PENDAHULUAN
Gangguan saluran pencernaan merupakan salah satu gangguan yang sering dikeluhkan
dan telah menjadi masalah kesehatan di masyarakat. Di antara sekian banyak gangguan
saluran pencernaan yang di derita di masyarakat, keluhan yang paling banyak ditemukan di
bagian gastroenterologi adalah keluhan dispepsia, nyeri pada lambung, kembung dan mual-
mual, dimana keluhan tersebut merupakan salah satu gejala khas dari penyakit gastritis mulai
Gastritis merupakan suatu proses inflamasi, iritasi dan infeksi pada mukosa lambung
sebagai akibat ketidakseimbangan faktor agresif dengan faktor defensif dalam tubuh sehingga
menimbulkan gejala klinis berupa rasa tidak enak pada perut bagian atas yang menetap atau
dunia dan mendapatkan hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, diantaranya
Inggris 22%, China 31% Jepang 14,5%, Kanada 35% dan Prancis 29,5%. Di dunia, Insiden
gastritis sekitar 1,8-2,1 juta dari jumlah penduduk setiap tahun. Insiden terjadinya gastritis di
Asia tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya. Prevalensi gastritis
yang dikonfirmasi melalui endoskopi pada populasi di Sanghai sekitar 17,2% yang secara
subtantial lebih tinggi dari pada populasi di barat yang sekitar 4,15 dan bersipat asimtomatik.
Gastritis biasanya dianggap sebagai suatu hal yang remeh namun gastritis merupakan awal
dari sebuah penyakit yang dapat menyusahkan kita (Lin et al, 2013).
Gastritis atau lebih lazim kita menyebutnya sebagai penyakit maag merupakan penyakit
yang sangat mengganggu aktifitas dan bila tidak ditangani dengan baik dapat juga berakibat
fatal. Biasanya penyakit gastritis terjadi pada orang-orang yang memiliki pola makan tidak
teratur dan memakan makanan yang merangsang produksi asam lambung. Beberapa infeksi
selain nyeri didaerah ulu hati adalah mual, muntah, lemas, kembung dan terasa sesak, nafsu
makan menurun, wajah pucat, suhu badan naik, keluar keringat dingin, pusing dan selalu
bersendawa dan pada kondisi yang lebih parah bisa muntah darah (Wijoyo, 2009).
Secara garis besar penyebab gastritis dibedakan atas faktor internal yaitu adanya
kondisi yang memicu pengeluaran asam lambung yang berlebihan dan zat eksternal yang
menyebabkan iritasi dan infeksi. Beberapa faktor resiko gastritis adalah menggunakan obat
aspirin atau anti radang non stroid, infeksi kuman Helicobakterpylori, memiliki kebiasaan
kebiasaan makan yaitu waktu makan yang tidak teratur, serta terlalu banyak makan yang
pedas dan asam (Purnomo, 2009). Gastritis biasanya diawali dengan pola makan yang tidak
teratur sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Pola makan adalah
berbagai informasi yang memberikan gambaran macam dan model bahan makanan yang
dikonsumsi setiap hari. Pola makan terdiri dari frekuensi makan, jenis makanan dan porsi
makan. Dengan menu seimbang perlu dimulai dan dikenal dengan baik sehingga akan
terbentuk kebiasaan makan makanan seimbang dikemudiah hari. Pola makan yang baik dan
teratur merupakan salah saatu dari penatalaksaan gastritis dan juga merupakan preventif
makanan sebagai upaya untuk memperbaiki kondisi pencernaan. Pola makan atau pola
konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang atau
menurut urutan besar penyakit di Puskesmas, gastritis menempati urutan ke-4 dengan jumlah
Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil tahun 2016, menyebutkan bahwa
gastritis menempati urutan ke 5 dari 10 penyakit terbanyak dengan jumlah 1.248 kasus dan
pada tahun 2017 meningkat menjadi 1.320 kasus. Gastritis menempati urutan ke 6 dari 10
besar penyakit menonjol. Jumlah kunjungan dengan keluhan gastritis di Puskesmas Gunung
Meriah pada Tahun 2012 sampai bulan februari 2013 adalah 636 pasien. Hasil survey
pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Gunung Meriah diperoleh data dimana responden
yang di ambil sebanyak 72 orang yang mengalami gastritis rata-rata penyebabnya karena
pola makan. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik mengambil judul
tentang Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di
Rumusan masalah yang diajukan pada penelitian ini apakah terdapat Hubungan Pola
Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Gunung Meriah
Tahun 2018.
