Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Gangguan Skizoafektif mempunyai gambaran baik skizofrenia maupungangguan afektif.


Gangguan skizoafektif memiliki gejala khas skizofrenia yang jelas dan pada saat bersamaan
juga memiliki gejala gangguan afektif yangmenonjol. Gangguan skizoafektif terbagi dua
yaitu, tipe manik dan tipe depresif.

Gangguan skizoafektif adalah penyakit dengan gejala psikotik yang persisten, seperti
halusinasi atau delusi, terjadi bersama-sama dengan masalah suasana (mood disorder) seperti
depresi, manik, atau episode campuran.

Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup dari gangguan skizoafektif adalah kurang dari 1 persen,
kemungkinan dalam rentang 0,5 sampai 0,8 persen. Namun, angka tersebut adalah angka
perkiraan, karena di dalam praktik klinis diagnosis gangguan skizoafektif sering kali
digunakan jika klinisi tidak yakin akan diagnosis. Prevalensi gangguan telah dilaporkan lebih
rendah pada laki-laki dibandingkan para wanita khususnya wanita yang menikah ; usia onset
untuk wanita adalah lebih lanjut daripada usia untuk laki-laki seperti juga pada skizofrenia.
Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan menunjukkan perilaku antisosial dan
memiliki pendataran atau ketidaksesuaian afek yang nyata.

Statistik umum gangguan ini yaitu kira-kira 0,2 % di Amerika Serikat dari populasi umum
dan sampai sebanyak 9% orang dirawat di rumah sakit karena gangguan ini. Gangguan
skizoafektif diperkirakan terjadi lebih sering daripada gangguan bipolar. Prevalensi pada pria
lebih rendah daripada wanita. Onset umur pada wanita lebih besar daripada pria, pada usia
tua gangguan skizoafektif tipe depresif lebih sering sedangkan untuk usia muda lebih sering
gangguan skizoafektif tipe bipolar. Laki-laki dengan gangguan skizoafektif kemungkinan
menunjukkan perilaku antisosial.

Etiologi

Sulit untuk menentukan penyebab penyakit yang telah berubah begitu banyak dari waktu ke
waktu. Dugaan saat ini bahwa penyebab gangguan skizoafektif mungkin mirip dengan
etiologi skizofrenia. Oleh karena itu teorietiologi mengenai gangguan skizoafektif juga
mencakup kausa genetik dan lingkungan.Beberapa data menunjukkan bahwa gangguan
skizofrenia dan gangguan afektif mungkin berhubungan secara genetik. Ada peningkatan
resiko terjadinya gangguan skizofrenia diantara keluarga dengan gangguan skizoafektif.

Penyebab gangguan skizoafektif adalah tidak diketahui, tetapi empat model konseptual telah
diajukan.

1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atausuatu tipe


gangguan mood.
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi Bersama-sama dari skizofrenia
dan gangguan mood.
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yang berbeda,
tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan mood.
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompok
gangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama. Sebagian
besar penelitian telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu
kelompok heterogen.

Tanda dan gejala.

Pada gangguan Skizoafektif gejala klinis berupa gangguan episodik gejala gangguan mood
maupun gejala skizofreniknya menonjol dalam episode penyakit yang sama, baik secara
simultan atau secara bergantian dalam beberapa hari. Bila gejala skizofrenik dan manik
menonjol pada episode penyakit yang sama,gangguan disebut gangguan skizoafektif tipe
manik. Dan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, gejala depresif yang menonjol.

Gejala yang khas pada pasien skizofrenik berupa waham, halusinasi, perubahan dalam
berpikir, perubahan dalam persepsi disertai dengan gejala gangguan suasana perasaan baik itu
manik maupun depresif.

