Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN RESMI KULTUR JARINGAN

“Pembuatan Media Sederhana dan Inokulasi Eksplan Daun


Tanaman Sawo (Manilkara zapota)

Disusun Oleh :
Auliya Azmi
17030244062 / Biologi 2017E

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kultur jaringan tanaman adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian


dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan, organ serta menumbuhkannya
dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak
diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali (Gunawan, 1995).
Kultur jaringan tanaman atau kultur in vitro memiliki peran yang
penting untuk mendapatkan hasil yang tidak mungkin didapatkan dari kultur
in vivo. Pada kultur in vitro dapat dilakukan pemulian in vitro,
mikropropagasi, melalui kultur kalus atau suspensi sel dengan memperbanyak
tanaman melalui pembentukan organ atau embrio, mendapatkan tanaman
bebas virus, sumber untuk produksi protoplasma, sebagai bahan awal
kreopreservasi, biotransformasi, dan produksi metabolit sekunder (Pierik,
1997 dalam Aziz, 2014). Perkembangan kultur jaringan semakin meningkat
terlebih diakibatkan banyaknya lahan kritis yang ada di Indonesia. Kultur
jaringan saat ini banyak dilakukan dengan tujuan memperoleh biomassa dari
suatu tanaman yang diambil zat metabolit dari tanaman tersebut dengan
jumlah yang besar dan cepat dalam pemerolehannya (Septiana, 2011). Zat
metabolit pada tanaman dapat diaplikasikan sebagai bahan obat, antibiotik dan
agen pengendali hayati.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana cara pembuatan media sederhana?
2. Bagaimana teknik isolasi dan inokulasi eksplan pada media sederhana?
C. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui cara pembuatan media sederhana.
2. Mengetahui teknik isolasi dan inokulasi eksplan pada media sederhana.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kultur Jaringan Tanaman


Kultur jaringan tanaman adalah suatu teknik pengisolasian dan
pemeliharaan sel atau potongan jaringan tanaman yang dipindahkan dari
lingkungan alaminya, kemudian ditumbuhkan pada media buatan yang sesuai
dan kondisinya aseptik (George dan Sherrington, 1984 dalam Nursyamsi,
2010). Bagian–bagian tersebut kemudian memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman lengkap kembali (Gunawan, 1987).
Dasar-dasar dari kultur jaringan tanaman adalah karena adanya teori
totipotensi, konsep Skoog dan Miller, dediferensiasi, kompeten, dan
determinan. Teori totipotensi merupakan teori yang menyatakan bahwa setiap
sel tanaman hidup, mempunyai informasi genetik dan perangkat fisiologis
yang lengkap untuk dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh jika
kondisi yang sesuai (Yusnita, 2003).
Sugiyama (1999) menyatakan pada proses dediferensiasi, sel yang
dewasa dapat kembali muda atau mengalami peremajaan, sel-sel diinduksi
untuk membelah secara intensif, dan mempunyai pertumbuhan dan potensi
pembelahan yang tinggi. Proses dediferensiasi sel terjadi dari sel eksplan yang
sudah terdiferensiasi, sehingga sel kembali muda (juvenile) dan dapat kembali
bersifat meristematik dan determinan.
Pembentukan kalus ini dapat teijadi jika sel-sel pada eksplan kompeten.
Menurut Sugiyama (1999), pada kultur in vitro, pada tahap pertama yang
terjadi adalah sel pada jaringan eksplan harus memiliki sifat kompeten,
dimana kompeten merupakan kemampuan dari sel atau jaringan untuk
merespon sinyal dari zat pengatur tumbuh yang ditambahkan, sehingga sel
atau jaringan dapat berkembang. Sel yang kompeten mampu memberikan
tanggapan terhadap signal lingkungan atau hormonal yang ada pada media
kultur.
Perbanyakan tanaman melalui kultur jaringan ini mempunyai
keunggulan (Nursyamsi, 2010) seperti: (a) tingginya homogenitas tanaman,
(b) tingginya vigor tanaman, (c) memiliki genetik yang sama dengan
induknya. Penggunaan bibit hasil kultur jaringan juga akan mengurangi biaya
pemeliharaan seperti penyulaman atau seleksi bibit inferior dan umur
produksinya lebih singkat.
Selain memiliki kelebihan, teknik kultur jaringan juga mempunyai
beberapa kelemahan misalnya munculnya variasi somaklonal yang akan
menyebabkan penyimpangan fenotip dari sifat genetik tanaman induknya. Hal
ini terjadi karena subkultur yang berlebihan serta organogenesis tidak
langsung (perbanyakan dari kalus), konsentrasi zat pengatur tumbuh yang
digunakan terlalu tinggi (Mariska et al., 1992 dalam Nursyamsi, 2010).
Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan untuk skala massal dapat
menggunakan metode perbanyakan tunas (shoot multiplication) karena cara
ini relatif tidak ada kendala yang berarti (Wang et al., 1993 dalam Nursyamsi,
2010). Masalah lain yang banyak dihadapi dalam mengaplikasikan teknik
kultur jaringan, khususnya di Indonesia adalah modal investasi awal yang
cukup besar dan sumberdaya manusia yang menguasai dan terampil dalam
bidang kultur jaringan tanaman masih terbatas.

