Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Sampel

1. Klasifikasi Sampel
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Malvales
Famili : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus tiliaceus
2. Morfologi
Pohon ini cepat tumbuh sampai tinggi 5-15 meter, garis tengah batang 40-50
cm; bercabang dan berwarna coklat. Daun merupakan daun tunggal, berangkai,
berbentuk jantung, lingkaran lebar/bulat telur, tidak berlekuk dengan diameter kurang
dari 19 cm. Daun menjari, sebagian dari tulang daun utama dengan kelenjar
berbentuk celah pada sisi bawah dan sisi pangkal. Sisi bawah daun berambut abu-abu
rapat. Daun penumpu bulat telur memanjang, panjang 2.5 cm, meninggalkan tanda
bekas berbentuk cincin. Bunga waru merupakan bunga tunggal, bertaju 8-11. Panjang
kelopak 2.5 cm beraturan bercangap 5. Daun mahkota berbentuk kipas, panjang 5-7
cm, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal, bagian dalam oranye dan
akhirnya berubah menjadi kemerah-merahan. Tabung benang sari keseluruhan
ditempati oleh kepala sari kuning. Bakal buah beruang 5, tiap rumah dibagi dua oleh
sekat semu, dengan banyak bakal biji. Buah berbentuk telur berparuh pendek,
panjang 3 cm, beruang 5 tidak sempurna, membuka dengan 5 katup (Syamsuhidayat,
S.S dan Hutapea, J.R, 1991).
3. Kandungan Kimia
Daun Waru mengandung saponin dan flavonoid. Disamping itu, daun waru
juga paling sedikit mengandung lima senyawa fenol, sedang akar waru mengandung
tanin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991).
4. Kegunaan
daun waru membantu pertumbuhan rambut, sebagai obat batuk, obat diare
berdarah/berlendir, amandel (Martodisiswojo dan Rajakwangun, 1995).

