Anda di halaman 1dari 15

1

I. BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya
jatuh sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Penyebab demam terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas
disusul infeksi saluran pencernaan. (Ngastiyah, 1997; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2000;72-73)
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden
kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %).
Dari data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar
37%.
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 1985 : 858) .
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan
pertolongan segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat
diperlukan untuk menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan
bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut
untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta mampu
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi
aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan

1
2

berkesinambungan serta memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh


secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan keperawatan pada kejang
demam adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang, melindungi pasien
dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga diri yang positif,
memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit, prognosis dan
kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 1999; 262).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulis tertarik membuat karya
tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak “A” dengan Kejang
Demam di Ruang Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya”.

2
3

TETANUS

A. TINJAUAN TEORI

I. Pengertian
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot,
tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium
tetani

II. Etiologi
Sering kali tempat masuk kuman sukar dikteahui teteapi suasana anaerob seperti
pada luka tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh ,
otitis media, dan cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang
menghasilkan endotoksin.

III. Patofisiologi
Bentuk spora dalam suasana anaerob dapat berubah menjadi kuman vegetatif
yang menghasilkan eksotoksin. Toksin ini menjalar intrakasonal sampai
ganglin/simpul saraf dan menyebabkan hilangnya keseimbanngan tonus otot
sehingga terjadi kekakuan otot baik lokal maupun mnyeluruh. Bila toksin banyak,
selain otot bergaris, otot polos dan saraf otak juga terpengaruh.

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi
CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui
oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K
ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :


Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

3
4

Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran


listrik dari sekitarnya

Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan


Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
orang dewasa sirkulasi otak mencapai 15 % dari seluruh tubuh. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium
akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang yang berlangsung lama
(lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen
dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi
artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang
disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme
otak meningkat.

IV. Prognosa
Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang
menjadi berat

V. Manifestasi Klinik
- Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka
mulut (trismus)
- Diikuti gejala risus sardonikus,kekauan otot dinding perut dan ekstremitas
(fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
- Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin
seinrg dan lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia,
hiperhidrosis,kelainan irama jantung dan akhirnya hipoksia yan gberat
- Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan
berkembang menjadi berat
Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :
1. ringan ; hamya trismus dan kejang lokal
2. sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang
tampak nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.

4
5

VI. Penatalaksanaan Medik


Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :
a. eliminasi kuman
1. debridement
untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan
yang rusak, membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan
liang telinga/otitis media, caires gigi.

2. antibiotika
penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari IM, 1-2 hari, minimal 10
hari. Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
b. netralisasi toksin
toksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di jaringan.
Dapat diberikan ATS 5000-100.000 KI

c. perawatan suporatif
perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :
1. nutrisi dan cairan
- pemberian cairan IV sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan
penderita, seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.
- beri nutrisi tinggi kalori, bil a perlu dengan nutrisi parenteral
- bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat
kejang) pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

2. menjaga agar nafas tetap efisien


- pemebrsihan jalan nafas dari lendir
- pemberian xat asam tambahan
- bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

3. mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang


- antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan
dan respon klinis.
- pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin
lama), pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu
mulai lagi dengan pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
Pengobatan rumat

5
6

Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari


pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
berikutnya
- bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus
dilakukan pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan
maknaik (ventilator)

4. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :


1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi
lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan
oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TETANUS

I. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistemik untuk mengumpulkan data dan
menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
(Santosa. NI, 1989, 154)
Langkah-langkah dalam pengkajian meliputi pengumpulan data, analisa dan
sintesa data serta perumusan diagnosa keperawatan. Pengumpulan data akan
menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan atau keperawatan yang meliputi
kebutuhan fisik, psikososial dan lingkungan pasien. Sumber data didapatkan dari
pasien, keluarga, teman, team kesehatan lain, catatan pasien dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Metode pengumpulan data melalui observasi (yaitu
dengan cara inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi), wawancara (yaitu berupa
percakapan untuk memperoleh data yang diperlukan), catatan (berupa catatan
klinik, dokumen yang baru maupun yang lama), literatur (mencakup semua
materi, buku-buku, masalah dan surat kabar).
Pengumpulan data pada kasus tetenus ini meliputi :

a. Data subyektif
1. Biodata/Identitas

6
7

Biodata klien mencakup nama, umur, jenis kelamin.


