Anda di halaman 1dari 26

PRESENTASI KASUS

ASMA BRONKIAL

Disusun oleh:

Ahmad Mukhtar Labib

1102015011

Pembimbing:

dr Dewi Danawati Sp.P

KEPANITRAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KABUPATEN BEKASI
PERIODE 8 APRIL 2019 – 22 JUNI 2019
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. 1

DAFTAR ISI........................................................................................................... 2

BAB I PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN ....................................................................................... 3

II. ANAMNESIS ................................................................................................... 3

III. PEMERIKSAAN FISIK .................................................................................. 5

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................... 8

V. RESUME ........................................................................................................ 10

VI. DIAGNOSIS KLINIS .................................................................................... 10

VII. DIAGNOSIS BANDING ............................................................................. 10

VIII. PERENCANAAN....................................................................................... 10

IX. PROGNOSIS ................................................................................................. 11

BAB II ANALISA KASUS .................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 24

2
BAB I
PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Puji Astuti
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 45 tahun
Alamat : Griya Pratama No. 06, Sumber Jaya
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk RS : 27 Mei 2019, 10.22 WIB

II. ANAMNESIS
Anamnesis menggunakan teknik autoanamnesis pada tanggal 27 Mei 2019 di
Ruang Poli Paru RSUD Kabupaten Bekasi.

A. Anamnesis
Keluhan utama : Sesak napas 1 minggu SMRS.
Keluhan tambahan : Suara napas ngik-ngik, batuk berdahak, demam, dan
mual.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli Paru RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal
27 Mei 2019 dengan keluhan sesak napas 1 minggu SMRS. Sesak napas
timbul mendadak pada jam 1 dini hari dan dirasakan memberat
dibandingkan serangan sebelumnya. Sesak napas dikatakan pasien
muncul sejak 10 tahun yang lalu setelah menikah. Sesak napas dikatakan
sudah terjadi ± 2 kali dalam seminggu terakhir. Pasien membaik bila
dalam keadaan duduk dan meminum air hangat serta. Memberat dalam
3
keadaan berbaring. Pasien mengatakan sesak napas dapat timbul bila
terpapar dengan asap, udara dingin, saat capek dan mengangkat beban
berat.
Pasien mengeluh sesak napas yang dirasakan disertai bunyi napas
“ngik-ngik” dan terdapat batuk berdahak berwarna putih, tidak
didapatkan darah. Batuk muncul bersamaan dengan sesak napas. Tidak
ada penurunan berat badan dan keringat malam. Demam timbul
mendadak namun pasien tidak sempat mengukur suhu dan mual
dirasakan tanpa disertai muntah.
Pasien sebelumnya mengkonsumsi obat semprot mulut yang
diberikan klinik saat pasien berobat ke klinik untuk meredakan sesak
napasnya. Riwayat merokok disangkal dan jarang terpapar asap rokok.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal
dan batuk lama disangkal oleh pasien.

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Dua anak pasien memiliki riwayat asma. Riwayat keluarga dengan
hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penyakit ginjal disangkal
oleh pasien.

E. Riwayat Pengobatan
Pasien memiliki alergi terhadap obat ceftriaxone.
.

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Pemeriksaan Umum:
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Composmentis E4 M6 V5 (GCS: 15)
3. Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Heart Rate : 85 x/menit
Respiration Rate : 22 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Saturasi O2 : 99 %

