Anda di halaman 1dari 15

55

Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa


Melalui Pemanfaatan Upacara Ritual

Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi


Universitas Veteran Bangun Nusantara
Jl. Letjend Sujono Humardani No. 1 Sukoharjo 57521 Telp. (0271) 593156
Faks. (0271) 591065 Email: nuryani_tr@yahoo.com

Abstract
This research aims to develop a model heredity for values of Javanese culture through ritual
tradition in order to values of Javanese culture returns back internalized in living experience of
Javanese life. The ritual application was intended for the more empowering its potential than ever
before. During for long time, it was only used to grasp the local per capita and tourism as well
as hospitality. Specifically, this research involves: (a) examining model theoretical-conceptual and
testing it for small scale; b) describing effectivity of conceptual model;c) arranging conceptual model
for heredity toward values of Javanese culture via ritual tradition. Methods consists of: a) literatures
exploration and tracing some of enquiries which has similarity and relevancy;b)expert judgement
was a process in which give suggestion and worthy comments from the experts through seminar or
discussion; c) experimental studies to examine the referred model;d) analytical survey to measure
effectivity of model.This research was conducted in Wonogori District. Informants were selected with
purposeful and interviewed with depth interviews technique; participant observer; focus group of
discussion and content analysis. The result showed that ritual tradition was properly actualized for
young people who support the values of Javanes culture. The messages the were designed in this
model producing the impact for audiences, either cognitively or behavior. It means this can enlarge
and stimulate the meaning toward values of Javanese culture.

Keywords:Heredity model, ritual tradition,nonverbal symbol,values of Javanese culture

Abstrak

Penelitian ini bertujuan mengembangkan model pewarisan nilai-nilai budaya Jawa melalui
pemanfaatan upacara ritual dengan maksud agar nilai-nilai budaya Jawa dapat kembali menjadi
filosofi dan mewujud dalam perilaku hidup masyarakat Jawa. Pemanfaatan ritual dimaksudkan untuk
lebih memberdayakan potensinya mengingat penyelenggaraannya oleh masyarakat dan beberapa
pemerintah daerah selama ini hanya diarahkan untuk meningkatkan PAD dari sektor pariwisata. Target
khusus penelitian ini meliputi; (a) Pengujian teoretis model konseptual dan uji cobanya dalam skala
kecil, (b) Deskripsi efektivitas model konseptual (c) Tersusunnya model konseptual efektif pewarisan
nilai-nilai budaya Jawa melalui pemanfaatan upacara ritual. Metode yang digunakan antara lain : (a)
Studi pustaka dan pelacakan hasil penelitian relefan untuk memantapkan rancangan penelitian, (b)
Expert judgment melalui seminar/lokakarya untuk uji teoretis rancangan model konseptual, (c) Studi
Experimental untuk uji coba model, dan (d) Survei analitik untuk pengukuran efektivitas model. Lokasi
penelitian di Kabupaten Wonogiri dan jenis penelitian studi deskriptif kualitatif. Sampel ditentukan
secara purposive dan pengumpulan data dengan teknik indepth interview, observasi berperan pasif,
content analysis, dokumentasi, dan Focus Group Discussion. Hasil penelitian disimpulkan bahwa
56 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, halaman 55-69

secara teoretis model konseptual pewarisan nilai-nilai budaya Jawa melalui pemanfaatan upacara
ritual tepat untuk diaplikasikan di kalangan masyarakat pendukung budaya Jawa. Pesan dalam proses
pewarisan tersebut menghasilkan efek kognitif dan afektif dalam arti dapat menambah pengetahuan
tentang makna simbol yang digunakan dalam ritual dan mampu mengubah sikap kearah yang lebih
positif terhadap penyelenggaraan ritual.

Kata kunci : Model pewarisan, Upacara ritual, symbol nonverbal, nilai-nilai budaya Jawa

Pendahuluan segi populasi, ekonomi, sosial, maupun kultural


Proses besar perubahan yang tengah sehingga budaya Jawa memiliki pengaruh luas
terjadi pada skala global saat ini membawa dalam kehidupan bangsa Indonesia. Banyak
bangsa Indonesia ke dalam masalah jaminan pakar budaya mengakui bahwa budaya Jawa
kelangsungan budaya dan stabilitas sosial mengajarkan sendi-sendi kehidupan yang
psikologis yang ditandai oleh terjadinya pergeseran berbudi luhur, dan berjiwa kesatria sehingga
nilai, erosi budaya lokal, memudarnya nilai-nilai pernah disarankan agar aspek-aspek budaya Jawa
tradisional, dan kurangnya minat pada budaya perlu dijadikan kajian dalam kurikulum sekolah
tinggi. Budaya sebagai cara hidup dibentuk (Sudibyo, 2006:102).
oleh nilai, tradisi, kepercayaan, objek material, Budaya Jawa yang berperan besar dalam
dan wilayah, memiliki sifat dinamis, secara kehidupan budaya bangsa saat ini menghadapi
fundamental bertahan lama dalam masyarakat persaingan dengan budaya asing yang
tetapi juga berubah dalam komunikasi dan mengedepankan sendi-sendi kehidupan modern
interaksi sosial yang rutin (Williams dalam Lull, dan hedonis. Kondisi ini diperburuk oleh media
1998:77). Budaya dan masyarakat membentuk massa yang memberi ruang lebih banyak bagi
hubungan resiprokal sehingga keberlangsungan representasi budaya asing dibanding budaya
nilai budaya tertentu ditentukan oleh interaksi lokal termasuk budaya Jawa. Pelestarian budaya
sosial masyarakat pendukungnya, demikian juga Jawa melalui pewarisan dari satu generasi
hubungan antara budaya Jawa dan masyarakat kepada generasi berikutnya diperlukan untuk
Jawa. memberikan pemahaman yang benar kepada
Dewasa ini terdapat fenomena bahwa nilai masyarakat sehingga berbagai manifestasi
budaya lokal di Indonesia khususnya budaya budaya Jawa baik ide-ide, nilai-nilai, tata
Jawa kurang dipahami dan diinternalisasi oleh kelakuan, adat, kebiasaan atau perilaku berpola,
masyarakat. Akhir-akhir ini terlihat semakin maupun wujud kebudayaan berupa hasil karya
mundurnya penguasaan secara baik dan benar tidak diperlawankan dengan ajaran agama
bahasa Jawa terutama ragam krama oleh sebagian tertentu karena keduanya memang berbeda.
besar masyarakat Jawa. Bahasa merupakan roh Dengan adanya pemahaman yang benar
budaya sehingga dengan hilang dan matinya maka persepsi terhadap wujud-wujud budaya
suatu bahasa, akan hilang serta habis pulalah sebagai tindakan menyimpang dapat diluruskan
nilai-nilai budaya tersebut (Sudibyo, 2006:99- sehingga masyarakat terbuka untuk melihat
100). Untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya aspek pendidikan yang terkandung di dalamnya.
upaya pelestarian nilai budaya Jawa melalui Permasalahannya kemudian adalah bagaimana
pewarisan dari satu generasi kepada generasi mengembangkan model pewarisan nilai-nilai
berikutnya. Proses pewarisan nilai-nilai ini budaya yang efektif serta menggali berbagai
dilakukan dengan kegiatan komunikasi. media yang berpotensi untuk dimanfaatkan
Pelestarian nilai budaya Jawa perlu dalam mewariskan nilai-nilai budaya tersebut
dilakukan dengan serius mengingat masyarakat kepada generasi penerus mengingat berbagai
Jawa sangat dominan di Indonesia baik dari model yang telah ada tidak cukup efektif guna
Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa ... 57

