Anda di halaman 1dari 21

37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian


Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan
yang telah diaudit dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI (Bursa Efek
Indonesia) pada kurun waktu tahun 2008-2010 yang telah dipublikasikan. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh auditee manufaktur yang tercatat di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Berdasarkan metode purposive sampling, didapatkan sampel
sejumlah 138 perusahaan untuk kurun waktu tahun 2008 sampai dengan tahun 2010
(tabel-4). Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari laporan auditor
independen dan laporan keuangan perusahaan yang didapatkan dari berbagai sumber
antara lain dari IDX, ICMD, dan IDX Fact Book. Data diolah menggunakan SPSS 21.
Hasil tabulasi data berdasarkan pengolahan disajikan pada lampiran-1.

Tabel-4. Kriteria Sampel

No Keterangan Jumlah perusahaan

1 Total perusahaan manufaktur 119

2 Belum terdaftar di BEI s/d 1 Januari 2008 (11)

3 Data tidak tersedia (7)

4 Tidak mengalami working capital negative atau (55)


operation income negative atau retained
earning negative atau net income negative
minimal 2 tahun berturut-turut.

Jumlah sampel untuk 1 tahun 46

Total sampel untuk tahun 2008 s/d 2010 138

Sumber : audit report/ www.IDX.co.id (diolah)


38

4.2 Pembahasan
Analisis dalam penelitian ini menggunakan statistik deskriptif,. Statistik
deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian
ini yang menyajikan nilai rata-rata (mean), median, nilai minimum dan nilai
maksimum serta standar deviasi dari variabel keuangan. Sedangkan distribusi
frekuensi dapat menyajikan data untuk menganalisis variabel kualitas audit, opini
audit tahun sebelumnya, serta restrukturisasi utang.
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis multivariate
dengan regresi logistik. Model regresi logistik digunakan karena variabel
dependen menggunakan variable dummy dan variabel independen merupakan
campuran antara variabel metrik dan non metrik.

4.2.1 Analisis Deskriptif


Dari olah data menggunakan SPSS, didapatkan data statistik sebagai
berikut:
Tabel-5. Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std.Deviation

Opini Auditor 138 0 1 .39 .490


Tentang Going
Concern

Kualitas Audit 138 0 1 .27 .445

Opini Audit 138 0 1 .43 .497


Tahun
Sebelumnya

Prediksi 138 -2069.20 9.10 -20.6155 190.18040


Kebangkrutan

Pertumbuhan 135 -83.75 212.71 2.6353 30.3195


Perusahaan

Restrukturisasi 138 0 1 .17 .374


Utang

Valid N (listwise) 138

Dari tabel-5 dapat diketahui sebagai berikut:


1. Nilai rata-rata dari Opini Auditor Tentang Going Concern (OATGC)
adalah sebesar 0,39. Angka ini lebih kecil dari 0,5. Hal ini
menunjukkan bahwa kurang dari separuh sampel yang mendapatkan
39

Opini Auditor Tentang Going Concern. Dari 138 perusahaan sampel,


terdapat 39 persen perusahaan yang mendapatkan opini auditor dengan
kode 1 yaitu Opini Auditor Tentang Going Concern. Dari Tabel-6
diketahui bahwa jumlah perusahaan yang mendapatkan Opini Auditor
Tentang Going Concern adalah sebanyak 54 perusahaan dari total 138
perusahaan, dan sebanyak 84 perusahaan mendapatkan opini auditor
non going concern.
Tabel-6. Distribusi Frekuensi OATGC.
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent

Valid Non OATGC 84 60.9 60.9 60.9

OATGC 54 39.1 39.1 100.0

Total 138 100.0 100.0

2. Nilai rata-rata dari variabel kualitas audit dengan dimensi spesialisasi


industri KAP (KSI) adalah sebesar 0.27. Hal ini menunjukkan kurang
dari separuh perusahaan sampel yang diaudit oleh KAP spesialisasi
industri manufaktur. Dari 138 perusahaan sampel hanya 27 persen
perusahaan yang diaudit oleh auditor dengan kode 1 yaitu KAP
spesialisasi industri. Dari tabel-7 diketahui bahwa jumlah perusahaan
yang diaudit oleh KAP spesialisasi industri manufaktur adalah sebesar
37 perusahaan dari total 138 perusahaan sampel. Sedangkan jumlah
perusahaan yang diaudit oleh non KAP spesialisasi industri
manufaktur adalah sebesar 101 perusahaan.
Tabel-7. Distribusi Frekuensi KAP spesialisasi industri
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent

Valid Non KAP 101 73.2 73.2 73.2


spesialisasi
industri

KAP 37 26.8 26.8 100.0


spesialisasi
industri

Total 138 100.0 100.0


40

3. Nilai rata-rata dari variabel Opini Audit Tahun Sebelumnya (OATS)


adalah sebesar 0.43. Hal ini menunjukkan hampir separuh dari
perusahaan sampel menerima Opini Auditor Tentang Going Concern
pada tahun sebelumnya. Dari 138 perusahaan sampel terdapat 43
persen perusahaan yang menerima opini auditor dengan kode 1 yaitu
Opini Auditor Tentang Going Concern pada tahun sebelumnya. Dari
tabel-8. terlihat bahwa terdapat 59 perusahaan yang menerima Opini
Auditor Tentang Going Concern pada tahun sebelumnya dari total 138
perusahaan sampel. Sedangkan sebanyak 79 perusahaan menerima
opini auditor non going concern pada tahun sebelumnya.

Tabel-8. Distribusi frekuensi OATS


Frequency Percent Valid Cumulative
Percent Percent

Valid Non OATGC 79 57.2 57.2 57.2

OATGC 59 42.8 42.8 100.0

Total 138 100.0 100.0

4. Nilai rata-rata dari variabel Prediksi Kebangkrutan dengan dimensi


model prediksi kebangkrutan ‘The Altman Model’ (Z Score) adalah
sebesar -20,6155. Menurut Altman (2002) dalam Ramadhani dan
Lukviarman (2009) angka cut off nilai Z dapat menjelaskan apakah
perusahaan akan mengalami kegagalan atau tidak pada masa
mendatang. Nilai tersebut terbagi dalam tiga kategori yaitu :
Z<1,8 =termasuk perusahaan bangkrut
1,8<Z<2,99 =termasuk grey area ((tidak dapat ditentukan
apakah perusahaan sehat atau mengalami kebangkrutan).
Z>2,99 =termasuk perusahaan yang tidak bangkrut
Dari hasil statistik diatas diketahui rata-rata Z Score dari perusahaan
sampel adalah sebesar -20,6155. Angka tersebut lebih kecil dari 1,8.
Hal ini berarti rata-rata dari 138 perusahaan sampel yang diteliti
diprediksi akan mengalami kebangkrutan pada masa mendatang. Nilai
Z Score minimum dari 138 perusahaan sampel yang diteliti adalah
-2069,20 dan nilai maksimum adalah 9,10
41

5. Nilai rata-rata dari variabel Pertumbuhan Perusahaan dengan dimensi


Pertumbuhan Laba (PL) adalah sebesar 2,6353 dengan angka
minimum sebesar -83,75 dan nilai maximum 212,71. Angka rata-rata
tersebut menunjukkan pertumbuhan laba yang positif.
6. Nilai rata-rata dari variabel Restrukturisasi Utang adalah sebesar 0,17.
Hal ini menunjukkan sedikit dari perusahaan sampel yang diteliti yang
melakukan tindakan dengan kode 1 yaitu restrukturisasi utang (RU).
Dari 138 perusahaan sampel hanya 17 persen perusahaan yang
melakukan tindakan restrukturisasi utang. Dari tabel-9 diketahui
perusahaan yang melakukan restrukturisasi utang adalah sebanyak 23
perusahaan dari total 138 perusahaan sampel dan sebanyak 115
perusahaan tidak melakukan restrukturisasi utang.
Tabel-9. Distribusi Frekuensi Restrukturisasi Utang
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent

Valid Non RU 115 83.3 83.3 83.3


RU 23 16.7 16.7 100.0
Total 138 100.0 100.0

4.2.2 Hasil Uji Kualitas Data


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
multivariate dengan regresi logistik. Model regresi logistik digunakan
karena variabel dependen menggunakan variable dummy dan variabel
independen merupakan campuran antara variabel metrik dan non metrik.
Menurut Ghozali (2006) regresi logistik hampir serupa dengan
analisis diskriminan yaitu untuk menguji apakah probabilitas terjadinya
variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya. Namun
demikian asumsi multivariate normal distribution tidak dapat dipenuhi
karena variabel independen merupakan campuran antara variabel metrik
dan non metrik. Untuk itu tidak diperlukan asumsi normalitas data pada
variabel bebasnya. Jadi regresi logistik umum digunakan jika asumsi
multivariate normal distribution tidak dipenuhi.
42

