Anda di halaman 1dari 5

Paper “Structure and Function in Primitive Society: Introduction and On Social

Structure”
Oleh Monica Marfelina Alexandra
1706054472

Paper ini bertujuan untuk menjelaskan konsep-konsep Antropologi yang


dikemukakan oleh Radcliffe-Brown dan membahas kasus-kasus didalamnya sesuai konteks
terjadinya kasus. Beliau merupakan salah seorang Antropolog yang memiliki sumbangsih
besar dalam mempertahankan dan mentransmisikan konsep-konsep Antropologi terutama
mengenai struktur fungsionalisme, proses sosial, dan adaptasi. Konteks kajian beliau pada
kala itu adalah primitive society dengan hasil pengamatan terutama di beberapa wilayah di
Afrika Selatan untuk tujuan audiens seputar Afrika Selatan. Namun, ini bukan tujuan
utamanya dan tentu karya beliau dapat dibaca dan dipahami oleh semua orang tidak hanya
dalam konteks Afrika Selatan. Tetapi sebelum itu, istilah primitive society pada kala itu yaitu
tahun 1952 sesuai konteks dalam tulisannya, masih belum mengalami perubahan besar dalam
makna nya. Beberapa orang masih menganggap istilah primitive society terbelakang,
termarjinalkan, dan sebagainya. Namun, ternyata sangat banyak contoh kasus Etnografi yang
bisa dipelajari dari primitive society dalam konteks Afrika Selatan dan sebagainya. Konsep-
konsep yang bersifat abstrak ternyata juga dapat diaktualisasikan dalam Etnografi tersebut.
Inti dari kajian beliau adalah beliau sangat menekankan pentingnya teori yang
nantinya berhubungan dengan realitas atau fenomena sosial. Teori tersebut mengandung
beberapa konsep penting yang harus dipahami secara jelas terlebih dahulu sebelum
mengaitkannya dengan realitas sosial. Konsep-konsep tersebut sangat berkaitan dengan
Antropologi dan sering muncul dalam beberapa literatur lain. Radcliffe-Brown melakukan
highlight tentang konsep-konsep tersebut antara lain history and theory, social process,
culture, social system, statics and dynamics, social evolution, adaptation, social structure,
dan social function. Setelah mengetahui dan mendalami konsep-konsep tersebut, maka teori
menjadi lebih jelas dan dapat dikaitkan dengan realitas sosial yang terjadi terutama Etnografi.
Konsep-konsep tersebut dimulai dari history and theory. Bagi Radcliffe-Brown, teori
dianggap dapat diterapkan untuk realitas sosial tertentu. Teori dapat mengandung interpretasi
atau penafsiran tentang realitas sosial. Sedangkan sejarah lebih bertujuan menjelaskan
peristiwa masa lampau atau fakta yang telah terjadi. Lalu, muncul dikotomi idiografis dan
nomotetik. Sejarah terkait dengan idiografis karena sangat menekankan fakta yang telah
terjadi. Sedangkan, teori sangat nomotetik karena mencapai proporsi atau pemahaman umum
1
dari realitas sosial. Lalu, bagaimana dengan kajian Radcliffe-Brown tentang primitive society
yang tidak memiliki riwayat sejarah secara tertulis jika dilihat dari sudut pandang teori dan
sejarah masing-masing? Sejarah hanya akan berandai-andai (pseudo historical/pseudo-causal)
tentang riwayat atau latar belakang dari primitive society karena sejarah hanya fokus kepada
sumber-sumbernya tanpa melihat data yang lain. Padahal oral history atau folklore juga
penting sebagai data. Apakah primitive society dikatakan tidak memiliki sejarah sama sekali
karena tidak ada bukti tertulis berupa sumber-sumber primer? Ini lah yang diabaikan disiplin
ilmu lain dan Antropologi menghadapinya dengan baik dengan menggunakan teori sebagai
penafsir realitas sosial seperti primitive society di Afrika Selatan dan sebagainya.
Lalu, social process bersifat sangat dinamis karena terdiri dari tindakan, interaksi,
timbal-balik, dan sebagainya yang dilakukan manusia dalam realitas sosialnya. Tentu realitas
sosial sangat konkret karena ada proses sosial yang terdiri dari tindakan dan sebagainya yang
merupakan hal konkret juga. Proses sosial ini berpengaruh terhadap perubahan sosial dan
form of social life terutama yang bersifat sinkronik yang perubahannya hanya mengacu
kepada periode tertentu dan diakronik yang mengacu pada suatu periode. Lalu, Culture yang
memiliki banyak makna oleh para Antropolog. Culture pun merupakan form of social life
yang mengandung ide, tindakan, rasa, dan sebagainya yang diperoleh manusia melalui
