektor perikanan yng
merupakan salah stu penghasil protein hewani bagi manusia, terutma dalam bentuk
lauk pauk yang amat digemari oleh masyarakat Indonesia. Salah satu kendala
dalam usaha peningkatn dan pengembangan perikanan adalah masalah penyakit-
penyakit yang sering menyerang pada ikan. Diantara penyakit-penyakit tersebut
adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh parasit, virus, bakteri, dan jamur
(Nurdiyanto dan Sumartono, 2006).
Penyakit ikan adalah sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada
ikan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat
disebabkan oleh organisme lain, pakan, maupun kondisi lingkungan yang kurang
menunjang kehidupan ikan. Jadi, timbulnya serangan penyakit ikan di kolam
terjadi karena interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan, dan
patogen. Interaksi yang tidak serasi tersebut menyebabkan stres pada ikan,
sehingga mekanisme pertahanan tubuh ikan menurun dan akhirnya mudah diserang
penyakit (Suwarsito dan Mustafidah, 2011).
Penyakit ikan dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi (oleh bakteri,
virus, parasit, dan jamur) dan penyakit non-infeksi (stres, tumor, gangguan gii,
pakan, dan traumatik). Sedangkan sumber penyakit yang sering menyerang ikan di
kolam dikelompokkan menjadi 3, yaitu: (1) hama, (2) parasiter, dan (3) non-
parasiter. Hama adalah hewan yang berukuran lebih besar dan mampu
menimbulkan gangguan pada ikan, yang terdiri dari predator, kompetitor, dan
pencuri. Parasiter adalah penyakit yang disebabkan oleh aktifitas organisme
parasit, seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, dan udang renik. Non-parasiter
adalah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan, pakan, dan keturunan.
Berdasarkan daerah penyerangannya, penyakit yang disebabkan oleh parasit dibagi
menjadi penyakit kulit, penyakit pada insang, dan penyakit pada organ dalam
(Suwarsito dan Mustafidah, 2011).
B. Tujuan

Praktikum tentang Identifikasi Organisme Penyebab Penyakit Infeksi dan


Non-infeksi ini bertujuan untuk:
1. Mengenal tanda-tanda karakteristik serangan oleh penyakit infeksi pada ikan.
2. Mengidentifikasi organisme penyebab penyakit infeksi.
3. Mengenal contoh bahan kimia dan obat pengendalian penyakit.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya perairan di era industrialisasi semakin meningkat pesat, karena


