Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan saluran pencernaan merupakan salah satu gangguan yang sering dikeluhkan

dan telah menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di antara sekian banyak gangguan

saluran pencernaan yang di derita di masyarakat, keluhan yang paling banyak ditemukan di

bagian gastroenterologi adalah keluhan dispepsia, nyeri pada lambung, kembung dan mual-

mual, dimana keluhan tersebut merupakan salah satu gejala khas dari penyakit gastritis mulai

dari akut sampai dengan kronis (Salamiharja, 2015).

Gastritis merupakan suatu proses inflamasi, iritasi dan infeksi pada mukosa lambung

sebagai akibat ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif dalam tubuh sehingga

menimbulkan gejala klinis berupa rasa tidak enak pada perut bagian atas yang menetap atau

mengalami kekambuhan (Kapita selekta kedokteran, 2013).

World Health Organization ( WHO ) mengadakan tinjauan terhadap beberapa negara di

dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya

Inggris 22%, China 31% Jepang 14,5%, Kanada 35% dan Prancis 29,5%. Di dunia, Insiden

gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di

Asia tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis

yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Sanghai sekitar 17,2% yang secara

subtantial lebih tinggi dari pada populasi di barat yang sekitar 4,15 dan bersipat asimtomatik.

Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal

dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita (Lin et al, 2013).

Gastritis atau lebih lazim kita menyebutnya sebagai penyakit maag merupakan penyakit

yang sangat mengganggu aktifitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat
fatal. Biasanya penyakit gastritis terjadi pada orang-orang yang memiliki pola makan tidak

teratur dan memakan makanan yang merangsang produksi asam lambung. Beberapa infeksi

mikroorganisme juga dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Gejala-gejala sakit gastritis

selain nyeri didaerah ulu hati adalah mual, muntah, lemas, kembung dan terasa sesak, nafsu

makan menurun, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, pusing dan selalu

bersendawa dan pada kondisi yang lebih parah bisa muntah darah (Wijoyo, 2009).

Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor internal yaitu adanya

kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan dan zat eksternal yang

menyebabkan iritasi dan infeksi. Beberapa faktor resiko gastritis adalah menggunakan obat

aspirin atau anti radang non stroid, infeksi kuman Helicobakterpylori, memiliki kebiasaan

minum minuman beralkohol, memiliki kebiasaan merokok, sering mengalami stres,

kebiasaan makan yaitu waktu makan yang tidak teratur, serta terlalu banyak makan yang

pedas dan asam (Purnomo, 2009). Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak

teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Pola makan adalah

berbagai informasi yang memberikan gambaran macam dan model bahan makanan yang

dikonsumsi setiap hari. Pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan dan porsi

makan. Dengan menu seimbang perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan

terbentuk kebiasaan makan makanan seimbang dikemudiah hari. Pola makan yang baik dan

teratur merupakan salah saatu dari penatalaksaan gastritis dan juga merupakan preventif

dalam mencegah kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis memerlukan pengaturan

makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Pola makan atau pola

konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau

kelompok orang pada waktu tertentu (Baliwati, 2013).


Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil pada Tahun 2016

menurut urutan besar penyakit di Puskesmas, gastritis menempati urutan ke-4 dengan jumlah

penderita sebesar 10.260 orang. Sedangkan berdasarkan data laporan di Puskesmas

Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil tahun 2016, menyebutkan bahwa

gastritis menempati urutan ke 5 dari 10 penyakit terbanyak dengan jumlah 1.248 kasus dan

pada tahun 2017 meningkat menjadi 1.320 kasus. Gastritis menempati urutan ke 6 dari 10

besar penyakit menonjol. Jumlah kunjungan dengan keluhan gastritis di Puskesmas Gunung

Meriah pada Tahun 2012 sampai bulan februari 2013 adalah 636 pasien. Hasil survey

pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Gunung Meriah diperoleh data dimana responden

yang di ambil sebanyak 72 orang yang mengalami gastritis rata-rata penyebabnya karena

pola makan. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik mengambil judul

tentang Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di

Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini apakah terdapat Hubungan Pola

Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Gunung Meriah

Tahun 2018.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1TujuanUmum:

Mengidentifikasi Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien

Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus :

a. Untuk mengetahui gambaran Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis
Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil
Tahun 2018.
b. Untuk mengetahui gambaran pemicu gastritis terhadap Hubungan Pola Makan Pasien

dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah

Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari peneliti adalah untuk :

1. Bagi Masyarakat

Memperoleh tambahan pengetahuan dan wawasan tentang gastritis sehingga dapat

dilakukan pencegahan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan

derajat kesehatan perorangan.

2. Bagi Penderita Gastritis

Menambah informasi dan pengetahuan tentang Gastritis dan bahayanya supaya dapat

dilakukan pencegahan tentang Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien

Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.

3. Bagi Puskesmas Gunung Meriah

Mendapatkan informasi dan data mengenai Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian

Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil

Tahun 2018, dalam upaya mencegah dan menurunkan peningkatan angka kejadian Gastritis.

4. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan dalam bidang epidemiologi

khususnya hubungan pola makan dengan terjadinya gastritis. Dan Hasil penelitian ini dapat

dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti sebagai referensi untuk mengembangkan

penelitian selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pola Makan

2.1. Pengertian Pola Makan

Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan

yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok

masyarakat tertentu (Harna,2010).

Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan

dengan maksud tertentu seperti mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah

atau membantu kesembuhan penyakit (Depkes RI, 2010).

2.1.1. Pola Makan terdiri dari :

1. Frekuensi makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari baik kualitatif dan kuantitatif.

Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut

sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika

dirata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun

menyesuaikan dengan kosongnya lambung.

Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam

secukupnya saja, untuk memenuhi energi dan sebagian zat gizi sebelum tiba makan siang.

Lebih baik lagi jika makanan ringan sekitar pukul 10.00. Menu sarapan yang baik harus

mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup air untuk mempermudah

pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi. Pilihlah menu yang praktis dan mudah di

siapkan dan usahakan untuk makan pagi karena penting dan mempersiapkan energi dalam

beraktivitas dalam sehari.


2. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan serap

akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi

makanan merupakan salah satu cara unuk menghilangkan rasa bosan. Sehingga mengurangi

selera makan. Menyusun hidangan seha memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi.

Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang memperhitung dengan

tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik

pengolahan makanan adalah guna memperoleh intake yang baik dan bervariasi.

3. Tujuan Makan

Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi yang

berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur metabolism ubuh

serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit.

4. Fungsi Makanan

Manfaat makanan bagi mahluk hidup, termasuk manusia antara lain :

a. Memberikan bahan untuk membangun dan memelihara tubuh disamping memperbaiki

bagian tubuh yang rusak.

b.Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan bekerja.

c.Memberikan rasa kenyang yang berpengaruh terhadap ketentraman yang berarti

mempunyai dampak posiif terhadap kesehatan. Dengan demikian, kecukupan akan makanan

mempunyai arti biologis dan psikologis.

5. Cara pengolahan makanan

Dalam menu Indonesia pada umumnya makanan dapa diolah dengan cara sebagai berikut :

a. Merebus (Boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu cairan bisa

berupa air saja atau air kaldu dalam panic sampai mencapai titik didih (100ºC).

b.Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan sediki cairan
pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan teknik ini adalah daging.

c. Bumbu-bumbuan (Simmering), hamper sama dengan mengukus tapi setelah dikukus

makanan dibumbui dengan bumbu tertentu. Agar zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan

tidak banyak rusak atau hilang, makanan sebaiknya diolah dengan cara sebagai berikut :

- Memasak lebih dekat dengan waktu makan.

- Menggunakan api kecil atau memasak dengan cepat (Pressure cooker).

- Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa dipotong-potong terlebih

dahulu.

- Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu lama karena

kandungan zat gizinya akan lebih banyak hilang.

6. Jumlah (porsi) Makanan

Jumlah atau porsi merupakan suau ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada

tiap kali makan. Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain :

a. Makanan pokok

Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie instant. Jumlah atau porsi makan pokok

antara lain nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant unuk ukuran besar 100 gram dan

ukuran kecil 60 gram.

b. Lauk pauk

Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau porsi

makanan antara lain daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua

potong), tahu 50 gram (dua potong).

c. Sayur

Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah atau porsi

sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain : sayur 100 gram.
- Buah

Buah adalah suatu hidangan yang disajikan setelah makanan yang fungsinya sebagai

pencuci mulut, jumlah atau porsi buah ukuran buah 100 gram, ukuran potongan 75 gram.

b. Makanan selingan

Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan pagi, makan siang

maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa

sedikit atau banyak).

8. Minuman

Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolism tubuh, tiap jenis minuman

berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya untuk air putih dalam sehari lima kali

atau lebih per gelas (2 liter perhari), sedangkan susu 1 gelas (200 gram).

2.1.2 Adapun Pantangan Makanan bagi penderita sakit Gastritis

a. Hindari makanan yang banyak mengandung gas. Seperti lemak, sawi, kol, nangka,

pisang ambon, kedondong, buah yang kering san minuman bersoda.

b. Hindari makanan yang merangsang keluarnya asam lambung. Seperti kopi, minuman

beralkohol 5-20%, anggur putih dan buah stratus.

c. Hindari makanan yang sulit dicerna yang membuat lambung lambat kosong misalnya :

makanan berlemak, kue tart, keju.

d. Hindari makanan yang merusak dinding lambung. Seperti cuka, pedas, merica dan

bumbu yang merangsang.

e. Hindari makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah. Seperti alkohol, coklat,

makanan tinggi lemak dan gorengan.

f. Hindari beberapa sumber karbohidrat. Seperti beras ketan, mie, bihun, jagung,

singkong, tales, serta dodol.


