Anda di halaman 1dari 50

APA ITU BRONKITIS?

BRONKITIS
Pembangunan kesehatan merupakan bagian terpadu dari pembangunan sumber daya manusia
dalam mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir dan batin. Berbagai
transisi yang ada, baik transisi demografik, sosio-ekonomi maupun epidemiologi telah
menimbulkan pergeseran-pergeseran, termasuk bidang kesehatan. Angka kematian menurun dan
usia harapan hidup secara umum makin panjang, pola penyakit dan penyebab kematian telah
berubah. Penyakit menular yang selalu menjadi penyebab kesakitan dan kematian utma mulai
bergeser dan digantikan oleh penyakit tidak menular, salah satunya adalah penyakit pada saluran
pernapasan yaitu bronkitis (Rinaldi, 2013).
Bronkitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan trakhea oleh berbagai sebab.
Bronkitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti Rhinovirus, Respiratroy Syncitial
virus (RSB), virus influenza, virus parainfluenza, dan coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat
dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli (campak), pertusis (batuk rejan), dan infeksi
Mycoplasma pneumoniae. Penyebab bronkhitis lainnya bisa juga oleh bakteri seperti
Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, dan Haemophylus influenzae. Selain itu,
bronkhitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Muttaqin 2008: 117).

Menurut World Health Organization (WHO) bronkitis kronis merupakan jenis penyakit yang
dekat dengan chronic obstructive pulmonary disease (CORD) ataupun penyakit paru obstruktif
kronik (PPOK). Saat ini, penyakit bronkitis diderita oleh sekitar 64 juta orang di dunia.
Penggunaan tembakau, polusi udara dalam ruangan/luar ruangan dan debu serta bahan kimia
adalah faktor resiko utama (WHO, 2015).

Di Amerika Serikat prevalensi rate untuk bronkitis kronik adalah berkisar 4,45% atau 12,1 juta
jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan 293 juta jiwa. Sedangkan ekstrapolasi (perhitungan)
tingkat prevalensi bronkitis kronik di Mongolia berkisar 122.393 orang dari populasi perkiraan
yang digunakan adalah berkisar 2.751.314 juta jiwa. Untuk daerah ASEAN, negara Thailand
salah satu negara yang merupakan angka ekstrapolasi tingkat prevalensi bronkitis kronik yang
paling tinggi yaitu berkisar 2.885.561 jiwa dari populasi perkiraan yang digunakan sebesar
64.865.523 jiwa, untuk negara Malaysia berada di sekitar 1.064.404 dari populasi perkiraan yang
digunakan sebesar 23.552.482 jiwa (Rinaldi, 2013).

Angka kejadian bronkitis di Indonesaia sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Namun,
bronkitis merupakan salah satu bagian dari penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang terdiri
dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya (PDPI, 2013). Menurut Rinaldi
(2013) di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien PPOK dengan prevalensi 5,6%. Angka
ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah
perokok atau mantan perokok. Bronkitis adalah suatu peradangan bronkioli, bronkhus, dan
trakhea oleh berbagai sebab. Bronkitis biasanya lebih sering disebabkan oleh virus seperti
Rhinovirus, Respiratroy Syncitial virus (RSB), virus influenza, virus parainfluenza, dan
coxsackie virus. Bronkitis akut juga dapat dijumpai pada anak yang sedang menderita morbilli,
pertusis, dan infeksi Mycoplasma pneumoniae. Penyebab bronkhitis lainnya bisa juga oleh
bakteri seperti Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Haemophylus influenzae. Selain
itu, bronkhitis dapat juga disebabkan oleh parasit seperti askariasis dan jamur (Muttaqin 2008:
117).

DEFINISI
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai trakea dan laring,
sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik, misalnya pada morbili,
pertusis, difteri dan tipus abdominalis. Bronkitis kronis menunjkkan kelainan pada bornkus yang
sifatnya menahun (berlangsung lama) dan disebabkan oleh berbagai faktor, baik yang berasal
dari luar bronkus maupun dari bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan keadaan yang
berkaitan dengan produksi mukus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk
menimbulkan batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2
tahun secara berturut-turut (Somantri, 2009: 57).

Bronkitis kronik didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam
satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. Sekresi yang menumpuk dalam bronkiolus menggangu
pernapasan yang efektif. Merokok atau pemajanan terhadap polusi adalah penyebab utama
bronkitis kronik. Pasien dengan bronkitis kronik lebih rentang terhadap kekambuhan infeksi
saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri, dan mikoplasma yang luas dapat
menyebabkan episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir pasti terjadi selama
musim dingin. Menghirup udara yang dingin dapat menyebabkan bronkospasme bagi mereka
yang rentan (Smeltzer & Bare, 2002: 600).

ETIOLOGI

Terdapat tiga jenis penyebab bronkitis, yaitu sebagai berikut:


a. Infeksi, seperti Staphylococcus, Sterptococcus, Pneumococcus, Haemophhilus influenzae.
b. Alergi
c. Rangsangan, seperti asap yang berasal dari pabrik, kendaran bermotor, rokok, dan lain-lain.
Bronkitis kronis bisa menjadi komplikasi kelainan patologik yang mengenai beberapa organ
tubuh, yaitu sebagai berikut:
1) Penyakit jantung menahun, baik pada katup maupun miokardium. Kongesti menahun pada
dinding bronkus melemahkan daya tahannya, sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
2) Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, merupakan sumber bakteri yang dapat menyerang
dinding bronkus
3) Dilatasi bronkus (broniektasis), menyebabkan gangguan pada susunan dan fungsi dinding
bronkus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
4) Rokok, dapat menyebabkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkus sehingga drainase
lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
bakteri.
(Somantri, 2009: 58)
1.1 KONSEP MEDIS
1.1.1 Pengertian
Bronkitis merupakan penyakit ringan yang dapat sembuh dengan sendirinya dan hanya
memerlukan pengobatan simtomatik seperti analgesik, antipiretik dan humiditas (Wong, 2008 :
951).
Bronkitis merupakan inflamasi bronkus yang disebabkan oleh iritan atau infeksi. Bronkitis
yang merupakan salah satu bentuk PPOM yang diklasifikasi sebagai bronkitis akut dan bronkitis
kronik. Ciri khas yang membedakan adalah obstruksi jalan napas (Kowalak, 2011: 239).
Bronkitis adalah suatu infeksi saluran pernapasan yang menyebabkan inflamasi yang
mengenai trakea, bronkus utama dan menengah yang bermanifestasi sebagai batuk, dan biasanya
akan membaik tanpa terapi dalam 2 minggu (Rahajoe, 2012).

1.1.2 Etiologi
Penyebab bronkitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas. Pada
kenyataannya kasus-kasus bronkitis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Namun,
pada umumnya bronchitis disebabkan oleh virus seperti Rhinivirus, RSV, virus influenza, virus
parainfluenza, Adenovirus, virus rubella, dan Paramexovirus dan bronchitis karena bakteri
biasanya dikaitkan dengan Mycoplasma pneumonia, Bordatella pertussis atau Corinebacterium
diphteriae (Rahajoe, 2012). Menurut laporan terdapat penyebab lain dapat terjadi melalui zat
iritan seperti asam lambung atau polusi lilngkungan dan dapat ditemukan setelah perjalanan yang
berat, seperti saat aspirasi setelah muntah, atau perjalanan dalam jumlah besar yang
disebabkan zat kimia dan menjadikan bronchitis kronis (Rahajoe, 2012). Sedangkan kelainan
fisik yang dapat menyebabkan terjadinya bronkitis, antara lain:
1.1.2.1 Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronkitis terjadi sejak dalam kandungan. Faktor genetik atau faktor
pertumbuhan dan faktor perkembangan fetus memegang peran penting. Bronkitis yang timbul
kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
1) Bronkitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua paru.
2) Bronkitis kongenital
Bronkitis kongenital ini sering menyertai penyakit-penyakit kongenital lainya, misalnya :
mucoviscidosis (cystic pulmonary fibrosis), sindrom kartagener (bronkiektasis kongenital,
sinusitis paranasal dan situs inversus), hipo atau gamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak
kembar satu telur (anak yang satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara kembarnya juga
menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan dengan kelainan congenital berikut :
tidak adanya tulang rawan bronkus, penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis kongenital.
1.1.2.2 Kelainan didapat
1) Infeksi
Bronkitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia yang sering kambuh dan
berlangsung lama, pneumonia ini merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang
diderita semasa anak.
2) Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh berbagai macam sebab : korpus
alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar terhadap bronkus
3) Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah virus.
Sebagai contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza Virus, Para-influenza
Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut sering terjadi pada anak yang menderita
Morbilli, Pertusis dan infeksi Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan
bahwa bakteri lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder oleh
bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang baik.

1.1.3 Klasifikasi
1.1.3.1 Bronkitis akut
Bronkitis akut adalah radang pada bronkus yang biasanya mengenai trakea dan laring,
sehingga sering dinamai juga dengan laringotrakeobronkhitis. Radang ini dapat timbul sebagai
kelaianan jalan nafas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit sistemik misalnya pada
morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis (Somantri, 2012: 57).
Sedangkan menurut Nurarif (2015: 96) bronchitis akut merupakan infeksi saluran
pernapasan akut bawah. Ditandai dengan awitan gejala yang mendadak dan berlangsung lebih
singkat. Pada jenis ini inflamasi disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri dan kondisinya
diperparah oleh pemaparan terhadap iritan, seperti asap rokok, udara kotor, debu, asap kimiawi,
dll.
1.1.3.2 Bronkitis kronik
Menurut Price (2005: 784) bronkitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang
ditandai oleh pembentukan mukus yang berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai
batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3 bulan dalam setahun, sekurang-
kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut. Sputum yang terbentuk pada bronkitis kronik dapat
mukoid atau purulen. Sedangkan menurut Bruner & Suddarth bronkitis kronis didefinisikan
sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun
berturut-turut (2001: 600). Pada penyakit ini peradangan bronkus tetap berlanjut selama beberapa
waktu dan terjadi obstruksi/ hambatan pada aliran udara yang noermal didalam bronkus (Nurarif,
2015).