B. Pemeriksaan Khusus:
1. Kulit
Turgor kulit elastis, tidak terdapat jaundice dan lesi pada kulit.

2. Kepala
Normocephal, rambut tidak mudah dicabut.

3. Mata
Konjungtiva anemis -/-
Sklera ikterik -/-
Refleks cahaya langsung +/+, Pupil Isokor

4. Telinga
Tidak ditemukan kelainan bentuk dan tidak ada sekret yang keluar
dari liang telinga (discharge -)

5. Hidung
 Tidak ada pernafasan cuping hidung.
 Tidak ditemukan kelainan bentuk pada hidung

5
 Discharge (-)
 Epistaksis (-)

6. Mulut
 Bibir tidak sianosis dan kering
 Lidah kering (-)
 Uvula ditengah
 Faring tidak hiperemis
 Tonsil T1-T1 tenang

7. Leher
 Jugular Vein Pressure (JVP) R 0
 Tidak terdapat adanya pembesaran kelenjar getah bening

8. Thorax
a. Paru
 Inspeksi : Normochest, dada simetris normal kanan
kiri pada gerakan statis dan dinamis.
Retraksi intercostal (-)
 Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris kanan
kiri pada kedua lapang paru. Nyeri tekan (-)
 Perkusi :
o Sonor diseluruh lapang paru
o Peranjakan Paru – Hepar terdapat dua jari dari batas Paru
- Hepar linea midclavicularis ICS 6
 Auskultasi : Suara vesikuler (+/+), Rhonki basah kasar
(+/+), Wheezing (+/+)

6
b. Jantung
 Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Pulsasi iktus cordis teraba pada 1 jari
medial linea midclavikularis sinistra ICS 5
 Perkusi :
o Batas jantung kanan : Linea sternalis dextra ICS 5
o Batas jantung kiri : Pada 1 jari medial dari linea
midclavicularis sinistra ICS 5
o Batas pingang jantung : Linea parasternalis sinistra
ICS 3
 Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular murni, tidak
ada suara tambahan

9. Abdomen
 Inspeksi : Abdomen datar, asites (-), sikatrik (-),
caput medusae (-), spider nevi (-).
 Auskultasi : Bising usus (+) normal
 Palpasi : Supel, nyeri tekan (-) undulasi (-), hepar dan
lien tidak teraba.
 Perkusi : Timpani pada seluruh abdomen,
shifting dullnes (-)

10. Ekstremitas
Akral hangat, capillary refilll time (CRT) < 2 detik, tidak ada udem,
eritema palmaris (-).

7
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI
Darah Rutin (21 Mei 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hemaglobin 13.6 g/dL 13 – 18

Hematokrit 38 % 40 – 54

Eritrosit 5 106/µL 4.6 – 6.2

MCV 75 fl 80 – 96

MCH 27 Pg/ml 28 – 33

MCHC 36 g/dl 33 – 36

Trombosit 296 103/µL 150 – 450

Leukosit 7.7 103/µL 5 - 10

Hitung Jenis

Basofil 0 % 0–1

Eosinofil 0 % 1–6

Neutrofil 93 % 50 – 70

Limfosit 5 % 20 – 40

Monosit 2 % 2–9

LED 45 % <15

8
Kimia Klinik
Ureum Kreatinin
Ureum 15 mg/dl 15 – 40

Kreatinin 0.7 mg/dl 0.51 – 0.95

eGFR 105 ml/min/1.73 m2 >60 ml/min/1.73


m2

Paket Elektronik

Natrium 141 mmol/L 135 – 145

Kalium 3 mmol/L 3.4 – 4.4

Klorida 104 mmol/L 96 - 106

Pemeriksaan Rontgen Thorax

Thorax PA
Cor: CTR<50%
Corakan bronkovaskuler kedua paru dalam batas normal.
Kedua hemidiafragma licin, sudut costofrenikus lancip.
Tulang dan jaringan lunak dinding dada baik.

Kesan: Cor dan pulmo dalam batas normal

9
V. RESUME

Seorang perempuan berusia 45 tahun datang dengan keluhan sesak


napas 1 minggu SMRS. Sesak napas dirasakan pada pagi hari disertai
suara “ngik-ngik”. Sesak napas dikatakan sudah terjadi ± 2 kali dalam
seminggu terakhir. Pasien mengatakan sesak napas dapat timbul bila
terpapar dengan asap, udara dingin, saat capek dan mengangkat beban
berat.
Keluhan lain yaitu demam (+), mual (+), batuk berdahak
berwarna putih, darah (-), keringat malam (-), BB menurun disangkal.
Riwayat meorok (-).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan rhonki dan wheezing pada
paru kanan dan kiri depan saat auskultasi. Pemeriksaan fisik lainnya
dalam batas normal. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
penurunan hematokrit (38 %) dan limfosit (5%). Terjadi peningkatan
neutrofil (93 %) dan LED (45 %). Hasil darah rutin lainnya,
pemeriksaan paket elektrolit dan Ureum Kreatinin dalam batas normal.
Pada rontgen thorax PA kesan Cor dan pulmo dalam batas normal