Suatu gangguan psikotik dengan gejala - gejala skizofrenia dan manik yang sama - sama
menonjol dalam satu episode penyakit yang sama. Gejala – gejala afektif diantaranya yaitu
elasi dan ideide kebesaran, tetapi kadang – kadang kegelisahan atau iritabilitas disertai oleh
perilaku agresif serta ide-ide kejaran.Terdapat peningkatan enersi, aktivitas yang berlebihan,
konsentrasi yang terganggu, dan hilangnya hambatan norma sosial. Waham kebesaran,
waham kejaran mungkin ada. Gejala skizofrenia juga harus ada, antara lain merasa
pikirannya disiarkan atau diganggu, ada kekuatan - kekuatan yang sedang berusaha
mengendalikannya, mendengar suara - suara yang beraneka beragam atau menyatakan ide -
ide yang bizarre. Onset biasanya akut, perilaku sangat terganggu,namun penyembuhan secara
sempurna dalam beberapa minggu.

Gejala klinis berdasarkan pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ-III).
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :

a. “thought echo” -isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras ) dan isi pikiran ulangan,walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda atau “thought insertion or withdrawal”- isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu
dari luar dirinya (withdrawal) dan “thought broadcasting” isi pikirannya tersiar
keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
b. “delusion of control” - waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy” – waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar ( tentang “dirinya” secara jelas merujuk
kepergerakan tubuh /anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus). “delusional perception”- pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi Auditorik : Suara halusinasi yang berkomentar secara terusmenerus
terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka
sendiri (diantara berbagai suara yang berbicara) , atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian tubuh.
d. Waham- waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempatdianggap tidak
wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihalkeyakinan agama atau politik
tertentu, atau kekuatan dan kemampuandi atas manusia biasa (misalnya mampu
mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila disertai baik oleh waham
yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap, atau
apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau berbulan-bulan terus
menerus.
f. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan (interpolation) yang
berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme.
g. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh- gelisah (excitement) posisi tubuh tertentu
(posturing) , atau fleksibilitas cerea, negativisme,mutisme, dan stupor.
h. Gejala- gejala negatif, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,dan respons
emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanyayang mengakibatkan penarikan
diri dari pergaulan sosial danmenurunnya kinerja sosial tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

Adanya gejala- gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal). Harus ada suatu
perubahan yang konsisten dan bermakna dalammutu keseluruhan (overall quality) dan
beberapa aspek perilaku pribadi ( personal behavior ) bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu sikap larut dalam diri sendiri ( self-absorbed
attitude ) dan penarikan diri secara sosial.

Diagnosis

Diagnosis gangguan skizoafektif hanya dibuat apabila gejala-gejala definitif adanya


skizofrenia dan gangguan afektif Bersama-sama menonjol pada saat yang bersamaan, atau
dalam beberapa hari sesudah yang lain, dalam episode yang sama. Sebagian diantara pasien
gangguan skizoafektif mengalami episode skizoafektif berulang, baik yang tipe manik,
depresif atau campuran keduanya.

Konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik skizofrenia maupun


gangguan mood, beberapa evolusi dalam kriteria diagnostik untuk gangguan skizoafektif
mencerminkan perubahan yang telah terjadi di dalamkriteria diagnostik untuk kedua kondisi
lain.

Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1-) adalah bahwa pasien telah
memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau episode manik yang bersama-
sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk fase aktif dari skizofrenia. Disamping
itu, pasien harus memiliki waham atau halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa
adanya gejala gangguan mood yang menonjol. Gejala gangguan mood juga harus ditemukan
untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria
dituliskanuntuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan mood
denganciri psikotik sebagai suatu gangguan skizoafektif.
DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasienmenderita gangguan
skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipedepresif. Seorang pasien
diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yangada adalah dari tipe manik atau suatu
episode campuran dan episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan menderita
tipe depresif.

Pada PPDGJ-III gangguan skizoafektif diberikan kategori yang terpisahkarena cukup sering
dijumpai sehingga tidak dapat diabaikan begitu saja. Kondisi-kondisi lain dengan gejala-
gejala afektif saling bertumpang tindih dengan ataumembentuk sebagian penyakit skizofrenik
yang sudah ada, atau di mana gejala-gejala itu berada Bersama-sama atau secara bergantian
dengan gangguan-gangguan waham menetap jenis lain, diklasifikasikan dalam kategori yang
sesuai dalam F20 – F29. Waham atau halusinasi yang tak serasi dengan suasana perasaan
(mood) pada gangguan afektif tidak dengan sendirinya menyokong diagnosis gangguan
skizoafektif.

