BRONKITIS
Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia
dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin. Berbagai
transisi yang ada, baik transisi demografik, sosio-ekonomi maupun epidemiologi telah
menimbulkan pergeseran-pergeseran, termasuk bidang kesehatan. Angka kematian menurun dan
usia harapan hidup secara umum makin panjang, pola penyakit dan penyebab kematian telah
berubah. Penyakit menular yang selalu menjadi penyebab kesakitan dan kematian utma mulai
bergeser dan digantikan oleh penyakit tidak menular, salah satunya adalah penyakit pada saluran
pernapasan yaitu bronkitis (Rinaldi, 2013).
Bronkitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakhea oleh berbagai sebab.
Bronkitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratroy Syncitial
virus (RSB), virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat
dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli (campak), pertusis (batuk rejan), dan infeksi
Mycoplasma pneumoniae. Penyebab bronkhitis lainnya bisa juga oleh bakteri seperti
Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophylus influenzae. Selain itu,
bronkhitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Muttaqin 2008: 117).
Menurut World Health Organization (WHO) bronkitis kronis merupakan jenis penyakit yang
dekat dengan chronic obstructive pulmonary disease (CORD) ataupun penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Saat ini, penyakit bronkitis diderita oleh sekitar 64 juta orang di dunia.
Penggunaan tembakau, polusi udara dalam ruangan/luar ruangan dan debu serta bahan kimia
adalah faktor resiko utama (WHO, 2015).
Di Amerika Serikat prevalensi rate untuk bronkitis kronik adalah berkisar 4,45% atau 12,1 juta
jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. Sedangkan ekstrapolasi (perhitungan)
tingkat prevalensi bronkitis kronik di Mongolia berkisar 122.393 orang dari populasi perkiraan
yang digunakan adalah berkisar 2.751.314 juta jiwa. Untuk daerah ASEAN, negara Thailand
salah satu negara yang merupakan angka ekstrapolasi tingkat prevalensi bronkitis kronik yang
paling tinggi yaitu berkisar 2.885.561 jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar
64.865.523 jiwa, untuk negara Malaysia berada di sekitar 1.064.404 dari populasi perkiraan yang
digunakan sebesar 23.552.482 jiwa (Rinaldi, 2013).
Angka kejadian bronkitis di Indonesaia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun,
bronkitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya (PDPI, 2013). Menurut Rinaldi
(2013) di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien PPOK dengan prevalensi 5,6%. Angka
ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah
perokok atau mantan perokok. Bronkitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan
trakhea oleh berbagai sebab. Bronkitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti
Rhinovirus, Respiratroy Syncitial virus (RSB), virus influenza, virus parainfluenza, dan
coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli,
pertusis, dan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Penyebab bronkhitis lainnya bisa juga oleh
bakteri seperti Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenzae. Selain
itu, bronkhitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Muttaqin 2008:
117).
DEFINISI
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai trakea dan laring,
sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili,
pertusis, difteri dan tipus abdominalis. Bronkitis kronis menunjkkan kelainan pada bornkus yang
sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal
dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan keadaan yang
berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk
menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2
tahun secara berturut-turut (Somantri, 2009: 57).
Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam
satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkiolus menggangu
pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama
bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentang terhadap kekambuhan infeksi
saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikoplasma yang luas dapat
menyebabkan episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama
musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka
yang rentan (Smeltzer & Bare, 2002: 600).
ETIOLOGI
1.1.2 Etiologi
Penyebab bronkitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkitis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Namun,
pada umumnya bronchitis disebabkan oleh virus seperti Rhinivirus, RSV, virus influenza, virus
parainfluenza, Adenovirus, virus rubella, dan Paramexovirus dan bronchitis karena bakteri
biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, Bordatella pertussis atau Corinebacterium
diphteriae (Rahajoe, 2012). Menurut laporan terdapat penyebab lain dapat terjadi melalui zat
iritan seperti asam lambung atau polusi lilngkungan dan dapat ditemukan setelah perjalanan yang
berat, seperti saat aspirasi setelah muntah, atau perjalanan dalam jumlah besar yang
disebabkan zat kimia dan menjadikan bronchitis kronis (Rahajoe, 2012). Sedangkan kelainan
fisik yang dapat menyebabkan terjadinya bronkitis, antara lain:
1.1.2.1 Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkitis terjadi sejak dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor
pertumbuhan dan faktor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkitis yang timbul
kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
1) Bronkitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
2) Bronkitis kongenital
Bronkitis kongenital ini sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainya, misalnya :
mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital,
sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau gamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak
kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga
menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut :
tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis kongenital.