untuk memenuhi kebutuhan pangan manusia dengan nilai gizi yang tinggi
(Prayitno, et al., 2014). Dengan keterbatasan lahan, intensifikasi merupakan pilihan
untuk mengembangkan kegiatan usaha budidaya dalam rangka meningkatkan
produksi dan produktivitas. Dalam intensifikasi budidaya, kepadatan ikan dalam
wadah budidaya ditingkatkan seberapa kali lipat, sehingga sangat berpotensi
munculnya penyakit. Penyakit infeksi parasit merupakan saah satu kendala dalam
pengembangan usaha budidaya ikan termasuk ikan hias air tawar. Pentakit
parasiter menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas produk yang berimplikasi
pada kerugian ekonomi bagi pembudidayanya (Ohoiulun, et al., 2003).
Penyakit ikan adalah sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Gangguan terhadap ikan dapat
disebabkan oleh organisme lain, pakan, maupun kondisi lingkungan yang kurang
menunjang kehidupan ikan. Jadi, timbulnya serangan penyakit ikan di kolam
terjadi karena interaksi yang tidak serasi antara ikan, kondisi lingkungan, dan
patogen. Interaksi yang tidak serasi tersebut menyebabkan stres pada ikan,
sehingga mekanisme pertahanan tubuh ikan menurun dan akhirnya mudah diserang
penyakit (Suwarsito dan Mustafidah, 2011).
Penyakit ikan dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi (oleh bakteri,
virus, parasit, dan jamur) dan penyakit non-infeksi (stres, tumor, gangguan gizi,
pakan, dan traumatik). Sedangkan sumber penyakit yang sering menyerang ikan di
kolam dikelompokkan menjadi 3, yaitu: (1) hama, (2) parasiter, dan (3) non-
parasiter. Hama adalah hewan yang berukuran lebih besar dan mampu
menimbulkan gangguan pada ikan, yang terdiri dari predator, kompetitor, dan
pencuri. Parasiter adalah penyakit yang disebabkan oleh aktifitas organisme
parasit, seperti virus, bakteri, jamur, protozoa, dan udang renik. Non-parasiter
adalah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan, pakan, dan keturunan.
Berdasarkan daerah penyerangannya, penyakit yang disebabkan oleh parasit dibagi
menjadi penyakit kulit, penyakit pada insang, dan penyakit pada organ dalam
(Suwarsito dan Mustafidah, 2011).
Agensia penyebab penyakit merupakan hal yang penting untuk diteliti
dalam rangka memperoleh kepastian dan terapi yang tepat. Penyebab penyakit
bakteri ini tidak selalu dari serangan organisme, tetapi juga bisa dipicu oleh
lingkungan, seperti kualitas air yang kurang baik dan faktor makanan yang tidak
memenuhi syarat. Pengendalian penyakit bakterial pada budidaya ikan, sampai saat
ini masih menggunakan bahan kimia. Biasanya bahan kimia diberikan melalui oral,
perendaman, atau penyuntikan secara langsung pada ikan. Namun, pemakaian
bahan kimia dalam jangka panjang dapat menimbulkan dampak negatif,
dikhawatrkan resistansi terhadap obat-obat beredar tersebut. Resisten dari uji
sensitivitas dikategorikan bahwa isolat tersebut tidak dapat dihambat oleh
konsentrasi obat yang sesuai dianjurkan dan atau menunjukkan spesifikasi zona
hambat jenis mikroba yang resisten. Sehingga, diterapkan larangan menggunakan
bahan kimia dengan dosis yang tidak tepat pada ikan dalam aplikasi Cara Budidaya
Ikan yang Baik (CBIB) (Suwarno, et al., 2014).
Upaya pencegahan penyakit dengan menggunakan bahan-bahan antibiotik
telah banyak dilakukan terutama karena sifat antibiotik yang secara selektif dapat
menghambat dan membunuh organisme patogen tanpa merusak inang yang diobati
sejauh dosisnya tepat. Adanya dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari
antibiotik baik terhadap ikan maupun lingkungan, maka perlu dilakukan upaya
pengobatan menggunakan bahan alami yang ramah lingkungan. Salah satu bahan
alami antibakteri yang berpotensi sebagai obat adalah bawang putih. Bawang putih
adalah salah satu tanaman alami yang mengandung bahan-bahan aktif senyawa
sulfur seperti allin, allicin, disulfida, trisulfida; enzim seperti: alinase, perinase,
asam amino seperti arginin dan mineral seperti selenium (Prayitno, et al., 2014).
III.MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum adalah satu set alat bedah, kaca loop,
bak pembedahan, alat tulis dan pensil warna, akuarium, dan mikroskop.
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah ikan nila (Oreochromis
niloticus) sehat dan ikan nila sakit.

B. Metode

a. Pengamatan tanda ikan sehat-sakit


1. Ikan sampel dibiarkan ada di akuarium.
2. Diamati cara berenang/cara makan dan cara bernafas.
3. Tanda-tanda abnormalitas tubuh ikan diamati permukaan tubuhnya,
produksi lendir dan bentuk ikan dan dicatat hasil pengamatannya.
b. Pemeriksaam bakteriologis
1. Sampel diambil dengan jarum ose kemudian ditanamkan diatas media
agar, selanjutnya diinkubasi sebelum akhirnya diperiksa di bawah
mikroskop.
2. Dilakukan pengecatan gram terhadap sampel yang diambil dari organ
yang terinfeksi. Cara ini paling cepat untuk mengetahui ada atau
tidaknya bakteri.
c. Pengamatan tanda-tanda kelainan organ dalam tubuh
1. Organ tubuh yang diperiksa antara lain hati, ginjal, limfa, dan
gelembung renang.
2. Sebelum pembedahan ikan, ikan dilap dengan kapas yang telah dibasahi
alkohol supaya steril.
3. Dilakukan pemotongan melintang dari anus kearah kepala hingga ujung
tutup insang.
4. Selanjutnya pemotongan dari anus menuju keatas kepala sampai ujung
tutup insang, kemudian melanjut ke arah bawah sampai ujung
pemotongan pertama.
5. Organ tubuh sudah tampak, diperiksa dan diamati.
6. Apabila bagian luar dan dalam tubuh ikan ada yang meniri penentu ikan
sehat atau sakit, digambarkan sealamiah mungkin morfologinya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil Parasit