2.1.3 Pola Makan Sehat

a. Makanlah sesuai waktu

b. Biasakan membawa bekal makan dari rumah. Selain menghemat uang jajan, membawa

makan siang dari rumah akan menghemat waktumu dengan tidak perlu mengantri di outlet

makanan.

c. Pilih makanan yang dipanggang atau rebus, bukan digoreng. Di bandingkan makanan

yang dipanggang atau rebus, makanan yang digoreng mempunya 50% kalori atau lemak

lebih banyak.

d. Kurangi fastfood. Makansekali-kali boleh, tetapi jaga porsinya dan hindari fastfood

berukuran besar. Kalori dalam fastfood berukuran besar akan ditumpuk menjadi lemak dan

mengakibatkan naiknya berat badan. Kebanyakan fastfood juga kaya akan lemak jenuh,

gula, garam, dan kurang nutrisi penting vitamin dan mineral.

e. Mengemil dengan sehat. Salah sau cemilan sehat adalah buah dan sayur. Selain kaya

serat, buah san sayur mengandung vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan. Supaya

tidak bosan, variasikan dengan yogurt buah, jus, atau salad.

f. Makan nutrisi yang cukup dan seimbang. Selain karbohidrat (nasi, roti, pasta), juga

konsumsi protein (daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak), lemak (ikan, kacang,

salad dressing rendah lemah, alpukat), juga buah dan sayur dalam jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan nutrisi harian.

g. Hindari soft drink. Minuman ini tidak mengandung vitamin, mineral, protein aau serat.

Daripada minum soft drink dengan hanya mendapakan asupan karbohidrat, lebih baik

minum susu dengan kandungan nutrisi yang lebih baragam, terutama nutrisi kalsium yang

baik untuk pertumbuhan dan kesehatan tulang.


2.2. Teori Gastritis

2.2.1. Definisi Gastritis

Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat

mengakibatkan pembengkakan mukosa lambung samapai terlepasnya epitel mukosa

superfisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan

epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2012).

Menurut Surantum (2010), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan

mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.

Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit “maag” atau sakit ulu hati ialah

suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet,

misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau

terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi

(Yuliarti, 2010).

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau

perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan

ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat,

makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan

terjadinya gastritis.

2.2.2. Klasifikasi Gastritis

Menurut Mustakim (2009), gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan dan dapat disembuhkan atau

sembuh sendiri merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local.

Endotoksin, bakteri , alcohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen penyebab yang sering,
obat-obatan lain seperti NSAID juga terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka,

lada, atau mustard dapat menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.

b. Gastritis Kronik

Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai dengan kehilangan sel

pametel dan cref cell. Gastritis kronis diduga merupakan predisposisi timbulnya tukak

lambung akut karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada anemia pernisiosa.

Gejala gastritis kronis umumnya bervariasi dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh,

anoreksia, dan distress epigastrik yang tidak nyata.

2.2.3. Penyebab Gastritis

a. Pola Makan

Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak

baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung

menjadi sensitif bila asam lambung meningkat.

b. Frekuensi Makan

Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari. Secara alamiah makanan diolah

dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan

dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong

antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung

(Okviani, 2011).

Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada

saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan

mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri .

Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah

yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak

terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam
lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang

diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta

menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.

Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal

itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi

dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat

menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang

menimbulkan rasa panas terbakar.

c. Jenis Makanan

Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap

akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi

makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan

pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Sitorus, 2009).

Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,

terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan

nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita

makin berkurang nafsu makannya.Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari

satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat

menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis.

Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu

yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah,

kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini

tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk

mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya.Akibatnya, isi

lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu

hati dan dapat mengiritasi (Smelter, 2008).

d. Porsi Makan

Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi

pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan

bakar untuk semua kebutuhan tubuh (Santoso, 2008). Jika konsumsi makanan berlebihan,

kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain

itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya

membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan

peradangan atau luka pada lambung.

e. Kopi

Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan

senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan

fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam

lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.

Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah

gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan

pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk

menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto,

2011).

f. Teh

Hasil penelitian Hiromi Shinya. MD, dalam buku “The Miracle of Enzyme” menemukan

bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara

teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang

mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan
berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak.

Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin.

Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat

dan mudah teroksidasi.

Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada

mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi

proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel.

Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat

kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat

mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus.

Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah

menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung.

Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa

lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai

masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan

lambung.

g. Rokok

Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.Dalam sebatang rokok,

terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok

yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,

nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen,

bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar,

dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi

racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan

(Yanti, 2008).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan

pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi

bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH

duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau

asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat

asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,

dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada

mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi

bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan

komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori.Merokok juga dapat menghambat

penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptic.

Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok

menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung (Dermawan, 2010).

h. Stress

Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang

menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.

Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman

yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat

mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2008).

i. Alkohol

Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya

sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel

memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel

tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun.Alkohol yang terdapat dalam

minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol
atau etanol.

Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati,

oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya

berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung.Dalam jumlah sedikit,

alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,

sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.

j. Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid.

Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, asam mefenamat, aspilets dalam

jumlah besar dapat memicu kenaikan produksi asam lambung yang berlebihan sehingga

mengiritasi asam lambung karena terjadinya difusi balik ion hidrogen ke epitel lambung.