1.1.2.2 Kelainan didapat
1) Infeksi
Bronkitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan
berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang
diderita semasa anak.
2) Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus
alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus
3) Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah virus.
Sebagai contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza
Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak yang menderita
Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan
bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh
bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik.
1.1.3 Klasifikasi
1.1.3.1 Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakea dan laring,
sehingga sering dinamai juga dengan laringotrakeobronkhitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelaianan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada
morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis (Somantri, 2012: 57).
Sedangkan menurut Nurarif (2015: 96) bronchitis akut merupakan infeksi saluran
pernapasan akut bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang mendadak dan berlangsung lebih
singkat. Pada jenis ini inflamasi disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri dan kondisinya
diperparah oleh pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi,
dll.
1.1.3.2 Bronkitis kronik
Menurut Price (2005: 784) bronkitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang
ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai
batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. Sputum yang terbentuk pada bronkitis kronik dapat
mukoid atau purulen. Sedangkan menurut Bruner & Suddarth bronkitis kronis didefinisikan
sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun
berturut-turut (2001: 600). Pada penyakit ini peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa
waktu dan terjadi obstruksi/ hambatan pada aliran udara yang noermal didalam bronkus (Nurarif,
2015).
1.1.6 Komplikasi
1.1.6.1 Bronkitis kronik
1.1.6.2 Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronkitis sering mengalami infeksi berulang biasanya
sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka
drainase sputumnya kurang baik.
1.1.6.3 Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
1.1.6.4 Efusi pleura atau empisema
1.1.6.5 Abses metastasis di otak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus.
Sering menjadi penyebab kematian
1.1.6.6 Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang
arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan
tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
1.1.6.7 Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
1.1.6.8 Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
1.1.6.9 Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan luas.
1.1.6.10 Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang
terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa
serta proteinurea.
1.1.6.11 Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat
terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
(Corwin, 2009: 573)
1.1.7 Penatalaksanaan
1.1.7.1 Antimikrobial
Antimikrobial digunakan dengan cara mengontrol infeksi serta meningkatkan drainase bronkial
untuk membersihkan daerah paru-paru yang mengalami sekresi yang berlebihan. Infeksi ini
dapat dikontrol dengan pemberian obat antimikrobial, yang berdasarkan hasil uji sensitivitas
kultur organisme dari sputum. Pasien mnungkin akan diberikan obat antibiotik selama bertahun-
tahun dengn tipe antibiotik yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval (Somantri,
2008: 129).
1.1.7.2 Bronkodilator
Bronkodilator dapat diberikan kepada pasien yang juga mengalami penyakit jalan napas
obstruktif dan dapat juga digunakan sebagai bronkodilatasi untuk meningkatkan kerja mukosilia
untuk mengeluarkan sekret (Somantri, 2008: 129).
1.1.7.3 Aerosolized nebulizer
Untuk meningkatkan pengenceran dan pengeluaran sputum dapat diberikan aerosolized
nebulizer dan dengan meningkatkan intake cairan. Facetent sangat ideal untuk memberikan
kelembapan tambahan pada aerosol (Somantri, 2008: 129).
1.1.7.4 Postural drainage
Postural drainage merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan medis untuk bronkitis.
Drainase yang memanfaatkan gaya gravitasi diharapkan akan mengurangi jumlah sekret dan
tingkat infeksi (sering kali sputum mukopurulen harus diangkat dengan bronchoscopy). Pada
area dada, lakukan perkusi untuk membantu menaikan sekresi. Postural drainage dimulai pada
waktu jangka pendek dan selanjutnya meningkat (Somantri, 2008: 129)..