No. Bagian Tubuh Ikan Hasil Parasit
1. Lendir ekor Trichodina sp.
Ichthyophthirius multifiliis /
2. Permukaan tubuh
White spot
3. Lendir pada sirip Streptococcus sp.
4. Insang Aeromonas hydrophila

Gambar 1. Pengujian bakterial Gambar 2. Ichtyophthirius multifilis

Gambar 3. Trichodina sp.


B. Pembahasan

Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada ikan dapat dibedakan menjadi


dua, yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Penyakit infeksi merupakan
penyakit yang disebabkan oleh infeksi patogen ke dalam tubuh inang. Patogen
penyebab penyakit pada ikan dapat berupa virus, bakteri, parasit dan jamur.
Sedangkan penyakit non-infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh selain
infeksi patogen, misalnya menurunan kualitas lingkungan, kekurangan pajan
(malnutrisi), dan cacat secara genetik. Menurut Suwarsito dan Mustafidah (2011),
penyakit ikan dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksi (oleh bakteri, virus,
parasit, dan jamur) dan penyakit non-infeksi (stres, tumor, gangguan gizi, pakan,
dan traumatik).
Pada pengamatan luar tubuh ikan nila terdapat bintik putih pada tubuh ikan,
berbentuk lurus, nafas terengah-engah, warna lebih gelap, dan terdapat luka pada
kulit dan mulut. Tanda-tanda tersebut berarti ikan dalam keadaan sakit. Bintik
putih pada ikan disebabkan karena serangan Ichthyophthirius multifiliis atau
disebut juga dengan white spot. Sedangkan pada organ dalam tubuh tidak ada
perubahan apapun. Pada insang ikan ditemukan bakteri Aeromonas hydrophila
setelah dilakukan pengamatan di bawah mikroskop. Selain itu, ditemukan juga
penyakit Trichodina pada lendir ekor ikan.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan kelompok kami, ditemukan 4
macam parasit pada ikan, antara lain:
1. Trichodina sp. pada lendir ekor ikan
Trichodina merupakan Famili Trichodinidae yang mencakup Genus
Trichodina, Paratrichodina, Trichodinella, Tripartiella dan Vauchomi.
Kebanyakan spesies Trichodina bersifat patogen. Trichodina berperan tidak
sebagai parasit primer (utama), melainkan sebagai parasit sekunder. Beberapa
kasus, spesies Trichodina menjadi sangat patogen dan dapat menyebabkan
kerusakan parah bahkan menyebabkan kematian pada inangnya yang polanya
serupa dengan infeksi bakteri patogen. Inang yang paling sering terserang
Trichodina biasanya berasal dari Cyprinidae (Windarto, et al., 2013).
Spesies Trichodina yang ditemukan pada ikan nila (Oreochromis nilotius)
adalah pada lendir ekor ikan. Identifikasi T. reticulata sangat mudah dilakukan
karena spesies ini mudah ditemukan di bagian lendir dari permukaan tubuh seperti
sirip dan kulit tetapi jarang ditemukan pada bagian insang. Ciri khusus lainnya
sehingga spesies ini mudah dikenali adalah terdapat beberapa sel seperti struktur
melingkar atau persegi di pusat dari adhesive disk (Windarto, et al., 2013).
Trichodinid adalah salah satu protozoa ektoparasit penting yang biasanya
ditemukan pada insang, kulit dan sirip ikan yang digambarkan seperti bentuk piala
dengan lapisan silia homosentrik dan lingkaran koordinasi dentikel sitoskeletal
(Deb, et al., 2015).
Terdapat luka pada kulit ikan yang terserang Trichodina sp., dan produksi
lendir berlebihan. Infeksi berat juga dapat menyebabkan anoreksia dan lemah.
Nafsu makan ikan menurun, dan pada tubuh sering terjadi pendarahan yang dapat
menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri dan jamur (Fidyandini, et al., 2012).
Pada cakram Trichodina terdapat kait yang melekat kuat sehingga mengakibatkan
ikan yang terserang mengalami gatal-gatal sehingga ikan akan menggosok-
gosokkan badan ke dasar kolam atau pinggir kolam, sehingga dapat menyebabkan
luka. Ikan yang terserang juga akan menjadi lemah dengan warna tubuh yang