B. Syarat Kultur Jaringan Tanaman


a) Media Kultur
Media kultur jaringan telah banyak ditemukan dan
dikembangkan hingga jumlahnya cukup banyak. Penamaan media
biasanya sesuai dengan nama penemunya. Media berisi komponen
bahan kimia yang hampir sama, hanya berbeda dalam besar kadarnya
untuk setiap persenyawaan. Media kultur jaringan mengandung
garam-garam mineral yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro,
sumber karbon, vitamin, asam-asam amino, zat pengatur tumbuh dan
bahan organik kompleks (Zulkarnain, 2009).
Komposisi unsur penyusun media yang digunakan untuk kultur
jaringan bervariasi tergantung dari jenis tanaman, jenis eksplan,
sumber eksplan dan tujuan kultur. Meskipun demikian komposisi
media yang banyak digunakan untuk kebanyakan tanaman yaitu
media MS (Murashige Skoog) dengan berbagai modifikasi komposisi
dan kombinasinya (Abbas, 2011).
b) Eksplan
Keberhasilan morfogenesis suatu budidaya jaringan, salah satunya
ditentukan oleh eksplan. Eksplan adalah bagian dari tanaman yang
digunakan sebagai bahan untuk inisiasi suatu kultur (Vidyasagar, 2006
dalam Nursyamsi, 2010). Untuk teknik kultur jaringan, semua bagian
tanaman yang dapat diperoleh dan bebas mikroorganisme dapat dicoba
sebagai eksplan, walaupun demikian tidak semua jaringan tanaman
mudah ditumbuhkan (Wareing dan Phillips, 1976 dalam Nursyamsi,
2010).
Hal yang harus diperhatikan dalam memilih bahan eksplan untuk
kultur adalah ukuran eksplan, umur fisiologinya, dan organ yang menjadi
sumber bahan tanaman (Hartmann et al., 1990 dalam Nursyamsi, 2010).
Ukuran eksplan mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan planlet. Tunas
dengan ukuran besar lebih tahan pada saat dipindahkan ke dalam kondisi
kultur, pertumbuhannya lebih cepat dan menghasilkan lebih banyak mata
tunas aksilar. Adapun kelemahannya adalah sulit mendapatkan kultur
yang aseptik dan memerlukan bahan tanaman yang lebih banyak.
Eksplan yang telah terpilih disterilisasi permukaannya dengan
berbagai bahan sterilisasi. Tipe dan konsentrasi sterilisasi serta waktu
yang digunakan ditentukan berdasarkan pengalaman dan pengamatan.
Bahan sterilisasi yang digunakan untuk sterilisasi permukaan misalnya
sodium hipoklorit, hidrogen peroksida, bromine water, dan silver nitrat.
Pada sterilisasi permukaan yang penting adalah seluruh permukaan basah
oleh larutan sterilisasi. Penggunaan alcohol 70% dan penambahan
deterjen atau tween 80 dapat lebih mengefektifkan sterilisasi (Biondi dan
Thorpe, 1981 dalam Nursyamsi, 2010).
Wattimena (1992) dalam Nursyamsi (2010) menyatakan eksplan
tanaman berkayu seringkali mengeluarkan senyawa fenol yang
menyebabkan terjadinya pencoklatan bila jaringan diisolasi. Eksplan yang
mengalami pencoklatan bila dibiarkan akan mati. Untuk mengatasi
masalah ini dapat dilakukan antara lain dengan membilas terus-menerus
dengan air atau menggunakan arang aktif yang dapat mengabsorpsi
senyawa fenol (Santoso dan Nursandi, 2002 dalam Nursyamsi, 2010).
Tiwari et al. (2002) dalam Nursyamsi (2010) dalam percobaannya
menggunakan pendekatan lain untuk menanggulangi masalah pencoklatan
pada kultur tanaman jati, yaitu dengan subkultur atau transfer eksplan
secara periodik dengan perlakuan waktu yang berbeda. Sumber eksplan
yang digunakan berasal dari tanaman jati terpilih berumur 45 tahun.
Persentase tumbuh eksplan jati dari berbagai macam perlakuan waktu
transfer menunjukkan transfer eksplan sebanyak lima kali ke media baru
dengan selang waktu 12 jam menghasilkan 76,8 eksplan yang tunas.