1.3.1TujuanUmum:
Mengidentifikasi Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien
Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.
1.3.2 Tujuan Khusus :
a. Untuk mengetahui gambaran Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis
Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil
Tahun 2018.
b. Untuk mengetahui gambaran pemicu gastritis terhadap Hubungan Pola Makan Pasien
dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah
1. Bagi Masyarakat
Menambah informasi dan pengetahuan tentang Gastritis dan bahayanya supaya dapat
dilakukan pencegahan tentang Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien
Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.
Mendapatkan informasi dan data mengenai Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian
Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil
Tahun 2018, dalam upaya mencegah dan menurunkan peningkatan angka kejadian Gastritis.
4. Bagi Peneliti
khususnya hubungan pola makan dengan terjadinya gastritis. Dan Hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi peneliti sebagai referensi untuk mengembangkan
penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan
yang dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan jumlah dan jenis makanan
1. Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari baik kualitatif dan kuantitatif.
Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut
sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika
dirata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun
Porsi makan pagi tidak perlu sebanyak porsi makan siang dan makan malam
secukupnya saja, untuk memenuhi energi dan sebagian zat gizi sebelum tiba makan siang.
Lebih baik lagi jika makanan ringan sekitar pukul 10.00. Menu sarapan yang baik harus
mengandung karbohidrat, protein dan lemak, serta cukup air untuk mempermudah
pencernaan makanan dan penyerapan zat gizi. Pilihlah menu yang praktis dan mudah di
siapkan dan usahakan untuk makan pagi karena penting dan mempersiapkan energi dalam
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan serap
akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi
makanan merupakan salah satu cara unuk menghilangkan rasa bosan. Sehingga mengurangi
selera makan. Menyusun hidangan seha memerlukan keterampilan dan pengetahuan gizi.
Variasi menu yang tersusun oleh kombinasi bahan makanan yang memperhitung dengan
tepat akan memberikan hidangan sehat baik secara kualitas maupun kuantitas. Teknik
pengolahan makanan adalah guna memperoleh intake yang baik dan bervariasi.
3. Tujuan Makan
Secara umum, tujuan makan menurut ilmu kesehatan adalah memperoleh energi yang
berguna untuk pertumbuhan, mengganti sel tubuh yang rusak, mengatur metabolism ubuh
4. Fungsi Makanan
b.Memberikan energi (tenaga) yang dibutuhkan untuk kebutuhan bergerak dan bekerja.
mempunyai dampak posiif terhadap kesehatan. Dengan demikian, kecukupan akan makanan
Dalam menu Indonesia pada umumnya makanan dapa diolah dengan cara sebagai berikut :
a. Merebus (Boiling) adalah mematangkan makanan dengan cara merebus suatu cairan bisa
berupa air saja atau air kaldu dalam panic sampai mencapai titik didih (100ºC).
b.Memasak (braising) adalah cara memasak makanan dengan menggunakan sediki cairan
pemasak. Bahan makanan yang diolah dengan teknik ini adalah daging.
makanan dibumbui dengan bumbu tertentu. Agar zat-zat gizi yang terdapat dalam makanan
tidak banyak rusak atau hilang, makanan sebaiknya diolah dengan cara sebagai berikut :
- Cucilah sayuran dan buah-buahan dalam keadaan utuh tanpa dipotong-potong terlebih
dahulu.