Tahapan uji kualitas data:


a. Menilai model fit
Langkah pertama adalah menilai overall fit model terhadap data.
Hipotesis untuk menilai model fit adalah sebagai berikut:
H0 : Model yang dihipotesakan fit dengan data
Ha : Model yang dihipotesakan tidak fit dengan data
Test statistik yang digunakan :
1. Fungsi likelihood.
Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang
dihipotesakan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesa
nol dan alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Test ini
dapat juga digunakan untuk menentukan jika variabel bebas
ditambahkan ke dalam model apakah secara signifikan
memperbaiki model fit. Penilaian keseluruhan model dilakukan
dengan membandingkan nilai antara -2 Log likelihood (-2LL) pada
awal (Block 0: Beginning Block) dimana model hanya
memasukkan konstansta, dengan -2 Log likelihood (-2LL) pada
akhir (Block 1: Method = Enter) dimana model memasukkan
konstansta dan variabel bebas.
Pada penelitian ini nilai -2LL awal adalah sebesar 184,735.
Setelah dimasukan lima variabel independen, maka nilai -2LL
mengalami penurunan menjadi sebesar 72,150. Penurunan nilai -
2LL ini menunjukkan model regresi yang baik, dimana variabel
bebas yang ditambahkan ke dalam model secara signifikan
memperbaiki model fit. Dengan kata lain H0 diterima, model yang
dihipotesakan fit dengan data. Hasil penilaian keseluruhan model
dapat dilihat pada lampiran-1.
2. Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test.
Digunakan untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris
cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai Hosmer and
Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari
0.05, maka hipotesis nol ditolak yang berarti ada perbedaan
signifikan antara model dengan nilai observasinya. Jika nilai
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test lebih besar dari
43

0.05 maka hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model
mampu memprediksi nilai observasinya atau dengan kata lain
model dapat diterima karena cocok dengan data observasinya.
Pada penelitian ini nilai Chi-square pada Hosmer and
Lemeshow Test adalah 9,493 dengan signifikansi 0,302. Angka
sig.0,302 lebih besar dari 0,05, dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada penelitian ini H0 diterima, model mampu
memprediksikan nilai observasinya atau dengan kata lain model
dapat diterima karena cocok dengan data observasinya. Hasil
Hosmer and Lemeshow Test dapat dilihat pada tabel-10.
Tabel-10. Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 9.493 8 .302

b. Pengujian Simultan
Pengujian simultan pada model regresi logistik ditunjukkan
dengan nilai Omnibus Test of Model Coefficients, dengan hipotesis
sebagai berikut:
H0 : α >0,05 variabel kualitas audit, opini audit tahun
sebelumnya, prediksi kebangkrutan, pertumbuhan
perusahaan dan restrukturisasi utang secara
bersama-sama tidak berpengaruh terhadap opini
auditor tentang going concern.
H1 : α<0,05 variabel kualitas audit, opini audit tahun
sebelumnya, prediksi kebangkrutan, pertumbuhan
perusahaan dan restrukturisasi utang secara
bersama-sama berpengaruh terhadap opini auditor
tentang going concern.
Pada penelitian ini nilai Chi-square pada Omnibus Test of Model
Coefficients adalah sebesar 112,585 dengan tingkat signifikansi
sebesar 0,000. Angka sig.0,000 adalah lebih kecil dari 0,05 (p-value
0,000<0,05), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada
penelitian ini H0 ditolak dan H1 diterima, dengan kata lain pada
penelitian ini variable kualitas audit, opini audit tahun sebelumnya,
44

prediksi kebangkrutan, pertumbuhan perusahaan dan restrukturisasi


utang secara bersama-sama berpengaruh terhadap opini auditor
tentang going concern.
Tabel-11. Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 112.585 5 .000
Block 112.585 5 .000
Model 112.585 5 .000

c. Koefisien determinasi
Besarnya nilai koefisien determinasi pada model regresi logistik
ditunjukkan dengan nilai Nagelkerke R Square. Pada penelitian ini
nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar 0,756. Hal ini menunjukkan
bahwa variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh
variabel independen adalah sebesar 75,6 persen, sedangkan sisanya
sebesar 24,4 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar
model penelitian. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel-12
Tabel-12. Model Summary
Step -2 Log Cox & Snell Nagelkerke
likelihood R Square R Square
1 72.150a .558 .756

d. Tabel klasifikasi
Tabel klasifikasi menunjukkan kekuatan dari model regresi untuk
memprediksi probabilitas penerimaan Opini Auditor Tentang Going
Concern oleh perusahaan. Kekuatan prediksi tersebut dinyatakan
dalam bentuk persentase. Hasil pengujian pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel-13.
Tabel-13. Klasifikasi
Predicted
OATGC Percentage
Observed 0 1 Correct