Biodata dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
alamat.
2. Keluhan utama kejang
3. Riwayat Penyakit (Darto Suharso, 2000)
Riwayat penyakit yang diderita sekarang tanpa kejang ditanyakan :
Apakah disertai demam ?
Dengan mengetahui ada tidaknya demam yang menyertai kejang, maka
diketahui apakah infeksi infeksi memegang peranan dalam terjadinya
bangkitan kejang. Jarak antara timbulnya kejang dengan demam..
Lama serangan
Seorang ibu yang anaknya mengalami kejang merasakan waktu
berlangsung lama. Lama bangkitan kejang kita dapat mengetahui
kemungkinan respon terhadap prognosa dan pengobatan.
Pola serangan
Perlu diusahakan agar diperoleh gambaran lengkap mengenai pola
serangan apakah bersifat umum, fokal, tonik, klonik ?
Apakah serangan berupa kontraksi sejenak tanpa hilang kesadaran seperti
epilepsi mioklonik ?
Apakah serangan berupa tonus otot hilang sejenak disertai gangguan
kesadaran seperti epilepsi akinetik ?
Apakah serangan dengan kepala dan tubuh mengadakan flexi sementara
tangan naik sepanjang kepala, seperti pada spasme infantile ?
Pada kejang demam sederhana kejang ini bersifat umum.
Frekuensi serangan
Apakah penderita mengalami kejang sebelumnya, umur berapa kejang
terjadi untuk pertama kali, dan berapa frekuensi kejang per tahun.
Prognosa makin kurang baik apabila kejang timbul pertama kali pada
umur muda dan bangkitan kejang sering timbul.
Keadaan sebelum, selama dan sesudah serangan
Sebelum kejang perlu ditanyakan adakah rangsangan tertentu yang dapat
menimbulkan kejang, misalnya lapar, lelah, muntah, sakit kepala dan
lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah
kejang perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur,
kesadaran menurun, ada paralise, dan sebagainya ?

7
8

Riwayat penyakit sekarang yang menyertai


Apakah muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada
penderita epilepsi), gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA,
Morbili dan lain-lain.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah
penderita pernah mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang
terjadi untuk pertama kali ?
Apakah ada riwayat trauma kepala, luka tusuk, lukakotor, adanya benda
asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan cairies gigi,
menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Kebiasaan perawatan luka dengan menggunakan bahan yang kurang
aseptik.
6. Riwayat sosial
Hubungan interaksi dengan keluarga dan pekrjaannya
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis ?
Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita, pelayanan
kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota keluarga yang
sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh klien ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera makan
anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
Pola Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?

8
9

Pola aktivitas dan latihan


Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?

b. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum (Corry S, 2000 hal : 36)
Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan
darah, nadi, respirasi dan suhu. Pada kejang demam sederhana akan
didapatkan suhu tinggi sedangkan kesadaran setelah kejang akan kembali
normal seperti sebelum kejang tanpa kelainan neurologi.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa
menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/ Wajah.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada
gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga,
keluar cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan
napas ? Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya ?
Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan
lidah? Adakah stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada
caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi

9
10

faring, cairan eksudat ?


Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah
pembesaran vena jugulans ?
Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale ? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah
bunyi tambahan ? Adakah bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ?
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus ? Adakah tanda
meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Apakah
terdapat oedema, hemangioma ? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang?
Bagaimana suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi ?

c. Pemeriksaan Penunjang
Tergantung sarana yang tersedia dimana pasien dirawat,
pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari
pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan
predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

10
11

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )


2. Skull Ray : Untuk
mengidentifikasi adanya proses desak ruang
dan adanya lesi
3. EEG : Teknik untuk menekan
aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang
utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,
hasil biasanya normal.

d. Analisa dan Sintesa Data


Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi kegiatan
mentabulasi, menyeleksi, mengelompokkan, mengaitkan data, menentukan
kesenjangan informasi, melihat pola data, membandingakan dengan standar,
menginterpretasi dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil analisa data
adalah pernyataan masalah keperawatan atau yang disebut diagnosa
keperawatan.

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat, dan pasti


tentang masalah pasien/klien serta penyebabnya yang dapat dipecahkan atau
diubah melalui tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
1. Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan serangan kejang
berulang.
2. Risiko terjadinya ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan
sekunder dari depresi pernafasan
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi sekret
yang berlebihan pad ajalan nafas atas.
4. Kurangnya pengetahuan keluarga tentang penanganan penyakitnya
berhubungan dengan keterbatasan informasi yang ditandai
5. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi eksotoksin

II. Perencanaan
Perencanaan merupakan keputusan awal tentang apa yang akan dilakukan,
bagaimana, kapan itu dilakukan, dan siapa yang akan melakukan kegiatan
tersebut. Rencana keperawatan yang memberikan arah pada kegiatan
keperawatan. (Santosa. NI, 1989;160)
a. Diagnosa Keperawatan : Risiko terjadinya cedera fisik berhubungan dengan