menahan gempuran budaya asing terhadap nilai- Banyak upacara ritual yang berakar pada budaya
nilai yang dicita-citakan menjadi ciri kepribadian Jawa dan dilaksanakan di berbagai daerah kurang
bangsa Indonesia. berdaya guna dan belum dimanfaatkan secara
Pada masyarakat Jawa terdapat berbagai optimal dalam pelestarian budaya Jawa karena
macam tradisi upacara ritual yang masih lebih diarahkan untuk meningkatkan pendapatan
dilaksanakan hingga sekarang baik oleh keluarga asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata.
maupun masyarakat dan pemerintah. Dalam Pelaksanaannya cenderung monoton
upacara ritual digunakan berbagai simbol baik dari tahun ke tahun dan kurang menarik bagi
symbol verbal berupa kata-kata dan bahasa masyarakat. Berangkat dari fenomena tersebut,
tertentu maupun symbol nonverbal berupa kajian yang dimaksudkan untuk mengembangkan
benda, tempat, waktu, dan tata cara tertentu yang model pewarisan nilai-nilai budaya Jawa melalui
semuanya memiliki makna atau mengandung pemanfaatan upacara ritual ini diharapkan dapat
maksud tertentu pula. Banyak makna dalam dimanfaatkan oleh para penyelenggara upacara
simbol nonverbal yang digunakan dalam upacara ritual guna meningkatkan daya tarik upacara
ritual bersifat filosofis dan merupakan norma- ritual bagi lebih banyak masyarakat sehingga
norma kehidupan. dapat meningkatkan PAD serta meningkatkan
Filosofi dan norma tersebut jika diikuti dan peran serta berbagai elemen masyarakat dalam
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan upaya pelestraian budaya Jawa dan menjembatani
dapat menciptakan kehidupan yang harmonis kesenjangan budaya antar generasi.
dalam suatu sistem sosial yang dinamis. Namun
demikian karena sangat kurangnya pemahaman Metode Penelitian
masyarakat mengenai nilai-nilai budaya Jawa Metode yang digunakan dalam penelitian
yang terkandung di balik makna tersebut maka mengenai pengembangan model pewarisan nilai-
banyak simbol nonverbal lebih dimaknai nilai budaya Jawa melalui pemanfaatan upacara
sebagaimana fungsi riilnya saja. Sedang makna ritual ini adalah sebagai berikut :
filosofis dan normatifnya kurang dipahami.
Tabel 1
Kegiatan, Metode, dan Target Luaran Penelitian

Kegiatan Metode Target Luaran


P e n y u s u n a n - Identifikasi potensi upacara ritual - Deskripsi potensi
rancangan model - Identifikasi makna symbol upacara ritual
dalam upacara ritual - Deskripsi makna symbol
- Focus group discussion nonverbal yang digunakan
dalam upacara ritual
- R a n c a n g a n
model konseptual
Uji Teoretis Model - Expert judgment Model konseptual
- S e m i n a r / L o k a k a r y a siap uji coba.
Uji Coba Model Studi eksperimental melalui Data empiris aplikasi model.
aplikasi model pada ruang lingkup,
sasaran, waktu, dan tempat terbatas.
58 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, halaman 55-69

Studi evaluatif - Strategi : deskriptif kualitatif. Deskripsi efektivitas model


/ Pengukuran - Lokasi : Kab.Wonogiri, dan identifikasi kelemahan
Efektivitas Model Univet Bantara Sukoharjo / kekuatan model.
- Sumber data : Informan
- Teknik mengumpulan
data : interview, test,
observasi berperan pasif
- Teknik sampling :
Purpossive sampling
- Uji validitas : triangulasi
sumber dan triangulasi metode.
- Teknik analisis data : metode
induktif dan model analisis interaktif
dari Miles dan Huberman (1984).
Pemantapan model - Expert judgment Model konseptual efektif.
- Focus Group Discussion

Sumber : Lofland dan Lofland (1984); Sutopo (2002); Moleong (1991).


Hasil dan Pembahasan disosilaisikan, identifikasi simbol-simbol yang
terdapat dalam upacara ritual tersebut dan tepat
Model Konseptual Pewarisan Nilai-nilai untuk digunakan dalam penyampaian pesan,
Budaya Jawa interpretasi makna simbol secara tepat mengacu
Model adalah representasi suatu fenomena pada konteks budaya Jawa dan relevan dengan
baik nyata ataupun abstrak, dengan menonjolkan kondisi sosial sekarang, serta sistematisasi
unsur-unsur terpenting dari fenomena tersebut. pesan. Pesan terdiri dari isi dan lambang. Isi
Model pewarisan dimaksudkan di sini adalah pesan di sini berupa gagasan mengenai nilai-
deskripsi ideal mengenai apa yang dibutuhkan nilai yang dapat dijadikan pedoman baik buruk
untuk terjadinya pewarisan. Proses pewarisan atau tuntunan hidup bagi masyarakat dalam
hanya dapat berlangsung jika terjadi interaksi kehidupan secara baik dan benar sesuai dengan
antara satu anggota masyarakat dengan yang kondisi sekarang. Isi pesan ini merupakan hasil
lainnya dan inti dari semua interaksi sosial adalah reinterpretasi terhadap makna simbol nonverbal
komunikasi (Tilaar, 2000). Oleh karena itu model (benda, tindakan, tempat) dengan menggunakan
pewarisan dirancang dengan menggunakan pendekatan logika ilmiah. Kata-kata dan bahasa
pendekatan bauran komunikasi yaitu proses sebagai simbol verbal penyampaian pesan
komunikasi dengan mengkombinasikan dirancang sedemikian rupa sehingga mudah
penggunaan media tradisional dan media massa. dipahami dan sesuai dengan bahasa sehari-hari
Model pewarisan nilai-nilai budaya Jawa masyarakat sasaran. Simbol, makna, serta pesan
yang disarankan adalah melalui pemanfaatan mengenai nilai-nilai yang ingin disampaikan
upacara ritual yang selama ini telah dilaksanakan terlebih dahulu disusun secara sistematis,
secara rutin setiap tahun dan optimalisasi menarik, dan menghibur.
dukungan peran media massa. Secara skematis (b) Pemilihan media secara tepat sesuai
model konseptual tersebut tampak pada gambar dengan karakteristik masyarakat sasaran
1. yaitu masyarakat pendukung budaya Jawa.
Model pewarisan nilai-nilai budaya Jawa Media yang dipilih untuk penyampaian pesan
meliputi beberapa langkah atau tahapan sebagai mengenai nilai-nilai budaya Jawa adalah media
berikut: yang tersedia dan dapat dijangkau masyarakat
(a) Perencanaan pesan mulai dari serta memiliki komitmen dalam melestarikan
inventarisasi nilai-nilai budaya yang akan nilai-nilai budaya Jawa. Media dimaksud dapat
Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa ... 59

Pemerintah Daerah
(Instansi Kebudayaan, Pendidikan, Pariwisata)

Reinterpreasi makna Perencanaan pesan :


simbol/lambang Nilai-nilai sebagai
pedoman tentang
nonverbal sesuai Pewarisan nilai-nilai baik buruk atau
kondisi sekarang budaya Jawa melalui tuntunan hidup
pemanfaatan upacara
ritual

Metode Kampanye atau Media :


bauran komunikasi
Media tradisional upacara ritual,
media interpersonal, media
massa cetak, dan media massa
elektonik.

