Anda di halaman 1dari 12

PEDOMAN

KREDENSIALING
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MUNYANG KUTE REDELONG

KABUPATEN
BENER MERIAH
1
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Undang-undang tentang Rumah Sakit yang baru ditetapkan menuntut rumah sakit
untuk melindungi keselamatan pasien, antara lain dengan melaksanakan clinical
governance bagi para klinisnya. Setiap dokter di rumah sakit harus bekerja dalam koridor
kewenangan klinis (clinical privilege) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit.

Walaupun frekuensi kecelakaan yang berkaitan dengan tindakan medis dokter di


rumah sakit belum diketahui dengan pasti jumlahnya di Indonesia, namun diduga jumlah
tersebut tidak kecil. Jumlah klaim terhadap tindakan medis dokter mengakibatkan ganti
rugi di JABOTABEK selama tahun 2007 tercatat 37 kasus, dan pada bulan Januari 2008
mencapai 12 kasus.

Salah satu factor krusial dalam keselamatan pasien adalah kewenangan dokter untuk
melakukan tindakan medis yang saat ini tidak dikendalikan dengan adekuat oleh komite
medis rumah sakit. Dalam hal seorang dokter kurang kompeten dalam melakukan
tindakan medis tertentu karena sebab apapun, belum ada mekanisme yang mencegah
dokter untuk melakukan tindakan medis tersebut di rumah sakit. Pada gilirannya kondisi
ini dapat menimbulkan kecelakaan pada pasien.

Demi menjaga keselamatan pasien dari tindakan medis yang dilakukan oleh dokter
yang kurang kompeten rumah sakit perlu mengambil langkah-langkah pengamanan
dengan cara pemberian kewenangan klinis melalui mekanisme kredensial yang
dilaksanakan oleh komite medis. Beberapa pihak yang terkait dengan upaya ini adalah
Kolegium Kedokteran Indonesia dan komite medis rumah sakit. Kolegium Kedokteran
Indonesia dapat menjadi acuan untuk menentukan lingkup dan jenis-jenis kewenangan
klinis bagi setiap cabang ilmu kedokteran. Komite medis akan menentukan jenis-jenis
kewenangan klinis bagi setiap dokter yang bekerja di rumah sakit berdasarkan
kompetensinya melalui mekanisme kredensial. Dengan terkendalinya tindakan medis
disetiap rumah sakit maka pasien lebih terlindungi dari tindakan medis yang dilakukan
oleh dokter yang tidak kompeten.

2
Pedoman ini disusun oleh Tim Penyususn Pedoman Mekanisme Kredensial Dokter di
Rumah Sakit berdasarkan SK Pengurus Pusat PERSI No. 41/SK/PP.PERSI/II/2008
dengan mengacu pada kelaziman praktik perumah sakitan yang baik di negara maju,
antara lain JCAHO. Pedoman ini dimaksudkan agar menjadi panduan bagi rumah sakit di
Indonesia untuk melakukan kredensial para tenaga medis dengan baik, benar, dan dapat
dipertanggungjawabkan.

2. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Pedoman ini diterbitkan dengan tujuan utama untuk melindungi keselamatan pasien
melalui mekanisme kredensial dokter di rumah sakit.
2. Tujuan Khusus
1. Memberikan panduan mekanisme kredensial dan re-kredensial bagi para dokter di
rumah sakit.
2. Memberikan panduan bagi komite medis untuk menyusun jenis-jenis kewenangan
klinis (clivical privilege) bagi setiap dokter yang melakukan tindakan medis di
rumah sakit sesuai dengan cabang ilmu kedokteran yang diterapkan oleh
Kolegium Kedokteran Indonesia.
3. Memberikan panduan bagi kepala rumah sakit untuk menerbitkan kewenangan
klinis (clinical privilege) bagi setiap dokter untuk melakukan tindakan medis di
rumah sakit.
4. Meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas tenaga medis di rumah sakit.
5. Meningkatkan reputasi dan kredebilitas para dokter dan institusi rumah sakit
dihadapan pasien, penyandang dana, dan stake holder rumah sakit lainnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. KONSEP DASAR KREDENSIAL DOKTER DI RUMAH SAKIT

Salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya untuk menjaga keselamatan pasiennya adalah dengan menjaga standar
profesi dan kompetensi para dokter yang melakukan tindakan medis terhadap pasien
di rumah sakit. Upaya ini dilakukan dengan cara mengatur agar setiap tindakan medis
yang dilakukan terhadap pasien hanya dilkaukan oleh tenaga medis yang benar-benar
kompeten. Persyaratan kompetensi ini meliputi dua komponen, (1) komponen
kompetensi keprofesian medis yang terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku professional; dan, (2) komponen kesehatan yang meliputi kesehatan fisik dan
mental.

Walaupun seorang dokter telah mendapatkan brevet spesialisasi dari kolegium


ilmu kedokteran yang bersangkutan, namun rumah sakit wajib melakukan verifikasi
kembali kompetensi seseorang untuk melakukan tindakan medis dalam lingkup
spesialisasi tersebut, hal ini dikenal dengan istilah credentialing. Proses credentialing
ini dilakukan dengan dua alasan utama. Alasan pertama, banyak faktor yang
mempengaruhi kompetensi setelah seseorang mendapatkan brevet spesialisasi dari
kolegium. Perkembangan ilmu dibidang kedokteran untuk suatu tindakan medis
tertentu sangat pesat, sehingga kompetensi yang diperoleh saat menerima brevet bisa
kadaluarsa, bahkan dapat dianggap sebagai tindakan yang tidak aman bagi pasien.
Selain itu, lingkup suatu cabang ilmu kedokteran tertentu senantiasa berkembang dari
waktu kewaktu sehingga suatu tindakan yang semula tidak diajarkan pada penerima
brevet pada periode tertentu, dapat saja belakangan diajarkan pada periode
selanjutnya, bahkan dianggap merupakan suatu kemampuan yang standar. Hal ini
mengakibatkan bahwa sekelompok dokter yang menyandang brevet tertentu dapat
saja memiliki lingkup kompetensi yang berbeda-beda.

4
Alasan kedua, keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun akibat
penyakit tertentu atau bertambahnya usia sehingga mengurangi keamanan tindakan
medis yang dilakukannya. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui uji kelaikan
kesehatan baik fisik maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi profesi medis
tersebut oleh rumah sakit disebut sebagai mekanisme credentialing, dan hal ini
dilakukan demi keselamatan pasien. Tindakan verifikasi kompetensi ini juga
dilakukan pada profesi lain untuk kemanan kliennya. Misalnya kompetensi profesi
penerbang (pilot) yang senantiasa diperiksa secara teratur dalam periode tertentu oleh
perusahaan penerbangan.

Setelah seorang dokter dinyatakan kompeten melalui suatu proses kredensial,


rumah sakit menerbitkan suatu ijin bagi yang bersangkutan untuk melakukan
serangkaian tindakan-tindakan medis tertentu di rumah sakit tersebut, hal ini dikenal
sebagai kewenangan klinis (klinis privilege). Tanpa adanya kewenangan klinis
(clinical privilege) tersebut seorang dokter tidak diperkenankan untuk melakukan
tindakan medis di rumah sakit tersebut. Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical
privilege) seorang dokter spesialis dapat saja berbeda dengan koleganya dalam
spesialisasi yang sama, tergantung pada ketetapan komite medis tentang kompetensi
untuk melakukan tiap tindakan medis oleh yang bersangkutan berdasarkan hasil
proses kredensial. Dalam hal tindakan medis seorang dokter membahayakan pasien
maka kewenangan klinis (clinical privilege) seorang dokter dapat saja dicabut
sehingga tidak diperkenankan untuk melakukan tindakan medis tertentu dilingkungan
rumah sakit tersebut. Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut
dilakukan melalui prosedur tertentu yang melibatkan komite medis.

