Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

2.1.1. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR adalah ruangan atau

area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi,

menjual, mengiklankan, dan/ atau mempromosikan produk tembakau (Kemenkes RI,

2011).

2.1.2. Ruang Lingkup KTR

Adapun ruang lingkup Kawasan Tanpa Rokok menurut Kemenkes RI (2011),

yaitu :

1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/ atau tempat yang digunakan

untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif,

kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,

dan/ atau masyarakat.

2. Tempat Proses Belajar Mengajar

Tempat proses belajar Mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan

belajar, mengajar, pendidikan dan/ atau pelatihan.

3. Tempat Anak Bermain

Tempat anak bermain adalah area tertutup maupun terbuka yang digunakan untuk

kegiatan bermain anak-anak.


4. Tempat Ibadah

Tempat ibadah adalah bangunan atau ruang tertutup yang memiliki ciri-ciri

tertentu yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-

masing agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga.

5. Angkutan Umum

Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa

kendaraan darat, air, dan udara biasanya dengan kompensasi.

6. Tempat Kerja

Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak

atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk

keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.

7. Tempat Umum

Tempat umum adalah semua tempat tertutup yang dapat diakses oleh masyarakat

umum dan/ atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan

masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.

8. Tempat Lainnya yang Ditetapkan

Tempat lainnya yang ditetapkan adalah tempat terbuka yang dapat dimanfaatkan

bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.

Pemimpin atau penanggung jawab tempat-tempat sebagaimana yang telah

ditetapkan wajib menetapkan dan menerapkan KTR. Fasilitas pelayanan kesehatan,

tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah dan angkutan

umum merupakan ruang lingkup KTR yang dilarang menyediakan tempat khusus

untuk merokok dan merupakan KTR yang bebas dari asap hingga batas terluar.
Sedangkan tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya yang ditetapkan dapat

menyediakan tempat khusus untuk merokok.

2.1.3. Tujuan KTR

Tujuan penetapan kawasan dilarang merokok, adalah :

1. Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok;

2. Merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat;

3. Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula;

4. Mewujudkan generasi muda yang sehat;

5. Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal;

6. Menurunkan angka kesakitan dan/ atau angka kematian;

7. Melindungi anak-anak dan bukan perokok dari risiko terhadap kesehatan;

8. Mencegah rasa tidak nyaman, bau dan kotoran dari ruang rokok;

Pengaturan pelaksanaan KTR bertujuan untuk:

1. Memberikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan KTR;

2. Memberikan pelindungan yang efektif dari bahaya asap rokok;

3. Memberikan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bagi masyarakat; dan

4. Melindungi kesehatan masyarakat secara umum dari dampak buruk merokok baik

langsung maupun tidak langsung (Kemenkes RI, 2011).

2.1.4. Kebijakan KTR

Suatu kebijakan dapat terbentuk dengan adanya dorongan atau dukungan dari

pihak yang membutuhkan suatu kebijakan tersebut guna untuk mengatasi masalah

yang terjadi di lingkungan sosialnya. Kebijakan merupakan salah satu cara yang

efektif untuk mengatasi suatu masalah yang sedang terjadi. Dengan adanya dukungan
yang kuat, berarti pihak tersebut sangat membutuhkan suatu kebijakan itu untuk

mengatasi masalah dalam lingkungan sosialnya.

Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok merupakan cara yang efektif untuk

mengendalikan tembakau atau lebih khusus lagi untuk mengurangi kebiasaan

merokok. Landasan hukum penerapan kawasan tanpa rokok di Indonesia cukup

banyak seperti dinyatakan Kemenkes RI (2009), yaitu :

1. Undang-Undang (UU) No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

2. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

4. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

5. UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran

6. PP RI No. 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan

7. PP RI No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat

Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan

8. Instruksi Menteri Kesehatan No. 84/MENKES/Inst/II/2002 tentang Kawasan

Tanpa Rokok di Tempat Kerja dan Sarana Kesehatan

9. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 459/MENKES/INS/VI/1999 tentang

Kawasan Bebas Rokok pada Sarana Kesehatan

10. Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri RI No.