11
12

kejang berulang
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera selama perawatan
Kriteria hasil :
1. Klien tidak ada cedera akibat serangan kejang
2. klien tidur dengan tempat tidur pengaman
3. Tidak terjadi serangan kejang ulang.
4. Suhu 36 – 37,5 º C , Nadi 60-80x/menit (bayi), Respirasi 16-20
x/menit
5. Kesadaran composmentis
Rencana Tindakan :
INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi dan hindari faktor 1. Penemuan faktor pencetus untuk
pencetus memutuskan rantai penyebaran toksin
2. tempatkan klien pada tempat tetanus.
tidur yang memakai pengaman di 2. Tempat yang nyaman dan tenang dapat
ruang yang tenang dan nyaman mengurangi stimuli atau rangsangan
3. anjurkan klien istirahat yang dapat menimbulkan kejang
4. sediakan disamping tempat tidur 4. efektivitas energi yang dibutuhkan
tongue spatel dan gudel untuk untuk metabolisme.
mencegah lidah jatuh ke belakng 5. lidah jatung dapat menimbulkan
apabila klien kejang obstruksi jalan nafas.
5. lindungi klien pada saat kejang
dengan : 5. tindakan untuk mengurangi atau
- longgarakn pakaian mencegah terjadinya cedera fisik.
- posisi miring ke satu sisi
- jauhkan klien dari alat yang
dapat melukainya
- kencangkan pengaman tempat
tidur
- lakukan suction bila banyak
sekret
6. catat penyebab mulainya kejang,
proses berapa lama, adanya sianosis 6. dokumentasi untuk pedoman dalam
dan inkontinesia, deviasi dari mata penaganan berikutnya.
dan gejala-hgejala lainnya yang
timbul.
7. sesudah kejang observasi TTV

12
13

setiap 15-30 menit dan obseervasi


keadaan klien sampai benar-benar 7. tanda-tanda vital indikator terhadap
pulih dari kejang perkembangan penyakitnya dan
8. observasi efek samping dan gambaran status umum klien.
keefektifan obat
9. observasi adanya depresi
pernafasan dan gangguan irama 8. efek samping dan efektifnya obat
jantung diperlukan motitoring untuk tindakan
10. lakukan pemeriksaan lanjut.
neurologis setelah kejang 9 dan 10 kompliksi kejang dapat terjadi
11. kerja sama dengan tim : depresi pernafasan dan kelainan irama
- pemberian obat antikonvulsan jantung.
dosis tinggi
- pemeberian antikonvulsan 11. untuk mengantisipasi kejang, kejang
(valium, dilantin, phenobarbital) berulang dengan menggunakan obat
- pemberian oksigen tambahan antikonvulsan baik berupa bolus, syringe
- pemberian cairan parenteral pump.
- pembuatan CT scan

b. Diagnosa Keperawatan : Kurang pengetahuan klien dan keluarga tentang


penanganan penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pengetahuan klien dan keluarga tentang penanganan
penyakitnya dapat meningkat.
Kriteria Hasil :
1. Klien dan keluarga dapat mengerti proses penyakit dan
penanganannya
2. klien dapat diajak kerja sama dalam program terapi
3. klien dan keluarga dapat menyatakan melaksanakan penejlasan
dna pendidikan kesehatan yang diberikan.

INTERVENSI RASIONAL
1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien 1. Tingkat pengetahuan penting untuk
dan keluarga modifikasi proses pembelajaran orang
2. Hindari proteksi yang berlebihan dewasa.
terhadap klien , biarkan klien 2. tidak memanipulasi klien sehingga ada
melakukan aktivitas sesuai dengan proses kemandirian yang terbatas.

13
14

kemampuannya.
3. ajarkan pada klein dan keluarga 3. kerja sama yang baik akanmembantu
tentang peraawatan yang harus dalam proses penyembuhannnya
dilakukan sema kejang
4. jelaskan pentingnya mempertahankan 4. status kesehatan yang baik membawa
status kesehatan yang optimal dengan damapak pertahanan tubuh baik sehingga
diit, istirahat, dan aktivitas yang dapat tidak timbul penyakit penyerta/penyulit.
menimbulkan kelelahan.
5. jelasakan tentang efek samping obat 5. efek samping yang ditemukan secara
(gangguan penglihatan, nausea, dini lebih aman dalam penaganannya.
vomiting, kemerahan pada kulit,
synkope dan konvusion) 6. Kebersihan mulut dan gigi yang baik
6. jaga kebersihan mulut dan gigi secara merupakan dasar salah satu pencegahan
teratur terjadinya infeksi berulang.

2.3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )

2.3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan
data subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya
( Santosa.NI, 1989;162).

14
15

DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall C, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah


Monica Ester, EGC, Jakarta
Marilyn E. Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I
Made, EGC, Jakarta
Santosa NI, 1989, Perawatan I (Dasar-Dasar Keperawatan), Depkes RI, Jakarta.
Suharso Darto, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, F.K. Universitas Airlangga,
Surabaya.

15

Anda mungkin juga menyukai