Kewajiban rumah sakit untuk menetapkan kewenangan klinis (clinical


privilege) tersebut telah diatur dengan tegas dalam Undang-undang tentang Rumah
sakit. Dalam Undang-undang Rumah Sakit pasal 29 ayat (1) butir r. telah ditetapkan
bahwa setiap rumah sakit wajib menyusun dan melaksanakan hospital bylaws, yang
dalam penjelasan undang-undang tersebut ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib
melaksanakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Hal ini
dirumuskan oleh setiap rumah sakit dalam peraturan staf medis Rumah Sakit (medical
staff bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis (clinical privilege).

5
Kelemahan rumah sakit dalam menjalankan fungsi kredensial akan
menimbulkan tanggung jawab hokum bagi rumah sakit dalam hal terjadi kecelakaan
tindakan medis. Setiap rumah sakit wajib melindungi pasiennya dari segala tindakan
medis yang dilakukan oleh setiap dokter di rumah sakit tersebut, hal ini dikenal
sebagai the duty of due care. Tanggung jawab rumah sakit tersebut berlaku tidak
hanya terhadap tindakan yang dilakukan oleh dokter pegawai rumah sakit saja, tetapi
juga setiap dokter yang bukan berstatus pegawai (dokter tamu). Rumah sakit wajib
mengetahui dan menjaga keamanan setiap tindakan medis yang dilakukan dalam
lingkungannya demi keselamatan semua pasien yang dilayaninya sebagai bagian dari
the duty of due care.

2. PERANAN KOMITE MEDIS DAN STATUTA STAF MEDIS (MEDICAL


STAFF BYLAWS) DALAM MEKANISME KREDENSIAL

Komite medis memiliki peran sentral dalam mekanisme kredensial para doter
karena tugas utamanya menjaga profesionalisme tenaga medis dan melindungi pasien
rumah sakit untuk hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis. Disebuah rumah
sakit, komite medis dianalogkan dengan konsil kedokteran atau “medical board”
suatu negara untuk melindungi masyarakat dari tenaga medis yang tidak kompeten.
Tiga tugas utama komite medis adalah (1) menapis tenaga medis yang akan
diperbolehkan melakukan tindakan medis di rumah sakit tersebut; (2) memelihara
kompetensi dan memantau kualitas kinerja profesi tenaga medis, dan (3)
merekomendasikan untuk melarang tenaga medis yang dianggap tidak aman bagi
pasien untuk tidak melakukan tindakan medis tertentu di rumah sakit tersebut. Oleh
karenanya, struktur komite medis paling sedikit mencakup tiga komponen fungsi
diatas, yaitu subkomite kredensial, subkomite mutu profesi medis, dan subkomite
disiplin profesi.

Mekanisme kredensial dan re-kredensial di rumah sakit adalah tanggung


jawab komite medis yang dilaksanakan oleh subkomite kredensial. Pada akhir proses
kredensial, komite medis menerbitkan rekomendasi kepada kepala rumah sakit
tentang lingkup kewenangan klinis seorang tenaga medis secara rinci (delineation of
clinical privilege). Untuk itu subkomite kredensial melakukan serangkaian kegiatan
berupa pemanggilan calon, menyusun tim mitra bestari, dan melakukan penilaian

6
kompetensi seorang tenaga medis yang meminta kewenangan klinis tertentu. Selain
itu subkomite kredensial juga menyeapkan berbagai instrument kredensial dan
pemberian kewenangan klinis untuk disahkan kepala rumah sakit. Instrumen tersebut
paling sedikit meliputi (1) perangkat kebijakan rumah sakit tentang kredensial dan
kewenangan klinis; (2) boring-borang (formulir) yang diperlukan, dan (3) pedoman
penilaian kompetensi klinis yang diperlukan untuk memberikan kewenangan klinis
tertentu oleh mitra bestari. Tugas, fungsi, dan wewenang komite medis dalam
melaksanakan kredensial diatur dalam status staf medis ( medical staff bylaws).