1.1.4 Manifestasi klinis


1.1.4.1 Menurut Gunadi Santoso dan Makmuri (1994), tanda dan gejala yang ada yaitu:
1) Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah.
2) Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak.
3) Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis.
4) Pada paru didapatkan suara napas yang kasar.
1.1.4.2 Menurut Corwin (2009: 571) gejala bronkitis akut antara lain :
1) Batuk biasanya produktif dengan mukus kental dan sputum purulen
2) Dispnea, demam, suara serak
3) Ronki terutama saat inspirasi
4) Nyeri dada yang kadang timbul
1.1.4.3 Menurut Corwin (2009: 571) gejala bronkitis kronis antara lain :
1) Batuk yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan, udara dingin
atau infeksi
2) Produksi mukus dalam jumlah yang sangat banyak
3) Sesak napas dan dispnea
1.1.4.4 Gejala awal Bronkitis, antara lain :
1) Batuk membandel
Batuk kambuhan, berdahak. Kendati ringan harus tetap diwaspadai karena bila keadaan batuk
terus menerus bisa menghebat dan berlendir sampai sesak napas.
2) Sulit disembuhkan
Bisa sering atau tidak tapi sulit disembuhkan. Dalam sebulan batuk pileknya lebih dari seminggu
dan baru sembuh dua minggu, lalu berulang lagi.
3) Terjadi kapan saja
Batuknya bisa muncul malam hari, baru tidur sebentar batuknya ‘grok-grok’ bahkan sampai
muntah. Bisa juga batuk baru timbul menjelang pagi. “Atau habis lari-lari, ia kemudian batuk-
batuk sampai muntah.”
1.1.4.5 Menurut Ngastiyah (1997), yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu:
a. Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan klien kurang istirahat
b. Daya tahan tubuh klien yang menurun
c. Anoreksia sehingga berat badan klien sukar naik
d. Kesenangan anak untuk bermain terganggu
e. Konsentrasi belajar anak menurun

1.1.5 Pemeriksaan diagnostik


1.1.5.1 Foto Thorax
Pembesaran jantung dengan diafragma normal atau mendatar. Konsolidasi dalam bidang
paru mungkin juga terlihat. Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya
kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang
terkena, ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis
akan jelas pada bronkogram.
1.1.5.2 Analisa gas darah (AGD)
Analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksia dengan hiperkapnea. Hematokrit dan
hemoglobin dapat sedikit meningkat.
1.1.5.3 Kelainan faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara
ekspirasi satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi
airan udara pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini
menunjukan abnormalitas regional (maupun difus) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada
perfusi paru (Brunner & Suddart, 2001: 600).

1.1.6 Komplikasi
1.1.6.1 Bronkitis kronik
1.1.6.2 Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronkitis sering mengalami infeksi berulang biasanya
sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada mereka
drainase sputumnya kurang baik.
1.1.6.3 Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
1.1.6.4 Efusi pleura atau empisema
1.1.6.5 Abses metastasis di otak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus.
Sering menjadi penyebab kematian
1.1.6.6 Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang
arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan
tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
1.1.6.7 Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
1.1.6.8 Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi
darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan.
1.1.6.9 Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronchitis yang berat dan luas.
1.1.6.10 Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan jarang
terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati dan limpa
serta proteinurea.
1.1.6.11 Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi kurang dapat
terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia.
(Corwin, 2009: 573)

1.1.7 Penatalaksanaan
1.1.7.1 Antimikrobial
Antimikrobial digunakan dengan cara mengontrol infeksi serta meningkatkan drainase bronkial
untuk membersihkan daerah paru-paru yang mengalami sekresi yang berlebihan. Infeksi ini
dapat dikontrol dengan pemberian obat antimikrobial, yang berdasarkan hasil uji sensitivitas
kultur organisme dari sputum. Pasien mnungkin akan diberikan obat antibiotik selama bertahun-
tahun dengn tipe antibiotik yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval (Somantri,
2008: 129).
1.1.7.2 Bronkodilator
Bronkodilator dapat diberikan kepada pasien yang juga mengalami penyakit jalan napas
obstruktif dan dapat juga digunakan sebagai bronkodilatasi untuk meningkatkan kerja mukosilia
untuk mengeluarkan sekret (Somantri, 2008: 129).
1.1.7.3 Aerosolized nebulizer
Untuk meningkatkan pengenceran dan pengeluaran sputum dapat diberikan aerosolized
nebulizer dan dengan meningkatkan intake cairan. Facetent sangat ideal untuk memberikan
kelembapan tambahan pada aerosol (Somantri, 2008: 129).
1.1.7.4 Postural drainage
Postural drainage merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan medis untuk bronkitis.
Drainase yang memanfaatkan gaya gravitasi diharapkan akan mengurangi jumlah sekret dan
tingkat infeksi (sering kali sputum mukopurulen harus diangkat dengan bronchoscopy). Pada
area dada, lakukan perkusi untuk membantu menaikan sekresi. Postural drainage dimulai pada
waktu jangka pendek dan selanjutnya meningkat (Somantri, 2008: 129)..

1.1.8 Discharge planning


1. Membatasi aktivitas.
2. Berhenti merokok dan hindari asap tembakau.
3. Lakukan vaksin untuk influenza dan S. pneumonia.
4. Hindari makanan yang merangsang.
5. Jangan memandikan terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandi dengan air hangat.
6. Tidak tidur di kamar ber-AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang tertutup bagian lehernya.
7. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan.
8. Menciptakan lingkungan yang bersih dan bebas polusi.
9. Jangan mengakonsumsi makanan sepertitelur ayam, karena dapat memicu peningkatan produksi
lendirnya. Begitu juga minuman bersoda dapat sebagai pencetus karena saat diminum maka
sodanya akan naik ke hidung dan merangsangdaerah saluran pernapasan.
10. Cobalah untuk menjalani terapi uap hangat untukmembantu menghilangkan sumbatan dan
mengencerkan dahak.
11. Minum banyak air agar lender dapat tetap encer dan mudah dikeluarkannya.
(Nurarif, 2012)

1.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.2.1 Pengkajian
1) Identitas
Bronkitis biasanya terjadi pada usia 45-65 tahun (Somantri, 2012: 59) yang dimana penyakit ini
muncul karena sejalan dengan bertambahnya usia (Smeltzer, 2001: 595). Pada bronchitis akut
yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumonia sering terjadi pada anak-anak diatas usia 5
tahun dan remaja, sedangkan bakteri Bordatella perusis dan Corinebactrium diphteriae biasanya
terjadi pada anak yang tidak diimunisai dan dihubungkan dengan kejadian trakeobronkitis, yang
selama stadium kartal pertussis, gejala respiratori lebih dominan (Nurarif, 2015: 96). Hasil
survey menunjukan bahwa penyakit ini lebih sering ditemui pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita (Somantri, 2012: 59).
2) Keluhan utama
Batuk persisten, sesak napas dalam beberapa keadaan, produktif dengan sputum purulen
(Somantri, 2012: 59).
3) Riwayat penyakit sekarang
Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat.
Badan terasa lemah, demam, sesak nafas, peningkatan produksi sekret.
4) Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien pernah mengalami infeksi pernafasan atas yang diantaranya batuk atau produksi
sputum selama beberapa hari ± 3 bulan dalam 1 tahun dan paling sedikit dalam 2 tahun berturut-
turut (Somantri, 2012: 59).
5) Riwayat alergi
Adanya riwayat alergi khususnya pada pasien dengan riwayat asma
6) Riwayat penyakit keluarga
Alergi (orangtua dapat menurunkan faktor alergen pada anaknya sehingga anak dengan riwayat
penyakit keluarga alergi lebih rentan terhadap infeksi pernafasan) dan adanya anggota keluarga
yang menderita ISPA.
7) Riwayat kesehatan lingkungan
Sering terpapar rokok, lingkungan rumah dengan sanitasi buruk (kurang cahaya matahari, daerah
pemukiman kumuh), lokasi sekitar pabrik.
8) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(1) Nutrisi
Penurunan nafsu makan, mual dan muntah karena terjadi inflamasi pada mukosa esofagus yang
dikarenakan refluks asam lambung (Bates, 2009: 238).
(2) Eliminasi
Frekuensi BAB berkurang karena asupan nutrisi yang kurang, gangguan pola eliminasi.
(3) Aktivitas/istirahat
Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit bernapas, keletihan,
kelemahan (Doengoes, 1999: 152).
(4) Hygiene personal
Pemenuhan kebutuhan hygiene perseorangan dibantu oleh perawat.
9) Pemeriksaan fisik
(1) B1 (Breath)
RR meningkat dan biasa juga lambat, rasa dada tertekan, bunyi napas mengi dan ronki
menyebar, lembut atau krekels lembab kasar, bunyi pekak pada area paru-paru, penggunaan
oksigen terus-menerus, batuk hilang timbul, penggunaan otot bantu napas, cuping hidung
(Doengoes, 1999:153).
(2) B2 (Blood)
Peningkatan TD, warna kulit/ membran mukosa normal atau sianosis (Doengoes, 1999: 153).
(3) B3 (Brain)
Gelisah
(4) B4 (Bladder)
Palpasi kondung kemih kosong, tidak ada nyeri tekan
(5) B5 (Bowel)
Mual dan muntah, napsu makan buruk karena distres pernapasan, peningkatan berat badan
menunjukan edema, palpitasi abdominal dapat menyatakan hepatomegali (Doengoes, 1999: 153).
(6) B6 (Bone + integumen)
Turgor kulit buruk, kehilangan masa otot (Doengoes, 1999: 153).
10) Pemeriksaan penunjang
(1) Foto thorax
Pembesaran jantung dengan diafragma normal atau mendatar. Konsolidasi dalam bidang paru
mungkin juga terlihat. Gambaran foto dada ( plain film ) yang khas menunjukan adanya kista-
kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambaran sarang tawon pada daerah yang terkena,
ditemukan juga bercak-bercak pneumonia, fibrosis atau kolaps. Gambaran bronchitis akan jelas
pada bronkogram.
(2) Analisa gas darah (AGD)
Analisa gas darah dapat menunjukkan hipoksia dengan hiperkapnea. Hematokrit dan hemoglobin
dapat sedikit meningkat.
(3) Faal paru
Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital ( KV ) dan kecepatan aliran udara ekspirasi
satu detik pertama ( FEV1 ), terdapat tendensi penurunan, karena terjadinya obstruksi airan udara
pernafasan. Dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 ini menunjukan
abnormalitas regional ( maupun difus ) distribusi ventilasi, yang berpengaruh pada perfusi paru.