B. Metode Ekstraksi
1. Maserasi
Maserasi (macerase = mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang
paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai denga syarat farmakope
(umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan
pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut cahaya langsung (mencegah reaksi
yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali.Waktu lamanya
maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Menurut
pengalaman, 5 hari telah memadai, untuk memungkinkan berlangsungnya proses
yang menjadi dasar dari cara ini, seperti yang diuraikan diatas (melarutnya bahan
kandungan simplisia dari sel yang rusak, yang terbentuk pada saat penghalusan,
ekstraksi (difusi) bahan kandungan dari sel yang masih utuh). Setelah selesai waktu
maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel
dengan yang masuk ke dalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segara
berakhir. Persyaratannya adalah bahwa rendaman tadi harus dikocok berulang-ulang
(kira-kira 3 kali sehari). Melalui upaya ini dapat dijamin keseimbangan konsentrasi
bahan ekstraktif yang lebih cepat ra 3 kali sehari). Melalui upaya ini dapat dijamin
keseimbangan konsentrasi bahan ekstraktif yang lebih cepat dalam di dalam cairan.
Keadaaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif.
Secara teoritis pada suatu maserasi tidak memungkinkan terjadinya ekstraksi absolut.
Semakin besar perbandingan simplisia terhadap cairan pegekstraksi, akan semakin
banyak hasil yang diperoleh. Setelah maserasi, rendaman diperas (kain pemeras) dan
sisanya juga diperas lagi. Untuk ini digunakan apa yang dinamakan pemeras tinktur
(pemeras kincir) atau pemeras hidraulik. Cairan maserasi dan cairan yang diperoleh
melalui perasan disatukan, selanjutnya diatur sampai mencapai kadar dan jumlah
yang diinginkan dengan cairan hasil pencucian sisa perasan menggunakan bahan
pengekstraksi. Proses pencucian tersebut dilakukan untuk memperoleh sisa
kandungan bahan ekstraktif dan juga untuk menyeimbangkan kembali kehilangan
akibat penguapan yang terjadi pada saat penyaringan dan pengepresan. Hasil
ekstraksi disimpan dalam kondisi dalam dingin sellama beberapa hari, lalu cairannya
dituang dan disaring (R.Voigt.1971 :564).
Maserasi dapat dilakukan modifikasi misalnya :
1. Dingesti
Dingesti adalah cara maserasi dengan menggunakan pemanasan lemah, yaitu
pad suhu 40 0 - 500 C. Cara maserasi ini hanya dapat dilakukan untuk simplisia yang
zat aktifnya tahan terhadap pemanasan.
2. Maserasi dengan mesin pengaduk
Penggunaan mesi pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses
maserasi dapat dipersingkat menjadi 6 sampai 24 jam.
3. Remaserasi
Cairan penyari dibagi 2. Seluruhnya serbuk simplisia dimaserasi dengan
cairan penyari pertama, sesudah dienap tuangkan dan diperas, ampas dimaserasi lagi
dengan cairan penyari yang kedua.
4. Maserasi melingkar
Maserasi dapat diperbaiki dengan mengusahakan agar cairan penyari selalu
bergerak dan menyebar. Dengan cara ini penyari selalu mengalir kembali secara
berkesinambungan melalui serbuk simplisia dan melarutkan zat aktif. Cairan penyari
dipompa dari bawah bejana penyari melalui pipa penghubung, masuk ke bejana
penyari. Cairan penyari oleh alat penyembur disemburkan ke permukaan serbuk
simplisia. Dengan cara ini diharapkan cairan penyari akan membasahi seluruh butir
serbuk yang disari. Cairan penyari akan turun ke bawah sambil melarutkan zat
aktifnya. Saringan berfungsi untuk menghalangi serbuk simplisia turun ke bawah.
Cairan penyari kemudian dipompa kembali ke bejana penyari.
5. Maserasi melingkar bertingkat
Pada maserasi melingkar penyarian tidak dapat dilaksanakan secara sempurna,
karena pemindahan massa akan berhenti bila keseimbangan telah terjadi. Massalah ini
dapat diatasi dengan maserasi melingkar bertingkat (Dirjen POM, 1986 ;10-15 ).
2. Perkolasi
Perkolasi (percolare = penetesan) dilakukan dalam wadah berbentuk silindris
atau kerucut (percolator), yang memiliki jalan masuk dan keluar yang sesuai. Bahan
pengekstraksi yang dialirkan secara kontinyu dari atas, akan mengalir turun secara
lambat melintasi simplisia yang umumnya berupa serbuk kasar. Melaui penyegaran
bahan pelarut secara kontinyu akan terjadi proses meserasi terhadap banyak. Jika
pada maserasi sederhana, tidak terjadi ekstraksi yang sempurna deari simplisia,
dengan cairan disekelilingnya, maka pada perkolasi melaluisuplai bahan pelarut
segar, perbedaan konsentrasi tadi selalu dipertahankan.
Dengan demikian ekstraksi total secara teoritis dimungkinkan (praktis
jumlah bahan yanhg dapat diekstraksi mencapai 95%). Pada simplisia yang dapat
membengkak dengan kuat atau sangat voluminous, cara perkolasi dinilai kurang
tepat. Kebalikan dari uraian tadi adalah bentuk perkulator yang tidak banyak
artinya bagi hasil ekstraksi. Yang menentukan adalah jangka waktu, dimana simplisia
tetap kontak dengan cairan pengekstraksi (waktu ekstraksi) dan perbandingan antara
simplisia terhadap cairan pengekstraksi (jumlah bahan pengekstraksi). Dengan
mengatur kecepatan penetesan, bentuk perkulator dapat diabaikan. Jika kecepatan
penetesan pada perkulator I dan II atur sama maka, kecepatan mengalir pada I < II.
Pada demikian kecepatan mengalir yang sama, kecepatan penetesan dari I > II.
Dengan deemikian kecepatan mengalir dan penetesan dalam perkulator tersebut
berbanding terbalik. Lama waktu ekstraksi memastikan hasil perolehan bahan aktif
yang baik. Pada kecepatan mengalir yang sangat rendah, perbedaan konsentrasi akan
bahan ekstraktif di dalam simplisia akan cepat setimbang, sehingga kontinuitas proses
ekstraksi terganggu. Sebelum percolator diisi simplisia dilembabkan dulu dengan
menstrum dan dibiarkan membengkak, untuk memudahkan penetrasi bahan
pengekstraksi ke dalam kelompok sel selama perkolasi. Pembengkakan awal pada
perkolator dapat menyebabkan pecahnya wadah akibat tekanan pembengkakan
tersebut.Disatu pihak, dalam bahan yang diisikan tidak boleh terdapat ruang rongga,
karena hal ini akan mengganggu keteraturan mengalir cairan dan menyebabkan
berkurangnya hasil ekstraksi. Dilain pihak pengisian perkolator yang sangat kompak
dapat menghambat aliran menstruum atau malah menghentukannya sama sekali.
