Anda di halaman 1dari 13

mthrin topnotch WordPrss.

com site
KONSEP PERILAKU CARING
Oktober 15, 2012
BY METHAGAGARIN

1. Konsep Perilaku Caring


Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang mempunyai suatu paradigma atau
model keperawatan yang meliputi empat komponen yaitu : manusia, kesehatan, lingkungan dan perawat itu
sendiri. Perawat adalah suatu profesi yang mulia, karena memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam
melayani pasien yang sedang menderita sakit. Seorang perawat harus dapat melayani pasien dengan
sepenuh hati. Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang dihadapi oleh klien, selain itu
seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk itu seorang perawat memerlukan kemampuan untuk
memperhatikan orang lain, ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam
perilaku caring atau kasih sayang (Dwidiyanti, 2007).

Caring sangatlah penting untuk keperawatan. Caring adalah fokus pemersatu untuk praktek keperawatan.
Perilaku caring juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau
cara hidup manusia (Blais, 2007).

Caring juga merupakan sikap peduli, menghormati dan menghargai orang lain, artinya memberi perhatian
dan mempelajari kesukaan – kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak.
Memberikan asuhan (Caring) secara sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku
sederhana, karena caring merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan yang lebih baik,
perilaku caring bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial, pandangan hidup dan nilai kultur
setiap orang yg berbeda pada satu tempat ( Dwidiyanti, 2007 ).

Maka kinerja perawat khususnya pada perilaku caring menjadi sangat penting dalam
mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah sakit, dimana kualitas
pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang nantinya akan dapat meningkatkan kepuasan
pasien dan mutu pelayanan ( Potter & Perry, 2005 ).

Perilaku caringdalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar. Caring adalah kegiatan langsung
untuk memberikan bantuan, dukungan, atau membolehkan individu (kelompok) melalui antisipasi bantuan
untuk meningkatkan kondisi individu atau kehidupan George (2002) dikutip dalam Leininger (1979).

Leininger dalam Farland, (2002) mengemukakan juga bahwa caring adalah kebutuhan dasar manusia yang
esensial, caring adalah keperawatan, caring adalah penyembuhan, caring adalah jantung dan jiwa
keperawatan, caring adalah kekuatan, caring adalah ciri-ciri istimewa dari keperawatan sebagai suatu
profesi atau disiplin.

Meskipun perkataan caring telah digunakan secara umum, tetapi tidak terdapat definisi dan konseptualisasi
yang universal mengenai caring itu sendiri Leddy (1998) dikutip dalam Swanson (1991). Caring sulit
untuk didefinisikan karena memiliki makna yang banyak, sebagai kata benda atau kata kerja, sebagai
sesuatu yang dapat dirasakan, sebagai sikap ataupun perilaku (Berger & William, 1992).

1. Peran perawat yang caring


Peran perawat menurut CHS Community Health Service (1989) dikutip dalam Zaidin (2002) terdiri dari :

1. Sebagai pemberi asuhan keperawatan. Peran ini dapat dilakukan perawat dengan memperhatikan
keadaan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui pemberian pelayanan keperawatan
dengan menggunakan proses keperawatan sehingga dapat ditentukan diagnosa keperawatan agar bisa
direncanakan dan dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan keperawatan ini dilakukan
dari yang sederhana sampai dengan kompleks.
2. Sebagai advokat. Peran ini dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi lain khususnya dalam
pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien, juga dapat
berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-
baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya sendiri dan hak
untuk ganti rugi akibat kelalaian.
3. Sebagai edukator. Peran ini dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit dan tindakan yang diberikan, sehingga terjadi perubahan
perilaku dari pasien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
4. Sebagai koordinator. Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberi pelayanan kesehatan dapat
terarah serta sesuai dengan kebutuhan pasien.
5. Sebagai kolaborator. Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim kesehatan
yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan berupaya mengidentifikasi
pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan
bentuk pelayanan selanjutnya.
6. Sebagai konsultan. Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau tindakan
keperawatan yang diberikan tepat tujuan. Peran ini dilakukan atas permintaan pasien terhadap
informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang diberikan.
7. Sebagai pembaharu. Peran disini dapat dilakukan dengan mengadakan perencanaan, kerja sama,
perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan metode pemberian pelayanan keperawatan.

Menurut Leininger (1981), dikutip dalam Kozier dkk (2004) menjelaskan bahwa perawatan
dan caring adalah :

1. Caring meliputi tindakan-tindakan membantu, mendukung dan menfasilitasi orang lain atau
kelompok yang mempunyai kebutuhan yang nyata atau yang dipikirkan sebelumnya.
2. Caring berfungsi untuk meningkatkan kondisi manusia. Hal ini menekankan aktivitas yang
membantu dari seseorang dan kelompok yang didasarkan kepada model yang membantu
mendefinisikan secara budaya.
3. Caring sangat penting bagi perkembangan manusia, pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya.
4. Perilaku-perilaku caring meliputi rasa nyaman, perhatian, kasih, empati, minat, keterlibatan, kegiatan
konsultasi kesehatan, perilaku membantu, cinta, pengasuhan, keberadaan, perilaku melindungi,
perilaku memberikan stimulasi, penghilangan stress, dukungan, kelembutan, sentuhan dan
kepercayaan.
5. Asumsi-asumsi caring perawat
Caring merupakan kekuatan yang sangat penting dalam hubungan antara pasien dengan perawat, dan suatu
kekuatan untuk melindungi dan meningkatkan martabat pasien. Sebagai contoh, dibimbing oleh kerangka
kerja ini para perawat menggunakan sentuhan dan ucapan yang jujur untuk menegaskan kepada pasien
sebagai manusia, bukan objek-objek, dan membantu mereka membuat pilihan-pilihan dan menemukan arti
dalam pengalaman sakit mereka (Kozier, 2004).