188/MENKES/PB/I/2011 tentang pedoman pelaksanaan kawasan tanpa rokok

11. Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 35 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa

Rokok pada Perkantoran di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara

12. Peraturan Daerah Kota Medan No. 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok
2.2. Rokok

2.2.1. Pengertian Rokok dan Merokok

Menurut PP No. 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang

Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan, rokok adalah

salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau

dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang

dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya

atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan

tambahan. Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120

mm (bervariasi tergantung negara) dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-

daun tembakau yang telah dicacah. Rokok dibakar pada salah satu ujungnya dan

dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.

Menurut Harissons (1987) dalam Sitepoe (2000), merokok adalah membakar

tembakau yang kemudian diisap asapnya baik menggunakan rokok maupun

menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok yang tengah dibakar adalah

9000C untuk ujung rokok yang dibakar dan 300C untuk ujung rokok yang terselip

diantara bibir perokok. Asap rokok yang dihisap atau asap rokok yang dihirup melalui

dua komponen yaitu komponen yang lekas menguap berbentuk gas dan komponen

yang bersama gas terkondensi menjadi komponen partikulat. Dengan demikian, asap

rokok yang dihisap berupa gas sejumlah 85% dan sisanya berupa partikel. Asap rokok

yang dihisap melalui mulut tersebut mainstream smoke, sedangkan asap rokok yang

terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke

udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke mengakibatkan


seseorang menjadi perokok pasif.

Perokok pasif adalah orang yang bukan perokok namun menghisap atau

menghirup asap rokok yang dikeluarkan oleh perokok (Kemenkes RI, 2011). Conrad

dan Miller (1996) dalam Sitepoe (2000), menyatakan bahwa seseorang akan menjadi

perokok melalui dorongan psikologi dan dorongan fisiologis. Dorongan psikologis

seperti merokok rasanya seperti rangsangan seksual, sebagai suatu ritual,

menunjukkan kejantanan, bangga diri, mengalihkan kecemasan dan menunjukkan

kedewasaan. Dorongan fisiologis seperti adanya nikotin yang mengakibatkan

ketagihan (adiksi) sehingga seseorang ingin terus merokok.

2.2.2. Sejarah Rokok

Awal mula perkenalan dunia pada tembakau dan kebiasaan merokok tak bisa

dilepaskan dari peristiwa penemuan benua Amerika oleh para pelaut Spanyol di

bawah pimpinan Christoper Colombus, melihat bangsa Indian mempergunakan daun

kering dengan berbagai cara, salah satu diantaranya dengan membakarnya sebagai

rokok yang mendatangkan kenikmatan pada tubuh mereka, menciptakan rasa nyaman

dan mengurangi kelelahan. Sejarah rokok daun tembakau dipopulerkan pada abad

XVI di Eropa, jumlah perokok terus meningkat. Bangsa Spanyol dan Portugis

bersama menanam tembakau di Hindia Barat dan Brazil. Perancis mengenal

tembakau lewat Jean Nicot dijumpai istilah Nicotiane untuk menyebut jenis tanaman

obat (tembakau) yang dimaksud.

Pada abad XVIII orang Rusia mengenal cara baru menikmati tembakau

dengan menggunakan pipa air, yang sebelumnya telah populer di kalangan orang

Turki. Kemudian kebiasaan merokok mulai muncul di kalangan bangsawan Eropa.


Tapi berbeda dengan bangsa Indian yang merokok untuk keperluan ritual dan

pengobatan, di Eropa orang merokok hanya untuk kesenangan semata-mata.

Merokok yang semula bertujuan untuk pengobatan akhirnya menjadi

penyebab banyak kelainan dan penyakit. Salah satu berhubungan dengan sistem

kardiovaskuler, merokok juga berhubungan dengan jaringan lunak dan keras di

rongga mulut karena merupakan awal terjadinya penyerapan zat hasil pembakaran

rokok, maka mukosa mulut juga mempunyai dampak akibat dari merokok (Sitepoe,

2000).

