Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka


Berdasarkan SNI 03-2847-2002, beton adalah campuran antara semen Portland atau
semen hidraulik lain, agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan
tambahan yang membentuk massa padat. (SNI 03-2847-2002)

Beton ringan merupakan beton yang memiliki berat jenis rendah. Untuk memproduksi
beton dengan berat jenis rendah ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Salah satu
cara yang digunakan adalah dengan cara mereduksi berat jenis agregat kasar. Karena
pada dasarnya, beton ringan memiliki campuran sama dengan beton normal pada
umumnya, namun agregat kasar yang menempati 60% dari seluruh komponen,
direduksi berat jenisnya. Reduksi in dilakukan dengan menggantinya dengan Artifical
Lightweight Coarse Aggregate (ALWA) semisal bloated clay, crushed bricks atau fly
ash based coarsed aggregate yang diperoleh dari pada rotary kiln, batu tulis, sisa bara
yang berbusa, dan batu apung. (Ali, et.al. 1989, dalam Kris Tiandanu 2010)

Beton memadat mandiri atau Self-Compacting Concrete (SCC) adalah campuran beton
yang mampu memadat sendiri tanpa menggunakan alat pemadat atau mesin penggetar
(vibrator). Campuran Self-Compacting Concrete (SCC) segar ini lebih cair daripada
campuran beton konvesional. Campuran ini dapat mengalir dan memadat ke setiap
sudut struktur bangunan yang sulit dijangkau oleh pekerja dan mengisi tinggi
permukaan yang diinginkan dengan rata (self leveling) tanpa mengalami bleeding.
(Sholihin As’ad, 2012)

Sika Viscocrete adalah superplastisizer admixture yang fungsinya mengurangi


sejumlah besar pemakaian air pada beton segar. Dipakai untuk meningkatkan
kelecakan beton segar (improve the workability of fresh concrete) dan untuk
meningkatkan mutu beton terutama pada beton mutu tinggi. Memungkinkan membuat
beton segar mudah mengalir dan melakukan pemadatan mandiri (Self Compacting
Concrete). Percampuran antara air dengan semen akan mengakibatkan reaksi
kimia/hidrasi. Air akan diserap oleh permukaan granular semen yang dengan cepat
akan membuat granular semen menjadi lunak. Kemudian terbentuk permukaan tipis
gel disekitar granular. Karena proses waktu lambat laun lapisan gel tersebut menjadi
solid kemudian berhidrasi dan akhirnya mengeras. Apabila air campuran mengandung
admixture maka yang terjadi adalah molekul admixture akan diserap oleh granular
semen yang lunak tersebut kemudian dengan segera akan menyelimuti granular semen
dan meningkatkan muatan negative pada permukaan granular semen yang
mengakibatkan gaya tolak menolak antar partikel semen (electrostatic repulsion).
Selanjutnya granular semen akan mengalami efek disperse yang akan mempengaruhi
kelecakan beton segar. (Prajitno, 2017)

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Beton
Beton adalah bahan yang terbuat dari campuran agregat, semen, dan air dengan
perbandingan tertentu. Seiring dengan berjalannya waktu, campuran beton tersebut akan
mengalami pengerasan akibat reaksi kimia antara semen dan air yang dikenal dengan
proses hidrasi. Terkadang pada saat proses pencampuran dilakukan penambhan bahan
aditif untuk merubah sifat campuran beton sesuai dengan kondisi dan tujuan yang
diinginkan. (Sibarani, 2012)

2.2.1.1 Sifat
Beton segar memiliki beberapa sifat antara lain sebagai berikut:
1. Kelecakan atau workability yaitu tingkat kemudahan pengerjaan beton segar yang
dipengaruhi oleh proporsi faktor air semen (FAS) yang digunakan pada campuran
beton. Semakin tinggi FAS yang digunakan maka semakin mudah dikerjakan,
namun dapat terjadi bleeding.
2. Segregation resistance yaitu proses terjadinya pemisahan agregat dari campuran
beton. Disebabkan oleh beberapa faktor antara lain FAS terlalu tinggi, kekurangan
semen pada campuran beton, atau jatuh saat penuangan lebih dari satu meter.
3. Bleeding yaitu pemisahan atau naiknya air ke permukaan dari campuran beton
karena FAS terlalu tinggi.