a) Unsur hara
Kebutuhan hara untuk pertumbuhan optimal eksplan yang
dikultur secara in vitro bervariasi diantara setiap spesies tanaman.
Bagian tanaman dari jaringan yang berbeda diperlukan komposisi
nutrien yang berbeda untuk dapat tumbuh dengan baik. Komposisi
nutrien tersebut diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Senyawa Organik
Senyawa organik adalah sumber nitrogen karena pada umumnya
tanaman yang dikultur secara in vitro mampu menyintesis vitamin
meskipun jumlahnya tidak mencapai optimal. Penggunaan medium
cair pada tempat kultur yang statis dalam kultur jaringan tanaman
akan menyebabkan eksplan tenggelam dan mati karena kekurangan
oksigen. Untuk menghindari hal tersebut, media kultur jaringan
dipadatkan dengan menggunakan agar. Agar merupakan
polisakarida yang diperoleh dari rumput laut, media yang padat dapat
memudahkan dalam penanaman eksplan. Konsentrasi agar yang
umum digunakan adalah 0,8-1,0% jika konsentrasi terlalu tinggi akan
menyebabkan media terlalu padat dan nutrien tidak dapat berdifusi
dengan eksplan (Abbas, 2011).
Pemadataan media kultur banyak digunakan karena dapat
mempertahankan kultur agar tetap hidup. Meskipun demikian agar
bukan merupakan bahan nutrisi media. Penggunaan agar juga sering
menimbulkan masalah karena agar sering kali tidak murni.
Berdasarkan nutrisinya, agar mengadung unsur Ca, Mg dan unsur
lain yang dapat menyebabkan eksplan keracunan unsur tertentu
(Abbas, 2011).