1.2.3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum yang
ditandai dengan RR meningkat, terdengar ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum
(warna: kuning kehijauan, merah; kekentalan, jumlah).
Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil:
- RR 12-20 x/mnt
- Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi
- Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi
- Produksi sputum berkurang, konsistensi encer
- Batuk efektif
Intervensi:
1) Jelaskan pada orangtua penyebab ketidakefektifan jalan nafas
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2) Beri minum susu hangat atau air hangat
R/ Air hangat/susu hangat dapat membantu proses drainase sekret.
3) Lakukan penguapan memakai alat berocare/nebulizer dengan terapi mukolitik dan bronkodilator
(ventolin).
R/ mukolitik dapat mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat melebarkan bronkus/jalan
nafas.
4) Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat secret
R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru dan membawanya ke
saluran nafas yang lebih besar.
5) Lakukan penghisapan/suction
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak
mampu batuk efektif.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotic
R/ antibiotik mempunyai aktivitas untuk membunuh bakteri dalam alveoli.
7) Observasi RR, pola pernafasan, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum
R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan sehingga perlu dilakukan tindakan.
1.2.3.3 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi
yang ditandai dengan pasien sesak, nadi >100x/menit, TD >120/80mmHg, didapatkan tanda
hypoksi: gelisah, suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
Tujuan : Pasien memperlihatkan pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan criteria hasil :
- Tidak ada dispneu
- Pola nafas normal
- RR normal (12-20 kali/mnt)
- Tidak ada retraksi dada
- Tidak ada suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
Intervensi :
1) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif terhadap tindakan keperawatan
yang dilakukan.
2) Berikan posisi semifowler atau fowler
R/ posisi semifowler membuat diafragma tidak terdorong oleh isi abdomen sehingga ekspansi
paru meningkat.
3) Kolaborasi dalam pemberian Oksigen
R/ Oksigen akan meningkatkan oksigen alveoli dan oksigenasi arteri untuk memperbaiki
hipoksemia
4) Observasi pola nafas, RR, adanya retraksi dada
R/ menilai keberhasilan tindakan dan menentukan tindakan selanjutnya
1.2.3.4 Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui
alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan akral dingin, CRT>2 detik, nampak adanya
sianosis, nadi lemah.
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria
hasil:
- Akral hangat
- CRT<2 detik
- Tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer
- Nadi normal (60-100x/menit), reguler, kuat dan jelas
Intervensi :
1) Jelaskan kepada klien dan keluarga tindakan yang akan diberikan
R/ Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan peran serta dan keterlibatan pasien dan keluarga
dalam tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
2) Minta pasien untuk tetap beristirahat
R/ mencegah pasien terlalu lelah
3) Kolaborasi dalam pemberian: oksigen masker
R/ oksigen diberikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan oksigen yang kurang
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus
R/ Sebagai hidrasi untuk membantu mengencerkan sekret
5) Kolaborasi dalam pemberian inotropik (dopamin dan dobutamin) jika diperlukan
R/ untuk mengatasi syok akibat gangguan hemodinamik
6) Observasi kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu dispneu, CRT>2 detik, retraksi dada, RR 12-
20x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan
R/ perbaikan kondidi mengindikasikan adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen
1.2.3.5 Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bakterimia/viremia yang ditandai dengan suhu
>37,5oC, kulit kemerahan, akral panas, takikardia.
Tujuan: Pasien mengalami penurunan suhu setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil :
- Pasien panasnya turun (36,5-37,5oC)
- Kulit tidak tampak kemerahan
- Akral hangat
- Nadi normal (60-100x/menit)
Intervensi:
1) Jelaskan kepada orang tua penyebab demam.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2) Berikan kompres air hangat
R/ Kompres air hangat mampu membantu tubuh untuk mengeluaarkan panas dengan cara
konduksi.
