Oleh :
UNIT :3
PRODI : BIOLOGI
TAHUN 2019
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................1
Pengertian fiqh ..........................................................................1
BAB II ..................................................................................................2
Pengertian usulul fiqh .............................................................. 2
Hubungan usul fiqh dan fiqh ...................................................3
Sejarah perkembangan usulul fiqh .........................................3
BAB III
Pengertian syari’at ....................................................................6
Hubungan antara fiqh dan syari’at ..........................................6
Menurut istilah, fiqh berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang
berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas).Orang
yang mendalami fiqh disebut dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang
mendalami fiqh. Menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum shara’
yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh
dan mubah. Imam Syafii memberikan definisi yang komprehensif, “Al ‘ilmu bi al ahkaam al
syar’iyyah al ‘amaliyyah al muktasabah min adillatiha al tafshiliyyah” Yakni mengetahui
hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang didapatkan dari dalil-dalil yang terperinci.
‘al ilm’ pada definisi ini bermakna pengetahuan secara mutlak yang didapatkan secara yakin
atau dzanni. Karena hukum yang terkait dengan amaliyah ditetapkan dengan dalil yang bersifat
qath’I atau pun dzanni.
1
BAB 2
2. Pengertian usulul fiqh
Ushul fiqh berasal dari dua kata , yaitu ushul dan fiqh. Ushul adalah bentuk jamak dari
kata Ashl ( ) اصلyang artinya kuat (rajin),pokok,sumber,atau dalil tempat berdirinya
sesuatu. Kalau ada pokok pasti ada cabang,sesuatu yang berada di bawah pokok tersebut
dinamai far’un ( = ) فرعcabang . perkataan ushul fiqih ini sering juga di sebut dengan
mushtahab, yatu sesuatu yang menyertai sesuatu yang telah ada.Dalam masalah Qiyas.
Dimaksud dengan ushul yaitu pokok yang menjadi ukuran atau tempat menyerupakan sesuatu
(standar) ( ) به مثبهartinya alat ukur.Adapun kata fiqh menurut bahasa artinya
memahami,mengerti,yaitu bentuk masdar dari ( ) فقهartinya faham,mengerti,pintar dan
kepintaran. Sebagaimana sabda Nabi saw.
Ushul fiqh telah memberikan cara atau metode mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya
yaitu tentang apa yang dikehendaki oleh perintah dan apa pula yang dikehendaki oleh larangan.
Jadi pada prinsipnya harus diketahui dulu hakekat dari dalil-dalil yang mengandung hukum
tersebut.
Adapun yang menjadi obyek pembahasan ushul fiqih adalah :
1. Menjelaskan macam-macam hukum dan jenis-jenis hukum seperti wajib, haram, sunnat,
makruh, dan mubah.
2. Menjelaskan macam-macam dalil dan permasalahannya.
3. Menjelaskan cara mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya.
4. Menjelaskan ijtihad dan cara-caranya.
Jadi yang menjadi obyek pembahasan ushul fiqh itu adalah perbuatan mukallaf dari
sagi dapat diterapkan kepadanya hukum-hukum syari’at serta syari’at yang bersifat kully dari
segi dapat ditarik daripadanya hukum yang bersifat kully (umum) pula,sedangkan yang
menjadi pokok pembahasannya adalah :
1. Hukum,yang didalamnya meliputi
2. wajib,sunnat,makruh,mubah,haram,hasan,qabih,’ada,qada,shahih,fasid,dan lain-lain.
3. Adillah ,yaitu dalil-dalil qur’an ,sunnah,ijma’,dan qiyas.
4. Jalan-jalan serta cara-cara beristimbath (turuqul istimbath).
5. Mustambith,yaitu mujthid dengan syarat-syaratnya.
6. Dalil-dalil untuk menginstimbathkan hukum
2
3. Hubungan usul fiqh dan fiqh
Hubungan ilmu Ushul Fiqh dengan Fiqh adalah seperti hubungan ilmu mathiq
(logika) dengan filsafat, bahwa mantiq merupakan kaedah berfikir yang memelihara akal agar
tidak ada kerancuan dalam berfikir. Juga seperti hubungan antara ilmu nahwu dalam bahasa
arab, dimana ilmu nahwu merupakan gramatikal yang menghindarkan kesalahan seseorang di
dalam menulis dan mengucapkan bahasa arab. Demikian juga Ushul Fiqh adalah merupakan
kaidah yang memelihara fuqaha’ agar tidak terjadi kesalahan di dalam mengistimbatkan
(menggali) hukum.