VI. DIAGNOSIS KLINIS


 Asma Bronkial Persisten Ringan dengan eksaserbasi ringan -
sedang

VII. DIAGNOSIS BANDING


 PPOK
 TB paru

VIII. PERENCANAAN
1. Rencana Diagnostik
o Pemeriksaan Spirometri
o Pemeriksaan IgE spesifik
o Pemeriksaan kultur sputum BTA +

10
2. Rencana Terapi
o Methylprednisolone 3 x 4mg 1 tab
o Symbicort 2 x 160 mcg
o Omeprazole 2 x 10 mg 1 tab
o Cetirizine 2 x 10 mg 1 tab
o Acetylcysteine 3 x 200 mg 1 tab

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

11
BAB II
ANALISA KASUS

1. Apakah penegakan diagnosis pada pasien ini sudah benar?

Asma merupakan penyakit heterogen yang biasanya memiliki


karakteristik inflamasi kronik saluran napas. Penyakit ini ditandai dengan
gejala pernapasan seperti mengi, sesak napas, dada terasa berat, dan batuk yang
bervariasi dalam hal waktu dan intensitas, disertai variasi hambatan aliran udara
ekspirasi.1
Global Initiative for Asthma (GINA) mengajukan klasifikasi asma menjadi
1) asma terkontrol, 2) asma terkontrol sebagian, 3) asma tidak terkontrol
berdasarkan gejala siang/malam, aktivitas, pemakaian obat pelega, serta
eksaserbasi. 1 Derajat kontrol asma dapat dinilai dari 4 pertanyaan berikut :

1. Apakah ada gejala siang hari >2x / pekan ?


2. Apakah pernah terbangun di malam hari karena asma ?
3. Apakah penggunaan pelega >2x/ pekan ?
4. Apakah ada keterbatasan aktivitas akibat asma ?

Pasien termasuk dalam kelompok terkontrol baik apabila tidak mengalami keempat
hal tersebut. Terkontrol sebagian apabila mengalami 1 hingga 2 hal dari pertanyaan
tersebut dan tidak terkontrol bila mengalami 3 hingga 4 kondisi dari pertanyaan di
atas.2
Derajat beratnya asma pada keadaan stabil dan belum mendapatkan
pengobatan asma standar adalah1:
Intermiten Persisten Persisten Persisten berat
ringan sedang
Bulanan : Setiap pekan : Harian : Terus- menerus
Gejala
- <1x sepekan - >1x sepekan - Setiap hari

12
- Gejala (-) di - <1x / hari - Butuh - Terus
luar - Serangan bronkodilator menerus
serangan mengganggu tiap hari - Sering
- Serangan aktivitas dan - Serangan kambuh
singkat tidur mengganggu - Aktivitas
aktivitas dan fisik terbatas
tidur
≤ 2x / bulan ≥ 2x/ bulan > 1x sepekan Sering
Malam
≥ 80% prediksi ≥ 80% prediksi 60-80% ≤ 60% prediksi
VEP1
prediksi
≥ 80% terbaik ≥ 80% terbaik 60-80% terbaik ≤ 60% terbaik
APE
< 20% 20 – 30% > 30% > 30 %
Variabilitas

Sedangkan pembagian berdasarkan derajat beratnya eksaserbasi adalah :

Ringan – sedang Berat Mengancam Jiwa


Posisi Duduk Duduk Penurunan
membungkuk kesadaran, silent
Kesadaran Tidak agitasi Agitasi chest, pernapasan
Frekuensi napas Meningkat < 30 > 30 kali/ menit paradoksan
kali/ menit

Frekuensi napas Meningkat < 30 > 30 kali/ menit


kali/ menit
Otot bantu napas Tidak ada Ada
Frekuensi nadi 100 – 120 kali/ >120 kali/ menit
menit
Saturasi <90 – 95% <90 %

