Sinusitis
Meningitis.
Selain itu, risiko abses otak juga cukup tinggi pada seseorang yang mengalami cedera kepala
berat atau patah tulang tengkorak, pernah melakukan transplantasi organ, sedang
menggunakan obat-obatan imunosupresif, atau sedang menjalani kemoterapi.
Penyakit jantung sianotik. Salah satu jenis penyakit jantung bawaan yang
mengakibatkan jantung tidak mampu mengalirkan oksigen ke seluruh tubuh dan
memicu terjadinya infeksi.
Pulmonary arteriovenous fistula. Kelainan yang terjadi pada pembuluh darah paru,
mengakibatkan bakteri masuk ke dalam darah dan mengalir menuju otak.
Abses gigi.
Infeksi. Kondisi ini meliputi infeksi paru (misalnya pneumonia), infeksi jantung
(misalnya endokarditis), infeksi di rongga perut (misalnya peritonitis), infeksi panggul
(misalnya cystitis), dan infeksi kulit.
Pusing hebat.
Menggigil.
Kejang-kejang.
Adapun beberapa gejala yang dapat terlihat jika bayi atau anak Anda mengalami abses otak,
di antaranya:
Muntah.
Segera temui dokter jika gejala terus dirasakan, khususnya bagi yang mengalami kejang
mendadak, cara bicara mulai tidak jelas, otot melemah, atau lumpuh.
Pemeriksaan neurologi, yang meliputi pergerakan otot, sistem saraf, dan sensorik.
Pungsi lumbar. Pengambilan sampel cairan serebrospinal dari celah tulang belakang
untuk memeriksa jika terdapat bakteri tertentu. Tindakan ini tidak dapat dilakukan jika
penderita mengalami pembengkakan otak yang cukup parah, karena dapat membuat
tekanan di otak memburuk.
Jika hasil tes lanjutan tidak dapat mengidentifikasi penyebab dan sumber infeksi, dokter
mungkin akan menyarankan untuk dilakukannya biopsi.
Terjadi hidrosefalus.
Jika pasien memiliki abses berukuran di atas 2cm, berisiko pecah di dalam otak atau memiliki
unsur gas di dalamnya, dokter biasa akan menyarankan untuk mengangkatnya melalui
tindakan operasi. Terdapat 2 jenis tindakan yang biasa digunakan, yaitu simple
aspiration dan craniotomy.
Simple aspiration dilakukan dengan mengebor lubang kecil (atau biasa disebut burr
hole) pada tengkorak agar nanah dapat dikeluarkan. Tindakan ini biasa dilakukan dengan
bantuan alat CT scan untuk memastikan titik abses tersebut. Operasi ini cenderung
memerlukan waktu yang singkat, yaitu sekitar 1 jam.
Jika obat-obatan atau tindakan simple aspiration tidak membantu, tindakan craniotomy akan
dilakukan. Dalam tindakan ini, dokter akan memotong sebagian kecil rambut di kulit kepala
dan mengangkat sebagian kecil tulang tengkorak (flap) untuk membuka akses ke otak. Lalu,
abses akan diangkat sepenuhnya setelah nanah dibersihkan dan flap tulang akan
dikembalikan ke posisi semula saat tindakan selesai. CT scan juga digunakan untuk
membantu dokter merelokasikan titik abses. Operasi ini akan memerlukan waktu yang lebih
lama, yaitu sekitar 3 jam. Setelah tindakan operasi ini, pasien butuh istirahat penuh selama 6-
12 minggu.
Beberapa komplikasi, walau jarang, dapat terjadi setelah operasi craniotomy, seperti
pembengkakan atau memar di wajah, pusing selama berbulan-bulan, pembekuan darah di
otak, rahang terasa kaku, atau merasakan pergeseran flap tulang. Kontrol rutin sangat
diperlukan untuk menurunkan risiko komplikasi tersebut.
Disarankan untuk menghindari aktivitas yang dinilai berbahaya bagi tulang tengkorak setelah
tindakan operasi dilakukan, seperti bermain sepakbola atau tinju. Penderita juga tidak
diperbolehkan mengemudikan kendaraan hingga dokter mengijinkan, untuk mengantisipasi
terjadinya kejang mendadak.