- Usahakan untuk tidak memasak bahan makanan dalam waktu terlalu lama karena
Jumlah atau porsi merupakan suau ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada
tiap kali makan. Jumlah (porsi) standar bagi remaja antara lain :
a. Makanan pokok
Makanan pokok berupa nasi, roti tawar dan mie instant. Jumlah atau porsi makan pokok
antara lain nasi 100 gram, roti tawar 50 gram, mie instant unuk ukuran besar 100 gram dan
b. Lauk pauk
Lauk pauk mempunyai dua golongan lauk nabati dan lauk hewani, jumlah atau porsi
makanan antara lain daging 50 gram, telur 50 gram, ikan 50 gram, tempe 50 gram (dua
c. Sayur
Sayur merupakan bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, jumlah atau porsi
sayuran dari berbagai jenis masakan sayuran antara lain : sayur 100 gram.
- Buah
Buah adalah suatu hidangan yang disajikan setelah makanan yang fungsinya sebagai
pencuci mulut, jumlah atau porsi buah ukuran buah 100 gram, ukuran potongan 75 gram.
b. Makanan selingan
Makanan selingan atau kecil biasanya dihidangkan antara waktu makan pagi, makan siang
maupun sore hari. Porsi atau jumlah untuk makanan selingan tidak terbatas jumlahnya (bisa
8. Minuman
Minuman mempunyai fungsi membantu proses metabolism tubuh, tiap jenis minuman
berbeda-beda pada umumnya jumlah atau ukurannya untuk air putih dalam sehari lima kali
atau lebih per gelas (2 liter perhari), sedangkan susu 1 gelas (200 gram).
a. Hindari makanan yang banyak mengandung gas. Seperti lemak, sawi, kol, nangka,
b. Hindari makanan yang merangsang keluarnya asam lambung. Seperti kopi, minuman
c. Hindari makanan yang sulit dicerna yang membuat lambung lambat kosong misalnya :
d. Hindari makanan yang merusak dinding lambung. Seperti cuka, pedas, merica dan
e. Hindari makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah. Seperti alkohol, coklat,
f. Hindari beberapa sumber karbohidrat. Seperti beras ketan, mie, bihun, jagung,
b. Biasakan membawa bekal makan dari rumah. Selain menghemat uang jajan, membawa
makan siang dari rumah akan menghemat waktumu dengan tidak perlu mengantri di outlet
makanan.
c. Pilih makanan yang dipanggang atau rebus, bukan digoreng. Di bandingkan makanan
yang dipanggang atau rebus, makanan yang digoreng mempunya 50% kalori atau lemak
lebih banyak.
d. Kurangi fastfood. Makansekali-kali boleh, tetapi jaga porsinya dan hindari fastfood
berukuran besar. Kalori dalam fastfood berukuran besar akan ditumpuk menjadi lemak dan
mengakibatkan naiknya berat badan. Kebanyakan fastfood juga kaya akan lemak jenuh,
e. Mengemil dengan sehat. Salah sau cemilan sehat adalah buah dan sayur. Selain kaya
serat, buah san sayur mengandung vitamin dan mineral yang baik untuk kesehatan. Supaya
f. Makan nutrisi yang cukup dan seimbang. Selain karbohidrat (nasi, roti, pasta), juga
konsumsi protein (daging ayam tanpa kulit, daging sapi tanpa lemak), lemak (ikan, kacang,
salad dressing rendah lemah, alpukat), juga buah dan sayur dalam jumlah yang cukup untuk
g. Hindari soft drink. Minuman ini tidak mengandung vitamin, mineral, protein aau serat.
Daripada minum soft drink dengan hanya mendapakan asupan karbohidrat, lebih baik
minum susu dengan kandungan nutrisi yang lebih baragam, terutama nutrisi kalsium yang
Gastritis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat
superfisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan
epitel akan merangsang timbulnya proses inflamasi pada lambung (Sukarmin, 2012).
Menurut Surantum (2010), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis atau yang secara umum dikenal dengan istilah sakit “maag” atau sakit ulu hati ialah
suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet,
misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau
terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi
(Yuliarti, 2010).
Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau
perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan
ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat,
makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya gastritis.
a. Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan dan dapat disembuhkan atau
sembuh sendiri merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan local.
Endotoksin, bakteri , alcohol, kafein dan aspirin merupakan agen-agen penyebab yang sering,
obat-obatan lain seperti NSAID juga terlibat. Beberapa makanan berbumbu termasuk cuka,
lada, atau mustard dapat menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.
b. Gastritis Kronik
Gastritis kronik ditandai oleh atropi progresif epitel kelenjar disertai dengan kehilangan sel
pametel dan cref cell. Gastritis kronis diduga merupakan predisposisi timbulnya tukak
lambung akut karsinoma. Insiden kanker lambung khususnya tinggi pada anemia pernisiosa.
Gejala gastritis kronis umumnya bervariasi dan tidak jelas antara lain perasaan perut penuh,
a. Pola Makan
Menurut Potter (2008), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak
baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung
b. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari. Secara alamiah makanan diolah
dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan
dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika rata-rata, umumnya lambung kosong
antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung
(Okviani, 2011).
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada
saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah
yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak
terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam
lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal
itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat
menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang
c. Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap
akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi
terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan
nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita
makin berkurang nafsu makannya.Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari
satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu
yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah,
kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini
tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk
mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya.Akibatnya, isi
lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu
d. Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi
pada tiap kali makan.Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan
bakar untuk semua kebutuhan tubuh (Santoso, 2008). Jika konsumsi makanan berlebihan,
kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain
itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya
membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan
e. Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan
senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan
fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam
lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung.
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah
gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan
menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto,
2011).
f. Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya. MD, dalam buku “The Miracle of Enzyme” menemukan
bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara
teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang
mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan
berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak.
Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin.
Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada
mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi
proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel.
Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat
kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah
menjadi asam tanat.Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung.
Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa
lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai
masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan
lambung.
g. Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah.Dalam sebatang rokok,
terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok
yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen,
dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi
racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan
(Yanti, 2008).
Efek rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan
pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi
duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau
asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat
asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,
dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada
mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi
bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok
h. Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
i. Alkohol
sebagai pelarut lipida.Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
tersebut.Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun.Alkohol yang terdapat dalam
minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol
atau etanol.
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati,
oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya
berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung.Dalam jumlah sedikit,
alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,
sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.
Pemakaian obat antiinflamasi nonsteroid seperti aspirin, asam mefenamat, aspilets dalam
jumlah besar dapat memicu kenaikan produksi asam lambung yang berlebihan sehingga
mengiritasi asam lambung karena terjadinya difusi balik ion hidrogen ke epitel lambung.
Selain itu obat ini juga dapat mengakibatkan kerusakan langsung pada epitel mukosa karena
dapat bersifat iritatif dan sifatnya yang asam dapat menambah derajat keasaman pada
k. Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan
usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster
cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau
gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda
biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik,
b. Nyeri epigastrum yang timbul tidak lama setelah makan dan minum unsur-unsur yang
d. Lemah
e. Keringat dingin
f. Nadi cepat
k. Diare
Sedangkan beberapa gejala yang tidak terlalu sering ditemui pada gastritis adalah:
a. Mengatur pola makan yang normal dengan memilih makanan yang seimbang dengan
dapat mengiritasi atau merangsang lambung bahkan menyebabkan terkelupas sehingga terjadi
peradangan-pendarahan di lambung.
c. Makanan sebaiknya lunak, mudah di cerna, makan dengan porsi kecil tapi sering dan
merokok lebih sensitif terhadap gastritis maupun ulcer. Merokok juga akan meningkatkan
e. Bila harus mengkonsumsi obat karena suatu penyakit, sebaiknya menggunakan obat
f. Hindari stress dan tekanan emosi yang berlebihan karena dapat mempengaruhi kerja
lambung
Menurut Suyono (2008), penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah dengan
ditujukan untuk mengatur sekresi asam lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition
pompa proton, antikolinergik dan antasid juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi,
pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi
kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang
berat.Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya
masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik
dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa.
Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri
atau gastrektomi. Gastrektomisebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai
sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai
permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat
ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun
demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui
mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan
oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat, mengurangi
dan memulai farmakoterapi. Apabila penyebabnya adalah Helicobacter Pylory dapat diatasi
dengan antasida, obat Pompa Proton Inhibitor (PPI), yang bekerja mengurangi jumlah asam
lambung dan antibiotik seperti Amoxicillin dan Klaritromisin untuk membunuh bakteri.
Infeksi ini dapat menyebabkan kanker ata ulkus di usus (Dermawan, 2010).
Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak teratur yaitu frekuensi
makan, jenis makan, dan jumlah makanan. Pola makan yang baik mencegah terjadinya
gastritis. Pada kasus gastritis, frekuensi makan yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang
dimakan tidak banyak. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung.
Konsumsi jenis makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, pada akhirnya
kekuatan dinding lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada
sensitive bila asam lambung meningkat. Pola makan yang baik dan teratur merupakan salah
satu dari penatalaksanaan gastritis dan juga merupakan tindakan preventif dalam mencegah
Pola Makan
- Frekuensi makan
- Karakteristik Individu
- Jenis makanan
- Umur Kejadian Gastritis
- Waktu Makan
- Jenis Kelamin
- Jumlah makanan
- Pendidikan
- Pekerjaan
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada
Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.
- Ho : Tidak ada Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien
Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2018.
- Ha : Ada Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik yang bertujuan
untuk mengetahui Hubungan Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli 2018 s/d Agustus 2018 di Puskesmas
3.3.1 Populasi
Adapun total populasi ini diambil dari rata – rata kunjungan sejak bulan Februari (63
orang), Maret (72 orang), April ( 75 orang), Mei (76 orang), dan Juni (72 orang) berjumlah
358 orang.
3.3.2 Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini adalah 358 orang : 5 Bulan = 71,6. Jadi jumlah
yang diajukan secara tertulis kepada responden untuk mendapatkan jawaban Hubungan Pola
Makan Pasien dengan Kejadian Gastritis Pada Pasien Rawat Jalan Di Puskesmas Gunung
Skala
Variabel Defenisi Alat ukur Hasil ukur
ukur
Variabel Dependen
Pola makan suatu cara atau usaha Kuesioner ordinal 1. Baik 6-10
dalam pengaturan
jumlah dan jenis 2. Tidak
makanan dengan
maksud tertentu baik 0-5
seperti
mempertahankan
kesehatan, status
nutrisi, mencegah atau
membantu
kesembuhan penyakit
Variabel Depen
bentuk pertanyaan tertutup dengan alternatif pilihan jawaban ya dan tidak jika di jawab ya di
3.6.2. Gastritis
Untuk mengukur pola makan diberikan 5 pertanyaan kepada responden dengan
bentuk pertanyaan tertutup dengan alternatif pilihan jawaban ya dan tidak jika di jawab ya di
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai pada penelitian ini berbentuk kuesioner. Kuesioner penelitian ini
terdiri dari 10 pertanyaan tentang pola makan dan 5 pertanyaan untuk kejadian gastritis yang
menggunakan skala Guttman dengan jawaban “Ya” atau “Tidak”. Untuk jawaban ”Ya”
responden bahwa responden bersedia akan dilakukan penelitian setelah responden setuju baru
peneliti membagikan kuisioner tersebut yang berisi daftar pertanyaan yang diajukan secara
tertulis.