Jalur : formal (sekolah), dan


Identifikasi karakteristik
informal sasaran
(event, kompetisi)

Pengukuran feedback

Gambar 1 : Skema Model Pewarisan Nilai-nilai Budaya Jawa melalui


pemanfaatan upacara ritual

berupa media tradisional yaitu prosesi upacara tembang-tembang dolanan bocah, festival tari
ritual itu sendiri, media interpersonal, maupun Jawa tradisional, lomba karya geguritan, festival
media massa cetak dan elektronik. Management dalang pakem, lomba baca tulis aksara Jawa,
media dalam arti penyesuaian atau sinkronisasi lomba pidato berbahasa Jawa atau mengarang
antara isi pesan dengan bentuk lambang, berbahasa Jawa dengan tema moral atau budi
waktu penyampaian, teknik penyampaian dan pekerti, dan sebagainya.
karakteristik media yang digunakan perlu (c) Publikasi pesan mengenai nilai-nilai
dilakukan untuk mengarahkan isi pesan yang budaya Jawa yang telah disusun secara sistematis
akan dipublikasikan kepada khalayak luas tersebut dalam bentuk cetakan seperti buku
sehingga proses pewarisan berjalan maksimal saku, brosur, leaflet, booklet, atau kamus saku
dan diharapkan akan efektif. Setiap media kepada masyarakat umum secara massal melalui
memiliki karakteristik tersendiri dan berbeda perpustakaan-perpustakaan, sekolah-sekolah,
antara media satu dengan lainnya sehingga satu kantor-kantor, instansi pemerintah dan swasta,
pesan yang sama jika disampaikan melalui media hotel atau penginapan, tempat-tempat rekreasi
berbeda, efeknya juga akan berbeda. Oleh karena atau objek wisata, lokasi pelaksanaan upacara
itu pemilihan media sangat penting dalam proses ritual yang bersangkutan, dan lain sebagainya.
pewarisan atau penyebaran pesan dengan tujuan Publikasi dilakukan secara terencana dan terus-
pembelajaran kepada khalayak. Jenis-jenis media menerus baik melalui jalur formal (sekolah)
yang selama ini telah digunakan sudah cukup maupun nonformal berupa event, kompetisi,
tepat hanya manajemennya perlu ditingkatkan festival, pertunjukan, dan sebagainya.
dan perlu ditambah dengan media lain yang (d) Metode yang digunakan dalam model
bersifat kompetitif seperti festival Macapat atau
60 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, halaman 55-69

pewarisan ini adalah metode kampanye yaitu maupun behavioral. Efek kognitif adalah
penyampaian pesan secara serentak dengan akibat komunikasi berupa terjadinya perubahan
menggunakan berbagai media yang relevan pengetahuan pada diri khalayak. Efek afektif
dan memungkinkan. Metode kampanye adalah akibat komunikasi berupa terjadinya
memungkinkan pesan menerpa lebih banyak perubahan sikap, opini, atau pendapat pada
khalayak secara terus menerus. Sesuai dengan diri khalayak. Sedang efek behavioral atau
teori Agenda Setting dalam komunikasi massa, efek konatif adalah akibat komunikasi berupa
maka suatu pesan yang dikampanyekan melalui terjadinya perubahan atau terbentuknya perilaku
media massa atau dijadikan agenda media akan tertentu pada diri khalayak sesuai dengan yang
mampu mempengaruhi agenda khalayak dalam dikehendaki oleh komunikator. Dengan kata
arti membuat khalayak lebih memperhatikan dan lain komunikasi disebut efektif jika tujuan
menjadikannya bahan pembicaraan atau diskusi komunikator dapat dicapai secara maksimal. Hasil
di lingkungan sekitarnya. Kampanye dapat dari pengukuran feedback ini kemudian dijadikan
dilakukan selama jangka waktu tertentu semisal dasar pertimbangan dalam penetapan strategi
satu atau dua bulan sebagai efek kejut sedang pewarisan berikunya. Demikian seterusnya
selanjutnya pewarisan dilakukan secara simultan sehingga proses pewarisan berlangsung seperti
dalam jangka panjang. roda, selain berputar juga maju.
(e) Identifikasi karakteristik sasaran Pemerintah Daerah dalam hal ini bertindak
yang meliputi usia, tingkat pendidikan, sebagai pengambil kebijakan tentang isi
tingkat ekonomi, latar belakang kultural, dan pewarisan atau sebagai sumber pesan tentang
keyakinan perlu dilakukan secara periodik untuk nilai-nilai budaya Jawa yang akan diwariskan
disesuaikan dengan perencanaan pesan dan kepada masyarakat. Instansi yang membidangi
media yang tepat selanjutnya. Khalayak sasaran Kebudayaan, Pariwisata, dan Penididikan
adalah masyarakat modern yang telah banyak bertindak sebagai pelaksana kebijakan pemerintah
dipengaruhi oleh budaya modern dan proses daerah dan bekerja sama dalam merancang isi
globalisasi. Modernisasi dan globalisasi identik pesan, menyiapkan bentuk-bentuk simbol, dan
dengan materialisme dan pragmatisme sedang memilih media yang akan digunakan untuk
nilai-nilai budaya Jawa cenderung menganggap menyampaikan pesan, metode penyampaian
keduanya “rendah” sehingga masyarakat boleh pesan, serta target sasaran dari pesan tersebut
jadi cenderung menilai budaya Jawa sebagai cara secara spesifik.
hidup yang tradisional, konservatif, ortodoks, Dari hasil pengukuran efektivitas model
kuno dan ribet. Fenomena karakteristik diperoleh data bahwa aplikasi model dalam
masyarakat jaman sekarang pada umumnya lingkup terbatas mampu menghasilkan tambahan
menunjukkan ciri-ciri kurang suka berpikir pengetahuan sebesar 41,66%. yang berarti
panjang, serba instant, pasif, dan motivasi pengetahuan khalayak sasaran mengenai pesan-
belajarnya rendah. untuk masyarakat dengan pesan dalam upacara ritual dan pemahaman
karakteristik demikian, pesan-pesan komunikasi terhadap makna symbol nonverbal serta nilai-
harus dirancang dalam bentuk singkat, padat, dan nilai yang terkandung di dalamnya bertambah.
tidak membutuhkan pencernaan terlalu panjang Pengukuran efek afektif menunjukkan bahwa
untuk pemahamannya. penyampaian pesan dengan menggunakan
(f) Mengukur feedback secara sistematis model tersebut mampu menghasilkan perubahan
dengan menggunakan parameter efektivitas sikap, pendapat atau opini khalayak secara
komunikasi dan dijadikan dasar pertimbangan signifikan dari negative menjadi sangat positif.
dalam penetapan strategi perencanaan pesan, Sedang untuk efek behavioral menunjukkan
pemilihan media, serta metode pewarisan bahwa penyampaian pesan menghasilkan
selanjutnya. Mengacu pada teori efek perubahan perilaku dari kurang mendukung
komunikasi maka komunikasi dapat dikatakan menjadi mendukung. Namun demikian hasil
efektif jika menghasilkan efek kognitif, afektif, pengukuran efek behavioral ini tidak serta merta
Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa ... 61