1.2.2 Masalah keperawatan


1.2.2.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen antara alveoli dan
membran kapiler yang ditandai dengan sesak, sianosis, retraksi dinding dada, RR >20x/menit,
PCO2 >45, PO2 <80
1.2.2.2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum yang
ditandai dengan RR meningkat, terdengar ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum
(warna: kuning kehijauan, merah, kekentalan, jumlah)
1.2.2.3 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi
yang ditandai dengan pasien sesak, nadi >100x/menit, TD >120/80mmHg, didapatkan tanda
hipoksia: gelisah, suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
1.2.2.4 Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui
alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan akral dingin, CRT>2 detik, nampak adanya
sianosis, nadi lemah.
1.2.2.5 Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bekterimia/viremia yang ditandai dengan suhu
>37,5oC, kulit kemerahan, akral panas, takikardia.
1.2.2.6 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat
adanya penumpukan sekret yang ditandai dengan BB menurun, lemas, ibu mengungkapkan anak
kurang nafsu makan.

1.2.3 Rencana tindakan


1.2.3.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan difusi oksigen antara alveoli dan
membran kapiler yang ditandai dengan sesak, sianosis, retraksi dinding dada, RR >20x/menit,
PCO2 >45, PO2 <80.
Tujuan: Pasien menunjukkan perbaikan pertukaran gas setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan kriteria hasil:
- Pasien tidak sesak/sesak berkurang
- Tidak sianosis
- Tidak ada retraksi dan tidak ada nafas cuping hidung.
- RR 12-20x/mnt
- PO2 dalam batas normal (80-100 mmHg)
- PCO2 dalam batas normal (35-45 mmHg)
Intervensi:
1) Jelaskan pada orangtua penyebab gangguan pertukaran gas.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2) Tingkatkan tirah baring, batasi aktivitas dan bantu kebutuhan perawatan diri sehari-hari sesuai
kebutuhan pasien.
R/ Aktivitas dapat meningkatkan konsumsi oksigen dan dapat memperberat gejala
3) Pemberian oksigen sesuai kebutuhan
R/ Terapi oksigen dapat mengkoreksi hipoksemia yang terjadi
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran sekret untuk
pernaikan ventilasi.
5) Kolaborasi dalam pemeriksaan AGD
R/ Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan penurunan kadar oksigen dan peningkatan kadar CO2.
6) Observasi adanya sianosis, dispneu berat, takipnoe dan retraksi dada, SpO2.
R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan yang dilakukan.

1.2.3.2 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan produksi sputum yang
ditandai dengan RR meningkat, terdengar ronkhi, batuk tidak efektif, sesak, produksi sputum
(warna: kuning kehijauan, merah; kekentalan, jumlah).
Tujuan: Pasien menunjukkan keefektifan bersihan jalan nafas setelah dilakukan tindakan
keperawatan dengan kriteria hasil:
- RR 12-20 x/mnt
- Ronkhi berkurang/tidak terdengar ronkhi
- Sesak nafas berkurang/tidak sesak lagi
- Produksi sputum berkurang, konsistensi encer
- Batuk efektif
Intervensi:
1) Jelaskan pada orangtua penyebab ketidakefektifan jalan nafas
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2) Beri minum susu hangat atau air hangat
R/ Air hangat/susu hangat dapat membantu proses drainase sekret.
3) Lakukan penguapan memakai alat berocare/nebulizer dengan terapi mukolitik dan bronkodilator
(ventolin).
R/ mukolitik dapat mengencerkan sekret dan bronkodilator dapat melebarkan bronkus/jalan
nafas.
4) Berikan clapping dan fibrasi pada daerah paru yang terdapat secret
R/ clapping dan fibrasi membantu merontokkan sekret pada dinding paru dan membawanya ke
saluran nafas yang lebih besar.
5) Lakukan penghisapan/suction
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada pasien yang tidak
mampu batuk efektif.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antibiotic
R/ antibiotik mempunyai aktivitas untuk membunuh bakteri dalam alveoli.
7) Observasi RR, pola pernafasan, suara nafas tambahan dan karakteristik sputum
R/ menunjukkan keberhasilan tindakan keperawatan sehingga perlu dilakukan tindakan.

1.2.3.3 Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan penurunan oksigen dalam udara inspirasi
yang ditandai dengan pasien sesak, nadi >100x/menit, TD >120/80mmHg, didapatkan tanda
hypoksi: gelisah, suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
Tujuan : Pasien memperlihatkan pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan
dengan criteria hasil :
- Tidak ada dispneu
- Pola nafas normal
- RR normal (12-20 kali/mnt)
- Tidak ada retraksi dada
- Tidak ada suara nafas tambahan (ronki, wheezing)
Intervensi :
1) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien kooperatif terhadap tindakan keperawatan
yang dilakukan.
2) Berikan posisi semifowler atau fowler
R/ posisi semifowler membuat diafragma tidak terdorong oleh isi abdomen sehingga ekspansi
paru meningkat.
3) Kolaborasi dalam pemberian Oksigen
R/ Oksigen akan meningkatkan oksigen alveoli dan oksigenasi arteri untuk memperbaiki
hipoksemia
4) Observasi pola nafas, RR, adanya retraksi dada
R/ menilai keberhasilan tindakan dan menentukan tindakan selanjutnya

1.2.3.4 Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport oksigen melalui
alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan akral dingin, CRT>2 detik, nampak adanya
sianosis, nadi lemah.
Tujuan : Perfusi jaringan perifer adekuat setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria
hasil:
- Akral hangat
- CRT<2 detik
- Tidak terlihat adanya sianosis sentral atau perifer
- Nadi normal (60-100x/menit), reguler, kuat dan jelas

Intervensi :
1) Jelaskan kepada klien dan keluarga tindakan yang akan diberikan
R/ Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan peran serta dan keterlibatan pasien dan keluarga
dalam tindakan keperawatan yang akan dilakukan.
2) Minta pasien untuk tetap beristirahat
R/ mencegah pasien terlalu lelah
3) Kolaborasi dalam pemberian: oksigen masker
R/ oksigen diberikan untuk membantu pemenuhan kebutuhan oksigen yang kurang
4) Kolaborasi dalam pemberian cairan infus
R/ Sebagai hidrasi untuk membantu mengencerkan sekret
5) Kolaborasi dalam pemberian inotropik (dopamin dan dobutamin) jika diperlukan
R/ untuk mengatasi syok akibat gangguan hemodinamik
6) Observasi kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu dispneu, CRT>2 detik, retraksi dada, RR 12-
20x/menit, penggunaan otot bantu pernafasan
R/ perbaikan kondidi mengindikasikan adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen

1.2.3.5 Hipertermi berhubungan dengan reaksi sistemik bakterimia/viremia yang ditandai dengan suhu
>37,5oC, kulit kemerahan, akral panas, takikardia.
Tujuan: Pasien mengalami penurunan suhu setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil :
- Pasien panasnya turun (36,5-37,5oC)
- Kulit tidak tampak kemerahan
- Akral hangat
- Nadi normal (60-100x/menit)
Intervensi:
1) Jelaskan kepada orang tua penyebab demam.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2) Berikan kompres air hangat
R/ Kompres air hangat mampu membantu tubuh untuk mengeluaarkan panas dengan cara
konduksi.
3) Anjurkan orangtua memberikan pakaian tipis dan menyerap keringat.
R/ Pakaian tipis mempercepat penurunan suhu dengan cara radiasi.
4) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik dan antipiretik (10-15mg/kgBB)
R/ Antipiretik mengandung parasetamol yang dapat membantu untuk menurunkan panas
5) Kolaborasi dalam pemberian cairan per IV atau oral sesuai dengan kebutuhan cairan pada anak
dengan menggunakan rumus Holiday Segar menurut BB anak yaitu BB >20 Kg = 1500 + 20
ml/KgBB, maka BB anak 31,5 Kg, berarti 1500 + 20 (31,5) = 1500 + 630 = 2130 cc/24 jam
R/ Kebutuhan cairan meningkat karena penguapan tubuh meningkat.
6) Observasi kondisi pasien: suhu tubuh 36,5 – 37,5oC, akral hangat, badan tidak panas, nadi
R/ Hasil observasi menunjukkan keberhasilan dari tindakan keperawatan yang dilakukan.
1.2.3.6 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu makan akibat
adanya penumpukan sekret yang ditandai dengan BB menurun, lemas, ibu mengungkapkan anak
kurang nafsu makan.
Tujuan : Pasien menunjukkan perbaikan nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
- Anak tidak lemas
- Tidak mual, muntah
- Hb dalam batas normal (12,9 g/dL)
- BB ideal sesuai dengan usia
Intervensi
1) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat dan tipe diet TKTP yang dibutuhkan pada orang tua
pasien.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan orangtua kooperatif terhadap tindakan
keperawatan yang dilakukan.
2) Berikan makanandalam jumlah sedikit tapi sering, jika mungkin kombinasikan dengan makanan
yang disukai anak.
R/ Makanan dalam jumlah sedikit namun sering akan menambah energi. Makanan yang menarik
dan disukai dapat meningkatkan selera makan.
3) Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik.
R/ Mengurangi tidak enak pada perut.
4) Observasi BB tiap hari dengan alat ukur yang sama.
R/ Peningkatan berat badan menandakan indikator keberhasilan tindakan.
Daftar Pustaka

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Dona L. Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : EGC.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.
Nurarif, A.H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Medication Jogja.
Somantri, I. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan,
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
SUHAN KEPERAWATAN PADA A

n. Y

DENGAN

BRONKHITIS DI RUANG ANGGREK 8

RSUD SURAKARTA

(Hesti Kusuma R, 2015, 41 Halaman)

ABSTRAK

Latar Belakang

Bronkitis m

erupakan penyakit infeksi

pada saluran pernapasan

yang menyerang bronkus

yang disebabkan oleh virus dan polutan.