1. Pengolahan Data
Apabila data telah terkumpul maka tahap berikutnya adalah mengorganisir atau
mengklarifikasikan data tersebut guna tujuan penelitian.Proses pengolaan data ini meliputi
a. Editing
Kegiatan ini merupakan kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah di isi
oleh rsponden meliputi: Kelengkapan, isian, kejelasan jawaban dan tulisan, relevansi jawaban
b. Coding
Bentuk kegiatan dari Coding adalah merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang
berbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah memberikan kode
Kegiatan Entry adalah melakukan pemasukan data yang suda di kode terlebih dahulu di
komputer.
d. Cleaning
Kegiatan Cleaning adalah melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data masuk.
Kegiatan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika pemasukan data.
e. Tabulasi langsung
Adalah sistem pengolahan data langsung yang di tabulasi olehe kuesioner. Ini juga metode
paling sederhana apabila di bandingkan dengan metode yang lain. Tabulasi ini dilakukan
dengan memasukan data dari kuesioner ke dalam kerangka tabel yang telah di siapkan, tanpa
proses perantara lainnya. Tabulasi langsung biasanya di kerjakan dengan system tally yaitu
cara menghitung data menurut klasifikasi yang telah ditentukan. Cara lain adalah kuesioner di
kelompokan menurut jawaban yang telah ditentukan, kemudian dihitung jumlahnya lalu
dimasukan kedalam tabel yang telah disiapkan. Dengan cara ini kemungkinan salah karena
lupa dapat diatasi. Kelemahan ini adalah pengaturannya menjadi rumit apabila jumlah
6. Komputer.
Untuk mengolah data dengan komputer, peneliti perlu terlebih dahulu menggunakan program
tertentu, baik yang sudah tersedia maupun program yang sudah disiapkan secara khusus dapat
ditambahkan bahwa dalam ilmu-ilmus sosial banyak sekali digunakan program SPSS 17.0 (
Statistical Program For Social Science). Dengan menggunakan program tersebut dapat
2. Analisa Data
a. Analisa univariat
Bertujuan untuk mengetahui proporsi masing-masing variabel yang di teliti yaitu karekteristik
responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan), pola makan, dan kejadian gastritis.
b. Analisa bivariat
dependent melalui uji chi square. Uji ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel
independent yaitu pola makan dengan variabel dependent yaitu kejadian gastritis, dengan
tingkat kemaknaan (α=0,05). Uji statistik yang digunakan adalah uji Chi-square
A. Hasil Penelitian
Analisa Univariat
a. Umur
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan umur di Wilayah Kerja Puskesmas Wawonasa
Tahun 2013
Kejadian Gastritis
f % f %
20 – 30 24 60 13 52
31 – 40 5 12,5 3 12
41 – 50 5 12,5 6 24
> 50 6 15 3 12
menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan kejadian gastritis berada pada
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan Jenis Kelamin di Wilayah Kerja Puskesmas
Kejadian Gastritis
f % f %
Laki-laki 14 35 8 32
Perempuan 26 65 17 68
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik responden yang mengalami gastritis
berdasarkan jenis kelamin, paling banyak pada responden yang berjenis kelamin perempuan
c. Pendidikan
Kejadian Gastritis
f % f %
SD 4 10 2 8
SLTP 3 7,5 6 24
SMA/SMK 26 65 14 56
DIII 2 5 2 8
S1 3 7,5 1 4
S2 2 5 - 0
berdasarkan tingkat pendidikan sebagian besar berada pada kelompok dengan tingkat
d. Pekerjaan
Kejadian Gastritis
f % f %
PNS 2 5 0 0
Wiraswasta 12 30 9 36
Mahasiswa 11 27,5 1 4
IRT 10 25 11 44
Tiada 5 12,5 4 16
mengalami gastritis berdasakan pekerjaan paling banyak berada pada kelompok yang bekerja
e. Pola Makan
Tabel 5.5 Distribusi responden berdasarkan Pola Makan di Wilayah Kerja Puskesmas
Kejadian Gastritis
f % f %
Baik 13 32,5 18 72
Kurang 27 67,5 7 28
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 40 responden yang mengalami gastritis, 27 orang (67,5%)
yang pola makannya Kurang Baik dan 13 orang (32,5%) yang pola makannya baik. Jadi,
dapat disimpulkan bahwa responden yang mengalami gastritis sebagian besar memiliki pola