dapat disimpulkan bahwa sudah terjadi perilaku Pada model pewarisan nilai-nilai budaya
sebagai akibat dari pesan yang disampaikan Jawa melalui pemanfaatan upacara ritual ini isi
karena indikator yang digunakan lebih mengarah pesan yang disampaikan adalah tentang nilai-nilai
pada minat untuk melakukan suatu tindakan. yang berakar pada budaya Jawa dimana nilai-
Efek behavioral yang sesungguhnya tidak nilai ini dipandang tetap relevan untuk dijadikan
dapat diukur segera setelah penyampaian pesan pedoman atau tuntunan tentang bagaimana
karena efek behavioral yang diharapkan terjadi menjalani hidup yang harmonis, serasi dan
memerlukan waktu yang relatif lama. seimbang. Oleh karena itu penggunaan simbol
verbal berupa kata-kata dan bahasa Indonesia
Hasil Uji Teoretis Model dinilai lebih tepat dan lebih sesuai untuk
Hasil uji teoretis model diketahui bahwa keadaan saat ini (Liliek, 2011). Sedang media
secara umum model pewarisan nilai-nilai yang disarankan untuk digunakan dalam model
budaya Jawa dengan memanfaatkan upacara pewarisan nilai-nilai budaya Jawa ini adalah
ritual sebagai media utama dinilai tepat dan upacara ritual itu sendiri sebagai media utama,
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu media massa dan ajang kompetitif sebagai media
dipahaminya makna simbol-simbol nonverbal pendukung yang digunakan secara serentak
yang digunakan dalam ritual tersebut oleh dalam bentuk bauran media atau kampanye.
masyarakat luas (Murtiyoso, 2011; Yusdiyanto, Model pewarisan ini juga menyarankan
2011). Ketepatan model dengan tujuan antara pemilihan media agar disesuaikan dengan
lain didukung oleh adanya persamaan dimana karakteristik pesan yang ingin disampaikan serta
materi yang diwariskan adalah nilai-nilai yang karakteristik khalayak sasaran yang menjadi
berakar pada budaya Jawa dan media yang target pesan tersebut. Bentuk media massa yang
digunakan adalah ritual yang juga berakar pada disarankan adalah sebagi berikut : Media cetak
budaya Jawa. surat kabar, Televisi, Radio siaran, Booklet, CD
Pesan yang berisi interpretasi ulang makna Radio Program dan VCD/DVD TV Program,
simbol-simbol nonverbal yang digunakan dalam serta media pendukung lain berupa ajang-ajang
upacara ritual ke dalam bentuk penjelasan verbal kompetitif (Kesawa, 2011).
yang didasarkan pada nilai-nilai budaya nenek Metode yang disarankan dalam model
moyang orang Jawa dinilai sesuai dengan tujuan pewarisan ini adalah model kampanye yaitu
untuk menanamkan kembali nilai-nilai budaya penyampaian pesan secara serentak dengan
Jawa kepada masyarakat khususnya generasi menggunakan berbagai media yang relevan
muda. Interpretasi ulang makna simbol nonverbal dan memungkinkan. Hal ini dinilai sangat
sangat tepat karena masalah utama dan mendasar tepat karena metode kampanye atau bauran
dalam proses ini adalah tidak dipahaminya makna media memungkinkan pesan menerpa lebih
simbol nonverbal yang digunakan dalam ritual. banyak khalayak secara terus menerus. Sedang
Perencanaan pesan dalam bentuk efek terbesar yang mungkin ditimbulkan dari
penjelasan verbal terhadap hasil interpretasi ulang penerapan model tersebut adalah efek kognitif
makna simbol nonverbal yang digunakan dalam yaitu terjadinya penambahan pengetahuan dan
upacara ritual dinilai sangat sesuai dan sangat efek afektif yaitu terbentuknya atau berubahnya
tepat. Penjelasan verbal sangat penting terutama sikap, pendapat atau opini pada diri khalayak
pada tahap pengenalan dan penyadaran. Untuk sasaran mengenai isi pesan yang disampaikan.
mengenalkan simbol-simbol nonverbal kepada Sedang untuk terjadinya efek behavioral dalam
masyarakat terlebih dahulu harus dijelaskan arti diinternalisasinya nilai-nilai budaya Jawa
secara lengkap dan rinci dengan menggunakan dan mewujud dalam kehidupan khalayak sasaran
kata-kata dan bahasa sehari-hari. Perencanaan diperlukan waktu yang relative panjang (Yasinta,
pesan erat kaitannya dengan penggunaan symbol 2011).
karena pesan selalu terdiri dari dua dimensi yaitu Model pewarisan nilai-nilai budaya Jawa
dimensi isi dan dimensi lambang atau simbol. dengan memanfaatkan upacara ritual sebagai
62 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, halaman 55-69

media dinilai layak untuk diaplikasikan secara Pembahasan


luas karena didukung adanya fakta bahwa Upaya pembudayaan atau penanaman
masyarakat di Jawa mayoritas adalah pendukung nilai-nilai tidak boleh dipisahkan dari pendidikan
budaya Jawa dan sampai saat ini masih banyak karena pendidikan tidak sekedar penanaman
upacara ritual yang diselenggarakan baik secara nilai-nilai intelektual belaka tapi juga penanaman
individual maupun yang diselenggarakan oleh nilai-nilai peradaban yang mengajarkan tentang
Pemerintah Daerah sebagai bagaian dari objek bagaimana menjadi manusia seutuhnya.
wisata. Kelayakan model ini untuk diaplikasikan Pemisahan antara pendidikan dan pembudayaan
antara lain didukung adanya fakta bahwa ketika dapat menyebabkan terjadinya pemutusan rantai
bentuk gerakan pewarisan berupa kampanye, nilai budaya antara generasi tua dengan generasi
tradisi dari upacara ritual itu sendiri sebenarnya muda, di mana generasi tua kehilangan media
sudah memiliki kekuatan dahsyat. untuk mewariskan nilai-nilai budayanya pada
Sebab ritus dalam dunia tradisi selalu generasi penerus (Tilaar, 2000). Oleh karena itu
memiliki sifat perform, artinya memiliki daya model konseptual pewarisan nilai-nilai budaya
komunikasi massa yang lebih besar karena Jawa melalui pemanfaatan upacara ritual yang
selalu akan mengundang masyarakat untuk disusun dengan menggunakan pendekatan
hadir menyaksikan. Beberapa faktor yang bauran komunikasi dimaksudkan sebagai salah
menjadi kekuatan dan juga kelemahan model ini satu upaya untuk mengatasi masalah kesenjangan
dibanding dengan model instruksional melalui budaya antara generasi tua dan generasi muda.
jalur pendidikan formal. Beberapa faktor Hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa
tersebut antara lain : (a) Pendekatan komunikasi dalam strategi perubahan sosial, penekanan
sebagai inti dalam proses pewarisan, (b) Bahasa diberikan kepada pentingnya pewarisan
yang mudah dipahami, (c) Ritual sudah dikenal budaya dan aspek aktif dari budaya yang
oleh masyarakat, fleksibel, dan memungkinkan didefinisikan sebagai pemahaman bersama yang
modifikasi, (d) Terdapat dukungan ketersediaan dikomunikasikan melalui lambang-lambang
dan jangkauan media massa, (e) Tempat dan serta dimanifestasikan dalam nilai-nilai,
waktu penyelenggaraan ritual, (f) Faktor norma dan lembaga-lembaga fungsional yang
sosiologis (adanya proksimitas historis). memberikan identitas pribadi sebagai anggota
Meskipun model pewarisan nilai-nilai kelompok masyarakat dalam wilayah geografis
budaya Jawa melalui penggunaan upacara ritual yang terbatas (Oepen, 1988:6).
sebagai media layak untuk diaplikasikan secara Di samping itu perkembangan industri
luas namun model ini juga dinilai mengandung media komunikasi massa modern yang sarat
kelemahan. Dari hasil uji teoretis model diketahui dengan berbagai muatan modernitas dan
bahwa kelemahan model ini antara lain adalah: nilai-nilai budaya asing menyebabkan nilai-
(a) Visualisasi simbol nonverbal kurang detail, nilai budaya lokal semakin ditinggalkan
(b) Subjektivitas dalam pemaknaan symbol masih terutama oleh generasi muda. Oleh karena itu
relatif tinggi, (c) untuk mengaplikasikannya untuk menyatukan kembali pendidikan dan
secara luas dibutuhkan komitmen Pemerintah kebudayaan sehingga tercipta generasi yang
Daerah, dukungan semua elemen masyarakat, berilmu pengetahuan sekaligus berbudaya maka
waktu yang relatif lama dan efeknya mungkin dimanfaatkanlah berbagai media yang ada
baru dapat dilihat secara nyata lima sampai termasuk media tradisional atau media rakyat.
sepuluh tahun kemudian, (d) adanya resistensi Media ini pada umumnya lahir dari kreativitas
sebagian kelompok masyarakat tertentu terhadap masyarakat setempat (indigenous creative
penyelenggaraan ritual karena berbagai alasan expression) sehingga memungkinkan terjadinya
(Sujarwoko, 2011; Suparno, 2011). Hal ini perlu aktivitas bersama menuju keseimbangan dalam
dipertimbangkan untuk dicari solusinya terlebih suatu sistem sosial yang dinamis.
dahulu agar aplikasi model dapat berjalan Media tradisional juga lebih memungkinkan
lancar. terjadinya intensitas hubungan sosial yang lebih
Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa ... 63