Watson mengemukakan 11 asumsi yang berhubungan dengan caring, yaitu :

1. Perhatian dan kasih sayang merupakan kekuatan batin yang utama dan universal.
2. Kasih sayang yang bermutu dan caring adalah penting bagi kemanusiaan, tetapi sering diabaikan
dalam hubungan antar sesama.
3. Kemampuan untuk menyokong ideologi dan ideal caringdi dalam praktek keperawatan akan
mempengaruhi perkembangan dari peradaban dan menentukan kontribusi keperawatan kepada
masyarakat.
4. Caring terhadap diri sendiri adalah prasyarat bagi caring terhadap orang lain.
5. Keperawatan selalu memegang konsep caring di dalam berhubungan dengan orang lain dalam
rentang sehat-sakit.
6. Caring adalah esensi dari keperawatan dan merupakan fokus utama dalam praktek keperawatan.
7. Pelayanan kesehatan secara signifikan telah menekankan pada human care.
8. Pondasi caring keperawatan dipengaruhi oleh tekhnologi medis dan birokrasi institusi.
9. Penyediaan dan perkembangan dari human care menjadi isu yang hangat bagi keperawatan untuk
saat ini maupun masa yang akan datang.
10. Human care hanya dapat diterapkan secara efektif melalui hubungan interpersonal.
11. Kontribusi keperawatan kepada masyarakat terletak pada komitmen pada humancare (Nurachmah,
2001).

Tahap perkembangan hubungan caring :

1. Attachment (pertalian), empat tugas yang menandai pertalian yaitu recognisi (menyadari kehadiran
orang lain dan menerima orang ini dapat mempunyai arti), membuka diri (membagi informasi yang
beresiko rendah atau tidak mengancam), validasi (memberikan persetujuan pada informasi yang
dibagikan atau perilaku yang diperlihatkan) dan potensi (kehendak dan kekuatan untuk memajukan
hubungan).
2. Assiduity (perilaku selalu penuh perhatian), selama tahap ini perhatian yang diteliti diberikan pada
kerja menjalin hubungan kepedulian. Respek adalah perilaku atau tugas pertama dari assiduity,
respek melibatkan mengakui dan menerima keinginan, kebutuhan, kesukaan, perbedaan dan
permintaan orang lain. Selanjutnya potentiality, dimana recognisi diberikan pada kemungkinan
saling meningkatkan hubungan, yang tidak akan terjadi dengan mengorbankan individualitas orang
lain. Memperhatikan, melibatkan, mendengar dan menerima orang lain. Menurut Murray dan Bevis
ini merupakan salah satu aspek hubungan memperhatikan yang paling penting. Kejujuran diperlukan
agar hubungan menjadi terbuka, kejujuran dapat berupa mengatakan kebenaran atau keinginan untuk
tidak membahas sesuatu. Membuka diri terjadi dalam dua tahap yaitu rasa tanggung jawab dan
keberanian untuk maju.
3. Intimasi (melibatkan berbagi diri), tahap ditandai dengan hubungan fisik dan mental yang tepat.
Tugas dalam tahap ini memerlukan ketulusan (integritas, kepercayaan), membuka diri (yang
mempunyai arti menempatkan seseorang dalam posisi yang terbuka), wawasan (memiliki pandangan
yang cepat terhadap orang lain) dan perlibatan (orang lain dapat dilibatkan dalam hubungan tanpa
terancam).
4. Konfirmasi, validasi personal menghasilkan perasaan positif tentang kesadaran dan pertumbuhan.
Argumentasi memungkinkan untuk memperbesar, memperkuat dan lebih mempermudah hubungan
memperhatikan, karena kemampuan untuk peduli dengan dasar yang luas (Rothrock, 2000).
5. Faktor-faktor pembentuk perilaku caring

Struktur ilmu caring dibangun dari sepuluh faktor carative, yaitu:

1. Membentuk sistem nilai humanistik-altruistik.


Watson mengemukakan bahwa asuhan keperawatan didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan (humanistik)
dan perilaku mementingkan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi (altruistik). Hal ini dapat
dikembangkan melalui pemahaman nilai yang ada pada diri seseorang, keyakinan, interaksi, dan kultur
serta pengalaman pribadi. Semua ini dirasa perlu untuk mematangkan pribadi perawat agar dapat bersikap
altruistik terhadap orang lain.

a. Menanamkan keyakinan dan harapan ( faith-hope).

Pemahaman ini diperlukan untuk proses carative. Selain menekankan pentingnya obat-obatan
untuk curative, perawat juga perlu memberi tahu individu alternatif pengobatan lain yang tersedia (mis.,
meditasi, relaksasi, atau kekuatan penyembuhan oleh diri sendiri atau secara spritual). Dengan
mengembangkan hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis, harapan,
dan rasa percaya

b. Mengembangkan sensitivitas untuk diri sendiri dan orang lain.

Seorang perawat dituntut untuk mampu meningkatkan sensitivitas terhadap diri pribadi dan orang lain serta
bersikap lebih otentik. Perawat juga perlu memahami bahwa pikiran dan emosi seseorang merupakan
jendela jiwanya.

c. Membina hubungan saling percaya dan saling bantu (helping-trust).