13
APE >50% nilai <50 % nilai
prediksi prediksi

Diagnosis asma didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisis, dan


pemeriksaan penunjang.2
A. Anamnesis
Pada anamnesis akan dijumpai keluhan batuk, sesak, mengi, atau rasa
berat di dada. Tetapi kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang
umunya timbul pada malam hari atau sewaktu beraktivitas. Adanya penyakit
alergi yang lain pada pasien maupun kelurganya seperti rhinitis alergi, atau
dermatitis atopic membantu diagnosis asma.2
Pada saat anamnesis pasien mengeluh adanya sesak napas pada pagi hari
disertai suara “ngik-ngik”. Sesak napas dirasakan memberat dibandingkan
sebelumnya. Pasien mengatakan sesak napas dapat timbul bila terpapar dengan
asap, udara dingin, saat capek dan mengangkat beban berat. Pada riwayat
keluarga kedua anak pasien memiliki riwayat asma.
Keluhan lain yaitu adanya batuk berdahak berwarna putih tanpa darah dan
didaptkan demam dan mual.

B. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan mengi saat ekspirasi, tetapi
seringkali hanya terdengar pada ekspirasi paksa. Terkadang mengi dapat tidak
terdengar pada kondisi asma eksaserbasi berat diakibatkan penurunan aliran
udara yang cukup bermakna.1 Penemuan tanda pada pemeriksaan fisik pasien
asma tergantung pada derajat obstruksi saluran napas. Ekspirasi memanjang,
mengi, hiperinflasi dada, pernapasan cepat sampai sianosis dapat dijumpai pada
pasien asma.2
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan wheezing pada saat asukultasi
dinding dada dan ada ekspirasi memanjang. Menandakan adanya obstruksi pada
saluran napas sehingga timbul adanya wheezing.

14
C. Pemeriksaan Penunjang1
 Dasar: foto toraks normal/ hiperinflasi
 Arus Puncak Ekspirasi (APE): menurun, dengan pemberian
bronkodilator (inhalasi salbutamol 400 µg atau 2 x 2 semprot)
meningkat ≥ 20%
 Spirometri: VEP / KVP <75% dengan pemberian bronkodilator
meningkat ≥12% dan 200 ml
 Penunjang lain:
o Variasi diurnal dengan APE ≥ 20%
o Eosinofil total ≥ 300 (≥ 4%)
o Uji provokasi bronkus (metakolin/histamin)
o Uji kulit (skin prick test)
o FeNo

Pada pasien pemeriksaan penunjang yang sudah dilakukan adalah


darah lengkap dan foto rontgent thorax PA. Hasil pada pemeriksaan darah
lengkap ditemukan penurunan hematokrit (38 %) dan limfosit (5%). Terjadi
peningkatan neutrofil (93 %) dan LED (45 %). Hasil darah rutin lainnya,
pemeriksaan paket elektrolit dan Ureum Kreatinin dalam batas normal. Pada
rontgen thorax PA kesan Cor dan pulmo dalam batas normal. Untuk
mendapatkan diagnosis yang pasti dibutuhkan tes spirometry sebagai gold
standard.

2. Apakah penyebab keluhan pada pasien ini


Etiologi terjadinya asma disebabkan oleh sejumlah faktor. Diyakini
penyebab maupun pencetus terjadinya serangan asma adalah faktor-faktor
yang dapat menginduksi respons inflamasi seperti faktor lingkungan berupa
allergen, virus, dan iritan. Risiko berkembang asma merupakan interaksi
antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan. Selain itu, atopi
merupakan faktor utama yang mempengaruhi perkembangan asma. Faktor
atopi merupakan faktor pejamu.3
15
Selain atopi, termasuk juga faktor pejamu antara lain hipereaktivitas
bronkus, jenis kelamin dan ras. Faktor genetik dari orangtua merupakan salah
satu faktor utama atopi pada anaknya yang selanjutnya menjadi faktor
predisposisi terjadinya asma. Faktor lingkungan seperti sensitisasi lingkungan
kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi saluran pernafasan, diet, dan status
sosio ekonomi dapat menyebabkan terjadinya ekseserbasi gejala asma.3
Pasien mengatakan sesak napas dapat timbul bila terpapar dengan asap,
udara dingin, saat capek dan mengangkat beban berat. Pada riwayat keluarga
kedua anak pasien memiliki riwayat asma. Faktor pencetus tersebut dapat
memicu terjadinya asma sesuai dengan uraian diatas.