tinggi mengingat struktur demografis penduduk Banyak pesan budaya yang terkandung
yang terdiri dari berbagai suku atau kelompok dalam upacara ritual tersebut bahkan setiap benda
etnis yang masing-masing memiliki budaya yang menjadi syarat maupun kelengkapannya
sendiri tapi saling berinteraksi satu sama lain. merupakan simbol-simbol yang mengandung
Jackson dan Moeliono seperti dikutip Oepen makna dan sarat dengan pesan-pesan budi
(1988:8) mengatakan bahwa relevansi sistem pekerti luhur sebagai penuntun manusia menuju
komunikasi tradisional sangat nyata di mana kehidupan yang damai dan sejahtera. Pusaka-
media tradisional merupakan semen pengikat pusaka yang dijamasi mengandung pesan budaya
bagi keseluruhan penduduk desa atau kelompok- sebagai hasil karya nenek moyang Jawa yang
kelompok etnis serupa dengan pendidikan memiliki kekuatan magis dan nilai estetis tinggi.
nonformal tentang agama, etika, nilai-nilai Bahasa Jawa yang digunakan sebagai bahasa
budaya dan sebagainya. Media tradisional utama pada hampir seluruh kegiatan tersebut
bukan hanya pertunjukan dan kesenian tapi juga mengandung pesan budaya tentang sopan
peristiwa-peristiwa kemasyarakatan di mana santun, dan tingkatan-tingkatan dalam struktur
hiburan, penerangan, penjelasan-penjelasan, sosial yang harus ditaati demi terjalin hubungan
rencana dan keputusan dilaksanakan bersama. harmonis dalam kehidupan sehari-hari.
Media tradisional memungkinkan Selain itu benda-benda kelengkapan
terbentuknya jaringan komunikasi tradisional sesaji seluruhnya mengandung pesan budaya
yang merupakan dasar hubungan sosial dan arus berupa makna filososis yang berguna untuk
informasi mengenai berbagai hal pada masyarakat. membimbing perilaku dalam kehidupan
Hal ini tidak terbatas pada masyarakat pedesaan bermasyarakat. Upacara ritual juga mengandung
saja akan tetapi juga bagi masyarakat perkotaan maksud pemodelan seperti yang terdapat dalam
yang telah terjangkau oleh terpaan berbagai upacara Jamasan Pusaka di Kabupaten Wonogiri
media komunikasi modern. Upacara ritual yang yang dimaksudkan untuk mengenang perjuangan
masih menjadi tradisi atau adat di berbagai RM Said atau KGPAA Mangkunegara I yang
daerah dan ditaati masyarakat menunjukkan dikenal banyak memberi suri tauladan mengenai
bahwa sistem komunikasi massa dengan media kepemimpinan, strategi perlawanan, persatuan,
massa modern sama sekali tidak menggantikan dan kesatuan, serta kesederhanaan yang tetap
sistem komunikasi tradisional. “A combination relevan dengan kemajuan jaman dan perubahan
of face to face and media communication is likely sosiokultural masyarakat hingga saat ini (Sutjitro,
to be more effective then either alone”(Pool dan 2011).
Schramm, 1973:125). Di sini komunikasi diartikan sebagai
Pemanfaatan ritual sebagai media pewarisan proses yang memfasilitasi terjadinya pewarisan
nilai-nilai budaya Jawa sangat tepat karena atau pewarisan nilai-nilai budaya dan merupakan
ritual merupakan salah satu bentuk kebutuhan produk dari proses pewarisan sebelumnya.
manusia yang berlangsung terus menerus. Communication may be conceived of as both a
Sampai kapanpun ritual tampaknya akan selalu process facilitating socialization and as a product
menjadi kebutuhan manusia meskipun bentuknya of that socialization. As a process, communication
berubah-ubah demi pemenuhan jati dirinya functions to help define the way of life must be
sebagai individu, sebagai anggota komunitas internalized, to mediate information about the
sosial, dan sebagai salah satu unsur dari alam cultural system must be adopted or adapted. As
semesta (Mulyana, 2002: 30). Upacara ritual product, communication behavior reflects the
dimanfaatkan sebagai media untuk mewariskan definition of the world has been gained through
nilai-nilai budaya kepada masyarakat khususnya socialization (Pool dan Schramm, 1973:175).
generasi muda karena dalam upacara ritual Komunikasi budaya melalui ritual sebagai
tersebut terdapat banyak simbol baik verbal proses maupun produk dapat berjalan efektif
maupun nonverbal yang mengandung makna karena didukung oleh adanya berbagai persamaan
tertentu dan dapat dipelajari oleh masyarakat. latar belakang sosial antara sumber pesan,
64 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, halaman 55-69

