Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KEPERAWATAN KOMUNITAS

STRATEGI INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS


PADA ANAK USIA SEKOLAH

DosenPembimbing :

Ns.Desi Deswita, M. Kep, SP. Kep. Kom.

Kelompok ANAK USIA SEKOLAH, Lokal 3A :


NISRINA NUR HANIFAH

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI PADANG


PRODI D.III KEPERAWATAN SOLOK
TAHUN 2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan proposal ini.
Penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Jiwa yang berjudul
tentang “RENCANA STRATEGI INTERVENSI KEPERAWATAN KOMUNITAS
TERKAIT ANAK USIA SEKOLAH (SCABIES DI PESANTREN). Selain itu tujuan dari
penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang Rencana Strategi yang akan
dilaksanakan untuk meningkatkan kemampuan diri.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ns.Desi Deswita, M.
Kep, Sp Kep. Kom. selaku dosen pembimbing mata kuliah Materi Keperawatan Komunitas.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun penyusunan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang membangun demi kesempurnaan makalah ini dan memperbaiki kesalahan
dimasa yang akan datang.

Solok, 22 Agustus 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
BAB I ........................................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN ....................................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5
C. Tujuan ......................................................................................................................................... 5
BAB II ....................................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ......................................................................................................................................... 6
A. Pogram Pemerintah dan Program Kerja Puskesmas Terkait Anak Usia Sekolah (Scabies). ........ 6
B. Konsep Anak Usia Sekolah ........................................................................................................ 13
C. Konsep Scabies .......................................................................................................................... 14
D. Rencana Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas ............................................................. 18
BAB III .................................................................................................................................................... 20
PENUTUP ............................................................................................................................................... 20
A. Kesimpulan................................................................................................................................ 20
B. Saran ......................................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 21

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Hurlock (2000: 83) anak usia sekolah adalah anak yang berada pada rentang usia
6-12 tahun. Masa usia sekolah dasar disebut juga masa akhir karena pada masa ini anak
diharapkan akan memperoleh pengetahuan dasar yang sangan penting bagi persiapan dan
penyesuaian terhadap kehidupan yang akan datang. Pada masa ini anak diharapkan dapat
mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu, seperti keterampilan membantu diri sendiri,
sosial, keterampilan sekolah dan keterampilan bermain.
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya (Siregar, 2005). Di Indonesia pada tahun
2011 jumlah penderita skabies sebesar 6.915.135 atau 2,9 % dari jumlah penduduk
238.452.952 jiwa. Pada tahun 2012 jumlah penderita skabies meningkat sebesar 3,6 % dari
jumlah penduduk (Depkes, 2012). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
tahun 2012, kasus skabies berjumlah 2941 orang. Pada tahun 2014, kasus skabies mengalami
peningkatan menjadi 7960 orang (Dinkes Provinsi Lampung, 2015). Skabies dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk,
hubungan seksual yang sifatnya promiskuitas, kesalahan diagnosis, perkembangan
dermografik serta ekologik (Djuanda, 2010). Selain itu, tingkat pengetahuan tentang
kesehatan yang kurang juga dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit skabies
(Handoko, 2010).
Penyakit skabies sering sekali ditemukan pada pondok pesantren. Kebanyakan santri
yang terkena penyakit skabies adalah santri baru yang belum dapat beradaptasi dengan
lingkungan. Sebagai santri baru yang belum tahu kehidupan di pondok pesantren, membuat
mereka luput dari kesehatan, seperti kebiasaan mandi secara bersama-sama, saling tukar
pakaian, handuk, bahkan bantal, guling, dan kasur kepada sesamanya, sehingga sangat
memungkinkan terjadinya penularan penyakit scabies (Badri, 2008).
Pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat terutama kebersihan
perseorangan di pondok pesantren pada umumnya kurang baik (Depkes, 2007). Sebagai salah
satu upaya dalam menanggulanginya adalah dengan cara promosi kesehatan. Promosi
kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran
dari, oleh, dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri serta

4
mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat, sesuai budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (Fitriani, 2011).

B. Rumusan Masalah
a. Menjelaskan program pemerintah dan program puskesmas terkain permasalahan
penyakit scabies di pesantren?
b. Menjelaskan konsep terkait dengan scabies di pesantren?
c. Menjelaskan strategi intervensi scabies di pesantren?