3. Bagaimana tatalaksana pada pasien tersebut?


Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit menjadikan
asma terkontrol. Asma yang terkontrol penuh dapat didefinisikan jika tidak ada
gejala pada siang hari, tidak terbangun dari tidur karena serangan asma, tidak
ada keterbatasan aktivitas termasuk latihan, fungsi paru normal (VEP1 dan/atau
APE >80% prediksi atau terbaik) dan efek samping yang minimal dari obat.
Dalam menetapkan atau merencanakan pengobatan jangka panjang untuk
mencapai dan mempertahankan keadaan asma yang terkontrol, terdapat 4 faktor
yang perlu dipertimbangkan1:

1. Medikasi (obat- obatan) yang terdiri dari pengontrol dan pelega


2. Tahapan pengobatan yang terdiri dari 5 tahapan, tahap 1 hingga tahap 5
3. Penatalaksanaan non farmakologis
4. Penanganan asma mandiri yang tercapai dengan pemberian edukasi
yang baik oleh dokter, yaitu merencanakan pengobatan asma jangka
panjang sesuai kondisi pasien yang sesungguhnya sehingga tercapai
asma yang terkontrol.

16
Pengontrol (Controller)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,


diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma
terkontrol pada asma persisten. Yang termasuk obat pengontrol1:

 Kortikosteroid inhalasi
Obat glukokortikosteroid adalah medikasi jangka panjang yang
paling efektif untuk mengontrol asma. Berbagai penelitian menunjukkan
penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan
hipereaktivitas bronkus, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat
serangan serta memperbaiki kualitas hidup. Steroid inhalasi ditoleransi
dengan baik dan aman pada dosis yang direkomendasikan. Kortikosteroid
inhalasi (ICS) harus dipertimbangkan untuk orang dewasa, anak- anak
berusia 5-12 tahun dan anak- anak di bawah usia lima tahun jika mengalami
hal berikut : 1) menggunakan inhalasi agonis β2 tiga kali seminggu atau
lebih; 2) gejala tiga kali seminggu atau lebih; 3) terbangun pada satu malam
dalam seminggu.1

 Kortikosteroid sistemik
Cara pemberiannya adalah dengan oral atau parenteral. Biasanya
digunakan pada asma persisten berat (setiap hari atau selang sehari).
Penggunaan steroid inhalasi untuk jangka panjang lebih baik dibandingkan
dengan steroid oral, sehingga di Indonesia steroid oral jangka panjang
terpaksa diberikan apabila penderita asma persisten (sedang-berat) tetapi
tidak mampu membeli steroid inhalasi dianjurkan untuk
mempertimbangkan beberapa hal untuk mengurangi efek sistemik yaitu,
gunakan prednisone, prednisolon, atau metilprednisolon karena mempunyai
efek mineralkortikoid minimal, waktu paruh pendek dan efek striae pada
otot minimal, bentuk oral bukan parenteral, penggunaan selang sehari atau
sekali sehari pagi hari. Efek samping yang terbentuk adalah osteoporosis,

17
hipertensi, diabetes, supresi aksis adrenal pituatari hipotalamus, katarak,
glaukoma, obesitas, penipisan kulit, striae dan kelemahan otot.3

 Sodium kromoglikat (kromolin)


Obat ini termasuk antiinflamasi nonsteroid, menhambat pelepasan
mediator dan sel mast yang bergantung terhadap dosis dan seleksi serta
supresi sel inflamasi tertentu (makrofag, eosinophil, monosit). Pemberian
dengan inhalasi dan ditujukan untuk pengontrol asma persisten ringan. Efek
samping umumnya minimal seperti batuk, atau rasa obat tidak enak saat
melakukan inhalasi.
 Nedokromil sodium
 Metilsantin
Teofilin merupakan bronkodilator dan mempunyai efek
antiinflamasi. Sebagai pelega, teofilin/aminofilin oral diberikan
bersamaan/kombinasi dengan agonis beta-2 kerja singkat, sebagai alternatif
bronkodilator jika diperlukan. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat
digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian
jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Efek
samping berpotensi terjadi pada dosis tinggi (≥ 10 mg/kgBB/hari atau
lebih), hal itu dapat dicegah dengan pemberian dosis yang tepat dengan
monitor yang tepat juga. Gejala yang paling sering terjadi adalah
gastrointenstinal nausea dan muntah. Interaksi dengan simetidin, kuinolon
dan makrolid dapat memengaruhi dosis pemberian obat tersebut.
 Agonis β2 kerja lama
Obat yang termasuk ke dalam agonis β2 kerja lama inhalasi adalah
salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (>12 jam).
Agonis β2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan
mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah, dan memodulasi
penglepasan mediator dari sel mast dan basophil.