Setelah memasukkan bahan pengekstraksi, sesuai cara yang diuraikan oleh
farmakope, ditunggu sampai cairan mulai menetes, kemudian jalan keluar ditutup.
Jalan keluar ini baru dibuka, jika bahan pengekstraksi berada 1-2 cm di atas lapisan
simplisia. Selama jangka waktu tersebut terjadi pembengkakan lanjut dan maserasi.
Pada saat inilah baru berlangsung perkolasi yang sebenarnya, dimana kecepatan
penetesan yang bergantung dari jumlah simplisia diatur sedemikian rupa, sehingga
setiap satuan waktu tertentu, jumlah tetesan yang masuk dan keluar sama banyak.
Setelah berakhirnya perkolasi, simplisia dipres dan cairan yang diperoleh dimasukkan
ke dalam perkolat sampai menunjukkan kandungan atau jumlah yang diinginkan.
Untuk memperoleh ekstrak kering, ekstrak cair tadi diuapkan; sedang pada
pembuatan ekstrak cair dilakukan penyimpanan selama beberapa hari, lalu cairan
dituang dan disaring (R. Voight, 1971 : 568 -569).
3. Soxhletasi
Cairan yang diisikan pada labu, serbuk simplisia diisikan pada tabung dari
kertas saring atau tabung yang berlubang-lubang ari gelas, baja tahan karat atau bahan
lain yang cocok. Cairan penyari dipanaskan hingga mendidih. Uap penyari akan naik
ke atas melalui serbuk simplisia. Uap penyari mengembun karena didinginkan oleh
pendingin balik. Embun turun melalui serbuk simplisia sambil mellarutkan zat
aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali berulang proses di atas
(Dirjen POM. 1986: 25-26).
Proses soxhlet berguna untuk ekstraksi sempurna dari sampel tanaman
dengan pelarut khusus, contohnya untuk menghilangkan lemak atau jika diinginkan
komponen khusus 100%. Proses soxhlet ini juga berguna jika diinginkan ekstraksi
sempurna yang berkelanjutan menggunakan suatu seri pelarut dengan kepolaran yang
meningkat, misalnya: heksana, kloroform, methanol, dan air. Namun, perlu untuk
mengeringkan sampel tanaman pada saat penggantian pelarut untuk mencegah
terbawanya sisa-sisa pelarut selanjutnya. Berbagai macam ukuran peralatan soxhletasi
tersedia untuk dicocokkan dengan skala yang sesuai. Metode ini memiliki
keterbatasan. Salah satu masalah utamanya yaitu karena pelarut didaur ulang, ekstrak
yang terkumpul pada wadah di sebelah bawah terus menerus dipanaskan dan dapat
berakibat terjadinya reaksi peruraian yang disebabkan oleh panas. Yang kedua,
jumlah total senyawa-senyawa yang diekstraksi akan melampui kelarutannya dalam
pelarut tertentu. Sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat mengendap dalam wadah
dan membutuhkan volume pelarut yang lebih banyak untuk melarutkannya. Yang
ketiga, bila dilakukan dalam skala besar, mungkin tidak cocok untuk menggunakan
pelarut titik didih yang terlalu tinggi, seperti methanol, air karena seluruh alat yang
berada di bawah kondensor perlu berada pada suhu ini untuk pergerakan uap pelarut
yang efektif. Yang terakhir, tidak seperti refluks, metode ini terbatas pada ekstraksi
dengan pelarut murni atau campuran azeotropik dan tidak dapat digunakan untuk
ekstraksi dengan campuran pelarut.
Bahan yang akan diekstraksi diletakkan dalam sebuah kantung ekstraksi
(kertas, karton, dan sebagainya) di bagian dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja
kontinyu (percolator). Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan diantara
labu penyulingan dengan pendingin aliran balik dan dihubungkan dengan pipa. Labu
tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai ke dalam pendingin aliran
balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang
diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam
wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimalnya, secara otomatis dipindahkan
ke dalam labu. Dengan demikian zat yang terekstresi terakumulasi melalui penguapan
bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah
kecil, juga simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif
berlangsung secara terus menerus (pembaharuan pendekatan konsentrasi secara
kontinyu). Keburukannya adalah waktu yang dibutuhkan untuk ekstraksi cukup lama
(sampai beberapa jam) sehingga kebutuhan energinya tinggi (listrik, gas). Selanjutnya
simplisia dibagian tengah alat pemanas, langsung berhubungan dengan labu, dimana
bahan pelarut menguap. Pemanasan bergantung dari lama ekstraksi, khususnya dari
titik didih bahan pelarut yang digunakan, dan berpengaruh negatif terhadap bahan
tumbuhan yang peka suhu (glikosida, alkaloida). Demikian pula bahan terekstraksi
yang diakumulasi dalam labu mengalami beban panas dalam waktu lama. Meskipun
cara soxlet sering digunakan dalam laboratorium penelitian untuk pengestraksi
tumbuhan, namun peranannya dalam pembuatan sediaan obat dari tumbuhan, kecil
artinya. (R.Voigt.1971 ;570).
4. Refluks
Uap cairan penyari naik ke atas melalui pipa samping, kemudian diembunkan
kembali oleh pendingin tegak. Cairan turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk
simplisia. Cairan penyari sambil turun melarutkan zat aktif serbuk simplisia. Karena
adanya pipa sifon maka setelah cairan mencapai permukaan sifon, seluruh cairan
akan kembali ke labu. Cara ini lebih menguntungkan kerana uap panas tidak melalui
serbuk simplisia, tetapi melalui pipa samping. Kerugian dari metode ini yaitu larutan
dipanaskan terus menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang
cocok. Yang kedua, cairan penyari dididihkan terus-menerus, sehingga cairan penyari
yang baik harus murni atau campuran azeotrop (Dirjen POM.1986;28).
5. Destilasi Uap air
Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang
mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara
normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya.
Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap. Dengan
adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan
diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian di dalam suatu sistem, sehingga
produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan
semata-mata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses
perpindahan massa ke suatu media yang bergerak. Uap jenuh akan membasahi
permukaan bahan, melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel,
dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke
rongga uap yang bergerak melalui antar fasa. Proses ini disebut hidrofusi.

C. Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cairan-cairan merupakan suatu teknik di mana suatu larutan
(biasanya dalam air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua (biasanya
organik) yang pada hakekatya tidak tercampurkan.Pemisahan yang dapat dilakukan,
bersifat sederhana, bersih, cepat dan mudah.Dalam banyak kasus, pemisahan dapat
dilakukan dengan mengocok-ngocok dalam sebuah corong pemisah selama beberapa
menit. Teknik ini sama dapat diterapkan untuk bahan-bahan dari tingkat jumlah
maupun yang berjumlah banyak (Basset.J, R.C Denny, G.H. Jeffery dan J. Mendham,
1994 : 165).
Metode ekstraksi didasarkan pada perbedaan koefisien distribusi zat terlarut
dalam 2 larutan yang berbeda fasa dan tidak saling bercampur. Ekstraksi
dilakukan dengan pertimbangan beberapa faktor yaitu (Mizri Gozan, 2006 : 81) :

1. Kemudahan dan kecepatan proses

2. Kemurnian produk yang tinggi

3. Rendah polusi

4. Kebutuhan me-recovery logam dari larutannya

5. Efektivitas dan selektivitas yang tinggi.


Tiga metode dasar pada ekstraksi pada ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi
bertahap (bath), ekstraksi kontinyu dan ekstraksi counter current. Ekstraski bertahap
merupakan cara yang paling sederhana. Caranya yaitu cukup dengan menambahkan
pelarut pengekstraksi yang tidak bercampur dengan pelarut semula kemudian
dilakukan pengocokan sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi zat yang akan
diekstraksi pada kedua lapisan, setelah itu tercapai lapisan didiamkan dan dipisahkan,
metode ini sering digunakan untuk pemisahan analitik. Kesempurnaan ekstraksi
tergantung pada banyaknya ekstraksi yang dilakukan (S.M. Khopkar, 1990 : 100).

D. Ekstraksi Cair-Padat
Merupakan pemisahan satu komponen dari padatan dengan melarutkannya
dalam pelarut, tetapi komponen lainnya tidak dapat dilarutkan dalam pelarut tersebut.
Proses ini biasanya dilakukan dalam fase padatan, sehingga disebut juga ekstraksi
padat-cair. Dalam ekstraksi padat-cair, larutan yang mengandung komponen yang di
inginkan harus bersifat tak campur dengan cairan lainnya. Dalam hal yang paling
sederhana bahan ekstraksi padat dicampur beberapa kali dengan pelarut segar
didalam sebuah wadah pengaduk. Larutan ekstrak yang terbentuk setiap kali di
pisahkan dengan cara penyaringan (Penuntun Praktikum Fitokimia, 2014 : 6).
Saat ekstraksi padat-cair, transfer masa suatu zat dari dalam padatan ke cairan melalui
2 tahapan pokok, yaitu (Enny Kriswiyantati dan Fadillah, 2006 : 34) :
1. Difusi dari dalam padatan ke permukaan padatan.
2. Transfer massa dari permukaan padatan ke cairan secara konveksi (karena cairan
diaduk terus).

E. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis merupakan metode pilihan untuk pemisahan semua