interaksi dengan manusia lain yang dilakukan lewat adanya proses sosial. Culture harus
ditransmisikan dan menjadi ciri khusus kehidupan manusia. Begitu juga dengan social system
yang menyatukan kehidupan sosial masyarakat menjadi satu kesatuan yang koheren. Dimulai
dari theory of a total social system oleh Montesquieu, lalu Comte mengemukakan the first
law of social statics. Hal tersebut menandakan adanya peraturan yang mengikat dan memiliki
kekuatan seperti sistem kekerabatan terutama dalam konteks primitive society.
Setelah disinggung istilah “statics” di atas, maka memiliki oposisi biner dynamics.
Statics lebih menekankan penemuan kondisi keberadaan atau ko-eksistensi. Sedangkan
dynamics menekankan adanya perubahan. Perubahan bentuk kehidupan sosial tentu sangat
cocok dengan dynamics dibandingkan statics karena mengandung proses sosial budaya dan
sebagainya. Lalu, hal ini juga berkaitan dengan social evolution yang sangat terkenal dan
dikemukakan oleh Herbert Spencer. Beliau mengemukakan bahwa evolution menekankan
bahwa perkembangan kehidupan manusia di bumi merupakan satu proses tunggal, tidak ada
yang lain. Terdapat evolution organic dan super-organic. Keduanya memiliki poin penting
bahwa proses diversifikasi mewarnai perkembangan bentuk-bentuk kehidupan sosial dengan
jumlah bentuk yang lebih sedikit dari aslinya dan muncul bentuk-bentuk struktur serta
organisasi yang lebih kompleks dari sebelumnya.
2
Lalu, adaptation yang merupakan konsep kunci dari evolution dan sangat erat
kaitannya dengan bentuk penyesuaian diri terhadap hal apapun. Terdapat adaptasi internal
yang menekankan penyesuaian organ atau fisiologis dengan aktivitas sehari-hari dan
eksternal yang lebih menekankan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitar. Spencer
mengemukakan istilah co-operation yang berkaitan dengan adaptasi ekologi atau lingkungan,
aspek institusional dari adaptasi sosial, dan adaptasi budaya. Sifat co-operation tersebut dapat
membantu manusia melakukan macam-macam adaptasi atau penyesuaian di atas. Adaptasi
berkaitan dengan kepribadian manusia terutama sosialnya. Kepribadian sosial yang mapan
pada manusia membawa dampak positif yaitu bertahannya struktur sosial dengan adanya
moral, hukum, etiket, agama, pemerintahan, pendidikan, dan sebagainya dalam kehidupan.
Setelah itu, berkaitan dengan social structure yang menekankan pengaturan urutan
komponen. Sementara dalam konteks social structure, komponen nya adalah manusia yang
menempati posisi tertentu dalam sebuah struktur sosial. Melalui struktur sosial, manusia
memiliki pengaturan dalam hal hubungannya dengan manusia lain, sehingga berdampak
kepada kontinuitas sosial. Hubungan sosial tersebut harus bertahan lewat norma-norma yang
berlaku agar tidak terjadi konflik. Oleh karena itu, terdapat institusi atau lembaga pembuat
norma tersebut. Setelah terdapat norma, lembaga, manusia, hubungan, dan sebagainya, lalu
terdapat organisasi yang memudahkan manusia hidup berkelompok sesuai peran dan posisi
yang telah dimilikinya dalam struktur sosial. Dapat diingat bahwa kehidupan sosial juga akan
memengaruhi kemapanan struktur sosial. Sebagai contoh, primitive society di Afrika Selatan
memiliki struktur sosial sendiri sebelum datangnya kolonialisasi dari Eropa. Setelah Bangsa
Eropa datang, struktur sosial lama mereka terganggu bahkan hilang tergantikan oleh struktur
sosial yang baru dalam konteks kolonialisasi. Lalu, dekolonialisasi pun terjadi hingga
akhirnya terbentuk negara baru dan merdeka dengan struktur sosial yang baru lagi.
Yang terakhir adalah social function yang sebenarnya kata fungsi sendiri harus dilihat
sesuai dengan konteksnya karena bisa saja dikaitkan dengan Matematika misalnya tentang
“log x” dan sebagainya. Konteks kali ini adalah fungsi sosial yang sangat berkaitan dengan
struktur sosial dan proses sosial. Dapat dikatakan bahwa fungsi sosial, struktur sosial, dan
proses sosial adalah tiga konsep penting yang sangat berkaitan. Jika fungsi sosial tidak
berjalan dengan semestinya, maka tidak akan ada struktur sosial apalagi proses sosial. Hal ini
juga berdampak kepada kontinuitas dan perubahan kehidupan sosial. Terutama jika
konteksnya fungsi sosial agama atau kepercayaan primitive society seperti pemujaan terhadap
nenek moyang dan sebagainya.