2. Senyawa Anorganik
Senyawa anorganik seperti unsur mineral adalah sangat
penting untuk kehidupan tanaman contohnya Mg adalah bagian dari
klorofil, Ca adalah unsur pokok dari dinding sel, N adalah bagian yang
penting dari asam amino, vitamin, protein dan asam nukleat. Fe, Zn
dan Mo merupakan bagian dari enzim tertentu. Disamping C, H dan O
terdapat 12 unsur yang esensial untuk pertumbuhan tanaman seperti
nitrogen, fosfor, sulfur, kalsium, potasium, magnesium, besi, mangan,
tembaga, seng, boron dan molibdenum. Enam unsur dari yang pertama
termasuk unsur makro dan yang lainnya adalah unsur mikro (Gardner,
1985).
3. Hormon Pertumbuhan
Zat pengatur tumbuh (ZPT) penting ditambahkan ke dalam
medium untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. ZPT yang
telah banyak digunakan untuk kultur jaringan adalah kelompok
auksin, sitokinin dan giberelin (Abbas, 2011).
Giberelin terdiri dari banyak jenis (± 20) yang
diketahui, tetapi yang umum digunakan adalah GA3. Giberelin
dilaporkan menstimulasi pertumbuhan planlet secara normal.
Faktor yang paling bervariasi dan perlu disesuaikan dengan
kebutuhan tanaman adalah ZPT seperti auksin dan sitokinin
baik dari jenisnya maupun komposisi dan konsentrasinya (Abbas,
2011).
Sitokinin merupakan hormon yang berperan untuk
pembelahan sel, dominasi apikal dan diferensiasi tunas. Pemberian
sitokinin ke dalam medium menyebabkan pembelahan sel dan
diferensiasi tunas adventif dari kalus menjadi organ. Jenis
sitokinin yang banyak digunakan pada kultur jaringan adalah BAP,
2- ip dan kinetin (Abbas, 2011).
Auksin dapat membantu dalam perpanjangan batang,
internode, tropism, apikal dorman, absisi dan perakaran. Dalam
kultur jaringan auksin digunakan untuk pembelahan sel dan
dideferensiasi akar. Jenis auksin yang banyak digunakan adalah
IBA, NAA, NOA, 2,4,5-T, p- CPA dan 2,4-D (Abbas, 2011).

C. Tanaman Sawo (Manilkara zapota)

Sawo (Manilkara zapota), juga dikenal dengan nama sapodilla


(Inggris) merupakan tanaman buah yang berasal dari Amerika Tengah. Sawo
tumbuh liar di hutan-hutan Amerika Tengah dan Mexico, dimana pohonnya
disadap untuk diambil getahnya, dan getahnya diolah menjadi bahan dasar
permen karet (Samson, 1986). Dari sana Sawo tersebar ke negara-negara lain
termasuk Indonesia dimana merupakan tempat sawo tumbuh secara komersial
(Lakshminarayana & Rivera, 1979).

Tanaman sawo (Manilkara zapota L.) termasuk tanaman tahunan dengan


sistematik sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Kelas : Dicotyledonae ( biji berkeping dua)
Ordo : Ericates
Famili : Sapotaceae
Genus : Manilkara atau Achras
Spesies : Manilkara zapota atau Achras zapota
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Pembuatan Media Sederhana
Pembuatan media sederhana dilakukan pada hari Kamis, tanggal 7
Februari 2019 di Laboratorium Kultur Jaringan, C9 FMIPA Unesa.
2. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Sawo (Manilkara zapota)
Isolasi dan inokulasi dilakukan pada hari Jumat, tanggal 15 Februari
2019 di Laboratorium Kultur Jaringan, C9 FMIPA Unesa.

3. Alat dan Bahan


1. Pembuatan Media Sederhana
Alat yang digunakan terdiri dari kompor gas, panci stainless dan
pengaduk, pH universal gulungan, beaker glass 500 ml, gelas ukur 50 ml dan
100 ml, timbangan digital, botol media/kultur 150 botol, sepet 10 ml 3 buah,
dan autoklaf. Bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu aluminium foil,
LPG, agar – agar Swallow putih 3 bungkus, air kelapa 75 ml, gula 45 gram,
aquadest, pupuk cair (Greener) sesuai dosis, kertas label, HCl 1 M, dan KOH
1 M.

2. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Sawo


Alat yang digunakan terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), entkas, cawan
petri 2 buah, gunting, pinset, gagang scalpel ukuran 4, mata pisau scalpel
ukuran 20 cm, botol saos 2 buah, botol selai untuk sterilisasi 8 buah, dan
sprayer. Bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu alkohol 70% dan 90%,
chlorox 5% dan 10%, dettol atau sabun cair, fungisida, formalin tablet, tissue,
kertas saring, kertas label, kapas, aquadest 1,5 liter, kertas bekas, plastik pp,
plastik wrap, dan daunsawo.

4. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Media Sederhana
a) Memasukkan aquades ke dalam gelas piala (beaker glass) 500 ml
sebanyak 300 ml kemudian menambahkan gula sukrosa 45 gram sambil
diaduk sampai semua larut.
b) Menambahkan air kelapa 75 ml dan menambahkan pupuk cair sesuai
dosis.
c) Menambahkan aquades hingga volumenya mencapai 500 ml.
d) Mengukur pH berkisar 6,5 dengan pH meter. Jika terlalu basa,
ditambahkan HCl 1 M. Jika terlalu asam ditambah KOH 1 M.
e) Menambahkan aquades dalam larutan hingga volumenya mencapai 500
ml.
f) Menuangkan larutan ke dalam panci, kemudian menambahkan agar-agar
Swallow putih 1 bungkus.
g) Media kemudian dipanaskan dengan kompor gas sambil diaduk hingga
agar-agar larut dan homogen.
h) Setelah agar-agar larut, media dituang ke dalam gelas piala (beaker glass)
500 ml dan dimasukkan ke dalam botol kultur yang telah disterilisasi,
dengan volume tiap botol 10 ml diberi label nama untuk membedakan
masing-masing perlakuan.
i) Botol yang telah berisi media ditutup dengan alumunium foil lalu
disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 1,5 kg/cm2 dan temperatur 1210
C selama ±15 menit.
j) Botol dikeluarkan dari autoklaf dan diinkubasi selama tiga hari, jika tidak
terjadi kontaminasi media siap digunakan.
2. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Sawo
a) Menyiapkan alat (pinset, mata pisau scalpel, gagang pisau scalpel, cawan
petri yang berisi kertas saring), bahan (alkohol 70% dan 90%, chlorox 5%
dan 10%, akuades) dan botol kultur yang telah berisi media sederhana
yang semuanya telah disterilkan. Sterilisasi dan inokulasi eksplan
dilakukan di Laminar Air Flow Cabinet.
b) Mencuci tangan menggunakan sabun cair kemudian dikeringkan dengan
lap bersih.
c) Mencuci eksplan daun sawo dengan sabun cair dan disikat secara
perlahan dan hati-hati agar tidak merusak eksplan kemudian dibilas
dengan air mengalir hingga sabun hilang.
d) Eksplan tersebut selanjutnya direndam ke dalam fungisida selama 30
menit kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir.
e) Eksplan dibawa ke dalam Laminar Air Flow Cabinet.
f) Eksplan direndam dengan akuades steril selama 5 menit sambil digoyang-
goyangkan.
g) Merendam eksplan dengan alkohol 70% untuk mensterilkan eksplan
selama 5 detik, sambil digoyang-goyang.
h) Eksplan dicuci dengan akuades steril selama 5 menit.
i) Eksplan direndam dengan chlorox 5% selama 10 menit.
j) Eksplan dicuci dengan akuades steril selama 5 menit.
k) Eksplan direndam dengan chlorox 10% selama 5 menit.
l) Membilas eksplan dengan akuades steril selama 5 menit. Langkah ini
diulang sebanyak tiga kali.
m) Menempatkan eksplan pada cawan petri yang sudah diberi alas kertas
saring steril.
n) Memotong eksplan (minimal sebanyak 3 potong perbotol), bagian
eksplan yang dipotong adalah bagian tepi yaitu bagian yang rusak atau
kontak dengan bahan kimia. Eksplan dipotong dengan ukuran ±0,5 cm
menggunakan pinset dan pisau scalpel.
o) Mengambil potongan eksplan dengan pinset dan memasukkannya ke
dalam botol kultur yang telah berisi media.
p) Botol yang telah ditanami diletakkan dalam ruang inokubasi dan
dilakukan pengamatan.
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pembuatan Media Sederhana


(a) Hasil dan Analisis Data
Pada praktikum “Pembuatan Media Sederhana” didapatkan hasil
bahwa semua media tidak mengalami kontaminasi dari 120 botol kultur
dimana masing-masing jenis media sederhana sebanyak 50 botol.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan media
sederhana.