Step 1 OATGC 0 75 9 89.3


1 4 50 92.6

Overall Percentage 90.6


45

Dari tabel-13 diketahui bahwa kekuatan model regresi untuk


memprediksi probabilitas penerimaan Opini Auditor Tentang Going
Concern pada penelitian ini adalah sebesar 92,6 persen. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan model regresi, diprediksi
sebanyak 50 perusahaan akan menerima Opini Auditor Tentang
Going Concern dari total 54 perusahaan yang menerima opini
tersebut. Sedangkan kekuatan model regresi untuk memprediksi
probabilitas perusahaan yang menerima opini auditor non going
concern adalah sebesar 89,3 persen, yaitu sebanyak 75 perusahaan
dari total 84 perusahaan yang menerima opini auditor non going
concern.
e. Uji Multikolinearitas
Pada regresi logistik pengujian multikolinearitas dilakukan dengan
menggunakan matriks korelasi antar variabel independen untuk
melihat besarnya korelasi antar variabel independen. Model regresi
yang baik adalah regresi dengan tidak adanya gejala korelasi yang
kuat antar variabel independennya. Hasil pengujian ditampilkan pada
tabel-14.
Dari tabel-14 hasil pengujian multikolinearitas pada penelitian ini
menunjukkan bahwa tidak ada nilai koefisien korelasi antar variabel
independen yang lebih besar dari angka 0,8. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat gejala multikolinearitas yang kuat
antar variabel independen tersebut.
Tabel-14. Matriks korelasi
Const
KSI OATS ZSCORE PL RU
ant

Step 1 Constant 1.000 -.283 -.695 -.312 .094 .002

KSI -.283 1.000 .000 .052 -.033 -.275

OATS -.695 .000 1.000 .112 -.101 -.325

ZSCORE -.312 .052 .112 1.000 .043 .039

PL .094 -.033 -.101 .043 1.000 .125

RU .002 -.275 -.325 .039 .125 1.000


46

4.2.3 Pengujian Hipotesis


Wald Test digunakan untuk menguji apakah masing-masing koefisien
regresi logistik signifikan. Uji hipotesisnya adalah sebagai berikut :
H0: variabel independen tidak mempunyai pengaruh terhadap
variabel dependen
Ha: variabel independen mempunyai pengaruh terhadap variabel
dependen
Wald Test dapat dilihat dari bawah tabel Variables in the equation,
dengan dasar pengambilan keputusan adalah :
 Jika p- value > α (0.05), maka Ho diterima dan Ha di tolak.
 Jika p- value ≤ α (0.05), maka H o ditolak dan Ha diterima.
Model regresi logistik dapat dibentuk dengan melihat nilai estimasi
parameter dalam Variables in The Equation. Pada penelitian ini model
regresi yang terbentuk berdasarkan nilai estimasi parameter dalam
Variables in The Equation adalah sebagai berikut :

OATGC
Ln = -2,202 -0,089 KSI + 3,839 OATS - 0,559 Zscore
1-OATGC - 0,012 PL -0,099 RU

Estimasi parameter dari model dan tingkat signifikansinya dapat dilihat


pada tabel-15.

Tabel-15. Variables in the equation


B S.E. Wald df Sig. Exp (B)
a
Step 1 KSI -.089 .712 .016 1 .900 .915
OATS 3.839 .701 29.968 1 .000 46.470
ZSCORE -.559 .213 6.868 1 .009 .572
PL -.012 .020 .385 1 .535 .988
RU -.099 .792 .016 1 .901 .906
Constant -2.202 .581 14.370 1 .000 .111
47

Berdasarkan tabel-15 hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini


dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Pengujian hipotesis kedua (H2)
Hipotesis kedua menyatakan bahwa kualitas audit berpengaruh
terhadap opini auditor tentang going concern. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa variabel kualitas audit dengan dimensi KAP
spesialisasi industri memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,089
dengan tingkat signifikansi sebesar 0,900. Tingkat signifikansi
sebesar 0,900 adalah lebih besar dari α (0,05). Karena nilai 0,900 > α
(0,05), maka H0 diterima dan H2 ditolak. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa variabel kualitas audit tidak berpengaruh terhadap
opini auditor tentang going concern.
2) Pengujian hipotesis ketiga (H3)
Hipotesis ketiga menyatakan bahwa opini audit tahun sebelumnya
berpengaruh terhadap opini auditor tentang going concern. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya
memiliki koefisien regresi positif sebesar 3,839 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,000. Tingkat signifikansi sebesar 0,000 adalah
lebih kecil dari α (0,05). Karena nilai 0,000 < α (0,05), maka H0
ditolak dan H3 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
variabel opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini
auditor tentang going concern. Koefisien regresi positif menunjukkan
bahwa arah pengaruh dari opini audit tahun sebelumnya terhadap
penerimaan opini auditor tentang going concern adalah positif.
Dengan kata lain perusahaan yang menerima opini auditor tentang
going concern pada tahun sebelumnya memiliki kemungkinan yang
besar untuk menerima opini auditor tentang going concern pada tahun
berikutnya.
3) Pengujian hipotesis keempat (H4)
Hipotesis keempat menyatakan bahwa prediksi kebangkrutan
berpengaruh terhadap opini auditor tentang going concern. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa variabel prediksi kebangkrutan
dengan dimensi model prediksi kebangkrutan ‘The Altman Model’
memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,559 dengan tingkat
48