Status staf medis adalah landasan utama untuk melakukan kredensial dan re-
kredensial para dokter disebuah rumah sakit. Disebuah rumah sakit, status staff medis
dianalogkan dengan undang-undang praktik kedokteran (medical practice act) suatu
negara yang mengaturkeberadaan konsil kedokteran dan perangkatnya.status staf
medis ini ditetapkan oleh kepala rumah sakit ( untuk rumah sakit pemerintah) atau
badan pengampu (governing board) rumah sakit ( untuk rumah sakit non-pemerintah).
Secara umum, status staf medis mengatur keberadaan dan mekanisme kerja komite
medis. Pelaksanaan kredensial merupakan salah satu hal penting yang diatur dalam
status staf medis.

Dalam status rekam medis ini diatur mekanisme pemberian kewenangan klini
stermasuk syarat yang harus dipenuhi oleh seorang tenaga medis untuk memperoleh
kewenangan klinis tersebut. Selain ini, diatur pula tata cara penentuan mitra bestari
untuk melakukan proses kredensial dan tata cara pengambilan putusan dalam
menentukan kewenangan klinis seorang tenaga medis. Status staf medis digunakan
sebagai pedoman, norma, dan acuan untuk menyelesaikan berbagai masalah yang
timbul sebelum, selama, dan sesudah proses kredensial dan re-kredensial dilakukan.

3. KEWENANGAN KLINIS BAGI TENAGA MEDIS DI RUMAH SAKIT


Proses utama kredensial ditujukan untuk mengedalikan kewenangan
melakukan tindakan medis yang terinci ( delination clinical privilege) bagi setiap
dokter yang bertumpu pada tiap tahap. Pertama, praktisi medis melakukan
permohonan untuk memperoleh kewenangan klinis dengan metode self assessment.
Kedua , mitra bestari mengkaji dan memberikan rekomendasi tindakan medis yang
diajukan oleh pemohon. Ketiga, kepala rumah sakit menerbitkan surat penugasan
(clinical appointment) berdasarkan rekomendasi dari mitra bestari yang berlaku untuk

7
periode tertentu. Dokter akan melalui proses saat masa berlaku surat penugasannya
berakhir, dimana tiga proses inti tersebut akan berulang.

Tahap pertama: permohonan untuk memperoleh kewenangan klinis


Setiap tenanga medis mengajukan permohonan kepala rumah sakit untuk
melakukan tindakan medis. Tenaga medis tersebut mengisi beberapa formulir yang
disediakan rumah sakit, antara lain daftar tindakan medis yang ingin dilakukannya
sesuai dengan bidang keahliannya. Tenaga medis tersebut memilih tindakan medis
yang tertera dalam formulir daftar tindakan medis yang tertera alam formulir daftar
tindakan medis tersebut dengan cara mencontreng, dan menyerangkan copy semua
dokumen yang di persyaratkan kepada rumah sakit menyerahkannya kepada komite
medis untuk ditindak lanjuti.

Tahap kedua : kajian mitra bestari


Komite medis menugaskan subkomite kredensial untuk memproses
permohonan tersebut. Subkomite kredensial menyiapkam mitra bestari yang
berjumlah sekitar 4 hingga 6 orang sesuai dengan bidang keahlian yang akan dinilai.
Mitra bestari tersebut tidak harus anggota sublomite kredensial, bahkan dapat dari luar
rumah sakit bila di perlukan. Para mitra bestari yang bertugas tersbut dapat terdiri dari
beberapa spesialisi sesuai dengan kwewnangan klinis yang diminta. Misalnya, bila
seorang dokter mengajukan permohona untuk melakukan tiroidektomi, maka mitra
bestari yang dipilih dapat terdiri darin para spesialis bedah umum, bedah tumor, dan
spesialis THT-KL. Dengan demikian kelompok mitra bestari tersebut dapat berbeda
untuk setiap tenaga medis yang mengajukan permohonan kewenangan klinis.