kusam dan pucat (tidak cerah), produksi lendir yang berlebihan dan nafsu makan
ikan turun sehingga ikan menjadi kurus.
Pencegahan dan pengobatan penyakit parasit Trichodina sp. pada ikan
selama ini menggunakan bahan kimia dan antibiotik seperti NaCl, formalin dan
CuSO4. Penggunaan antibiotik dan bahan kimia secara terus menerus dapat
menimbulkan efek samping pada ikan dan lingkungannya. Dibutuhkan alternatif
lain untuk mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan bahan alami. daun
api-api (A. marina) digunakan sebagai antibakteri karena pada daun ini
mengandung beberapa senyawa polar yang mampu mengendalikan perkembangan
Trichodina sp. Senyawa polar tersebut yaitu saponin, flavonoid dan tannin yang
dapat bekerja sebagai antimikroba dengan cara merusak membran sitoplasma dan
membunuh sel epidermis (Afifah, et al., 2014).
2. Ichthyophthirius multifiliis pada permukaan tubuh
Ichthyophthirius multifiliis (Ich) adalah parasit yang menginfeksi ikan air
tawar di seluruh dunia menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar di
perusahaan budidaya (Jorgensen, et al., 2011). Ichthyophthirius multifiliis Fouquet,
1876, adalah patogen protozoa global yang signifikan ikan air tawar baik dalam
lingkungan air dingin dan air hangat. I.multifilis telah secara langsung, siklus
hidupnya tergantung pada suhu yang ditandai oleh tahap parasit (trophont) yang
memakan jaringan epitel (kulit, sirip dan insang) dan bertanggung jawab untuk
ketidakseimbangan osmoregulasi, infeksi sekunder dan mortalitas selama proses
infeksi tinggi (Picon-Camacho, et al., 2012). Parasit ini memilki distribusi di
seluruh dunia dan menginfeksi ikan air tawar pada tahap pertumbuhan yang
berbeda, dari remaja ke calon indukan (Xu, et al., 2005).
I. multifilis merupakan parasit yang memakan sel-sel darah. Ikan yang
terinfestasi I. multifilis menunjukkan adanya perubahan jumlah leukosit (sel darah
putih). Komponen leukosit yang berhubungan dengan infeksi parasit yaitu eosinofil
sehingga dengan meningkatnya eosinofil menandakan banyaknya parasit. Infestasi
parasit juga dapat memacu peningkatan eosinofil. Jumlah monosit akan meningkat
jika ada substansi asing pada jaringan atau sirkulasi darah dan neutrofil bersifat
fagosit yang dapat bermigrasi kejaringan lain untuk memakan bakteri (Mahasri, et
al., 2011).
Pada seluruh permukaan tubuh ikan terdapat bercak-bercak putih yang
menandakan bahwa ikan terserang penyakit Ichthyophthirius multifiliis. Tanda
penyakit ini adalah bercak-bercak putih di sekitar sirip dan badan ikan, berukuran
kurang dari 1 mm. Gejala yang tampak selain bercak putih adalah lemas sehingga
mudah terkena infeksi sekunder. Penyebab bercak/bintik putih ini adalah ciliata
kecil (sering disebut Lehthyoplithitius, yakni parasit yang memiliki rambut
getar/cilia) yang berenang-renang di kolam ikan untuk mencari inang. Jika telah
menemukan inang, mereka akan mengubur diri ke dalam lapisan epidermis dimana
mereka bisa memperoleh makanan untuk sel-sel tubuh mereka. Jika tidak segera
menemukan inang dalam waktu 24 jam, mereka akan mati (Zhang, et al., 2004).
Pengobatan penyakit ini yaitu dengan cara:
- Perendaman dalam larutan garam dapur pada
konsentrasi 500-10.000 ppm (tergantung jenis dan umur ikan) selama 24 jam,
dilakukan pengulangan setiap 2 hari.
- Perendaman dalam larutan Kalium Permanganate (PK) pada dosis 4 ppm
selama 12 jam, dilakukan pengulangan setiap 2 hari.
- Perendaman dalam larutan Acriflavin pada dosis 10-15 ppm selama 15 menit,
dilakukan pengulangan setiap 2 hari.
3. Streptococcus sp. pada lendir sirip ikan
Pada lendir sirip ikan terdapat Streptococcus sp. Infeksi Streptococcus,
merupakan masalah penyakityang akhir-akhir ini paling sering dijumpai sebagai