signifikansi sebesar 0,009. Tingkat signifikansi sebesar 0,009 adalah


lebih kecil dari α (0,05). Karena nilai 0,009 < α (0,05), maka H0
ditolak dan H4 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
variabel prediksi kebangkrutan berpengaruh terhadap opini auditor
tentang going concern. Koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa
arah pengaruh dari variabel prediksi kebangkrutan terhadap
penerimaan opini auditor tentang going concern adalah negatif.
Dengan kata lain semakin kecil nilai Z Score pada suatu perusahaan
maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan tersebut untuk
menerima opini auditor tentang going concern.
4) Pengujian hipotesis kelima (H5)
Hipotesis kelima menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan
berpengaruh terhadap opini auditor tentang going concern. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan perusahaan
dengan dimensi pertumbuhan laba memiliki koefisien regresi negatif
sebesar -0,012 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,535. Tingkat
signifikansi sebesar 0,535 adalah lebih besar dari α (0,05). ). Karena
nilai 0,535 > α (0,05), maka H0 diterima dan H5 ditolak. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa variabel pertumbuhan perusahaan
tidak berpengaruh terhadap opini auditor tentang going concern.
5) Pengujian hipotesis keenam (H6)
Hipotesis keenam menyatakan bahwa restrukturisasi utang
berpengaruh terhadap opini auditor tentang going concern. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa variabel restrukturisasi utang
memiliki koefisien regresi negatif sebesar -0,099 dengan tingkat
signifikansi sebesar 0,901. Tingkat signifikansi sebesar 0,901 adalah
lebih besar dari α (0,05). Karena nilai 0,901 >α (0,05), maka H0
diterima dan H6 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
variabel restrukturisasi utang tidak berpengaruh terhadap opini
auditor tentang going concern.
49

4.2.4 Pembahasan Hasil Penelitian


1) Pengaruh kualitas audit terhadap opini auditor tentang going concern.
Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
kualitas audit dengan dimensi KAP spesialisasi industri tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini auditor tentang going
concern. Hal ini didukung oleh data Crosstabs (Lampiran-4) yang
menunjukkan bahwa dari 54 perusahaan yang mendapatkan opini
auditor tentang going concern, sebanyak 39 perusahaan diaudit oleh
KAP non spesialisasi industri (72,2%), sedangkan 15 perusahaan
lainnya diaudit oleh KAP spesialisasi industri (27,8%). Ini berarti
auditor, baik spesialisasi industri ataupun bukan spesialisasi industri
akan selalu berupaya memberikan opini yang sesuai dengan kondisi
perusahaan yang diauditnya. Bila suatu perusahaan menunjukkan
tanda-tanda kebangkrutan, dan auditor meyakini bahwa terdapat
kesangsian besar akan kelangsungan hidup perusahaan tersebut di
masa yang akan datang, maka auditor akan memberikan opini auditor
tentang going concern. Begitu pula sebaliknya apabila suatu
perusahaan tidak menunjukkan tanda-tanda kebangkrutan, maka
auditor akan memberikan opini audit non going concern.
Sepanjang audit yang dilakukan telah memenuhi standar yang
telah ditetapkan oleh SPAP yaitu standar umum, standar pekerjaan
lapangan dan standar pelaporan, maka auditor baik spesialisasi
industri ataupun bukan spesialisasi industri telah menjaga kualitas
auditnya dan sebagai konsekuensi opini yang diberikan akan sesuai
dengan kondisi perusahaan yang diauditnya. Hal ini terkait dengan
standar umum yang mensyaratkan keahlian, independensi dan
kemahiran profesional dalam melaksanakan audit. Apabila seorang
auditor memegang teguh standar umum tersebut dan melaksanakan
auditnya sesuai dengan standar pekerjaan lapangan dan standar
pelaporan, maka akan terjaga kualitas audit dari auditor tersebut.
Auditor yang berpegang teguh pada Standar Profesional Akuntan
Publik akan membentuk sikap integritas, objektivitas, kompetensi,
kerahasiaan dan perilaku professional.
50

Dari keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa auditor baik


spesialisasi industri ataupun bukan spesialisasi industri akan selalu
berpedoman pada Standar Profesional Akuntan Publik sehingga audit
yang dilakukan akan terjaga kualitasnya dan opini yang dihasilkan
akan sesuai dengan kondisi perusahaan yang diauditnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Praptitorini dan
Januarti (2007) yang menggunakan proksi auditor industry
specialization untuk variabel kualitas audit, dengan hasil penelitian
bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan. Santosa dan
Wedari (2007) yang menggunakan proksi skala auditor untuk variabel
kualitas audit mengemukakan bahwa kantor akuntan publik, baik
yang berskala besar maupun yang berskala kecil, akan selalu bersikap
obyektif dalam memberikan pendapat. Begitu pula dengan hasil
penelitian dari Setyarno, Januarti dan Faisal (2006) yang
menyimpulkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh terhadap opini
audit going concern.