kandungan yang larut dalam lipid, yaitu lipid, steroid, karotenoid, kuinon sederhana,
dan klorofil (J.B. Harborne.1973:9).
Bila KLT dibandingkan dengan KKt, kelebihan khas KLT ialah
keserbagnunaan, kecepatan, dan kepekaannya. Keserbagunaan KLT disebabkan oleh
kenyataan bahwa di samping selulosa, sejumlah penjerap yang berbeda-beda dapat
disaputkan pada pelat kaca atau penyangga lain dan digunakan untuk kromatografi.
Walau pun silika gel paling banyak digunakan, lapisan dapat pula dibuat dari
aluminium oksida, ‘celite’, kalsium hidroksida, dammar penukar ion, magnesium
fosfat, poliamida, ‘sephadex’, polivinil pirolidon, selulosa, dan campuran dua bahan
di atas atau lebih. Kecepatan pada pelat dan merupakan keuntungan bila kita
menelaah senyawa labil. Akhirnya, kepekaan KLT sedemikian rupa sehingga bila
diperlukan dapat dipisahkan bahan yang jumlahnya lebih sedikit dari ukuran µg.
Satu kekurangan KLT yang asli ialah kerja penyaputan pelat kaca dengan
penjerap. Kerja ini kemudian agak diringankan dengan adanya penyaput otomatis.
Meskipun begitu, dengan menggunakan alat itu pun tetap diperlukan tindakan
pencegahan tertentu. Pelat kaca harus dibersihkan hati-hati dengan aseton untuk
menghilangkan lemak. Kemudian bubur silica gel (atau penjerap lain) dalam air harus
dikocok kuat-kuat selama jangka waktu tertentu (misalnya 90 detik) sebelum
penyaputan. Tergantung pada ukuran partikel penjerap, mungkin harus dirtambahkan
kalsium sulfat hemihidrat (15%) untuk membantu melekatkan penjerap pada pelat
kaca. Akhirnya, setelah penyaputan, pelat harus dikeringkan pada suhu kamar dan
kemudian diaktifkan dengan pemanasan dalam tanur pada 100-1100 C selama 30
menit, pada beberapa pemisahan biasanya akan menguntungkan bila sifat penjerap
diubah dengan menambahkan garam anorganik (misalnya perak nitrat untuk KLT
pemerakan), dan hal ini paling baik dikerjakan ketika pelat sedang disaput. Alasan
lain masih digunakannya pelat yang disaput sendiri di laboratorium ialah karena
kadar air silika gel dapat dikendalikan. Hal ini merupakan faktor yang kritis untuk
beberapa pemisahan.
Tetapi sekarang menggunakan pelat pralapis niaga dalam kebanyakan
pemisahan sudah merupakan suatu hal yang biasa karena pelat tersebut lebih seragam
dan memberikan hasil yang lebih terulangkan. Terdapat bermacam-macam pelat yang
demikian dengan penjerap yang berbeda-beda, disaputkan pada kaca, lembaran
aluminium, atau plastic. Pelat dapat mengandung indikator fluoresensi atau tidak.
Penambahan indicator ini memungkinkan pendeteksian semua senyawa yang
memadamkan flouresensi bila pelat diamati dengan disinari sinar UV berpanjang
gelombang 254 nm. Jenis KLT yang paling baru ialah KLT yang menggunakan pelat
bersaputkan mikropartikel silika halus yang biasa digunakan untuk kolom KCKT.
Kromatografi yang demikian dusebut kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (KLTKT)
dan biasanya menghasilkan pemisahan yang lebih efisien dan lebih cepat daripada
pemisahan pada lapisan silika biasa.(J.B.Harborne.1973: 13).