(b) Pembahasan
Berdasarkan hasil dan analisis data di atas diketahui bahwa
keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan sangat tergantung
pada media yang digunakan (Gunawan, 1987). Unsur-unsur yang penting
dalam media tersebut adalah garam-garam anorganik, vitamin, zat
pengatur tumbuh, sumber energi, dan karbon. Garam-garam anorganik
terdiri dari unsur-unsur hara yang esensial. Unsur hara esensial adalah
unsur hara yang diperlukan oleh tanaman untuk menyelesaikan siklus
hidupnya, fungsi unsur hara tersebut tidak dapat digantikan oleh unsur
yang lain, dan diperlukan dalam proses metabolisme tanaman sebagai
komponen molekul anorganik atau sebagai kofaktor dalam reaksi enzim
(Orcutt dan Nilsen, 2000).
Pada praktikum ini, zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah air
kelapa. Air kelapa mengandung zat atau bahan-bahan seperti karbohidrat,
vitamin, mineral, serta zat tumbuh auksin, sitokinin dan giberelin yang
berfungsi sebagai penstimulir proliferasi jaringan, memperlancar
metabolisme dan respirasi. Vitamin C yang terdapat di dalam air kelapa
dapat membantu merangsang pertumbuhan batang tanaman. (Widiastoety,
2003). Ditambahkan oleh Salisbury dan Ross (1995) dalam Mustakim
et.al. (2015), di dalam air kelapa terdapat unsur tiamin yang merupakan
golongan vitamin B1 yang berfungsi mempercepat pembelahan sel pada
meristem akar. Selain itu unsur kalsium yang terdapat dalam air kelapa
juga berperan dalam pembentukan bulu-bulu akar dan pemanjangan akar.
Media kultur jaringan tanaman tidak hanya menyediakan unsur-
unsur hara makro dan mikro, tetapi juga karbohidrat yang pada umumnya
berupa gula untuk menggantikan karbon yang biasanya diperoleh dari
atmosfer melalui fosintesis (Gunawan, 1987). Gula yang digunakan
sebagai sumber karbon misalnya sukrosa atau glukosa (Santoso dan
Nursandi, 2002). Konsentrasi sukrosa dalam media biasanya 2-4%.
Pupuk Greener berupa pupuk organik cair yang mengandung hara
makro dan mikro lengkap dan berimbang serta mengandung asam amino,
protein, hormone atau enzim (Kasniari dan Supadma, 2007)
Media pertumbuhan yang statis membutuhkan penambahan agar
untuk membuat eksplan tetap tumbuh, berbeda ketika diletakkan pada
media cair yang membuat eksplan tenggelam dan kekurangan oksigen.
Konsentrasi agar yang digunakan umumnya 0,8-1,0 % karena jika
konsentrasi terlalu tinggi maka akan membuat nutrient dalam media tidak
dapat berdifusi dengan eksplan disebabkan media yang terlalu padat
(Abbas, 2011)

B. Isolasi Dan Inokulasi Eksplan Daun Sawo

(a) Hasil dan Analisis Data


Pada praktikum “Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Sawo pada
Media Sederhana” didapatkan hasil bahwa eksplan belum tumbuh dan
juga terjadi kontaminasi pada media air kelapa setelah pengamatan
selama 6 hari. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan isolasi dan inokulasi eksplan daun sawo pada
media sederhana.
Tanggal Tanggal pengamatan
No ZPT Jenis eksplan
inokulasi 16 17 18 19 20 21
1 Air Kelapa Daun Sawo 15 Feb 2019 - - - x x x
2 Air Kelapa Daun Sawo 15 Feb 2019 - - - X X X