C. Tujuan
a. Untuk menjelaskan bagaimana program pemerintah dan program puskesmas terkait
scabies di pesantren.
b. Untuk menjelaskan konsep terkait scabies di pesantren.
c. Untuk menjekaskan strategi intervensi terkait scabies di pesantren.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pogram Pemerintah dan Program Kerja Puskesmas Terkait Anak Usia Sekolah
(Scabies).
1. Program Pemerintah
a. STRATEGI PENCEGAHAN SCABIES MELALUI “PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT (P2P) DALAM PROGRAM INDONESIA
SEHAT”

Menurut keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Nomor HK. 02.03/D1/I.1/S27/2018 Pembangunan kesehatan pada periode 2015-
2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan sasaran meningkatkan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemeratan pelayanan kesehatan. Program Indonesia dituangkan dalam sasaran
pokok RPJMN 2015-2019 yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu
dan anak; (2) meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan
mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil,
tertinggal dan perbatasan; (4) meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan
universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengelolaan SJSN
Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta
(6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma
sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar
paradigma sehat di lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam
pembangunan, penguatan promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat. Pilar
penguatan pelayanan kesehatan dilakukan dengan strategi peningkatan akses
pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem rujukan dan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum of care dan intervensi
berbasis risiko kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan Nasional
dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan
kendali biaya.

6
Program Indonesia Sehat dilaksanakan melalui Pendekatan Keluarga dan
GERMAS. Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk
meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan/meningkatkan akses
pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya dengan mendatangi keluarga. Program
Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga dilaksanakan oleh Puskesmas
dengan pendekatan siklus kehidupan atau life cycle approach, mengutamakan
upaya promotif-preventif, disertai penguatan upaya kesehatan berbasis masyarakat
(UKBM). Kunjungan Keluarga dilakukan Puskesmas secara aktif untuk
peningkatan outreach dan total coverage. Melalui kunjungan keluarga, tim
Puskesmas sekaligus dapat memberikan intervensi awal terhadap permasalah
kesehatan yang ada di setiap keluarga. Kondisi kesehatan keluarga dan
permasalahannya akan dicatat pada Profil Kesehatan Keluarga (Prokesga), yang
akan menjadi acuan dalam melakukan evaluasi dan intervensi lanjut.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak
menular, pendekatan keluarga dan GERMAS diarahkan pada upaya to detect
(deteksi) yang merupakan upaya deteksi dan diagnosis dini penyakit; to prevent
(mencegah) yang merupakan upaya untuk untuk mengendalikan faktor risiko
terjadinya penyakit; upaya to response (merespon) yang dilakukan dengan
menangani kejadian penyakit, penggerakan masyarakat, dan pelaporan kejadian
penyakit; to protect (melindungi) yang merupakan upaya untuk melindungi
masyarakat dari risiko terpapar penyakit menular dan tidak menular; dan to
promote (meningkatkan) yang merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas
kesehatan masyarakat sehingga tidak mudah terpapar penyakit menular dan tidak
menular.
Prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada
pencegahan dan pengendalian penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, pneumoni,
hepatitis, malaria, demam berdarah, influenza, flu burung dan penyakit neglected
diseases antara lain kusta, scabies, frambusia, filariasis, dan chsitosomiasis. Selain
penyakit tersebut, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti
polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B, dan tetanus baik pada maternal
maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian walaupun pada tahun 2014
Indonesia telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016 sudah mencapai eliminasi
tetanus neonatorum. Termasuk prioritas dalam pengendalian penyakit menular
adalah pelaksanaan Sistim Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa,

7
Kekarantinaan Kesehatan untuk mencegah terjadinya Kejadian Kesehatan yang
Meresahkan (KKM) dan pengendalian panyakit infeksi emerging.

b. UPAYA PENANGANAN SCABIES DI PESANTREN MELALUI


PROGRAM “POS KESEHATAN PESANTREN ” BAGI SANTRI.