3) Anjurkan orangtua memberikan pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ Pakaian tipis mempercepat penurunan suhu dengan cara radiasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik dan antipiretik (10-15mg/kgBB)
R/ Antipiretik mengandung parasetamol yang dapat membantu untuk menurunkan panas
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan per IV atau oral sesuai dengan kebutuhan cairan pada anak
dengan menggunakan rumus Holiday Segar menurut BB anak yaitu BB >20 Kg = 1500 + 20
ml/KgBB, maka BB anak 31,5 Kg, berarti 1500 + 20 (31,5) = 1500 + 630 = 2130 cc/24 jam
R/ Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
6) Observasi kondisi pasien: suhu tubuh 36,5 – 37,5oC, akral hangat, badan tidak panas, nadi
R/ Hasil observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
1.2.3.6 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat
adanya penumpukan sekret yang ditandai dengan BB menurun, lemas, ibu mengungkapkan anak
kurang nafsu makan.
Tujuan : Pasien menunjukkan perbaikan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
- Anak tidak lemas
- Tidak mual, muntah
- Hb dalam batas normal (12,9 g/dL)
- BB ideal sesuai dengan usia
Intervensi
1) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat dan tipe diet TKTP yang dibutuhkan pada orang tua
pasien.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2) Berikan makanandalam jumlah sedikit tapi sering, jika mungkin kombinasikan dengan makanan
yang disukai anak.
R/ Makanan dalam jumlah sedikit namun sering akan menambah energi. Makanan yang menarik
dan disukai dapat meningkatkan selera makan.
3) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik.
R/ Mengurangi tidak enak pada perut.
4) Observasi BB tiap hari dengan alat ukur yang sama.
R/ Peningkatan berat badan menandakan indikator keberhasilan tindakan.
Daftar Pustaka
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Dona L. Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Nurarif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Medication Jogja.
Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
SUHAN KEPERAWATAN PADA A
n. Y
DENGAN
RSUD SURAKARTA
ABSTRAK
Latar Belakang
Bronkitis m
Bronkitis
resiko penularan b
ronkitis
orang/
tahun.
Tujuan
untuk
Hasil
di Ruang Anggrek 8
napas.
3x24
jam didapatkan hasil bersihan jalan napas efektif, pola nafas efektif,
Kesimpulan
dapat teratasi.
Kata kunci
: Asuhan keperawatan
41 pages)
ABSTRACT
Background
Purpose
Results
earance
with shortness of breath, nutritonal inbalance associated with weight loss. After
nursing actions during 3x24 hours showed an effetive airway clearance, effective
Conclusion
:
necessary for the success of nursing care to patient so that hygiene problems
demand can be
Keywords
airway clearance.
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
anak
(Marni, 2014).
masyarakat yang
a.
Sniusitis
b.
Otitis media
c.
Bronkhietasis
d.
Obstruksi Kronik)
e.
Gagal napas
5.
Klasifikasi
Menurut Arif (2008) Bronkitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut:
a.
Bronkitis akut
b.
Bronkitis kronis
yang lama, terutama pada perokok, bronkitis kronis ini juga berarti
berbulan
C.
TINJAUAN KASUS
1.
Biodata
laki, orang tua klien beragama Islam, belum sekolah, dan beralamat
2.
Data Fokus
Data
subyektif
sekret
Data obyektif :
: 89 x/menit
, S : 36.2
Rr : 35
x/menit
,s
,b
erat badan
Sebelum : 17 kg
, Saat
: 14 kg
3.
Diagnosa
1.
2.
3.
ubuh b.d
tiap
agian.
D.
SIMPULAN
Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan
seperti sinusitis,
berikut:
1.
sekret.
2.
Pola napas t
3.
sebagian.
SARAN
1.
Demi k
faktor
pencetus yang dapat membuat penyakit Bronkitis pada pasien
kambuh.
2.
Penulis
konsep
3.
Pembaca
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. 2008.
Doengoes, M. E. 2009.
Ringel
,E
. 2012.
. Jakarta: Indeks.
Handayani
W dan Sulistyo
A. 2008.
Hockenberry
M and Wilson
D. 2008.
Pediatric Nursing
. ISBN.
Irianto
, Koes. 2012.