Selain itu obat ini juga dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada epitel mukosa karena

dapat bersifat iritatif dan sifatnya yang asam dapat menambah derajat keasaman pada

lambung (Sukarmin, 2012).

k. Usia

Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan

usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster

cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau

gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda

biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik,

terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia.

2.2.4. Manifestasi Klinik

Gejala penyakit gastritis yang biasa terjadi adalah :

a. Mual dan muntah

b. Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan minum unsur-unsur yang

dapat merangsang lambung ( alkohol, salisilat, makanan tercemar toksin stafilokokus )


c. Pucat

d. Lemah

e. Keringat dingin

f. Nadi cepat

g. Nafsu makan menurun secara drastis

h. Suhu badan meningkat

i. Sering bersendawa terutama dalam keadaan lapar

j. Rasa seperti terbakar di dalam perut

k. Diare

l. Perasaan kenyang atau ‘begah’

m. Kelelahan yang teramat sangat dan tidak wajar

Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis adalah:

a. Adanya darah pada muntahan anda

b. Ditemukannya darah pada feses atau tinja

c. Feses/tinja yang berwarna hitam

2.2.5. Pencegahan Gastritis

Agar kita terhindari dari penyakit gastritis, sebaiknya lakukan pencegahan

gastritis dibawah ini:

a. Mengatur pola makan yang normal dengan memilih makanan yang seimbang dengan

kebutuhan dan jadwal makan yang teratur.

b. Batasi atau hilangkan kebiasaan mengkonsumsi alkohol. Tingginya konsumsi alkohol

dapat mengiritasi atau merangsang lambung bahkan menyebabkan terkelupas sehingga terjadi

peradangan-pendarahan di lambung.

c. Makanan sebaiknya lunak, mudah di cerna, makan dengan porsi kecil tapi sering dan

sebaiknya tidak mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam.


d. Jangan merokok. Merokok akan merusak lapisan pelindung lambung. Karena orang yang

merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulcer. Merokok juga akan meningkatkan

asam lambung, melambatkan kesembuhan, dan meningkatkan resiko kanker lambung.

e. Bila harus mengkonsumsi obat karena suatu penyakit, sebaiknya menggunakan obat

sesuai dosis yang benar dan tidak mengganggu fungsi lambung.

f. Hindari stress dan tekanan emosi yang berlebihan karena dapat mempengaruhi kerja

lambung

2.2.6. Penatalaksanaan Gastritis

Menurut Suyono (2008), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah dengan

menghilangkan etiologinya, diet lambung dengan posisi kecil dan sering.Obat-obatan

ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition

pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa

sukralfat dan prostaglandin.

Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi,

pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi

kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan

antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan,

tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.

Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang

berat.Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah

dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.

Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya

masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik

dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa.

Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri
atau gastrektomi. Gastrektomisebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut.

Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai

sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai

permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik

atau fundal) dan tipe B (antral).

Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat

ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun

demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui

mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan

oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi

pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai.

Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi

dan memulai farmakoterapi. Apabila penyebabnya adalah Helicobacter Pylory dapat diatasi

dengan antasida, obat Pompa Proton Inhibitor (PPI), yang bekerja mengurangi jumlah asam

lambung dan antibiotik seperti Amoxicillin dan Klaritromisin untuk membunuh bakteri.

Infeksi ini dapat menyebabkan kanker ata ulkus di usus (Dermawan, 2010).

2.3. Hubungan pola makan dengan kejadian Gastritis.

Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur yaitu frekuensi

makan, jenis makan, dan jumlah makanan. Pola makan yang baik mencegah terjadinya

gastritis. Pada kasus gastritis, frekuensi makan yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang

dimakan tidak banyak. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung.

Konsumsi jenis makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, pada akhirnya

kekuatan dinding lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada

lambung (Uripi, 2010).


Gastritis biasanya diawali oleh pola makan yang tidak teratur sehingga lambung menjadi

sensitive bila asam lambung meningkat. Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah

satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah

kekambuhan gastritis. Penyembuhan gastritis membutuhkan pengaturan makanan sebagai

upaya unuk memperbaiki kondisi pencernaan.

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Pola Makan
- Frekuensi makan
- Karakteristik Individu
- Jenis makanan
- Umur Kejadian Gastritis
- Waktu Makan
- Jenis Kelamin
- Jumlah makanan
- Pendidikan
- Pekerjaan

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada

Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.

2.5. Hipotesis Penelitian

- Ho : Tidak ada Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien

Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.

- Ha : Ada Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan

Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik yang bertujuan

untuk mengetahui Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat

Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah tahun 2018.

3.2 Lokasi dan waktu penelitian

3.2.1 Lokasi penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil.

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2018 s/d Agustus 2018 di Puskesmas

Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil.

3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Adapun total populasi ini diambil dari rata – rata kunjungan sejak bulan Februari (63

orang), Maret (72 orang), April ( 75 orang), Mei (76 orang), dan Juni (72 orang) berjumlah

358 orang.