Gangguan skizoafektif yaitu gejala skizofrenia dan gangguan afektif sama-sama menonjol
atau dalam beberapa hari sesudah yang lain, tetapi dalam satu episode penyakit (tidak
memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia maupun gangguan afektif). Pedoman diagnosis
gangguan skizoafektif tipe manic berdasarkan PPDGJ-III yaitu

1. Kategori ini digunakan baik untuk episode skizofrenia tipe manik yang tunggal maupun
untuk gangguan berulang dengan sebagian besar episode skizoafektif tipe manik.

2. Afek harus meningkat secara menonjol atau ada peningkatan afek yang tidak begitu
menonjol dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan yang memuncak.

3. Dalam episode yangsama harus jelas ada sedikitnya satu atau lebih baik lagi dua, gejala
skizorenia yang khas.

Pemeriksaan status psikiatri pada pasien ditemukan didapatkan penampilan wajar, roman
muka tampak gembira, kontak verbal dan visual cukup,mood euforia, afek inappropriate,
bentuk pikir logis realis, arus pikir koheren, isi piker waham kebesaran dan curiga ada , pada
dorongan instingtual didapatkan ada riwayat insomnia dan raptus. Dari gejala di atas, pasien
memenuhi kriteria skizoprenia yaitu adanya waham kebesaran dan curiga, afek yang
inappropriate sehingga dapat digolongkan skizoprenia. Disamping itu, juga tampak
adanyagejala gangguan mood yaitu muka tampak gembira, mood euforia, berpakaianyang
aneh sehingga berdasarkan PPDGJ-III tampak adanya gejala skizofrenia bersamaan dengan
gangguan mood sehingga didiagnosis sebagai “Skizoafektif Tipe Manik’ (F25.0).

Diagnosis Banding

Semua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood
perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding gangguan skizoafektif. Pasien yang
diobati dengan steroid, penyalahgunaan amfetamin dan phencyclidine (PCP) dan beberapa
pasien dengan epilepsi lobus temporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala
skizofrenik dan gangguan mood yang bersama-sama. Diagnosis banding psikiatrik juga
termasuk semua kemungkinan yang biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan
gangguan mood. Di dalam praktik klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu
deteksi gejala gangguan mood pada masa tersebut atau masa lalu. Dengan demikian, klinisi
boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling akut telah
terkendali.

Prognosis

Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai prognosis di


pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis pasien dengan
gangguan mood. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien dengan gangguan depresif, memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan bipolar, dan memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah
didukung oleh beberapa penelitian yang mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun
setelah episode yang ditunjuk dan yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga
perjalanan gangguan itu sendiri.

Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafketif, tipe bipolar, mempunyai
prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengangangguan bipolar 1 dan bahwa pasien
dengan premorbid yang buruk, onset yang perlahan-lahan; tidak ada faktor pencetus;
menonjolnya gejala pskotik, khususnya gejala defisit atau gejala negative; onset yang awal;
perjalanan yang tidak mengalami remisi dan riwayat keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari
masing-masing karakeristik tersebut mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak
adanya gejala urutan pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan
penyakit.

Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan jenis kelamin pada
hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan bahwa perilaku bunuh diri
mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan skizoafektif daripada laki-laki dengan
gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri diantara pasien dengan gangguan skizoafektif
diperkirakan sekurangnya 10 persen.

