Biografi
Biografi
SOEPRATMAN
Makassar. Di sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik.
Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama 3 tahun, kemudian melanjutkannya
ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu dijadikan guru di
Bandung dan bekerja sebagai wartawan. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di
Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan
tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya
dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Singkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang ke
Makassar lagi. Roekijem, sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak karangannya yang
dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang
membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik
Soepratman memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga pandai
bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu. Ketika tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia
membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul. Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik
Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu.
Tokoh satu ini dikenal oleh rakyat Indonesia sebagai orang yang menciptakan lagu kebangsaan
Republik Indonesia. Dialah Wage Rudolf Supratman yang lahir tanggal 9 Maret 1903, Jatinegara,
Jakarta dan wafat tanggal 17 Agustus 1938 di Surabaya. Dia terkenl sebagai pengarang lagu
kebangsaan Indonesia, “Indonesia Raya”. Ayahnya bernama Senen, sersan di Batalyon VIII. Saudara
Soepratman berjumlah enam, laki satu, lainnya perempuan. Salah satunya bernama Roekijem. Pada
tahun 1914, Soepratman ikut Roekijem ke Makassar. Di sana ia disekolahkan dan dibiayai oleh suami
ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu dijadikan guru di
Bandung dan bekerja sebagai wartawan. Pekerjaan itu tetap dilakukannya sewaktu sudah tinggal di
Jakarta. Dalam pada itu ia mulai tertarik kepada pergerakan nasional dan banyak bergaul dengan
tokoh-tokoh pergerakan. Rasa tidak senang terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya
dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda.
Soepratman dipindahkan ke kota Singkang. Di situ tidak lama lalu minta berhenti dan pulang ke
Makassar lagi. Roekijem, sendiri sangat gemar akan sandiwara dan musik. Banyak karangannya yang
dipertunjukkan di mes militer. Selain itu Roekijem juga senang bermain biola, kegemarannya ini yang
membuat Soepratman juga senang main musik dan membaca-baca buku musik.
Soepratman diberi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia dan Bintang Maha Putera
Soepratman memperoleh pelajaran musik dari kakak iparnya yaitu Willem van Eldik, sehingga pandai
bermain biola dan kemudian bisa menggubah lagu. Ketika tinggal di Jakarta, pada suatu kali ia
membaca sebuah karangan dalam majalah Timbul. Penulis karangan itu menantang ahli-ahli musik
Indonesia untuk menciptakan lagu kebangsaan. Soepratman tertantang, lalu mulai menggubah lagu.
Pada tahun 1924 lahirlah lagu Indonesia Raya. Pada bulan Oktober 1928 di Jakarta dilangsungkan
Kongres Pemuda II. Kongres itu melahirkan Sumpah Pemuda. Pada malam penutupan kongres,
tanggal 28 Oktober 1928, Soepratman memperdengarkan lagu ciptaannya secara instrumental di depan
peserta umum (secara intrumental dengan biola atas saran Soegondo berkaitan dengan kodisi dan
situasi pada waktu itu, lihat Sugondo Djojopuspito). Pada saat itulah untuk pertama kalinya lagu
Indonesia Raya dikumandangkan di depan umum. Semua yang hadir terpukau mendengarnya. Dengan
cepat lagu itu terkenal di kalangan pergerakan nasional. Apabila partai-partai politik mengadakan
kongres, maka lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan. Lagu itu merupakan perwujudan rasa
Sesudah Indonesia merdeka, lagu Indonesia Raya dijadikan lagu kebangsaan, lambang persatuan
bangsa. Tetapi, pencipta lagu itu, Wage Roedolf Soepratman, tidak sempat menikmati hidup dalam
suasana kemerdekaan. Akibat menciptakan lagu Indonesia Raya, ia selalu diburu oleh polisi Hindia
Belanda, sampai jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir “Matahari Terbit” pada
awal Agustus 1938, ia ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM
jalan Embong Malang – Surabaya dan ditahan di penjara Kalisosok-Surabaya. Ia meninggal pada