komunikator dan khalayak sasaran. Persamaan wisata Budaya sebagai ikon pariwisata daerah
dalam hal-hal tertentu akan mendorong para tersebut juga merupakan dukungan yang
peserta komunikasi saling tertarik dan karena memungkinkan proses pewarisan dapat dilakukan
persamaan-persamaan tersebut maka komunikasi secara optimal. Dengan adanya beberapa faktor
akan menjadi lebih efektif (Mulyana, 2002:107). pendukung tersebut memungkinkan penerimaan
Di samping adanya kesamaan bahasa antara pesan-pesan budaya oleh khalayak sasaran.
komunikator dan komunikan dalam komunikasi Sebagai proses, model pewarisan nilai-
budaya tersebut juga didukung oleh adanya nilai budaya Jawa melalui media upacara ritual
kerangka pengalaman (frame of reference) yang berlangsung sesuai model Stimulus–Respon di
sama di mana masyarakat sasaran merasa sebagai mana komunikasi dipandang sebagai suatu proses
bagian dari komunitas besar komunikator. aksi – reaksi. Teori S–R dari Charles Osgood
Sebagai contoh dalam upacara Jamasan mengasumsikan bahwa komunikasi merupakan
pusaka tersebut masyarakat Kabupaten wonogiri suatu proses aksi – reaksi di mana kata-kata verbal
merasa menjadi bagian dari keluarga besar (lisan dan tulisan), isyarat-isyarat nonverbal,
kraton Mangkunegaran dan sebaliknya kraton gambar dan tindakan tertentu akan merangsang
Mangkunegaran mengakui bahwa wilayah orang untuk memberikan respon dengan cara
Wonogiri dahulu adalah wilayah kekuasaannya. tertentu. Proses ini dapat bersifat timbal balik dan
Persamaan seperti ini memungkinkan komunikasi mempunyai banyak efek. Setiap efek menurut
berjalan efektif karena dari sini kemudian timbul Mulyana, (2002:133) dapat mengubah tindakan
empathy yaitu suatu keadaan di mana terdapat komunikasi berikutnya.
kesediaan pada peserta komunikasi untuk Model ini diakui masih mengandung
saling memproyeksikan dirinya pada perasaan kelemahan karena berasumsi implisit bahwa
pihak lain (Effendy, 2000:69). Faktor lain yang perilaku (respon) manusia dapat diramalkan.
memungkinkan efektivitas proses pewarisan Sedang kenyataannya perilaku manusia tidak
budaya melalui upacara ritual adalah adanya selalu disebabkan oleh kekuatan atau stimulus
proksimitas dan keterkaitan historis, psikologis, dari luar melainkan juga didasarkan pada
serta struktural antara khalayak sasaran dengan kehendak, keinginan atau kemauan bebasnya.
dengan komunikator. Di samping itu respon terhadap stimulus tertentu
Dalam contoh yang sama menunjukkan juga dipengaruhi oleh pengalaman yang telah
adanya proksimitas dan keterkaitan historis, ada sebelumnya dan membimbing pembentukan
psikologis, serta struktural antara masyarakat kerangka konseptual mengenai stimulus
Wonogiri dengan Kraton Mangkunegaran sebagai tersebut. Dalam model stimulus respon, proses
pusat kebudayaan Jawa di Jawa Tengah. Faktor komunikasi berjalan secara linear yaitu dari satu
ini menyebabkan makin kuatnya keterikatan sumber mengalir pada penerima. Pada umumnya
kelompok antara masyarakat Wonogiri dengan dalam komunikasi linear arus pesan bersifat satu
kraton Mangkunegaran. Menurut teori proses arah dan potensi feedback rendah, tidak langsung
perbandingan sosial dari Leon Festinger atau tertunda.
sebagaimana dikutip Goldberg dan Larson Pada komunikasi budaya melalui upacara
(1985:52) menyatakan bahwa dorongan orang ritual, model komunikasi linear menjadi satu-
untuk berkomunikasi dengan oerang lain satunya pilihan karena medianya berupa
tentang suatu kejadian akan meningkat apabila ritual yang terikat pada tatacara tertentu dan
orang menyadari bahwa dirinya tidak setuju tidak memungkinkan terjadi komunikasi dua
dengan suatu kejadian, apabila kejadian itu arah secara efektif. Sesuai dengan media
makin menjadi penting dan apabila keterikatan atau saluran yang digunakan, komunikasi
kelompok juga meningkat. Keterlibatan elemen budaya ini merupakan bauran atau kombinasi
masyarakat yang makin luas dari tahun ke antara komunikasi interpersonal yaitu proses
tahun, keterlibatan media massa, serta kebijakan pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara
Pemerintah Daerah Wonogiri yang menjadikan dua orang atau di antara sekelompok kecil orang
Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa ... 65

dengan beberapa efek dan umpan balik seketika oleh khalayak sasaran akan lebih besar jika
(Devito dalam Effendy, 2000:60) dan komunikasi komunikator memiliki kredibilitas dan daya
massa yaitu proses penyebarluasan pesan kepada tarik di mata komunikan terutama berkenaan
khalayak dengan menggunakan media massa dengan caranya memformulasikan pesan sesuai
modern. dengan isi dan maksudnya. Dari tiga macam
Dalam beberapa hal, saluran interpersonal gaya komunikator yaitu noble selves, rhetorical
dipandang memiliki efektivitas lebih tinggi reflector dan rethorically sensitive menurut
dibanding saluran massa. Saluran interpersonal Roderick P. Hart dalam Littlejohn (1999:105),
lebih efektif dalam mempengaruhi keputusan gaya komunikator rethorically sensitive sebagai
seseorang yang menjadi sasaran komunikasi suatu gaya yang paling ideal sulit diterapkan
dibading dengan saluran atau media massa dalam pewarisan nilai-nilai budaya melalui
(Severin dan Tankard, 1979:201). Efektivitas upacara ritual karena komunikator di sini terikat
saluran interpersonal dalam mempengaruhi pada tatacara dalam ritual tersebut yang sekaligus
keputusan berkaitan dengan pengaruh personal merupakan pesan yang harus dikomunikasikan.
para peserta komunikasi pada suatu kelompok Gaya komunikator yang paling mungkin di sini
atau komunitas karena memberi peluang bagi adalah rhetorical reflector atau reflektor retorik
pemeliharaan kesepakatan mengenai suatu di mana para petugas upacara menyesuaikan
pendapat atau tindakan dalam kelompok tersebut. pilihan kata, bahasa dan sikap terhadap nilai-
Severin dan Tankard lebih lanjut mengatakan nilai yang dianut khalayak sasaran yaitu berakar
bahwa “interpersonal channel in primary pada budaya Jawa.
group is effective in maintaining a high degree Menurut Satoto (1984:109) dalam budaya
of homogenity of opinions and actions within a Jawa dikenal adanya bentuk-bentuk simbolisme
group”. yang dapat dibedakan atas simbolisme dalam
Efektivitas saluran interpersonal juga akan religi, dalam tradisi dan dalam kesenian. Pada
lebih nyata apabila terdapat kesempatan yang komunikasi budaya melalui ritual tersebut ketiga
lebih besar untuk saling bertukar gagasan karena bentuk tindakan simbolik tidak dilakukan secara
baik komunikator maupun komunikan dapat terpisah akan tetapi satu tindakan simbolik dapat
saling melengkapi atau mengklarifikasi pesan mengandung beberapa sifat makna. Salah satu
sehingga kemungkinan penerimaan menjadi contoh adalah ritual tirakatan yaitu berjaga atau
lebih besar. Saluran interpersonal akan lebih tidak tidur semalaman yang dilakukan sebelum
efektif daripada media massa apabila terdapat pelaksanaan upacara jamasan pusaka. Tirakatan
apathy of recistance atau tidak ada perlawanan mengandung makna religi berupa permohonan
terhadap pesan, karena saluran interpersonal kepada Tuhan Yang Maha Esa agar pelaksanaan
memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan jamasan pusaka beserta seluruh rangkaiannya
antara komunkator dan komunikan. Pendapat dapat berjalan lancar dan terhindar dari segala
Severin dan Tankard yang dimunculkan ketika macam petaka. Tirakatan juga mengandung
perkembangan media komunikasi massa modern makna tradisi bahwa orang yang mempunyai
belum sehebat sekarang ini masih tetap relevan niat tertentu hendaklah menjalani laku prihatin
untuk proses komunikasi budaya yang menjadi dengan mengurangi tidur sebagaimana dilakukan
objek penelitian ini. Di sisi lain, dukungan para empu pembuat pusaka pada jaman dulu.
komunikasi massa juga berperan penting Makna kesenian dalam tirakatan tampak
dalam pembentukan kognisi khalayak serta dari kidung-kidung yang dilantunkan yang
membangkitkan perhatian khalayak akan suatu memiliki nilai estetika tersendiri, karena
peristiwa. Kelebihan media massa dibanding dapat menggugah perasaan tertentu bagi yang
media interpersonal adalah jangkauannya yang melantunkan maupun mendengarkannya. Dalam
lebih cepat dan luas serta efek keserempakan budaya Jawa yang kaya akan tindakan simbolik
yang ditimbulkannya. banyak nilai dan norma yang ditampilkan dalam
Potensi penerimaan pesan-pesan budaya bentuk simbol benda-benda atau artefak. Hal
66 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, halaman 55-69

ini sesuai dengan isi pesan yang disampaikan bersifat polikronik.


