Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut badan nasional penangulangan bencana definisi bencana undang – undang nomor
24 tahun 2007 mendefinisikan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan menganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik
oleh factor alam atau factor non alam maupun factor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis.
Definisi bencana yang lain menurut international strategy for disaster reduction ( Nurjanah
dkk.2011) adalah suatu kejadian yang di sebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi
secara tiba – tiba atau perlahan – lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta
benda dan kerusakan lingkungan kejadian ini diluar kemampuan masyarakat dengan segala
sumberdayanya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa persiapan dan mitigasi bencana ?
2. Apa aplikasi pendidikan kesehatan dalam pencegahan dan penanggulangan dampak buruk
bencana alam ?
3. Bagaimana pembedayaan masyarakat pada bencana alam ?
4. Bagaimana pendidikan dan kesiapsiagaan pada bencana alam?
5. Bagaimana evidence based practice pada keperawatan bencana?
1.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang persiapan dan mitigasi bencana
2. Untuk mengetahui tentang aplikasi pendidikan kesehatan dalam pencegahan dan
penanggulangan dampak buruk bencana alam
3. Untuk mengetahui pembedayaan masyarakat pada bencana alam
4. Untuk mengetahui pendidikan dan kesiapsiagaan pada bencana alam
5. Untuk mengetahui evidence based practice keperawatan bencana

1
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Mitigasi Bencana

A. Pengertian mitigasi bencana


Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana,baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana (Pasal 1 ayat 6 PP No 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana). Mitigasi didefinisikan sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari
bencana.
Mitigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c dilakukan untuk mengurangi risiko
bencana bagi masyarakat yang berada pada kawasan rawan bencana. (UU No 24 Tahun 2007 Pasal
47 ayat (1)

Mitigasi bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c dilakukan untuk


mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat yang berada
pada kawasan rawan bencana (PP No 21 Tahun 2008 Pasal 20 ayat 1) baik bencana alam, bencana
ulah manusia maupun gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.

B. Persiapan mitigasi bencana

a. Pemetaan.

Langkah pertama dalam strategi mitigasi ialah melakukan pemetaan daerah rawan
bencana. Pada saat ini berbagai sektor telah mengembangkan peta rawan bencana. Peta rawan
bencana tersebut sangat berguna bagi pengambil keputusan terutama dalam antisipasi kejadian
bencana alam. Meskipun demikian sampai saat ini penggunaan peta ini belum dioptimalkan. Hal
ini disebabkan karena beberapa hal, diantaranya adalah :
1) Belum seluruh wilayah di Indonesia telah dipetakan.
2) Peta yang dihasilkan belum tersosialisasi dengan baik.
3) Peta bencana belum terintegrasi.
4) Peta bencana yang dibuat memakai peta dasar yang berbeda beda sehingga menyulitkan dalam
proses integrasinya.

b. Pemantauan.

Dengan mengetahui tingkat kerawanan secara dini, maka dapat dilakukan antisipasi jika
sewaktu-waktu terjadi bencana, sehingga akan dengan mudah melakukan penyelamatan.

2
Pemantauan di daerah vital dan strategis secara jasa dan ekonomi dilakukan di beberapa kawasan
rawan bencana.

c. Penyebaran informasi

Penyebaran informasi dilakukan antara lain dengan cara: memberikan poster dan leaflet
kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan Propinsi seluruh Indonesia yang rawan bencana, tentang
tata cara mengenali, mencegah dan penanganan bencana. Memberikan informasi ke media cetak
dan elektronik tentang kebencanaan adalah salah satu cara penyebaran informasi dengan tujuan
meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana geologi di suatu kawasan tertentu. Koordinasi
pemerintah daerah dalam hal penyebaran informasi diperlukan mengingat Indonesia sangat luas.

d. Sosialisasi dan Penyuluhan

Sosialisasi dan penyuluhan tentang segala aspek kebencanaan kepada SATKOR-LAK PB,
SATLAK PB, dan masyarakat bertujuan meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan menghadapi
bencana jika sewaktu-waktu terjadi. Hal penting yang perlu diketahui masyarakat dan Pemerintah
Daerah ialah mengenai hidup harmonis dengan alam di daerah bencana, apa yang perlu ditakukan
dan dihindarkan di daerah rawan bencana, dan mengetahui cara menyelamatkan diri jika terjadi
bencana.

e. Pelatihan/Pendidikan

Pelatihan difokuskan kepada tata cara pengungsian dan penyelamatan jika terjadi bencana.
Tujuan latihan lebih ditekankan pada alur informasi dari petugas lapangan, pejabat teknis,
SATKORLAK PB, SATLAK PB dan masyarakat sampai ke tingkat pengungsian dan
penyelamatan korban bencana. Dengan pelatihan ini terbentuk kesiagaan tinggi menghadapi
bencana akan terbentuk.

f. Peringatan Dini

Peringatan dini dimaksudkan untuk memberitahukan tingkat kegiatan hasil pengamatan


secara kontinyu di suatu daerah rawan dengan tujuan agar persiapan secara dini dapat dilakukan
guna mengantisipasi jika sewaktu-- waktu terjadi bencana. Peringatan dini tersebut
disosialisasikan kepada masyarakat melalui pemerintah daerah dengan tujuan memberikan
kesadaran masyarakat dalam menghindarkan diri dari bencana. Peringatan dini dan hasil
pemantauan daerah rawan bencana berupa saran teknis dapat berupa antana lain pengalihan jalur
jalan (sementara atau seterusnya), pengungsian dan atau relokasi, dan saran penanganan lainnya.