“STRATEGI PENCEGAHAN SCABIES MELALUI PROGRAM “POS


KESEHATAN PESANTREN” BAGI SANTRI (Makhfudli dan Efendi, Ferry.
2009). Pos kesehatan pesantren (poskestren) adalah pesantren yang memiliki
kesiapan, kemampuan, serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-
masalah kesehatan secara mandiri sesuai dengan kemampuannya (DEPKES RI,
2007). Poskestren merupakan salah satu wujud upaya kesehatan berbasis
masyarakat di lingkungan pesantren dengan prinsip dari, oleh, dan untuk warga
pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan preventif
(pencegahan) tanpa mengakibatkan aspek kuratf (pengobatan) dan rehabilitative
(pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas setempat.

TUJUAN PROGRAM POS KESEHATAN PESANTREN


1. Tujuan umum. Terwujudnya pesantren yang sehat serta peduli dan tanggap
terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.
2. Tujuan khusus
a. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran santri untuk menolong diri
sendiri di bidang kesehatan.
b. Meningkatnya kesadaran santri dan guru untuk melaksanakan perilaku
hidup bersih dan sehat.
c. Meningkatnya kesehatan lingkungan di pesantren.
d. Meningkatnya kemampuan dan kemauan santri untuk menolong diri
sendiri di bidang kesehatan.

8
Pemeriksaan fisik kulit terhadap 338 orang santri Ponpes di Kabupaten
Lamongan menunjukkan bahwa prevalensi penyakit Scabies adalah 64,20%.
Prevalensi Scabies ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan prevalensi penyakit
Scabies di negara sedang berkembang yang hanya 6-27% saja (Sungkar, 1997)
ataupun prevalensi penyakit Scabies di Indonesia sebesar 4,60 -12,95% saja (Dinkes
Prop Jatim, 1997). Sedangkan prevalensi penyakit Scabies diantara para santri di
Kabupaten Lamongan lebih sedikit rendah kalau dibandingkan dengan prevalensi
penyakit Scabies di sebuah Ponpes di Jakarta yang mencapai 78,70% atau di Ponpes
Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, sebesar 66,70% (Kuspriyanto, 2002). Dengan
demikian tampak bahwa penyakit Scabies merupakan salah satu masalah kesehatan
utama yang perlu diperhatikan pada santri Ponpes. Walaupun tidak sampai
membahayakan jiwa, penyakit Scabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat
penularannya yang tinggi serta dapat mengganggu konsentrasi pada saat santri sedang
belajar dan mengganggu ketenangan pada waktu istirahat, terutama pada waktu tidur
di malam hari.
Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh kesimpulan bahwa program
“Pos Kesehatan Pesantren” berfungsi sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di
bidang kesehatan dalam alih informasi (pengetahuan dan keterampilan) dari petugas
ke warga pesantren dan masyarakat sekitarnya serta antarwarga pesantren dalam
rangka meningkatkan perilaku hidup sehat dan sebagai wadah untuk mendekatkan
pelayanan kesehatan dasar kepada warga pesantren dan masyarakat sekitarnya
(Makhfudli dan Efendi, Ferry. 2009).

MANFAAT POS KESEHATAN PESANTREN (Makhfudli dan Efendi, Ferry. 2009).


1. Bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya.
a. Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, dan
pelayanan kesehatan dasar.
b. Memperoleh bantuan secara professional dalam pemecahan masalah
kesehatan.
c. Mendapatkan informasi awal tentang kesehatan.
d. Mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi warga pesantren dan
masyarakat sekitarnya.
2. Bagi kader poskestren
a. Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan.

9
b. Mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu warga pesantren dan
masyarakat sekitarnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di
lingkungannya.

3. Bagi puskesmas
a. Mengoptimalkan fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan, pemebrdayaan masyarakat, dan pelayanan kesehatan
tingkat pertama.
b. Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam pemecahan
masalah kesehatan sesuai kondisi tempat.
c. Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian pelayanan
kesehatan terpadu.
4. Bagi sektor lain
a. Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam pemecahan
masalah sektor terkait.
b. Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sektor.