2) Pengaruh opini audit tahun sebelumnya terhadap opini auditor tentang


going concern.
Hasil pengujian pada penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
opini audit tahun sebelumnya berpengaruh terhadap opini auditor
tentang going concern. Koefisien regresi positif menunjukkan bahwa
arah pengaruh dari opini audit tahun sebelumnya terhadap
penerimaan opini auditor tentang going concern adalah positif.
Dengan kata lain perusahaan yang menerima opini auditor tentang
going concern pada tahun sebelumnya memiliki kemungkinan yang
besar untuk menerima opini auditor tentang going concern pada tahun
berikutnya. Hal ini didukung oleh data Crosstabs (lampiran-4) yang
menunjukkan bahwa dari 54 perusahaan yang menerima opini auditor
tentang going concern, sebanyak 50 perusahaan (92,6%) pada tahun
sebelumnya mendapatkan opini auditor tentang going concern. Hanya
4 perusahaan (7,4%) yang mendapatkan opini non going concern
pada tahun sebelumnya.
51

Hal ini menunjukkan bahwa dari opini auditor tentang going


concern yang diterima oleh suatu perusahaan pada tahun sebelumnya,
auditor yang mengaudit laporan keuangan perusahaan tersebut pada
tahun berikutnya telah mendapatkan gambaran mengenai kondisi
perusahaan tersebut. Oleh karena itu pada saat pengambilan
keputusan untuk memberikan opini audit selain berdasarkan atas hasil
audit laporan keuangan tahun berjalan, auditor juga
mempertimbangkan hasil audit tahun sebelumnya. Apabila dari hasil
audit dan pertimbangan kondisi perusahaan pada tahun sebelumnya
auditor masih menyangsikan kemampuan perusahaan untuk keluar
dari kondisi financial distress dengan kata lain terdapat keraguan atas
kelangsungan hidup perusahaan, maka auditor akan memberikan
opini auditor tentang going concern.
Pada intinya penerimaan opini auditor tentang going concern
pada tahun sebelumnya akan menjadi pertimbangan besar bagi
auditor yang mengaudit perusahaan tersebut pada tahun berikutnya.
Auditor akan lebih berhati-hati dalam melaksanakan auditnya, dimana
segala aspek yang dapat menyebabkan kondisi financial distress
ataupun kondisi kebangkrutan akan benar-benar menjadi perhatian
auditor dalam menjalankan audit laporan keuangan perusahaan
tersebut yang akan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
opini audit tahun berikutnya.
Dari sisi perusahaan sendiri, kecenderungan perusahaan di
Indonesia sulit untuk keluar dari kondisi financial distress dalam
waktu singkat. Diperlukan waktu beberapa lama untuk dapat keluar
dari kondisi tersebut. Apalagi jika perusahaan tidak mengambil
langkah perbaikan operasional perusahaan itu sendiri, akan sulit
baginya untuk dapat keluar dari kondisi financial distress. Sehingga
tanpa adanya langkah perbaikan operasional dapat dipastikan
perusahaan akan tetap mengalami kesulitan keuangan dan auditor
akan tetap meragukan kelangsungan hidup perusahaan sehingga opini
yang diberikan akan tetap opini auditor tentang going concern.
Hasil dari penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Carcello
dan Neal (2000), Rahmadhany (2004) serta Setyarno et.all (2006)
52

yang menyimpulkan bahwa opini audit tahun sebelumnya


berpengaruh positif terhadap opini audit going concern. Hasil
penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian dari Santosa dan
Wedari (2007) yang juga mendapatkan hubungan yang positif antara
opini audit tahun sebelumnya dengan kecenderungan penerimaan
opini audit going concern, dimana opini audit tahun sebelumnya
cenderung meningkatkan penerimaan opini audit going concern.