3
2.2 Aplikasi Pendidikan Kesehatan Dalam Pencegahan Dan Penanggulangan Dampak Buruk
Bencana Alam

1. Pendidikan Bencana

Pendidikan bencana adalah merupakan proses pembelajaran melalui penyediaan


informasi, pengetahuan, dan kewaspadaan terhadap peserta didik guna membentuk kesiapan
bencana di level individu dan komunitas melalui pendidikan bencana peserta didik didorong untuk
mengetahui resiko bencana, mengumpulkan infomasi terkait mitigasi bencana, dan
menerapkannya pada bencana ( shiwaku et al, 2007)
aplikasi bencana alam yang secara sederhana dapat diterapkan dalam kehidupan sehari – hari
meliputi melakukan simulasi bencana di keluarga, menolong korban bencana, memiliki
perlengkapan darurat ( disaster kit ), mengetahui tempat berlindung saat bencana , dan mengetahui
fasilitas tanggap darurat yang tersedia di instansi terkait (kapucu, 2008)

2. penanggulangan dampak buruk bencana alam

2.3 Pembedayaan Masyarakat Pada Bencana Alam

Kondisi masyarakat di sekitar daerah yang terkena musibah pasca bencana biasanya akan
menjadi terkatung katung tidak jelas akibat memburuknya keaadaan pasca bencana., akibat
kehilangan harta benda yang mereka miliki. sehinga banyak diantara mereka yang patah arah
dalam menentukan hidup selanjutnya. Hal yang bisa menolong membangkitkan keadaan tersebut
adalah melakukan pemberdayaan masyarakat. Masyarakat perlu mendapatkan fasilitas dan skill
yang dapat menjadi bekal bagi mereka kelak. Perawat dapat melakukan pelatihan pelatihan
keterampilan yang difasilitasi dan berkolaborasi dengan instansi ataupun LSM yang bergerak
dalam bidang itu. Sehinnga diharapkan masyarakat di sekitar daerah bencana akan mampu
membangun kehidupannya kedepan lewat kemampuan yang ia miliki.
Untuk mewujudkan tindakan di atas, menurut Mepsa (2012) perlu adanya beberapa hal yang harus
dimiliki oleh seorang perawat, diantaranya adalah, perawat harus memiliki skill keperawatan yang
baik, perawat harus memiliki jiwa dan sikap kepedulian, perawat harus memahami managemen
siaga bencana.
Adapun peran perawat dalam menagemen siaga bencana adalah sebagai berikut :

A. Peran perawat dalam fase pre-impect

1. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan
ancaman bencana.
2. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah
nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana.

4
3. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan
kesiapan masyarakat dalam mengahdapi bencana.

B. Peran perawat dalam fase impact

1. Bertindak cepat
2. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan maksud memberikan
harapan yang besar pada korban yang selamat.
3. Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
4. Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
5. Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan merancang
master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.

C. Peran perawat dalam fase post impact

1. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban.
2. Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic stress
disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma
pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui
flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan
menunjukan gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan
konsentrasi, perasaan bersalah dan gangguan memori.
3. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsure
lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat
fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.

2.4 Pendidikan Dan Kesiapsiagaan Bencana

Pendidikan dan pelatihan kebencanaan merupakan salah satu upaya penanggulangan


bencana pada tahap kesiapsiagaan bencana. (Renstra BNPB 2010-2014).
Pelatihan yang diperlukan berkaitan dengan penanggulangan bencana misalnya:

1. Pelatihan mengenai manajemen resiko bencana, diharapkan petugas memiliki wawasan


mengenai manajemen bencana termasuk perundang- undangannya sehingga mampu
mengembangkannya dilingkungan masing-masing, mampu menyusun dan menilai suatu
analisa resiko bencana.
2. Pelatihan mengenai penanganan suatu bencana menurut jenisnya, misalnya bencana banjir,
longsor, gempa bumi, tsunami, bencana industri, atau bencana sosial.
3. Teknik melakukan pertolongan seperti resque atau penyelamatan lainnya.
4. Teknik bantuan medis (P3K) dan bantuan medis lainnya.

5
5. Pelatihan mengenai prosedur penanggulangan bencana yang meliputi mitigasi bencana,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi dan rekonstruksi.
6. Pelatihan mengenai sistem informasi dan komunikasi bencana.
7. Pelatihan manajemen logistik bencana.
8. Pelatihan standar pelayanan minimal kesehatan bencana dan pengungsi.