3.3.2 Sampel

Besar sampel dalam penelitian ini adalah 358 orang : 5 Bulan = 71,6. Jadi jumlah

sampel yang diambil sebesar 72 orang.

3.4 Metode pengumpulan data

Data hubungan pengetahuan dikumpulkan langsung dengan menggunakan kuesioner

yang diajukan secara tertulis kepada responden untuk mendapatkan jawaban Hubungan Pola
Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung

Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018

3.5 Definisi operasional

Skala
Variabel Defenisi Alat ukur Hasil ukur
ukur
Variabel Dependen
Pola makan suatu cara atau usaha Kuesioner ordinal 1. Baik 6-10
dalam pengaturan
jumlah dan jenis 2. Tidak
makanan dengan
maksud tertentu baik 0-5
seperti
mempertahankan
kesehatan, status
nutrisi, mencegah atau
membantu
kesembuhan penyakit

Variabel Depen

Kejadian Konsumsi jenis Kuesioner Ordinal Ya


gastritis makanan yang tidak
sehat dapat Atau
menyebabkan
gastritis, pada Tidak
akhirnya kekuatan
dinding lambung
menurun, tidak jarang
kondisi seperti ini
menimbulkan luka
pada lambung

3.6. Aspek Pengukuran

3.6.1. Pola Makan

Untuk mengukur pola makan diberikan 5 pertanyaan kepada responden dengan

bentuk pertanyaan tertutup dengan alternatif pilihan jawaban ya dan tidak jika di jawab ya di

beri nilai 2 dan jika tidak diberi nilai 1 (Notoatmodjo 2012).

3.6.2. Gastritis
Untuk mengukur pola makan diberikan 5 pertanyaan kepada responden dengan

bentuk pertanyaan tertutup dengan alternatif pilihan jawaban ya dan tidak jika di jawab ya di

beri nilai 2 dan jika tidak diberi nilai1.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang dipakai pada penelitian ini berbentuk kuesioner. Kuesioner penelitian ini

terdiri dari 10 pertanyaan tentang pola makan dan 5 pertanyaan untuk kejadian gastritis yang

menggunakan skala Guttman dengan jawaban “Ya” atau “Tidak”. Untuk jawaban ”Ya”

diberi nilai 2, bila jawaban “Tidak” diberi nilai 1.

Sebelumnya peneliti membuat inform concent (persetujuan) terlebih dulu kepada

responden bahwa responden bersedia akan dilakukan penelitian setelah responden setuju baru

peneliti membagikan kuisioner tersebut yang berisi daftar pertanyaan yang diajukan secara

tertulis.

G. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Apabila data telah terkumpul maka tahap berikutnya adalah mengorganisir atau

mengklarifikasikan data tersebut guna tujuan penelitian.Proses pengolaan data ini meliputi

editing, coding, entry, dan cleaning.

a. Editing

Kegiatan ini merupakan kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah di isi

oleh rsponden meliputi: Kelengkapan, isian, kejelasan jawaban dan tulisan, relevansi jawaban

dengan pertanyaan isian dan kekonsistensian jawaban.

b. Coding

Bentuk kegiatan dari Coding adalah merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang

berbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah memberikan kode

untuk jawaban yang diberikan oleh responden peneliti.


c. Entry

Kegiatan Entry adalah melakukan pemasukan data yang suda di kode terlebih dahulu di

komputer.

d. Cleaning

Kegiatan Cleaning adalah melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data masuk.

Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika pemasukan data.

e. Tabulasi langsung

Adalah sistem pengolahan data langsung yang di tabulasi olehe kuesioner. Ini juga metode

paling sederhana apabila di bandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi ini dilakukan

dengan memasukan data dari kuesioner ke dalam kerangka tabel yang telah di siapkan, tanpa

proses perantara lainnya. Tabulasi langsung biasanya di kerjakan dengan system tally yaitu

cara menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain adalah kuesioner di

kelompokan menurut jawaban yang telah ditentukan, kemudian dihitung jumlahnya lalu

dimasukan kedalam tabel yang telah disiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena

lupa dapat diatasi. Kelemahan ini adalah pengaturannya menjadi rumit apabila jumlah

klasifikasi dan sampelnya besar.

6. Komputer.

Untuk mengolah data dengan komputer, peneliti perlu terlebih dahulu menggunakan program

tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah disiapkan secara khusus dapat

ditambahkan bahwa dalam ilmu-ilmus sosial banyak sekali digunakan program SPSS 17.0 (

Statistical Program For Social Science). Dengan menggunakan program tersebut dapat

dilakukan tabulasi sederhana.

2. Analisa Data

a. Analisa univariat

Bertujuan untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel yang di teliti yaitu karekteristik
responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pola makan, dan kejadian gastritis.

b. Analisa bivariat

Bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent dengan variabel

dependent melalui uji chi square. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel

independent yaitu pola makan dengan variabel dependent yaitu kejadian gastritis, dengan

tingkat kemaknaan (α=0,05). Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square

menggunakan program komputer SPSS (Statistical Product and Service Solution).


BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Analisa Univariat

a. Umur

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan umur di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa

Tahun 2013

Kejadian Gastritis

Umur Gastritis Tidak Gastritis

f % f %

20 – 30 24 60 13 52

31 – 40 5 12,5 3 12

41 – 50 5 12,5 6 24

> 50 6 15 3 12

Total 40 100 25 100

Tabel 5.1 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan golongan umur. Hasil

menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan kejadian gastritis berada pada

kelompok yang berumur 20-30 tahun sebanyak 24 orang (60%).

b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas

Wawonasa Tahun 2013

Kejadian Gastritis

Jenis Kelamin Gastritis Tidak Gastritis

f % f %

Laki-laki 14 35 8 32

Perempuan 26 65 17 68

Total 40 100 25 100

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang mengalami gastritis

berdasarkan jenis kelamin, paling banyak pada responden yang berjenis kelamin perempuan

sebanyak 26 orang (65%).

c. Pendidikan

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas

Wawonasa Tahun 2013

Kejadian Gastritis

Pendidikan Gastritis Tidak Gastritis

f % f %

SD 4 10 2 8

SLTP 3 7,5 6 24

SMA/SMK 26 65 14 56

DIII 2 5 2 8

S1 3 7,5 1 4

S2 2 5 - 0

Total 40 100 25 100


Tabel 5.3 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang mengalami gastritis

berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar berada pada kelompok dengan tingkat

pendidikan SMA/SMK sebanyak 26 orang (65%).

d. Pekerjaan

Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas

Wawonasa Tahun 2013

Kejadian Gastritis

Pekerjaan Gastritis Tidak Gastritis

f % f %

PNS 2 5 0 0

Wiraswasta 12 30 9 36

Mahasiswa 11 27,5 1 4

IRT 10 25 11 44

Tiada 5 12,5 4 16

Total 40 100 25 100

Tabel 5.4 memperlihatkan menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang

mengalami gastritis berdasakan pekerjaan paling banyak berada pada kelompok yang bekerja

sebagai wiraswasta dengan jumlah responden sebanyak 12 orang (30%).

e. Pola Makan
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas

Wawonasa Tahun 2013

Kejadian Gastritis

Pola Makan Gastritis Tidak Gastritis

f % f %

Baik 13 32,5 18 72

Kurang 27 67,5 7 28

Total 30 100 30 100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 40 responden yang mengalami gastritis, 27 orang (67,5%)

yang pola makannya Kurang Baik dan 13 orang (32,5%) yang pola makannya baik. Jadi,

dapat disimpulkan bahwa responden yang mengalami gastritis sebagian besar memiliki pola

makan kurang baik dibandingkan dengan pola makan yang baik.

f. Kejadian Gastritis

Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas

Wawonasa Tahun 2013

Kejadian Gastritis f %

Gastritis 40 61,5

Tidak Gastritis 25 38,5

Total 65 100

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa 65 responden yang diteliti, responden yang gastritis sebanyak
40 orang (61,5%) dan yang tidak gastritis sebanyak 25 orang (38,5%). Jadi, dapat

disimpulkan mayoritas responden lebih banyak mengalami gastritis pada pasien yang berada

di wilayah kerja Puaskesmas Wawonasa.

Analisa Bivariat

Untuk mengetahui hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di wilayah kerja

Puskesmas Wawonasa, maka dilakukan analisa bivariat sebagai berikut.

Tabel 5.7 Hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di

wilayah kerja Puskesmas Wawonasa

Pola Makan Gastritis Total p value

Ya Tidak

n % n % n %

Kurang Baik 27 67,5 7 28 34 52,3 0,02

Baik 13 32,5 18 72 31 47,7

Total 40 61,5 25 38,5 65 100

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang

memiliki pola makan kurang baik sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding pada responden

yang memiliki pola makan baik yaitu sebanyak 13 orang (32,5%). Berdasarkan hasil analisis

statistik diperoleh nilai p=0,02 yakni lebih kecil dibandingkan α 0,05. Hal ini berarti, bahwa

terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien di

wilayah kerja Puskesmas Wawonasa.

B. PEMBAHASAN

1. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Gastritis


Dari hasil analisis hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis adalah dari 40

responden yang menderita gastritis terdapat 27 orang (67,5%) dengan pola makan kurang

baik dan 13 orang (32,5%) yang memiliki pola makan baik.

Pada penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan pasien dengan

kejadian gastritis dengan nilai p= 0,02. Responden dengan pola makan yang kurang baik

lebih banyak mengalami gastritis sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding dengan responden

yang memiliki pola makan baik sebanyak 13 orang (32,5%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rona, dkk (2010) tentang Hubungan Pola

Makan dengan Timbulnya Gastritis pada Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang

Medical Center ( UMC ) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan

timbulnya gastritis (p=0,009). Selain itu, penelitian Rahmi K. (2011) tentang Faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian Gastritis pada pasien yang berobat jalan di Puskesmas

Gulai Bancah Bukit Tinggi juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan

dengan gastritis (p=0,000).

Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan Purtiantini (2012) tentang

hubungan pola makan mahasiswa kedokteran angkatan 2010 dengan kejadian penyakit

Gastritis di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan

antara pola makan dengan penyakit gastritis (p=0,007). Hasil penelitian ini juga didukung

oleh hasil penelitian Zilmawati (2009) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan

antara pola makan dengan terjadinya gastritis (p=0,028).

Namun, hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Dedi Sulaiman tentang Hubungan

antara pola makan dengan penyakit gastritis pada mahasiswa indekos Di STIKES Payung

Negeri dikelurahan Labuh Baru Kecamatan Payung Sekaki Pekanbaru (2012) yang

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis

(p=0,049).
Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang

dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat

tertentu (Harna, 2009).

Dalam penelitian Rahmi. K (2011) dijelaskan bahwa Gastritis umumnya terjadi akibat asam

lambung yang tinggi atau terlalu banyak makan makanan yang bersifat merangsang

diantaranya makanan yang pedas dan asam. Pola makan tidak teratur juga dapat

menyebabkan penyakit gastritis, bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam maka asam

lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa

lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Dari teori tersebut dapat

disimpulkan bahwa pola makan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit gastritis.

Pada kasus gastritis, frekuensi makan yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang dimakan

tidak banyak. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung. Konsumsi

jenis makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, pada akhirnya kekuatan dinding

lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada lambung (Uripi,

2008).

Pada penelitian lainnya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara pola makan

dengan kejadian gastritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang lebih

berpengaruh hingga terjadinya penyakit gastritis seperti merokok, stres, umur dan lain-lain.

Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di

wilayah kerja Puskesmas Wawonasa dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pola

makan kurang baik dapat menyebabkan terjadinya gastritis dibandingkan dengan responden

yang berpola makan baik dan responden yang mempunyai pola makan kurang baik lebih

banyak ditemukan pada responden yang menderita gastritis.

Hal ini berarti Pola makan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kejadian gastritis.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian

Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa, dapat disimpulkan bahwa :

1. Diketahui terdapat 27 responden (67,5%) yang mengalami gastritis dengan pola makan

kurang baik dan 18 responden (72%) tidak mengalami gastritis dengan pola makan baik pada

pasien di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa.

2. Diketahui terdapat 40 responden (61,5%) yang mengalami gastritis dan 25 responden

(38,5%) orang yang tidak mengalami gastritis pada pasien di Wilayah Kerja Puskesmas

Wawonasa.

3. Ada Hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien

di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pendidikan

Semoga penelitian ini dapat menambah referensi tentang asuhan keperawatan khususnya

pada pasien dengan kejadian Gastritis serta bisa meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang

akan datang.

2. Bagi Lokasi Penelitian

Semoga hasil penelitian ini bisa menjadi bahan masukan untuk dapat meningkatkan

pengetahuan dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang komprehensif dan


sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di

Puskesmas.

3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Hasil penelitian ini semoga bisa memberikan acuan untuk peneliti selanjutnya agar dapat

melakukan penelitian lebih mendalam tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian

gastritis.
DAFTAR PUSTAKA

Aprianto (2009). Faktor Risiko Gastritis pada pasien di Rumah Sakit Umum

Daerah Lubuan Baji dan Rumah Sakit Pelamonia Tinkat II Kota Makassar

Tahun 2009. Makassar.

Baughman, D. (2011) : Keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC.

Dedi .S (2012) : Hubungan antara pola makan dengan penyakit gastritis pada

mahasiswa indekos Di STIKES Payung Negeri dikelurahan Labuh Baru

Kecamatan Payung Sekaki . Pekanbaru

Dermawan, D & Rahyuningsih, T. (2010). Keperawatan medikal bedah (Sistem

Pencernaan). Yogyakarta: Goysen publishing.

Eridha, N. (2009). Gambaran pengetahuan dan perilaku pencegahan gastritis

pada mahasiswa S1 Fakultas Keperawatan USU. Skripsi. Universitas

Sumatera Utara Medan

Erna. (2010) : Hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di

SMKN 06 Padang.

Harna.(2009) : Pola Makan Sehat. www.damandiri.or.id/file/ratnasuhartiniunair


bab1.pdf. Diakses pada tanggal 12 maret 2013

Maulidiyah U. (2011). Hubungan Antara Stres dan Kebiasaan Makan dengan

Terjadinya Kekambuhan Penyakit Gastritis. Dari http://adln.lib.unair.ac.id/.

Jakarta

Mila, K. (2011) ; faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan gastritis pada

pasien di wilayah kerja Puskesmas Kedungmundu : Semarang.

Mustakim. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta

Nazir, ABD ; dkk. (2011). Buku Ajar Metodologi Kesehatan. Yogyakarta

Notoadmodjo, S (2002) ; Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka cipta. Jakarta.

Oktavia, P. (2011) ; Hubungan antara pola makan dengan frekuensi kekambuhan

gastritis pada pasien di rumah sakit Wismarini Pringsewu: Lampung

Okviani, W. (2011) . Pola Makan Gastritis. http://www.library.upnvj.ac.id/-.