2. Progam Puskesmas
a. UPAYA PENCEGAHAN SCABIES MELALUI “PENYULUHAN PHBS”

RUANG LINGKUP KEGIATAN PUSKESMAS

1. Upaya promotif, antara lain konseling kesehatan, penyuluhan kesehatan, perlombaan


di bidang kesehatan, pemberdayaan, olahraga teratur, serta fatwa (imbauan kesehatan
terhadap warga pesantren dan masyarakat sekitar)
2. Upaya preventif, antara lain pemeriksaan berkala, penjaringan kesehatan santri,
imunisasi, kesehatan lingkungan dan kebersihan diri, serta pemberantasan nyamuk
dan sarangnya.
3. Upaya kuratif dan rehabilitative, antara lain pengobatan terbatas atau pelayanan
kesehatan sederhana dan rujukan kasus.

10
SASARAN KEGIATAN PUSKESMAS

1. Semua individu mencakup santri, guru, dan pengurus pesantren beserta keluarganya
yang tinggal di lingkungan pesantren, yang diharapkan mampu melaksankan hidup
sehat serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di lingkungan
pesantren.
2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan
keluarga atau dapat menvciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku
tersebut seperti pimpinan pesantren, pengurus yayasan, serta petugas kesehatan.
3. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan, dana,
tenaga, sarana, dan lain-lain seperti camat, para pejabat terkait, swasta, para donator,
dan pemangku kepentingan lainnya

TUGAS KADER DARI PUSKESMAS PADA KEGIATAN MUSYAWARAH

1. Memberikan informasi tentang perlunya perhatian terhadap masalah kesehatan di


pesantren (data tentang hasil survey dan status kesehatan santri).
2. Menyampaikan kegiatan poskestren tentang upaya pencegahan (jenis pencegahan,
frekuensi kegiatan, dan jumlah kegiatan penyuluhan kesehatan di pesantren).
3. Menyampaikan rencana kegiatan yang akan datang untukmendapatkan kesepakatan
dalam forum musyawarah warga pesantren.

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT DI TATANAN PESANTREN

Indicator PHBS di tatanan pesantren sebagai berikut (Dinkes Provinsi Jatim, 2007).

1. Kebersihan perorangan (badan, pakaian dan kuku).


2. Penggunaan air bersih.
3. Kebersihan tempat wudhu.
4. Penggunaan jamban.
5. Kebersihan asrama, halaman, dan ruang belajar.
6. Ada santri husada dan kegiatan poskestren.
7. Bak penampungan air bersih bebas dari jentik nyamuk.
8. Penggunaan garam beryodium.
9. Makanan bergizi seimbang.

11
10. Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.
11. Gaya hidup tidak merokok dan bebas napza.
12. Gaya hidup sadar AIDS.
13. Peserta jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM), dana sehat, atau
asuransi kesehatan lainnya.

b. UPAYA PENANGANAN SKABIES MELALUI PROGRAM (UPAYA


KESEHATAN MASYARAKAT (UKM))
Dalam menyelenggarakan fungsi upaya kesehatan masyarakat, puskesmas berwenang untuk:
1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan
analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam
bidang kesehatan.
4. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan
sektor lain.
5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan
berbasis masyarakat.
6. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumberdaya manusia.
7. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk dukungan
terhadap sistem kewaspadaan dini dan respon penanggulangan penyakit.
.

Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial merupakan upaya kesehatan yang wajib
atau harus dilaksanakan oleh suatu puskesmas demi mencapai Standar Pelayanan Minimal
Kabupaten/Kota bidang kesehatan.

UKM Esensial ini terdiri dari:


1. pelayanan promosi kesehatan;

2. pelayanan kesehatan lingkungan;

3. pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga berencana;

4. pelayanan gizi; dan

12
5. pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit.