F. Identifikasi Komponen Kimia


Uji pendahuluan terhadap komponen kimia bahan alam bertujuan untuk
mempermudah dalam pengerjaan isolasi. Uji pendahuluan dilakukan terhadap bahan
alam yang baru diambil dari alam dengan menggunakan pereaksi kimia yang sesuai.
Senyawa kimia yang berkhasiat sebagai obat yang terdapat dalam bahan alam antara
lain : alkaloid, saponin, flavanoid, steroid dan tanin. Berikut ini dijelaskan Beberapa
cara singkat tentang pemeriksaan kandungan kimia.
1. Pemeriksaan kandungan Alkaloid
Untuk pemeriksaan kandungan alkaloid sampel ditambahkan dengan HCl 2N,
kemudian ditambahkan dengan NaCl dan kemudian ditambahkan kembali HCl 2 N,
lalu dibagi kedalam 3 bagian tabung reaksi, I = dragendorf (endapan merah jingga), II
= Mayer (endapan putih/putih kekuningan), II = wagner (endapan cokelat).
2. Pemeriksaan Kandungan saponin
Ekstak methanol ditambahkan dengan air panas lalu dikocok kuat-kuat
kemudian di diamkan, dan apabila busa terbentuk dengan tinggi 1-10 cm stabil
selama 10 menit maka ditambahkan HCl, dan apabila tetap berbusa berarti positif
mengandung saponin.
3. Pemeriksaan Kandungan Flavanoid
Ekstak methanol kering ditambahkan air dan hexan, lalu kemudian dikocok
dan akan terpisah 2 lapisan untuk lapisan air berada dibawah dan lapisan hexan
diatas. Lapisan hexan dipisahkan, sementara lapisan air ditambahkan methanol dan
dipisahkan menjadi 2 bagian. Untuk bagian pertama ditambahkan HCl pekat lalu
dipanaskan pada penangas dan hasil positif warna merah terang atau violet. Pada
bagian kedua ditambahkan HCl pekat dan ditambahkan Magnesium amati perubahan
warna, jika warna merah-merah ungu berarti positif mengandung flavonoid dan
merah pucat-merah tua untuk flavon.
4. Pemeriksaan Kandungan Steroid
Ekstrak methanol kering ditambahkan air dan eter dan akan terbentuk 2
lapisan, lapisan air dibawah dan lapisan eter diatas. Lapisan air dikocok dan jika
berbusa ditambahkan HCl 2 N (positif adanya saponin), kemudian lapisan eter
ditambahkan pereaksi Lieberman-bauchard jika terjadi perubahan warna menjadi
warna merah dan merah jambu berarti positif mengandung steroid.
5. Pemeriksaan kandungan tannin
Ekstrak methanol ditambahkan air panas lalu dikocok homogen, kemudian
ditambahkan garam dapur (NaCl) 5 tetes lalu disaring filtratnya dan ditambahkan
FeCl3 jika berwarna biru (hijau-hitam) berarti positif adanya tannin katekol dan jika
berwarna biru hitam berarti positif adanya tannin pirogalol (J.B. Harbone, 1973).
Untuk ekstrak yang didapatkan pada KLT hingga memperoleh pemisahan bercak
yang bagus maka selanjutnya disemprot menggunakan pereaksi semprot :
1. Alkaloid
Pereaksi yang digunakan dragendorf akan dihasilkan warna jingga dengan
latar belakang kuning untuk senyawa alkaloida.
2. Steroid
Pereaksi yang digunakan Liebermann-Burchard. Kromatografi terlebih dahulu
dipanaskan kemudian diamati di lampu UV. Munculnya noda berflouresensi
coklat atau biru menunjukkan adanya triterpen, sedangkan munculnya warna
hijau kebiruan menunjukkan adanya steroid.
3. Flavanoid
Pereaksi yang digunakan Aluminium klorida 5 % diamati di lampu UV, akan
dihasilkan noda berflouresensi kuning untuk senyawa golongan flavanoid.

4. Fenol
Pereaksi yang digunakan Besi (III) klorida 5 % akan dihasilkan warna biru
atau hitam untuk senyawa fenol.
5. Kumarin
Pereaksi yang digunakan KOH etanolik akan dihasilkan warna merah untuk
senyawa golongan kumarin (J.B. Harbone, 1973).