Ciri hubungan helping-trust adalah harmonis, empati, dan hangat. Hubungan yang harmonis haruslah
hubungan yang dilakukan secara jujur dan terbuka, tidak dibuat-buat.

d. Meningkatkan dan menerima ungkapan perasaan positif dan negatif.

Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan pasien.

e. Menggunakan proses pemecahan masalah kreatif

Penggunaan sistematis metoda penyalesaian masalah untuk pengambilan keputusan. Perawat


menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada pasien.

f. Meningkatkan belajar mengajar transpersonal.

Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal, dan memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan personal pasien.

g. Menyediakan lingkungan yang suportif, protektif, atau memperbaiki mental, fisik, sosiokultural, dan
spiritual.

Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap kesehatan kondisi
penyakit pasien.

h. Membantu memuaskan kebutuhan-kebutuhan manusia.

Perawat perlu mengenali kebutuhan komperhensif diri dan pasien. Pemenuhan kebutuhan paling dasar
perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.

i. Memberikan keleluasaan untuk kekuatan ekstensial-fenomenologis-spiritual.

Ketiga faktor ini membantu seseorang mengerti kehidupan dan kematian. Selain itu, ketiganya dapat
membantu seseorang untuk menemukan kekuatan dan keberanian untuk menghadapi kehidupan dan
kematian

SUMBER :
Burnard, P. 2009. Caring & Communicating.Jakarta : EGC

Dwidiyanti, M. 2007. Caring. Semarang : Hapsari

Leininger, M. 2002, Transcultural Nursing, Concept, Theories, Research & Practice,Mc, Grow-Hill
Companies
REPORT THIS AD

REPORT THIS AD

Pengertian Caring Secara Umum


Secara bahasa, istilah caring diartikan sebagai tindakan
kepedulian. Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi
orang lain, pengawasan dengan waspada, serta suatu perasaaan empati pada orang lain dan
perasaan cinta atau menyayangi.
Pengertian caring berbeda dengan care. Care adalah fenomena yang berhubungan dengan orang
berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan perilaku kepada individu, keluarga, kelompok
dengan adanya kejadian untuk memenuhi kebutuhan aktual maupun potensial untuk meningkatkan
kondisi dan kualitas kehidupan manusia. Sedangkan caring adalah tindakan nyata dari care yang
menunjukkan suatu rasa kepedulian.
Terdapat beberapa pengertian caring menurut beberapa ahli, antara lain :
Florence nightingale (1860) : caring adalah tindakan yang menunjukkan pemanfaatan lingkungan
pasien dalam membantu penyembuhan, memberikan lingkungan bersih, ventilasi yang baik dan
tenang kepada pasien.
Delores gaut (1984) : caring tidak mempunyai pengertian yang tegas, tetapi ada tiga makna dimana
ketiganya tidak dapat dipisahkan, yaitu perhatian, bertanggung jawab, dan ikhlas.
Crips dan Taylor (2001) : caring merupakan fenomena universal yang mempengaruhi bagaimana
seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam hubungannya dengan orang lain.
Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan asuhan, tanggunggung jawab, dan ikhlas.
Crips dan Taylor (2001) : caring merupakan fenomena universal yang mempengaruhi bagaimana
seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku dalam hubungannya dengan orang lain.
Rubenfild (1999) : caring yaitu memberikan asuhan, dukungan emosional pada klien, keluarga, dan
kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan, dan
meningkatkan emosional pada klien, keluarga, dan kerabatnya secara verbal maupun nonverbal.
Jean watson (1985) : caring merupakan komitmen moral untuk melindungi, mempertahankan, dan
meningkatkan martabat manusia.
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dipersingkat bahwa pengertian caring secara umum
adalah suatu tindakan moral atas dasar kemanusiaan, sebagai suatu cerminan perhatian, perasaan
empati dan kasih sayang kepada orang lain, dilakukan dengan cara memberikan tindakan nyata
kepedulian, dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan kondisi kehidupan orang tersebut.
Caring merupakan inti dari keperawatan.
Persepsi Klien Tentang Caring
Penelitian tentang persepsi klien penting karena pelayanan kesehatan merupakan fokus terbesar
dari tingkat kepuasan klien. Jika klien merasakan penyelenggaraan pelayanan kesaehatan bersikap
sensitif, simpatik, merasa kasihan, dan tertarik terhadap mereka sebagai individu, mereka biasanya
menjadi teman sekerja yang aktif dalam merencanakan perawatan ( Attree, 2001 ). Klien dalam
penelitian ini menunjukkan bahwa mereka semakin puas saat perawat melakukan caring.
Biasanya klien dan perawat melakukan persepsi yang berbeda tentang caring ( Mayer, 1987;
Wolf, Miller, dan Devine, 2003 ). Untuk alasan tersebut, fokuskan pada membangun suatu hubungan
yang membuat perawat mengetahui apa yang penting bagi klien. Contoh, perawat mempunyai klien
yang takut untuk dipasang kateter intravena, perawat tersebut adalah perawat yang belum
terampil dalam memasukkan kateter intravena. Perawat tersebut memutuskan bahwa klien akan
lebih diuntungkan jika dibantu oleh perawat yang sudah terampil daripada memberikan penjelasan
prosedur untuk mengurangi kecemasan. Dengan mengetahui siapa klien, dapat membantu perawat
dalam memilih pendekatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien.
Etika Pelayanan
Watson ( 1988 ) menyarankan agar caring sebagai suatu sikap moral yang ideal, memberikan
sikap pendirian terhadap pihak yang melakukan intervensi seperti perawat. Sikap pendirian ini perlu
untuk menjamin bahwa perawat bekerja sesuai standar etika untuk tujuan dan motivasi yang baik.
Kata etika merujuk pada kebiasaan yang benar dan yang salah. Dalam setiap pertemuan dengan
klien, perawat harus mengetahui kebiasaan apa yang sesuai secara etika. Etika keperawatan
bersikap unik, sehingga perawat tidak boleh membuat keputusan hanya berdasarkan prinsip
intelektual atau analisis.
Etika keperawatan berfokus pada hubungan antara individu dengan karakter dan sikap perawat
terhadap orang lain. Etika keperawatan menempatkan perawat sebagai penolong klien,
memecahkan dilema etis dengan cara menghadirkan hubungan dan memberikan prioritas kepada
klien dengan kepribadian khusus.