3) Pengaruh prediksi kebangkrutan terhadap opini auditor tentang going


concern.
Hasil pengujian dari penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel prediksi kebangkrutan berpengaruh terhadap opini auditor
tentang going concern. Koefisien regresi negatif menunjukkan bahwa
arah pengaruh dari variabel prediksi kebangkrutan terhadap
penerimaan opini auditor tentang going concern adalah negatif.
Dengan kata lain semakin kecil nilai Z Score pada suatu perusahaan
maka akan semakin besar kemungkinan perusahaan tersebut untuk
menerima opini auditor tentang going concern.
Dari data yang ada diketahui bahwa dari 54 perusahaan yang
mendapatkan opini auditor tentang going concern, sebanyak 48
perusahaan mempunyai nilai Z Score dibawah 1,8. Hal ini berarti
sebanyak 89 persen dari perusahaan yang mendapatkan opini auditor
tentang going concern memang diprediksi akan mengalami
kebangkrutan. Hal ini mendukung hasil pengujian dari penelitian ini
yang menunjukkan bahwa variabel prediksi kebangkrutan
berpengaruh terhadap opini auditor tentang going concern, dimana
perusahaan yang diprediksi akan mengalami kebangkrutan
mempunyai kemungkinan yang sangat besar untuk mendapatkan
opini auditor tentang going concern.
Apabila suatu perusahaan diperkirakan akan mengalami
kebangkrutan, otomatis hal tersebut dapat menimbulkan keraguan
dari auditor akan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Apabila
setelah dilakukan evaluasi, auditor tetap menyangsikan kemampuan
53

perusahaan tersebut untuk bertahan hidup maka auditor akan


memberikan opini auditor tentang going concern.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Fanny
dan Saputra (2005) yang menyatakan bahwa model prediksi
kebangkrutan yang dikembangkan oleh Altman mempengaruhi
ketepatan pemberian opini audit going concern. Hasil penelitian ini
juga konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyarno et.al
(2006) yang menyimpulkan bahwa model prediksi kebangkrutan
sebagai proksi dari kondisi keuangan perusahaan berpengaruh negatif
terhadap kemungkinan penerimaan opini going concern. Santosa dan
Wedari (2007) juga menyimpulkan bahwa kondisi keuangan
berpengaruh negative terhadap kecenderungan penerimaan opini audit
going concern ketika proksi model kebangkrutan yang digunakan
adalah the Altman model dan the Springate model. Begitu pula
dengan hasil penelitian dari Rudyawan dan Badera (2009) yang
menyimpulkan bahwa model prediksi kebangkrutan berpengaruh
pada penerimaan opini audit going concern.

4) Pengaruh pertumbuhan perusahaan terhadap opini auditor tentang


going concern.
Hasil pengujian dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel
pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap opini auditor
tentang going concern. Perusahaan dengan negative growth sepintas
mungkin mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke arah
kebangkrutan, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan tolak ukur
dalam pemberian opini auditor tentang going concern.
Dari 138 perusahaan sampel sebanyak 84 perusahaan memiliki
negative growth. Dari data tersebut seharusnya dapat disimpulkan
bahwa sebanyak 84 perusahaan sampel memiliki kecenderungan yang
lebih besar kearah kebangkrutan dengan kata lain memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan opini auditor tentang
going concern. Namun demikian pada kenyataannya hanya 39
perusahaan (46%) yang memiliki negative growth yang mendapatkan
opini auditor tentang going concern. Hal ini menimbulkan
54

pertanyaan mengapa banyak perusahaan dengan negative growth bisa


mendapatkan opini auditor non going concern. Sebaliknya dari 54
perusahaan yang mendapatkan opini auditor tentang going concern,
sebanyak 15 perusahaan adalah perusahaan dengan positive growth.
Kembali timbul pertanyaan mengapa perusahaan dengan positive
growth bisa mendapatkan opini auditor tentang going concern.
Perusahaan dengan negative growth sepintas mungkin terlihat
sebagai perusahaan yang mengalami financial distress dan memiliki
kecenderungan ke arah kebangkrutan. Namun pada kenyataannya hal
tersebut tidak dapat dijadikan sebagai acuan. Suatu perusahaan yang
sehat mungkin pada suatu masa mengalami penurunan laba bersih
selama beberapa tahun berturut-turut. Namun bila dicermati lebih
lanjut, penurunan laba bersih tersebut mungkin saja bukan
dikarenakan adanya penurunan kegiatan operasional perusahaan,
dalam arti mungkin saja secara operasional perusahaan tersebut
sebenarnya mengalami kenaikan laba usaha sehingga tergolong dalam
perusahaan sehat. Atau jika perusahaan tersebut memang mengalami
penurunan laba usaha, hal tersebut tidak sampai membuat perusahaan
mengalami kerugian dan perusahaan masih dapat dikategorikan
sebagai perusahaan sehat. Penurunan laba bersih dapat disebabkan
dari kegiatan non operasional perusahaan seperti adanya kerugian
selisih kurs, kerugian penjualan asset, dan sebagainya. Sehingga pada
saat diaudit oleh auditor, opini yang diberikan adalah opini auditor
non going concern. Jadi perusahaan dengan negative growth dapat
menerima opini going concern jika secara operasional perusahaan
memang mengalami kerugian, sebaliknya perusahaan dengan
negative growth juga dapat menerima opini non going concern jika
secara operasional perusahaan tersebut dapat dikategorikan sebagai
perusahaan sehat.
Perusahaan dengan positive growth, sepintas mungkin terlihat
sebagai perusahaan sehat. Namun demikian bila dicermati lebih
lanjut, terdapat kemungkinan laba bersih yang didapat perusahaan
tersebut bukan berasal dari kegiatan operasional perusahaan tapi dari
kegiatan non operasional seperti dari adanya restrukturisasi utang
55