18
 Leukotriene modifier atau antagonis leukotrien
Obat ini merupakan antiasma yang relative baru dan pemberiannya melalui
oral. Mekanisme kerja dengan menghasilkan efek bronkodilator minimal
dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan
latihan. Selain bersifat bronkodilator, leukotrien juga mempunyai efek
antiinflamasi.
 Antimuskarinik / antikolinergik kerja lama
 Anti IgE (omalizumab)

Pelega (Reliever)

Digunakan untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,


memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan
gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk tetapi tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hipereaktivitas bronkus.

Jenis pelega yaitu:

 Agonis β2 kerja singkat


Mekanisme kerja obat ini adalah merelaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh
darah, dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast.

 Kortikosteroid sistemik (steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila


penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum
tercapai. Penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain).
 Antimuskarinik / antikolinergik kerja singkat
 Aminofillin

19
 Adrenalin
Adrenalin dapat digunakan sebagai pilihan pada asma eksaserbasi
sedang sampai berat, bila tidak tersedia agonis β2 atau tidak respons dengan
agonis β2 kerja singkat. Pada pasien usia di atas 45 tahun dan yang
mempunyai riwayat kardiovaskular sebaiknya obat ini tidak diberikan.

Tahapan pengobatan asma 2

 Kelompok pasien yang memerlukan pengobatan tahap 1 adalah :


Ada gejala asma atau butuh SABA kurang dari dua kali sebulan, tidak
ada bangun tidur karena asma dalam sebulan terakhir, tidak ada faktor risiko
untuk serangan (termasuk tidak mengalami serangan dalam setahun terakhir)
Pilihan : Jika dibutuhkan inhaler pelega
Jika dibutuhkan inhalasi agonis β2 kerja singkat (SABA)

 Kelompok pasien yang memerlukan pengobatan tahap 2 adalah :


a. Ada gejala asma yang jarang, tetapi pasien memiliki satu atau lebih factor
risiko serangan. Contohnya adalah fungsi paru yang rendah, atau serangan
yang membutuhkan kortokosteroid oral dalam setahun terakhir, atau pernah
dirawat di perawatan intensif untuk asmanya, berikan ICS dosis rendah
b. Ada gejala asma atau butuh SABA antara dua kali seminggu sampai dua
kali sebulan, atau pasien bangun oleh karena asma sekali atau lebih dalam
sebulan, berikan ICS dosis rendah
c. Ada gejala asma atau butuh SABA lebih dari dua kali seminggu, berikan
ICS dosis rendah, pilihan lain yang efektivitasnya lebih rendah adalah
leucotrien receptor antagonist (LTRA) atau teofilin.
Pilihan : Obat pengontrol dosis rendah, ditambah pelega bila diperlukan
ICS dosis rendah teratur ditambah SABA jika dibutuhkan

20
 Kelompok pasien yang memerlukan pengobatan tahap 3 adalah :
Ada gejala asma yang hampir setiap hari atau terbangun oleh karena asa satu
kali seminggu atau lebih, terutama jika terdapat factor risiko, berikan
kortikosteroid inhalasi dosis sedang/ tinggi atau dosis rendah ICS / LABA.
Pilihan : satu atau lebih pengontrol ditambah dengan pelega

 Kelompok pasien yang memerlukan pengobatan tahap 4 adalah :


Gambaran awal asma berat yang tidak terkontrol, atau eksaserbasi akut,
kortikosteroid oral jangka pendek dan mulai pengobatan pengontrol secara
teratur, pilihannya adalah kortikosteroid inhalasi dosis tinggi atau dosis
sedang ICS/LABA
Pilihan : dua atau lebih pengontrol ditambah dengan pelega