B. Konsep Anak Usia Sekolah


1. Definisi Anak Usia Sekolah

Menurut Hurlock (2000: 83) anak usia sekolah adalah anak yang berada pada rentang
usia 6-12 tahun. Masa usia sekolah dasar disebut juga masa akhir karena pada masa ini anak
diharapkan akan memperoleh pengetahuan dasar yang sangan penting bagi persiapan dan
penyesuaian terhadap kehidupan yang akan datang. Pada masa ini anak diharapkan dapat
mempelajari keterampilan-keterampilan tertentu, seperti keterampilan membantu diri sendiri,
sosial, keterampilan sekolah dan keterampilan bermain.
Umumnya pada permulaan usia 6 tahun anak mulai masuk sekolah, dengan demikian
anak mulai mengenal dunia baru, anak-anak mulai berhubungan dengan orang-orang di luar
keluarganya dan mulai mengenal suasana baru di lingkungannya. Hal-hal baru yang dialami
oleh anak-anak yang sudah mulai masuk dalam usia sekolah akan mempengaruhi kebiasaan
makan mereka. Anak-anak akan merasakan kegembiraan di sekolah, rasa takut akan
terlambat tiba di sekolah, menyebabkan anak-anak ini menyimpang dari kebiasaan makan
yang diberikan kepada mereka (Moehji, 2009).
Karakteristik anak usia sekolah menurut Hardinsyah dan Supariasa (2016) yaitu anak usia
sekolah (6-12 tahun) yang sehat memiliki ciri di antaranya adalah banyak bermain di luar
rumah, melakukan aktivitas fisik yang tinggi, serta beresiko terpapar sumber penyakit dan
perilaku hidup yang tidak sehat.

2. Masalah Anak Sekolah


1. Persepsi, Anak berusia 6 tahun memiliki kesadaran tentang tubuhnya dan merasa
malu jika tidak mengenakan pakaian.
2. Pendidikan kesehatan, Masa usia sekolah sangat penting untuk perolehan
tingkah laku dan praktik kesehatan pada masa dewasa. Promosi praktik kesehatan
merupakan tanggung jawab keperawatan. Penkes sering dilaksanakan di sekolah.
Penkes yang efektif akan mengajari anak tentang tubuhnya dan dampak pilihan
yang mereka ambil terhadap kesehatan mereka.
3. Keselamatan, keselamatan merupakan priotitas dalam penkes karena kecelakaan
merupakan penyebab utama kematian dan cedera pada usia sekolah.

13
4. Nutrisi, perawat memiliki sumbangan dalam pemenuhan tujuan nasional dengan
mendorong terbentuknya gaya hidup yang sehat, termasuk nutrisi.

C. Konsep Scabies
1. Defenisi Scabies

Scabies adalah penyakit zoonosis yang menyerang kulit, mudah menular dari manusia
ke manusia, dari hewan ke manusia atau sebaliknya, dapat mengenai semua ras dan golongan
di seluruh dunia yang disebabkan oleh tungau (kutu atau mite) Sarcoptes scabiei (Buchart,
1997; Rosendal 1997).
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya (Siregar, 2005). Nama lain penyakit ini
666antara lain: The itch, budukan, gudikan, gatal agogo, seven year itch, norwegian itch,
penyakit ampera. Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo
Acarina, super famili Sarcoptes (Harahap, 2008).
Skabies adalah salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya (Siregar, 2005).

2. Etiologi

Skabies (Scabies, bahasa latin = keropeng, kudis, gatal) disebabkan oleh tungau kecil
berkaki delapan (Sarcoptes scabiei), dan didapatkan melalui kontak fisik yang erat dengan
orang lain yang menderita penyakit ini. Seringkali berpegangan tangan dalam waktu yang
sangat lama barangkali merupakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini.
Semua kelompok umur bisa terkena. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dan
dewasa muda, walaupun akhir-akhir ini juga sering didapatkan pada orang berusia lanjut,
biasanya di lingkungan rumah jompo. Kontak sesaat tidak cukup untuk dapat menimbulkan
penularan, sehingga siapapun yang biasa menghadapi kasus scabies dalam tugas pelayanan
kesehatan tidak perlu takut tertular penyakit ini.

Tungau scabies betina membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan telur-
telurnya di dalam liang yang ditinggalkannya. Tungau scabies jantan hanya mempunyai satu
tugas dalam kehidupannya, dan sesudah kawin dengan tungau betina serta pelaksanaan
tugasnya selesai, mereka mati. Mulanya hospes (inang) tidak menyadari adanya aktivitas

14
penggalian terowongan dalam epidermis, tetapi setelah 4-6 minggu terjadi reaksi
hipersensitivitas terhadap tungau atau bahan-bahan yang dikeluarkannya, dan mulailah timbul
rasa gatal. Adanya periode asimtomatis bermanfaat sekali bagi parasit ini, karena dengan
demikian mereka mempunyai waktu untuk membangun dirinya sebelum hospes membuat
respon imunitas. Setelahnya, hidup mereka menjadi penuh bahaya karena terowongannya
akan digaruk, dan tungau-tungau serta telur mereka akan hancur. Dengan cara ini hospes
mengendalikan populasi tungau, dan pada kebanyakan penderita scabies, rata-rata jumlah
tungau betina dewasa pada kulitnya tidak lebih dari selusin.