2.2.1.2 Kelebihan dan kekurangan


Kelebihan dari penggunaan beton adalah sebagai berikut:
1. Mudah dicetak dengan ukuran dan dimensi yang dibutuhkan.
2. Ekonomis karena material penyusun banyak referensi dan mudah untuk dicari.
3. Tahan lama memiliki masa layan sesuai dengan perancangan dengan perawatan dan
kondisi lapangan yang sudah diperhitungkan.
4. Efisien dengan mix design yang tepat memberikan hasil dan fungsi beton yang
maksimal.
5. Dapat diproduksi ditempat.
6. Mempunyai kuat tekan yang tinggi.
Kekurangan dari penggunaan beton adalah sebagai berikut:
1. Kekuatan regang rendah.
.
2. Keliatan rendah.
3. Volume tidak stabil.
4. Kekuatan rendah dibanding beratnya.
5. Mempunyai kuat tarik yang rendah.

2.2.2 Beton Ringan (Lightweight concrete)


Beton ringan (lightweight concrete) merupakan salah satu alternative material pracetak
untuk bangunan residensial, highrise atau lowrise building, baik sebagai pengganti batu
bata, dinding partisi, pelat lantai ataupun atap (pada pelat beton ringan dapat didesain
dengan ataupu tanpa tulangan). Hal ini karena sifat daripada beton ringan yang mudah
dicetak ataupun dipotong menjadi ukuran-ukuran yang diinginkan menggunakan gergaji
kayu/gergaji mesin serta kemudahan pada saat instalasi karena beratnya yang ringan,
kemudian umur beton ringan yang lebih cepat matang dibandingkan dengan beton biasa
menjadikannya memiliki nilai jual yang lebih. Kemudian limbah yang dihasilkan lebih
sedikit bila dibandingkan dengan penggunaan beton biasa. (Abdullah, 2008)

2.2.3 Beton memadat mandiri (self compacting concrete)


Self Compacting Concrete (SCC) merupakan beton yang mampu memadat sendiri
dengan slump yang cukup tinggi. Dalam proses penempatan pada volume bekisting
(placing) dan proses pemadatannya (compacting), SCC tidak memerlukan proses
penggetaran seperti beton normal. (EFNARC, 2005)

2.2.3.1 Sifat beton memadat mandiri


Menurut Herbudiman (2013), suatu campuran beton dapat dikatakan self-compacting
concrete (SCC) apabila memiliki sifat beton segar dengan workabilitas yang baik,
adalah sebagai berikut:
1. Fillingability, adalah kemampuan beton segar untuk dapat mengisi seluruh ruangan
bekisting tanpa bantuan alat vibrasi,
2. Passingability, adalah kemampuan beton segar untuk dapat melewati tulangan,
3. Segregation resistance, adalah kemampuan campuran beton yang tidak mengalami
segregasi.

2.2.4 Pengujian beton segar


Pengukuran sifat beton segar jenis Self-Compacting Concrete harus dilakukan
dengan beberapa alat ukur standart seperti slump-flow test, L-box test, dan V-funnel
test. (EFNARC, 2005)

2.2.5 Bahan penyusun beton ringan memadat mandiri


2.2.5.1 Semen portland
Semen merupakan bahan pengikat hidrolis berupa bubuk halus yang dihasilkan dengan
cara menghaluskan klinker (bahan ini terutama terdiri dari silikat kalsium yang bersifat
hidrolis), dengan batu gips sebagai bahan tambahan. (Kardiyono Tjokrodimuljo, 1995)
Susunan unsur semen Portland dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Susunan unsur semen portland
Oksida Persen (%)
Kapur (CaO) 60 - 65
Silika (SiO2) 17 - 25
Alumina (Al2O3) 3 - 8
Besi (FeO2) 0,5 - 6
Magnesia (MgO) 0,5 - 4
Sulfur (SO3) 1 - 2
Soda / potash (Na2O + K2O) 0,5 - 1
(Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo, 1995)

Masih ditambah sedikit unsur-unsur lain sebagai berikut :

1. Trikalium silikat (C3S)


2. Dikalium silikat (C2S)
3. Trikalium aluminat (Ca)
4. Tetrakalium aluminoferit (C4Af)
Salah satu faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton adalah tipe semen yang
digunakan dalam pembuatan campuran beton. Menurut SNI 15 - 2049 - 2004, semen
portland dibagi menjadi beberapa tipe yang dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Jenis-jenis semen portland