 Kelompok pasien yang memerlukan pengobatan tahap 5 adalah:


Pasien yang tidak memberikan respons adekuat dengan pengobatan tahap 4

Pilihan: pengobatan tingkat perawatan dan/atau penambahan pengobatan


Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Tahap 5
Pilihan ICS dosis ICS dosis ICS dosis Rujuk untuk
pengontrol rendah rendah/ sedang/ pengobatan
LABA*** tinggi/ tambahan
LABA
Pengontrol Pertimbangkan Leukotrien ICS dosis Tambahkan Tambahkan
pilihan ICS dosis receptor sedang. tiotropium* kortikosteroid
lain rendah antagonist ICS dosis ICS dosis oral dosis
(LTRA), rendah + tinggi rendah
teofilin LTRA LTRA
dosis (atau (atau
rendah teofilin*) teofilin*)
Pelega Jika dibutuhkan SABA Jika diperlukan SABA atau
ICS/Formoterol#
Hal yang - Berikan edukasi untuk manajemen mandiri
harus - Atasi factor risiko yang bias dimodifikasi contoh merokok,
diingat obesitas

21
- Berikan nasihat mengenai terapi non farmakologis seperti
aktivitas fisik, penurunan BB dan pencegahan terhadap pajanan
alergen
- Pertimbangkan peningkatan dosis jika gejala tidak terkontrol
- Pertimbangkan penambahan sublingual immunotherapy (SLIT)
pada pasien dewasa yang sensitive tungau debu rumah
- Pertimbangkan penurunan dosis jika gejala terkontrol selama 3
bulan + risiko ekserbasi rendah
*tidak untuk anak <12 tahun
**untuk anak 6-11 tahun pertimbangkan pengobatan tahap 3 ICS dosis sedang
#dosis rendah dari budesonid/formoterol atau dosis rendah beklometason/formoterol
untuk terapi dan pemeliharaan

Tatalaksana Farmakologis Asma Bronkial4

Penatalaksanaan asma berdasarkan derajat beratnya asma

Klasifikasi derajat asma berdasarkan gejala klinis


Derajat asma Gejala Gejala malam Faal paru
Intermiten  Gejala <  Bulanan  APE >80 %
1x/minggu  2 kali sebulan  VEP1 >80 %
nilai prediksi

22
 Tanpa gejala di  APE >80 %
luar serangan nilai terbaik
 Serangan  Variabilitas
singkat APE <20 %
Persisten Ringan  Gejala >  Mingguan  APE >80 %
1x/minggu  >2 kali sebulan  VEP1 >80 %
 Terdapat < nilai prediksi
1x/hari  APE >80 %
 Serangan dapat nilai terbaik
mengganggu  Variabilitas
aktivitas dan APE 20-30 %
tidur
Persisten Sedang  Gejala setiap  Harian  APE 60- 80 %
hari  >1x /seminggu  VEP1 60- 80 %
 Serangan nilai prediksi
mengganggu  APE 60- 80 %
aktivitas dan nilai terbaik
tidur  Variabilitas
 Membutuhkan APE >30 %
bronkodilator
setiap hari
Persisten Berat  Gejala terus  Kontinyu  APE <60 %
menerus  Sering  VEP1 <60 %
 Sering kambuh nilai prediksi
 Aktivitas fisik  APE <60 %
terbatas nilai terbaik
 Variabilitas
APE >30 %

23
Pilihan terapi berdasarkan derajat berat asma1

Penatalaksanaan non farmakologis


a. Menghindari alergen
b. Meningkatkan kebugaran fisis
Olahraga menghasilkan kebugaran fisis secara umum
c. Berhenti atau tidak pernah merokok
d. Lingkungan kerja
24
DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Asma di Indonesia.Jakarta. 2018
2. Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi VI. Editor Siti Setiati dkk. Cetakan kedua. Interna Publishing.
Jakarta
3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Asma di Indonesia.Jakarta. 2003
4. Global Initiative for Asthma (GINA). 2016. Global Strategy for Asthma
Management and Prevention. Available at: www.ginasthma.org

25
26

Anda mungkin juga menyukai