Bronkitis

seringkali menyerang anak

anak pada lingkungan yang berpolutan. Di Indonesia

resiko penularan b

ronkitis

cukup tinggi yaitu 1.6 juta

orang/

tahun.

Tujuan

untuk

menerapkan asuhan keperawan pada klien dengan b


ronkitis

meliputi, pengkajian, intervensi, implementasi dan evaluasi keperawatan.

Hasil

: Asuhan keperawatan pada An. Y dengan Bronkhitis

di Ruang Anggrek 8

RSUD Surakarta selama tiga hari

Bersihan jalan napas

tidak efektif berhubungan

dengan akumulasi sekret.

Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sesak

napas.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan penurunan berat badan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama

3x24

jam didapatkan hasil bersihan jalan napas efektif, pola nafas efektif,

keseimbangan nutrisi untuk kebutuhan tubuh.

Kesimpulan

Kerjasama antar tim kesehatan dan pasien atau keluarga sangat

diperlukan untuk keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien sehingga masalah

kebersihan jalan napas, pola napas, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh dapat dilaksanakan dengan

baik dan sebagian besar masalah

dapat teratasi.

Kata kunci
: Asuhan keperawatan

bronkitis, bersihan jalan napas.

NURSING CARE On CHILD. Y WITHBRONCHITIS ON

MELATI II ROOM HOSPITAL SURAKARTA

(Hesti Kusuma R, 2015, 2014,

41 pages)

ABSTRACT

Background

: Bronchitis is an infectious disease that attacks the respiratory tract

bronchi, which are caused by virus and pollutants.

Bronchitis often affects

childern in an environment pollutants. In Indonesia the risk of contracting

bronchitis is high at 1.6 millio people/year.

Purpose

To implement nursing care to clients with bronchitis include,

assessment, intervention, implementation, and evaluation of nursing.

Results

: Which apper in the case diagnosis is not effective airway cl

earance

related to the accumulation of secretion, ineffetive breathing patterns associated

with shortness of breath, nutritonal inbalance associated with weight loss. After

nursing actions during 3x24 hours showed an effetive airway clearance, effective

reathing pattern, the body’s nutritional balance.

Conclusion
:

Cooperation between the team and the patient and family is

necessary for the success of nursing care to patient so that hygiene problems

airway, breathing patterns, nutritional imbalance lack of

demand can be

implemented properly and some scatteredproblems can e resolved.

Keywords

Nursing care, bronchitis,

airway clearance.

A.

PENDAHULUAN

1.

Latar Belakang

Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan

yang menyerang bronkus. Pen

yakit ini banyak menyerang anak

anak

yang lingkungannya banyak polutan, misalnya orang tua yang

merokok dirumah, asap kendaraan bermotor, asap hasil pembakaran

pada saat masak yang menggunakan bahan bakar kayu. Di Indonesia

masih banyak keluarga yang setia

p hari menghirup polutan ini, kondisi

ini menyebabkan angka kejadian penyakit bronkhitis sangat tinggi

(Marni, 2014).

Pada tahun 2007 di Negara berkembang seperti Indonesia infeksi


saluran pernafasan bawah masih merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang

penting. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia

di anggap cukup tinggi. Di Indonesia yang terinfeksi bronkhitis sekitar

1.6 juta orang. Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus,

bronkhiali, dan trakhea (saluran udara ke paru

paru). Penyakit ini

biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna.

Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya

penyakit jantung atau penyakit paru

paru) dan usia lanjut, bronkhitis

bisa menjadi masalah serius (Arif, 2008).

a.

Sniusitis

b.

Otitis media

c.

Bronkhietasis

d.

PPOK (Penyakit Paru

Obstruksi Kronik)

e.

Gagal napas

5.

Klasifikasi
Menurut Arif (2008) Bronkitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut:

a.

Bronkitis akut

Bronkitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2

hingga 3 minggu saja, kebanyakan penderita bronkitis akut akan

sembuh total tanpa masalah lain

b.

Bronkitis kronis

Bronkitis yang biasanya datang secara berulang

ulang dalam waktu

yang lama, terutama pada perokok, bronkitis kronis ini juga berarti

menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita selama

berbulan

ulan hingga tahunan

C.

TINJAUAN KASUS

1.

Biodata

Identitas klien: nama An. Y, umur 3 tahun,berjenis kelamin laki

laki, orang tua klien beragama Islam, belum sekolah, dan beralamat

Surakarta. An. Y masuk rumah sakit Surakarta pada tanggal 14 April


2015 dengan

diagnosa medis Bronkitis.

2.

Data Fokus

Data

subyektif

ibu An. Y mengatakan susah bernapas,

setiap batuk mengeluarkan

sekret

mengatakan tidak nafsu makan

mengatakan badannya lemas

Data obyektif :

Klien nampak lemah, Vital sign N

: 89 x/menit

, S : 36.2

Rr : 35

x/menit

,s

uara napas ronchi

,b

erat badan
Sebelum : 17 kg

, Saat

: 14 kg

3.

Diagnosa

1.

Bersihan jalan napas tidak efektif b.d akumulasi sekret

2.

Pola napas tidak efektif b.d sesak proses inflamasi alveoli

3.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan t

ubuh b.d

penurunan berat badan

Dari ketiga diagnosa diatas, dilakukan tindakan sesuai intervensi

dengan kriteria waktu 3x24 jam

tiap

tiap diagnosa keperawatan.

etelah dilakukan tindakan keperawatan selama

iga hari, kemudian

diperoleh masalah teratasi seb

agian.

D.

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan

yang menyerang bronkus, yang disebabkan oleh virus dan polutan.

Penyakit ini bila tidak segera di tangani akan menyebabkan komplikasi,

seperti sinusitis,

bronkhietasis, PPOK, gagal napas.

Asuhan keperawatan pada An. Y dengan Bronkhitis di Ruang

Anggrek 8 RSUD Surakarta selama tiga hari, didapatkan diagnose, sebagai

berikut:

1.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi

sekret.

2.

Pola napas t

idak efektif berhubungan dengan sesak napas.

3.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan penurunan berat badan.

Dari ketiga diagnosa diatas, dievaluasi diperoleh hasil masalah teratasi

sebagian.

SARAN

1.

Pasien dan keluarga

Demi k

esembuhan pasien penulis mengharapkan keluarga selalu

mengawasi dan memantu pasien untuk menghindari faktor

faktor
pencetus yang dapat membuat penyakit Bronkitis pada pasien

kambuh.

2.

Penulis

Dalam menyusun karya tulis ilmiah agar dapat memenuhi

konsep

konsep serta dasar

dasar sesuai dengan kasus yang diambil.

3.

Pembaca

Disarankan untuk memahami hal

hal yang berkaitan dengan

Bronkhitis sehingga dapat dilakukan upaya

upaya yang bermanfaat

untuk mencegah maupun menangani penyakit ini

DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. 2008.

Kapita Selekta Kedokteran.

Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan

Media Aesculapius FKUI.

Doengoes, M. E. 2009.

Rencana Asuhan Keperawatan

. Alih Bahasa. I Made


Kariasi, S.Kp. Ni Made Sumawarti, S.Kp. Jakarta: EGC.

Ringel

,E

. 2012.

Buku Saku Hitam Kedokteran Paru

. Jakarta: Indeks.

Handayani

W dan Sulistyo

A. 2008.

Asuhan Keperawatan Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi.

Jakarta: Salemba Medika.

Hockenberry

M and Wilson

D. 2008.

Pediatric Nursing

. ISBN.

Irianto

, Koes. 2012.

Anatomi dan Fisiologi untuk Manusia

. Bandung: Alfabeta.

Kowalak, Jenifer. 2011.

Buku Ajar Patofisiologi


. Jakarta: EGC.

Marni. 2014.

Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit.

Yogyakarta: Goysen

Publishing.

Nanda. 2012.

Diagnosa Keperawatan

. Jakarta:

EGC.

Shewrwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

Widagdo. 2012.

Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak.

Jakarta : Erlangga.

Wibowo, Daniel S. 2013.

Anatomi Fisiologi Elementer

. Jakarta: Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Wil

kinson, Judith. 2011.

Buku Saku Diagnosis Keperawatan

. Edisi 9. Jakarta:

EGC.

Wong, Donna L. 2009.

Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.