Mitra bestari mengkaji setiap tindakan medis yang diajukan oleh pemohon.
Pengkajian setiap tindakan medis yang diajukan oleh pemohon tersebut dilakukan
secara objektif didasarkan pada suatu buku putih ( white paper ). Sebuah buku putih
untuk tindakan medis tertentu yang memuat syarat – syarat kapan seorang dokter
dianggap kompeten melakukan tirodektomi, seorang dokter harus menjalani
pendidikan bedah dasar, pelatihan – pelatihan tertentu, dan telah menangani sejumlah
kasus tertentu dalam kurun waktu tertentu. Berdasarkan buku putih ( white paper )
tersebut mitra bestari dapat merekomendasikan atau menolak permohonan tindakan
medis yang diajukan.

8
Selain menilai kompetensi, mitra bestari juga menilai kemampuan pemohon
berdasarkan kesehatan fisik dan mental untuk setiap tindakan medis yang diajukan.
Rumah sakit mempersiapkan sarana dan prasarana dan panel dokter untuk melakukan
uji kesehatan fisik dan mental tersebut.

Pada akhir proses kredensial, mitra bestari merekomendasikan sekelompok


tindakan medis tertentu yang boleh dilakukan oleh pemohon di rumah sakit tersebut.
Selanjutnya komite medis mengkaji kembali rekomendasi tersebut dan mengadakan
beberapa modifikasi bila diperlukan dan selanjutnya diserahkan kepada kepala rumah
sakit.

Tahap ketiga : Penerbitan Surat Penugasan


Kepala rumah sakit menerbitkan surat penugasan kepada tenaga medis pemohon
berdasarkan rekomendasi tersebut. Kepala rumah sakit dapat saja meminta komite
medis untuk mengkaji ulang rekomendasi tersbut bersama pihak manajemen rumah
sakit bila diangga perlu. Surat penugasa tersebut memuat daftar sejumlah kewenangan
klinis untuk melakukan tindakan medis yang bagi tenaga medis pemohon. Setiap
tenaga medis dalam satu bidang spesialisasi tertentu dapat saja memiliki daftar
kewenangan klinis yang berbeda dengan sejawatnya dengan bidang spesialisasi yang
sama. Suatu tindakan medis tertentu dirumah sakit hanya boleh dilakukan oleh dokter
yang telah memiliki surat kewenangan klinis berdasarkan surat penugasan.

Daftar kewenangan klinis seorang tenaga medis dapat saja mengajukan tambahan
kewenangan klinis yang tidak dimiliki dengan mengajukan permohonan kepada
kepala rumah sakit. Selanjutnya komite medis akan melakukan proses kredensial
khusus untuk tindakan tersebut, dan akan memberikan rekomendasinya kepada kepala
rumah sakit. Namun sebaliknya, kewenangan klinis tertentu dapat saja dicabut, baik
untuk sementara atau seterusny karena alas an tertentu seperti akan diuraikan pada
bab berakhirnya kewenangan klinis.

9
4. BERAKHIRNYA KEWENANGAN KLINIS
Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan (clinical appoint-ment)
habis masa berlakuknya atau dicabut oleh kepala rumah sakit.surat penugasan untuk
setiap tenaga medis memiliki masa berlaku untuk periode tertentu. Misalnya dua
tahun. Pada akhir masa berlakuknya surat penugasan tersebut rumah sakit harus
melakukan rekredensial terhadap tenaga medis yang bersangkutan. Proses
rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan proses kredensial awal
sebagaimana diuraikan diatas karena rumah sakit telah memiliki informasi setiap
dokter yang melakukan tindakan medis dirumah sakit tersebut. Penerbitan ulang surat
penugasan (reappointment).