G. Metode Isolasi
1. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom sebagai
alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran. Alat tersebut berupa
pipa gelas yang dilengkapi suatu kran dibagian bawah kolom untuk mengendalikan
aliran zat cair, ukuran kolom tergantung dari banyaknya zat yang akan dipindahkan.
Secara umum perbandingan panjang dan diameter kolom sekitar 8:1 sedangkan daya
penyerapnya adlah 25-30 kali berat bahan yang akan dipisahkan. Teknik banyak
digunakan dalam pemisahan senyawa-senyawa organic dan konstituen-konstituen
yang sukar menguap sedangkan untuk pemisahan jenis logan-logam atau senyawa
anorganik jarang dipakai (Yazid, 2005, : 98).
Pemisahan kromatografi kolom adsorpsi didasarkan pada adsorpsi komponen-
komponen campuran dengan afinitas berbeda-beda terhadap permukaan fase diam.
Kromatografi kolom terabsorpsi termasuk pada cara pemisahan cair padat, substrat
padat bertindak sebagai fasa diam yang sifafnya tidak larut dalam fasa cair, fasa
bergeraknya adalah cairan atau pelarut yang mengalir membawa komponen campuran
sepanjang kolom. Pemisahan bergantung pada kesetimbangan yang terbentuk pada
bidang antar muka diantara butiran-butiran adsorben dan fase bergerak serta kelarutan
relatif komponen pada fasa bergeraknya. Antara molekul-molekul komponen dan
pelarut terjadi kompetisi untuk teradsorpsi pada permukaan adsorben sehingga
menimbulkan proses dinamis. Keduanya secara bergantian tertahan beberapa saat di
permukaan adsorben dan masuk kembali pada fasa bergerak. Pada saat teradsorpsi
komponen dipaksa untuk berpindah oleh aliran fasa bergerak yang ditambahkan
secara kontinu, akibatnya hanya komponen yang mempunyai afinitas lebih besar
terhadap adsorben akan secara selektif tertahan. Komponen afinitas paling kecil akan
bergerak lebih cepat mengikuti aliran pelarut. Pada kromatografi adsorpsi, besarnya
koefisien distribusi sama dengan konsentrasi zat terlarut pada fasa teradsorpsi dibagi
konsentrasinya pada fasa larutan. Ketergantungan jumlah zat terlarut yang teradsorpsi
terhadap konsentrasi zat terlarut dalam larutan dinyatakan dengan isoterm adsorpsi
Langmuir (Yazid, 2005, hal: 100).
Untuk memisahkan campuran, kolom yang telah dipilih sesuai campuran diisi
dengan bahan penyerap seperti alumina dalam keadaan kering atau dibuat seperti
bubur dengan pelarut. Pengisian dilakukan dengan bantuan batang pengaduk untuk
memanfaatkan adsorben dan gelas wool pada dasar kolom. Pengisian harus dilakukan
secara hat-hati dan sepadat mungkin agar rata sehingga terhindar dari gelembung-
gelembung udara, untuk membantu homogenitas biasanya kolom setelah diisi
divibrasi diketok-ketok. Sejumlah cuplikan yang dilarutkan dalam sedikit pelarut,
dituangkan melalui sebelah atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam adsorben.
Komponen-komponen dalam campuran diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh
bahan penyerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan
pelarut secara terus-menerus, masing-masing komponen akan bergerak turun melalui
kolom dan pada bagian atas kolom akan terjadi kesetimbangan baru antara bahan
penyerap, komponen campuran dan eluen. Kesetimbangan dikatakan tetap apabila
suatu komponen yang satu dengan yang lainnya bergerak ke bagian bawah kolom
dengan waktu atau kecepatan berbeda-beda sehingga terjadi pemisahan (Alimin 2007:
75).
2. Kromatografi Cair Vakum
Komatografi Cair Vakum (KCV) merupakan salah satu metode fraksinasi
yaitu dengan memisahkan crude extract menjadi fraksi-fraksinya yang lebih
sederhana. Pemisahan tersebut memanfaatkan kolom yang berisi fasa diam dan aliran
fasa geraknya dibantu dengan pompa vakum. Fasa diam yang digunakan dapat berupa
silika gel atau alumunium oksida (Ghisalberti, 2008).
Kromatografi vakum cair dilakukan untuk memisahkan golongan senyawa
metabolit sekunder secara kasar dengan menggunakan silika gel sebagai absorben dan
berbagai perbandingan pelarut n-heksana : etil asetat : metanol (elusi gradien) dan
menggunakan pompa vakum untuk memudahkan penarikan eluen (Helfman, 1983).
Adapun cara kerja kromatografi cair vakum yaitu kolom kromatografi
dikemas kering (biasanya dengan penjerap mutu KLT 10-40 μm) dalam keadaan
vakum agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum dihentikan, pelarut
yang kepolarannya rendah dituangkan ke permukaan penjerap lalu divakumkan lagi.
Kolom dipisah sampai kering dan sekarang siap dipakai (Hostettman, 1986).
Fasa diam yang digunakan dikemas dalam kolom yang digunakan dalam
KCV. Proses penyiapan fasa diam dalam kolom terbagi menjadi dua macam, yaitu
(Sarker et al., 2006):
a. Cara Basah
Preparasi fasa diam dengan cara basah dilakukan dengan melarutkan fasa diam
dalam fase gerak yang akan digunakan. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam
kolom dan dibuat merata. Fase gerak dibiarkan mengalir hingga terbentuk lapisan
fase diam yang tetap dan rata, kemudian aliran dihentikan.
b. Cara kering
Preparasi fasa diam dengan cara kering dilakukan dengan cara memasukkan fase
diam yang digunakan ke dalam kolom kromatografi. Fase diam tersebut selanjutnya
dibasahi dengan pelarut yang akan digunakan.
3. KLT 2 Dimensi
KLT 2 arah atau 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel
ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hamper
sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama sebagaimana dalam asam-asam amino.
Selain itu, 2 sistem fase gerak yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan
pada suatu campuran tertentu sehingga memungkinkan untuk melakukan pemisahan
analit yang mempunyai tingkat polaritas yang berbeda Secara singkat pengerjaan
KLT dua dimensi ialah sebagai berikut: sampel ditotolkan pada lempeng lalu
dikembangkan dengan satu sistem fase gerak sehingga campuran terpisah menurut
jalur yang sejajar dengan salah satu sisi. Lempeng diangkat, dikeringkan dan diputar
90o dan diletakkan dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak kedua, sehingga
bercak yang terpisah pada pengembang pertama terletak dibagian bawah sepanjang
lempeng, lalu dikromatografi lagi (Ibnu Gholib Gandjar & Abdul Rahman. 2008).
Keberhasilan pemisahan akan tergantung pada kemampuan untuk
memodifikasi selektivitas eluen kedua dibandingkan dengan selektivitas dari eluen
pertama (Wall,2005).