Volume 2. Jakarta:

EGC
LAPORAN PENDAHULUAN BRONKITIS

I. DEFINISI
 Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan tersebut
disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara (Samer Qarah, 2007).
 Bronkitis akut adalah batuk dan kadang-kadang produksi dahak tidak lebih dari tiga minggu
(Samer Qarah, 2007).
 Bronkitis kronis adalah batuk disertai sputum setiap hari selama setidaknya 3 bulan dalam
setahun selama paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
 Bronkhitis adalah hipersekresi mukus dan batuk produktif kronis berulang-ulang minimal
selama 3 bulan pertahun atau paling sedikit dalam 2 tahun berturut-turut pada pasien yang
diketahui tidak terdapat penyebab lain (Perawatan Medikal Bedah 2, 1998, hal : 490).
Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi
pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan pada usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius.

Macam-macam Bronchitis
Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis sebagai berikut.
 Bronchitis akut. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2
hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa
masalah yang lain.
 Bronchitis kronis. Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam
jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti
menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga
tahunan.
II. ETIOLOGI

1. Merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang terpenting. Peningkatan


resiko mortalitas akibat bronkitis hampir berbanding lurus dengan jumlah rokok yang
dihisap setiap hari (Rubenstein, et al., 2007).
2. Polusi udara yang terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi rekuren karena
polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositosis. Zat-zat kimia yang dapat juga
menyebabkan bronkitis adalah O2, N2O, hidrokarbon, aldehid, ozon.
3. Infeksi. Eksaserbasi bronchitis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus
yang kemudian menyebabkan infeksi sekunder bakteri. Bakteri yang diisolasi paling
banyak adalah Hemophilus influenza dan streptococcus pneumonie dan organisme
lain seperti Mycoplasma pneumonia.
4. Defisiensi alfa-1 antitripsin adalah gangguan resesif yang terjadi pada sekitar 5%
pasien emfisema (dan sekitar 20% dari kolestasis neonatorum) karena protein alfa-1
antitripsin ini memegang peranan penting dalam mencegah kerusakan alveoli oleh
neutrofil elastase (Rubenstein, et al., 2007).
5. Terdapat hubungan dengan kelas sosial yang lebih rendah dan lingkungan industri
banyak paparan debu, asap (asam kuat, amonia, klorin, hidrogen sufilda, sulfur
dioksida dan bromin), gas-gas kimiawi akibat kerja.
6. Riwayat infeksi saluran napas. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada penderita
bronkitis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan
kerusakan paru bertambah.

Bronkhitis kronis dapat merupakan komplikasi kelainan patologik pada beberapa alat tubuh,
yaitu:
a. Penyakit jantung menahun, yang disebabkan oleh kelainan patologik pada katup maupun
miokardia. Kongesti menahun pada dinding bronkhus melemahkan daya tahan sehingga
infeksi bakteri mudah terjadi.
b. Infeksi sinus paranasalis dan rongga mulut, area infeksi merupakan cumber bakteri yang dapat
menyerang dinding bronkhus.
c. Dilatasi bronkhus (bronkInektasi), menyebabkan gangguan susunan dan fungsi dinding
bronkhus sehingga infeksi bakteri mudah terjadi.
d. Rokok dapat menimbulkan kelumpuhan bulu getar selaput lendir bronkhus sehingga
drainase lendir terganggu. Kumpulan lendir tersebut merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri.

III. PATOFISIOLOGI
Serangan bronkhitis akut dapat timbul dalam serangan tunggal atau dapat timbul kembali
sebagai eksaserbasi akut dari bronkhitis kronis. Pada umumnya, virus merupakan awal dari
serangan bronkhitis akut pada infeksi saluran napas bagian atas. Dokter akan mendiagnosis
bronkhitis kronis jika pasien mengalami batuk atau mengalami produksi sputum selama
kurang lebih tiga bulan dalam satu tahun atau paling sedikit dalam dua tahun berturut-turut.
Serangan bronkhitis disebabkan karena tubuh terpapar agen infeksi maupun non infeksi
(terutama rokok). Iritan (zat yang menyebabkan iritasi) akan menyebabkan timbulnya respons
inflamasi yang akan menyebabkan vasodilatasi, kongesti, edema mukosa, dan bronkospasme.
Tidak seperti emfisema, bronkhitis lebih memengaruhi jalan napas kecil dan besar
dibandingkan alveoli. Dalam keadaan bronkhitis, aliran udara masih memungkinkan tidak
mengalami hambatan.
Pasien dengan bronkhitis kronis akan mengalami:
a. Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronkhus besar sehingga meningkatkan
produksi mukus.
b. Mukus lebih kental
c. Kerusakan fungsi siliari yang dapat menunjukkan mekanisme pembersihan mukus.
Pada keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary
defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien
dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru mengalami kerusakan
sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah bertambah) sehingga produksi
mukus akan meningkat. infeksi juga menyebabkan dinding bronkhial meradang, menebal
(sering kali sampai dua kali ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya
mukus kental dari dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam
jumlah banyak akan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran
udara besar. Bronkhitis kronis mula-mula hanya memengaruhi bronkhus besar, namun lambat
laun akan memengaruhi seluruh saluran napas.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas terutama
selama ekspirasi. Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini menyebabkan penurunan ventilasi alveolus,
hipoksia, dan acidosis. Pasien mengalami kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat
meningkatkan nilai PCO,sehingga pasien terlihat sianosis. Sebagai kompensasi dari
hipoksemia, maka terjadi polisitemia (produksi eritrosit berlebihan).
Pada saat penyakit bertambah parah, sering ditemukan produksi sejumlah sputum yang
hitam, biasanya karena infeksi pulmonari. Selama infeksi, pasien mengalami reduksi pada
FEV dengan peningkatan pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hipoksemia akan timbul yang akhirnya menuiu penyakit cor pulmonal dan CHF (Congestive
Heart Failure).

IV. TANDA DAN GEJALA


Gejalanya berupa:
 Batuk, mulai dengan batuk – batuk pagi hari, dan makin lama batuk makin berat, timbul
siang hari maupun malam hari, penderita terganggu tidurnya.
Batuk pada bronchitis mempunyai ciri antara lain batuk produktif berlangsung kronik dan
frekuensi mirip seperti pada bronchitis kronis, jumlah seputum bervariasi, umumnya
jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi tidur atau bangun
dari tidur. Kalau tidak ada infeksi skunder sputumnya mukoid, sedang apabila terjadi infeksi
sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau yang tidak sedap. Apabila terjadi infeksi
sekunder oleh kuman anaerob, akan menimbulkan sputum sangat berbau, pada kasus yang
sudah berat, misalnya pada saccular type bronchitis, sputum jumlahnya banyak sekali,
puruen, dan apabila ditampung beberapa lama, tampak terpisah menjadi 3 bagian
Lapisan teratas agak keruh, Lapisan tengah jernih, terdiri atas saliva ( ludah )
Lapisan terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak (
celluler debris ).
 Dahak, sputum putih/mukoid. Bila ada infeksi, sputum menjadi purulen atau mukopuruen
dan kental.
 Sesak bila timbul infeksi, sesak napas akan bertambah, kadang – kadang disertai tanda –
tanda payah jantung kanan, lama kelamaan timbul kor pulmonal yang menetap.
Pada sebagian besar pasien ( 50 % kasus ) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan
beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronchitis kronik yang terjadi dan
seberapa jauh timbulnya kolap paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi sebagai akibat
infeksi berulang ( ISPA ), yang biasanya menimbulkan fibrosis paru dan emfisema yang
menimbulkan sesak nafas. Kadang ditemukan juga suara mengi ( wheezing ), akibat adanya
obstruksi bronkus. Wheezing dapat local atau tersebar tergantung pada distribusi kelainannya

 sesak nafas ketika melakukan olah raga atau aktivitas ringan


 sering menderita infeksi pernafasan (misalnya flu)
 bengek
 lelah
 pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
 wajah, telapak tangan atau selaput lendir yang berwarna kemerahan
 pipi tampak kemerahan
 sakit kepala
 gangguan penglihatan.
Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu hidung meler,
lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan dan nyeri tenggorokan. Batuk
biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya batuk tidak berdahak, tetapi
1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak
akan bertambah banyak, berwarna kuning atau hijau.
Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik, kadang terjadi
demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap selama beberapa minggu. Sesak nafas
terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi nafas mengi, terutama setelah
batuk. Bisa terjadi pneumonia.

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
  Sinar x dadaDapat menyatakan hiperinflasi paru – paru, mendatarnya diafragma, peningkatan
area udara retrosternal, hasil normal selama periode remisi. Tes fungsi paruUntuk
menentukan penyebab dispnoe, melihat obstruksi, memperkirakan derajat
disfungsi. TLC : Meningkat.
 Volume residu : Meningkat. FEV1/FVC : Rasio volume meningkat. GDA :
PaO2 dan PaCO2 menurun, pH Normal. BronchogramMenunjukkan di latasi silinder
bronchus saat inspirasi, pembesaran duktus mukosa. Sputum : Kultur untuk
menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen. EKG : Disritmia atrial,
peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF

VI. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain :
a. Bronchitis kronik
b. Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalami infeksi berulang
biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas. Hal ini sering terjadi pada
mereka drainase sputumnya kurang baik.
c. Pleuritis. Komplikasi ini dapat timbul bersama dengan timbulnya pneumonia. Umumnya
pleuritis sicca pada daerah yang terkena.
d. Efusi pleura atau empisema
e. Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada
bronkus. Sering menjadi penyebab kematian
f. Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena ( arteri pulmonalis ) ,
cabang arteri ( arteri bronchialis ) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe
hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.
g. Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas
h. Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabang-cabang arteri dan vena
pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan
oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut
akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal
jantung kanan.
i. Kegagalan pernafasan merupakan komlikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas
j. Amiloidosis keadaan ini merupakan perubahan degeneratif, sebagai komplikasi klasik dan
jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi ini dapat ditemukan pembesaran hati
dan limpa serta proteinurea.