yaitu tentang nilai-nilai budaya Jawa dengan Pada masyarakat dengan budaya tinggi
maksud agar khalayak sasaran memahami dan komunikasi yang terjadi cenderung bersifat
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. high context communication di mana lambang-
Dengan ditaatinya nilai dan norma budaya lambang mempunyai banyak arti dan nilai
Jawa akan membentuk identitas pribadi orang implisit yang pada umumnya terjadi pada
Jawa karena budaya adalah dasar terbentuknya kebudayaan tua. Sedang pada masyarakat dengan
kepribadian manusia (Tilaar, 2000:8). kebudayaan baru, komunikasi yang terjadi
Bahasa dalam arti sempit sebagai sistem cenderung bersifat low context communication
tanda vokal dalam komunikasi budaya tersebut di mana lambang-lambang memiliki lebih
didominasi oleh penggunaan bahasa Jawa. sedikit arti. Memperhatikan pendapat tersebut,
Penggunaan bahasa yang demikian relevan dapat dikatakan bahwa masyarakat pendukung
dengan tujuan komunikasi yaitu mewariskan budaya Jawa masa kini terutama generasi muda
penggunaan bahasa Jawa. Dengan demikian cenderung menganut budaya rendah atau sering
bahasa Jawa itu sendiri merupakan salah satu disebut budaya populer atau budaya massa
pesan budaya yang dikomunikasikan pada sebagai akibat terpaan media massa modern
khalayak sasaran sebagai bagian dari upaya dimana salah satu perannya adalah menciptakan
pencapaian cita-cita Jayabaya “Baline Jawa budaya massa (McQuail, 1996:39).
Jawi Jangkep” yaitu kehidupan masyarakat Kelompok ini cenderung berkomunikasi
yang dilandasi oleh bahasa, cara manembah dan dalam konteks rendah sehingga sulit memahami
tatakrama nenek moyang orang Jawa. makna-makna tersirat dalam simbol-simbol
Bahasa dalam komunikasi budaya ini nonverbal. Sementara itu nilai-nilai budaya
digunakan dalam ketiga fungsinya secara bersama Jawa dalam komunikasi budaya tersebut banyak
yaitu fungsi informatif untuk menyampaikan terdapat dalam simbol verbal maupun nonverbal
pesan-pesan budaya agar diketahui khalayak dan makna simbol meliputi makna denotasi
sasaran, fungsi imperatif untuk mengajak maupun konotasi. Simbol verbal berupa kata-
khalayak sasaran menerima pesan-pesan kata lisan maupun tulisan dalam ritual ini hampir
budaya, memahami dan menerapkannya dalam seluruhnya digunakan dalam arti denotasi.
kehidupan sehari-hari, serta fungsi ekspresif Sedang simbol-simbol nonverbal bukan kata-
untuk mengungkapkan perasaan tertentu. Di kata lebih bermakna konotasi atau kontekstual.
antara ketiga fungsi tersebut penekanan diberikan Makna denotasi lebih mudah dipahami karena
terhadap dua fungsi pertama yaitu informatif dan merupakan definisi literer tentang suatu objek
imperatif. atau fenomena sesuai dengan pengertian secara
Di sini terdapat hubungan yang sangat erat umum dan istilah-istilah yang disepakati bersama.
antara bahasa sebagai alat dan sebagai wujud Sedang untuk memahami makna konotasi orang
budaya. Bahasa merupakan dasar pengertian harus mengetahui hubungan khusus yang terjadi
dan pembentukan suatu ikatan sosial dimana antara simbol dengan objek, orang, peristiwa
ikatan sosial pada masyarakat dengan budaya atau fenomena tertentu yang tidak jarang juga
tinggi berbeda dengan masyarakat budaya bersifat khusus. Hal ini merupakan kesulitan
rendah. Masyarakat dengan budaya tinggi akan tersendiri bagi generasi muda yang didominasi
mengalami sistem komunikasi polikronik dengan oleh sistem komunikasi berkonteks rendah di
sinergi sosial yang tinggi, sebaliknya masyarakat mana simbol-simbol memiliki lebih sedikit arti
dengan kebudayaan yang lebih rendah mengalami dan cenderung bersifat denotatif. Oleh karena
sistem komunikasi monokronik dengan sinergi itu penginterpretasian kembali makna simbol-
sosial yang rendah. Pada sebagian besar simbol nonverbal dengan menghubungkannya
masyarakat Indonesia komunikasi monokronik pada nilai-nilai budaya Jawa sangat tepat guna
lebih menonjol dibanding dengan sifat memudahkan pemahaman pesan bagi khalayak.
komunikasi dalam alam budaya terdahulu yang Pewarisan nilai-nilai budaya Jawa melalui
Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa ... 67

