Disusun Oleh
PENDAHULUAN
kesehatan yang ditimbulkan secara global (Saleema, 2012). Lebih dari 500.000 kali
gempa dilaporkan terjadi di seluruh penjuru dunia dalam tiap (Ramirez, 2005).
makanan, kondisi fisik akibat gempa namun juga masalah kesehatan mental
sebagian besar populasi korban bencana tetap memiliki reaksi psikologis yang
normal, sekitar 15-20% akan mengalami gangguan mental ringan atau sedang yang
merujuk pada kondisi PTSD, sementara 3-4% akan mengalami gangguan berat
seperti psikosis, depresi berat dan kecemasan yang tinggi (WHO, 2013). Sebuah
systematic review masalah kesehatan mental setelah gempa bumi di Jepang pada
tahun 2011 menemukan bahwa kondisi PTSD sekitar 10-53,5% dialami oleh korban
gempa, sementara kondisi depresi dialami oleh sekitar 3-43,7% korban gempa
(Ando, 2011).
gempa sejak awal Juli 2018 dengan kekuatan 6,4 SR. Sekitar 390 orang meninggal
dunia, 1447+ lukaluka, 67.875 rumah rusak, 468 sekolah rusak dan 352.793 orang
mengungsi (Damanik, 2018). Berdasarkan hasil survey menunjukkan bahwa masih
banyak masyarakat yang ketakutan atau khawatir jika gempa terulang kembali
sehingga masih belum ingin kembali ke rumah. Selain itu masyarakat merasakan
kesedihan tidak memiliki tempat tinggal akibat rumah yang hancur atau retak.
Trauma psikologis setelah bencana alam akan semakin memperburuk kondisi atau
masalah psikologis yang telah ada sebelum gempa terjadi (Surendra, 2017).
Distress yang berkaitan dengan bencana alam akan berlangsung lama setelah
insiden (Ando, 2011 & Jordan, 2010). Kondisi tersebut akan semakin memburuk
bila tidak dideteksi sejak dini dan ditangani dengan baik, sehingga membutuhkan
psikososial (Walker, 2016). Petugas kesehatan yang telah menerima pelatihan akan
kebutuhan layanan dalamm jangka waktu panjang dan berkelanjutan. Hal tersebut
2017). Salah satu bentuk layanan kesehatan trauma healing yang dapat
dilakukan oleh Ijaz et al. pada tahun 2017 menemukan bahwa individu yang
beribadah, shalat secara rutin dengan mindfulness atau penuh kesadaran memiliki
kesehatan mental yang jauh lebih baik dibandingkan dengan individu yang tidak
melakukan ibadah secara rutin dan dengan mindfulness (Ijaz, 2017). Tujuan
Populasi
Intervensi
dosen, petugas dan kader kesehatan untuk mendata jumlah korban bencana
gangguan psikotis untuk pertanyaan nomor 22-24, dan pertanyaan nomor 25-
Comparasi
Universitas Muhammadiyah Surabaya. Jurnal Ners Vol.6 No.1 April 2011: 42-
49
yang terjadi pada masyarakat korban antara lain, adanya perubahan fungsi
ke dalam rumah, mendengar suara gemuruh atau ketakutan bila malam tiba.
dan termasuk juga gagal menikah. Ketiga, masalah dengan diri sendiri pun
muncul seperti merasa sendiri. Selain itu, kehilangan pekerjaan juga menjadi
tersebut yang menyebabkan korban sering menyendiri, merasa pusing dan juga
sedih. Keempat, isu makhluk halus merupakan salah satu masalah yang
warga. Isu makhluk halus ini merupakan masalah dalam aspek spiritual
masyarakat yang dialami setelah peristiwa gempa bumi. Aspek spiritual lain
yaitu kondisi sakit yang dialami oleh warga, warga menyebutkan keluhan fisik
Psikososial :
trauma
ketangguhan.
Mengembangkan jangkauan layanan untuk mengidentifikasi mereka yang
membutuhkan.
Fase Rekonstruksi
Pertahankan "hot line" atau cara lain dimana penyintas bisa menghubungi
Anak-anak
program, namun perlu diingat bahwa segala bentuk interaksi dengan anak
berpotensi untuk memulihkan anak secara psikologis. Hal ini penting untuk
bencana, baik yang bekerja langsung dengan anak maupun tidak. Dukungan ini
tidak hanya berarti bekerja dengan anak, tetapi juga dengan orang tua, warga
sekitar dan organisasi lain untuk membantu anak memperoleh akses dan
pelayanan dasar yang perlu mereka dapatkan. (Unicef Indonesia –
Hal utama yang perlu dilakukan adalah bersikap tenang saat bersama
anak. Mulailah membuat kegiatan yang teratur dan rutin bagi anak. Kegiatan
yang teratur adalah salah satu kebutuhan psikososial utama bagi anak-
anak. Anak-anak akan merasa aman jika segera melakukan aktivitas yang
sama/mirip dengn aktivitas rutin yang dilakukan sebelum bencana. Oleh karena
tempat yang aman bagi anak-anak untuk bermain di sore hari, mengajak anak
untuk mengaji di sore hari (atau bible study untuk anak-anak Nasrani).
pengalaman saat peristiwa bencana terjadi atau impian masa depan. Menggali
potensi, bakat dan minat anak dibidang seni, olah raga dan permainan-mainan
Remaja
5. Menulis
6. Menonton film
Orang Dewasa
2. Temani mereka
Wanita
berkelompok
4. Apabila dia berperan sebagai orang tua tunggal, maka dia bekerja
komunitas
informasi lainnya.