Jenis semen Penggunaan

yaitu semen portland yang tidak memerlukan persyaratan


Jenis I khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain,
digunakan untuk penggunaan umum.

yaitu semen portland yang penggunaannya memerlukan


Jenis II
kalor hidrasi sedang atau ketahanan terhadap sulfat.

semen portland yang penggunaannya pada tahap


Jenis III permulaan memerlukan kekuatan tinggi setelah pengikatan
berlangsung.
yaitu semen portland yang penggunaannya memerlukan
Jenis IV
kalor hidrasi yang rendah.

yaitu semen portland yang penggunaannya memerlukan


Jenis V
ketahanan terhadap sulfat yang tinggi.

Jika semen Portland dicampur dengan air, maka komponen kapur dilepas dari
senyawanya. Banyaknya kapur yang dilepaskan ini sekitar 20% dari berat semen.
Kondisi terburuknya adalah mungkin terjadi pemisahan struktur yang disebabkan oleh
lepasnya kapur dari semen. Situasi ini harus dicegang dengan menambahkan pada
semen satu mineral silika seperti pozzolan. Mineral yang ditambahkan ini bereaksi
dengan kapur bila ada uap air membentuk bahan yang kuat, yaitu kalisum silikat.
(Abdullah, 2008)

2.2.5.2 Agregat kasar

Berdasarkan dengan tujuan penelitian ini, agregat kasar yang digunakan adalah
pecahan genteng. Ukuran dari pecahan genteng sendiri memiliki diameter 5-20 mm.
Pecahan genteng berasal dari tanah liat yang sudah melalui proses pembakaran pada
suhu 900 ̊C.

Supranggono (1991) dan Ahmad Khaerun (2004), menyatakan bahwa penggunaan


ALWA pada monstruksi bangunan dapat diperoleh beberapa keuntungan, antara lain
:

1. Dapat menghemat biaya konstruksi, karena berat jenisnya yang rendah.


2. Pekerjaan scaffolding dan concrete placement lebih murah atau ekonomis.
3. Bangunan atau konstruksi dengan bentang yang Panjang dapat dibuat dengan biaya
yang lebih murah
4. Biaya transportasi dan pembuatan elemen pracetak lebih murah dan lebih mudah.
5. Pengaruh daya sekat panas lebih baik pada penggunaan air conditioning sehingga
hemat energi

2.2.5.3 Agregat halus


Agregat halus merupakan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14-5 mm
yang didapat dari hasil disintegrasi (penghancuran) batuan alam (natural sand) atau
dapat juga dengan memcahnya (artificial sand) tergantung dari kondisi pembentukan
terjadinya.
Menurut PBI 1971 pasal 3.3, syarat-syarat agregat halus adalah sebagai berikut :
a. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran tajam dan keras, bersifat kekal dalam arti
tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca, seperti panas matahari dan hujan.
b. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% terhadap jumlah
berat agregat kering. Apabila kandungan lumpur lebih dari 5%, agregat halus
harus dicuci terlebih dahulu.
c. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organic terlalu banyak. Hal
demikian dapat dibuktikan dengan percobaan warna dari Abrams Harder dengan
menggunakan larutan NaOH.
d. Agregat halus terdiri dari butiran-butiran yang beranekaragam besarnya dan
apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan dalam Pasal 3.5 ayat 1
(PBI 1971), harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.
2. Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.
3. Sisa diatas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80%-90% berat.

Gradasi agregat halus menurut persyaratan ASTM C33 tercantum dalam Tabel 2.3.

Ukuran saringan Persentase lolos saringan (%)

9,50 mm (3/8 in) 100


4,75 mm (No. 4) 95 – 100

2,36 mm (No. 8) 80 – 100

1,18 mm (No. 16) 50 – 85

600 μm (No. 30) 25 – 60

300 μm (No. 50) 5 – 30 (AASHTO 10 – 30)

150 μm (No. 100) 0 – 10 (AASTHO 2 – 10)

Tabel 2.3 Syarat gradasi agregat halus

Komposisi agregat halus pada SCC cenderung lebih banyak daripada beton
konvensional karena SCC memanfaatkan perilaku pasta untuk mempermudah aliran
beton segar. Sementara pada beton konvensional agregat kasar yang digunakan sebesar
70% - 75% dari volume beton (As’ad, 2012).