VII. PENATALAKSANAAN MEDIS


Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada penderita dewasa bisa
diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada anak-anak sebaiknya hanya diberikan
acetaminophen. Dianjurkan untuk beristirahat dan minum banyak cairan.
Antibiotik diberikan kepada penderita yang gejalanya menunjukkan bahwa penyebabnya
adalah infeksi bakteri (dahaknya berwarna kuning atau hijau dan demamnya tetap tinggi) dan
penderita yang sebelumnya memiliki penyakit paru-paru. Kepada penderita dewasa diberikan
trimetoprim-sulfametoksazol, tetracyclin atau ampisilin. Erythromycin diberikan walaupun
dicurigai penyebabnya adalah Mycoplasma pneumoniae. Kepada penderita anak-anak
diberikan amoxicillin. Jika penyebabnya virus, tidak diberikan antibiotik.
Jika gejalanya menetap atau berulang atau jika bronkitisnya sangat berat, maka
dilakukan pemeriksaan biakan dari dahak untuk membantu menentukan apakah perlu
dilakukan penggantian antibiotik.
a. Pengelolaan umum
a) Pengelolaan umum ditujukan untuk semua pasien bronchitis, meliputi :
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat untuk pasien :
Contoh :
 Membuat ruangan hangat, udara ruangan kering.
 Mencegah / menghentikan rokok
 Mencegah / menghindari debu,asap dan sebagainya.
b) Memperbaiki drainase secret bronkus, cara yang baik untuk dikerjakan adalah sebagai
berikut :
 Melakukan drainase postural
Pasien dilelatakan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimum. Tiap kali melakukan drainase postural dilakukan selama 10 – 20
menit, tiap hari dilakukan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum ( secret bronkus ) dengan bantuan gaya gravitasi. Posisi tubuh saat
dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak kelainan bronchitisnya, dan dapat
dibantu dengan tindakan memberikan ketukan padapada punggung pasien dengan punggung
jari.
 Mencairkan sputum yang kental
Dapat dilakukan dengan jalan, misalnya inhalasi uap air panas, mengguanakan obat-obat
mukolitik dan sebagainya.Mengatur posisi tepat tidur pasien
Sehingga diperoleh posisi pasien yang sesuai untuk memudahkan drainase sputum.
 Mengontrol infeksi saluran nafas.
Adanya infeksi saluran nafas akut ( ISPA ) harus diperkecil dengan jalan mencegah
penyebaran kuman, apabila telah ada infeksi perlu adanya antibiotic yang sesuai agar infeksi
tidak berkelanjutan.
b. Pengelolaan khusus.
 Kemotherapi pada bronchitis
Kemotherapi dapat digunakan secara continue untuk mengontrol infeksi bronkus ( ISPA )
untuk pengobatan aksaserbasi infeksi akut pada bronkus/paru atau kedua-duanya digunakan
Kemotherapi menggunakan obat-obat antibiotic terpilih, pemkaian antibiotic antibiotic
sebaikya harus berdasarkan hasil uji sensivitas kuman terhadap antibiotic secara empiric.
Walaupun kemotherapi jelas kegunaannya pada pengelolaan bronchitis, tidak pada
setiap pasien harus diberikan antibiotic. Antibiotik diberikan jika terdapat aksaserbasi infeki
akut, antibiotic diberikan selama 7-10 hari dengan therapy tunggal atau dengan beberapa
antibiotic, sampai terjadi konversi warna sputum yang semula berwarna kuning/hijau menjadi
mukoid ( putih jernih ). Kemotherapi dengan antibiotic ini apabila berhasil akan dapat
mengurangi gejala batuk, jumlah sputum dan gejala lainnya terutama pada saat terjadi
aksaserbasi infeksi akut, tetapi keadaan ini hanya bersifat sementara. Drainase secret dengan
bronkoskop. Cara ini penting dikerjakan terutama pada saat permulaan perawatan pasien.
Keperluannya antara lain:
o Menentukan dari mana asal secret
o Mengidentifikasi lokasi stenosis atau obstruksi bronkus
o Menghilangkan obstruksi bronkus dengan suction drainage daerah obstruksi.
 Pengobatan simtomatik
Pengobatan ini diberikan jika timbul simtom yang mungkin mengganggu atau mebahayakan
pasien.
 Pengobatan obstruksi bronkus
Apabila ditemukan tanda obstruksi bronkus yang diketahui dari hasil uji faal paru (%FEV 1 <
70% ) dapat diberikan obat bronkodilator.
 Pengobatan hipoksia.
Pada pasien yang mengalami hipoksia perlu diberikan oksigen.
 Pengobatan haemaptoe.
Tindakan yang perlu segera dilakukan adalah upaya menghentikan perdarahan. Dari berbagai
penelitian pemberian obat-obatan hemostatik dilaporkan hasilnya memuaskan walau sulit
diketahui mekanisme kerja obat tersebut untuk menghentikan perdarahan.
 Pengobatan demam.
Pada pasien yang mengalami eksaserbasi inhalasi akut sering terdapat demam, lebih-lebih
kalau terjadi septikemi. Pada kasus ini selain diberikan antibiotic perlu juga diberikan obat
antipiretik.
 Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan : mengangkat ( reseksi ) segmen/ lobus paru yang terkena.
o Indikasi pembedahan :
Pasien bronchitis yang yang terbatas dan resektabel, yang tidak berespon yang tidak berespon
terhadap tindakan-tindakan konservatif yang adekuat. Pasien perlu dipertimbangkan untuk
operasi
Pasien bronchitis yang terbatas tetapi sering mengaami infeksi berulang atau haemaptoe dari
daerakh tersebut. Pasien dengan haemaptoe massif seperti ini mutlak perlu tindakan operasi.
o Kontra indikasi
Pasien bronchitis dengan COPD, Pasien bronchitis berat, Pasien bronchitis dengan koplikasi
kor pulmonal kronik dekompensasi.
o Syarat-ayarat operasi.
- Kelainan ( bronchitis ) harus terbatas dan resektabel
- Daerah paru yang terkena telah mengalami perubahan ireversibel
- Bagian paru yang lain harus masih baik misalnya tidak ada bronchitis atau bronchitis kronik.
o Cara operasi.
- Operasi elektif : pasien-pasien yang memenuhi indikasi dan tidak terdaat kontra indikasi,
yang gagal dalam pengobatan konservatif dipersiapkan secara baik utuk operasi. Umumnya
operasi berhasil baik apabila syarat dan persiapan operasinya baik.
- Operasi paliatif : ditujukan pada pasien bronchitis yang mengalami keadaan gawat darurat
paru, misalnya terjadi haemaptoe masif ( perdarahan arterial ) yang memenuhi syarat-syarat
dan tidak terdapat kontra indikasi operasi.
o Persiapan operasi :
- Pemeriksaan faal paru : pemeriksaan spirometri,analisis gas darah, pemeriksaan
broncospirometri ( uji fungsi paru regional )
- Scanning dan USG
- Meneliti ada atau tidaknya kontra indikasi operasi pada pasien
Memperbaiki keadaan umum pasien.

VIII. PENGKAJIAN KEPERAWATAN


Data dasar pengkajian pada pasien dengan bronchitis :
 Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise, Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari–hari,
Ketidakmampuan untuk tidur, Dispnoe pada saat istirahat.
Tanda : Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan umum/kehilangan massa otot.
 Sirkulasi
Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda : Peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi jantung/takikardia berat,
Distensi vena leher, Edema dependent, Bunyi jantung redup, Warna kulit/membran mukosa
normal/cyanosis Pucat, dapat menunjukkan anemi.
 Integritas Ego
Gejala : Peningkatan faktor resiko Perubahan pola hidup
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang.
 Makanan/cairan
Gejala : Mual/muntah, Nafsu makan buruk/anoreksia, Ketidakmampuan untuk makan,
Penurunan berat badan, peningkatan berat badan.
Tanda : Turgor kulit buruk, edema dependen, berkeringat, Penurunan berat badan, palpitasi
abdomen.
 Hygiene
Gejala : Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan.
Tanda : Kebersihan buruk, bau badan.
 Pernafasan
Gejala : Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari selama minimun 3 bulan
berturut – turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun, Episode batuk hilang timbul.
Tanda : Pernafasan biasa cepat, Penggunaan otot bantu pernafasan,
Bentuk barel chest, gerakan diafragma minimal, Bunyi nafas ronchi, Perkusi hyperresonan
pada area paru, Warna pucat dengan cyanosis bibir dan dasar kuku, abu – abu keseluruhan.
 Keamanan
Gejala : Riwayat reaksi alergi terhadap zat/faktor lingkungan, Adanya/berulangnya infeksi.
 Seksualitas
Gejala : Penurunan libido.
 Interaksi sosial.
Gejala : Hubungan ketergantungan, Kegagalan dukungan/terhadap pasangan/orang dekat,
Penyakit lama/ketidakmampuan membaik.
Tanda : Ketidakmampuan untuk mempertahankan suara karena distress pernafasan,
Keterbatasan mobilitas fisik, Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme
bronchus.
3) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia,
mual muntah.
5) Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses penyakit
kronis.
6) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan
perawatan dirumah.

X. RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN CRITERIA
NO INTERVENSI (NIC)
KEPERAWATAN HASIL (NOC)
1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :
 Respiratory status : Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau  Respiratory status : Airway suctioning
obstruksi dari saluran pernafasan patency  Auskultasi suara nafas sebelum dan
untuk mempertahankan kebersihan Aspiration Control sesudah suctioning.
jalan nafas.  Informasikan pada klien dan
Kriteria Hasil : keluarga tentang suctioning
Batasan Karakteristik :  Mendemonstrasikan batuk  Minta klien nafas dalam sebelum
- Dispneu, Penurunan suara nafas efektif dan suara nafas yang suction dilakukan.
- Orthopneu  Berikan O2 dengan menggunakan
bersih, tidak ada sianosis dan
- Cyanosis dyspneu (mampu nasal untuk memfasilitasi suksion
- Kelainan suara nafas (rales, mengeluarkan sputum, nasotrakeal
wheezing) mampu bernafas dengan  Gunakan alat yang steril sitiap
- Kesulitan berbicara mudah, tidak ada pursed lips) melakukan tindakan
- 
Batuk, tidak efekotif atau tidak ada Menunjukkan jalan nafas yang  Anjurkan pasien untuk istirahat dan
- Mata melebar paten (klien tidak merasa napas dalam setelah kateter
- Produksi sputum tercekik, irama nafas, dikeluarkan dari nasotrakeal
- Gelisah frekuensi pernafasan dalam  Monitor status oksigen pasien
- Perubahan frekuensi dan irama rentang normal, tidak ada  Ajarkan keluarga bagaimana cara
nafas suara nafas abnormal) melakukan suksion
 Mampu mengidentifikasikan  Hentikan suksion dan berikan
Faktor-faktor yang berhubungan: dan mencegah factor yang oksigen apabila pasien
dapat menghambat jalan menunjukkan bradikardi,
- Lingkungan : merokok, menghirup peningkatan saturasi O2, dll.
asap rokok, perokok pasif-POK, nafas
infeksi
- Fisiologis : disfungsi Airway Management
neuromuskular, hiperplasia dinding  Buka jalan nafas, guanakan teknik
bronkus, alergi jalan nafas, asma. chin lift atau jaw thrust bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme  Posisikan pasien untuk
jalan nafas, sekresi tertahan, memaksimalkan ventilasi
banyaknya mukus, adanya jalan  Identifikasi pasien perlunya
nafas buatan, sekresi bronkus, pemasangan alat jalan nafas buatan
adanya eksudat di alveolus, adanya  Pasang mayo bila perlu
benda asing di jalan nafas.  Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

2 Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


 Respiratory Status : Gas Airway Management
Definisi : Kelebihan atau exchange  Buka jalan nafas, guanakan teknik
kekurangan dalam oksigenasi dan  Respiratory Status : ventilation chin lift atau jaw thrust bila perlu
 Vital Sign Status
atau pengeluaran karbondioksida di  Posisikan pasien untuk
dalam membran kapiler alveoli Kriteria Hasil : memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan  Identifikasi pasien perlunya
Batasan karakteristik : peningkatan ventilasi dan pemasangan alat jalan nafas buatan
 Gangguan penglihatan oksigenasi yang adekuat  Pasang mayo bila perlu
 Penurunan CO2  Memelihara kebersihan paru  Lakukan fisioterapi dada jika
 Takikardi paru dan bebas dari tanda perlu
 Hiperkapnia tanda distress pernafasan  Keluarkan sekret dengan batuk
 Keletihan  Mendemonstrasikan batuk atau suction
efektif dan suara nafas yang
 somnolen  Auskultasi suara nafas, catat
 Iritabilitas bersih, tidak ada sianosis dan
adanya suara tambahan
dyspneu (mampu
 Hypoxia  Lakukan suction pada mayo
 kebingungan mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dengan  Berika bronkodilator bial perlu
 Dyspnoe  Barikan pelembab udara
 nasal faring mudah, tidak ada pursed lips)
 Tanda tanda vital dalam rentang  Atur intake untuk cairan
 AGD Normal mengoptimalkan keseimbangan.
 sianosis normal
 Monitor respirasi dan status O2
 warna kulit abnormal (pucat,
kehitaman)
 Hipoksemia Respiratory Monitoring
 hiperkarbia  Monitor rata – rata, kedalaman,
 sakit kepala ketika bangun irama dan usaha respirasi
frekuensi dan kedalaman nafas  Catat pergerakan dada,amati
abnormal kesimetrisan, penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
Faktor faktor yang berhubungan :
 ketidakseimbangan perfusi  Monitor suara nafas, seperti
ventilasi dengkur
 perubahan membran kapiler-  Monitor pola nafas : bradipena,
alveolar takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles
dan ronkhi pada jalan napas utama
 auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui
hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :


 Respiratory status : Airway Management
Definisi : Pertukaran udara Ventilation  Buka jalan nafas, guanakan teknik
inspirasi dan/atau ekspirasi tidak  Respiratory status : Airway chin lift atau jaw thrust bila perlu
adekuat patency  Posisikan pasien untuk
 Vital sign Status memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil :  Identifikasi pasien perlunya
- Penurunan tekanan  Mendemonstrasikan batuk pemasangan alat jalan nafas buatan
inspirasi/ekspirasi efektif dan suara nafas yang  Pasang mayo bila perlu
- Penurunan pertukaran udara per bersih, tidak ada sianosis dan
 Lakukan fisioterapi dada jika
menit dyspneu (mampu perlu
- Menggunakan otot pernafasan mengeluarkan sputum,
 Keluarkan sekret dengan batuk
tambahan mampu bernafas dengan atau suction
mudah, tidak ada pursed lips)
- Nasal flaring  Auskultasi suara nafas, catat
- Dyspnea  Menunjukkan jalan nafas yang
adanya suara tambahan
paten (klien tidak merasa
- Orthopnea  Lakukan suction pada mayo
tercekik, irama nafas,
- Perubahan penyimpangan dada
frekuensi pernafasan dalam  Berikan bronkodilator bila perlu
- Nafas pendek
rentang normal, tidak ada  Berikan pelembab udara Kassa
- Assumption of 3-point position basah NaCl Lembab
- Pernafasan pursed-lip suara nafas abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam  Atur intake untuk cairan
- Tahap ekspirasi berlangsung mengoptimalkan keseimbangan.
sangat lama rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)  Monitor respirasi dan status O2
- Peningkatan diameter anterior-
posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal Terapi Oksigen
 Bayi : < 25 atau > 60  Bersihkan mulut, hidung dan secret
 Usia 1-4 : < 20 atau > 30 trakea
 Usia 5-14 : < 14 atau > 25  Pertahankan jalan nafas yang paten
 Usia > 14 : < 11 atau > 24  Atur peralatan oksigenasi
- Kedalaman pernafasan  Monitor aliran oksigen
 Dewasa volume tidalnya 500 ml saat  Pertahankan posisi pasien
istirahat  Onservasi adanya tanda tanda
 Bayi volume tidalnya 6-8 ml/Kg hipoventilasi
- Timing rasio  Monitor adanya kecemasan pasien
- Penurunan kapasitas vital terhadap oksigenasi

Faktor yang berhubungan :


- Hiperventilasi Vital sign Monitoring
- Deformitas tulang
- Kelainan bentuk dinding dada  Monitor TD, nadi, suhu,
- Penurunan energi/kelelahan dan RR
- Perusakan/pelemahan muskulo-  Catat adanya fluktuasi
skeletal tekanan darah
- Obesitas  Monitor VS saat pasien
- Posisi tubuh berbaring, duduk, atau
- Kelelahan otot pernafasan berdiri
- Hipoventilasi sindrom  Auskultasi TD pada
- Nyeri kedua lengan dan
- Kecemasan bandingkan
- Disfungsi Neuromuskuler  Monitor TD, nadi, RR,
- Kerusakan persepsi/kognitif sebelum, selama, dan
- Perlukaan pada jaringan syaraf setelah aktivitas
tulang belakang  Monitor kualitas dari nadi
- Imaturitas Neurologis  Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign

4 Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC : NIC :


dari kebutuhan tubuh  Nutritional Status : food and Nutrition Management
Fluid Intake  Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
untuk keperluan metabolisme  Adanya peningkatan berat menentukan jumlah kalori dan
tubuh. badan sesuai dengan tujuan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
 Berat badan ideal sesuai  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Batasan karakteristik : dengan tinggi badan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih di  Mampu mengidentifikasi  Anjurkan pasien untuk meningkatkan
bawah ideal kebutuhan nutrisi protein dan vitamin C
- Dilaporkan adanya intake makanan  Tidak ada tanda tanda  Berikan substansi gula
yang kurang dari RDA malnutrisi  Yakinkan diet yang dimakan
(Recomended Daily Allowance)  Tidak terjadi penurunan berat mengandung tinggi serat untuk
- Membran mukosa dan konjungtiva badan yang berarti mencegah konstipasi
pucat  Berikan makanan yang terpilih (
- Kelemahan otot yang digunakan sudah dikonsultasikan dengan ahli
untuk menelan/mengunyah gizi)
- Luka, inflamasi pada rongga mulut  Ajarkan pasien bagaimana membuat
- Mudah merasa kenyang, sesaat catatan makanan harian.
setelah mengunyah makanan  Monitor jumlah nutrisi dan
- Dilaporkan atau fakta adanya kandungan kalori
kekurangan makanan  Berikan informasi tentang kebutuhan
- Dilaporkan adanya perubahan nutrisi
sensasi rasa  Kaji kemampuan pasien untuk
- Perasaan ketidakmampuan untuk mendapatkan nutrisi yang
mengunyah makanan dibutuhkan
- Miskonsepsi
- Kehilangan BB dengan makanan Nutrition Monitoring
cukup  BB pasien dalam batas normal
- Keengganan untuk makan  Monitor adanya penurunan berat
- Kram pada abdomen badan
- Tonus otot jelek  Monitor tipe dan jumlah aktivitas
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa yang biasa dilakukan
patologi  Monitor interaksi anak atau orangtua
- Kurang berminat terhadap selama makan
makanan  Monitor lingkungan selama makan
- Pembuluh darah kapiler mulai  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
rapuh tidak selama jam makan
- Diare dan atau steatorrhea  Monitor kulit kering dan perubahan
- Kehilangan rambut yang cukup pigmentasi
banyak (rontok)  Monitor turgor kulit
- Suara usus hiperaktif  Monitor kekeringan, rambut kusam,
- Kurangnya informasi, dan mudah patah
misinformasi  Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein,
Hb, dan kadar Ht
Faktor-faktor yang berhubungan :  Monitor makanan kesukaan
Ketidakmampuan pemasukan atau  Monitor pertumbuhan dan
mencerna makanan atau perkembangan
mengabsorpsi zat-zat gizi  Monitor pucat, kemerahan, dan
berhubungan dengan faktor kekeringan jaringan konjungtiva
biologis, psikologis atau ekonomi.  Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet

5 Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control (Kontrol
Definisi : Peningkatan resiko  Knowledge : Infection control infeksi)
masuknya organisme patogen  Risk control  Bersihkan lingkungan setelah
Kriteria Hasil : dipakai pasien lain
Faktor-faktor resiko :  Klien bebas dari tanda dan  Pertahankan teknik isolasi
- Prosedur Infasif gejala infeksi  Batasi pengunjung bila perlu
- Ketidakcukupan pengetahuan  Mendeskripsikan 
proses Instruksikan pada pengunjung
untuk menghindari paparan penularan penyakit, factor untuk mencuci tangan saat
patogen yang mempengaruhi berkunjung dan setelah berkunjung
- Trauma penularan serta meninggalkan pasien
- Kerusakan jaringan dan penatalaksanaannya,  Gunakan sabun antimikrobia
peningkatan paparan lingkungan  Menunjukkan kemampuan untuk cuci tangan
- Ruptur membran amnion untuk mencegah timbulnya  Cuci tangan setiap sebelum dan
- Agen farmasi (imunosupresan) infeksi sesudah tindakan kperawtan
 Jumlah leukosit dalam batas
- Malnutrisi  Gunakan baju, sarung tangan
- Peningkatan paparan lingkungan normal
sebagai alat pelindung
 Menunjukkan perilaku hidup
patogen  Pertahankan lingkungan aseptik
- Imonusupresi sehat
selama pemasangan alat
- Ketidakadekuatan imum buatan  Ganti letak IV perifer dan line
- Tidak adekuat pertahanan central dan dressing sesuai dengan
sekunder (penurunan Hb, petunjuk umum
Leukopenia, penekanan respon  Gunakan kateter intermiten untuk
inflamasi) menurunkan infeksi kandung
- Tidak adekuat pertahanan tubuh kencing
primer (kulit tidak utuh, trauma  Tingktkan intake nutrisi
jaringan, penurunan kerja silia,  Berikan terapi antibiotik bila perlu
cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan,
panas, drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga tanda
dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif

6 Intoleransi aktivitas b/d curah NOC : NIC :


jantung yang rendah,  Energy conservation Energy Management
ketidakmampuan memenuhi  Self Care : ADLs 
Observasi adanya pembatasan klien
metabolisme otot rangka, kongesti Kriteria Hasil : dalam melakukan aktivitas
pulmonal yang menimbulkan  Berpartisipasi dalam aktivitas
Dorong anal untuk mengungkapkan
hipoksinia, dyspneu dan status fisik tanpa disertai perasaan terhadap keterbatasan
nutrisi yang buruk selama sakit peningkatan tekanan darah,  Kaji adanya factor yang
nadi dan RR menyebabkan kelelahan
Intoleransi aktivitas b/d fatigue  Mampu melakukan aktivitas  Monitor nutrisi dan sumber energi
Definisi : Ketidakcukupan energu sehari hari (ADLs) secara tangadekuat
secara fisiologis maupun psikologis mandiri 
Monitor pasien akan adanya
untuk meneruskan atau kelelahan fisik dan emosi secara
menyelesaikan aktifitas yang berlebihan
diminta atau aktifitas sehari hari. 
Monitor respon
kardivaskuler terhadap aktivitas
Batasan karakteristik :  Monitor pola tidur dan lamanya
a. melaporkan secara verbal adanya tidur/istirahat pasien
kelelahan atau kelemahan.
b. Respon abnormal dari tekanan Activity Therapy
darah atau nadi terhadap aktifitas  Kolaborasikan dengan Tenaga
c. Perubahan EKG yang Rehabilitasi Medik
menunjukkan aritmia atau iskemia dalammerencanakan progran terapi
d. Adanya dyspneu atau yang tepat.
ketidaknyamanan saat beraktivitas.  Bantu klien untuk mengidentifikasi
aktivitas yang mampu dilakukan
Faktor factor yang berhubungan :  Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yangsesuai dengan
 Tirah Baring atau imobilisasi
kemampuan fisik, psikologi dan
 Kelemahan menyeluruh
social
 Ketidakseimbangan antara suplei  Bantu untuk mengidentifikasi dan
oksigen dengan kebutuhan mendapatkan sumber yang
 Gaya hidup yang dipertahankan. diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi
roda, krek
 Bantu untu mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal
latihan diwaktu luang
 Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
 Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social
dan spiritual

7 Cemas b/d penyakit kritis, takut NOC : NIC :


kematian atau kecacatan,  Anxiety control Anxiety Reduction (penurunan
perubahan peran dalam lingkungan Coping kecemasan)
social atau ketidakmampuan yang  Impulse control  Gunakan pendekatan yang
permanen. Kriteria Hasil : menenangkan
 Klien mampu mengidentifikasi  Nyatakan dengan jelas harapan
Definisi : dan mengungkapkan gejala terhadap pelaku pasien
Perasaan gelisah yang tak jelas dari cemas  Jelaskan semua prosedur dan apa
ketidaknyamanan atau ketakutan  Mengidentifikasi, yang dirasakan selama prosedur
yang disertai respon autonom mengungkapkan dan  Pahami prespektif pasien terhdap
(sumner tidak spesifik atau tidak menunjukkan tehnik untuk situasi stres
diketahui oleh individu); perasaan mengontol cemas  Temani pasien untuk memberikan
keprihatinan disebabkan dari  Vital sign dalam batas normal keamanan dan mengurangi takut
antisipasi terhadap bahaya. Sinyal  Postur tubuh, ekspresi wajah, Berikan informasi faktual
ini merupakan peringatan adanya bahasa tubuh dan tingkat mengenai diagnosis, tindakan
ancaman yang akan datang dan aktivitas menunjukkan prognosis
berkurangnya kecemasan
memungkinkan individu untuk  Dorong keluarga untuk menemani
mengambil langkah untuk anak
menyetujui terhadap tindakan  Lakukan back / neck rub
Ditandai dengan  Dengarkan dengan penuh
 Gelisah perhatian
 Insomnia  Identifikasi tingkat kecemasan
 Resah  Bantu pasien mengenal situasi
 Ketakutan yang menimbulkan kecemasan
 Sedih  Dorong pasien untuk
 Fokus pada diri mengungkapkan perasaan,
 Kekhawatiran ketakutan, persepsi
 Cemas  Instruksikan pasien menggunakan
teknik relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi
kecemasan

8 Kurang pengetahuan b/d NOC : NIC :


keterbatasan pengetahuan  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
penyakitnya, tindakan yang  Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
dilakukan, obat obatan yang Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses
diberikan, komplikasi yang  Pasien dan keluarga penyakit yang spesifik
mungkin muncul dan perubahan menyatakan pemahaman 2. Jelaskan patofisiologi dari
gaya hidup tentang penyakit, kondisi, penyakit dan bagaimana hal ini
prognosis dan program berhubungan dengan anatomi dan
Definisi : pengobatan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Tidak adanya atau kurangnya  Pasien dan keluarga mampu 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
informasi kognitif sehubungan melaksanakan prosedur yang biasa muncul pada penyakit,
dengan topic spesifik. dijelaskan secara benar dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu 4. Gambarkan proses penyakit,
Batasan karakteristik : menjelaskan kembali apa dengan cara yang tepat
memverbalisasikan adanya yang dijelaskan perawat/tim5. Identifikasi kemungkinan
masalah, ketidakakuratan kesehatan lainnya. penyebab, dengna cara yang tepat
mengikuti instruksi, perilaku tidak 6. Sediakan informasi pada pasien
sesuai. tentang kondisi, dengan cara yang
tepat
7. Hindari harapan yang kosong
Faktor yang berhubungan : 8. Sediakan bagi keluarga atau SO
keterbatasan kognitif, interpretasi informasi tentang kemajuan pasien
terhadap informasi yang salah, dengan cara yang tepat
kurangnya keinginan untuk 9. Diskusikan perubahan gaya hidup
mencari informasi, tidak yang mungkin diperlukan untuk
mengetahui sumber-sumber mencegah komplikasi di masa
informasi. yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan
second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal, dengan
cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk melaporkan
pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, alih
bahasa; Agung Waluyo, editor; Monica Ester, Edisi 8. EGC: Jakarta.

Carolin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, alih bahasa; I Made Kariasa, editor; Monica Ester,
Edisi 3. EGC: Jakarta.

Tucker, Susan Martin. 1998. Standar Perawatan Pasien; Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi,
Edisi 5. EGC. Jakarta.

Soeparman, Sarwono Waspadji. 1998. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II. Penerbit FKUI: Jakarta.

Long, Barbara C. 1998. Perawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.

http://botol-infus.blogspot.com/2010/07/askep-bronkitis.html
http://medicastore.com/penyakit/14/Bronkitis.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Bronkitis

Anda mungkin juga menyukai