. Bandung: Alfabeta.
Marni. 2014.
Yogyakarta: Goysen
Publishing.
Nanda. 2012.
Diagnosa Keperawatan
. Jakarta:
EGC.
Shewrwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC
Widagdo. 2012.
Jakarta : Erlangga.
. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Wil
. Edisi 9. Jakarta:
EGC.
Volume 2. Jakarta:
EGC
LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS
I. DEFINISI
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan tersebut
disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2007).
Bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga minggu
(Samer Qarah, 2007).
Bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam
setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal
selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi
pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.
Macam-macam Bronchitis
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2
hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa
masalah yang lain.
Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam
jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti
menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga
tahunan.
II. ETIOLOGI
Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh,
yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.
III. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari
serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis
bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama
kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi
(terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons
inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme.
Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak
mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan
produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary
defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien
dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan
sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi
mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal
(sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya
mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam
jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat
laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama
selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus,
hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari
hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada
FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive
Heart Failure).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Sinar x dadaDapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan
area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi. Tes fungsi paruUntuk
menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat
disfungsi. TLC : Meningkat.
Volume residu : Meningkat. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat. GDA :
PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal. BronchogramMenunjukkan di latasi silinder
bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa. Sputum : Kultur untuk
menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen. EKG : Disritmia atrial,
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
VI. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada
mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) ,
cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe
hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal
jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan
jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati
dan limpa serta proteinurea.
X. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN CRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
Respiratory status : Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk Ventilation Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau Respiratory status : Airway suctioning
obstruksi dari saluran pernafasan patency Auskultasi suara nafas sebelum dan
untuk mempertahankan kebersihan Aspiration Control sesudah suctioning.
jalan nafas. Informasikan pada klien dan
Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
Batasan Karakteristik : Mendemonstrasikan batuk Minta klien nafas dalam sebelum
- Dispneu, Penurunan suara nafas efektif dan suara nafas yang suction dilakukan.
- Orthopneu Berikan O2 dengan menggunakan
bersih, tidak ada sianosis dan
- Cyanosis dyspneu (mampu nasal untuk memfasilitasi suksion
- Kelainan suara nafas (rales, mengeluarkan sputum, nasotrakeal
wheezing) mampu bernafas dengan Gunakan alat yang steril sitiap
- Kesulitan berbicara mudah, tidak ada pursed lips) melakukan tindakan
-
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada Menunjukkan jalan nafas yang Anjurkan pasien untuk istirahat dan
- Mata melebar paten (klien tidak merasa napas dalam setelah kateter
- Produksi sputum tercekik, irama nafas, dikeluarkan dari nasotrakeal
- Gelisah frekuensi pernafasan dalam Monitor status oksigen pasien
- Perubahan frekuensi dan irama rentang normal, tidak ada Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas suara nafas abnormal) melakukan suksion
Mampu mengidentifikasikan Hentikan suksion dan berikan
Faktor-faktor yang berhubungan: dan mencegah factor yang oksigen apabila pasien
dapat menghambat jalan menunjukkan bradikardi,
- Lingkungan : merokok, menghirup peningkatan saturasi O2, dll.
asap rokok, perokok pasif-POK, nafas
infeksi
- Fisiologis : disfungsi Airway Management
neuromuskular, hiperplasia dinding Buka jalan nafas, guanakan teknik
bronkus, alergi jalan nafas, asma. chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme Posisikan pasien untuk
jalan nafas, sekresi tertahan, memaksimalkan ventilasi
banyaknya mukus, adanya jalan Identifikasi pasien perlunya
nafas buatan, sekresi bronkus, pemasangan alat jalan nafas buatan
adanya eksudat di alveolus, adanya Pasang mayo bila perlu
benda asing di jalan nafas. Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica Ester,
Edisi 3. EGC: Jakarta.
Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi,
Edisi 5. EGC. Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji. 1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit FKUI: Jakarta.
http://botol-infus.blogspot.com/2010/07/askep-bronkitis.html
http://medicastore.com/penyakit/14/Bronkitis.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bronkitis