3
Kemudian, Radcliffe-Brown sedikit membahas salah satu dari Etnografinya yaitu the
mother’s brother in South Africa yang berkaitan dengan konsep-konsep yang telah dijelaskan
di atas. Etnografi tersebut adalah realitas sosial yang kemudian dengan adanya teori, realitas
sosial tersebut ditafsirkan melalui konsep-konsep yang ada. Konteksnya adalah di Tonga dan
Fiji dengan fokus sistem dan struktur kekerabatan dengan istilah mother-right yang garis
keturunannya adalah matrilineal dan similar dengan Nayar Malabar dan Melayu
Menangkubau. Sedangkan father-right yang garis keturunannya adalah patrilineal dan similar
dengan sistem patria potestas dari Roma Kuno. Istilah kekerabatan yang sangat terkenal
dalam konteks primitive society in South Africa adalah mother’s brother dan sister’s son.
Dalam sistem kekerabatan tersebut, tentu terdapat norma, proses, fungsi, adaptasi, evolusi,
budaya, dan sebagainya seperti yang telah disebutkan di atas. Perlu diketahui juga, ternyata
struktur sosial sangat penting untuk menjaga garis keturunan dan klan yang dikombinasikan
dengan susunan ranking berdasarkan hak istimewa nya seperti mother’s brother dan sister’s
son di atas.
Sebenarnya, penjelasan-penjelasan yang telah dikemukakan oleh Radcliffe-Brown
telah mengalami reformulasi agar dapat dipahami masyarakat secara lebih jelas terutama
mengenai konsep-konsep yang sering muncul karena masyarakat sering lupa dan keliru
tentang hubungannya satu sama lain dan pengaktualisasiannya dalam kasus Etnografi.
Yang terakhir adalah kaitan antara culture, realitas sosial, dan proses sosial
sebenarnya telah terlihat secara eksplisit dalam penjelasan di atas. Tetapi akan saya perjelas
kembali yaitu culture telah ada sejak zaman dahulu yang merupakan part of social life dan
form of social life. Culture mengandung segala unsur yang berhubungan dengan kehidupan
manusia seperti ide, tindakan, perasaan, dan sebagainya. Agar unsur-unsur tersebut selalu ada
dan bertahan, mau tidak mau membuat manusia harus berinteraksi dengan manusia lain. Dari
interaksi, tindakan, bertukar informasi, dan sebagainya, hal-hal itu disebut proses sosial yang
melingkupi terjadinya tindakan dan sebagainya tadi. Proses sosial dan culture tadi ternyata
mengandung hal-hal konkret seperti interaksi, tindakan, bertukar informasi yang terus-
menerus dilakukan dan ditransmisikan oleh manusia sehingga menjadi hal yang lebih
kompleks yang disebut sebagai realitas sosial. Jadi, ketiga nya saling memengaruhi dan jika
salah satunya hilang, maka yang lainnya tidak akan berjalan dengan baik. Culture, proses
sosial, dan realitas sosial sama-sama bersifat dinamis dan kental dengan kontinuitas. Di
dalam culture ada proses sosial, di dalam proses sosial ada culture yang mengandung nilai
dan norma sebagai panduan agar proses sosial tersebut dapat berjalan dengan lancar, serta

4
tentu realitas sosial akan sangat dipengaruhi culture dan proses sosial sebagai unsur penting
di dalamnya.
Sebagai contoh yaitu sebelum kesepakatan bersama atau culture di primitive society
di Fiji Afrika Selatan terbentuk, individu-individu di dalamnya memang telah memiliki ide,
perasaan, dan sebagainya. Tetapi, belum terdapat kesepakatan bersama atau kebudayaan
bersama. Lalu, ketika individu-individu itu berinteraksi dan melakukan tindakan dengan
individu yang lain, maka ide dan perasaan tadi berubah menjadi kesepakatan bersama, bukan
hanya milik individu tadi saja. Disinilah terjadi proses sosial melalui tindakan dan interaksi
tadi. Semua yang terjadi sangat konkret dan individu-individu tadi berubah nama menjadi
masyarakat yang memiliki ide, perasaan, tindakan dan disebut culture masyarakat Fiji.
Setelah culture dan proses tersebut terjadi, maka ternyata interaksi dan tindakan tadi sangat
kompleks serta terus terjadi di masyarakat Fiji hingga akhirnya mereka memiliki realitas
sosial nya sendiri. Hal tersebut terjadi sejak zaman primitif hingga sekarang.

Referensi:
Radcliffe-Brown, A. R. (1952). Structure and Function in Primitive Society (London:
Cohen and West). Radcliffe-Brown Structure and function in primitive society.

Anda mungkin juga menyukai