3 Air Kelapa Daun Sawo 15 Feb 2019 - - - - - -

4 Air Kelapa Daun Sawo 15 Feb 2019


Keterangan:
(-) : belum tumbuh (K) : Tumbuh Kalus (A) : Tumbuh
Akar
(X): Kontaminasi (T) : Tumbuh Tunas

Pada Tabel 1, diketahui bahwa pada media air kelapa, eksplan tidak
tumbuh dan terjadi kontaminasi pada pengamatan hari ke-5.

(b) Pembahasan
Berdasarkan hasil dan analisis data di atas diketahui bahwa metode
yang digunakan pada praktikum ini adalah dengan metode kultur jaringan
secara in vitro. Pemilihan eksplan dari daun sawo diketahui dari manfaat
kecambah kacang hijau yang memiliki kandungan vitamin E yang mampu
meningkatkan stabilitas antioksidan yang tinggi (Anjelina, 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik isolasi dan inokulasi
eksplan daun sawo pada media sederhana.
Pengambilan bahan tanaman sebagai eksplan dari umur fisiologi
juvenil lebih baik dibanding jaringan tanaman yang tua karena bagian-
bagian tanaman yang masih muda (juvenil), terutama kecambah memiliki
daya regenerasi yang lebih tinggi daripada tanaman dewasa (Gunawan,
1995). Jaringan muda mempunyai kemampuan morfogenetik yang lebih
besar daripada jaringan yang tua.
Metode kultur jaringan pada praktikum ini dimulai dari tahap
persiapan, sterilisasi alat, pembuatan media, sterilisasi media, isolasi dan
inokulasi eksplan serta inkubasi. Persiapan alat dan bahan seperti aquades
untuk pengenceran larutan dan media serta pembilasan alat. Alkohol 70%
untuk sterilisasi alat dan ruangan. HCl dan NaOH untuk pengaturan pH.
Alumunium foil, wrapping plastik, dan karet gelang untuk menutup botol
kultur. Sabun cair dan teepol untuk pencucian botol kultur. Bahan
antibiotik seperti fungisida dengan merk Fulicor dan desinfektan seperti
larutan Tween atau Dettol untuk sterilisasi eksplan secara bertingkat
(Rosmiati, et al., 2005). Sterilisasi untuk alat-alat dan media yang
digunakan dengan autoklaf pada suhu 121oC, 1 atm selama 20 menit.
Pengambilan ukuran eksplan dari meristem sangat penting, karena
ukuran meristem akan menentukan kemampuannya untuk bertahan dalam
media hara. Selain itu, pengambilan ukuran juga bertujuan untuk
menghilangkan penyakit sistemik seperti virus (Karjadi, 2016). Ukuran
normal eksplan 0,5 hingga 1 cm.
Pada praktikum ini, dua botol di antara empat botol kultur terkena
kontaminasi, hal ini disebabkan karena beberapa faktor, antara lain
eksplan. Eksplan yang belum bersih pada waktu disterilkan banyak
mengandung bakteri dan jamur. Eksplan yang terinfeksi jamur atau
bakteri dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat. Meskipun pada
awal penanaman tidak terjadi kontaminasi, maka beberapa hari
berikutnya jamur atau bakteri akan muncul. Selain eksplan, adapun faktor
lain pemicu kontaminasi yaitu ruangan. Ruangan yang sudah steril dapat
berubah menjadi ruangan yang tidak steril. Pengguna laboratorium
terkadang keluar masuk ruangan tanpa mensterilkan terlebih dahulu
anggota tubuhnya, Hal ini mungkin saja pengguna laboratorium tersebut
membawa bakteri dari luar ruangan dan jamur. Kontaminasi oleh jamur
terlihat jelas pada media, media dan eksplan diselimuti oleh spora
berbentuk kapas berwarna putih, sedangkan kontaminasi oleh bakteri,
pada eksplan terlihat lendir berwarna putih hingga kekuningan sebagian
lagi melekat pada media berbentuk gumpalan yang basah (Nisa dan
Rodinah, 2005).
Inisiasi akar sering kali terjadi setelah eksplan membentuk tunas.
Hal ini disebabkan perkembangan tunas dapat mengubah kadar hormon
endogen dalam tanaman pada organ yang dilukai biasanya akan terbentuk
kalus sebagai respon pertama untuk menutupi luka, pembentukan kalus
ini dipacu oleh keberadaan auksin dan sitokinin pada jaringan tersebut
(Mustakim, et.al., 2015)
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum yang telah diuraikan,
dapat disimpulkan bahwa
1. Media pertumbuhan eksplan pada metode kultur jaringan dimanipulasi
dan dikombinasikan kandungan unsur di dalamnya menyesuaikan dengan
tujuan menumbuhkan eksplan ke bentuk kalus, tunas dan planlet.
Kandungan bahan-bahan yang ada di dalam media meliputi unsur
organik, unsur anorganik dan hormon pertumbuhan.
2. Hal yang harus diperhatikan dalam memilih bahan eksplan untuk kultur
adalah ukuran eksplan, umur fisiologinya, dan organ yang menjadi
sumber bahan tanaman.
3. Faktor-faktor yang menyebabkan kontaminasi dapat dipengaruhi secara
intrinsik maupun ekstrinsik. Faktor intrinsik dipengaruhi oleh eksplan
seperti ukuran eksplan dan sterilisasi eksplan. Faktor ekstrinsik
dipengaruhi oleh lingkungan seperti keluar masuknya orang dalam ruang
laboratorium kultur jaringan, tingkat aseptik praktikan dan alat, bahan
serta ruangan yang belum sepenuhnya steril.