2.2.3. Kandungan Rokok

Di dalam sebatang rokok terdapat gabungan dari bahan-bahan kimia. Satu

batang rokok yang dibakar akan mengeluarkan 4000 bahan kimia. Kadar kandungan

zat kimia yang terkadung di dalam rokok memiliki kadar yang berbeda. Bahkan

untuk merk dan jenis antara satu rokok dengan rokok lainnya pun memiliki

kandungan yang berbeda-beda. Asap rokok yang dihirup seorang perokok

mengandung komponen gas dan partikel. Komponen gas terdiri dari karbon

monoksida, asam hidrogen sianida (HCN), amoniak, Nitrogen Oksida, formaldehid

dan senyawa hidrokarbon. Adapun komponen partikel terdiri dari tar, nikotin,

benzopiren, fenol, dan Kadmium.

Kandungan yang paling dominan di dalam rokok adalah nikotin dan tar.

Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana

Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif

dapat mengakibatkan ketergantungan pada perokok. Nikotin berbentuk cairan, tidak

berwarna, merupakan basa yang mudah menguap. Nikotin berubah warna menjadi
coklat dan berbau mirip tembakau setelah bersentuhan dengan udara, kadar nikotin

dalam tembakau sebesar 12%. Kadar nikotin 4-6 mg yang dihisap oleh orang dewasa

setiap hari dapat membuat seseorang ketagihan.

Tar adalah kumpulan dari beribu-ribu bahan kimia dalam komponen padat

asap rokok. Tar merupakan senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat

karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga mulut sebagai uap

padat. Tar biasanya berupa cairan coklat tua atau hitam yang bersifat lengket dan

biasanya berakibat menempel pada paru-paru, sehingga membuat paru-paru perokok

menjadi coklat, begitu juga halnya pada gigi dan kuku. Pengendapan ini bervariasi

antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok berkisar 24-45

mg. Tar yang ada di dalam asap rokok menyebabkan paralise silia yang ada di dalam

saluran pernafasan dan menyebabkan penyakit paru lainnya (Aditama, 2006).

2.2.4. Jenis Rokok

Perbedaan ini didasarkan atas bahan pembungkus rokok, bahan baku atau isi

rokok, proses pembuatan rokok, dan penggunaan filter pada rokok.

a. Berdasarkan bahan pembungkusnya maka rokok terdiri dari klobot yaitu rokok

yang bahan pembungkusnya berupa daun aren, sigaret yaitu rokok yang bahan

pembungkusnya berupa daun tembakau.

b. Berdasarkan bahan baku atau isi maka rokok terdiri dari rokok putih yaitu rokok

yang bahan baku atau isinya hanya daun tembakau yang diberikan saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok kretek yaitu rokok yang bahan

baku atau isinya berupa daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, rokok klembak yaitu rokok yang
bahan baku atau isinya berupa daun tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang

diberikan saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

c. Berdasarkan proses pembuatannya rokok terdiri dari sigaret kretek tangan (SKT)

yaitu rokok yang proses pembuatannya dengan cara digiling atau dilinting dengan

menggunakan tangan atau alat bantu sederhana, sigaret kretek mesin (SKM) yaitu

rokok yang proses pembuatannya menggunakan mesin. Sederhananya, material

rokok dimasukkan ke dalam mesin pembuat rokok dan yang dihasilkan mesin

pembuat rokok adalah berupa rokok batangan. Saat ini mesin pembuat rokok telah

mampu menghasilkan keluaran sekitar enam ribu sampai delapan ribu batang

rokok per menit. Mesin pembuat rokok, biasanya dihubungkan dengan mesin

pembungkus rokok sehingga keluaran yang dihasilkan bukan lagi berupa rokok

batangan namun dalam bentuk pak. Adapula mesin pembungkus rokok yang

mampu menghasilkan keluaran berupa rokok dalam pres, satu pres berisi 10 pak.

d. Berdasarkan penggunaan filter, maka rokok terdiri dari rokok filter (RF) yaitu

rokok yang pada bagian atasnya terdapat gabus, rokok non filter (RNF) rokok

yang pada bagian batangnya tidak terdapat gabus (Wikipedia, 2012).

