Anda di halaman 1dari 7

D.

Dampak Pencemaran Air dari Limbah Tekstil


Pencemaran lingkungan akibat industri tekstil adalah berupa
pencemaran debu yang dihasilkan penggunaan mesin berkecepatan tinggi dan
limbah cair yang berasal dari tumpahan dan air cucian tempat pencelupan
larutan kanji dan proses pewarnaan. Zat warna tekstil merupakan gabungan
dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom sebagai pengaktif
kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat. Kapas mentah
mengandung kotoran seperti lilin kapas, zat-zat lemak, senyawa pectin,
protein, debu dan tanah (Renita 2004).
Menurut hasil wawancara dengan pengelola pompa air serta warga
disekitar sungai tempat pengamatan, pencemaran air sungai tersebut berasal
dari limbah dari pabrik tekstil disekitar lokasi, yaitu dari industri pengecatan
dan pencetakan batik di Pasar Kliwon, Semanggi, Surakarta. Pabrik teksil
tersebut membuang limbahnya ke sungai, sehingga sungai menjadi berwarna
tidak jernih lagi. Ketika dilakukan pengamatan warna air sungai tersebut
dalah cokelat kemerah-merahan. Menurut warga sekitar warna air bisa
berubah –ubah tergantung warna limbah yanh dibuang ke sungai. Selain dari
limbah tekstilpencemaran juga berasal darisampah-sampah kota. Warga
disekitar tempat tersebut merasa terganggu akibat pencemaran tersebut, selain
airnya tidak dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, pencemaran
tersebut juga menimbulkan bau yang tidak sedap. Banjir juga kerap menimpa
warga disekitar sungai.
Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam proses
pengkajian, penghilangan kanji, penggelantangan, merseriasi, pewarnaan,
percetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas
menghasilkan limbah yang lebih banyak daripada limbah dari proses
penyempurnaan bahan sintesis. Pemasakan dan meserisasi kapas serta
pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting. Karena
menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersupsensi dan zat-zat kimia.
Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750
mg/ padatan tersupsensi dan 500 mg/L BOD. Perbandingan COD dan BOD
adalah dalam kisaran 1,5 : 1 sampai 3 : 1(Renita 2004).
Industri tekstil rumahan sebagian besar membuang limbah ke sungai
tanpa ada pengolahan terlebih dahulu. Perbuatan tersebut membuat air sungai
menjadi kotor dan tercemar. Limbah pewarna yang dibuang sembarangan,
juga bisa mencemari lingkungan, ekosistem sungai rusak. Akibatnya, ikan-
ikan mati dan air sungai tidak dapat dimanfaatkan lagi. Lebih dari itu, air
sungai yang telah tercemar meresap ke sumur dan mencemari sumur. Padahal
air itulah yang digunakan untuk keperluan hidup sehari-hari. Limbah tekstil
menimbulkan perubahan warna sungai akibat pencemaran limbah cair dari
pabrik yang juga mengeluarkan bau bangkai yang menyengat diikuti oleh
matinya ikan-ikan, banyak ternak yang mati, dan juga kesehatan yang
terganggu seperti penyakit kulit.
Dampak pencemaran air yang disebabkan oleh pembuangan limbah
tekstil ke sungai adalah sebagai berikut:
1. Berkurangnya jumlah oksigen terlarut di dalam air karena sebagian besar
oksigen digunakan oleh bakteri untuk melakukan proses pengolahan
limbah dalam sungai.
Berkurangnya jumlah oksigen dalam air mengakibatkan berkurangnya
poulasi ikan dalam sungai, karena kompetisi dalam mendapatkan oksigen
untuk hidup.
2. Limbah tekstil yang dibuang ke sungai, dapat berakibat menghalangi
cahaya matahari sehingga menghambat proses fotosintesis dari tumbuhan
air dan alga, yang menghasilkan oksigen.
Tumbuhan air dan alga memerlukan cahaya matahari untuk melakukan
fotosintesis, jika cahaya matahari kurang maka fotosintesi juga berkurang,
produksi oksigen dalam air juga berkurang, sehingga fauna-fauna dalam
air kekurangan oksigen untuk bernafas.
3. Deterjen yang digunakan untuk proses pencucian zat warna pada tekstil
sangat sukar diuraikan oleh bakteri sehingga akan tetap aktif untuk jangka
waktu yang lama di dalam air, mencemari air dan meracuni berbagai
organisme air.
Zat-zat racun dalam limbah yang ada dalm air akan meracuni fauna-fauna
dalam air, sehingga banyak fauna-fauna dalam air yang mati. Jika manusia
dan hewan lainnya juga mengkonsumsi air tercemat zar racun tersebut
maka juga akan mengalami keracunan atau terkena penyakit.
4. Penggunaan deterjen secara besar-besaran juga meningkatkan senyawa
fosfat pada air sungai atau danau yang merangsang pertumbuhan
ganggang dan eceng gondok (Eichhornia crassipes).
Eutrofikasi adalah masalah lingkungan hidup yang mengakibatkan
kerusakan ekosistem perairan khususnya di air tawar. Hal tersebut
disebabkan oleh limbah fosfat (PO3-), dimana fosfat tersebut dihasilkan
oleh limbah rumah tangga seperti detergen, selain itu limbah tersebut juga
dapat dihasilkan dari limbah peternakan, limbah industri, dan berasal dari
pertanian. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total phosphorus (TP)
dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L.
5. Pertumbuhan ganggang dan eceng gondok yang tidak terkendali
menyebabkan permukaan air danau atau sungai tertutup sehingga
menghalangi masuknya cahaya matahari dan mengakibatkan terhambatnya
proses fotosintesis.
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan alga, tumbuhan air berukuran
mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat
ketersediaan fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal
ini bisa dikenali dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak
sedap, dan kekeruhannya yang menjadi semakin meningkat. Akibatnya,
kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun. Rendahnya
konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan
makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh
dengan baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya
dalam mata rantai ekosistem air menyebabkan terganggunya
keseimbangan ekosistem air. Permasalahan lainnya, cyanobacteria (blue-
green algae) diketahui mengandung toksin sehingga membawa risiko
kesehatan bagi manusia dan hewan. Alga bloom juga menyebabkan
hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga
dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk
mengatasinya.
6. Tumbuhan air (eceng gondok dan ganggang) yang mati membawa akibat
proses pembusukan tumbuhan ini akan menghabiskan persediaan oksigen.
Proses pembusukan membutuhkan oksigen, sehingga jika banyak fauna
dan flora air yang mati maka akan terjadi proses pembusukan yang
banyak. Banyaknya proses pembusukkan akan banyak memerlukan
oksigen, sehingga konsentrasi oksigen menjadi sangat berkurang.
7. Material pembusukan tumbuhan air akan menyebabkan mengendapkan
dan menyebabkan pendangkalan sungai.
Pendangkalan sungai membuat daya tampung sungai menjadi menurun.
Akibatnya jika musim hujan tiba sungai tidak dapat menapung air,
sehingga banjir tidak dapat dihindari. Air banjir juga menimbulkan
dampak bagi kesehatan manusia, berbagai penyakit dapat ditimbulkan
akibat banjir tersebut.
Pencemaran lingkungan berakibat terhadap kesehatan manusia, tata
kehidupan, pertumbuhan flora dan fauna yang berada dalam jangkauan
pencemaran. Gejala pencemaran dapat terlihat pada jangka waktu singkat
maupun panjang, yaitu pada tingkah laku dan pertumbuhan. Pencemaran
dalam waktu relatif singkat, terjadi seminggu sampai dengan setahun
sedangkan pencemaran dalam jangka panjang terjadi setelah masa 20 tahun
atau lebih. Dampak pencemaran semula tidak begitu kelihatan. Namun
setelah menjalani waktu yang relatif panjang dampak pencemaran kelihatan
nyata dengan berbagai akibat yang ditimbulkan. Unsur-unsur lingkungan,
mengalami perubahan kehidupan habitat. Tanaman yang semula hidup cukup
subur menjadi gersang dan digantikan dengan tanaman lain. Jenis binatang
tertentu yang semula berkembang secara wajar beberapa tahun kemudian
menjadi langka, karena mati atau mencari tempat lain.
Kondisi kesehatan manusia juga menunjukkan perubahan, misalnya,
timbul penyakit baru yang sebelumnya belum/tidak ada. Kondisi air sungai,
mikroorganisme, unsur hara dan nilai estetika mengalami perubahan yang
cukup menyedihkan. Bahan pencemar yang terdapat dalam limbah industri
ternyata telah memberikan dampak serius mengancam satu atau lebih unsur
lingkungan. Jangkauan pencemar dalam jangka pendek maupun panjang
tergantung pada sifat limbah, jenis, volume limbah, frekuensinya dan
lamanya limbah berperan.