f. Kejadian Gastritis
Tabel 5.6 Distribusi responden berdasarkan Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Kejadian Gastritis f %
Gastritis 40 61,5
Total 65 100
Tabel 5.7 menunjukkan bahwa 65 responden yang diteliti, responden yang gastritis sebanyak
40 orang (61,5%) dan yang tidak gastritis sebanyak 25 orang (38,5%). Jadi, dapat
disimpulkan mayoritas responden lebih banyak mengalami gastritis pada pasien yang berada
Analisa Bivariat
Untuk mengetahui hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di wilayah kerja
Ya Tidak
n % n % n %
Tabel 5.6 menunjukkan bahwa proporsi kejadian gastritis lebih tinggi pada responden yang
memiliki pola makan kurang baik sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding pada responden
yang memiliki pola makan baik yaitu sebanyak 13 orang (32,5%). Berdasarkan hasil analisis
statistik diperoleh nilai p=0,02 yakni lebih kecil dibandingkan α 0,05. Hal ini berarti, bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien di
B. PEMBAHASAN
responden yang menderita gastritis terdapat 27 orang (67,5%) dengan pola makan kurang
Pada penelitian ini, terdapat hubungan yang bermakna antara pola makan pasien dengan
kejadian gastritis dengan nilai p= 0,02. Responden dengan pola makan yang kurang baik
lebih banyak mengalami gastritis sebanyak 27 orang (67,5%) dibanding dengan responden
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rona, dkk (2010) tentang Hubungan Pola
Medical Center ( UMC ) yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan dengan
timbulnya gastritis (p=0,009). Selain itu, penelitian Rahmi K. (2011) tentang Faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian Gastritis pada pasien yang berobat jalan di Puskesmas
Gulai Bancah Bukit Tinggi juga menunjukkan bahwa ada hubungan antara pola makan
Hasil yang sama diperoleh dari penelitian yang dilakukan Purtiantini (2012) tentang
hubungan pola makan mahasiswa kedokteran angkatan 2010 dengan kejadian penyakit
Gastritis di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyebutkan bahwa ada hubungan
antara pola makan dengan penyakit gastritis (p=0,007). Hasil penelitian ini juga didukung
oleh hasil penelitian Zilmawati (2009) yang menunjukkan ada hubungan yang signifikan
Namun, hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Dedi Sulaiman tentang Hubungan
antara pola makan dengan penyakit gastritis pada mahasiswa indekos Di STIKES Payung
Negeri dikelurahan Labuh Baru Kecamatan Payung Sekaki Pekanbaru (2012) yang
menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pola makan dengan kejadian gastritis
(p=0,049).
Pola makan adalah gambaran mengenai macam, jumlah, dan komposisi bahan makanan yang
dimakan tiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat
Dalam penelitian Rahmi. K (2011) dijelaskan bahwa Gastritis umumnya terjadi akibat asam
lambung yang tinggi atau terlalu banyak makan makanan yang bersifat merangsang
diantaranya makanan yang pedas dan asam. Pola makan tidak teratur juga dapat
menyebabkan penyakit gastritis, bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam maka asam
lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa
lambung serta menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium. Dari teori tersebut dapat
disimpulkan bahwa pola makan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap
Pada kasus gastritis, frekuensi makan yang diperbanyak, tapi jumlah makanan yang dimakan
tidak banyak. Makan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung. Konsumsi
jenis makanan yang tidak sehat dapat menyebabkan gastritis, pada akhirnya kekuatan dinding
lambung menurun, tidak jarang kondisi seperti ini menimbulkan luka pada lambung (Uripi,
2008).
Pada penelitian lainnya menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara pola makan
dengan kejadian gastritis. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang lebih
berpengaruh hingga terjadinya penyakit gastritis seperti merokok, stres, umur dan lain-lain.