yang berakibat pada penurunan beban bunga, atau dari keuntungan


penjualan aset dan selisih kurs. Terdapat kemungkinan perusahaan
tersebut sebenarnya secara operasional mengalami kerugian usaha
dan termasuk dalam kategori perusahaan yang mengalami financial
distress. Sehingga pada saat diaudit opini yang diberikan auditor
adalah opini auditor tentang going concern. Jadi perusahaan dengan
positive growth dapat menerima opini going concern apabila secara
operasional memang mengalami kerugian, sebaliknya perusahaan
dengan positive growth juga dapat menerima opini non going concern
jika secara operasional perusahaan tersebut memang sehat.
Hasil pengujian pada penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Fanny dan Saputra (2005) yang menemukan bukti empiris
bahwa ratio pertumbuhan aktiva tidak berpengaruh signifikan
terhadap kemungkinan penerimaan opini audit going concern. Hasil
penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian Setyarno et.al
(2006) yang menyatakan bahwa rasio pertumbuhan perusahaan tidak
berpengaruh terhadap opini audit going concern. Begitu pula dengan
hasil penelitian dari Santosa dan Wedari (2007) yang menyimpulkan
bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh terhadap
kemungkinan penerimaan opini audit going concern, dan hasil penelitian
dari Rudyawan dan Badera (2009) yang menyimpulkan hal yang
sama, bahwa pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh pada
penerimaan opini audit going concern.

5) Pengaruh restrukturisasi utang terhadap opini auditor tentang going


concern.
Pada awalnya restrukturisasi utang diharapkan dapat menjadi
salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk dapat
memulihkan kondisi financial distress pada perusahaannya. Dengan
demikian diharapkan kelangsungan hidup perusahaan dapat terjaga
yang berakibat tidak dikeluarkannya opini auditor tentang going
concern. Namun demikian hasil pengujian pada penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel restrukturisasi utang tidak berpengaruh
terhadap penerimaan opini auditor tentang going concern.
56

Pada saat perusahaan mengalami kondisi financial distress, salah


satu langkah yang mungkin diambil oleh perusahaan adalah
restrukturisasi utang. Namun demikian melakukan restrukturisasi
utang saja tanpa diiringi dengan perbaikan operasional perusahaan
tidak akan dapat mengeluarkan perusahaan dari kondisi financial
distress, hal ini disebabkan karena restrukturisasi utang bukanlah
kegiatan utama perusahaan dimana restrukturisasi utang dilakukan
terhadap utang jangka panjang sehingga tidak berpengaruh terhadap
working capital. Sehingga tanpa adanya restrukturisasi operasional
perusahaan atau perbaikan kegiatan operasional, perusahaan akan
tetap berada pada kondisi financial distress. Pada akhirnya opini yang
diberikan oleh auditor tetap opini going concern.
Dari data Crosstabs (lampiran-4) terlihat hanya 23 perusahaan
(16,7%) yang mengambil langkah restrukturisasi utang dari total 138
perusahaan sampel yang mengalami financial distress. Dan dari 84
perusahaan yang mendapatkan opini auditor non going concern hanya
6 perusahaan (7%) yang melakukan restrukturisasi utang. Sedikitnya
jumlah perusahaan yang melakukan restrukturisasi utang dapat
disebabkan oleh kondisi ekonomi makro dimana akibat krisis
ekonomi Amerika pada tahun 2008 yang merambat menjadi krisis
ekonomi global turut mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Banyaknya investor asing yang menarik dananya dari Indonesia
berakibat pada jatuhnya nilai mata uang rupiah. Akibatnya
perusahaan yang mengalami imbas dari krisis lebih banyak
melakukan rescheduling utang daripada restrukturisasi utang melalui
metode debt to equity swap. Hal ini dikarenakan kreditur tidak mau
menanggung resiko pengalihan utang menjadi modal apabila
perusahaan mengalami kebangkrutan akibat krisis ekonomi.
Hasil pengujian pada penelitian ini tidak mendukung hasil
penelitian dari Setyowati (2006) yang merumuskan bahwa strategi
restrukturisasi utang berpengaruh signifikan negatif terhadap
kemungkinan penerimaan opini going concern. Perbedaan hasil
pengujian mungkin dikarenakan adanya perbedaan jangka waktu
57

penelitian yang berakibat berbedanya kondisi perekonomian yang


dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan sampel.

Anda mungkin juga menyukai