Surat penugasan dapat berakhir setiap saat bila tenaga medis tersebut
dinyatakan tidak kompeten untuk melakukan tindakan medis tertentu. Walaupun
seorang tenaga medis pada awalnya telah memperoleh kewenangan klinis untuk
melakukan tindakan medis tertentu, namun kewenangann itu dapat dicabut oleh
rumah sakit berdasarkan pertimbangan komite medis. Pertimbangan pencabutan
kewenangan klinis tertentu tersebut didasarkan pada kinerja profesi dilapangan,
misalnya tenaga medis yang bersangkutan terganggu kesehatannya, baik fisik maupun
mental. Selain itu, pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila terjadi
kecelakaan medis yang diduga karena inkompetensi atau karena tindakan disiplin dari
komite medis.

Namun demikian, kewenangan klinis yang dicabut tersebut dapat diberikan


kembali bila tenaga medis tersebut dianggap telah pulih kompetensinya. Dalam hal
kewenangan klinis tertentu seorang tenaga medis diakhiri, komite medis akan
meminta subkomite peningkatan mutu profesi untuk melakukan berbagai upaya
pembinaan agar kompetensi yang bersangkutan pulih kembali. Komite medis dapat
merekomendasikan kepada kepala rumah sakit pemberian kembali kewenangan klinis
tertentu setelah melalui proses pembinaan.

Pada dasarnya kredensial tetap ditujukan untuk menjaga keselamatan pasien,


sambil tetap membina kompetensi seluruh tenaga medis di rumah sakit tersebut.
Dengan demikian jelaslah bahwa komite medis dan statute staf medis memegang
peranan penting dalam proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis untuk
setiap tenaga medis.

10
Lampiran

Definisi

1. Brevet. Pengakuan tentang keahlian seorang dokter oleh kolegium suatu cabang ilmu
kedokteran tertentu.
2. Proses kredensial (credentialing): proses evaluasi oleh suatu rumah sakit terhadap
seseorang untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi kewenangan
klinis (kwenangan klinik (clinical privilege)) menjalankan tindakan medis tertentu
dalam lingkungan rumah sakit tersebut untuk suatu periode tertentu.
3. Proses Re-Kredensial ( Re-Credentialing): proses re-evaluasi oleh suatu rumah sakit
terhadap dokter yang telat bekerja dan memiliki kewenangan klinik (kewenangan
klinis( clinal privilege)) di rumah sakit tersebut untuk menentukan apakah yang
bersangkutan masih layak diberi kewenangan klinis tersebut untuk suatu periode
tertentu.
4. Kewenangan klinis ( clinical privilege): kewenangan klinis untuk melakukan tindakan
medis tertentu dalam lingkungan sebuah rumah sakit tertentu berdasarkan penugasan
yang diberikan Kepala Rumah Sakit.
5. Surat Penugasan ( clinical Appointment): surat yang diterbitkan oleh Kepala Rumah
Sakit kepada seorang Dokter gigi untuk melakukan tindakan medis dirumah sakit
tersebut berdasarkan daftar kewenangan klinis yang ditetapkan baginya.
6. Dusty of Due Care: kewajiban untuk memperhatikan dan peduli akan keselamatan
pihak lain.
7. Mitra Bestari (Peer-group): sekelompok orang dengan reputasi tinggi yang memiliki
kesamaan profesi kredensial, dan atau dianggap dapat menilai kompetensi untuk
melakukan tindakan medis tertentu.
8. Tenaga medis: dokter dan dokter gigi termasuk dokter spesialis dan dokter gigi
spesialis.

11
Catatan Akhir:
(End Notes)
1. Lihat Penjelasan pasal 29 ayat (1) buir r. Undang-undang Republik Indonesia
tentang Rumah Sakit tahun 2009.
2. Data Klaim yang diselesaikan Asuransi Proteksi Profesi Bumi Putera Muda
2007 dan Januari 2008, Jakarta, tidak dipublikasikan.
3. Inkompetensi ini dapat disebabkan oleh hendaya (impairment) fisik &
mental, maupun kurangnya training.
4. Joint Commission clarification regarding core privileges, April, 2008
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
631/MENKES/SK/IV/2005 Tentang Pedoman
Internal Rumah Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di Rumah Sakit.

12

Anda mungkin juga menyukai