B. Saran
Tempat untuk inokulasi dan menginkubasi hasil kultur diupayakan
dalam kondisi aseptik dengan tidak membiarkan orang-orang keluar masuk
ruang laboratorium yang dapat meningkatkan sumber kontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA

Abbas, B. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Alfabeta.Bandung.


Aziz, Mochammad Masruri. 2014. Induksi Kalus Umbi Iles-Iles (Amorphophallus
muelleri Blume) dengan Kombinasi Konsentrasi 2,4-D ( 2,4 -
Dichlorophenoxyacetic Acid) dan BAP (6-Benzyl Amino Purine) secara In
Vitro. Skripsi. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya
Gardner, F. P. 1985. Physiology of Crop Plants. The Lowa State University Press.
Gunawan, L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Bogor: PAU Bioteknologi
IPB
Gunawan. L.W. 1995. Teknik Kultur in vitro dalam Hortikultura. Jakarta: PT.
Penebar Swadaya.
Lakshminarayana, S. dan M. A. Moreno Rivera. 1979. Proximate Characteristics and
Composition of Sapodilla Fruits Grown in Mexico. Proc. Fla. State Hort. Soc.
92:303-305.
Nursyamsi. 2010. Teknik Kultur Jaringan sebagai Alternatif Perbanyakan Tanaman
untuk Mendukung Rehabilitasi Lahan. Prosiding Ekspose 2010. Balai
Penelitian Kehutanan Makassar
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Wageningen: Martinus
Nijhoff Publishers.
Septiana, Eris. 2011. Potensi Lichen Sebagai Sumber Bahan Obat: Suatu Kajian
Pustaka. Jurnal Biologi 15(1)
Sugiyama, M. 1999. Organogenesis In Vitro. Current Opinion in Plant Biology 2:61-
64.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.
Jakarta: Agro Media Pustaka.
Zulkarnain, H. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta
LAMPIRAN

Media yang terkena Kontaminasi

Anda mungkin juga menyukai