4. Multi Eluen
Multi eluen adalah penggunaan eluen atau fase gerak yang berbeda yang
mungkin pemisahan analit dengan berdasarkan tingkat polaritas yang berbeda
(Wall,2005). Dalam multi eluen, setelah pengembang tunggal menaik, kromatografi
diangkat dari chamber dan dikeringkan, biasanya selama 5-10 menit. Kromatografi
tersebut kemudian dielusi lagi dalam eluen segar dari pelarut yang sama dalam arah
yang sama untuk jarak yang sama. Proses ini, yang dapat diulangi berkali-kali,
meningkatkan resolusi komponen dengan nilai RF bawah 0,5. Beberapa pengembang
dilakukan dengan pelarut yang berbeda dalam arah yang sama, masing-masing yang
menjalankan jarak yang sama atau berbeda, disebut elusi bertahap. “Sebuah fase
kurang polar dapat digunakan pertama, diikuti oleh fase yang lebih polar, atau
sebalinya”. Pemindahan material nonpolar kebagian atas lapisan, meninggalkan zat
terlarut polar terganggua darimana dia berasal. Setelah kering, zat terlarut polar
dipisahkan oleh pengembang dengan eluen (Fried, 1999).
5. Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pengkristalan kembali dari Kristal zat yang sudah
terlarut oleh pelarut dalam suatu campuran/larutan dengan cara pemanasan dan
penguapan. Dengan kata lain kristalisasi merupakan salah satu cara pemisahan atau
pemurnian Kristal-kristal yang larut dalam suatu larutan. Dasar proses rekristalisasi
adalah perbedaan kelarutan dalam pelarut pada suhu tertentu. Dalam proses yang
sederhana, pemisahan zat ini hanya cukup dengan penguapan. Larutan sampai kering
dan terbentuk Kristal baru yang mempunyai sifat fisika yang sedikit berbeda dari
Kristal semula. Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan antara zat yang akan
dimurnikan dengan kelarutan zat pencampur/pencemarnya. Larutan yang terjadi
dipisahkan satu sama lain, kemudian larutan zat yang diinginkan dikristalkan dengan
cara menjenuhkannya (Agustina leokristi dkk, 2013 : 218).
DAFTAR PUSTAKA

Syamsuhidayat, S.S dan Hutapea, J.R, 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
bedisi kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Martodisiswojo dan Rajakwangun, 1995. Tumbuhan Berguna Indonesia jilid.3
Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

R.Voight, 1971. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Gadjah Mada University press.
Yogyakarta.
Basset.J, R.C Denny, G.H. Jeffery dan J. Mendham, 1994. Vogels Texbook Of Quantitative
Inorganic Elementary Instrumental Analysis Including Elementary Instrumental Analysis,
terj. Handayana Pudjaatmaka, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku Kedokteran.
Jakarta.

Mizri Gozan, 2006. Adsopsi Leading dan Ekstraksi Pada Industri Kimia Jakarta:UI-
Press.

S.M. Khopkar, 1990. Basic Concept Of Analitycal Chemistry, terj. Saotoraharjo, Konsep
Dasar Kimia Analitik . Jakarta: UI Press.

Enny Kriswiyantat i dan Fadillah, 2006 “Pengaruh Kecepatan Putar Pengadukan Dan Suhu
Operasi Pada Ekstraksi Tanin Dari Jambu Mete Dengan Pelarut Aseton”.pdf

Dirjen.POM 1986. Sediaan Galenik. Departeman Kesehatan Republik Indonesia:


Jakarta.

Ibnu Gholib Gandjar. Abdul Rahman. 2008. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.

Fried, Bernard & Sherma, Joseph. 1999. Thin Layer Chromatography.4 th Edition,
Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker. Inc.

Agustina Leokristi.dkk, 2013. Rekristalisasi Garam Rakyat dari daerah demak untuk
mencapai SNI garam industri. Jurusan teknik kimia, Fakultas Tehnik.
Universitas Diponegoro.

Sarker, SD., Latif,Z and Gray .Al.2006. Natural Product Isolation. Humana Press inc
Totowa New jersey.
Mukhriani & Armisman, 2014. Penuntun praktikum Fitokimia Farmasi.
Laboratorium farmasi Biologi. Fakultas Ilmu Kesehatan. UIN alauddin
Makassar.

Harborne, J. B. 1973. Metode Fitokimia. ITB: Bandung.

Yazid, Estien, 2005. Kimia Fisika Paramedis. Yogyakarta: Andi.

Alimin, dkk.2007. Kimia Analitik. Makassar: Alauddin Press. Makassar.

Heftmann, E. 1983. Steroids Dalam Kromatografi. Fundamentals and Aplication,


Amsterdam.

Hostettmenn, K, dkk. 1986. Cara Kromatografi Preparatif. ITB. Bandung.

Wall, Peter E. (2005). Thin-Layer Chromagraphy. A Modem Practical Approach UK:


RSC.

Anda mungkin juga menyukai