Nurse Caring Behavior


1. Persepsi klien wanita ( Riemen, 1986 )
 Berespon terhadap keunikan klien
 Memahami dan mendukung perhatian klien
 Hadir secara fisik
 Memiliki sikap dan menunjukkan prilaku yang membuat klien merasa dihargai sebagai manusia
 Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
 Menunjukkan perhatian yang memberi kenyamanan dan merelaksasi klien
 Bersuara halus dan lembut
 Memberi perasaan nyaman
2. Persepsi klien pria ( Riemen, 1986 )
 Hadir secara fisik sehingga klien merasa dihargai
 Kembali ke klien dengan sukarela tanpa diminta
 Membuat klien merasa nyaman, relaks, dan aman
 Hadir untuk memberi kenyamanan dan memenuhi kebutuhan klien sebelum diminta
 Menggunakan suara dan sikap yang baik, halus, lembut dan menyenangkan
3. Persepsi klien kanker dan keluarga ( Mayer, 1986 )
 Mengetahui bagaimana memberikan injeksi dan mengelola peralatan
 Bersikap ceria
 Mendorong klien untuk menghubungi perawat bila klien mempunyai masalah
 Mengutamakan atau mendahulukan kepentingan klien
 Mengantisipasi pengalaman pertama adalah yang terberat
4. Persepsi klien dewasa yang dirawat ( Brown, 1986 )
 Kehadirannya menentramkan hati
 Memberikan informasi
 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan profesional
 Mampu menangani nyeri atau rasa sakit
 Memberi waktu yang lebih banyak dari yang dibutuhkan
 Mempromosikan otonomi
 Mengenali kualitas dan kebutuhan individual
 Selalu mengawasi klien

5. Persepsi dari keluarga


 Jujur
 Memberikan penjelasan dengan jelas
 Selalu menginformasikan keluarga
 Mencoba untuk membuat klien nyaman
 Menunjukkan minat dalam menjawab pertanyaan
 Memberikan perawatan emergensi bila perlu
 Menjawab pertanyaan anggota keluarga secara jujur, terbuka dan ikhlas
 Mengijinkan klien melakukan sesuatu untuk dirinya sebisa mungkin
 Mengajarkan keluarga cara memelihara kondisi fisik yang lebih nyaman

2.2 Perbedaan Caring dan Curing

Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat adalah ilmu kesehatan
tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau The Health Science of Caring (Lindberg,1990:40).
Secara bahasa, caring dapat diartikan sebagai tindakan kepedulian dan curing dapat diartikan
sebagai tindakan pengobatan. Namun, secara istilah caring dapat diartikan memberikan bantuan
kepada individu atau sebagai advokasi pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan
dasarnya. Sedangkan curing adalah upaya kesehatan dari kegiatan dokter dalam prakteknya untuk
mengobati klien. Dalam penerapannya, konsep caring dan curing mempunyai beberapa perbedaan,
diantaranya:
1. Caring merupakan tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekunder. Maksudnya
seorang perawat lebih melakukan tindakan kepedulian terhadap klien daripada memberikan
tindakan medis. Oleh karena itu, caring lebih identik dengan perawat.
2. Curing merupakan tugas primer seorang dokter dan caring adalah tugas sekunder. Maksudnya
seorang dokter lebih melibatkan tindakan medis tanpa melakukan tindakan caring yang berarti.
Oleh karena itu, curing lebih identik dengan dokter.
3. Dalam pelayanan kesehatan klien yang dilakukan perawat, ¾ nya adalah caring dan ¼ nya
adalahcuring.
4. Caring bersifat lebih “Healthogenic” daripada curing.
Maksudnya caring lebih menekankan pada peningkatan kesehatan daripada pengobatan. Di dalam
praktiknya, caring mengintegrasikan pengetahuan biofisik dan pengetahuan perilaku manusia untuk
meningkatkan derajat kesehatan dan untuk menyediakan pelayanan bagi mereka yang sakit.
5. Tujuan caring adalah membantu pelaksanaan rencana pengobatan/terapi dan membantu
klien beradaptasi dengan masalah kesehatan, mandiri memenuhi kebutuhan dasarnya, mencegah
penyakit, meningkatkan kesehatan dan meningkatkan fungsi tubuh sedangkan tujuan curing adalah
menentukan dan menyingkirkan penyebab penyakit atau mengubah problem penyakit dan
penanganannya.
6. Diagnosa dalam konsep curing dilakukan dengan mengungkapkan penyakit yang diderita
sedangkan diagnosa dalam konsep caring dilakukan dengan identifikasi masalah dan penyebab
berdasarkan kebutuhan dan respon klien.

2.3 Perilaku Caring Yang Dapat Ditemui Dalam Tatanan Keperawatan

Caring bukanlah sesuatu yang dapat diajarkan, tetapi merupakan hasil dari kebudayaan, nilai-
nilai, pengalaman, dan dari hubungan dengan orang lain. Sikap keperawatan yang berhubungan
dengancaring adalah kehadiran, sentuhan kasih sayang, mendengarkan, memahami klien, caring
dalam spiritual, dan perawatan keluarga.

1. Kehadiran
Kehadiran adalah suatu pertemuan antara seseorang dengan seseorang lainnya yang merupakan
sarana untuk mendekatkan diri dan menyampaikan manfaat caring. Menurut Fredriksson (1999),
kehadiran berarti “ada di” dan “ada dengan”. “Ada di” berarti kehadiran tidak hanya dalam bentuk
fisik, melainkan juga komunikasi dan pengertian. Sedangkan “ada dengan” berarti perawata selalu
bersedia dan ada untuk klien (Pederson, 1993). Kehadiran seorang perawat membantu
menenangkan rasa cemas dan takut klien karena situasi tertekan.
2. Sentuhan
Sentuhan merupakan salah satu pendekatan yang menenangkan dimana perawat dapat
mendekatkan diri dengan klien untuk memberikan perhatian dan dukungan. Ada dua jenis sentuhan,
yaitu sentuhan kontak dan sentuhan non-kontak. Sentuhan kontak merupakan sentuhan langsung
kullit dengan kulit. Sedangkan sentuhan non-kontak merupakan kontak mata. Kedua jenis sentuhan
ini digambarkn dalam tiga kategori :
a) Sentuhan Berorientasi-tugas
Saat melaksanakan tugas dan prosedur, perawat menggunakan sentuhan ini. Perlakuan yang ramah
dan cekatan ketika melaksanakan prosedur akan memberikan rasa aman kepada klien. Prosedur
dilakukan secara hati-hati dan atas pertimbangan kebutuhan klien.
b) Sentuhan Pelayanan (Caring)
Yang termasuk dalam sentuhan caring adalah memegang tangan klien, memijat punggung klien,
menempatkan klien dengan hati-hati, atau terlibat dalam pembicaraan (komunikasi non-verbal).
Sentuhan ini dapat mempengaruhi keamanan dan kenyamanan klien, meningkatkan harga diri, dan
memperbaiki orientasi tentang kanyataan (Boyek dan Watson, 1994).
c) Sentuhan Perlindungan
Sentuhan ini merupakan suatu bentuk sentuhan yang digunakan untuk melindungi perawat dan/atau
klien (fredriksson, 1999). Contoh dari sentuhan perlindungan adalah mencegah terjadinya
kecelakaan dengan cara menjaga dan mengingatkan klien agar tidak terjatuh.
Sentuhan dapat menimbulkan berbagai pesan, oleh karena itu harus digunakan secara bijaksana.
3. Mendengarkan
Untuk lebih mengerti dan memahami kebutuhan klien, mendengarkan merupakan kunci, sebab
hal ini menunjukkan perhatian penuh dan ketertarikan perawat. Mendengarkan membantu perawat
dalam memahami dan mengerti maksud klien dan membantu menolong klien mencari cara untuk
mendapatkan kedamaian.
4. Memahami klien
Salah satu proses caring menurut Swanson (1991) adalah memahami klien. Memahami klien
sebagai inti suatu proses digunakan perawat dalam membuat keputusan klinis. Memahami klien
merupakan pemahaman perawat terhadap klien sebagai acuan melakukan intervensi berikutnya
(Radwin,1995). Pemahaman klien merupakan gerbang penentu pelayanan sehingga, antara klien
dan perawat terjalin suatu hubungan yang baik dan saling memahami.
5. Caring Dalam Spiritual
Kepercayaan dan harapan individu mempunyai pengaruh terhadap kesehatan fisik seseorang.
Spiritual menawarkan rasa keterikatan yang baik, baik melalui hubungan intrapersonal atau
hubungan dengan dirinya sendiri, interpersonal atau hubungan dengan orang lain dan lingkungan,
serta transpersonal atau hubungan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi.
Hubungan caring terjalin dengan baik apabila antara perawat dan klien dapat memahami satu
sama lain sehingga keduanya bisa menjalin hubungan yang baik dengan melakukan hal seperti,
mengerahkan harapan bagi klien dan perawat; mendapatkan pengertian tentang gejala, penyakit,
atau perasaan yang diterima klien; membantu klien dalam menggunakan sumber daya sosial,
emosional, atau spiritual; memahami bahwa hubungan caring menghubungkan manusia dengan
manusia, roh dengan roh.

6. Perawatan Keluarga
Keluarga merupakan sumber daya penting. Keberhasilan intervensi keperawatan sering
bergantung pada keinginan keluarga untuk berbagi informasi dengan perawat untuk menyampaikan
terapi yang dianjurkan. Menjamin kesehatan klien dan membantu keluarga untuk aktif dalam proses
penyembuhan klien merupakan tugas penting anggota keluarga. Menunjukkan perawatan keluarga
dan perhatian pada klien membuat suatu keterbukaan yang kemudian dapat membentuk hubungan
yang baik dengan anggota keluarga klien.

2.4 Pengertian Transcultural Nursing


Transcultural Nursing adalah suatu keilmuwan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan
yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan,
sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini
digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada
manusia (Leininger, 2002).

Konsep Transcultural Nursing


Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis yang difokuskan pada prilaku individu
atau kelompok, serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat dan perilaku
sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. (Leininger, 2002).
Konsep Utama Transcultural Nursing:
Care : perawat memberikan bimbingan dukungan kepada klien  untuk meningkatkan kondisi klien
Caring : tindakan mendukung, berbentuk aksi atau tindakan
Culture : perawat mempelajari, saling share/berbagi pemahaman tentang kepercayaan dan budaya
klien
Cultural care : kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, norma/ kepercayaan
Nilai kultur : keputusan/kelayakan untuk bertindak
Perbedaan kultur : berupa variasi-variasi pola nilai yang ada di masyarakat mengenai keperawatan
Cultural care university : hal-hal umum dalam sistem nilai, norma dan budaya
Etnosentris : keyakinan ide, nilai, norma, kepercayaan lebih tinggi dari yang lain
Cultural Imposion : kecenderungan tenaga kesehatan memaksakan kepercayaan kepada klien
Peran dan Fungsi Transkultural
Budaya mempunyai pengaruh luas terhadap kehidupan individu . Oleh sebab itu , penting bagi
perawat mengenal latar belakang budaya orang yang dirawat ( Pasien ) . Misalnya kebiasaan hidup
sehari – hari , seperti tidur , makan , kebersihan diri , pekerjaan , pergaulan social , praktik
kesehatan , pendidikan anak ekspresi perasaan , hubungan kekeluargaaan , peranan masing –
masing orang menurut umur . Kultur juga terbagi dalam sub – kultur .
Subkultur adalah kelompok pada suatu kultur yang tidak seluruhnya mengaanut pandangan
keompok kultur yang lebih besar atau memberi makna yang berbeda . Kebiasaan hidup juga saling
berkaitan dengan kebiasaan cultural.
Nilai – nilai budaya Timur , menyebabkan sulitnya wanita yang hamil mendapat pelayanan dari
dokter pria . Dalam beberapa setting , lebih mudah menerima pelayanan kesehatan pre-natal dari
dokter wanita dan bidan . Hal ini menunjukkan bahwa budaya Timur masih kental dengan hal – hal
yang dianggap tabu.
Dalam tahun – tahun terakhir ini , makin ditekankan pentingknya pengaruh kultur terhadap
pelayanan perawatan . Perawatan Transkultural merupakan bidang yang relative baru ; ia berfokus
pada studi perbandingan nilai – nilai dan praktik budaya tentang kesehatan dan hubungannya
dengan perawatannya . Leininger ( 1991 ) mengatakan bahwa transcultural nursing merupakan
suatu area kajian ilmiah yang berkaitan dengan perbedaan maupun kesamaan nilai – nilai budaya (
nilai budaya yang berbeda ras , yang mempengaruhi pada seseorang perawat saat melakukan
asuhan keperawatan kepada pasien. Perawatan transkultural adalah berkaitan dengan praktik
budaya yang ditujukan untuk pemujaan dan pengobatan rakyat (tradisional) . Caring practices
adalah kegiatan perlindungan dan bantuan yang berkaitan dengan kesehatan.
Menurut Dr. Madelini Leininger , studi praktik pelayanan kesehatan transkultural adalah
berfungsi untuk meningkatkan pemahaman atas tingkah laku manusia dalam kaitan dengan
kesehatannya . Dengan mengidentifikasi praktik kesehatan dalam berbagai budaya ( kultur ) , baik
di masa lampau maupun zaman sekarang akan terkumpul persamaan – persamaan . Lininger
berpendapat , kombinasi pengetahuan tentang pola praktik transkultural dengan kemajuan
teknologi dapat menyebabkan makin sempurnanya pelayanan perawatan dan kesehatan orang
banyak dan berbagai kultur.

2.5 contoh-contoh aplikasi traskultural nursing pada beberapa masalah kesehatan


A. Aplikasi transkultural pada masalah penyakit kronik
Penyakit kronik adalah penyakit yang timbul bukan secara tiba-tiba, melainkan akumulasi dari
sesuatu penyakit hingga akhirnya menyebabkan penyakit itu sendiri. (Kalbe medical portal)
Penyakit kronik ditandai banyak penyebab. Contoh penyakit kronis adalah diabetes, penyakit
jantung, asma, hipertensi dan masih banyak lainnya. Ada hubungan antara penyakit kronis dengan
depresi. Depresi adalah kondisi kronis yang mempengaruhi pikiran seseorang, perasaan dan perilaku
sehingga sulit untuk mengatasi peristiwa kehidupan sehari-hari. (Andres Otero-Forero, Queensland Transcultural
Mental Health Centre).

Seseorang yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi menderita penyakit
kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma. Penyebab depresi itu sendiri kompleks, terkait
dengan lingkungan interaksi seseorang maupun kepribadiaannya sendiri. Beberapa faktor penyebab
umum adalah:
• Faktor herediter • Trauma Berbagai jenis
• Isolasi atau kesepian • Pengangguran depresi memerlukan
• konflik Keluarga • Kesulitan penyelesaian cara yang berbeda
dalam jenis
• Stres • Nyeri pengobatannya.
Untuk depresi ringan,
dapat dianjurkan
untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam kasus depresi parah, dianjurkan untuk
mengkonsumsi obat dan psikoterapi. Salah satu pendekatan yang muncul menjadi lebih umum untuk
segala bentuk depresi adalah manajemen diri. Manajemen diri mengacu pada strategi orang
menggunakan untuk berurusan dengan kondisi mereka. Dimana seseorang melibatkan tindakan,
sikap atau tujuan dalam mengambil atau membuat keputusan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di masyarakat saat ini amat
beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem pengobatan tradisional juga merupakan sub unsur
kebudayaan masyarakat sederhana yang telah dijadikan sebagai salah satu cara pengobatan.
Pengobatan inilah yang juga menjadi aplikasi dari transkultural dalam mengobati suatu penyakit
kronik. Pengobatan tradisional ini dilakukan berdasarkan budaya yang telah diwariskan turun-
temurun. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan dukun untuk menyembuhkan
penyakit TBC, yaitu daun waru yang diremas dan airnya dimasak sebanyak setengah gelas.
2. Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat disembuhkan dengan cara minta
ampun kepada penguasa hutan lalu memetik daun untuk dibuat ramuan untuk diminum dan
dioleskan ke seluruh tubuh.
3.

Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu kepala (Jawa: tuma) tiga kali
sehari untuk pengobatan penyakit kuning.
Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan bahan-bahan herbal. Herba
sambiloto menjadi sebuah contoh yang khasiatnya dipercaya oleh masyarakat dapat mengobati
penyakit-penyakit kronik, seperti hepatitis, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas
(bronchitis), radang ginjal (pielonefritis), radang telinga tengah (OMA), radang usus buntu, kencing
nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus). Daun lidah budaya dan tanaman pare juga
dijadikan sebagai pengobatan herbal. Tumbuhan tersebut berkhasiat menyebuhkan diabetes
melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara yang meyakini bahwa pengobatan
medis bukan satu-satunya cara mengobati penyakit kronik. Misalnya, di Afrika, penduduk Afrika
masih memiliki keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit. Mereka menganggap bahwa
obat-obatan tradisional sudah cukup untuk mengganti produk yag akan dibeli, bahkan mereka
menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional. Hal seperti ini juga terjadi di Amerika, Eropa,
dan Asia.

Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari
kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari
bantuan perawatan kesehatan. Selanjutnya, definisi nyeri menurut keperawatan adalah apapun
yang menyakitkan tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu
mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien nyeri adalah bahwa semua nyeri adalah
nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui. Keberadaan nyeri adalah berdasarkan hanya pada
laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh pasien berdasarkan apa
yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat setelah melakukan pengkajian tentang
latar belakang budaya pasien adalah sebagai berikut:
a.

Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami nyeri diharuskan untuk tidak
banyak bergerak karena jika banyak bergerak dapat memperparah dan menyebabkan nyeri
berlangsung lama. Menurut pandangan umat Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk
mengurangi tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu badan lurus dan
dimiringkan ke sebelah kanan. Hal ini menurut sunah rasul. Dengan posisi tersebut diharapkan
dapat meredakan nyeri karena peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak tertindih
badan sehingga dapat bekerja maksimal.
b. Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai bahwa ada beberapa obat
tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan lebih manjur dari obat yang diberikan oleh dokter.
Misalnya, obat urut dan tulang ‘Dapol Siburuk’ dari burung siburuk yang digunakan oleh masyarakat
Batak.
c. Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan dipijat atau
semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang singkat. Namun, harus diperhatikan bahwa
apabila salah memijat akan menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang merugikan
penderita. Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering didatangi orang banyak
apabila mengalami keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.
Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap mempertahankan baik
buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural sebaiknya dikonsultasikan kepada pihak medis
agar tidak menimbulkan hal yang tidak diinginkan.

3. Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental


Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat sebagai penyakit
jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-barat. Adanya variasi yang luas dari
kelompok sindroma dan nama-nama untuk menyebutkannya dalam berbagai masyarakat dunia,
Barat maupun non-Barat, telah mendorong para ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk menyatakan
bahwa penyakit jiwa adalah suatu ‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu hasil dari angota-
anggota masyarakat yang ‘beres’ yang merasa bahwa mereka membutuhkan sarana untuk
menjelaskan, memberi sanksi dan mengendalikan tingkahlaku sesama mereka yang menyimpang
atau yang berbahaya, tingkahlaku yang kadang-kadang hanya berbeda dengan tingkahlaku mereka
sendiri. Penyakit jiwa tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan semata-semata suatu masalah
sosial belaka. Memang benar-benar ada gangguan dalam pikiran, erasaan dan tingkahlaku yang
membutuhkan pengaturan pengobatan.(Edgerton 1969 : 70). Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa
non-barat lebih dijelaskan secara personalistik daripada naturalistik.

Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang tidak dapat
dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut. Kepercayaan yang tersebar luas bahwa
pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat mengakibatkan
penyakit, tidaklah tepat untuk diletakkan di dalam salah satu dari dua kategori besar tersebut.
Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi, kepercayaan-kepercayaan tersebut
boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam salah satu kategori. Misalnya, susto, penyakit
yang disebabkan oleh ketakutan, tersebar luas di Amerika Latin dan merupakan angan-angan.
Seseorang mungkin menjadi takut karena bertemu dengan hantu, roh, setan, atau karena hal-hal
yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan mati tenggelam. Apabila agen-nya berniat
jahat, etiologinya sudah tentu bersifat personalistik. Namun, kejadian-kejadian tersebut sering
merupakan suatu kebetulan atau kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam
ketakutan akan kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan pemikiran-
pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena agen. Kebanyakan pengobatan
yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun atau tabib-tabib yang sudah dipercaya penuh.
Terlebih lagi untuk pengobatan gangguan mental, hampir seluruh masyarakat desa mendatangi
dukun-dukun karena mereka percaya bahwa masalah gangguan jiwa/mental disebabkan oleh
gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya melakukan pengobatan dengan cara mengambil
dedaunan yang dianggap sakral, lalu menyapukannya ke seluruh tubuh pasien. Ada juga yang
melakukan pengobatan dengan cara menyuruh pihak keluarga pasien untuk membawa sesajen
seperti, berbagai macam bunga atau binatang ternak.

Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman. Shaman adalah
seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan mungkin ia adalah seorang wadam atau
homoseksual.namun apabila ketidakstabilan jiwanya secara budaya diarahkan pada bentuk-bentuk
konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-orang lain yang mungkin menunjukkan
tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai abnormal oleh para warga masyarakatnya dan
merupakan subyek dari upacara-upacara penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya
berada dalam keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan roh
pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham kebudayaan relativisme yang
ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan utama dalam arguentasi mereka
bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah sesuatu yang bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan tingkahlaku abnormal tetapi
tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan gerak dalam masyarakat mereka, kebutuhan
mereka dipenuhi oleh anggota keluarga mereka. Namun, jika mereka mengganggu, mereka akan
dibawa ke sutu temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki)
dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka dan sebuah pintu keluar
untuk keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-budaya umumnya
tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan pada tahapan penelitian untuk
membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala primer dari gejala sekunder. Misalnya, gejala-
gejala primer yaitu yang menjadi dasar bagi depresi. Muncul lebih dulu dan merupakan inti dari
gangguan. Gejala-gejala sekunder dilihat sebagai reaksi individu terhadap penyakitya ; gejala-
gejala tersebut berkembang karena ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan tingkahlakunya
yang berubah (Murphy, Wittkower, dan Chance 1970 : 476).

C. Kasus Transkultural terhadap Diabetes


1. Tinjauan Kasus
Nilai Gula Darah Normal
Kebanyakan manusia bervariasi sekitar 82-110 mg/dl pada keadaan sebelum makan. Setelah makan
akan naik sekitar 140 mg/dl. The American Diabetes Association merekomendasikan kadar glukosa
pasca-makan <180 mg/dl dan pra-makan pada kadar 90-130 mg/ dl. Pada laki-laki dewasa sehat
denagn berat 75 kg dan volume 5 liter darah, glukosa levelnya 110 mg/dl.
Pada penderita diabetes, kadar glukosa saat puasa >126 mg/ dl dan saat normal >200 mg/ dl.

a. Masalah yang ditemukan pada kasus tersebut, diantaranya :


 Laki-laki usia 50 tahun,
 Pingsan saat rapat di kantornya,
 Kadar gula darahnya mencapai 450mg/dl,
 Dua tahun didiagnosis menderita Diabetes Mellitus tipe II,
 Kegemukan, dan
 Kesulitan mengatur makanannya karena kebiasaan budaya Jawanya makan makanan yang manis.
b.Analisis kasus
Ditinjau dari keadaan fisik :
- Kegemukan
- Kadar gula darah di atas normal
Ditinjau dari pola hidup :
- Kurang aktivitas fisik
- Banyak mengkonsumsi makanan mengandung gula
c. Peran perawat
o Memberi interferensi berupa konsultasi, penyuluhan komunitas dan pasien,bantuan dalam menjaga
pola makan dan melakukan implementasi independent dari dokter berupa pemberian obat dan
aturan pemakaian.
o

Memberikan pelayanan kesehatan selama medikasi di rumah sakit dan menjaga kondisi kesehatan
pasien agar tidak menurun bahkan meningkatkan kondisi kesehatannya.

d. Peran dari segi transkultural


o Memberi pendidikan kesehatan komunitas menyangkut deskripsi DM, diet dan bahayanya
o Mengkaji jenis makanan yang biasa dikonsumsi komunitas tersebut
o Menghimbau pola makan yang sesuai untuk diet DM dan juga dapat diterima pada budaya
pasien→dapat berupa mengganti gula yang ditolerir oleh penderita DM atau mengurangi konsumsi
gula yang biasa digunakan.
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pelayanan esensial yang diberikan oleh perawat terhadap individu, keluarga , kelompok dan
masyarakat yang mempunyai masalah kesehatan meliputi promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif dengan menggunakan proses keperawatan untuk mencapai tingkat kesehatan yang
optimal. Keperwatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral pelayanan
kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, social dan spiritual secara komprehensif,
ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus hidup
manusia.
Asuhan keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik maupun mental, keterbatasan
pengetahuan serta kurang kemauan menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan sehari-hari
secara mandiri. Kegiatan ini dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan
kesehatan utama (Primary Health care) untuk memungkinkan setiap orang mencapai kemampuan
hidup sehat dan produktif.
3.2 SARAN
Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan seyogyanya memasukkan unsur caring
dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan kepercayaan, komitmen
membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus sudah dibangun sejak perawat
dalam masa pendidikan. Selain itu perlu dilakukan sosialisasi konsep caring pada perawat guna
memberikan pemahaman yang mendalam tentang apa yang harus dilakukan perawat agar bersikap
caring dalam setiap kontak dengan pasien. Indikator-indikator caring harus dikenal dan
diaplikasikan dalam perawatan serta dievaluasi secara terus menerus

DAFTAR PUSTAKA

http://andaners.wordpress.com/2009/04/28/konsep-keperawatan-komunitas/
Watson, Jean. (2004). Theory of human Caring. Http: //www2.uchse.edu/son/caring
Meidiana Dwidiyanti. 2008. Keperawatan Dasar. Semarang. Hasani
http://usfinit-engky.blogspot.com/2011/12/makalah-konsep-caring.html
http://teguhyudi-teguhyudi.blogspot.com/2011/07/aplikasi-konsep-caring-dalam-praktek.html

Anda mungkin juga menyukai