Berdasarkan hasil analisa mengenai hubungan pola makan pasien dengan kejadian gastritis di
wilayah kerja Puskesmas Wawonasa dapat disimpulkan bahwa responden yang memiliki pola
makan kurang baik dapat menyebabkan terjadinya gastritis dibandingkan dengan responden
yang berpola makan baik dan responden yang mempunyai pola makan kurang baik lebih
Hal ini berarti Pola makan memiliki hubungan yang sangat erat dengan kejadian gastritis.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tentang Hubungan Pola Makan Pasien dengan Kejadian
1. Diketahui terdapat 27 responden (67,5%) yang mengalami gastritis dengan pola makan
kurang baik dan 18 responden (72%) tidak mengalami gastritis dengan pola makan baik pada
(38,5%) orang yang tidak mengalami gastritis pada pasien di Wilayah Kerja Puskesmas
Wawonasa.
3. Ada Hubungan yang bermakna antara pola makan dengan kejadian gastritis pada pasien
B. Saran
Semoga penelitian ini dapat menambah referensi tentang asuhan keperawatan khususnya
pada pasien dengan kejadian Gastritis serta bisa meningkatkan mutu pendidikan dimasa yang
akan datang.
Semoga hasil penelitian ini bisa menjadi bahan masukan untuk dapat meningkatkan
Puskesmas.
Hasil penelitian ini semoga bisa memberikan acuan untuk peneliti selanjutnya agar dapat
melakukan penelitian lebih mendalam tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian
gastritis.
DAFTAR PUSTAKA
Aprianto (2009). Faktor Risiko Gastritis pada pasien di Rumah Sakit Umum
Daerah Lubuan Baji dan Rumah Sakit Pelamonia Tinkat II Kota Makassar
Dedi .S (2012) : Hubungan antara pola makan dengan penyakit gastritis pada
Erna. (2010) : Hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di
SMKN 06 Padang.
Jakarta
Mustakim. (2009). Mengenal Penyakit Organ Cerna, Pustaka Populer Obor. Jakarta
Medical Center.
pada pasien yang berobat jalan di Puskesmas Gulai Bancah. Bukit Tinggi
Malang
Alfabeta. Bandung
Yogyakarta
Sulastri. (2012) ; Gambaran Pola Makan penderita Gastritis di wilayah kerja
Uripi. (2008). Menu Untuk Penderita Hepatitis dan saluran Pencernaan. Jakarta:
Puspa Swara.
INSTRUMEN PENELITIAN
I. Kuesioner Data Demografi
Petunjuk pengisian :
Bpk/Ibu/sdra/sdri akan ditnyakan informasi tentang data pribadi. Jawablah pertanyaan di
bawah ini dengan memberi tanda centang pada tempat yang disediakan dan isilah bagian
yang telah disediakan sesuai dengan keadaan bapak/ibu sebenarnya.
KUESIONER DEMOGRAFI
DATA DEMOGRAFI
No. Responden :
Tanggal :
Umur :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
( ) Laki-laki
( ) Perempuan
1. Agama
( ) Islam ( ) Protestan ( ) Katolik ( ) Hindu ( ) Buddha
2. Suku
( )Minahasa ( ) Jawa ( ) Melayu ( ) Minang ( ) Sangihe
( ) Lainya, sebutkan ……
3. Pendidikan Terakhir
( ) SD ( ) SLTP ( )SMA/SMK ( ) DIII ( ) S1
Lainnya, sebutkan...........
4. Apakah Anda Pernah Menderita Gastritis (sakit maag) ?
( ) Tidak Pernah
( ) Pernah
5. Apakah anda sering membatasi kebiasaan mengkonsumsi makanan yang bersifat asam?
1. Apakah saat anda mengalami penyakit gastritis, nyeri terasa di bagian perut ?
2. Apakah nyeri perut terasa seperti tertusuk-tusuk ?
3. Apakah saat anda mengalami penyakit gastritis, nafsu makan menurun?
4. Apakah saat anda mengalami penyakit gastritis disertai dengan gejala Mual dan muntah?