4. Mengajak rekan perempuan dalam komunitas agar lebih percaya diri, dan
Lansia
lokasi penampungan
dari fase kedaruratan, yaitu fase kedaruratan akut dan fase konsolidasi :
intervensi sosial.
dikerjakan oleh setiap organisasi dan dimana mereka berlokasi, dan lokasi
b. Mencari jejak keluarga dari mereka yang terpisah, usia lanjut dan kelompok
rawan lainnya.
segera.
d. Membimbing masyarakat untuk mengambil keputusan dimana meletakkan
e. Membantu yatim piatu, janda, duda, atau mereka yang tifak mempunyai
sepenuhnya.
h. Melibatkan orang dewasa dan remaja dalam kegiatan nyata dan kegiatan
dan lain-lain).
tentang reaksi stres yang normal kepada masyarakat luas. menyiarkan berita
singkat yang tidak sensasional dalam radio, membuat poster, leaflet yang
bagi dirinya atau orang lain, gannguan psikotik, depresi berat, maniakal, dan
epilepsi) di Puskesmas/RSU/RSJ.
c. Menjamin tersedianya obat psikotropika esensial di tingkat
akut merupakan gejala awal dari gangguan jiwa dan penghentian obat secara
non sukarela) segera setelah terpapar dengan stresor yang ekstrim, perlu
e. Bila fase akut telah berlalu, mulai melatih dan mensupervisi pekerja
2. Fase Rekonsiliasi merupakan periode darurat akut diikuti oleh fase konsolidasi
dimana kebutuhan dasar sudah kembali pada tingkatan sebelum darurat atau
dibicarakan di atas.
c. Dorong penerapan cara pertahanan diri yang positif yang sudah mereka
miliki.
keluarga, pencegahan bunuh diri, mengatasi keluhan somatik yang tak dapat
pasien).
Dalam hal ini tentu berlaku pada kerjasama yang dapat dilakukan.
Lubis, Misran. (2010). Perlindungan Anak Dalam Situasi Bencana. Diakses tanggal
11 Agustus 2019 dari http://www.ccde.or.id
Ando S, et al. Mental health problems in a community after the Great East Japan
Earthquake in 2011: a systematic review. Harv Rev Psychiatry. 2017; 25(1): 15-
28.
Anwar J, Mpofu E, Matthews LR, Shadoul AF, Brock KE. Reproductive health and
access to healthcare facilities: risk factors for depression and anxiety in women
with an earthquake experience. BMC Public Health. 2011;11:523.
Caroline Damanik. Ada 447 Gempa susulan terjadi di Lombok hingga pagi ini.
2018. Available from:
http://www.regional.kompas.com/read/2018/08/10/07150051/ada-447- gempa-
susulan-terjadi-di-lombok-hingga-pagi-ini
Feder A, Ahmad S, Lee EJ, Morgan JE, Singh R, Smith BW, et al. Coping and
PTSD symptoms in Pakistani earthquake survivors: purpose in life, religious
coping and social support. J Affect Disord. 2013;147:156-63.
Fergusson DM, Horwood LJ, Boden JM, Mulder RT. Impact of a major disaster on
the mental health of a well-studied cohort. JAMA Psychiatry. 2014;71:1025–
31.doi:10.1001/jamapsychiatry.2014.652.
Ijaz S. et al. Mindfulness in Salah Prayer and its Association with Mental Health. J
Relig Health. 2017 56(6):2297-2307.
Jordans MJD, Upadhaya N, Tol WA, van Ommeren M. Introducing the IASC
mental health and psychosocial support guidelines in emergencies in Nepal: a
process description. Intervention. 2010;8(1):52–63.
Kun P, Han S, Chen X, Yao L. Prevalence and risk factors for posttraumatic stress
disorder: a cross-sectional study among survivors of the Wenchuan 2008
earthquake in China. Depress and Anxiety. 2009;26:1134-40.
Richman K (2012) Religion at the epicenter agency and affiliation in Léogâne after
the earthquake. Studies in Religion/Sciences Religieuses 41: 148–165.
Saleema AG, Rozina KS, & Zahid AF. Role of community health nurse in
earthquake affected areas. J Pak Med Assoc. 2012. Vol. 62 No.10.
WHO. Building back better. Sustainable mental health care after emergencies.
Geneva: World Health Organization; 2013. Available from
http://apps.who.int/iris/beatstream/10665/85377/1/978241564571_eng.pdf?u
a=1
Yuan KC, Ruo Yao Z, Zhen Yu S, Xu Dong Z, Jian Zhong Y, Edwards JG, et al.
Prevalence and predictors of stress disorders following two earthquakes. Int J
Soc Psychiatry. 2013;59:525-30.