Dampak Positif dilaksanakannya pengolahan air

1. Dampak kesehatan
Di Solo terdapat empat dampak kesehatan besar disebabkan oleh
pengelolaan air dan banjir yang sering terjadi, yakni diare, tipus, polio dan
cacingan. Dengan dilaksanakannya pengolahan air yang intensif dan dapat
membersihkan sungai dapat mengurangi beberapa penyakit yang sering
kali muncul di masyarakat sekitar.
2. Dampak lingkungan
Lingkungan yang tidak kotor karena dilakukannya pengolahan
terhadap limbah sekitar pintu air demanggan memberikan dampak positif.
Dampak positif dari lingkungan sekitar seperti menghilangkan bau yang
sering sekali muncul saat air mulai berubah warna akibat limbah tekstil
dan sampah yang tergenang. Selain itu air yang mengalirpun tidak
tergenang sampah lagi. Peningkatan kualitas kondisi existing sungai di
Solo terkait dengan rencana pengembangan potensi jalur sungai
melakukan program peningkatan kualitas (badan) air dengan pihak-pihak
yang lebih kompeten, baik di dalam maupun luar negeri dalam suatu
program revitalisasi kondisi eksisting.
3. Dampak Sosial dan Ekonomi

Peningkatan kualitas terhadap persepsi, sikap dan perlakuan warga Kota


Solo terhadap adanya pengembangan jalur sungai sebagai alternatif obyek
wisata air. Dari analisis yang telah dilakukan, peran masyarakat, pada
akhirnya sangat signifikan bagi pengembangan wisata. Karenanya
diperlukan pelibatan masyarakat dalam berbagai skala kegiatan wisata.
Pengembangan wisata UKM merupakan salah satu inovasi dapat
digunakan sebagai faktor pemicu dalam pelibatan masyarakat.
Pengembangan Potensi sungai di Solo untuk dijadikan obyek wisata, baik
wisata alam maupun wisata budaya. Tercapainya pemenuhan kebutuhan
dan harapan warga Kota Solo terhadap adanya pengembangan jalur sungai
sebagai alternatif obyek wisata air, dengan adanya pengembangan jalur
sungai sebagai alternatif obyek wisata air yang memiliki daya tarik.
DAPUS
Renita, Manurung 2004. Perombakan Zat Warna Azo Reaktif Secara Anaerob –
Aerob. Sumatera Utara: Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas
Sumatra Utara.

Anda mungkin juga menyukai