konsekuensi intemsifikasi pada budidaya perikanan, sehingga menimbulkan
kerugian ekonomi yang diperkirakan lebih dari US$ 100 juta per tahun. Ikan nila
(Oreochromis niloticus) adalah inang spesifik untuk Streptococcosis. Apalagi
perkembangan budidaya ikan nila di Indonesia makin pesar ditunjang dengan
pencanangan Menteri Kelautan dan Perikanan dari Kabinet Indonesia Bersatu II
yang mengkatagorikan ikan nila masuk dalam unggulan produk perikanan selain
rumput laut, udang windu, kerapu, dan catfish (Lusiastuti, et al., 2010).
Pada jurnal Supriyadi dan Gardenia (2010) menyatakan ikan nila sampel
menunjukkan gejala ikan kurus, warna kehitam-hitaman, mata menonjol berwarna
putih. Dari hasil autopsi diperoleh gejala hati ikan berwarna pucat dan bertekstur
rapuh. Menurut Lusiastuti, et al. (2010), infeksi Streptococcus agalactiae lebih
bersifat akut yang menyebabkan kematian 100% ikan nila dalam waktu kurang
lebih satu minggu dalam uji coba penelitian yang sedang berlangsung. Frekuensi
kejadian biasanya terjadi sepanjang tahun terutama terjadi pada saat suhu air turun.
Selain penyakit dengan gejala tersebut, penyakit lain yang sering terdapat adalah
penyakit akibat infeksi jamur yang terjadi terutama pada saat pasca angkut
(Supriyadi dan Gardenia, 2010).
Infeksi bakteri Streptococcus ditangani dengan penggunaan antibiotik untuk
melawan bakteri. Penggunaan antibiotik dapat melalui oral/mulut, atau suntikan.
Antibiotik diberikan harus dengan teratur dan tepat dosisnya. Bila gejala yang
timbul cukup berat maka diperlukan perawatan di rumah sakit. Obat-obatan lain
yang umum digunakan yaitu obat pendamping, seperti anti demam, anti nyeri, dan
lainnya.
4. Aeromonas hydrophila pada insang
Aeromonas hydrophila merupakan endemik bakteri ptogen yang
menyebabkan pendarahan motil dan ulserasi saat ikan stres. A.hydrohila tersebar
luas dan sulit untuk mengontrol dan mengobati karena tidak ada obat yang efektif
atau vaksin. Penyakit Aeromoniasis disebabkan oleh infeksi A. hydrophila
merupakan masalah di seluruh dunia yang mempengaruhi bayak spesies ikan
(Robinson, et al., 2014).
Menurut Wahjuningrum, et al. (2013), setelah uji tantang dengan bakteri A.
hydrophila, benih mengalami gejala klinis seperti kulit kemerahan, berenang tidak
beraturan, dan adanya kerusakan pada sirip. Namun, tidak semua benih mengalami
sakit dan gejala klinis saat terjadi serangan patogen. Beragam faktor
mempengaruhi masing-masing individu dalam menanggapi suatu patogen. Patogen
harus dapat menembus sistem imun benih untuk dapat menimbulkan penyakit.
Daya tahan alami benih memungkinkan setiap individu menjadi terbebas dari
serangan patogen. Masing-masing individu memiliki daya tahan yang berbeda, hal
ini ditentukan dari umur, jenis kelamin, status nutrisi, dan stres. A. hydrophyla
banyak ditemukan pada luka infeksi, hati, dan ginjal.
Pengobatan yang selama ini banyak dilakukan adalah dengan pemberian
antibiotik. Namun, penggunaan antibiotik pada skala besar kurang efisien, karena
selain tidak ekonomis, dampak yang ditimbulkannya adalah bertambahnya jenis
bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan dapat mencemari lingkungan
(Mariyono dan Sundana, 2002). Salah satu cara pengobatan alternatif yang efektif
adalah menggunakan fitofarmaka. Fitofarmaka merupakan obat alamiah yang
berasal dari tumbuhan, bahan bakunya telah mengalami standarisasi, memenuhi
syarat baku yang resmi, telah dilakukan penelitian ilmiah mengenai bahan baku
serta kegunaan dan khasiatnya jelas seperti resep dokter. Berdasarkan hasil
penelitian Ayuningtyas (2009), ekstrak daun meniran 5 ppt dan bawang putih 20
ppt dapat menghambat pertumbuhan bakteri A. hydrophila pada ikan lele dumbo
dengan metode injeksi.
V. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan yaiu:


1. Tanda dari Trichodina sp. adalah terdapat beberapa sel seperti struktur
melingkar atau persegi di pusat dari adhesive disk, tanda penyakit
Ichthyophthirius multifiliis adalah bercak putih pada sekitar sirip dan badan
ikan, tanda penyakit Streptococcus sp. adalah mata menonjol berwarna putih,
dan tanda penyakit Aeromonas hydrophila adalah kulit kemerahan.
2. Organisme penyebab penyakit yang ditemukan kelompok kami adalah
Trichodina sp., Ichthyophthirius multifiliis, Streptococcus sp., dan Aeromonas
hydrophila.
3. Pengobatan Trichodina sp. menggunakan antibiotik seperti NaCl, formalin dan
CuSO4 atau dengan bahan alami daun api-api (A. marina), pengobatan
Ichthyophthirius multifiliis menggunakan perendaman dalam larutan garam
dapur, Kalium Permanganate (PK), atau Acriflavin, pengobatan Streptococcus
sp. menggunakan antibiotik untuk melawan bakteri, dan pengobatan
Aeromonas hydrophila menggunakan antibiotik, ekstrak daun meniran atau
bawang putih.
DAFTAR REFERENSI

Afifah, B. Abdulgani, N. Dan Mahasri, G. 2014. Efektivitas Perendaman Benih


Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) dalam Larutan Perasan Daun Api-api
(Avicennia marina) terhadap Penurunan Jumlah Trichodina sp. ITS.
Surabaya.

Ayuningtyas, A.K. 2008. Efektivitas campuran meniran Phyllanthus niruri dan


bawang putih Allium sativum untuk pencegahan dan pengobatan infeksi
bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. [Skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Deb, M., Miah, M. F., Rahman, M., and Khan, Z. K. 2015. Trichodinid Parasites
on the Gills of Channa punctatus from the Wild and Cultured
Environments in Sylhet, Bangladesh. Shahjalal University and Technology.
Bangladesh.

Fidyandini, H. P., Subekti, S. dan Kismiyati. 2012. Identifikasi dan Prevalensi


Ektoparasit Pada Ikan Bandeng (Chanos chanos) yang Dipelihara di
Karamba Jaring Apung UPBL Situbondo dan di Tambak Desa Bangunrejo
Kecamatan Jabon Sidoarjo. Universitas Airlangga. Surabaya.

Jorgensen, L. V., R. D. Heinecke, K. Skjodt, K. J. Rasmussen, and K. Buchmann.


2011. Experimental Evidence For Direct in situ Binding of IgM and IgT to
Early Tropgonts of Ichthyophthirius multifiliis (Fouquet) in the Gills of
Rainbow Trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum). University of
Copenhagen. Denmark.

Lusiastuti, A. M., U. Purwningsih, dan W. Hadie. 2010. Potensi Imunigenik Sel


Utuh (Whole Cell) Streptococcus agalactiae yang Diinaktivasi Dengan
Formalin Untuk Pencegahan Penyakit Sreptococosis pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Balai Riset Budidaya Air Tawar. Bogor.