Diakses tanggal 11 Maret 2013

Potter, Patricia A. (2008). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses

dan Praktek: EGC. Jakarta


Purtiantini. (2012) : Hubungan pola makan mahasiswa kedokteran angkatan 2010

dengan kejadian penyakit Gastritis di FKIK UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta

Putri RSM, Agustin H, Wulansari.(2010) : Hubungan Pola Makan dengan

Timbulnya Gastritis pada Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang

Medical Center.

Rahmi, K. (2011) ; Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Gastritis

pada pasien yang berobat jalan di Puskesmas Gulai Bancah. Bukit Tinggi

Rona, dkk.(2010). Hubungan Pola Makan dengan Timbulnya Gastritis pada

Pasien di Universitas Muhammadiyah Malang Medical Center ( UMC ).

Malang

Santoso,S.(2008).Kesehatan dan gizi.Jakarta:RinekaCipta.

Sitorus, R. (2009). Makanan Sehat dan Bergizi. CV.Yrama Widya, Bandung

Smelter,S.C.(2008). Keperawatan medikal bedah. Jakarta:EGC

Sugiyono (2012): Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D.

Alfabeta. Bandung

Sukarmin. (2012) ; Keperawatan pada sistem pencernaan. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta
Sulastri. (2012) ; Gambaran Pola Makan penderita Gastritis di wilayah kerja

Puskesmas Kampar Kiri Hulu.Kampar Riau

Suratum, (2010) : Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal.

Trans Info Medika, Jakarta

Suyanto, (2011) : Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Nuha

Medika. Bandar Lampung

Suyono, S. (2008). Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI, Jakarta

Uripi. (2008). Menu Untuk Penderita Hepatitis dan saluran Pencernaan. Jakarta:

Puspa Swara.

Warianto, Chaidar. (2011). Minum Kopi Bisa Berakibat Gangguan Pencernaan.

Yanti, R. (2008). Pengaruh Kebiasaan Merokok, Konsumsi Non Steroid Anti

Unflamatory Drugs (NSAID) dan Kopi terhadap Kejadian Gastritis di

Puskesmas Mulyorejo Surabaya.

Yuliarti (2009). : Maag : Kenali, Hindari dan Obati. Andi. Yogyakarta

Zilmawati R.(2009) : Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gejala Gastritis


pada Mahasiswa Tingkat IV Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Baiturrahmah Padang [Skripsi]. Padang.


Kuesioner
“Hubungan Pola makan pasien dengan kejadian gastritis di wilayah kerja Puskesmas
Wonasa.”

INSTRUMEN PENELITIAN
I. Kuesioner Data Demografi
Petunjuk pengisian :
Bpk/Ibu/sdra/sdri akan ditnyakan informasi tentang data pribadi. Jawablah pertanyaan di
bawah ini dengan memberi tanda centang pada tempat yang disediakan dan isilah bagian
yang telah disediakan sesuai dengan keadaan bapak/ibu sebenarnya.

 KUESIONER DEMOGRAFI

DATA DEMOGRAFI
No. Responden :
Tanggal :
Umur :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
( ) Laki-laki
( ) Perempuan
1. Agama
( ) Islam ( ) Protestan ( ) Katolik ( ) Hindu ( ) Buddha
2. Suku
( )Minahasa ( ) Jawa ( ) Melayu ( ) Minang ( ) Sangihe
( ) Lainya, sebutkan ……
3. Pendidikan Terakhir
( ) SD ( ) SLTP ( )SMA/SMK ( ) DIII ( ) S1
Lainnya, sebutkan...........
4. Apakah Anda Pernah Menderita Gastritis (sakit maag) ?
( ) Tidak Pernah
( ) Pernah

II. Pola Makan

1. Apakah anda makan 3xsehari dalam satu hari?


2. Apakah anda selalu makan tepat waktu?
3. Apakah anda selalu sarapan pagi?
4. Apakah anda sering membatasi kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bersifat pedas?

5. Apakah anda sering membatasi kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bersifat asam?

6. Apakah makanan yang anda makan sudah dijamin kebersihannya?


7. Apakah anda minum 2 Liter dalam sehari?
8. Apakah anda selalu membatasi kebiasaan mengkonsumsi minuman bersoda (misal: coca-
cola, sprite,dll) setiap hari ?
9. Apakah porsi/jumlah makan anda sudah dalam jumlah yang benar?
10. Apakah anda makan dengan porsi yang kecil tapi sering?

III. Kejadian Gastritis

1. Apakah saat anda mengalami penyakit gastritis, nyeri terasa di bagian perut ?
2. Apakah nyeri perut terasa seperti tertusuk-tusuk ?
3. Apakah saat anda mengalami penyakit gastritis, nafsu makan menurun?
4. Apakah saat anda mengalami penyakit gastritis disertai dengan gejala Mual dan muntah?

5. Apakah saat anda mengalami penyakit gastritis, perut menjadi kembung ?

Anda mungkin juga menyukai