2.2.5.4 Air
Air amat diperlukan pada pembuatan beton agar terjadi reaksi kimiawi dengan semen.
Pada umumnya air minum dapat dipakai untuk campuran beton. Air yang mengandung
senyawa-senyawa berbahaya, yang terceamr garam, minyak, gula atau bahan-bahan
kimia lain, bila dipakai untuk campuran beton akan dapat menurunkan kekuatannya
dan dapat juga mengubah sifat-sifat semen. Karena karakteristik pada semen
merupakan hasil reaksi kimaiwi antara semen dengan air, maka bukan perbandingan
antara air dan semen pada campuran yang menentukan. Air yang berlebihann akan
menyebabkan banykan gelembung air setelah proses hidrasi tidak seluruhnya selesai.
Sebagai akibatnya beton yang dihasilkan akan kurang kekuatannya. (Yudith Abdullah,
2008)
Persyaratan pemakaian air berdasarkan SNI 03-2834-2000 untuk pembuatan beton
adalah sebagai berikut:

1. Kandungan lumpur (benda melayang lainnya) tidak lebih dari 2 gram/liter,


2. Kandungan garam-garam yang merusak beton (asam, zat organik, dll) tidak lebih
dari 15 gram/liter,
3. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter,
4. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
Dalam pembuatan beton, air mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Agar terjadi hidrasi, yaitu reaksi kimia antara semen dan air yang menyebabkan
campuran air semen menjadi keras setelah lewat beberapa waktu tertentu.
2. Sebagai pelicin campuran kerikil, pasir, dan semen agar memudahkan pekerjaan.
3. Untuk merawat beton selama pengerasan.

2.2.5.5 Bahan Tambah

Bahan tambah didefinisikan sebagai material selai air, agregat, dan semen yang
dicampurkan kedalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama
pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan
karakteristik dari beton atau mortar missal untuk dapat dengan mudah dikerjakan,
penghematan, atau untuk tujuan lain. (ASTM C.125-1995)

Ada beberapa jenis bahan tambahan yang digunakan dalam campuran beton, dipilih
bahan tambah mineral (additive) seperti superplasticizer sebagai accelerator pada
penelitian ini, karena selain dapat menambah kuat tekan beton, mempermudah
workability dan bahan tambah tersebut mudah didapat.

a. Superplasticizer (Sika Viscocrete-8050)


Dalam penelitian ini, bahan tambah yang digunakan adalah superplasticizer Sika
Viscocrete-8050. Sika Viscocrete-8050 merupakan superplasticizer untuk beton
dan mortar, digunakan untuk menghasilkan beton dengan tingkat flowability yang
tinggi. Sika Viscocrete-8050 antara lain digunakan pada beton mutu tinggi (High
Performance Concrete), beton memadat mandiri (Self-Compacting Concrete),
beton massa (Mass Concrete), dan beton yang menuntun Workability Time lebih
lama (untuk perjalanan jauh).
Product Data Sheet, Sika Viscocrete-8050 (2008) menyatakan bahwa Sika
Viscocrete-8050 adalah superplasticizer kuat yang didasarkan pada teknologi
canggih yang memiliki keuntungan :
1. Pengurangan air yang tinggi, menghasilkan kepadatan tinggi, sehingga tinggi
kekuatan dan mengurangi permeabilitas.
2. Memperpanjang kemampuan kerja dalam hubungannya dengan pengembangan
kekuatan cepat berikutnya.
3. Lebih ekonomis, misalnya : pengurangan semen, mengurangi biaya energi
untuk elemen curiang uap, dan lebih banyak desain campuran ekonomis.