Mahasri, G., P. Widyastuti dan L. Sulmartiwi. 2011. Gabaran Leukosit Darah Ikan
Koi (Cyprinus carpio) yang Terinfestasi Ichthyophthirius multifiliis pada
Derajat Infestasi yang Berbeda dengan Metode Kohabitasi. Universitas
Airlangga. Surabaya.

Mariyono dan Sundana. 2002. Teknik pencegahan dan pengobatan penyakit bercak
merah pada ikan air tawar yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas
hydrophila. Buletin Teknik Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Vol. 7(1):33-36.

Nurdiyanto dan Sumartono. 2006. Model Distribusi Monogenea Pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus) di Daerah Istimewa Yogyakarta. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Ohoiulun, I. Alifuddin, M., dan Hadiroseyani, Y. 2003. Parasit Pada Ikan Hias Air
Tawar (Ikan Cupang, Gapi dan Rainbow). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Picon-Chamacho, S. M., Leclercq, E., Bron, J. E., and Shinn, A. P. 2012. The
Potential Utility of the Leopard Pleco (Glyptoperichthys gibbiceps) as a
Biological Control of the Ciliate Protozoan Ichthyophthirius multifiliis.
University of Southern Mississippi. USA.

Prayitno, S. B., Nurjanah, S., Sarjito. 2014. Sensitivitas Bakteri Aeromonas sp. dan
Pseudomonas sp. yang Diisolasi Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Sakit
Terhdap Berbagai Macam Obat Beredar. Universitas Diponegoro.
Semarang.

Prayitno, S. B., Sari, D. R., Sarjito. 2014. Pengaruh Perendaman Ekstrak Bwang
Putih (Allium sativum) Terhadap Kelulushidupan dan Histologi Ikan Lele
(Clarias gariepinus) yang Diinfeksi Bakteri “Edwardsiella tarda”.
Universitas Diponegoro. Semarang.

Robinson, N., M. Baranski, K. D. Mahapatra, J. N. Saha, S. Das, J. Mishra, P. Das,


M. Kent, M. Arnyasi, and P. K. Sahoo. 2014. A Linkage Map of
Transcribed Single Nucleotide Polymorphisms in Rohu (Labeo rohita) and
QTL Associated With Resistance to Aeromonas hydrophila. Flinders
University. Australia.

Supriyadi, H. dan Gardenia, L. 2010. Streptococcosis Pada Ikan Nila (Oreochromis


niloticus) Budidaya di Danau Maninjau. Pusat Riset Perikanan Budidaya.
Jakarta.

Suwarno, Y. F., Sarjito, Prayitno, S. B. 2014. Sensitivitas Bakteri yang Berasosiasi


Dengan Penyakit Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Terhadap Berbagai
Macam Obat Ikan yang Beredar di Kabupaten Pati. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Suwarsito dan Mustafidah, H. 2011. Diagnosa Penyakit Ikan Menggunakan Sistem


Pakar (Diagnozing Fish Disease Using Expert System). Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.

Wahjuningrum, D., Astrini, R., dan Setiawati, M. 2013. Pencegahan Infeksi


Aeromonas hydrophila pada Benih Ikan Lele Clarias sp. yang Berumur 11
Hari Menggunakan Bawang Putih Allium sativum dan Meniran Phyllanthus
niruri. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Windarto, R., Y. T. Adiputra, Wardiyanto, dan E. Efendi. 2013. Keragaman


Karakter Morfologi Antara Trichodina nobilis dan Trichodina reticulata
Pada Ikan Komet (Carrasius auratus). Univeritas Lampung. Lampung.

Xu, D-H., P. H. Klesius and C. A. Shoemaker. 2005. Cutaneous Antibodies From


Channel Catfish, Ictalurus punctatus (Rafinesque), Immune to
Ichthyophthirius multifiliis (Ich) May Induce Apoptosis of Ich Theronts.
Department of Agriculture, Auburn. USA.

Zhang, X., J. Zhang, K. Y. Zhu. 2004. White Spot Syndrome Virus Infection of
Cultured Shrimp in China. Journal of Aquatic Animal Health. 10:405-410.

Anda mungkin juga menyukai