3. Patogenesis
Patogenesis skabies melibatkan proses imunologi kompleks. Inflamasi kulit, papula
dan pruritus merupakan hasil dari reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Awal 3-4 minggu
setelah infestasi pertama biasanya tanpa gejala. Pada infestasi berikutnya muncul gejala lebih
cepat, kira-kira 1-2 hari setelah infestasi (Morgan, 2013).
Tungau ini dapat menyebabkan infeksi dan akan menimbulkan lesi primer pada tubuh
(Handoko, 2007). Lesi primer skabies berupa terowongan yang berisi tungau, telur, dan hasil
metabolisme. Pada saat menggali terowongan, tungau mengeluarkan sekret yang dapat
melisiskan stratum korneum. Sekret juga dapat menyebabkan sensitisasi sehingga
menimbulkan pruritus atau gatal-gatal dan lesi sekunder. Lesi sekunder berupa papul, vesikel,
pustul dan terkadang bula. Lesi tersier dapat juga terjadi berupa ekskoriasi, eksematisasi dan
pioderma. Tungau hanya terdapat pada lesi primer (Sutanto, 2008).

4. Gambaran Klinis

Pasien mengeluh gatal, yang secara khas terasa sekali pada waktu malam hari.
Hendaklah dicurigai adanya scabies bila seseorang mengutarakan seperti itu. Terdapat dua
tipe utama lesi kulit pada scabies. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki
bagian samping jari tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan, dan punggung
kaki. Pada bayi, terowongan sering terdapat pada telapak tangan, telapak kaki dan bisa juga
terdapat pada badan, kepala dan leher. Terowongan pada badan biasanya ditemukan pada usia
lanjut, dan bisa juga terjadi pada kepala dan leher. Masing-masing terowongan panjangnya
beberapa millimeter, biasanya berliku-liku, dan ada vesikel pada salah satu ujung yang
berdekatan dengan tungau yang sedang menggali terowonga, dan seringkali dikelilingi

15
eritema ringan. Terowongan bisa ditemukan pada genitalia pria, biasanya tertutupi oleh
papula yang meradang, dan papula tersebut yang ditemukan pada penis dan skrotum adalah
patognomonis untuk scabies. Bila pada seorang pria diduga terdapat scabies, hendaklah
genitalianya selalu diperiksa. ‘Ruam’ scabies berupa erupsi papula kecil yang meradang,
yang terutama terdapat di sekitar aksila, umbilicus, dan paha. Ruam ini merupakan reaksi
suatu alergi tubuh terhadap tungau.

Selain lesi primer tadi, bisa juga di dapatkan kelainan sekunder seperti ekskoriasi,
eksematisasi, dan infeksi bakteri sekunder. Pada beberapa tempat di dunia, adanya infeksi
sekunder oleh lesi scabies dengan streptokokus nefrogenik dikaitkan dengan terjadinya
glomerulonefritis sesudah terjadinya infeksi streptokokus pada kulit.

5. Diagnosis

Diagnosis pasti hanya dapat ditentukan dengan ditemukannya tungau atau telurnya
pada pemeriksaan mikroskopis. Untuk melakukan hal tersebut terowongan harus ditemukan,
dan hal ini biasanya perlu sedikit keahlian. Carilah dengan cermat, dengan pencahayaan yang
baik, di tangan dan kaki. Kaca pembesar mungkin bisa sedikit membantu, tetapi rabun jauh
adalah suatu keuntungan. Apabila sebuah terowongan atau yang diduga terowongan dapat
diidentifikasi, lakukan kerokan dengan hati-hati pada kulit dengan menggunakan bagian tepi
scalpel, untuk melakukan hal ini dermatology kadang-kadang menggunakan scalpel tumpul
yang dikenal sebagai scalpel ‘pisang’. Hasil kerokan tersebut diletakkan di atas kaca
mikroskop, di beri beberapa tetes kalium hidroksida 10%, tutupi dengan kaca penutup,
kemudian lihat di bawah mikroskop. Ditemukan tungau, telur atau bahkan hanya cangkang
telur sudah dapat memastikan diagnosis. Jangan berusaha melakukan kerokan pada lesi yang
terdapat pada penis, dapat di pahami kalau mendekatkan scalpel pada daerah ini akan
menimbulkan ketakutan, di samping pada kebanyakan kasus jarang yang bisa berhasil
menemukan tungau.

Teknik lainnya yang dapat digunakan adalah dengan apa yang dikenal sebagai teknik
‘winkle-picker’. Bila vesikel pada ujung terowongan dibuka dengan jarum, ujung jarum
dengan hati-hati digerakkan berputar dalam vesikel tersebut, sehingga tungau sering bisa
terangkat pada ujung jarum dengan gerakan teatrikal.

16
6. Penatalaksanaan
Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi 2 bagian, yaitu :
1. Penatalaksanaan secara umum.
Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi teratur setiap hari.
Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila
perlu direndam dengan air panas. Beberapa syarat pengobatan yang harus diperhatikan :
a. Semua anggota keluarga harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi
pengobatan secara serentak.
b. Kebersihan perorangan : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan
sikat untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus
disetrika.
c. Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,
selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa
jam.
2. Penatalaksanaan secara khusus.
Menurut Djuanda (2010), obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topikal antara
lain :
a. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep
atau krim . Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur, maka penggunaanya
tidak boleh kurang dari 3 hari. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori
pakaian dan kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi
berumur kurang dari 2 tahun.
b. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama 3 hari. Sering memberi iritasi, dan kadang-kadang makin
gatal setelah
c. dipakai.
d. Gama benzena heksa klorida (gammexane), kadarnya 1% dalam krim atau losio,
termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, dan jarang
memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali, kecuali jika masih ada gejala
diulangi seminggu kemudian. Obat ini tidak dianjurkan pada anak di bawah 6
tahun dan wanita hamil, karena toksis terhadap sistem saraf pusat.
e. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan, mempunyai
dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari mata, mulut,
dan uretra.

17
f. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan gameksan,
efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10 jam. Bila belum
sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak dianjurkan pada bayi di bawah umur
12 bulan.

D. Rencana Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


1. Proses Kelompok
Hasil literatur review ini adalah bahwa dengan adanya program pemerinta
pengendalian dan pencegahan penyakit serta dibentuknya pos kesehatan pesantren dapat
mengurangi tingkat kejadian scabies di pesantren melalui pendidikan kesehatan. Dengan
adanya program ini menyadarkan para santri dan semua individu yang berada di lingkungan
pesantren akan pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat.
Program ini membantu mencegah terjadinya scabies dan meminimalkan penularan
oleh orang yang terjangkit. Dengan cara memisahkan orang yang terkena scabies dari orang
yang sehat, menjaga kebersihan diri dan mandi teratur setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan
handuk yang telah digunakan harus dicuci secara teratur dan bila perlu direndam dengan air
panas. Semua anggota pesantren harus diperiksa dan mungkin semua harus diberi pengobatan
secara serentak, dan Memberi obat obat anti skabies yang tersedia dalam bentuk topical.

2. Promosi Kesehatan
Penyuluhan di puskesmas dapat di lakukan dengan:
a. Memberikan informasi tentang perlunya perhatian terhadap masalah scabies di
pesantren (data tentang hasil survey dan status kesehatan santri).
b. Menyampaikan kegiatan poskestren tentang upaya pencegahan scabies dan
penyuluhan mengenai PHBS (jenis pencegahan, frekuensi kegiatan, dan jumlah
kegiatan penyuluhan kesehatan di pesantren).
c. Menyampaikan rencana kegiatan yang akan datang untukmendapatkan kesepakatan
dalam forum musyawarah warga pesantren.