Sika Viscocrete-8050 tidak mengandung klorida atau bahan-bahan lain yang


menyebabkan korosi dari baja. Adapun spesifikasi data dapat dilihat pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Technical Data Sika Viscocrete-8050

Chemical base Modified polycarboxylate in water

Packaging 200 L drums (non returnable)

1000 L IBC’s or tanker delivery on request

Appearance/ Colour Liquid/Brownish

Shelf life 12 months from date of production if stored


properly in undamaged un-opened, original
sealed packaging

Storage conditions Store in dry conditions at temperatures between


+5 ̊C and +30 ̊C. Protect from direct sunlight
and frost
Density 1.08 ± 0.01 kg/L (at +25 ̊C)

Total Chloride Ion Content < 0.1% w/w

2.2.6 Rancang campur beton Lightweight-Self Compacting Concrete (L-SCC)


Pembuatan Self-Compacting Concrete (SCC) diperlukan rancang campur (mix design)
bahan penyusunnya yang didesain untuk mencapai kriteria yang diinginkan yaitu
kemampuan mengalir (flowability) dan mengurangi terjadinya segregasi. Berdasarkan
The European Guidelines for Self-Compacting Concrete (2005) merekomendasikan
range komposisi permeter kubik bahan yang digunakan untuk campuran beton yang
dapat dilihat pada Tabel 2.5

Tabel 2.5 Range mix design yang disarankan oleh The European Guidelines for Self-
Compacting Concrete (2005)
Bahan material Range dalam massa Range dalam volune
(kg/m3) (liter/m3)

Powder 380 - 600

Pasta 300 - 380

Air 150 - 210 150 - 210

Agregat kasar 750 - 1000 270 - 360

Agregat halus 48% - 55% dari total berat agregat

Rasio air/powder dari 0,85 - 1,10


volume

2.2.7 Kriteria pengujian beton


Dalam penelitian ini kriteria yang digunakan dalam pengujian workability benda uji
mengambil standar dari EFNARC 2005. Terdapat bermacam-macam metode pengujian
yang telah dikembangkan untuk memahami karakteristik dari beton SCC. Sejauh ini
belum ada satu metode atau kombinasi yang digunakan sebagai standar universal.
Berikut ini beberapa alternative metode pengujian workability yang dapat dilakukan
pada beton segar SCC yang akan disajikam pada tabel 2.6

Tabel 2.6 Metode Pengujian Parameter SCC

No Metode Parameter
1 Slump-flow dengan kerucut Abrams Fillingability
2 T50cm slumpflow Fillingability
3 J-ring Passingability
4 V-funnel Fillingability
5 V-funnel pada t5menit Segregation resistance
6 L-box Passingability
7 U-box Passingability
8 Fill-box Passingability
9 GMT screen stability test Segregation resistance
10 Orimet Fillingability
(sumber: EFNARC 2005)

Dalam penelitian ini, pengujian parameter SCC dilakukan dengan menggunakan


metode sebagai berikut :

1. Slump-flow dengan kerucut Abrams untuk pengujian parameter fillingability


2. L-box untuk pengujian parameter passingability
3. V-funnel oada T5menit untuk pengujian parameter segregation resistance

Kriteria untuk masing-masing parameter berdasarkan EFNARC 2005 dijelaskan pada


tabel 2.7 sebagai berikut :

Metode Unit Range nilai


Minimum Maksimum
Slump flow dengan Mm 650 800
kerucut abrams
V-funnel Sec 6 12
V-funnel T5 menit Sec 0 +3
L-box (H2/H1) 0,8 1
Tabel 2.7 Kriteria range nilai self-compacting concrete

2.2.8 Pengujian Parameter Self-Compacting Concrete


2.2.8.1 Fillingability
Pengujian slump flow dengan kerucut abrams ditandai dengan kemampuan beton
mengalir dan tetap mempertahankan homoginetasnya. Kemampuan mengalir
ditunjukkan dengan diameter sebaran dan homoginetas beton segar tergantung dari
viskositas campuran yang dalam pengujian ini dapat dilihat dengan kecepatan aliran
meskipun kecepatan aliran dipengaruhi oleh diameter sebaran.

Gambar 2.1 Flow table dan abrams cone


2.2.8.2 Passingability
Pengujian L-box pada beton segar menguji parameter passingability beton. Pengujian
ini dilakukan untuk mengukur kinerja pengaliran beton segar melewati komponen besi
penghalang dimana berat beton segar yang berada dalam kotak vertical memberikan
daya dorong beton untuk melewati celah tulangan tersebut.
Gambar 2.2 L-box
2.2.8.3 Segregation resistance
Pengujian V-funnel T-5 menit pada beton segar untuk menguji parameter segregation
resistance beton. Pada pengujian ini dapat diketahui kemampuan mengalir beton segar
ketika proses penuangan dilakukan.

Gambar 2.3 V-funnel

Anda mungkin juga menyukai