2.2.5. Dampak Rokok atau Tembakau pada Kesehatan

Telah banyak terbukti bahwa dengan mengkonsumsi tembakau berdampak

terhadap status kesehatan. Penyakit seperti kanker paru-paru, oseophagus, laring,

mulut, dan tenggorokan, radang pada tenggorokan, dan penyakit kardiovaskuler

merupakan penyakit yang disebabkan oleh konsumsi rokok/ tembakau. Namun

demikian, tidak hanya pada perokok aktif saja yang mendapatkan penyakit tersebut,

tetapi masyarakat banyak yang terpapar oleh asap rokok yang kita kenal dengan
sebutan passive smokers. Telah terbukti bahwa passive smokers beresiko untuk

terkena penyakit kardiovaskuler, kanker paru, asma dan penyakit paru lainnya

(Gondodiputro, 2007).

Menurut Gondodiputro (2007), ada beberapa penyakit yang disebabkan rokok

yaitu :

1. Efek tembakau terhadap susunan saraf pusat

Hal ini disebabkan karena nikotin yang diabsorpsi dapat menimbulkan gemetar

pada tangan dan kenaikan berbagai hormon dan rangsangan dari sumsum tulang

belakang menyebabkan mual dan muntah. Di lain tempat nikotin juga

menyebabkan rasa nikmat sehingga perokok akan merasa lebih tenang, daya

pikir serasa lebih cemerlang dan mampu menekan rasa lapar. Sedangkan efek

lain menimbulkan rangsangan senang sekaligus mencari tembakau lagi. Efek

dari tembakau memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam

perasaan, alam pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor.

2. Penyakit Kardiovaskuler

Karena asap tembakau akan merusak dinding pembuluh darah. Nikotin yang

terkandung dalam asap tembakau akan merangsang hormon adrenalin yang

akan menyebabkan perangsangan kerja jantung dan menyempitkan pembuluh

darah. Seseorang yang stress yang kemudian mengambil pelarian dengan jalan

merokok sebenarnya sama saja dengan menambah risiko terkena jantung

koroner, proses penyempitan arteri koroner yang mendarahi otot jantung

menyebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai menimbulkan


kekurangan darah (ischemia). Sehingga apabila melakukan aktifitas fisik atau

stress, kekurangan aliran meningkat sehingga menimbulkan sakit dada.

Penyempitan yang berat atau penyambutan dari satu atau lebih arteri koroner

berakhir dengan kematian jaringan/ komplikasi dari infark miokard termasuk

irama jantung tidak teratur dan jantung berhenti mendadak. Iskemia yang berat

dapat menyebabkan otot jantung kehilangan kemampuannya untuk memompa

sehingga terjadi pengumpulan cairan di jaringan tepi maupun penimbunan

cairan di paru-paru. Orang yang merokok lebih dari dua puluh batang tembakau

perhari memiliki risiko enam kali lebih besar terkena infark miokard

dibandingkan dengan bukan perokok. Penyakit kardiovaskuler merupakan

penyebab utama dari kematian di negara-negara industri dan berkembang, yaitu

sekitar 30% dari semua panyakit jantung berkaitan dengan memakai tembakau.

3. Arteriosklerosis

Arteriosklerosis merupakan menebal dan mengerasnya pembuluh darah,

sehingga menyebabkan pembuluh darah kehilangan elastisitas serta pembuluh

darah menyempit. Arteriosklerosis dapat berakhir dengan penyumbatan yang

disebabkan oleh gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah. Sekitar

10% dari pasien yang menderita gangguan sirkulasi pada tungkai

(arteriosklerosis obliteran) Sembilan puluh Sembilan diantaranya adalah

perokok. Ada empat tingkat gangguan arteriosklerosis obliteran yaitu tingkat I

tanpa gejala, tingkat II kaki sakit saat latihan misalnya berjalan lebih dari 200

meter dan kurang 200 meter, keluhan hilang bila istirahat, tingkat III keluhan

yang timbul saat istirahat umumnya saat malam hari dan bila tungkai
ditinggikan sedangkan tingkat IV adalah jaringan mati. Dalam stadium ini

tindakan yang dilakukan adalah amputasi, jika penyumbatan terjadi di

percabangan aorta daerah perut akan menimbulkan sakit di daerah pinggang

termasuk pula timbulnya gangguan ereksi.