Terapi

a. Psikofarmaka

Modalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan di rumah sakit,
medikasi, dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yangmendasari farmakoterapi untuk
gangguan skizoafektif adalah bahwa protokolantidepresan dan antimanik diikuti jika
semuanya diindikasikan dan bahwa antipsikotik digunakan hanya jika diperlukan untuk
pengendalian jangka pendek jika protokol thymoleptic tidak efektif di dalam mengendalikan
gejala atas dasar berkelanjutan, medikasi antipsikotik dapat diindikasikan. Pasien dengan
gangguanskizoafektif, tipe bipolar, harus mendapatkan percobaan lithium, carbamazepine
(Tegretol), valproate (Depakene) atau suatu kombinasi obat-obat tersebut jikasatu obat saja
tidak efektif. Pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe depresif, harus diberikan percobaan
antidepresan dan terapi elektrokonvulsif (ECT) sebelum mereka diputuskan tidak responsif
terhadap terapi antidepresan.

Farmakoterapi untuk mengatasi gejala skizoafektif tipe manik yaitu pengobatan dengan obat
antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau pengobatan dengan
antipsikotik saja. Pada kasus ini, pasien diberikan carbamazepin dan stelazine.
Carbamazepine adalah obat antikejang yang digunakan sebagai stabilizer mood. Cara kerja
mood stabilezer yaitu membantu menstabilkan kimia otak tertentu yang disebut
neurotransmitters yang mengendalikan temperamen emosional dan perilaku dan
menyeimbangkan kimiaotak tersebut sehingga dapat mengurangi gejala gangguan
kepribadian borderline. Afek samping carbamazepine dapat menyebabkan mulut kering dan
tenggorokan,sembelit, kegoyangan,mengantuk, kehilangan nafsu makan, mual, dan muntah.
Karbamazepin tidak boleh digunakan bersama dengan inhibitor monoamineoFidase
(MAOIs). Hindari minum alkohol saat mengambil carbamazepine. Hal ini dapat
meningkatkan beberapa efek samping carbamazepine yaitu dapat meningkatkan risiko untuk
kejang.

Stelazine memiliki efek antiadrenergik sentral, antidopaminergik, dan efek antikolinergik


minimal. Hal ini diyakini stelazine dapat bekerja dengan memblok ade reseptor dopamin D1
dan D2 di jalur mesokortical dan mesolimbik,menghilangkan atau meminimalkan gejala
skizofrenia seperti halusinasi, delusi,dan berpikir dan berbicara yang tidak terarah. Stelazine
menimbulkan efek samping ekstrapiramidal seperti akatisia, distonia, dan parkinsonisme
selain itudapat menimbulkan efek samping antikolinergik seperti merah mata dan xerostomia
(mulut kering) . Stelazine dapat menurunkan ambang kejang sehingga harus berhati-hati
penggunaan stelazine pada orang yang mempunyai riwayat kejang

Pengobatan untuk dengan gangguan skizoafektif merespon terbaik untuk pengobatan dengan
obat antipsikotik yang dikombinasikan dengan obat mood stabilizer atau pengobatan dengan
antipsikotik saja. Untuk orang gangguan skizoafektif dengan tipe manik, menggabungkan
obat antipsikotik dengan mood stabilizer cenderung bekerja dengan baik

b. Psikoterapi

Selain psikofarmaka, psikoterapi dan edukasi juga sangat diperlukan.#enurut penelitian


pengobatan hanya dengan obat tidak cukup untuk kesembuhan pasien, tetapi juga harus
diiringi oleh lingkungan keluarga yang mendukung dansikap pasien terhadap penyakit yang
diderita. Karena pengobatan yang konsisten penting untuk hasil terbaik, psiko-edukasi pada
penderita dan keluarga, serta menggunakan obat long acting bisa menjadi bagian penting dari
pengobatan pada gangguan skizoafektif
Daftar Pustaka

1. Maramis, W.S. 1994. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University
Presss.

2. Kaplan, H.I, Sadock, B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri. Edisi Ketujuh.

3. Kaplan, H.I, Sadock, B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri.

4. Melissa Conrad Stoppler. 2013. Schizoaffective disorder. http;@@www.medicinenet.com.


Diakses; 10 Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai