Anda di halaman 1dari 3

POSFORILASI OKSIDATIF

Fosforilasi oksidatif

Fosforilasi oksidatif adalah suatu lintasan metabolisme dengan penggunaan energi yang
dilepaskan oleh oksidasi nutrien untuk menghasilkan ATP, dan mereduksi gas oksigen menjadi
air.[1]

Walaupun banyak bentuk kehidupan di bumi menggunakan berbagai jenis nutrien, hampir semua
organisme menjalankan fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP, oleh karena efisiensi
proses mendapatkan energi, dibandingkan dengan proses fermentasi alternatif lainnya seperti
glikolisis anaerobik.

Menurut teori kemiosmotik yang dicetuskan oleh Peter Mitchell, energi yang dilepaskan dari
reaksi oksidasi pada substrat pendonor elektron, baik pada respirasi aerobik maupun anaerobik,
perlahan akan disimpan dalam bentuk potensial elektrokemis sepanjang garis tepi membran
tempat terjadinya reaksi tersebut, yang kemudian dapat digunakan oleh ATP sintase untuk
menginduksi reaksi fosforilasi terhadap molekul adenosina difosfat dengan molekul Pi.[2]

Elektron yang melekat pada molekul sisi dalam kompleks IV rantai transpor elektron akan
digunakan oleh kompleks V untuk menarik ion H+ dari sitoplasma menuju membran mitokondria
sisi luar, disebut kopling kemiosmotik,[3] yang menyebabkan kemiosmosis, yaitu difusi ion H+
melalui ATP sintase ke dalam mitokondria yang berlawanan dengan arah gradien pH, dari area
dengan energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju matriks dengan energi potensial
lebih tinggi. Proses kopling kemiosmotik juga berpengaruh pada kombinasi gradien pH dan
potensial listrik di sepanjang membran yang disebut gaya gerak proton.

Dari teori ini, keseluruhan reaksi kemudian disebut fosforilasi oksidatif.

Awal lintasan dimulai dari elektron yang dihasilkan oleh siklus asam sitrat yang ditransfer ke
senyawa:

 NAD+ yang berada di dalam matriks mitokondria. Setelah menerima elektron, NAD+
akan bereaksi menjadi NADH dan ion H+, kemudian mendonorkan elektronnya ke rantai
transpor elektron kompleks I.[4]

 dan FAD yang berada di dalam rantai transpor elektron kompleks II.[5] FAD akan
menerima dua elektron, kemudian bereaksi menjadi FADH2 melalui reaksi redoks.

Walaupun fosforilasi oksidatif adalah bagian vital metabolisme, ia menghasilkan spesi oksigen
reaktif seperti superoksida dan hidrogen peroksida pada kompleks I.[6] Hal ini dapat
mengakibatkan pembentukan radikal bebas, merusak sel tubuh, dan kemungkinan juga
menyebabkan penuaan. Enzim-enzim yang terlibat dalam lintasan metabolisme ini juga
merupakan target dari banyak obat dan racun yang dapat menghambat aktivitas enzim.
RANTAI TRANSPORT ELEKTRON

Rantai transpor elektron dalam mitokondria merupakan tempat terjadinya fosforilasi oksidatif
pada eukariota. NADH dan suksinat yang dihasilkan pada siklus asam sitrat dioksidasi,
melepaskan energi untuk digunakan oleh ATP sintase.

KEMIOSMOSIS

Diagram fosforilasi kemiosmosis

Kemiosmosis merupakan suatu mekanisme pengkopelan energi dengan menggunakan energi


yang tersimpan dalam bentuk gradien H+ untuk menggerakkan kerja seluler.[1][2] Pada
mitokondria, energi untuk pembentukan gradien berasal dari reaksi redoks eksergonik dan
sintesis ATP merupakan kerja yang dilakukan.[1] Tetapi kemiosmosis juga terjadi di tempat lain,
dan beraneka ragam.[1]

Sebelumnya, Rosenberg mendefinisikan sebuah proses yang menyebabkan perpindahan suatu


substansi dari sebuah area yang mempunyai energi potensial elektrokimiawi lebih rendah menuju
ke tempat dengan energi potensial yang lebih tinggi, sebagai transpor aktif.[3] Perpindahan bak
menentang arus gradien potensial elektrokimiawi ini, memerlukan asupan energi dan mekanisme
kopling agar asupan energi tersebut dapat menggerakkan perpindahan substansi.

Oleh karena definisi Rosenberg dianggap memiliki beberapa titik kelemahan, Peter Dennis
Mitchell membuat definisi ulang yang disebut facilitated diffusion, yaitu perpindahan substansi
secara sekunder yang tidak terkait langsung dengan reaksi kimiawi maupun metabolis, antara
dua titik yang dipisahkan oleh halangan osmotik yang memiliki simpor atau kotranspor pada
halangan tersebut. Reaksi pada simpor tersebut berusaha mencapai titik ekuilibrium, sehingga
arah perindahan dari satu substansi pada simpor akan menyebabkan substansi lain bergerak ke
arah yang sama, walaupun hal tersebut berarti bergerak melawan arus energi potensial
elektrokimiawi.

Kloroplas menggunakan kemiosmosis untuk menghasilkan ATP selama fotosintesis dalam


organel ini, cahaya (dan bukannya energi kimiawi) menggerakkan aliran elektron menuruni
rantai transpor elektron dan pembentukan gradien H+. Prokariot yang tidak memiliki mitkondria
dan kloroplas menghasilkan fradien H+ melintasi membran plasmanya.[1] Gradien ini kemudian
menangkap gaya gerak proton tidak saja untuk membuat ATP tetapi juga memompakan nutrien
dan produk limbah menlintasi membran dan untuk memutar flagela.[1]

Anda mungkin juga menyukai