4. Tukak Lambung dan Tukak Usus Dua Belas Jari

Tembakau meningkatkan asam lambung dengan daya perlindungan. Tembakau

meningkatkan asam lambung sehingga terjadilah tukak lambung dan usus dua

belas jari. Perokok menderita gangguan dua kali lebih tinggi dari yang bukan

perokok.

5. Efek Terhadap Bayi

Ibu hamil merokok mengakibatkan kemungkinan melahirkan premature. Jika

kedua orang tuanya perokok mengakibatkan daya tahan bayi menurun pada

tahun pertama, sehingga akan menderita radang paru-paru maupun bronchitis

dua kali lipat dibandingkan yang tidak merokok, sedangkan terhadap infeksi

lain meningkat 30%. Terdapat bukti bahwa anak yang orangtuanya merokok

menunjukkan perkembangan mentalnya terbelakang.

6. Efek Terhadap Otak dan Daya Ingat

Akibat proses arteriosklerosis yaitu penyempitan dan penyumbatan aliran darah

ke otak yang dapat merusak jaringan otak karena kekurangan oksigen. Studi

tentang hubungan tembakau dan daya ingat juga dilakukan baru-baru ini. Dari

hasil analisis otak, peneliti dari Neuropsychiatric Institute university of

California menemukan bahwa jumlah dan tingkat kepadatan sel yang digunakan
untuk berpikir pada orang yang merokok jauh lebih rendah daripada orang yang

tidak merokok.

7. Impotensi

Pada laki-laki berusia 30-40 tahun merokok dapat meningkatkan disfungsi

ereksi sekitar 50%. Ereksi tidak dapat terjadi bila darah tidak mengalir bebas ke

penis. Oleh karena itu pembuluh darah, nikotin menyempit arteri yang menuju

penis, mengurangi aliran darah dan tekanan darah menuju penis. Efek ini

meningkat bersama dengan waktu. Masalah ereksi ini merupakan peringatan

awal bahwa tembakau telah merusak area lain dari tubuh.

8. Kanker

Asap tembakau menyebabkan lebih dari 85% kanker paru-paru dan

berhubungan dengan kenker mulut, faring, laring, esofagus, lambung, pankreas,

mulut, saluran kencing, ginjal, ureter, kandung kemih, dan usus. Tipe kanker

yang umumnya terjadi pada pemakai tembakau adalah kanker kandung kemih,

kanker esofagus, kanker pada ginjal, kanker pada pankreas, kanker serviks,

kanker payudara dan lain-lain. Mekanisme kanker yang disebabkan tembakau

yaitu merokok menyebabkan kanker pada berbagai organ, tetapi organ yang

terpengaruh langsung oleh karsinogen adalah saluran nafas.

9. Chronic Obstructive Pulnomary Diaseases (COPD)

Kebiasaan merokok mengubah bentuk jaringan saluran dan fungsi pembersihan

menghilang, saluran bengkak dan menyempit. Seseorang yang menunjukkan

gejala batuk berat selama paling kurang tiga bulan pada setiap tahun berjalan
selama dua tahun, dinyatakan mengindap bronchitis kronik. Hal ini sering

terjadi pada separuh perokok diatas umur 40 tahun.

10. Interaksi dengan Obat-obatan

Perokok metabolisme berbagai jenis obat lebih cepat dari pada non perokok

yang disebabkan enzim-enzim di mukosa, usus, atau hati oleh komponen

dalam asap tembakau. Dengan demikian efek obat-obat tersebut berkurang,

sehingga perokok membutuhkan obat dengan dosis lebih tinggi daripada non

perokok misalnya analgetik.

11. Penyakit pada Perokok Pasif

Perokok pasif dapat terkena penyakit kanker paru-paru dari jantung koroner.

Menghisap asap tembakau orang lain dapat memperburuk kondisi mengidap

penyakit angina, asam, alergi, gangguan pada wanita hamil.

2.3. Peran Sosial

2.3.1. Pengertian Peranan (Role)

Dalam hidup bermasyarakat, selain mempunyai status yang mencerminkan

kedudukan, individu juga mempunyai peranan-peranan tertentu sesuai dengan status

yang melekat pada diri orang tersebut. Peranan merupakan aspek dinamis dari

kedudukan atau status. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai

dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Peranan adalah perilaku yang

diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan

status yang dimilikinya.


Interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat merupakan hubungan antara

peranan-peranan individu dalam masyarakat. Menurut Levinson dalam Soekanto, ada

tiga hal yang tercakup dalam peranan, yaitu sebagai berikut :

a. Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau

kedudukan seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan

rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

bermasyarakat.

b. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh

individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Merton dalam Raho mengatakan bahwa peranan didefenisikan sebagai pola

tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status tertentu.

Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role set). Dengan demikian

perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran

yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial khusus.

Wirutomo mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang

berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-

kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang dipegangnya. Peranan

didefenisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan kepada individu

yang menempati kedudukan sosial tertentu. Dalam pandangan David Berry, peranan-

peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur
masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

Menurut Kanfer ada lima aspek penting dari peran, yaitu :

1. Peran itu bersifat impersonal yaitu posisi peran itu sendiri akan menentukan

harapannya, bukan individunya.

2. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behavior) yaitu perilaku yang

diharapkan dalam suatu pekerjaan tertentu.

3. Peran itu sulit dikendalikan (role clarity dan role ambiguity).

4. Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa

perubahan perilaku utama.

5. Peran dan pekerjaan (jobs) itu tidaklah sama yaitu seseorang yang melakukan

satu pekerjaan bisa saja memainkan beberapa peran.

2.3.2. Tujuan Peran Sosial


Empat kategori utama dari tujuan yang digeneralisasikan sebagian atau

seluruhnya disediakan oleh peran yang diharapkan dimainkan orang dan berfungsi

sebagai penarik orang kepada peran ini.

a. Tujuan instrumental adalah dengan memainkan suatu peran untuk mencapai

tujuan lain.

b. Penghargaan adalah suatu perasaan dihormati, dipandang, dinilai oleh

oranglain sebagai yang penting.

c. Rasa aman, tujuan yang digeneralisasikan ketiga adalah rasa aman secara
ekonomi, sosial dan psikologi.
d. Respon adalah kesempatan yang diberikan peran-peran tertentu untuk
membentuk hubungan sosial yang memuaskan, menyenangkan dari orang-
orang yang penting baginya.
2.4. Puskesmas

2.4.1. Pengertian Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/ kota yang

bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja

(Depkes No. 128 Tahun 2004).

2.4.2. Visi Puskesmas

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat

adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui

pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan

berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan

yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya (Depkes No. 128 Tahun 2004).

2.4.3. Misi Puskesmas

Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah

mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah :

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah

kerjanya

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan

masyarakat berserta lingkungannya.


2.5. Fokus Penelitian

Berdasarkan teori yang telah diuraikan, maka fokus penelitian ini adalah :

Peran Serta Petugas Puskesmas


tentang Penerapan Kawasan
Tanpa Rokok
a. Pemberian informasi kepada
pasien, pengunjung, petugas
medis dan non medis
Pengetahuan tentang b. Tindakan petugas bila ada pasien,
Kawasan Tanpa Rokok pengunjung, petugas medis dan
non medis lain yang merokok
c. Dampak penerapan kawasan
tanpa rokok terhadap petugas
puskesmas dan masyarakat
d. Pengawasan petugas puskesmas
terhadap penerapan KTR.

Gambar 2.1. Fokus Penelitian

Berdasarkan gambar diatas, dapat dirumuskan definisi fokus penelitian sebagai


berikut :
1. Pengetahuan tentang kawasan tanpa rokok adalah pengetahuan petugas

Puskesmas Teladan tentang kawasan tanpa rokok dan penerapannya di

Puskesmas Teladan.

2. Peran serta petugas puskesmas tentang penerapan kawasan tanpa rokok adalah

tindakan petugas puskesmas dalam menerapkan kawasan tanpa rokok yang

difokuskan pada :
a. Pemberian informasi kepada pasien, pengunjung, petugas medis dan non

medis

b. Tindakan petugas bila ada pasien, pengunjung, petugas medis dan non

medis lain yang merokok

c. Dampak penerapan kawasan tanpa rokok terhadap petugas puskesmas dan

masyarakat

d. Pengawasan petugas puskesmas terhadap penerapan KTR.

Anda mungkin juga menyukai