Kesiapsiagaan adalah upaya menghadapi situasi darurat serta mengenali berbagai sumber daya
untuk memenuhi kebutuhan pada saat itu, Hal ini bertujuan agar warga mempunyai persiapan yang
lebih baik untuk mengahdapi bencana. Contoh tindakan kesiapsiagaan :

1. Pembuatan system peringatan dini


2. Membuat system pemantauan ancaman
3. Pembuatan rencana evakuasi
4. Membuat tempat dan sarana evakuasi
5. Penyusun rencana darurat, rencana siaga
6. Pelatihan, gladi, simulasi atau uji coba
7. Memasang rambu evakuasi dan peringatan dini

2.5 Evidence Based Practice Keperawatan Bencana

Evidence based practice ( EBP ) adalah proses penggunaan bukti – bukti terbaik yang jelas
tegas dan berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien.
Dalam penerapan EBP harus memenuhi 3 kriteria yaitu berdasarkan bukti empiris, sesuai dengan
keinginan pasien, dan adanya keahlian dari praktisi

Menurut Pasal 48 Undang-Undang Penanggulangan Bencana menyebutkan bahwa


penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:

1) pengkajian secara cepat dan tepat terhadaplokasi, kerusakan, dan sumber daya
2) penentuan status keadaan darurat bencana
3) penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana
4) pemenuhan kebutuhan dasar
5) perlindungan terhadap kelompok rentan
6) pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

6
Tabel 1 Data Demografi Aspek, Peran, dan Kepemimpinan
No Aspek Peran
1 Pencarian dan Melokalisasi korban.
penyelamatan
Memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
pengumpulan/penampungan.

Memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat


kejadian).

Memberi pertolongan pertama jika diperlukan.

Memindahkan korban ke pos medis lapangan jika


diperlukan.

2 Triase Identifikasi secara cepat korban yang membutuhkan


stabilisasi segera (perawatan di lapangan).

Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan


pembedahan darurat (life saving surgery).

Pasien harus diidentifikasi dan diletakkan secara cepat dan


tepat, mengelompokkan korban sesuai dengan keparahan
pada masingmasing warna tag yaitu kuning dan merah.

Area tindakan harus ditentukan sebelumnya dan diberi


tanda.

Penemuan, isolasi dan tindakan pasien


terkontaminasi/terinfeksi harus diutamakan.

3 Pertolongan pertama Mengobati luka ringan secara efektif dengan melakukan


teknik pertolongan pertama, seperti kontrol perdarahan,
mengobati shock dan menstabilkan patah tulang.

Melakukan pertolongan bantuan hidup dasar seperti


manajemen perdarahan eksternal, mengamankan
pernafasan, dan melakukan teknik yang sesuai dalam
penanganan cedera.

Mempunyai keterampilan Pertolongan pertama seperti


membersihkan jalan napas, melakukan resusitasi dari
mulut-mulut, melakukan CPR/RJP, mengobati shock, dan
mengendalikan perdarahan.

7
Membuka saluran udara secepat mungkin dan memeriksa
obstruksi saluran napas harus menjadi tindakan pertama,
jika perlu saluran udara harus dibuka dengan metode
Head-Tilt/Chin-Lift.

Mengalokasikan pertolongan pertama pada korban dengan


perdarahan, maka perawat harus mnghentikan perdarahan,
karena perdarahan yang tidak terkontrol dapat
menyebabkan kelemahan dan apabila akhirnya shock dapat
menyebabkan korban meninggal.

4 Proses pemindahan Pemeriksaan kondisi dan stabilitas pasien dengan


korban memantau tandatanda vital;

Pemeriksaan peralatan yang melekat pada tubuh pasien


seperti infus, pipa ventilator/oksigen, peralatan
immobilisasi dan lain-­‐lain.

5 Perawatan di rumah sakit Mengukur kapasitas perawatan rumah sakit.

Lokasi perawatan di rumah sakit

Hubungan dengan perawatan di lapangan.

Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka.

Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS, harus


ditentukan, tempat tidur harus tersedia di IGD, OK,
ruangan dan ICU.

6 RHA Menilai kesehatan secara cepat melalui pengumpulan


informasi cepat dengan analisis besaran masalah sebagai
dasar mengambil keputusan akan kebutuhan untuk
tindakan penanggulangan segera.

8
7 Peran perawat di dalam Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek
posko pengungsian dan kesehatan sehari-hari.
posko bencana
Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan
harian.

Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang


memerlukan penanganan kesehatan di RS.

Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian.

Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan,


makanan khusus bayi, peralatan kesehatan.

Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan


penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga
membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi
dengan perawat jiwa.

Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada


korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan
seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi
psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual
muntah, dan kelemahan otot).

Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak,


dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal
dengan terapi bermain.

Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh


para psikolog dan psikiater.

Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai


pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang
tidak mengungsi.

8 Peran perawat dalam fase Membantu memulihkan kondisi fisik yang memerlukan
Membantu masyarakat penyembuhan jangka waktu yang lama untuk normal
untuk kembali pada kembali
kehidupan normal
postimpact melalui
proses konsultasi atau
edukasi.

9
BAB 3

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

10

Anda mungkin juga menyukai