pemanfaatan upacara ritual sebagai proses Dari hasil uji teoretis model yang dilakukan
komunikasi bertujuan agar pesan-pesan tentang terhadap indikator-indikator : a) Kesesuaian
nilai-nilai budaya Jawa diterima dan diinternalisasi model dengan tujuan, b) Kelayakan model untuk
sebagai identitas pribadi dalam kehidupan diaplikasikan dalam ruang lingkup, waktu, dan
sehari-hari. Mengacu pada teori efek komunikasi tempat terbatas, c) Kesesuaian isi pesan dengan
maka yang demikian disebut efek behavioral tujuan, d) Kesesuaian perencanaan pesan dengan
dan merupakan efek yang terjadi setelah terlebih tujuan, e) Ketepatan penggunaan simbol-simbol
dahulu terjadi efek kognitif dan afektif. Meskipun untuk penyampaian pesan, f) Ketepatan pemilihan
secara kultural khalayak sasaran komunikasi media, g) Ketepatan metode yang dipilih, h)
budaya ini adalah pendukung budaya Jawa akan Efek yang mungkin ditimbulkan, i) Kelayakan
tetapi generasi muda khususnya yang lahir pada model apabila diaplikasikan secara luas, dan j)
paruh akhir abad XX, dalam kehidupan sehari- Kelemahan model apabila diaplikasikan secara
harinya lebih dipengaruhi oleh budaya modern luas, disimpulkan bahwa model konseptual yang
dengan ciri utamanya adalah materialisme dan telah dihasilkan yaitu pewarisan nilai-nilai budaya
pragmatisme. Jawa melalui pemanfaatan upacara ritual dengan
Hal tersebut mempengaruhi pengalamannya pendekatan bauran komunikasi layak untuk
tentang budaya lokal yang secara sistematis diuji cobakan dalam skala terbatas. Berdasarkan
telah termarginalisasi melalui proses pendidikan hasil uji teoretis model juga diketahui beberapa
sehingga respon generasi muda terhadap pesan- faktor yang menjadi kekuatan atau kelebihan
pesan budaya dalam upacara ritual tersebut boleh model ini dibanding dengan model instruksional
jadi akan cenderung dangkal dan rasional. Oleh melalui jalur pendidikan formal antara lain : a)
karena itu model pewarisan yang menyertakan Pendekatan komunikasi sebagai inti dalam proses
pengukuran umpan balik khalayak sasaran secara sosialisasi, b) Bahasa yang mudah dipahami, c)
sistematis dengan menggunakan parameter Ritual sudah dikenal oleh masyarakat, fleksibel,
efektivitas komunikasi tepat untuk mengetahui memungkinkan modifikasi, d) Terdapat
hasil yang dicapai serta sebagai dasar penyusunan dukungan ketersediaan dan jangkauan media
strategi komunikasi berikutnya. massa, e) Tempat dan waktu penyelenggaraan
ritual, dan f) Faktor sosiologis (proksimitas
Simpulan historis). Sedangkan beberapa kelemahan
Model konseptual pewarisan Nilai-nilai model yang ditemukan meliputi ; a) Visualisasi
Budaya Jawa melalui Pemanfaatan Upacara simbol nonverbal kurang detail, b) Subjektivitas
Ritual dengan pendekatan bauran komunikasi dalam pemaknaan symbol, c) Penerapan model
meliputi beberapa langkah atau tahapan sebagai dalam skala luas membutuhkan biaya mahal,
berikut : a) Komitmen Pemerintah Daerah, b) d) Resistensi sebagian kelompok masyarakat
Identifikasi karakteristik khalayak sasaran, c) terhadap tradisi ritual, dan e) Aplikasi model
Perencanaan pesan yang meliputi dua kegiatan membutuhkan komitmen Pemerintah Daerah
yaitu perumusan isi pesan dan pemilihan dan dukungan semua elemen masyarakat.
simbol yang dilakukan secara sistematis, mudah Efektivitas Model yang diukur melalui
dipahami, rasional, dan universal, d) Pemilihan pemberian pretest dan posttest kepada khalayak
media yang sesuai, e) Pemilihan metode dengan mengajukan sejumlah pertanyaan untuk
penyampaian pesan yang tepat, f) optimalisasi dijawab sebelum dan sesudah penyampaian
peran media massa untuk publikasi berupa Radio pesan dan selanjutnya dilakukan pembandingan
Program, dan TV Program tentang pewarisan dapat disimpulkan bahwa penyampaian pesan
nilai-nilai budaya Jawa dalam bentuk feature, menghasilkan penambahan pengetahuan sebesar
pembuatan Brosur dan Booklet tentang Tradisi 41,66%, penyampaian pesan juga mampu
Upacara Ritual, g) pengukuran efek secara menghasilkan perubahan sikap, pendapat atau
sistematis, dan h) pengumpulan serta pengolahan opini khalayak secara signifikan dari negative
feedback secara sistematis. menjadi sangat positif, penyampaian pesan
68 Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 12, Nomor 1, Januari- April 2014, halaman 55-69

menghasilkan perubahan perilaku dari kurang Murtiyoso, Bambang. 2011. Pengajar pada Institut
mendukung menjadi mendukung. Seni Indonesia Surakarta. Materi
Mengacu pada simpulan di atas, peneliti Focus Group Discussion tanggal 5
menyampaikan saran bahwa untuk mencapai Mei 2011. Sukoharjo : Univet Bantara.
tujuan jangka panjang penelitian yaitu agar nilai- Oepen, Manfred, 1988. Media Rakyat: Komunikasi
nilai budaya Jawa dapat kembali menjadi filosofi Pengembangan Masyarakat.
dan mewujud dalam perilaku hidup masyarakat Terjemahan Umar Basalim. Jakarta:
Jawa maka aplikasi model konseptual yang Perhimpunan Pengembangan
telah dihasilkan perlu diperluas oleh pihak- Pool, Ithiel de Sola & Wilbur Schramm,
pihak terkait atau pemangku kepentingan yaitu et. al., 1973: Hand Book of
pemerintah daerah dan masyarakat pendukung
Communication. Chicago: Rand
budaya Jawa di berbagai daerah. Selain itu juga
McNally College Publishing Company.
perlu adanya reinterpretasi dan deskripsi makna
Satoto, Budiono Heru. 1984. Simbolisme
symbol nonverbal oleh para pakar budaya Jawa
sesuai dengan kondisi sosial saat ini. Dalam Budaya Jawa.
Yogyakarta: PT Hanindita.
Daftar Pustaka Severin, Werner J. & James W. Tankard
Jr., (1979). Communication
Effendy, Onong Uchyana. 2000. Ilmu, Theories: Origin, Methods, Uses.
Teori Dan Filsafat Komunikasi. New York: Communication Art
Bandung: PT Citra Aditya Bhakti. Book, Husting House Publisher
Kesawa, Wisnu. Wartawan Budaya Surat kabar Soetjitro, R.M.T. Soemarso Pontjo. Bupati
Suara merdeka Semarang. 2011. Materi Anem Kabupaten Mondropuro
Focus Group Discussion tanggal 5 Kraton Surakarta. 2011. Materi Focus
Mei 2011. Sukoharjo: Univet Bantara. Group Discussion tanggal 5 Mei
Liliek, G.H.D. Dalang ruwat Kraton 2011. Sukoharjo: Univet Bantara.
Surakarta. 2011. Materi Focus Sudibyo, Iman. 2006. Peranan Kebudayaan
Group Discussion tanggal 5 Mei Jawa dalam Pengembangan
2011. Sukoharjo: Univet Bantara. Kebudayaan Nasional dalam Pernak
Littlejohn, Stephen W., 1999. Theories of Human pernik Budaya Jawa. Salatiga : Pusat
Communication. (6th edition). Belmont, Studi Budaya jawa FKIP UKSW
CA: Wadsworth Publishing Company. kerja sama dengan Widya Sari Press.
Lofland, John & Lyn H. Lofland. 1984. Analyzing Sujarwoko, Sentot. Sekretaris Dinas Budparpora
Social Setting: A Guide to Qualitatitive Kabupaten Wonogiri. 2011. Materi
Observation and Analysis. Belmont Focus Group Discussion tanggal 5
Cal: Wadsworth Publishing Company. Mei 2011. Sukoharjo : Univet Bantara.
McQuail, Denis. 1996. Teori Komunikasi Suparno, 2011. Kepala Dinas pendidikan
Massa. Terjemahan Agus Darma dan Kabupaten Wonogiri. 2011. Materi
Aminudin Ram, Jakarta: Erlangga. Focus Group Discussion tanggal 5
Miles, Mattew B. & A. Michael Huberman. 1984. Mei 2011. Sukoharjo : Univet Bantara.
Qualitative Data analysis, ASourcebook Sutopo, H. B., 2002. Metodologi Penelitian
of New Methods. Beverly Hills Kualitatif : Dasar Teori Dan Terapannya
London New Delhi : Sage Publication. Dalam Penelitian. Surakarta :
Mulyana, Deddy. 2002. Ilmu Komunikasi Sebelas Maret University Press.
: Suatu Pengantar. Bandung: Tilaar, H.A.R., 2000. Pendidikan, Kebudayaan
Remaja Rosdakarya. Dan Masyarakat Madani Indonesia.
Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nuryani Tri Rahayu, Setyarto dan Agus Efendi, Model Pewarisan Nilai-Nilai Budaya Jawa ... 69

Yashinta Titik S. General Manager Operational


Terang Abadi TV Solo. 2011. Materi
Focus Group Discussion tanggal 5
Mei 2011. Sukoharjo: Univet Bantara.
Yusdiyanto, Slamet. Pengajar Sekolah Pedalangan
Kraton Surakarta. 2011. Materi Focus
Group Discussion tanggal 5 Mei
2011. Sukoharjo: Univet Bantara.

Anda mungkin juga menyukai