18
SASARAN KEGIATAN PENYULUHAN DARI PUSKESMAS

a. Semua individu mencakup santri, guru, dan pengurus pesantren beserta keluarganya
yang tinggal di lingkungan pesantren, yang diharapkan mampu melaksankan hidup
sehat serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di lingkungan
pesantren.
b. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan
keluarga atau dapat menvciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku
tersebut seperti pimpinan pesantren, pengurus yayasan, serta petugas kesehatan.
c. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan, dana,
tenaga, sarana, dan lain-lain seperti camat, para pejabat terkait, swasta, para donator,
dan pemangku kepentingan lainnya

3. Pemberdayaan
Pemberdayaan dilaksanakan di pesantren dengan program, yaitu :
a. Membuat desain program pencegahan scabies yang berisikan pesan kepada murid
bahwa penting untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di keseharian.
b. Membangun komunikasi efektif antara kader kesehatan yang ada di pesantren dengan
para santri untuk saling bertukar informasi mengenai masalah kesehatan.
c. Menyediakan bantuan kesehatan kepada santri yang menderita scabies.

4. Kemitraan
Melakukan pertemuan berkala dengan orangtua, pengurus pesantren/yayasan dan para
guru pesantren. Terkait dengan penyakit scabies dengan membuat program “Pencegahan
Scabies” kepada semua santri agar mereka tahu cara mencegah dan menanggulangi masalah
scabies di pesantrennya. Membuat para santri terbiasa menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat. Petugas kesehatan di pesantren harus sigap dengan salah satu penyakit menular ini agar
tidak terjadi lagi.

19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak usia sekolah adalah anak yang berada pada rentang usia 6-12 tahun. Masa usia
sekolah dasar disebut juga masa akhir karena pada masa ini anak diharapkan akan
memperoleh pengetahuan dasar yang sangan penting bagi persiapan dan penyesuaian
terhadap kehidupan yang akan datang. Pada masa ini anak diharapkan dapat mempelajari
keterampilan-keterampilan tertentu, seperti keterampilan membantu diri sendiri, sosial,
keterampilan sekolah dan keterampilan bermain.
Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Penyakit skabies sering sekali ditemukan
pada pondok pesantren. Kebanyakan santri yang terkena penyakit skabies adalah santri baru
yang belum dapat beradaptasi dengan lingkungan. Sebagai santri baru yang belum tahu
kehidupan di pondok pesantren, membuat mereka luput dari kesehatan, seperti kebiasaan
mandi secara bersama-sama, saling tukar pakaian, handuk, bahkan bantal, guling, dan kasur
kepada sesamanya, sehingga sangat memungkinkan terjadinya penularan penyakit scabies
(Badri, 2008).

B. Saran
PujiSyukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas terselesaikannya makalah lini.
Kami selaku penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan, baik dari segi penulisan, bahasa, atau data yang kurang lengkap. Oleh karena itu
saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk
kami jadikan koreksi dan perbaikan dalam pembuatan proposal yang selanjutnya. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat.

20
DAFTAR PUSTAKA

Graham, Robin dan Burns, Brown Tony. 2005. LECTURE NOTES Dermatologi. Jakarta: Erlangga.

Makhfudli dan Efendi, Ferry. 2009. KEPERAWATAN KESEHATAN KOMUNITAS. Jakarta: Salemba
Medika.

Soedarto. 2009. PENYAKIT MENULAR DI INDONESIA. Jakarta: CV Sagung Seto.

Supriyanto, Wawan. 2015. AGAR ANAK TUMBUH SEHAT DAN CERDAS. Yogyakarta: Cahaya Ilmu.

Sungkar, Saleha. 2016. SKABIES. Jakarta: FKUI.

Anita, Betri, dkk. 2019. PUSKESMAS DAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Yogyakarta: CV Budi
Utama.

Cahyaningrum, Riesti. 2015/2016. SKRIPSI TINGKAT PENGETAHUAN PERILAKU HIDUP


BERSIH SEHAT (PHBS) TERHADAP KEBERSIHAN PRIBADI SISWA KELAS IV dan
V SD NEGERI KRATON YOGYAKARTA.

Fathul, Agus. 2017. SKRIPSI PERBEDAAN PENGETAHUAN TENTANG PENCEGAHAN


PENYAKIT SKABIES ANTARA SEBELUM DAN SESUDAH PROMOSI KESEHATAN
PADA SISWA KELAS 7 MTS DI PONDOK PESANTREN MADARIJUL ULUM
BANDAR LAMPUNG.

RENCANA AKSI PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT


2015-2019 (Revisi I - 2018) Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit Nomor HK. 02.03/D1/I.1/527/2018

21

Anda mungkin juga menyukai