Untuk memudahkan pemahaman dalam masalah seperti ini, kami kemukakan contoh- contoh
tentang perintah mengerjakan sholat berdasarkan Al- Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad
SAW. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra’ yang terjemahannya sebagai berikut:
“ Dirikanlah sholat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula)
sholat shubuh. Sesungguhnya sholat shubuh itu disaksiakn ( oleh Malaikat). QS. Al- Isra: 78
Dari firman Allah SWT dan Hadist Nabi Muhammad SAW belum dapat diketahui, apakah
hukmnya mengerjakan shalat itu, baik wajib, sunat, atau harus. Dalam masalah ini Ushul Fiqh
memberikan dalil bahwa hukum perintah atau suruhan itu asalnya wajib, terkecuali adanya
dalil lain yang memalingkannya dari hukumannya yang asli itu.Hal itu dapat dilihat dari
kalimat perintah mengenai mengerjakan Shalat bagi umat Islam.
3
a) Masa Nabi saw
Pada masa Nabi Muhammad masih hidup, seluruh permasalahan fiqih (hukum Islam)
dikembalikan kepada Rasul. Pada masa ini dapat dikatakan bahwa sumber fiqih adalah
wahyu Allah SWT. Namun demikian juga terdapat usaha dari beberapa sahabat yang
menggunakan pendapatnya dalam menentukan keputusan hukum. Hal ini didasarkan pada
Hadis muadz bin Jabbal sewaktu beliau diutus oleh Rasul untuk menjadi gubernur di
Yaman. Sebelum berangkat, Nabi bertanya kepada Muadz:
Pada zaman sahabat dan tabi’in, pengetahuan mereka sempurna tentang hukum-
hukum yang terrdapat di dalam Al-Quran dan mengetahui pula sebab-sebab turunnya, serta
rahasia syariat dan tujuan karena pergaulan mereka pada zaman nabi saw. Karena itu
mereka tidak memerlukan peraturan-peraturan dalam mengambil suatu hukum. Mereka
tidak menggunakan pengetahuan Ushul Fiqh dalam teori, tetapi dalam praktek
sesungguhnya ilmu ini telah diterapkan dan menjadi teladan bagi umat sesudahnya.
c) Pada Masa Tabi’in
Pada masa tabiin, tabi’ al-tabiin, dan para imam mujtahid kekuasaan Islam meluas ke
daerah daerah yang di huni oleh orang-orang yang bukan berbahasa Arab atau bukan
bangsa Arab, kondisi budayanya cukup berbeda-beda. Banyak di antara ulama yang
bertebaran ke daerah-daerah tersebut dan tidak sedikit pula penduduk daerah tersebut yang
masuk Islam. Semakin kompleksnya persoalan-persoalan hukum yang ketetapannya tidak
di jumpai di dalam al-quran dan hadis. Karena itu ulama-ulama yang tinggal di daerah
tersebut melakukan ijtihad, mencari ketetapan hukumnya berdasarkan penalaran mereka
terhadap ayat-ayat Al-Quran dan hadis Nabi. Ditambah pula dengan pengaruh kemajuan
ilmu pengetahuan dalam berbagai bidangnya pada masa itu, kegiatan ijtihad menjadi maju
pesat.
4
d) Masa Tabi’ Tabi’in (Periode Imam Madzhab)
Pada periode ini, metode penggalian hukum bertambah banyak, baik corak maupun
ragamnya. Dengan demikian bertambah banyak pula kaidah-kaidah istinbat hukum dan
teknis penerapannya. Sebagai contoh Imam Abu Hanifah dalam memutuskan perkara
membatasi ijtihadnya dengan menggunakan al-Quran, Hadis, fatwa-fatwa sahabat yang
telah disepakati dan berijtihad dengan menggunakan penalarannya sendiri, seperti istihsan.
Abu Hanifah tidak mau menggunakan fatwa ulama pada zamannya. Sebab ia berpandangan
bahwa mereka sederajat dengan dirinya. Imam Maliki –setelah al-Quran dan Hadis- lebih
banyak menggunakan amal (tradisi) ahli madinah dalam memutuskan hukum, dan
maslahah mursalah. Demikian pula imam-imam yang lain.
5
BAB 3
5. Pengertian syari’at
Sebagai sebuah khas agama, istilah syariat selalu identik dengan teologi
Islam. Seperti kalimat, Al-Quran adalah sumber pertama dari syariat Islam.
Meskipun sebenarnya istilah ini sudah ada sejak sebelum Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam diutus, namun di lingkungan masyarakat Indonesia istilah
syariat lebih populer identik dengan Islam.
6
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Satria Effendi, M. Zein, M.A., Ushul Fiqih, Jakarta: kencana, 2008
Prof. Dr. Rachmat Syafe’I, M.A., Ilmu Ushul Fiqih, cv pustaka setia bandung, 2007
Dr. Andewi Suhartini, M. Ag., Ushul Fiqh, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Dept.Agama
RI, 2009
Prof. Dr. H. Alaiddin Koto, M.A., Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta, 2011
Drs. Zarkasji Abdul Salam, pengantar ilmu fiqh-ushul fiqh, cv Bina Usaha, Yogyakarta, 1986