Anda di halaman 1dari 613

MANAJEMEN PEMBELAJARAN

PEMBELAJARAN
DI ERA 4.0 SERTA SOCIETY 5.0
5.0
Editor :
Dr. H. Hendi Suhendraya M., M.Pd.

Disusun oleh :
Mahasiswa Prodi Manajemen Pendidikan
Kelas A Angkatan 45

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2019
MANAJEMEN PEMBELAJARAN DI ERA 4.0 SERTA
SOCIETY 5.0

TIM PENYUSUN
Agus Mochamad Sopyan, Ai Tuti Alawiyah, Ali Irsan Shafar,
Ana Laila Fauziah, Ayi Hidayat, Azhar muhamad, Dahlan,
Deden Ginanjar, Dewi Komalasari, Diah Sabariah,Faizal Abdi,
Firly Ratna Fauzia, Gregorius Genius Waruwu, Ida Rosidah,
Iim Imron Rosyadi, Iin Fitriyani, KurniaFirdaus, Muhammad Baidawi,
Mukhamad Yusuf Sukandar, Nandang Gumilar, Popon Suwili,
Rida Rostina, Riva Rizkin Faliq Muhtar, Siti Marliah, Siti Sutini,
Tedy Sukamto, Tuti Irawati, Wiwin Supriatin, Yani Mulyani,
Sisca Septiani, Yayah Rokayah, Arina Ulfah Abdullah, Maryati,
Asep Jaya Sukmana.

Pengantar :
Dr. H. Hendi Suhendraya Muchtar, M.Pd.

Editor :
Dr. H. Hendi Suhendraya Muchtar, M.Pd.

Desain Sampul
Ayi Hidayat
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga
buku “Manajemen Pembelajaran Di Era 4.0 Serta Society 5.0” dapat
terselesaikan dengan baik. Shalawat serta Salam semoga tetap
dilimpahcurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para sahabat
serta seluruh umatnya.
Pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
dalam rangka mencapai tujuan ini para pakar pendidikan telah berusaha
merumuskan, mempelajari, memperbaiki sistem pembelajaran, salah
satu diantaranya menyusun langkah-langkah untuk menciptakan
pembelajaran yang efektif.
Tantangan utama Indonesia dalam meningkatkan kulitas
pendidikan adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan
tidak terlepas dari peran dan tugas guru. Umumnya, para peserta didik di
sekolah adalah teachercentered, sehingga pengembangan inovasi dalam
proses pembelajaran kurang diperhatian sehingga pembelajaran terkesan
monoton dan membosankan. Selayaknya guru yang profesional
senantiasa melakukan inovasi untuk mendukung strategi pengajaran agar
menjadi menarik.
Keberadaan guru yang kompeten dan profesional merupakan salah
satu persyaratan yang wajib dipenuhi guna meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara-negara maju
lainnya. Hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan
kebijakan yang mendorong terciptanya guru yang kompeten dan
berkualitas.
Hadirnya buku ini mudah-mudahan menjadi tambahan referensi
tentang manajemen pembelajaran serta dapat menginspirasi semua orang
untuk memulai kajian-kajian baru tentang manajemen pendidika..
Akhir kata, semoga buku ini dapat bermanfaat bagi penulis serta
pembaca pada umumnya.

Bandung, September 2019


Penulis

i
DAFTAR ISI

Hal
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
1. Pengembangan model teaching factory di Sekolah Kejuruan (Agus
Mochamad Sopyan) …………………………………………………. 1
2. Pembelajaran Smart di Kober Bintang-Bintang (Ai Tuti Alawiyah) .. 17
3. Manajemen Kelas dan Manajemen Pembelajaran (Ali Irsan Shafar) .. 39
4. Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
(Ana Laila Fauziah) ………………………………………………….. 55
5. Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non
Formal (Ayi Hidayat) ………………………………………………… 79
6. Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital (Azhar
Muhamad) ……………………………………………………………. 105
7. Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk
Mencapai Tujuan Pembelajaran Di Sekolah Dasar (Dahlan) ………… 123
8. Upaya Guru dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif (Deden 135
Ginanjar) ……………………………………………………………...
9. Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini Di KB “Mata
Cerpil” Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan (Dewi
Komalasari) ………………………………………………………….. 159
10. Model Pembelajaran Kelompok di Taman Kanak-Kanak Plus Al-
Muhajirin Kabupaten Bandung (Diah Sabariah) …………………….. 181
11. Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik
Otomotif Di Sekolah Menengah Kejuruan (Faizal Abdi) ……………. 195
12. Pengembangan Model Pembelajaran CTL untuk Siswa Tunarungu
(Firly Ratna Fauzia) ………………………………………………….. 213
13. Strategis Mengajar Berbasis Mind Mapping untuk Meningkatkan
Imajinasi Peserta Didik (Gregorius Genius Waruwu) ………………... 235
14. Penerapan Metode Tahfidz (Ida Rosidah) ……………………………. 241
15. Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta
Didik (Iim Imron Rosyadi) …………………………………………… 257
16. Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual
Anak (Iin Fitriyani) …………………………………………………... 275
17. Penerapan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Motivasi
Belajar Siswa (Kurnia Firdaus) ………………………………………. 287
18. Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren (Muhamad Baidhawi) …… 305
19. Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses 325
Pembelajaran di Kelas (Mukhamad Yusuf Sukandar) ………………..
20. Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model 339
Bermain Berburu Ayam Pada Anak Usia Dini (Nandang Gumilar) ….
21. Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (Popon Suwili) ……… 371
22. Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif (Rida Rostina) ……………………………………………. 391
23. Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini (Riva Rizkin Faliq Muhtar).. 401
24. Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
(Siti Marliah) …………………………………………………………. 425
25. Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (Siti Sutini) 437
26. Implementasi Pendekatan Paikem untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa (Tedy Sukamto) ………………………………………. 455
27. Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada
Anak-Anak Usia Dini (Tuti Irawati) …………………………………. 473
28. Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini (Wiwin
Supriatin) …………………………………………………………….. 483
29. Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi
Belajar Peserta Didik (Yani Mulyani) ………………………………. 503
30. Penanaman Budi Pekerti dan Disiplin pada Anak Usia Dini Melalui
Metode Bercerita (Yayah Rokayah) …………………………………. 525
31. Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan
Spiritual (Sisca Septiani) ……………………………………………... 541
32. Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini (Maryati) ………………………. 553
33. Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap
Prestasi Anak (Arina Ulfah Abdullah) ………………………………. 571
34. Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi (Asep Jaya
Sukmana) …………………………………………………………….. 589
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

PENGEMBANGAN MODEL TEACHING FACTORY


DI SEKOLAH KEJURUAN

Agus Mochamad Sopyan


NIM. 4103810318006

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Pendidikan kejuruan memiliki peranan penting dalam upaya mencetak
tenaga kerja yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan karakteristik
kebutuhan dunia industri. Proses pembelajaran yang menekankan pada
penguasaan kompetensi spesifik membutuhkan model pembelajaran
yang tepat dan sesuai. Model teaching factory merupakan salah satu
solusi untuk menyiapkan peserta didik agar memiliki kompetensi yang
sesuai dengan kebutuhan kompetensi dunia industri. Pembelajaran
teaching factory yang dikembangkan dapat di integrasikan pada unit
produksi yang diselenggarakan oleh sekolah. Dapat disimpulkan bahwa
manajemen teaching factory meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evaluasi. Teaching factory yang dikembangkan
terintegrasi dengan unit produksi untuk penyelenggaraan praktik peserta
didik.

Kata Kunci: model teaching factory, sekolah kejuruan, unit produksi

PENDAHULUAN
Proses pelaksanaan pembelajaran di pendidikan kejuruan secara
umumnya dilaksanakan dengan menerapkan pembelajaran berupa teori
dan praktik. Dimana proses pembelajaran teori dan praktik tersebut
merupakan suatu bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam proses belajar
mengajar (PBM). Pembelajaran praktek merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan dalam rangka menerapkan secara langsung kompetensi yang
telah diperoleh dalam pembelajaran teori. Pendidikan kejuruan

1
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

menekankan pada pencapaian kompetensi kerja yang harus dimiliki


siswa agar menjadi lulusan yang kompeten dan siap untuk memasuki
dunia industri.
Pendidikan kejuruan membentuk atau melatih peserta didik agar
terampil dan mampu memenuhi tuntutan kompetensi tertentu. Hal ini
sesuai dengan karakteristik pendidikan kejuruan, menurut Wardiman
Djojonegoro (1998: 38), yaitu hubungan yang erat dengan dunia kerja
merupakan kunci sukses pendidikan kejuruan dan fokus pendidikan
kejuruan ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap
dan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Inilah yang
membedakan tujuan antara Pendidikan Kejuruan dengan Pendidikan
Umum.
Pendidikan kejuruan disebut Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
baik berstatus negeri maupun swasta dituntut sebagai wadah
pembentukan peserta didik yang memiliki kemampuan soft skill, hard
skill dan entrepreneurship yang baik. SMK diharapkan mampu
meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang unggul dan kompeten
khususnya dalam bidang praktik. Kompetensi yang telah siswa peroleh
pada saat pembelajaran dapat dipraktikan seoptimal mungkin di bengkel
(workshop). Akan tetapi dalam proses pelaksanaan pembelajaran sering
kali terjadi ketidaksesuaian antara teori yang diperoleh dengan proses
praktik yang dilakukan. Bahkan hasil yang telah dipelajari di sekolah
baik teori maupun praktik berbeda dengan kondisi yang ada di dunia
kerja.
Bengkel merupakan tempat yang digunakan peserta didik untuk
pembelajaran praktik. Pelaksanaan PBM bertujuan untuk
memaksimalkan penggunaan ruangan, sarana dan prasarana di bengkel.

2
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

Oleh karena itu diperlukan manajemen bengkel yang baik dari segi
perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaanya. Dengan demikian
tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran lebih efektif dan optimal dalam
pengelolaan dan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
Permasalahan yang terjadi di beberapa sekolah kejuruan yaitu
lemahnya pengelolaan dan pemanfaatan sarana dan prasarana bengkel.
Minimnya sarana dan prasarana serta optimalisasi dari sumber daya yang
ada menjadi permasalahan di setiap sekolah. Selain itu, hal tersebut
berpengaruh pada kualitas pelaksanaan proses pembelajaran yang
dilakukan.
Peranan seorang guru sangat penting dalam proses pembelajaran
dimana segala hal yang menyangkut kegiatan pembelajaran baik teori
maupun praktik menjadi tanggung jawab guru. Berkaitan dengan proses
pembelajaran praktik, guru diharapkan mampu memanfaatkan sarana
dan prasarana yang tersedia di bengkel dalam upaya pencapaian tujuan
pembelajaran yang ditentukan oleh jurusan. Tingkat keterampilan dan
kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru sangatlah berpengaruh
dalam upaya pemanfaatan sarana praktik di bengkel yang dimiliki
sekolah, oleh sebab itu seorang guru dituntut untuk selalu meningkatkan
kompetensi yang dimilikinya. Permasalahan yang sering terjadi dalam
proses pelaksanaan pembelajaran yaitu guru terkadang tidak mampu
menentukan model apa yang sesuai untuk digunakan dalam proses
pembelajaran teori maupun praktik. Di samping itu guru terkadang tidak
mampu memaksimalkan sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Mata pelajaran praktik pada dasarnya adalah mata pelajaran yang
sangat menyenangkan, dimana siswa dapat secara langsung

3
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

mempraktikkan ilmu yang diperoleh pada pembelajaran teori.


Ketersediaan sarana dan prasarana praktik yang memadai dapat
membantu siswa untuk mencapai kompetensi kerja. Hal ini diperkuat
oleh pendapat Djohar (2006: 105), bahwa Efektivitas proses
pembelajaran didalam laboraturium “in door” sangat tergantung pada
fasilitas yang tersedia didalamnya. Pendapat ini senada dengan yang
dikemukakan oleh Charles Prosser (1925) dalam Wardiman
Djojonegoro (1998:38), bahwa pendidikan kejuruan yang efektif hanya
dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat,
mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja.
Pembelajaran teaching factory atau pembelajaran berbasis
kegiatan industry. Menurut Kuswantoro (2014), teaching factory
menjadi konsep pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya untuk
menjembatani kesenjangan kompetensi antara pengetahuan yang
diberikan sekolah dan kebutuhan industri. Penerapan konsep
pembelajaran teaching factory dapat menjadi salah satu inovasi
pembelajaran di sekolah untuk pengembangan kompetensi guru dan
peserta didik. Teaching factory melibatkan industry mitra dengan
memanfaatkan unit produksi sebagai salah satu bentuk pengembangan
usaha di sekolah. Optimalisasi penerapan teaching factory di sekolah
diharapkan mampu mengembangkan kompetensi peserta didik sesuai
dengan karatkeristik kebutuhan dunia industri. Selain itu, pihak sekolah
mendapatkan manfaat baik dari segi pengembangan kompetensi guru
maupun penerapan system pengembangan usaha berbasis profit.

4
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

LANDASAN TEORI
Teaching Factory
Menurut Hadlock et.al (2008: 14), Tujuan teaching factory adalah:
‘The goal of learning factory is to change that and teach students more
than what is in the book. Not only do students practice the “soft skill,”
in the Learning Factory, such as teamwork and interpersonal
mommunication skills, but also get the crucial hands on experience an
future job training. “Learning Factory participants learn how to define
a problem, build a prototype, write a business proposal, and make a
presentation about their solution. In the process, the students learn
critical skill, such as how to meet deadlines and expectations, build and
work on multidisciplinary teams, and use people’s varied talent…”.
Tujuan dari pembelajaran teaching factory menyadarkan bahwa
mengajar siswa seharusnya lebih dari sekedar apa yang terdapat dalam
buku. Peserta didik tidak hanya mempraktikan soft skill dalam
pembelajaran, belajar untuk data bekerja secara tim, melatih kemampuan
komunikasi secara interpersonal, tetapi juga mendapatkan pengalaman
secara langsung dan latihan bekerja untuk memasuki dunia kerja.
Pembelajaran teaching factory mengajarkan kepada siswa bagaimana
menemukan masalah, membangun prototype, belajar membuat proposal
bisnis, dan belajar untuk mempresentasikan solusi yang mereka miliki.
Proses pembelajaran teaching factory peserta didik belajar tentang
keterampilan yang penting untuk dikuasai, seperti bagaimana cara untuk
memenuhi tingkat waktu dan dugaan-dugaan yang mungkin muncul,
membangun dan bekerja dalam tim dan bekerja sama dengan beragam
orang yang memiliki kemampuan dan bakat yang beragam.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpukan bahwa teaching

5
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

factory merupakan suatu gabungan dari pendekatan pembelajaran yang


berbasis kompetensi dan berbasis produksi, dimana proses pembelajaran
praktik yang dilakukan menyerupai proses praktik yang dilakukan di
dunia kerja yang sesungguhnya dengan mengadakan kegiatan produksi
atau jasa di lingkungan sekolah.

Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan adalah jenjang pendidikan menengah berupa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK) yang bertujuan untuk mencetak tenaga kerja terampil pada
bidang tertentu. Pendidikan Tilak (2002: 673) menyatakan bahwa,
“Vocational education has an advantage, imbibing spesific job-relevant
skills, that can make the worker more readily suitable for a given job ad
would make him/her thus more productive”. Pendidikan kejuruan
bertujuan untuk mencetak peserta didik yang memiliki kompetensi
relevan sehingga siap untuk bekerja secara produktif.
Clarke & Winch (2007: 9) menyatakan bahwa, “Vocational
education is confined to preparing young people and adults for
workinglife, a process often regarded as of a rather technical and
practical nature”. Pendidikan kejuruan diarahkan untuk menyiapkan
peserta didik dan orang dewasa untuk siap bekerja. Desain pendidikan
kejuruan menekankan pada penguasaan kompetensi yang sesuai dengan
karakteristik kebutuhan dunia industri. Kerjasama antara Pendidikan
kejuruan dan stakeholder relevan untuk menciptakan Pendidikan yang
berkualitas melalui teaching factory menjadi suatu hal yang penting.
Anane (2013: 1) berpendapat bahwa “Vocational and Technical
Education (VTE) systems play a vital role in the social and economic

6
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

development of a nation”. Pendidikan kejuruan memiliki peranan vital


pada bidang sosial dan pengembangan ekonomi suatu bangsa. Oleh
karena itu, pengembangan Pendidikan kejuruan dalam menyiapkan
peserta didik yang siap untuk bekerja dan berkarya serta kompeten di
dunia industri selayaknya menjadi perhatian sehingga peserta didik
mampu hidup sejahtera di masyarakat.

PEMBAHASAN
Tujuan Teaching Factory
Dalam upaya mewujudkan pelaksanaan teaching factory di SMK
diperlukan beberapa komponen pendukung agar tujuan dapat tercapai.
Menurut Direktorat PSMK (2008), komponen-komponen teching
factory terdiri atas: Operational management, Human Resource,
Financial dan Invesment, Entrepreneur, Partnership, Curriculum,
Learning Process of product realization, Infrastructure dan Facilities,
serta product/service.
Manajemen operasional yang dimaksud yaitu pengelolaan
teaching factory. Manajemen tersebut meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi.
Perencanaan ialah proses sistematis dalam sebuah organisasi untuk
menyepakati dan membangun sebuah komitmen dengan pengambil
kebijakan untuk memprioritaskan suatu hal yang penting sesuai dengan
tujuan organisasi dan tanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya.
Perencanaan dan tujuan yang dibuat dengan target dan strategi
pencapaian yang jelas.
Proses Teaching factory harus melibatkan siswa secara penuh hal
tersebut dilakukan dengan tujuan menyiapkan siswa agar memiliki

7
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

kompetensi yang baik serta memiliki jiwa kewirausahaan sebelum terjun


kedunia industri, Sehingga dalam Suatu pembelajaran dapat memberikan
hasil yang penuh arti jika siswa aktif, konstruktif, insentif, bekerjasama,
dan berkerja dalam sebuah kegiatan yang nyata. Siswa lebih senang
memperoleh pengalaman langsung dan nyata dari pada mendengarkan
ceramah dari seorang guru dalam sebuah buku atau tayangan presentasi.
Melalui pengalaman langsung maka kompetensi yang diperoleh akan
selalu diingat oleh siswa dalam kurun waktu yang cukup lama setelah
mengalami proses pembelajaran tersebut.
Proses pelaksanaan teaching factory diperlukan penyusunan
kurikulum yang sesuai dengan tujuan dari SMK. Kurikulum tersebut
sebagai perangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan pengembangan untuk mencapai tujuan. Program
Teaching factory dapat berjalan jika sarana dan prasarana yang dimiliki
oleh sekolah memenuhi standar untuk melakukan kegiatan produksi baik
berupa barang atau jasa sesuai dengan program pendidikan yang
dimilikinya. Menurut Triatmoko (2009: 71), sarana dan prasaranan yang
dimiliki sekolah yang melaksanakan teaching factory 60-70%
dipergunakan untuk kegiatan bisnis/produksi. Dalam indikator SMK
RSBI yang dikeluarkan oleh direktorat PSMK (2008), sarana dan
prasarana yang harus dimiliki SMK adalah fasilitas standar training
workshop, advance training workshop dan teaching factory. Fasilitas
yang dimiliki dalam standar training workshop adalah standar minimal
yang harus dimiliki agar terlaksananya kegiatan pembelajaran sesuai
dengan kurikulum sedangkan advance training workshop merupakan
tempat untuk melakukan kegiatan pembelajaran, sedangkan teaching

8
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

factory merupakan fasilitas yang dikhususkan untuk kegiatan produksi


yang berupa barang dan jasa.
Upaya pencapaian tujuan teaching factory juga dapat dilakukan
dengan meningkatkan sumber pendapatan sekolah, untuk mewujudkan
hal tersebut diperlukan pengelolaan investasi dan keuangan yang baik
serta meningkatkan jalinan kerjasama yang baik antara sekolah dengan
pihak industri. Kerjasama yang dijalin bisa berupa kerjasama antara
SMK dengan Pemerintah, Industri, dan masyarakat sebagai konsumen.
Selain itu, SMK juga harus melakukan kerjasama dengan SMK yang lain
yang juga memeiliki program teching factory.
Proses pembelajaran dengan konsep teaching factory merupakan
proses pembelajaran yang menghadirkan lingkungan usaha/industri ke
dalam lingkungan sekolah. Siswa secara langsung melakukan proses
produksi sebagaimana yang dilakukan di industri dengan demikian siswa
melakukan proses pembelajaran yang disituasikan seperti yang
dilakukan di dunia industri. Untuk program teaching factory yang
menghasilkan produk siswa dilibatkan secara langsung dalam proses
pembuatan produk. Sedangkan program teaching factory dengan produk
berupa jasa, siswa bertanggung jawab terhadap kualitas penyediaan jasa.
Melalui proses pembelajaran langsung dan memiliki sifat yang
setara dengan dunia industri, maka siswa memiliki pengalaman yang
lebih mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan disesuaikan dengan
teori pembelajaran serta siswa mendapatkan hasil yang sangat besar
apabila secara langsung melakukan proses pekerjaan secara nyata dan
mengalami langsung proses pembelajaran tersebut. Tujuan dari proses
teaching factory lainya yaitu menanamkan jiwa kewirausahaan bagi
siswa. Berdasarkan proses teaching factory yang dilakukan

9
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

menghasilkan produk barang dan jasa yang memiliki nilai tambah


dengan kualitas yang bisa diserap dan diterima oleh masyarakat. Hal
yang perlu diperhatikan dalam produksi barang dan jasa yang
Berdasarkan uraian teori-teori mengenai tujuan Teaching Factory dapat
disimpulkan yaitu Teaching Factory adalah sebuah model yang
dipergunakan dalam proses pembelajaran. Dimana model tersebut
merupakan pengembangan dari model pendidikan system ganda dan unit
produksi sekolah dan Teaching Factory muncul berdasarkan
permasalahan yang muncul pada pendidikan ganda dan permasalahan
yang terdapat pada unit produksi. Teaching Factory merupakan sebuah
model yang dikembangkan dalam sebuah lembaga pendidikan kejuruan
dalam upaya meningkatkan kompetensi yang dimiliki siswa melalui
proses pembelajaran praktik secara penuh dilaksanakan di bengkel
sekolah, dimana bengkel tersebut ditata sedemikian rupa seperti bengkel
yang terdapat di dunia industri.
Teaching Factory merupakan sebuah srategi untuk memperoleh
penghasilan yang dapat menunjang peningkatan baik sarana dan prasana
maupun oprasional sekolah, meningkatkan kompetensi siswa,
menghasilkan produk, meningkatkan MOU. Menurut Ibnu Siswanto.
(2011: 127-129), Pelaksanaan teaching factory di SMK memiliki
beberapa faktor pendukung dan penghambat dalam upaya menuju
keberhasilan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sekolah,
beberapa faktor tersebut antara lain yaitu: Faktor Pendukung diantaranya
(a) fasilitas dan peralatan yang baik, (b) sumber daya manusia, (c) dana
hibah dari pusat/daerah, (d) lokasi, (e) produk yang dihasilkan, (f) pangsa
pasar yang jelas, (g) kepemimpinan, (h) pemasaran; dan Faktor
penghambat/Kendala diantaranya (a) aturan tentang legalisasi unit

10
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

produksi, (b) pemasaran, (c) persepsi orang tua, (d) harga dari produsen
terlalu tinggi, (e) kesibukan guru dan siswa, (f) kualitas hasil karya
siswa, (g) motivasi pengurus, (h) komunikasi sesame guru, dan (i) waktu
pengiriman produk yang lama.
Berdasarkan beberapa factor-faktor pendukung dan penghambat
yang telah ditemukan melalui penelitian yang dilakukan Ibnu Siswanto
(2011) dapat dijadikan sebagai gambaran dalam upaya pengembangan
model teaching factory lebih lanjut di SMK yang lain dengan
karakteristik yang setara.

Pengembangan Model Teaching Factory Proses Pembentukan


Model Teaching Factory Berdasarkan Konsep
Telah diungkapkan oleh Lamancusa et.al (2008) mengenai konsep
teaching factory ditemukan karena tiga hal, yaitu: (1) pembelajaran yang
biasa saja tidak cukup, (2) keuntungan peserta didik diperoleh dari
pengalaman praktik secara langsung, dan (3) pengalaman pembelajaran
berbasis team yang melibatkan siswa, staf pengajar dan partisifasi
industri memperkaya proses pendidikan dan memberikan manfaat yang
nyata bagi semua pihak. Diperkuat dengan ungkapan NYP (Nayang
Polytecnic) disimpulkan pengajaran teaching factory merupakan suatu
konsep yang menggabungkan belajar dan lingkungan kerja yang realistis
dan memunculkan pengalaman belajar yang relevan. Pembelajaran ini
merupakan proses praktek yang mengitegrasikan aplikasi
berorientasikan pelatihan dengan pendekatan pemecahan masalah. Serta
ungkapan Alptekin mengemukakan bahwa teaching factory memiliki
tujuan ganda, artinya selain sebagai proses pembelajaran juga berfungsi
sebagai wadah untuk berwirausaha. Kemudian Triatmoko (2009)

11
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

menyatakan teaching factory tempat untuk siswa melaksanakan


pembelajaran praktik yang dirancang sedemikian rupa sehingga
menyerupai lingkungan kerja serta sarana yang dimiliki sepenuhnya
digunakan dalam proses roduksi.

Proses Pembentukan Model Teaching Factory Berdasarkan


Gambaran Model- Model Teaching Factory.
Hasbullah telah menyimpulkan, salah satu pendekatan
pembelajaran yang berbasis produksi dan pembelajaran di dunia kerja
adalah dengan pabrik pembelajaran atau dikenal dengan Teaching
Factory (TEFA), dimana pada model ini dukungan mutu pendidikan dan
latihan yang berorentasi hubungan sekolah dengan dunia industri dan
dunia usaha menerapkan unit produksi di sekolah. Pendekatan
pembelajaran dengan TEFA ini diharapakan dapat meningkatkan
kompetensi siswa mata diklat tertentu oleh karena itu implementasi
TEFA di lapangan tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan industri
dan profit oriented tetapi dalam implementasinya model ini tidak
melupakan unsur pendidikan dan pembelajaran. Terkait dengan proses
pelaksanaan pembelajaran praktik dengan model teaching factory yaitu
memanfaatkan unit produksi yang dimiliki sekolah sebagai tempat
pelaksanaan teaching factory. Beberapa pengembang model TEFA yang
dapat dijadikan rujukan sebagai berikut:
a. Dadang Hidayat (2011) dengan model Tf- 6m adapun tujuan dari
pengembangan model tersebut yaitu meningkatkan kompetensi siswa
dalam mata pelajaran produktif sekolah menengah kejuruan.
Tahapannya pengembangannya sebagai berikut: 1) mengidenifikasi
kondisi pembelajaran produktif, 2) menemukan desain model
pembelajaran yang dapat memberikan siswa pengalaman langsung

12
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

dalam suasana industri disekolah, 3) menemukan model


implementasinya, 4) mengidentifikasi factor pendukung dan
penghambatnya, 5) memperoleh data empiris tentang efektivitas model.
Adapun maksud Enam langkah dari satu siklus model ini, yaitu
menerima pemberi order, menganalisis order, menyatakan kesiapan
mengerjakan order, mengerjakan order, melakukan quality control, dan
menyerahkan order. Sebelum siklus model dilaksanakan, siswa dengan
guru melakukan kesepakatan menciptakan iklim industri di sekolah,
melakukan latihan berkomunikasi, dan berlatih menganalisis order.
Model dilakukan dalam blok waktu enam minggu pada semester empat,
enam minggu pada semester lima dan dilanjutkan dengan uji
kompetensi.
b. Thomas Sukardi (2008), pengembangan model bengkel kerja praktik
terpadu, dimana perancangan model tersebut dirancang khusus jurusan
Teknik Mesin SMK Rumpun Teknologi. Perancangan model bengkel
kerja praktik terpadu tersebut mengadopsi konsep teaching factory.
Model bengkel kerja praktik tersebut meliputi; (1) pengelolaan bahan
praktik, (2) pengelolaan mesin perkakas dan peralatan praktik lainya, (3)
system perawatan perbaikan mesin perkakas dan peralatan praktik
lainya, (4) organisasi penanganan siswa, (5) tenaga pengajar dan teknisi
bengkel kerja praktik, (6) pengelolaan keselamatan kerja yang baik,
(7) kemanfaatan (use factor) penggunaan mesin perkakas praktik dan
peralatan praktik, (8) pola kepemimpinan, dan (9) pengelolaan proses
pembelajaran di bengkel kerja praktik.
Secara garis besar proses pembelajara praktik menggunakan model
TEFA terdiri atas 3 (tiga) proses yaitu proses persiapan, proses
pembelajaran, dan proses evaluasi. Proses persiapan, proses persiapan

13
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

yang dilakukan meliputi Pengelolaan Sarana dan Prasarana (Alat-alat


dan Mesin) dan Pengelolaan Ruangan. Proses pembelajaran, proses
pembelajaran yang dilakukan dalam pengembangan model yang di
rencanakan berupa proses pembelajaran praktik kegiatan pembelajaran
praktik dilaksanakan di bengkel sekolah dan melibatkan unit produksi
didalam proses pelaksanaan program. Proses praktikum melibatkan
siswa secara penuh mulai dari proses persiapan, proses praktikum, dan
proses akhir kegiatan praktik. Jenis kegiatan praktik yang dilaksanakan
tidak lagi menggunakan sistem training obyek melainkan melaksanakan
praktik langsung pada sebuah benda real. Semua proses pembelajaran
praktik yang dilakukan dilaksanakan berdasarkan konsep tentang
pelaksanaan teaching factory. Proses evaluasi, dalam proses evaluasi
yang dilakukan yaitu observasi langsung terhadap proses serta hasil kerja
yang dilakukan siswa dengan menggunakan lembar observasi dan
evaluasi berdasarkan pedoman uji kompetensi keahlian (UKK) SMK
yang disajikan dalam bentuk ujian praktik.

14
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

MODEL TEACHING FAKTORY DI SMK SECARA UMUM

15
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Agus Mochamad Sopyan NIM. 4103810318006

SIMPULAN
Teaching factory merupakan suatu sistem pembelajaran berbasis
industri yang memanfaatkan unit produksi sebagai wadah untuk
menjalankan usaha atau proses produksi. Manajemen teaching factory
menjadi poin utama meliputi perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan evaluasi. Teaching factory yang dikembangkan
terintegrasi dengan unit produksi untuk penyelenggaraan praktik peserta
didik

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hidayat M. 2011. Model pembelajaran teaching factory untuk


meningkatkan kompetensi siswa dalam mata pelajaran produktif.
Jurnal Ilmu Pendidikan, Vol 17, No 4.
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan 2008. Roadmap
pengembangan SMK 2010-2014. Jakarta: Depdiknas
Djohar. 2006. Guru, pendidikan dan pembinaanya. (Penerapanya dalam
Pendidikan dan UU Guru). Yogyakarta: CV. Grafika Indah
Hadlock, H., Wells, S., Hall, J., et al. 2008. From practice to
entrepreneurship: rethingking the learning factory approach.
Proceeding of the 2008 IAJC IJME International Conference,
ISBN 978-1-60643-379-9.
Lamancusa, J. S., Zayas, Jose L., Soyster, Allen L., et al. 2008. The
learning factory: industry-partnered active learning. Journal of
engineering education.
Triatmoko, SJ. 2009. The ATMI story, rainbow of excellence. Surakarta:
Atmipress.
Wardiman Djojonegoro 1998. Pengembangan sumber daya manusia melalui
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jakarta: PT. Jayakarta Agung
Offset.

16
Pengembangan Model Teaching Factory Di Sekolah Kejuruan
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

PEMBELAJARAN SMART DI KOBER BINTANG-BINTANG

Ai Tuti Alawiyah
NIM : 4103810318001
atra.bdg@gmail.com

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Pendahuluan
Usia 0 sampai 6 tahun merupakan usia emas (the golden age)
bagi setiap manusia, karenanya banyak orang tua yang berusaha keras
memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Selain
pendidikan informal yang diberikan di lingkungan keluarga, saat ini
sudah banyak orang tua yang menitipkan anak-anaknya di lembaga non
formal seperti Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitipan Anak (TPA),
dan Satuan PAUD Sejenis (SPS). Harapan mereka menitipkan anak-
anaknya di lembaga PAUD agar anak-anak bisa bersosialisasi dan bisa
mandiri.
Permasalahan strategi pembelajaran di PAUD merupakan
permasalahan yang belum terpecahkan sejalan dengan kompleksitas
perubahan lingkungan, baik dalam sisi perencanaan, pelaksanaan
maupun penilaian.
Berbagai strategi pembelajaran di PAUD banyak diberikan untuk
meningkatkan perkembangan karakter pada anak, diantaranya :
pendekatan keislaman, kedisiplinan, dan mengeksplor alam. Akan tetapi
belum memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan
perkembangan karakter anak.

17
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

Permasalahan ini terjadi dikarenakan belum optimalnya


pemberdayaan raw input siswa, pemberdayaan instrumental input
meliputi kurikulum, pendidik, sarana dan biaya. Ditambah lagi belum
optimalnya keterlibatan environmental input yang terdiri dari keluarga,
masyarakat dan stakeholder.
Strategi belajar dengan pendekatan keislaman pernah dilakukan,
akan tetapi anak kurang dalam memahami konsep kognitifnya karena
ditekankan dengan hafalan hadis dan ayat al-quran. Strategi
pembelajaran dengan kedisiplinan memberikan dampak tidak bagus bagi
anak, karena menjadi kaku dan kurang sosialisasi. Strategi pembelajaran
mengesplor alam hanya meningkatkan aspek kognitif anak saja, kurang
menyentuh aspek perkembangan lainnya.
Kober Bintang-bintang yang beralamat di Jl. Saluyu C XI No. 11
Komplek Riung Bandung Kelurahan Cipamokolan Kecamatan
Rancasari. Kober ini berdiri sejak tahun 2010 dan sampai sekarang
menyediakan dua kelas, yaitu untuk kelas A (usia 4-5 tahun) dan kelas B
(5-6 tahun) tahun ajaran 2018/2019 anak didik kami berjumlah 21 orang
dengan 3 orang guru dan Kepala Sekolah. Kober Bintang-bintang
menerapkan pembelajaran SMART kepada anak didiknya.SMART
merupakan kepanjangan kata dari S (Senang), MA (berMAkna), dan RT
(berkaRakTer).
Pembelajaran di PAUD sebaiknya dilakukan dalam suasana
menyenangkan bagi anak, karena saat anak senang banyak informasi
baru yang di dapat oleh anak. Pembelajaranpun harus bermakna, karena
apa yang dipelajari di sekolah harus sesuai dengan yang dibutuhkan anak
untuk bisa bersosialisasi di lingkungan luar sekolah. Pendidikan

18
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

karakterpun penting sekali untuk membentuk pembiasaan yang akan


menjadi bekalnya hingga dewasa.
Pembelajaran SMART merupakan salah satu pendekatan
pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan karakter anak, karena
melalui strategi ini anak-anak akan belajar dalam suasana senang,
bermakna, dan berkarakter. Di PAUD pembelajaran ditujukan untuk
memberikan stimulus-stimulus kepada anak, supaya mereka bisa
mandiri dan siap melanjutkan pendidikan ke tinggkat berikutnya.
Sebelum penerapan pembelajaran SMART perkembangan anak-
anak Kober Bintang-bintang peningkatannya tidak begitu signifikan,
terlihat dari nilai BB (Belum Berkembang) masih banyak dijumpai di
beberapa jenis perkembangan, yaitu : agama, bahasa, sosial emosional,
kognitif, fisik, dan seni.

Tabel 1. Perkembangan Anak Kelompok B Pra Siklus


Penilaian Emosional
Kognitif
Agama

Bahasa

Sosial

No Nama
Fisik

Seni
.

1 Afiqa Azzahra BB MB BB BB MB MB

2 Alya Fakhira Shakil BB BB BB BB MB MB

3 Bilqis Fitria Ardyani MB BSH BB MB MB MB

4 Fachry Naufal Sihombing BB BB BB MB BB BB

5 Irenka Deizza Yumna BB MB MB BB BB MB

6 Muhamad Ilham Ramadan BB MB MB BB MB BB

7 Naysyilla Suherman MB BSH MB MB BB MB

8 Nayla Putri Azzahra BB BB MB BSH MB BB

19
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

9 Rahmat Hidayat BB BB BB BB MB BB

10 Sheryl Aqila Maharani BB MB BB BB BB MB

11 Tegar Muhamad Azka MB BSH MB BB BSH BB

12 Zulva Sanni Khofifah BB MB MB BB BB MB

13 Talita Dalfa Rahmah MB MB BB BB BB MB

Tujuan dari pembuatan jurnal ini untuk memberikan gambaran


tentang perencanaan, pelaksanaan, penilaian, masalah, dan solusi dalam
penerapan pembelajaran SMART di PAUD Bintang-bintang. Sedangkan
manfaatnya hasil karya ini dapt dijadikan dasar bagi guru untuk
meningkatkan kompetensinya dalam pelaksanaan pembelajaran di
PAUD.

A. Landasan Teori
Pembelajaran di Kober Bintang-bintang dilakukan dengan
SMART (Senang, berMAkna, dan berkaRakTer).
1. Senang
Menurut para ahli perkembangan otak manusia mengalami
lompatan dan berkembang sangat pesat pada saat usia dini, yakni 80%.
Ketika lahir otak anak mencapai perkembangan 25%, sampai usia 4
tahun perkembangan otaknya mencapai 50%, sampai usia 8 tahun
perkembangan otaknya 80%, dan selebihnya berkembang sampai usia 18
tahun (Yudrik Jahja, 2011:30).
Saat lahir otak bayi mengandung 100 milyar neuron dan satu
triliun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-
cabang neuron) yang akan membentuk sambungan antar neuron.
Sambungan neuron inilah yang menjadi pengalaman anak dan akan

20
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

terbawa seumur hidup. Apabila anak kurang atau tidak diberikan


stimulus (rangsangan), maka sambungan antar neuron ini akan terputus
secara alami. Pertumbuhan jumlah jaringan otak anak sangat dipengaruhi
oleh banyak tidaknya pengalaman anak, terutama pengalaman yang
menyenangkan. Penelitian terbaru menemukan bahwa anak-anak yang
jarang diajak bermain atau beraktivitas, perkembangan otaknya lebih
kecil dari ukuran normal usianya. Pembelajaran di PAUD haruslah
menyenangkan tanpa ada paksaan dan tekanan, karena saat suasana
senang anak-anak akan mudah menerima semua informasi pengetahuan
yang diberikan oleh gurunya saat itu.
Kober Bintang-bintang memberikan pembelajaran pada anak
melalui permainan yang menyenangkan, baik melalui bernyanyi,
bertepuk, permainan fisik, permainan tradisional, dan masih banyak
permainan yang lainnya. Melalui permainan anak-anak merasa senang
dan belajarpun dijalani dengan senang. Sehingga beberapa
perkembangan anak meningkat cepat, yaitu perkembangan bahasa,
perkembangan sosial emosional, perkembangan fisik, perkembangan
agama dan moral, perkembangan kognitif, dan perkembangan seni.
Disetiap awal tema pembelajaran, guru menggunakan baju “temaku”
yaitu celemek yang dimodifikasi menjadi banyak gambar yang mewakili
tema yang akan dipelajari.
2. Bermakna
Pada umumnya anak-anak melihat segala sesuatu sebagai satu
kesatuan yang utuh (khaffah). Karenanya pembelajaran di PAUD harus
pada sesuatu objek yang kongkret, lingkungan, dan pengalaman yang
dialaminya. Berdasarkan hal tersebut, maka pembelajaran di PAUD
dapat diidentifikasi (H.E. Mulyasa, 2012 :32) sebagai berikut :

21
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

a. Belajar melalui gerakan refleks dan aktivitas tubuh


b. Belajar memerankan perasaan dan hati nurani
c. Belajar sambil bermain
d. Belajar melalui komunikasi, interaksi, dan sosialisasi
e. Belajar dari lingkungan
f. Belajar memenuhi hasrat dan kebutuhan
Belajar melalui permainan di Kober Bintang-bintang di berikan
dengan beberapa tema, yang dimulai dari mengenal diri sendiri,
lingkunganku, kebutuhanku, dan seterusnya. Semua tema ini diperlukan
untuk anak dan di berikan dari benda yang paling sederhana dan
lingkungan terdekat. Pembelajaran yang bermakna menjadikan anak
lebih percaya diri dan mandiri.
3. Berkarakter
Pendidikan karakter dibutuhkan anak untuk membentuk kebiasan
(habbit) pada anak yang akan menjadi bekal mereka hingga dewasa
kelak. Pendidikan karakter (H.E. Mulyasa, 2012;69) merupakan suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik yang meliputi
komponen : kesadaran, pemahaman, kepedulian, dan komitmen yang
tinggi untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Alloh
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun
masyarakat dan bangsa secara keseluruhan sehingga menjadi manusia
sempurna sesuai dengan kodratnya. Karena itu pemerintah telah
menetapkan 18 nilai karakter yang harus ditanamkan pada anak-anak,
yaitu :

22
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

Tabel 2 Nilai Karakter


Nilai Deskripsi
1. Religius Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan
dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya
dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3. Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang berbeda dengan dirinya
4. Disiplin Tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai ketentuandan peraturan
5. Kerja keras Perilaku yang menunjukan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan
belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya
6. Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang
telah dimiliki
7. Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung
pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8. Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9. Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar

23
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

10. Semangat Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang


kebangsaan menempatkan kepentingan bangsa dan negara di
atas kepentingan diri dan kelompoknya
11. Cinta tanah air Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang
menunjukan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan
politik bangsa
12. Menghargai Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
prestasi menghasilkan suatu yang berguna bagi masyarakat
dan mengakui serta menghormati keberhasilan
orang lain
13. Bersahabat/ Tindakan yang memperlihatkan rasa senang
komunikatif berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang
lain
14. Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya
15. Gemar Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya
16. Peduli Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
lingkungan kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan
mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang sudah terjadi
17. Peduli sosial Sikap dan tidakan yang selalu ingin memberi
bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan

24
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

18. Tanggung Sikap dan perilaku sesorang untuk melaksanakan


jawab tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial, dan budaya), budaya, dan
Alloh Yang Maha Esa
Pembelajaran karakter di PAUD Bintang-bintang dikembangkan
dalam beberapa kegiatan, yaitu :
a. Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegitan yang dilakukan setiap hari di sekolah.
Misalnya : berdo’a sebelum dan sesudah belajar, mencuci tangan sebelum
makan, dan berbaris sebelum masuk kelas.
b. Kegiatan spontan
Kegitan spontan yaitu kegitan yang terjadi secara spontan tanpa ada
perencanaan terlebih dahulu. Misalnya : meminta maaf bila anak
melakukan kesalahan, membuang sampah pada tempatnya, dan berbagi
makanan dengan temannya.
c. Keteladanan
Keteladanan yaitu sikap/perilaku contoh yang diberikan guru dan tenaga
kependidikan terhadap anak-anak dengan harapan anak-anak bisa meniru
sikap baik tersebut. Misalnya : berpakaian bersih dan rapi, ramah, dan
supel.
d. Pengkondisian
Pengkondisian berkaitan dengan upaya sekolah untuk menata lingkungan
fisik maupun non fisik demi terciptanya suasana mendukung
terlaksananya pendidikan karakter ini. Misalnya : toilet yang bersih dan
mudah dijangkau anak, perpustakaan, dan APE.

25
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

B. Metode Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan dalam 2 tahapan
siklus yaitu Siklus I dan II, namun sebelumnya didahului dengan tahapan
pra siklus untuk mengidentifikasi kekurangan dalam proses pembelajaran
akuntansi materi jurnal penyesuaian. Sementara siklus II direncanakan
jika kekurangan dalam siklus I belum teratasi. Teknik pengumpulan data
yang digunakan dalam Penelitian tindakan kelas ini adalah: 1) Observasi
atau pengamatanterhadap keaktifan dan pelaksanaan pembelajaran
SMART, 2) Tes untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa setelah
mempelajari materi jurnal penyesuaian dengan menggunakan
pembelajaran SMART, 3) Dokumentasi yang diperoleh dari hasil
pengerjaan lembar kerja siswa, lembar observasi, catatan lapangan, hasil
analisis tes jurnal penyesuaian, video dan foto selama proses
pembelajaran. Dalam penelitian kualitatif, instrumen penelitian yaitu:1)
peneliti sendiri yang melakukan perencanaan, melaksanakan tindakan,
mengumpulkan data, menganalisis data, menafsirkan data, dan pada
akhirnya melaporkan hasil penelitian; 2) lembar observasi yaitu observasi
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran SMART
dan lembar observasi keaktifan siswa; 3) Penilaian yang digunakan untuk
mengukur perkembangan pada aspek kognitif, agama, bahasa, sosial
emosional, kognitif, fisik, dan seni; 4) Dokumentasi berupa rencana
pelaksanaan pembelajaran, skenario pembelajaran, lembar penilaian
perkembangan siswa, video, dan foto-foto selama proses pembelajaran;
5) catatan lapangan untuk mencatat hal-hal yang terjadi diluar cakupan
yang ada dalam lembar observasi, tapi berkaitan dengan yang diteliti.
Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data yaitu
pemilihan data, penyederhanaan data, serta transformasi data kasar dari

26
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

hasil catatan lapangan. Data yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri
data kualitatif dan data kuantitaif. Kedua data tersebut dianalisis secara
berbeda. Data kualitatif didasarkan pada lembar pengamatan selama
proses penelitian berlangsung berupa keaktifan siswa dalam aktivitas
belajar. Sementara itu data kuantitatif diperoleh darI hasil tes yang
dianalisis dengan menggunakan analisis statistik sederhana. Indikator
keberhasilan penelitian ini adalah keaktifan siswa dalam pembelajaran
dan peningkatan perkembangan siswa baik kognitif, bahasa, agama,
sosial emosional, fisik, dan seni.

C. Implementasi Pembelajaran SMART


Penelitian dilakukan dalam dua siklus, yang sebelumnya
dilakukan observasi pra siklus di bulan Agustus 2018. Siklus pertama
dilakukan di bulan Oktober 2018, sedangkan siklus kedua dilakukan di
bulan November 2018. Yang kami teliti anak-anak kelompok B (usia 5-
6 tahun) sebanyak 13 orang anak.
Dalam memetakan pembelajaran Kober Bintang-bintang
menyusun program semester yang berisikan tema-tema, tahapan
perkembangan anak, dan alokasi waktu. Selain program semester yang di
suasun, ada beberapa kegiatan yang dilakukan Kober Bintang-bintang
diantaranya :
1. Peragaan manasik haji, kegitan ini dilakukan bekerja sama dengan
HIMPAUDI kota Bandung. Kegitan ini bertujuan untuk memberikan
pengalaman kegitan ibadah haji haji kepada anak yang didalammya
terdapat pendidikan karakteryaitu : religius, disiplin, mandiri, dan
peduli sosial.

27
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

2. Kunjungan ke Kantor Kecamatan Rancasari, kegitan ini dilakukan


atas undangan pihak Kecamatan untuk sosialisasi program
“Kecamatan Ramah Anak” dan “Pojok Baca”. Melalui kegitan ini
anak mendapatkan pendidikan karakter yaitu : peduli sosial, rasa ingin
tahu, dan gemar membaca.
3. Lomba gerak dan lagu 123, kegiatan ini dilakukan atas kerjasama
HIMPAUDI, IGTK dan Kecamatan Rancasari. Melalui kegitan ini
anak mendapatkan pendidikan karakter yaitu : mandiri, kreatif,
komunikatif dan menghargai prestasi.
4. Lomba mewarnai, kegitan ini sering dilakukan atas undangan dari
beberapa pihak diantaranya; HIMPAUDI, Toko Idola, Depo
Bangunan dan lain-lain. Kegiatan ini memberikan pendidikan
karakter pada anak yaitu : mandiri, kretif, kerja keras, dan menghargai
prestasi.
5. Sosialisasi program CAMEJASA, kegiatan ini bekerjasama dengan
Disdik Kota Bandung dan Taman Lalu Lintas Ade Irma Suryani.
Melalui kegitan ini anak mendapatkan pendidikan karakter, yaitu :
kerja keras, peduli lingkungan, dan mandiri.
6. Peringatan hari Kartini, kegitan ini dilakukan oleh HIMPAUDI
Kecamatan Rancasari dengan jenis kegitan berupa mendengar cerita
R.A. Kartini dan peragaan busana tradisional. Melalui kegitan ini
anak mendapatkan pendidikan karakter berupa, yaitu : gemar
membaca, mandiri, dan cinta tanah air.
7. Pemeriksaan kesehatan, kegitan ini dilakukan bekerjasama dengan
PUSKESMAS Kecamatan Rancasari. Melalui kegitan ini anak
mendapat pendidikan karakter, yaitu disiplin, mandiri dan tanggung
jawab.

28
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

Setelah penyusunan program semester, kami menyusun rencana


kegitan mingguan (RKM) sebagai penjabaran dari program semester
yang berisisi kegitan-kegitan dalam rangka mencapai indakator yang
telah ditentukan dalam satu minggu sesuai dengan tema.

Tabel 3. Pemetaan Tema Semester I


No Tema Waktu
1 Diri Sendiri 3 minggu
2 Lingkunganku 4 minggu
3 Kebutuhanku 4 minggu
4 Binatang 3 minggu
5 Tanaman 3 minggu
Jumlah 17 minggu
Rencana kegiatan harian (RKH) lalu disusun setelah ada RKM.
RKH merupakan penjabaran dari RKM yang akan dilaksanakan setiap
hari dalam setiap kegiatan pembelajaran secara bertahap. Dalam RKH
ini kami mencantumkan nilai karakter yang diharapkan muncul pada
anak, sesuai kegitan pembelajaran yang dilakukan.
Tabel 4. Jadwal Kegitan Pembelajaran
No Kegitan Waktu
1 Menyambut anak 07.30-08.00
2 Kegitan pendahuluan 08.00-08.30
Berbaris, berdo’a, absensi,
apersepsi

29
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

3 Kegiatan inti 08.30-09.30


4 Istirahat dan makan 09.30-10.00
5 Kegitan penutup 10.00-10.30
Di Kober Bintang-bintang setelah berbaris di depan kelas dan
masuk kedalam kelas lalu anak-anak berdo’a dengan urutan sebagai
berikut:
1. Membaca kalimat syahadatain dan artinya
2. Membaca surat Al-Fatihah dan artinya
3. Membaca do’a sebelum belajar dan artinya
4. Membaca surat-surat pendek dalam Juz Amma
5. Membaca mahfudot dan hadis pendek beserta artinya
Dalam kegitan absensi, kami melakukan melalui nyanyian
sehingga anak merasa senang. Begitu pula sebelum masuk ke dalam
kegitan inti kami mulai dengan tepukan dan nyanyian sehingga anak
menjadi semangat untuk belajar.
Dalam kegitan belajar kami selalu melakukan melalui benda
langsung. Misalnya tema tanaman, maka anak-anak secara langsung
melihat, memegang, menghitung jumlah daun, jumlah buah, tanaman
yang ada di sekitar sekolah. Begitu pula ketika tema hewan, kami
mengajak anak-anak melihat langsung ke peternakan rusa di komplek
dekat sekolah kami. Disana mereka tidak hanya melihat rusa, ada hewan
lain yang bisa diteliti diantaranya : kelinci, burung, dan ikan. Mereka
merasa senang bisa memberi makan hewan-hewan tersebut dan anak
yang asalnya takut memegang rusa, pada akhirnya berani memegangnya
dengan pengawasan guru tentunya.
Setiap anak memiliki perkembangan belajar yang berbeda,
karena itu guru selalu memberikan motivasi pada awal pembelajaran dan

30
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

selalu memberikan pendampingan kepada anak yang membutuhkan, tapi


apabila ada anak yang terlebih dahulu menguasai pelajaran, maka anak
itu diberikan tugas yang lain atau membantu temannya yang belum
mengerti.
Kober Bintang-bintang mewajibkan anak membawa bekal sehat
dari rumah dan memakan bersama teman-teman di kelas, yang diawali
dengan mencuci tangan dan berdo’a sebelum makan.Selama makan
anak-anak dibiasakan makan dengan tertib dan berdo’a setelah makan.
Setelah makan dan istirahat, anak-anak masuk kelas kembali untuk
kegitan penutup berupa diskusi tentang kegitan yang dilakukan hari ini,
evaluasi kegitan, menginformasikan kegitan esok hari, berdoa’a setelah
belajar dan melantuntakan asmaul husna, serta diakhiri dengan salam.
Semua pembelajaran di Kober Bintang-bintang selalu ada unsur
pembelajaran karakter didalamnya. Mulai dari penyambutan anak,
selama anak bermain, selama anak belajar, istirahat, makan bersama, dan
kegitan akhir pembelajaran.
Penilaian dalam pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat
penting untuk mengukur tingkat keberhasilan guru dalam mengajar dan
tingkat keberhasilan anak dalam belajar. Penilaian di PAUD Bintang-
bintang dilakukan selama kegitan pembelajaran berlangsung dan setelah
kegitan belajar untuk merapihkan dokumentasi. Beberapa jenis penilaian
di PAUD Bintang-bintang, yaitu :
1. Penilaian unjuk kerja, penilaian unjuk kerja dilakukan berdasarkan
tugas anak dalam melakukan perbutan yang dapat diamati. Misalnya
berdo’a, senam, mengamati tanaman.
2. Observasi, observasi adalah cara pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi melalui pengamatan langsung terhadap

31
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

sikap anak dengan indikator yang telah ditetapkan. Misalnya


perkembangan melipat kertas pada anak.
3. Catatan anekdot, merupakan kumpulan catatan peristiwa
pentingtentang sikap dan perilaku anakdalam situasi tertentu.
Misalnya bisa ke toilet sendiri.
4. Portofolio, portofolio adalah kumpulan tugas dan pekerjaan
seseorang secara sistematis. Guru mengoleksi karya anak selama
mengikuti kegitan pembelajaran.
Semua penilaian ini diperlukan sebagai evaluasi bagi pihak kami
Kober Bintang-bintang dan manfaat lainya untuk :
1. Mengetahui perkembangan anak selama ada di lembaga kami
2. Bahan pertimbangan guru untuk memperbaiki metode pembelajaran
3. Memberikan informasi kepada orang tuauntuk melaksanakan
pendidikan keluarga yang sesuai di lingkungan sekolah
4. Bahan masukan bagi berbagai pihak dalam pembinaan selanjutnya
terhadap anak
5. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa
dikembangkan anak
Kegitan penilaian di Kober Bintang-bintang dimulai sejak anak
datang ke sekolah sampai anak pulang. Tahapan penilaian di mulai di
lembar RKH dan buku catatan anekdot, seterusnya di pindahkan ke
buku penilaian observasi, unjuk kerja dan portofolio. Setiap minggu di
rekap ke dalam buku penilaian mingguan, sebagai bahan penilaian di
buku rapot akhir semester (dokumen terlampir).

D. Hasil yang Dicapai dari Pembelajaran SMART

32
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

Pembelajaran SMART di Kober Bintang-bintang telah


menghasilkan anak-anak yang berkarakter, mandiri, dan percaya diri.
Sehingga menambah kepercayaan dari masyarakat sekitar untuk
menitipkan anak-anaknya di lembaga kami. Tetapi karena fasilitas kami
terbatas (hanya menyediakan dua kelas), kami tidak bisa menerima murid
melebihi kapasitas. Pembelajaran SMART memberikan hasil yang sangat
bagus, terbukti dari peningkatan perkembangan anak-anak Kober
Bintang-bintang di enam aspek perkembangan, yaitu : agama, bahasa,
sosial emosional, kognitif, fisik, dan seni.
Tabel 5. Perkembangan Anak Kelompok B Siklus ke II
Penilaian

Emosional
Kognitif

Bahasa
Agama

Sosial
No Nama

Fisik

Seni
1 Afiqa Azzahra MB BSH MB BSH BSH BSH

2 Alya Fakhira Shakil MB BSH MB BSH BSH BSH

3 Bilqis Fitria Ardyani BSH BSH MB MB BSH BSH

4 Fachry Naufal Sihombing BSH BSH MB BSH BSH MB

5 Irenka Deizza Yumna BSH BSH BSH MB BSH MB

6 Muhamad Ilham Ramadan BSH BSH BSH BSH BSH MB

7 Naysyilla Suherman BSH BSH BSH BSH BSH BSH

8 Nayla Putri Azzahra BSH BSH BSH BSH BSH MB

9 Rahmat Hidayat MB BSH MB MB BSH BSH

10 Sheryl Aqila Maharani MB BSH BSH BSH MB BSH

11 Tegar Muhamad Azka BSH BSH BSH MB BSH MB

12 Zulva Sanni Khofifah BSH BSH MB BSH BSH BSH

13 Talita Dalfa Rahmah BSH BSH MB BSH MB BSH

33
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

Tabel 6. Perbandingan Persentase Perkembangan


No Nama BB MB BSH
1 Pra Siklus 33,05 % 54,55 % 12,40 %
2 Siklus ke II 0% 19,72 % 80,28 %
Grafik Perbandingan Perkembangan Anak

100
80
BB
60
MB
40
BSH
20
0
Pra Siklus Siklus II

Berdasarkan grafik diatas perkembangan anak sangat meningkat,


terlihat dari penilian BSH yang meningkat drastis melalui pembelajaran
SMART.
Pembelajaran SMART di Kober Bintang-bintang telah
menjadikan anak-anak mandiri, religius, peduli lingkungan, gemar
membaca, dan berbagai karkter lainya. Hal ini dibuktikan dengan
diterimanya lulusan PAUD Bintang-bintang di Sekolah Dasar yang
bagus dan anak-anak mampu mengikuti pembelajaran di SD tersebut,
bahkan ada beberapa anak yang berprestasi.

E. Kendala dan Solusi Pembelajaran SMART


Dalam pelaksanaan pembelajaran di PAUD Bintang-bintang
bukanya tidak ada masalah yang terjadi, tetapi semua masalah bisa
diatasi dengan musyawarah, misalnya ;

34
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

1. Fasilitas di PAUD Bintang-bintang yang kurang memadai untuk


pendidikan karakter. Hal ini diatasi dengan menggunakan lingkungan
di sekitar sekolah. Misalnya mengunjungi peternakan rusa di komplek
perumahan dekat sekolah, mengamati tumbuhan di sekitar lingkungan
sekolah, mengunjungi taman bermain di lingkungan dekat sekolah.
2. Guru yang kurang motivasi dan kreatif. Hal ini diatasi dengan saling
mengingatkan diantara kepala sekolah dan sesama teman guru. Dan
untuk meningkatkan kompentensi pendidik, guru diikutsertakan
dalam pelatihan, diklat dan seminar pendidikan.
3. Kesulitan anak dalam pembelajaran karakter. Hal ini diatasi dengan
kerjasama dengan orang tua untuk membisakan pendidikan karakter
di rumah. Pertemuan rutin dilaksanakan setiap satu bulan sekali setiap
hari Jum’at minggu ke dua.

F. Faktor-faktor Pendukung Pembelajaran SMART


Ada beberapa faktor-faktor pendukung pembelajaran SMART di
PAUD Bintang-bintang, yaitu :
1. Bimbingan dan pengawasan dari kepala sekolah dalam
pembelajaran SMART
2. Kerjasama antara guru dalam pelaksanaan pembelajaran SMART
3. Dukungan orang tua dalam semua program pembelajaran SMART
4. Masyarakat di lingkungan sekitar dalam mendukung pembelajaran
SMART
5. HIMPAUDI dalam meningkatkan kompetensi guru PAUD
6. Pemerintah dalam bantuan dana berupa BOP

G. Rencana Pengembangan Pembelajaran SMART

35
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

Pembelajaran SMART di PAUD Bintang-bintang telah terbukti


berhasil dalam meningkatkan pendidikan karakter anak. Rencana
pengembangannya kami akan menambah jumlah ruang kelas, untuk bisa
menampung lebih banyak anak-anak di lingkungan sekitar. Kamipun
ingin menambah fasilitas yang lebih menyenangkan untuk anak dengan
menyediakan out bound mini di lingkungan sekolah.

H. Simpulan
Berbagai strategi pembelajaran untuk meningkatkan pendidikan
karakter pada anak di PAUD Bintang-bintang telah dilakukan, seperti :
pendekatan keislaman, pendekatan disiplin, pendekatan dan pendekatan
mengeksplor alam. Tetapi belum memberikan dampak yang berarti bagi
perkembangan karakter anak. Maka kami menerapkan pembelajaran
SMART di PAUD Bintang-bintang untuuk meningkatkan pendidikan
karakter pada anak. Penerapan pembelajaran SMART dilakukan
melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
Kendala yang dihadapi dalam pembelajaran SMART yaitu :
fasilitas yang kurang memadai, guru yang kurang kreatif, dan anak yang
kesulitan dalam pembelajaran karakter. Semua kendala ini dapat diatasi
dengan musyawarah.
Pembelajaran SMART di PAUD Bintang-bintang telah
menjadikan anak-anak mandiri, religius, peduli lingkungan, gemar
membaca, dan berbagai karkter lainya. Hal ini dibuktikan dengan
diterimanya lulusan PAUD Bintang-bintang di Sekolah Dasar yang
bagus dan anak-anak mampu mengikuti pembelajaran di SD tersebut,
bahkan ada beberapa anak yang berprestasi.

36
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

Daftar Pustaka
Jahja Yudrik, 2011. Psikologi Perkembangan, Kencana Prenada Media
Grup : Jakarta.
Mulyasa H E, 2012. Konsep Dasar PAUD, Rosda Karya : Bandung.
Permadi Dadi & Arifin Daeng, 2016.Pendidikan Karakter, Pustaka Al-
Arif : Bandung.
Depdiknas, 2008.“ Pedoman Standar Pelayanan Minimal
Penyelenggaraan PAUD”

37
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ai Tuti Alawiyah NIM : 4103810318001

38
Pembelajaran Smart Di KOBER Bintang-Bintang
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

MANAJEMEN KELAS DAN


MANAJEMEN PEMBELAJARAN

Ali Irsan Shafar, S.H.


NIM : 4103810318026

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

BAB I
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Manajemen kelas berbeda dengan manajemen pembelajaran.
Manajemen / Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan
oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran dengan maksud agar
tercapai kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar
sebagaimana yang diharapkan. Atau pengelolaan kelas adalah suatu
keterampilan untuk bertindak dari seorang guru berdasarkan atas
sifat-sifat kelas dengan tujuan menciptakan situasi pembelajaran ke
arah yang lebih baik. Sedangkan manajemen pembelajaran
berhubungan dengan kurikulum atau dapat diartikan sebagai usaha ke
arah pencapaian tujuan-tujuan melalui aktivitas-aktivitas orang lain
atau membuat sesuatu dikerjakan oleh orang-orang lain berupa
peningkatan minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang siswa
(orang yang belajar), dengan memperluas cakupan aktivitas (tidak
terlalu dibatasi), serta mengarah kepada pengembangan gaya hidup di
masa mendatang.

39
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


manajemen siswa SMK. Selain itu untuk menambah pemahaman
penyusun mengenai manajemen kelas dan manajemen pembelajaran.

II. RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud manajemen kelas?
2. Masalah-masalah apakah yang ada dalam manajemen kelas?
3. Pendekatan-pendekatan apa saja yang dapat digunakan dalam
manajemen kelas?
4. Apa yang dimaksud dengan manajemen pembelajaran?
5. Apa fungsi-fungsi dari manajemen pembelajaran?

III. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian manajemen kelas
2. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam
manajemen kelas
3. Mengetahui pendekatan-pendekatan yang dapat dilakukan dalam
manajemen kelas
4. Mengetahui pengertian manajemen pembelajaran

40
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

I. MANAJEMEN KELAS
1. Pengertian Manajemen Kelas
Pengertian manajemen / pengelolaan kelas adalah suatu usaha
yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran
dengan maksud agar tercapai kondisi optimal sehingga dapat
terlaksana kegiatan belajar sebagaimana yang diharapkan. Atau
pengelolaan kelas adalah suatu keterampilan untuk bertindak dari
seorang guru berdasarkan atas sifat-sifat kelas dengan tujuan
menciptakan situasi pembelajaran ke arah yang lebih baik.
Arti pengelolaan kelas dapat ditinjau dari beberapa pendangan:
Pandangan otoriter, bahwa pengelolaan kelas sebagai proses
mengontrol tingkah laku siswa atau seperangkat kegiatan guru untuk
mempertahankan ketertiban kelas.
Pandangan permisif, bahwa pengelolaan kelas adalah
seperangkat, kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa.
Pandangan behaviour modification, adalah seperangkat
kegiatan guru untuk mengubah tingkah laku siswa (proses
pengubahan tingkah laku) kearah positif.
Pandangan penciptaan iklim sosioemosional, bahwa
pengelolaan kelas adalah seperangkat kegiatan guru untuk
mengembangkan hubungan interpersonal yang baik dan iklim
sosioemosional yang positif.

41
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

Pandangan proses kelompok, bahwa pengelolaan kelas adalah


seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memperhatikan
organisasi kelas yang efektif.

2. Masalah-masalah dalam Manajemen Kelas


a. Masalah Pengelolaan Kelas
Masalah pergelolaan kelas dapat di kelompokkan menjadi dua
kategori yaitu masalah individual dan masalah kelompok. Tindakan
pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia dapat
mengidentifikasi dengan tepat hakikat masalah yang sedang dihadapi,
dan dapat memilih strategi penanggulangannya dengan tepat pula.
b. Masalah Individu/Perorangan
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassell (Noorhadi,1985:5),
mengemukakan bahwa semua tingkah taku individual merupakan
upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima
kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan, kemungkinan akan terjadi beberapa
tindakan siswa yang dapat digolongkan menjadi:
1. Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain
(attention getting behavior), misalnya membadut di dalam kelas
(aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat
pertolongan ekstra (pasif).
2. Tingkah-Iaku yang ingin merujukan kekuatan (power seeking
behaviours), misalnya selalu mendebat atau kehilangan kendali
emosional, seperti marah-marah, menangis atau selalu “Iupa” pada
aturan penting di kelas (pasif).

42
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

3. Tingkah-Iaku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge


seeking behaviors), misalnya menyakiti orang lain seperti
mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok
ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
4. Peragaan ketidakmampuan (displaying indequacy) yaitu dalam
bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melakukan apapun
karena yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
c. Masalah Kelompok
Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam
pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas frustasi atau
lemas dan akhirnya siswa menjadi anggota kelompok bersifat pasif,
acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan
kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bergairah dan
belajar dengan baik.
d. Masalah organisasi
Sekolah sebagai organisasi sosial dan sebagai sub sistem dari
sistem sosial yang lebih luas termasuk sistem persekolahan nasional.
Pengaruh organisasi sekolah dipandang cukup menentukan dalam
pengarahan peri/aku siswa. Dengan kata lain guru dan siswa
dipengaruhi oleh organisasi sekolah secara keseluruhan, termasuk
cara pengelompokan, kurikulum, rencana fisik, peraturan-peraturan,
nilai sikap dan tindakan.
Kebijaksanaan dan peraturan sekolah memberi refleksi kepada
sikap nilai, organisasi, tujuan dan peri/aku siswa dalam kelas. Dengan
kegiatan rutin yang telah diatur secara jelas dan dikomunikasikan
kepada seluruh siswa secara terbuka, maka akan menyebabkan

43
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

tertanam pada diri setiap siswa kebiasaan yang baik dan keteraturan
tingkah laku.

3. Pendekatan dalam Manajemen Kelas


a. Pendekatan dengan penerapan sejumlah “Iarangan dan anjuran” .
Pendekatan ini pada pelaksanaannya hampir sama dengan
pendekatan otoriter dan pendekatan permisif, karena dalam
penerapannya akan muncul bentuk:
a. penghukuman atau pengancaman
b. penguasaan atau penekanan
c. pengalihan atau pemasabodohan
Pendekatan ini dianggap kurang efektif karena pendekatan
ini bagi guru bersikap reaktif. Hanya terbatas pada masalah-
masalah yang muncul secara insidental saat itu, kurang mengarah
pada pemecahan masalah yang bersifat jangka panjang, bersikap
absolut (mutlak) dan tidak membuka peluang bagi pengambilan
tindakan-tindakan yang lebih luwes dan kreatif.
b. Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku (Behavior Modification)
Pendekatan ini bertolak dari psikologi Behavioristik. Yang
menganggap bahwa semua tingkah laku merupakan hasil belajar.
Dan juga berdasarkan prinsip psikologi bahwa setiap individu
perlu diperhitungkan dalam proses pembelajaran. Prinsip psikologi
tersebut adalah, meliputi:
1. Tindakan penguatan positif, yaitu memberikan stimulus positif,
berupa ganjaran atau pujian terhadap perilaku atau hasil yang
memang diharapkan, misalnya berupa ungkapan seperti “Nah

44
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

seperti ini kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi mudah


dibaca”.
2. Tindakan penghukuman, yaitu suatu penampilan perangsang
yang tidak diinginkan atau tidak disukai, dengan harapan
menurunkan frekuensi pemunculan tingkah laku yang tidak
dikehendaki.
3. Tindakan penghilangan, yaitu tidak memberikan ganjaran yang
diharapkan seperti yang lalu (menahan pemberian penguatan
positif), atau pembatalan pemberian ganjaran yang sebenarnya
diharapkan siswa. Contoh: Didi yang waktu sebelumnva
mendapat pujian alas hasil pekerjaannya baik dan rapi yang
diserahkan kepada Pak Umar, pada waktu penyerahan
pekerjaan berikutnya dengan hasil yang sama, Pak Umar
menerima dan memeriksa tanpa memberi pujian.
4. Tindakan penguatan negatif, yaitu meniadakan perangsang
yang tidak menyenangkan atau tidak disukai. Atau dengan kala
lain menghilangkan hukuman. Contoh : Wawan yang waktu
sebelumnya dimarahi Pak guru karena pekerjaannya tidak benar
dan tidak rapi, pada pengumpulan tugas berikutnya Pak guru
tidak memarahinya lagi. Harapan dari tindakan-tindakan
tersebut dapat menghentikan atau mengurangi perilaku-perilaku
yang tidak dikehendaki serta dapat meneruskan atau
meningkatkan perilaku-perilaku yang dikehendaki.
c. Pendekatan Iklim Sosioemosional (Sosio-Emotional Climate)
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa:
1. Proses pembelajaran yang efektif mempersyaratkan adanya
iklim sosioemosional yang baik artinya suasana hubungan

45
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

interpesonal yang baik antara guru dan siswa serta antara


siswa dengan siswa.
2. Guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim
sosioemosional yang baik itu. Oleh karena itu, pendekatan
ini berkeyakinan bahwa suasana atau iklim kelas yang baik
berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar.
Hubungan guru dengan siswa yang penuh simpati dan
saling menerima merupakan kunci pelaksanaan dari
pendekatan ini. Dengan demikian, pendekatan ini
menekankan pentingnya tingkah laku atau tindakan guru
yang menyebabkan siswa memandang guru itu benar-benar
terlibat dalam pembinaan siswa dan memperhatikan apa
yang dialami siswa balk suka maupun duka. Implikasi dari
pendekatan ini adalah bahwa siswa bukan semata-mata
sebagai individu yang sedang mempelajari pelajaran
tertentu, tetapi dipandang sebagai keseluruhan pribadi yang
sedang berkembang
d. Pendekatan Proses Kelompok (Group Proses)
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa:
1. Pengalaman belajar di sekolah berlangsung dalam suasana
kelompok, yaitu kelompok kelas.
2. Tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas adalah
membina dan memelihara kelompok yang efektif dan
produktif.
e. Pendekatan Elektis (Electic approach)
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas,
kreativitas dan inisiatif guru dalarn memilih berbagai

46
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

pendekatan dalam satu situasi yang dihadapinya. Penggunaan


pendekatan elektis memungkinkan digunakannya dua atau lebih
pendekatan dalam satu situasi pembelajaran. Penggunaan
pendekatan ini menuntut pula kemampuan guru untuk
berimprovisasi dalam menghadapi masalah yang dihadapi
siswa. Guru tidak hanya terpaku pada penerapan salah satu
pendekatan dalam perbaikan tingkah laku siswa, tetapi dalam
melaksanakan tugasnya hendaknya mampu menerapkan
pendekatan-pendekatan tersebut secara bersamaan dua atau tiga
pendekatan.

II. MANAJEMEN PEMBELAJARAN


1. Pengertian Manajemen Pembelajaran
Manajemen pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha ke arah
pencapaian tujuan-tujuan melalui aktivitas-aktivitas orang lain atau
membuat sesuatu dikerjakan oleh orang-orang lain berupa
peningkatan minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang siswa
(orang yang belajar), dengan memperluas cakupan aktivitas (tidak
terlalu dibatasi), serta mengarah kepada pengembangan gaya hidup di
masa mendatang.
Beberapa bagian terpenting dari manajemen pembelajaran
antara lain:
1) penciptaan lingkungan belajar
2) mengajar dan melatihkan harapan kepada siswa
3) meningkatkan aktivitas belajar
4) meningkatkan disiplin siswa

47
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

Selain itu dalam penyusunan materi diperlukan pula rancangan


tugas ajar dalam wilayah psikomotrik, rancangan tugas ajar dalam
wilayah kognitif, serta rancangan tugas ajar dalam wilayah afektif.

2. Fungsi Manajemen Pembelajaran


Perencanaan adalah salah satu fungsi awal dari aktivitas
manajemen dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Menurut Anderson (1989:47), perencanaan adalah pandangan masa
depan dan menciptakan kerangka kerja untuk mengarahkan tindakan
seseorang dimasa depan.
Yang dimaksud dengan perencanaan pembelajaran menurut
Davis (1996) adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seorang guru
untuk merumuskan tujuan mengajar.
Dalam kedudukannya sebagai seorang manajer, guru
melakukan perencanaan pembelajaran yang mencakup usaha untuk :
1. Menganilisis tugas.
2. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan atau belajar.
3. Menulis tujuan belajar.
3. Mengorganisisr Sumber Daya Pembelajaran
Lebih jauh menurut Davis, proses pengorganisasian dalam
pembelajaran meliputi empat kegiatan, yaitu :
1. Memilih alat taktik yang tepat.
2. Memilih alat bantu belajar atau audio-visual yang tepat.
3. Memilih besarnya kelas (jumlah murid yang tepat).
4. Memilih strategi yang tepay untuk mengkomunikasikan peraturan-
peraturan, prosedur-prosedur serta pengajaran yang kompleks.

48
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

Ahmad Tafsir (1992:33) berpendapat bahwa metodologi


pengajaran adalah pengetahuan yang membicarakan berbagai metode
mengajar yang dapat digunakan oleh guru dalam menyelenggarakan
kegiatan belajar-mengajar.
Dalam hal ini metode mengajar adalah :
1. Merupakan salah satu komponen dari proses pendidikan.
2. Merupakan alat mencapai tujuan yang didukung oleh alat-alat
bantu mengajar.
3. Merupakan kebulatan dalam satu sistem pengajaran.
Dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah taktik atau
strategi yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan mata
pelajaran kepada peserta didik.
Menurut Davis (1996) bahwa dalam memilih metode sangat
tergantung pada sifat tugas, tujuan pengajaran yang akan dicapai,
kemampuan dan pengetahuan sebelumnya serta umur murid.
Guru sebagai manajer dapat mengorganisasikan bahan
pelajaran untuk disampaikan kepada murid dengan beberapa metode,
yaitu :
1. Metode Ceramah.
2. Metode Demontrasi.
3. Metode Diskusi.
4. Metode Tanya-Jawab.
5. Metode Driil atau Latihan Siap.
6. Metode Resitasi atau Pemberian Tugas Belajar

49
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

III. MATERI MANAJEMENT PEMBELAJARAN


Materi pembelajaran telah dimanajent dalam suatu rancangan
pembelajaran sehingga materi pembelajaran dapat sampai pada tujuan
yang akan dicapai pada siswa nantinya.
Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian
standar kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan
yang diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka
materi pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep
atau prinsip ataupun jenis materi yang lain.
Cakupan matapelajaran adalah sedemikian luasnya sehingga
pemilihan mana-mana yang akan dipakai sebagai materi pembelajaran
yang kita ”sajikan” untuk dipelajari siswa merupakan keputusan yang
relatif sulit, walaupun kita telah berhasil mengidentifikasikan materi
pembelajaran secara global dengan mencermati SK dan KD.

IV. MACAM-MACAM MATERI PEMBELAJARAN


Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional
materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar
kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi
pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur),
keterampilan, dan sikap atau nilai.
Materi fakta adalah nama-nama obyek, peristiwa sejarah, lambang,
nama tempat, nama orang, dsb. (Ibu kota Negara RI adalah Jakart;
Negara RI merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945). Termasuk materi
konsep adalah pengertian, definisi, ciri khusus, komponen atau bagian

50
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

suatu obyek (Contoh kursi adalah tempat duduk berkaki empat, ada
sandaran dan lengan-lengannya).
Materi prinsip adalah dalil, rumus, adagium, postulat, teorema,
atau hubungan antar konsep yang menggambarkan “jika..maka….”,
misalnya “Jika logam dipanasi maka akan memuai”, rumus menghitung
luas bujur sangkar adalah sisi kali sisi.
Materi jenis prosedur adalah materi yang berkenaan dengan
langkah-langkah secara sistematis atau berurutan dalam mengerjakan
suatu tugas. Misalnya langkah-langkah mengoperasikan peralatan
mikroskup, cara menyetel televisi. Materi jenis sikap (afektif) adalah
materi yang berkenaan dengan sikap atau nilai, misalnya nilai kejujuran,
kasih sayang, tolong-menolong, semangat dan minat belajar, semangat
bekerja, dsb.
Materi pembelajaran adalah materi yang digunakan untuk
mencapai tujuan pembelajaran dan indikator. Materi dikutip dari materi
pokok yang ada dalam silabus. Materi pokok tersebut kemudian
dikembangkan menjadi beberapa uraian materi. Untuk memudahkan
penetapan uraian materi dapat diacu dari indikator.

51
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Manajemen kelas berbeda dengan manajemen pembelajaran.
Manajemen / Pengelolaan kelas adalah suatu usaha yang dilakukan oleh
penanggung jawab kegiatan pembelajaran dengan maksud agar tercapai
kondisi optimal sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar sebagaimana
yang diharapkan.
Atau pengelolaan kelas adalah suatu keterampilan untuk bertindak
dari seorang guru berdasarkan atas sifat-sifat kelas dengan tujuan
menciptakan situasi pembelajaran ke arah yang lebih baik. Sedangkan
manajemen pembelajaran berhubungan dengan kurikulum atau dapat
diartikan sebagai usaha ke arah pencapaian tujuan-tujuan melalui
aktivitas-aktivitas orang lain atau membuat sesuatu dikerjakan oleh
orang-orang lain berupa peningkatan minat, perhatian, kesenangan, dan
latar belakang siswa (orang yang belajar), dengan memperluas cakupan
aktivitas (tidak terlalu dibatasi), serta mengarah kepada pengembangan
gaya hidup di masa mendatang.
Manajemen pembelajaran dapat diartikan sebagai usaha ke arah
pencapaian tujuan-tujuan melalui aktivitas-aktivitas orang lain atau
membuat sesuatu dikerjakan oleh orang-orang lain berupa peningkatan
minat, perhatian, kesenangan, dan latar belakang siswa (orang yang
belajar), dengan memperluas cakupan aktivitas (tidak terlalu dibatasi),
serta mengarah kepada pengembangan gaya hidup di masa mendatang.

52
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

Beberapa bagian terpenting dari manajemen pembelajaran antara


lain:
1) penciptaan lingkungan belajar
2) mengajar dan melatihkan harapan kepada siswa
3) meningkatkan aktivitas belajar
4) meningkatkan disiplin siswa

53
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ali Irsan Shafar, S.H. NIM : 4103810318026

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2012. www.wordpress.com.Konsep Pembelajaran


Islami. Diakses tanggal 28 Desember 2011
Anonymous. 2012. www.muslimheritage.com.Islam dan Belajar.
Diakses tanggal 28 Desember 2011.
Dimyati dan Mudjiono.2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta :
Rineka cipta.
Djamarah, Syaiful Bahri. 1999. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta
Djiwandono dan Siti Wuryani.2002.Psikologi
Pendidikan.Jakarta:Grasindo.
Hidayati, dkk.2008.Pembelajaran Pendidikan SD.Jakarta: Departemen
Nasional.
Roestiyas, N.K. 1986. Masalah-masalah Ilmu Keguruan.Jakarta: PT
Bina Aksara.
Sohari, Sahrani dkk.2008.Peran Pendidikan Agama Islam.Jakarta:
Rajawali Press.
Sugihartono, dkk. Psikologi Pendidikan. 2007. Yogyakarta : UNY Press
Suryabrata, Sumadi. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja
Grafindo

54
Manajemen Kelas Dan Manajemen Pembelajaran
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

PERANAN GURU DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN


EMOSIONAL SISWA

Ana Laila Fauziah, S.T.


NIM : 4103810318011

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstraksi
Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan-kemampuan
memahami diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi secara
produktif,empati dan membina hubungan. Kemampuan ini dapat
membekali siswa dalam menyesuiakan diri dengan teman-teman di
sekolah, sehingga dapat terjalin hubungan yang harmonis.
Siswa dengan kecerdasan emosional yang rendah tentu akan mengalami
kesulitan dalam membangun hubungan dengan teman-teman dan
gurunya. Hal ini berdampak pada ketidakmampuan siswa dalam
menyesuiakan diri dengan lingkungan sekolahnya, apakah dengan guru
atau temannya. Tentu saja hal ini mengakibatkan siswa mengalami
kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas belajarnya.
Guru sangat berperan penting dalam meningkatkan kecerdasan siswa.
Dengan melakukan bimbingan kepada siswa maka guru akan membantu
siswa meningkatkan kecerdasan emosioanlnya sehingga siswa dapat
meyesuiakan diri dengan lingkngannya. Dengan demikian siswa akan
dengan mudah menyelesaikan tugas belajarnya.

PENDAHULUAN
Setiap manusia yang lahir di dunia tentunya memerlukan
pendidikan yang baik agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi
manusia seutuhnya. Pendidikan bagi manusia pada dasarnya adalah
upaya memuliakan manusia yang telah lahir. Upaya ini merupakan tugas

55
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

yang mulia dan besar yang harus dilaksanakan secara berkesinambungan


terutama oleh para guru sebagai tenaga pendidik yang sangat dibutuhkan.
Tujuan pendidikan nasional diarahkan pada kualitas emosional
sumber daya manusia yang mengacu kepada pembinaan kecerdasan
intelektual, emosional , spiritual dan kemampuan teknis yang bersifat
kompetitif dalam mengantisipasi tantangan global dan secara integral
memebentuk manusia Indonesia yang demokratis dan bertanggungjawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka dibutuhkan pendidikan yang tidak
hanya mengembangkan segi kecerdasan intelektualnya saja , tetapi dapat
mengembangkan kecerdasan emosional siswa.
Kecerdasan emosional ini merujuk kepada kemampuan-
kemampuan memahami diri, mengelola emosi, memanfaatkan emosi
secara produktif, empati, dan membina hubungan (Juntika dan Nurihsan,
2011:240). Kemampuan ini dapat membekali siswa dalam
menyesuaikan diri dengan teman-teman di sekolah, sehingga dapat
terjalin hubungan yang harmonis.
Howard Gardner menyebut kecerdasan emosional sebagai
kecerdasan antarpribadi (Goleman, 2016:53). Gardner mengakui bahwa
betapa pentingnya kemampuan emosional dan kemmapuan komunikasi
dalam hiruk pikuknya kehidupan. Senada dengan E.L Thorndike yang
menyebutkan bahwa salah satu aspek kecerdasan emosional adalah
kecerdasan sosial yakni kemampuan untuk memahami orang lain dan
bertindak bijaksana dalam hubungan antar manusia, merupakan sesuatu
aspek kecerdasan intelektual (Goleman, 2016:54)
Rendahnya kecerdasan emosional siswa mengakibatkan siswa
memiliki kemampuan interaksi sosial yang rendah. Rendahnya
kemampuan interaksi sosial siswa memberikan dampak yang besar
56
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

dalam berbagai hal. Salah satunya berdampak pada kemajuan siswa


dalam proses belajarnya. Siswa yang tergolong memiliki kemampuan
interaksi sosial yang rendah apabila memiliki kesulitan memahami
materi pada mata pelajaran tertentu, siswa tersebut enggan bertanya baik
kepada guru atau teman-temannya. Sehingga ia dapat memahami materi
tersebut dan prestasi belajar cenderung rendah. Dari contoh tersebut
dapat diatarik kesimpulan bahwa rendahnya kemampuan interaksi sosial
siswa memberikan dampak negatip pada siswa yang bersangkutan
sehingga perlu mendapatkan penanganan segera.
Kecerdasan emosional siswa dapat dilatih melalui pendidikan
dan bimbingan. Kecerdasan emosional memiliki peran penting bagi
kehidupan individu, dapat ditingkatkan, dan banyak dipengaruhi
lingkungan belajar. Oleh karena itu, peran guru sangat penting dalam
mengembangkan kecerdasan emosional siswa, supaya siswa terdindar
dari berbagai masalah emosional yang akan menghambat tercapainya
keberhasilan pendidikan.

KAJIAN PUSTAKA
I. GURU
a. Pengertian
Dalam KBBI (1991) guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya
mengajar. Guru disebut dalam Undang-Undang SISDIKNAS no 20
tahun 2003 sebagai seorang pendidik yaitu tenaga kependidikan yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara,tutor,instruktur,fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan
pendidikan.
57
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

Pasal 39 ayat 2 menyatakan bahwa Pendidik merupakan tenaga


profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran,menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan , serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
guru sebagai pendidik atau pengajar merupakan faktor penentu
penentu kesuksesan setiap usaha pendidikan . itulah sebabnya setiap
perbincangan mengenai pembaruan kurikulum, pengadaan alat –alat
belajar sampai pada kriteria sumber daya manusia yang dihasilkan oleh
usaha pendidikan, selalu bermuara pada guru. Hal ini menunjukkan
betapa signifikan posisi guru dalam dunia pendidikan.
b. Karakteristik Kepribadian Guru
Dalam arti sederhana kepribadian berarti sifat hakiki individu
yang tercermin pada sikap dan perbuatannya yang membedakan
dirinya dari yang lain. McLeod (1989) mengartikan kepribadian
sebagai sifat khas yang dimiliki seseorang. Kepribadian adalah faktor
yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan seorang guru sebagai
pengembang sumber daya manusia. Mengapa demikian? Karena ,
disamping dia berperan sebagai pembimbing dan pembantu, juga
berperan sebagai anutan.
Karakteristik kepribdian yang berkaitan dengan keberhasilan guru
dalam menggeluti profesinya adalah meliputi :
1. Fleksibilitas Kognitif Guru
Keluwesan ranah cipta merupakan kemampuan berpikir diikuti
dengan tindakan secara stimultan dan memadai dalam situasi
tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai dengan
keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia juga memiliki
58
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang terlampau dini


dalam pengamatan dan pengenalan. Ketika mengamati dan
mengenali suatu objek atau situasi tertentu, seorang guru fleksibel
selalu berpikir kritis yaitu berpikir penuh pertimbangan akal sehat
yang dipusatkan pada pengambilan atau menghindari sesuatu
(Heger&Kaye, 1990).
2. Keterbukaan Psikologi Pribadi Guru
Guru yang terbuka secara psikologs biasanya ditandai dengan
kesediaannya yang relatif tinggi untuk mengkomunikasikan
dirinya dengan faktor-faktor ekstern antara lain siswa, teman
sejawat, dan lingkungan pendidikan tempatnya bekerja. Ia mau
menerima kritik dengan ikhlas. Di samping itu ia juga memiliki
empati, yakni respons afektif terhadap pengalaman emosional dan
perasaan tertentu orang lain (Reber,1988).
Keterbukaan psikologis sangat penting bagi guru mengingat
posisinya sebagai anutan siswa. Keterbukaan Psikologis
merupakan syarat penting yang perlu dimiliki guru untuk
memahami pikiran dan perasaan orang lain.disamping itu
keterbukaan psikologis diperlukan untuk menciptakan suasana
hubungan guru dan siswa yang harmonis, sehingga mendorong
siswa untuk mengembangkan dirinya secara bebas dan tanpa
ganjalan.
c. Kompetensi Profesionalisme Guru
Kompetensi guru menurut Barlow (1985) merupakan kemampuan
seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara
bertanggung jawab dan layak. Jadi,kompetensi profesionalisme guru
dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam
59
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

menjalankan profesi keguruannya. Artinya , guru yang piawai dapat


disebut sebagai guru yang kompeten dan profesional.
Dalam menjalankan kewenangan profesionalnya, guru dituntut
memilki keanekargaman kecakapan yang bersifat psikologis, yang
meliputi :
1. Kompetensi Kognitif Guru
Seorang guru wajib memiliki keterampilan ranah cipta yang
meliputi penguasaan Ilmu pengetahuan kependidikan umum yang
meliputi ilmu pendidikan, psikologi pendidikan,administrasi
pendidikan, dan seterusnya. Sedangkan pengetahuan kependidikan
khusus meliputi metode mengajar, metodik khusus pengajaran
materi tertentu, teknik evaluasi, praktik keguruan , dan sebagainya.
Selain itu seorang guru wajib menguasai ilmu pengetahuan
matri budang studi yang dipegangnya. Ilmu pengetahuan materi
bidang studi meliputi semua bidang studi yang akan menjadi
keahlian atau pelajaran yang akan diajarkan oleh guru. Dalam hal
ini, penguasaan atas pokok-pokok bahasan materi pelajaran yang
terdapat dalam bidang studi yang menjadi bidang tugas guru
adalah mutlak diperlukan.
Jenis kompetensi kognitif lain yang juga dimiliki seorang guru
adalah kemampuan mantrasnfer strategi kogniif kepada siswa agar
dapat belajar secara efisien dan efektif (Lawson, 1991).
2. Kompetensi Afektif Guru
Kompetensi ranah afektif guru bersifat tertutup dan abstrak,
sehingga amat sukar untuk diidentifikasi. Namun demikian
kompetensi ranah rasa yang paling penting adalah sikap dan
perasaan diri yang berkaitan dengan profesi keguruan yaitu:
60
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

a. Konsep diri dan harga diri guru yaitu totalitas sikap dan
persepsi seorang guru terhadap dirinya. Keseluruhan sikap
dan pendangan tersebut dapat dianggap deskripsi
kepribadian guru yang bersangkutan. Sementara itu harga
diri guru dapat diartikan sebagai tingkat pandangan dan
penilaian seorang guru mengenai dirinya sendiri
berdasarkan prestasinya.
Guru yang memiliki konsep diri yang tinggi
umunya mempunyai harga diri yang tinggi pula. Ia
mempunyai keberanian mengajak dan mendorong serta
membantu dengan sekuat tenaga kepada siswanya agar
lebih maju.
b. Efikasi –diri dan efikasi kontekstual guru.
Efikasi guru lazim juga disebut personal teacher
efficacy,adalah keyakinan guru terhadap keefektifan
kemampuannya sendiri dalam membangkitkan gairah dan
kegiatan siswanya.kompetensi ranah rasa ini berhubungan
dengan kompetensi ranah rasa lainnya yang disebut
teaching efficacy yang berarti kemampuan guru dalam
berurusan dengan keterbatasan faktor diluar dirinya ketika
ia mengajar. Artinya, keyakinan guru terhadap
kemampuannya sebagai pengajar profesional bukan hanya
dalam hal menyajikan materi pelajaran di depan kelas saja,
melainkan juga dalam hal mendayagunakan keterbatasan
ruang, waktu dan peralatan yang berhubungan dengan
proses belajr mengajar.
c. Sikap penerimaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
61
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

Sikap penerimaan terhadap diri sendiri adalah ranah


rasa seorang guru dalam berkecenderungan positif atau
negatif terhadap dirinya sendiri berdasarkan penilaian yang
lugas atas bakat dan kemampuannya. Sikap penerimaan
terhadap diri sendiri ini diiringi dengan rasa puas terhadap
kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri guru tersebut.
Sebagai pemberi layanan kepada siswa , guru seyogyanya
memiliki sikap poositif terhadap dirinya sendiri. Sebab
kompetensi besikap seperti ini akan cukup berpengaruh
terhadap tinggi rendahnya kualitas dan kuantitas layanan
kepada siswa.
3. Kompetensi Psikomotor Guru
Kompetensi ini meliputi segala keterampilan atau
kecakapan yang bersifat jasmaniah yang pelaksanaanya
berhubungan dengan tugasnya selaku pengajar. Guru yang
profesional memerlukan penguasaan yang proma atas sejumlah
keterampilan ranah karsa yang langsung berkaitan dengan
bidang studi garapannya.
Secara garis besar, kompetensi ranah karsa guru terdiri atas
dua kategori yaitu kecakapan fisik yang umum yang
diwujudkan dalam gerak dan tindakan umum jasmani guru
seperti duduk, berdiri, berjalan,dsb. Kompetensi ranah karsa ini
selayaknya direfleksikan oleh guru sesuai dengan kebutuhan
dan tatakrama yang berlaku. Yang kedua adalah kecakapan
ranah karsa khusus meliputi keterampilan –keterampilan
ekpresi verbal dan non verbal tertentu yang direfleksikan guru
terutama ketika mengelola proses belajar-mengajar. Dalam hal
62
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

merefleksikan ekpresi verbal guru sangat diharapkan terampil,


dalam arti fasih dan lancar berbicara baik ketika menyampaikan
uraian materi pelajaran maupun ketika menjawab pertanyaan
para siswa atau mengomentari sanggahan dan pendapat mereka.
d. Peran guru
Karena tugasnya mengajar, seorang guru harus mempunyai
wewenang mengajar berdasarkan kulifikasi sebagai tenaga pengajar,
sebagai tenaga pengajar, setiap guru harus memiliki kemampuan
profesional dalam bidang proses belajar mengajar . dengan
kemampuan itu , guru dapat melaksanakan perannya, yakni :
1. Sebagai fasiitator , yang menyediakan kemudahan-kemudahan
bagi siswa untuk melakukan kegiatan belajar.
2. Sebagai pembimbing yang membantu siswa mengatasi kesulitan
dalam proses pembelajaran.
3. Sebagai penyedia lingkungan yang berupaya menciptakan
lingkungan yang menantang siswa agar melakukan kegiatan
belajar,
4. Sebagai komunikator yang melakukan komunikasi dengan siswa
dan masayarakat.
5. Sebagai model yang mampu memberikan contoh yang baik kepda
siswanya agar berperilaku yang baik.
6. Sebagai evaluator yang melakukan penilaian terhadap kemajuan
belajr siswa.
7. Sebagai inovator yang turut menyebarluaskan usaha-usaha
pembaruan kepada masyarkat.

63
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

8. Sebagai agen moral dan politik yang turut membina moral


masyarakat, peserta didik, serta menunjang upaya-upaya
pembangunan
9. Sebagai agen kognitif yang menyebarkan ilmu penegtahuan
kepada peserta didik dan masyarakat.
10. Sebagai manajer yang memimpin kelompok siswa dalam kelas
sehingga proses pembelajran berhasil.

II. Kecerdasan Emosi.


1. Pengertian
Istilah intelgensi, dalam bahasa Indonesia biasa disebut dengan
kecerdasan, telah banyak digunakan, terutama di dalam bidang
psikologi dan pendidikan, namun secara definitip istilah itu tidak
mudah dirumuskan. Singih Gunarsa (1991) dalam Sunarto
(1999;99) , mendefinisikan intelegensi sebagai suatu kumpulan
kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu
pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya
dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul. Sementara
Wechler (1985) merumuskan intelegensi sebagai keseluruhan
kemampuan individu untuk berpikir dan bertindak secara terarah
serta kemampuan mengolah dan menguasai lingkungan secara
efektif.
Dalam kamus filsafat (1995:162), kecerdasan atau intelegensi
diartikan sebagai proses menyesuaikan diri dengan masalah-
masalah dengan menggunakan penalaran abstrak. Abu Ahmadi
(2009:176) , menyebut kecerdasan sebai stgai kesanggupan besikap

64
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah, dengan


keadaan di luar dirinya yang biasa maupun yang baru.
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan atau intelegensi adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan di luar diri seseorang, berpikir
dan bertindak secara terarah, mampu mengolah dan menguasai
lingkungan dan mampu mengatasi masalah sehingga memperoleh
pengetahuan yang baru.
Daniel Goleman (2016:7) menyatakan bahwa “Emosi
merupakan aspek psikologis yang komplek dari keadaan
homeostatik yang normal yang berawal dari suatu stimulus
Psikologis”
Sementara kecerdasan emosi menurut Salovey dan Mayer sperti
dikutip Mubayidh (2006:14) diartikan sebagai
suatu kecerdasan sosial yang berkaitan dengan kemampuan
seseorang dalam memantau emosi –dirinya maupun emosi orang
lain,dan juga kemampuannya dalam membedakan emosi dirinya
dengan emosi dengan emosi orang lain, dimana kemampuan ini
digunakan untuk mengarahkan pola pikir
Daniel Goleman (2016-366), menyebutkan “Keterampilan
emosional itu mencakup kesadaran diri, mengindentifikasi,
mengungkapkan dan mengelola perasaan, mengendalikan dorongan
hati dan menunda pemuasan, serta menangani stres dan kecemasan”
Banyak keterampilan yang merupakan keterampilan
antarpribadi: membaca isyarat emosional dan sosial, mendengarkan,
mampu menahan pengaruh buruk, menerima sudut pandang orang
lain dan memahami tingkah laku mana yang dapat diterima dalam
situasi tertentu.

65
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

Howard Garner dalam Goleman (2016:49), menyebut


kecerdasan emosional sebagai kecerdasan pribadi; kecakapan antar
pribadi. Gardner memecah kecerdasan antarpribadi menjadi empat
kemampuan tersendiri: kepemimpinan, kemampuan membina
hubungan dan memepertahankan persahabatan, kemampuan
menyelesaikan konflik, dan keterampilan analisis sosial.
Salovey dalam Goleman (2016:55) menempatkan kecerdasan
pribadi Gardner dalam dasar definisi kecerdasan emosional yang
dicetuskannya, seraya memperluas kemampuan ini menjadi lima
wilayah yakni mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi
diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan membina hubungan.
Tentu saja kemampuan orang dalam wilayah ini berbeda-beda.
Kekurangan dalam keterampilan emosional dapat diperbaiki sampai
ke tingkat yang setinggi-tingginya ketika masing-masing wilayah
menampilkan bentuk kebiasaan dan respons yang dengan upaya
yang tepat, dapat dikembangkan.
Robert K. Cooper dan Ayman Sawaf dalam Agustian (2005:289)
menyebutkan bahwa “kecerdasan emosional sebagai kemampuan
untuk mersakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya
serta kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi,
dan pengaruh yang manusiawi ”
Ary Ginanjar (2005:66), menjelaskan “kecerdasan emosi
meliputi unsur suara hati, kesadaran diri, motivasi, etos kerja,
keyakinan, integritas, komitmen, konsistensi, presistensi,
kejujuran,daya tahan dan keterbukaan”.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali
66
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

emosi diri sendiri dan emosi orang lain, kemampuan untuk


memotivasi diri sendiri dan orang lain, empati, dapat membina
hubungan serta dapat mengatasi konflik dan kecemasan mempunyai
integritas, jujur, memiliki daya tahan dan keterbukaan. Emosi adalah
bahan bakar yang tidak tergantikan bagi otak agar mampu
melakukan penalaran yang tinggi. Emosi menyulut kreatifitas,
kolaborasi, inisiatif, dan transformasi. Kecerdasan emosional adalah
dasar keterampilan sosial dimana akan terjalin interaksi sosial
diantara individu-individu, dalam hal ini para siswa, yang akan
membutuhhkan keterampilan dalam mengelola emosi dan
membangun sebuah hubungan diantara para siswa. Penguasaan
kecerdasan emosional yang baik akan sangat menunjang
keberhasilan dalam penyesuain yang dilakukan oleh para siswa,
sehingga menjadikan sebuah hubungan yang harmonis diantara
mereka.

2. Manfaat Kecerdasan Emosional dalam belajar


Sekolah yang ideal adalah sekolah yang berupaya
mengembangkan secara beimbang kecerdasan emosi dan
kecerdasan intelektual yang mencakup anatara lain ilmu
pengetahuan umum, matematika, dan baca tulis. Sekolah dapat
mengembangkan kecerdasan emosional siswa melalui banyak
aktivitas dan pengarahan yang mendidik siswa dengan nilai-nilai
luhur, seperti mengajar siswa untuk menjadi orang yang penyayang
dan lembut.
Kecerdasan emosional memberikan manfaat pada proses belajar
siswa di sekolah, diantaranya adalah:
67
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

1. Memiliki motivasi dalam belajar


Slameto (2010:58) , menjelaskan:
Diantara faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa
adalah adanya faktor dari dalam dirinya, seperti
minat,bakat,kecerdasan dan motivasi. Dalam proses belajar haruslah
diperhatikan motif yang dapat mendorong siswa untuk berpikir dan
memusatkan perhatian,merencanakan dan melaksanakan kegiatan
yang menunjang belajar.

Motif-motif tersebut dapat ditanamkan dengan cara


memberikan latihan-latihan agar dapat belajar dengan baik dan
terpusat perhatiannya, serta mampu menyelesaikan setiap tugas
yang diberikan kepadanya. Dengan demikian siswa dapat mencapai
keberhasilan dalam belajar.
2. Mempunyai minat yang tinggi
John Dewey mengemukakan “Learning by doing” adalah
konsep yang dapat dikembangkan dalam mengintrodusir cara
belajar siswa yang mencakup emosi, perilaku dan fisiologi”
Sementara Samiawan (2002:61) menyebutkan bahwa
Dengan Aritmetika Mental anak dibutuhkan sistem kebermaknaan
yakni pengalaman emosional yang disandikan di amygdala. Bila
minat anak tertarik karena merasa pengalaman belajar itu bermakna
sehingga emosinya bersamaan. Dengan tersulutnya minat ini,
informsi akan menerobos pada saluran neuron yang belum
terjelajahi.

3. Dapat membina hubungan


Salah satu unsur kecerdasan emosional adalah membina
hubungan. Siswa dapat membina hubungan dalam kelompok besar
maupun kecil.
Soenarto (1999:130), menyatakan bahwa:

68
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

Dalam proses penyesuaian diri, kemampuan intelektual dan


emosional mempunyai pengaruh yang kuat. Saling pengertian akan
kekurangan masing-masing dan upaya menahan sikap menonjolkan
diri atau tindakan dominasi terhadap teman, diperlukan tindakan
intelektual yang tepat dan kemampuan menyeimbangkan
pengendalian emosional.

Slameto (2010:66), menyebutkan bahwa:


Perlu menciptakan relasi yang terjalin baik antara siswa dengan guru
dan relasi siswa dengan siswa selama proses belajar mengajar di
sekolah. hal ini dapat memberikan pengaruh positif terhadap belajar
siswa. Didalam relasi yang baik antara guru dan siswa, siswa akan
menyukai gurunya, dan akan menyukai pelajaran yang diberikannya
sehingga siswa berusaha mempelajari sebaik-baiknya.
Siswa yang mempunyai sifat angkuh atau tingkah yang
kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau
sedang mengalami tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok.
akibatnya makin parah masalahnya dan akan mengganggu
belajarnya. Relasi yang terjalin baik diantara siswa akan sangat
menunjang keberhsilan belajar siswa.
4. Dapat mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah serta memiliki
sikap disiplin.
Mubayidh (2006:126) menjelaskan bahwa :
Siswa di sekolah wajib mengikuti dan manaati peraturan dan tata
tertib sekolah, mempunyai sikap disiplin dan patuh. Guru di sekolah
mengajarkan sikap disiplin, taat dan patuh. Upaya mengajarkan
sikap disiplin,taat dan patuh kepada siswa harus dilakukan dengan
tetap menghormati siswa dan karakter mereka yang berbeda-beda.
Upaya ini dilakukan dengan tujuan bahwa siswa dapat memiliki
sikap disiplin, taat dan patuh dengan sendirinya sehingga tidak ada
rasa terpaksa dalam diri siswa dalam menerapkan sikap tersebut.

Kedisiplinan sekolah mencakup kedisiplinan seluruh


personil sekolah. sekolah yang kurang dalam melaksanakan disiplin,
69
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

maka akan mempengaruhi belajar siswa. Siswa akan malas dan tidak
mempunyai motivasi yang kuat dalam mengerjakan setiap tugas
belajarnya. Hal ini berdampak pada kurangnya hasil belajar siswa.
Mempunyai sikap disiplin, taat dan patuh merupakan salah satu
keterampilan emosional.
5. Tidak mudah putus asa.
Salah satu unsur kecerdasan emosional adalah memiliki daya
tahan. Siswa dengan kecerdasan emosional yang baik akan memiliki
daya tahan menghadapi kegagalan dalam belajar. Ary Ginanjar
(2005:270), menyebutkan bahwa “kegagalan akan menghancurkan
kesombongan,sehingga akan menghadirkan sikap rendah hati dan
akan meningkatkan kecerdasan emosionalnya”. Dengan daya tahan
yang baik, siswa tidak akan menyerah menghadapi setiap kegagalan
dalam belajarnya. Siswa akan terus berusaha untuk mengatasi setiap
kesulitan yang dia alami. Siswa akan memiliki kemampuan untuk
mengatasi setiap masalah yang dihadapinya dan siswa tidak menjadi
orang yang mudah berputus asa.
Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa
manfaat kecerdasan emosional bagi belajar siswa adalah siswa
mempunyai motivasi instrinsik yang kuat dalam belajar, mempunyai
minat yang tinggi, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekolah, baik dengan guru ataupun dengan teman-teman, dapat
mengahdapi kegagalan, dan dapat memenuhi peraturan sekolah dan
mempunyai sikap disiplin yang kuat. Hal tersebut dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah.

70
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

3. Faktor –faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi siswa di


sekolah.
Perkembangan manusia sangat dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal. Faktor internal adalah individu dengan segala potensi
dan kemampuan yang dimilikinya untuk mengembangkan segala
potensinya. Sedangkan faktor eksternal adalah dukungan dari
lingkungan sekitarnya untuk mengoptimalkan sejuta potensi yang
dimilikinya, terutama kecerdasan emosional.
Daniel Goleman (2016) menjelaskan bahwa kecerdasan emosonal
dipengaruhi oleh faktor –faktor :
a. Faktor Internal
Pada manusia, amigdala adalah kelompok struktur yang
saling terkoneksi yang bertumpu pada batang otak, dekat dengan
cincin limbik. Hipokampus dan amigdala meupakan bagian penting
yang memunculkan konteks dan neokorteks. Amigdala adalah
spesialis masalah emosional. Apabila amigdala dipisahkan dari
bagian otak lainnya, hasilnya adalah ketidakmampuan yang amat
mencolok dalam menangkap makna suatu peristiwa.
b. Faktor keluarga
Pendidikan keterampilan emosional dimulai dari keluarga.
Orang tua yang terampil secara emosional memiliki anak-anak
dengan pergaulan yang lebih baik, dapat menjaga emosinya, lebih
disukai teman, dapat berkonsentrasi dengan lebih baik, sehingga
menjadi siswa yang efektif.
c. Faktor lingkungan sekolah
Sekolah berperan sentral dalam membina karakter dengan
menanamkan disiplin diri dan empati. Program pendidikan emosi
71
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

dimuali sejak dini dan disesuaikan dengan usia, dilangsungkan


sepanjang tahun ajaran. Guru sangat berperan penting dalam
pengembangan kecerdasan emosional siswa melalui teknik, metode
mengajarkan dan gaya kepemimpinan dalam proses belajar
mengajar.
d. Faktor lingkungan sosial.
Dukungan sosial dapat berupa pujian, dukungan dari
masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat mengembangkan
kecerdasan emosional anak, sehingga memunculkan perasaan
berharga, dalam mengembangkan kepribadian dan kontak sosialnya.

PERAN GURU DALAM MENINGKATKAN KECERDASAN


EMOSIONAL SISWA
Upaya guru dalam mengembangkan kecerdasan emosional siswa adalah:
a. Preventif
Guru melakukan pencegahan dengan menjaga jangan sampai siswa
mengalami kesulitan dan mengalami masalah yang tidak diinginkan
dengan cara :
1. Memberikan materi untuk mengenali dan mengendalikan
perasaan.
2. Diajarkan untuk disiplin dan diarahkan kepada hal-hal baik
3. Melatih siswa untuk mengembangkan karakter kepedulian atau
perhatian dan rasa tanggungjawab kepada orang lain.
4. Mengembangkan harga diri melalui pujian dan dorongan
5. Memberikan contoh .
6. Melalui permainan-permainan yang menyenangkan
7. Melibatkan siswa dalan kegiatan yang positif
72
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

b. Persusif
Usaha-usaha yang dilakukan guru untuk menjaga keadaan yang
telah baik agar tetap baik.
c. Korektif
Guru mengadakan bimbingan kepada anak—anak yang mengalami
kesulitan dalam emosional dengan bantuan guru BK.

METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan metode kulaitatif dengan pendekatan
deskriptif yaitu merupakan cara mengumpulkan data nyata apa adanya
pada saat penelitian dilakukan pada saat penelitian dilakukan. Hal ini
sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Suharismi Arikunto
(1993:309), bahwa “ penelitian deskriftip merupakan penelitian yang
dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala
yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya saat penelitian
dilakukan”
Data dan sumber data dalam penelitian ini adalah guru dan siswa
kelas XI di SMK Al Husna Subang yang berjumlah 50 siswa , yaitu 10
siswa dari setiap kelas.
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
angket, wawancara dan observasi.
1. Angket
Angket adalah pengumpul data yang berupa sejumlah pertanyaan
tertulis yang ditujukan kepada responden. Angket menurut Sugiyono
(2009:142), adalah” seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis
kepada responden untuk dijawabnya”. Angket yang disebarkn kepada
siswa kelas XI merupakan angket tertutup dengan pilihan jawaban
73
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

yang sudah ditetapkan yaitu ya, kadang-kadang, tidak pernah. Siswa


hanya memilih satu jawaban yang tepat. Pertanyaan yang diajukan
ada 25 item.
2. Wawancara.
Menurut Sugiyono (2009:137), menyatakan bahwa “ wawancara
adalah teknik pengumpulan data apabila peneliti ingin melakukan
studi pendahuluan untuk menemukan hal-ahal dari responden yang
lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit”. Wawancara
dilakukan kepada guru.
3. Observasi
Menurut Sugiyono (2019:145), yaitu “kegiatan mengamati langsung
terhadap objek-objek yang ada di alam dan lain”. observasi ini lebih
banyak melihat keadaan sekolah, lingkungan sekolah , saran dan
prasarana sekolah. data yang diperoleh melalui observasi merupakan
data sekunder untuk menguatkan penelitian.

HASIL PENELITIAN
Data yang terkumpul malalui instrumen penelitian, khususnya data
yang diperoleh melalui angket dianalisis. Data dikelompokkan,
ditabulasi dan dipresentasikan dengan hasil sebagai berikut:
Indikator Persentase Frekuensi Penafsiran
Pengenalan kecerdasan 59,3% Sangat Tinggi
emosional
Pemberian materi 58,7% Sangat Tinggi
Pengaturan Diri
Pemberian Motivasi 59,5% Sangat Tinggi
Penekanan Empati 66,4% Sangat Tinggi
Pengenalan 64,3% Sangat Tinggi
Keterampilan Sosial

74
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

Skor tertinggi berada pada indikator empati. Empati adalah


keterampilan yang dipelajari atau sikap hidup yang digunakan (Halpern,
2007) untuk merasakan perasaan (Pembroke, 2007) dan menggambarkan
apresiasi emosional orang lain (Zinn, 1993). Hasil ini menunjukkan
kemampuan untuk bergaul dengan siswa dari latar belakang yang
berbeda dan sikap menghargai sesama serta memahami perasaan orang
lain berada pada kategori sangat tinggi Indikator pengaturan diri
memiliki persentase frekuensi terendah. Hasil ini mengandung makna
bahwa siswa belum seluruhnya memiliki keputusan dan sikap yang baik
dalam menghadapi permasalahan yang datang sehingga mengganggu
pikiran dan keinginannya untuk melakukan suatu hal. Minimnya
pengetahuan siswa bahwa segala sesuatunya harus dipikirkan matang-
matang, dan juga niat siswa yang masih setengah-setengah akan
menghambat kemajuan siswa dalam berbagai kegiatan.

HASIL WAWANCARA
Hasil wawancara dengan guru adalah sebagai berikut :
1. Guru SMK Al-Husna selalu melakukan pemberian materi dan
kegiatan yang akan meningkatkan kecerdasan emosional siswa.
2. Guru SMK Al-Husna bekerja sama dengan Guru Bk, Wali Kelas
dalam melaksanakan kegiatannya.
3. Kepala sekolah memberikan dukungan yang sangat besar dalam
pelaksanaan kegiatan dengan memberikan alokasi dana dan
pengadaaan sarana dan prasaran yang menunjang kegiatan.
4. Guru memberikan stimulus melalui kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler.
5. Siswa mengikuti setiap kegiatan dengan antusias.
75
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

HASIL OBSERVASI
Berdasarkan hasil observasi diperoleh data:
1. Bangunan gedung sekolah permanen letaknya strategis dan kondusif
untuk melangsungkan kegiatan belajar mengajar.
2. Sarana dan prasarana memadai, tedapat perpustakaan, ruangan kelas
yang baik sehingga siswa nyaman untuk belajar, ruang UKS dan
kantin sekolah bersih, toilet bersih, kantor guru baik.
3. Lingkungan sekolah tenang untuk proses belajar mengajar, jauh dari
kebisingan dna lingkungan sekolah yang cukup nyaman dan asri.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, terdapat indikator
dengan skor jawaban terendah dari masing-masing variabel. Indikator
terendah dari variabel kemandirian belajar yaitu indikator belajar tanpa
bantuan orang lain. Saran dan implikasi terhadap indikator belajar tanpa
bantuan orang lain mengacu kepada hal-hal yang dapat meningkatkan
kemampuan belajar tanpa bantuan orang lain. Indikator terendah dari
variabel kecerdasan emosional yaitu indikator pengaturan diri. Saran dan
implikasi terhadap indikator pengaturan diri mengacu kepada hal-hal
yang dapat meningkatkan pengaturan diri seseorang. Hal tersebut dapat
menjadi acuan bagi guru untuk lebih meningakatkan kegiatan yang
menitik bertakan hal-hal yang dapat meningkatkan pengaturan siswa.

76
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi , Abu. (2009), Psikologi Umum,Jakarta : Rineka Cipta
Agustian, Ary Ginanjar. (2005). Kecerdasan Emosi dan Spiritual.
Jakarta : Arga
Arikunto, Suharismi. (1993). Manajemen penelitian. Jakarta : Rineka
Cipta
Goleman, Daniel. (2016). Kecerdasan Emosional. Jakarta : Gramedia
Hamalik , Oemar. (2012). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara
Kamus Filsafat .(1995). Bandung: Rosda Karya
Mubayidh, Makmun. (2006). Kecerdasan dan Kesehatan Emosional
Anak. Jakarta: Al-Kautsar
Muhibbin Syah.(2006). Psikologi Pendidikan. Bandung : Rosda karya
Slameto ,(2010). Belajar dan Fkator-Faktor yang mempengaruhinya.
Jakarta :Rineka Cipta
Sugiyono, (2009). Metode Penelitian Kuantitatip dan kualitaif dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Republik Indonesia (2003). Undang-Undang Sistem pendidikan
Nasional . Jakarta : Sekertariat Negara
--------------------------(2005). Undang-Undang Guru dan Dosen. Jakarta:
Seketariat Negara

77
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ana Laila Fauziah, S.T. NIM : 4103810318011

78
Peranan Guru Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

PEMBINAAN KARAKTER MASYARAKAT


MELALUI LEMBAGA PENDIDIKAN NON FORMAL
(Studi Kasus di Madrasah Diniyyah Al-Ulfah Cicalengka)

Oleh : Ayi Hidayat


NIM : 4103810318023

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Pendidikan menjadi salah satu aspek yang cukup memegang
peranan penting di masyarakat, dengan di satu sisi pendidikan
mengalami problem yang semakin meningkat, membangun suatu
komunitas dalam menciptakan perubahan yang diharapkan menjadi satu
langkah yang harus terus dilakukan (keberlanjutan), peran stakeholder
dibutuhkan dalam setiap proses pendidikan. Salah satunya dapat
melalui program pendampingan Pendidikan usia sekolah program ini
mempunyai tujuan menciptakan kesempatan bagi masyarakat untuk
dapat mengenyam pendidikan tanpa harus mengelurkan biaya yang
lebih tinggi.
Pendidikan penting dalam upaya memajukan negara bangsa dan
sumberdaya manusia, tetapi setelah negara bangsa maju, maka
pendidikan nonformal yang lebih diutamakan dan memliki peran di
masyarakat. Struktur dan otonomi keilmuan pendidikan luar sekolah
mampu mengkaji dan menghasilkan generalisasi-generalisasi, serta
konsep, teori tentang belajar dalam rangka mewujudkan kemandirian,
baik melalui magang (learning by doing) atau pemberdayaan
(empowering process) atau pelatihan (training) dalam mendorong
terjadinya investasi sumber daya manusia.

Kata Kunci : pendidikan non formal,

79
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

A. PENDAHULUAN
Carut-marut dunia pendidikan Indonesia, sesungguhnya
merupakan sebuah realitas yang sangat memprihatinkan. Mahalnya
biaya pendidikan yang tidak serta merta dibarengi dengan
peningkatan kualitas secara signifikan, tentu menimbulkan tanda
tanya besar mengenai orientasi pendidikan yang sebenarnya sedang
ngin dicapai. Ironisnya, disaat beberapa negara tetangga terus
berupaya keras melakukan peningkatan kualitas pada sektor
pendidikan, banyak pihak di negara ini justru menempatkan
pendidikan sebagai suatu komoditas yang memiliki nilai jual yang
tinggi. Tak mengherankan bahwa ketika banyak pihak mengejar
pendidikan dari sisi kuantitas, tentu menimbulkan berbagai macam
konsekuensi logis seperti terabaikannya faktor kualitas pendidikan.
Indonesia mengalami krisis SDM sebenarnya berpangkal
pada buruknya kua-litas pendidikan yang dilaksanakan. Untuk
menghadapi krisis, sistem pendidikan memerlukan bantuan dari
semua sektor kehi-dupan domestik dan pada beberapa kasus, juga
memerlukan sumber-sumber di luar batas nasional. Pendidikan
memerlukan dana, namun anggaran pendidikan sulit bertambah.
Pendidikan memerlukan sum-ber daya, khususnya sumber daya
insani nasional yang terbaik untuk meningkatkan kualitas, efisiensi,
dan produktivitas. Pendidikan memerlukan prasarana dan sarana,
materi pengajaran yang baik dan lebih baik. Di atas semua itu
pendidikan memerlukan hal-hal yang tidak dapat dibeli dengan
uang, yakni gagasan dan kebe-ranian, keputusan, keinginan baru
untuk mengetahui kemam- puan diri yang diperkuat oleh suatu
keinginan untuk berubah dan bereksperimen.
Berkaitan dengan frasa “sistem pendidikan”, lebih lanjut
diungkapkan bahwa sistem pendidikan tidak hanya mengacu pada

80
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

tingkat dan tipe pendidikan formal seperti sekolah kejuruan, umum


dan spe-sialisasi, tetapi juga seluruh program dan proses sistematik
pendidikan di luar pen-didikan formal yaitu yang dikenal dengan
pendidikan nonformal. Sistem pendidikan yang di dalamnya
terdapat kegiatan pen-didikan formal maupun nonformal memi-liki
sejumlah input, yang diproses untuk memperoleh output untuk
memenuhi tu-juan tertentu. Mengacu pada sistem pendi-dikan
selanjutnya diungkapkan bahwa pen-didikan dengan demikian
merupakan suatu proses yang berinteraksi dengan lingku-ngannya.
Output yang ingin dihasilkan dari suatu sistem pendidikan
ditentukan oleh tujuan yang dikehendaki oleh lingkungan atau
masyarakat. Manusia yang terdidik hendaknya diperlengkapi untuk
melayani masyarakat dan mengurus dirinya sendiri sebagai individu
dan anggota masyarakat, pekerja ekonomi, pemimpin dan inovator,
warga negara dan warga dunia dan penyumbang kebudayaan. Untuk
itu, pendidikan harus mampu meningkatkan basic knowledge
(penge- tahuan dasar) intellectual and manual skills (keteram-pilan
manual dan intelektual), power of reason critism (daya nalar/kritik),
values, attitudes and motivation (nilai-nilai, sikap dan motivasi),
power of creativity and in-novation (daya kreatif dan inovasi),
cultural appreciation (apresiasi kebu-dayaan), sen-se of sosial
responsibillity (tanggung jawab sosial), dan understanding of the
modern world (memahami dunia modern).
Pendidikan nonformal menjadi ba-gian dari pembicaraan
internasional terutama berkaitan dengan berbagai kebi-jakan
tentang pendidikan pada era sebelum tahun 1960 dan akhir tahun
1970-an. Hal tersebut dapat dilihat bagaimana kaitan antara konsep
pendidikan berkelanjutan dengan konsep pendidikan sepanjang
hayat. Tight (1996) mengajukan konsep tentang penyatuan

81
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

pendidikan extention dan belajar sepanjang hayat secara utuh dan


menyeluruh, sehingga untuk menyatukan itu pendidikan non-formal
dianggap memiliki peran dalam 'a knowledging the importance of
education, learning and training which takes place outside
recognized educationalinstitutions'. Begitu bula dengan yang
diungkapkan Fordham (1993), menyatakan bahwa sejak tahun 1970-
an, ada empat karakteristik dasar yang berkaitan dengan peran
pendidikan nonformal di masyarakat:
a) Relevan dengan kebutuhan kelompok masyarakat (orang-orang )
yang tidak beruntung,
b) Ditujukan dan memiliki perhatian khusus pada kategori sasaran-
sasaran tertentu,
c) Terfokus pada program yang sesuai dengan kebutuhan,
d) Fleksibel dalam pengorganisasian dan dalam metoda
pembelajaran.
Namun demikian dalam membahas pendidikan nonformal
selayaknya tidak terlepas dari konsep yang mendasari bagaimana
pendidikan nonformal berkembang dengan utuh sesuai dengan
prinsip-prinsip dasarnya, oleh karena itu keterkaitan analisis antara
pendidikan nonformal dengan community, learning, informal
education, dan sosial pedagogi merupakan sesuatu hal yang tetap
harus manjadi acuan. Pembahasan secara original tentang konsep
pendidikan nonformal muncul pada tahun 1968 (Coombs 1968),
perkembangan pendidikan nonformal begitu pesat terutama ketika
pendidikan dirasakan masih banyak kekurangan (Illich 1973), hal
tersebut dirasakan tidak hanya di Negara-negara berkembang tetapi
merambah sam-pi ke belahan dunia barat (western) juga sampai ke
belahan dunia utara (northern).

82
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Pendidikan nonformal sebuah layanan pendidikan yang tidak


dibatasi dengan waktu, usia, jenis kelamin, ras (suku, keturunan),
kondisi sosial budaya, ekonomi, agama dan lain-lain. Meskipun
pendidikan formal merupakan komponen penting dalam pendidikan
sepanjang hayat. Akan tetapi, peran pendidikan nonformal dan
informal dalam rangka pelayanan pendidikan sepanjang hayat bagi
masyarakat sangat dibutuhkan saat ini dan kedepan.
Oleh karena itu, pada pembahasan ini akan dibahas lebih
mendasar tentang bagaimana peran pendidikan nonformal dalam
membangun dan memberdayakan masyarakat.

B. LANDASAN TEORI
1. Pendidikan Nonformal
Pendidikan dalam arti luas berarti suatu proses untuk
mengembangkan semua aspek kepribadian manusia, yang
mencakup pengetauannya, nilai serta sikapnya dan ketrampilannya.
(Achmad Munib, 2010)
Pendidikan nonformal dengan berbagai atribut dan nama atau
istilah lainnya, baik disebut dengan, mass education, adult
education, lifelong education, learning society,out-of-school
education, sosial education dll, merupakan kegiatan yang
terorganisir dan sistematis yang diselenggarakan di luar subsistem
pendidikan formal. (Sudjana, 1994. R.A. Santoso, 1955). Meskipun
kesemua istilah tersebut memiliki perbedaan dan kesamaan dengan
pendidikan nonformal, akan tetapi sangat sulit untuk merumuskan
pengertian yang konprehensif dan berlaku umum, mengingat titik
pandang yang berbeda. Berikut ini diuraikan berbagai definisi
tentang pendidikan nonformal yang dikemukakan oleh para ahli:

83
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

1. Pendidikan nonformal adalah usaha yang terorganisir secara


sistematis dan kontinyu di luar sistem persekolahan, melalui
hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok, dan
masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial (yang efektif)
guna meningkatkan taraf hidup dibidang materil, sosial dan
mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan sosial.
(Hamojoyo, 1973)
2. Secara luas Coombs (1973) memberikan rumusan tentang
pendidikan nonformal adalah: setiap kegiatan pendidikan yang
terorganisasi, diselenggarakan di luar pendidikan persekolahan,
diselenggarakan secara tersendiri atau merupakan bagian penting
dari suatu kegiatan yang lebih luas dengan maksud memberikan
layanan khusus kepada warga belajar di dalam mencapai tujuan
belajar.
3. Niehoff (1977), merumuskan pendidikan nonformal secara
terperinci yakni:
Nonformal education is defined for our purpose as the method of
assessing theneeds end interests of adults and out-of school youth
in developing countries-ofcommunicating with them, motivating
them to patterns, and related activities whichwill increase their
productivity and improve their living standard.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan,
bahwa pendidikan nonformal dalam proses penyelenggaraannya
memiliki suatu sistem yang terlembagakan, yang di dalamnya
terkandung makna bahwa setiap pengembangan pendidikan
nonformal perlu perencanaan program yang matang, melalui
kurikulum, isi program, sarana, prasarana, sasaran didik, sumber
belajar, serta faktor-faktor yang satu sama lain tak dapat dipisahkan
dalam pendidikan nonformal.

84
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Berdasarkan pada pernyataan di atas, maka pendidikan


nonformal merupakan salah satu jalur dari penyelenggaraan sistem
pendidikan di Indonesia. Pendidikan non formal diselenggarakan
melalui tahapan-tahapan pengembangan bahan belajar,
pengorganisasian kegiatan belajar, pelaksanaan belajar mengajar
dan penilaian. Hal ini sejalan dengan pendapat Knowles, bahwa
langkah-langkah pengelolaan kegiatan belajar meliputi:
1. Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk belajar
2. Menetapkan struktur organisasi pengelola program belajar
3. Mengidentifikasi kebutuhan belajar
4. Merumuskan arah dan tujuan belajar
5. Menyusun pengembangan bahan belajar
6. Melaksanakan kegiatan belajar
7. Melakukan penilaian.
Bahan belajar yang disediakan pada pendidikan nonformal
mencakup keseluruhan pengetahuan dan keterampilan yang
berhubungan dengan aspek kehidupan. Hal ini ditujukan untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan belajar yang timbul dalam
kehidupan masyarakat. Kebutuhan belajar terasa dan prioritas
program nasional. Yang dimaksud kebutuhan belajar terasa adalah
kebutuhan belajar yang dirasakan oleh setiap anggota masyarakat,
sedangkan prioritas program nasional berhubungan dengan tuntutan
pengetahuan dan keterampilan yang perlu dimiliki setiap anggota
masyarakat berdasarkan pertimbangan kepentingan nasional. Oleh
karena itu keberadaan pendidikan nonformal saat ini semakin
dibutuhkan oleh masyarakat karena berbagai alasan meliputi:
1. Kemajuan teknologi
2. Kebutuhan pendidikan keterampilan yang tidak bisa dijawab
oleh pendidikan formal

85
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

3. Keterbatasan akses pendidikan formal untuk menjangkau


masyarakat suku terasing, masyarakat nelayan, pedalaman, serta
masyarakat miskin yang termarjinalkan
4. Persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kehidupan dan
perkembangan masyarakat terutama berkaitan dengan :
a) pertambahan penduduk dan pencemaran lingkungan,
b) keinginan untuk maju,
c) perkembangan alat komunikasi
d) terbentuknya bermacam-macam organisasi sosial.
Berdasar kepada kondisi-kondisi tertentu program pendidikan
nonformal dapat dikelompokan ke dalam dua hal, yakni:
1. Program pendidikan dasar, yang memberikan pelayanan belajar
kepada masyarakat yang belum memiliki kemampuan-
kemampuan dasar, seperti program literasi.
2. Program pendidikan lanjutan, yang memberikan pelayanan
pendidikan untuk mengembangkan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan ke jenjang yang lebih tinggi,
seperti; pendidikan untuk peningkatan produktivitas kerja.
Pada sasaran pengembangan kelompok pertama pendidikan
nonformal memiliki peran mendasar dalam rangka membangun
kemampuan dasar masyarakat (sasaran didiknya), terutama dalam
implementasi belajar sepanjang hayat. Maka pendidikan nonformal
memiliki tugas khusus bukan hanya sekedar tuntutan wajib belajar
pendidikan dasar 9 tahun akan tetapi yang paling penting mencer-
daskan masyarakat pada level literasi (pembebasan buta huruf)
berarti membuka wawasan dan cakrawala masyarakat ke arah
kemajuan dan perubahan hidup dan kehidupan yang baru. Program
pendidikan dasar melalui pendidikan nonformal jangan hanya
dikategorikan sekedar menyelesaikan masalah tingginya angka

86
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

drop out pendidikan dasar dan menjadi sorotan dunia internasional


yang berpengaruh terhadap HDI (human developmentindex), akan
tetapi tugas ini harus dianggap sebagai suatu kewajiban dalam
menata lifelong education pada tingkat awal.
Sasaran pendidikan nonformal dapat ditinjau dari beberapa
segi, yakni pelayanan, sasaran khusus, pranata sistem pengajaran dan
pelembagaan program. Ditilik dari segi pelayanan, sasaran
pendidikan nonformal adalah melayani anak usia sekolah (0-6 tahun),
anak usia sekolah dasar (7-12 tahun), anak usia pendidikan menengah
(13-18 tahun), anak usia perguruan tinggi (19-24 tahun). Ditinjau dari
segi sasaran khusus, pendidikan nonformal mendidik anak terlantar,
anak yatim piatu, korban narkoba, perempuan penghibur, anak cacat
mentau maupun cacat tubuh. Dari segi pranata, penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran dilakukan dilingkungan keluarga, pendidikan
perluasan wawasan desa dan pendidikan keterampilan. Di segi
layanan masyarakat, sasaran pendidikan nonformal antara lain
membantu masyarakat melalui program PKK, KB, perawatan bayi,
peningkatan gizi keluarga, pengetahuan rumah tangga dan penjagaan
lingkungan sehat. Dilihat dari segi pengajaran, sasaran pendidikan
nonformal sebagai penyelenggara dan pelaksana program kelompok,
organisasi dan lembaga pendidikan, program kesenian tradisional
ataupun kesenian modern lainnya yaitu menjadi fasilitator bahkan
turut serta dalam program keagamaan, seperti mengisi pengajaran di
majelis taklim, di pondok pesantren, dan bahkan di beberapa tempat
kursus. Sedangkan sasaran pendidikan nonformal ditinjau dari segi
pelembagaan, yakni kemitraan atau bermitra dengan berbagai pihak
penyelenggara program pemberdayaan masyarakat berkoordinasi
dengan desa atau pelaksana program pembangunan.

87
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Isi dari program pendidikan nonformal ini berpedolam pada


kurikulum pusat pada kepentingan peserta didik (warga belajar),
mengutamakan aplikasi dimana menekanannya terletak pada
keterampilan yang bernilai guna bagi kehidupan peserta didik dan
lingkungannya. Soal persyaratan masuk pendidikan nonformal, hal
itu ditetapkan berdasarkan hasil kesepakatan bersama antara sesama
peserta didik. Proses belajar mengajar dalam pendidikan nonformal
pun relative lebih fleksibel, artinya diselenggarakan di lingkungan
masyarakat dan keluarga.
Penyelenggaraan pendidikan non formal (PNF) merupakan
upaya dalam rangka mendukung perluasan akses dan peningkatan
mutu layanan pendidikan bagi masyarakat. Jenis layanan dan satuan
pembelajaran PNF sangat beragam, yaitu meliputi:
1. Pendidikan kecakapan hidup.
2. Pendidikan anak usia dini.
3. Pendidikan kesetaraan seperti Paket A, B, dan C.
4. Pendidikan keaksaraan pendidikan pemberdayaan perempuan.
5. Pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja ( kursus, magang,
kelompok belajar usaha).
6. Pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik.
Keunggulan lain yang ditawarkan oleh lembaga pendidikan non
formal sebenarnya ada pada fleksibilitas waktu yang dimiliki. Selain
bisa dijalankan secara manunggal, pendidikan nonformal bisa
dijalankan pula secara berdampingan dengan pendidikan formal. Tak
mengherankan apabila belakangan lembaga pendidikan nonformal
tumbuh dengan pesat, berbanding lurus dengan tingginya minat
masyarakat terhadap jenis pendidikan tersebut. Tidak hanya itu,

88
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

lembaga pendidikan non formal juga berpeluang untuk menghasilkan


tenaga kerja yang siap pakai.
Pelaksanaan pendidikan nonformal dapat dilihat perbedaannya
pada kasus negara industri dan negara berkembang. Pada negara maju
seperti di Eropa dan Amerika Utara pendidikan nonformal dipandang
sebagai pendidikan lanjutan bagi kehidupan seseorang. Pendidikan
seumur hidup sangat berarti dalam memajukan dan mengubah
masyarakat karena tiga alasan :
1) untuk memperoleh pekerjaan,
2) menjaga ketersediaan tenaga kerja terlatih dengan teknologi dan
pengetahuan baru yang diperlukan untuk melanjutkan
produktivitas,
3) memperbaiki kualitas dan kenyamanan hidup individu melalui
pengayaan kebudayaan dengan memanfaatkan waktu luang.
Dalam perspektif ini, maka pendidikan lanjutan bagi guru
memiliki arti strategis, jika gagal memberikan mereka
pengetahuan yang mutakhir, maka mereka akan “memberikan
pendidikan kemarin bagi generasi esok”.

2. Pemberdayaan Masyarakat
Menurut Robinson pemberdayaan adalah suatu proses
pribadi dan sosial suatu pembebasan kemampuan pribadi,
kompetensi, kreatifitas dan kebebasan bertindak. Dari definisi
tersebut terlihat ada 3 tujuan utama dalam pemberdayaan
masyarakat yaitu mengembangkan kemampuan masyarakat,
mengubah perilaku masyarakat, dan mengorganisir diri
masyarakat. Kemampuan masyarakat yang dapat dikembangkan
tentunya banyak sekali seperti kemampuan untuk berusaha,
kemampuan untuk mencari informasi, kemampuan untuk

89
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

mengelola kegiatan, kemampuan dalam pertanian dan masih


banyak lagi sesuai dengan kebutuhan atau permasalahan yang
dihadapi oleh masyarakat, apalagi sekarang sudah memasuki abad
ke-21 yang dianggap dengan abad millinimum baru yang kita
belum tahu persis bagaimana bentuk, kejadian dan permasalahan
dan akan dibawa kemana bangsa Indonesia, maka pemahaman dan
kesadaran bahwa satu-satunya yang dapat mempermudah jalan di
abad global ini adalah melalui pendidikan.
Perilaku masyarakat yang perlu diubah tentunya perilaku
yang merugikan masyarakat atau yang menghambat peningkatan
kesejahteraan masyarakat, sedangkan proses pemberdayaan,
menurut Pranarka dan Vidhyandika menjelaskan bahwa Proses
pemberdayaan mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses
pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau
mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan
kepada masyarakat agar individu lebih berdaya.
Sumardjo menyebutkan ciri-ciri warga masyarakat berdaya
yaitu:
1. Mampu memahami diri dan potensinya, mampu merencanakan
(mengantisipasi kondisi perubahan ke depan)
2. Mampu mengarahkan dirinya sendiri
3. Memiliki kekuatan untuk berunding
4. Memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan
kerjasama yang saling menguntungkan, dan
5. Bertanggungjawab atas tindakannya.
6. Harus memiliki karakter khusus yang mencakup keperibadian
keahlian dasar pengalaman dan pengetahuan professional, serta
pengetahuan.

90
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Adapun Tujuan dan Tahapan Pemberdayaan Masyarakat,


terkait dengan tujuan pemberdayaan, Sulistiyani menjelaskan
bahwa tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat
adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi
mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir,
bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan.
Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami
oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan,
memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi
mencapai pemecahan masalah yang dihadapi dengan
mempergunakan daya/kemampuan yang dimiliki. Dengan harapan
dapat diimplementasikan sesuai dengan serta tuntutan pemangku
kepentingan atau pasar.
Adapun Cara Memberdayakan Masyarakat, secara garis
besar pemberdayaan masyarakat melalui: Pengembangan
Masyarakat, Pengorganisasian masyarakat. Apa yang dikem-
bangkan dari masyarakat yaitu potensi atau kemampuannya dan
sikap hidupnya. Kemampuan masyarakat dapat meliputi antara lain
kemampuan untuk bertani, berternak, melakukan wirausaha, atau
keterampilan-keterampilan membuat home industri dan masih
banyak lagi kemampuan dan keterampilan masyarakat yang dapat
dikembangkan. Dengan demikian mayoritas masyarakat sekarang
ini mengingikan suatu perubahan dalam semua aspek kehidupan.
Bagaimana caranya mengembangkan kemampuan dan ketrampilan
masyarakat, dapat dilakukan dengan berbagai cara. Contoh dengan
mengadakan pelatihan atau mengikutkan masyarakat pada
pelatihan-pelatihan pengembangan kemampuan dan keterampilan
yang dibutuhkan. Dapat juga dengan mengajak masyarakat
mengunjungi kegiatan di tempat lain dengan maksud supaya

91
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

masyarakat dapat melihat sekaligus belajar, kegiatan ini sering di-


sebut dengan istilah studi banding. Dapat juga dengan
menyediakan buku-buku bacaan yang sekiranya sesuai dengan
kebutuhan atau peminatan masyarakat, Dengan harapan
pengembangan masyarakat terpadu diharapkan menjadi pusat
penyaluran program tersebut sehingga programnya lebih terukur
dan terkendali.

Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat


a) Penyadaran
Untuk dapat maju atau melakukan sesuatu, khusunya
dalam pendidikan, orang harus dibangunkan dari tidurnya
sehingga memiliki kesadaran dan tidak memiliki sikap
ketergantungan dengan siapapun, Demikian masyarakat juga
harus dibangunkan dari “tidur” keterbela-kangannya, dari
kehidupannya sehari-hari yang tidak memikirkan Masa
depannya. Orang yang pikirannya tertidur merasa tidak
mempunyai masalah, karena mereka tidak memiliki kesadaran,
inovasi, aspirasi dan tujuan-tujuan yang harus diperjuangkan
apalagi melihat realitas hasil/output pendidikan yang berkem-
bang saat ini, di mana lulusan yang dihasilkan dari proses
pendidikan cenderung masih didominasi oleh sifat
ketergantungan.
b) Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan di sini bukan hanya belajar membaca,
menulis dan berhitung, tetapi juga meningkatkan keterampilan-
keterampilan bertani, kerumahtanggaan, industri dan cara
menggunakan pupuk. Juga belajar dari sumber-sumber yang
dapat diperoleh untuk mengetahui bagaimana memakai jasa

92
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

bank, bagaimana membuka rekening dan memperoleh


pinjaman.
c) Pengorganisasian dan Kontruksi
Agar menjadi kuat dan dapat menentukan nasibnya
sendiri, suatu masyarakat tidak cukup hanya disadarkan dan
dilatih keterampilan, tapi juga harus diorganisir dan
dikontruksi, Organisasi adalah kumpulan orang, proses
pembagian kerja antara orang-orang tersebut dan adanya
system kerja sama atau system sosial diantara orang-orang
tersebut.
d) Pengembangan Kekuatan dan Inovasi
Kekuatan berarti kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain. Bila dalam suatu masyarakat tidak ada penyadaran,
latihan atau organisasi, orang-orangnya akan merasa tidak
berdaya dan tidak mempunyai kekuatan. Mereka berkata “kami
tidak bisa, kami tidak punya kekuatan”. Pada saat masyarakat
merasa memiliki potensi atau kekuatan, mereka tidak akan
mengatakan lagi, “kami tidak bisa”, tetapi mereka akan berkata
“kami mampu!”. Masyarakat menjadi percaya diri. Nasib
mereka berada di tangan mereka sendiri. Pada kondisi seperti
ini bantuan yang bersifat fisik, uang, teknologi dan sebagainya.
e) Membangun Dinamika
Dinamika orang miskin berarti bahwa masyarakat itu
sendiri yang memutuskan dan melaksanakan program-
programnya sesuai dengan rencana yang sudah digariskan dan
diputuskan sendiri. Dinamika adalah sesuatu yang
mengandung arti tenaga kekuatan, selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai
terhadap keadaan.

93
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Dalam kajian-kajian tentang pemberdayaan masyarakat,


para pakar ilmu sosial lebih suka menggunakan istilah
pengembangan masyarakat yang sifatnya bottom up daripada
pembangunan masyarakat yang cenderung bersifat top down
untuk menerjemahkan kata community development.
Dalam konsep pembangunan masyarakat juga dikenal
istilah pemberdayaan yan berasal dari kata
empowerment. Konsep ini digunakan sebagai alternatif dari
konsep-konsep pembangunan yang selama ini dianggap tidak
berhasil memberikanjawaban yang memuaskan terhadap
masalah-masalah besar, khususnya masalah kekuasaan
(power) dan ketimpangan (inequity) (Kartasasmita, Ginandjar
1996).
Pemberdayaan adalah suatu proses menolong individu
dan kelompok masyarakat yang kurang beruntung agar dapat
berkompetisi secara efektif dengan kelompok kepentingan
lainnya dengan cara menolong mereka untuk belajar
menggunakan pendekatan lobi, menggunakan media, terlibat
dalam aksi politik, memberikan pemahaman kepada mereka
agar dapat bekerja secara sistematik, dan lain-lain (Ife, 1995

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


1. SEJARAH MADRASAH DINIYYAH (MD) AL-ULFAH.
Madrasah Diniyyah (MD) Al-Ulfah adalah salah satu
lembaga nonformal yang terletak di Kampung Cukang Lemah RW
10 Desa Tenjolaya Kecamatan Cicalengka Kabupaten Garut
Provinsi Jawa Barat.
Lembaga ini mulai aktif pada bulan Februari Tahun 2003.
Bermula dari pengajian anak-anak usia Taman Kanak-kanak (TK)

94
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kemudian berkembang


menjadi Madrasah Diniyyah yang berfungsi membantu anak-anak
usia sekolah dari mulai tingkat dasar sampai tingkat menengah
dalam memdalami materi pelajaran di sekolahnya.
Pada sekitar Tahun 2002/2003 perhatian Masyarakat
Kampung Cukang Lemah RW 10 Desa Tenjolaya terhadap
pendidikan formal sangat kurang, masyarakat merasa cukup
apabila anaknya telah menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar.
Sebagian kecil mengenyam pendidikan tingkat SMP, dan sangat
jarang sekali yang melanjutkan sampai tingkat SLTA.
Disamping kurangnya perhatian terhadap pendidikan formal,
perhatian masyarakat terhadap nilai-nilai keagamaan pun kurang,
hal ini bias dilihat dengan tidak terurusnya mushola di kampung
tersebut, selepas menamatka pendidikan sekolah dasar, anak-anak
hanya membantu orang tuanya di ladang, ataupun meng-
gembalakan ternak.
Berdasarkan keprihatinan kondisi diatas, Madrasah
Diniyyah (MD) Al-Ulfah ikut serta membantu memberi
penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pendidikan.
Oleh sebab itu tujuan utama didirakannya MD Al-Ulfah adalah
memberikan edukasi dan motivasi terhadap masyarakat, terutama
masyarakat RW 10 Desa Tenjolaya tentang pentingnya
pendidikan.
Bentuk edukasi dan motivasi yang dilakukan oleh MD Al-
Ulfah adalah memberikan bimbingan langsung kepada orang tua
dan anak tentang pemecahan kesulitan anak dalam belajar di
sekolah formal, baik tingkat Pra dasar, dasar, maupun menengah.

95
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

2. Visi, Misi dan Strategi Madrasah Diniyyah Al-Ulfah


I. VISI
“Terwujudnya lembaga berbasis Islam yang unggul dalam
bidang sosial/pendidikan, kemanusiaan dan Keagamaan,
untuk membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang
mengantarkan masyarakat berpendidikan, berbudaya,
berkepribadian dan berakhlakul karimah”.

II. MISI
1. Membangun pusat dakwah, sosial dan pendidikan yang
berbasis pada pemberdayaan masyarakat.
2. Membangun citra/kepribadian yang mencintai/bangga
menjadi bangsa Indonesia dan menjadikan Islam sebagai
pedoman hidupnya.
3. mengantarkan anak yatim piatu, fakir miskin dan orang
jompo yang beragama Islam sebagai bagian muslim yang
berpendidikan dan bermartabat.
4. Menyelenggarakan berbagai layanan sosial dalam
membantu pemberdayaan umat Islam.
5. Memberikan layanan kesehatan yang berkualitas.

III. Tujuan
1. Meningkatkan SDM dan fasilitas pendidikan, pendidikan
yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif yang
diandalkan masyarakat.
2. Mengembangkan dakwah di masyarakat demi terciptanya
manusia unggul, taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan

96
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

luas, cakap, terampil dan bertanggung jawab terhadap


agama, bangsa dan negara
3. Meningkatkan kesadaran umat akan cinta/ bangga/
berkarakter/berkepribadian menjadi bangsa Indonesia
4. Membantu pemerintah dalam hal anak yatim, fakir miskin
dan jompo

3. Paparan Hasil Penelitiandi Madrasah Diniyyah(MD) Al-Ulfah


dalam mempengaruhi kemajuan pola pikir serta pola sosial
Masyarakat
Aktualisasi Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
a) Penyadaran
Dari hasil observasi peneliti dilapangan menunjukkan
bahwa aktualisasi Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
dari segi penyadaran masyarakat tentang pentingnya
pendidikan dan penanaman nilai keagamaan melalui Madrasah
Diniyyah Al-Ulfah sangat bagus, dimana ini didasarkan pada
pengamatan peneliti terhadap kondisi dan realitas yang ada,
begitu juga dengan hasil wawancara peneliti dengan tokoh
masyarakat yang menyatakan bahwa pada sebelum Tahun 2003
hanya beberapa orang yang mengenyam pendidikan SMA,
sedangkan saat ini hampir seluruh anak di wilayah kampung
Cukang Lemah melanjutkan pendidikan sampai tingkat SMA,
bahkan ada 2 orang yang melanjutkan ke Perguruan tinggi. Ada
salah satu putra Kampung Cukang Lemah yang berhasil
menjadi polisi dan sekarang bertugas di Polsek Kadungora
Garut.
Dari segi pemahaman nilai keagamaanpun meningkat, hal
ini ditandai dengan adanya bernbagai acara keagamaan di

97
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Kampung Cukang Lemah, seperti pengajian rutin, peringatan


Hari Besar Keagamaan, dan lain-lain.
b) Pendidikan dan Pelatihan
Dari hasil observasi peneliti dilapangan menunjukkan
bahwa aktualisasi Prinsip-Prinsip Pemberdayaan Masyarakat
dari segi pendidikan dan pelatihan di Cukang lemah bisa
dikatakan bagus, hal ini berdasarkan informasi dari ketua kader
PKK Desa Tenjolaya, beliau mengungkapkan bahwa dahulu
sebelum ada MD Al-Ulfah program PKK dan Posyandu di RT.
03 RW. 10 Desa Tenjolaya tidak dapat berjalan sebagaimana
mestinya, sekarang setelah beberapa tahun MD Al-Ulfah
berdiri, selain digunakan untuk tempat belajar anak-anak,
tempat tersebut juga digunakan oleh masyarakat sebagai tempat
bermusyawarah dan sosialisasi program desa dan kecamatan.

c) Pengorganisasian dan Kontruksi


Dari hasil observasi peneliti dilapangan menunjukkan
bahwa aktualisasi Prinsip Pemberdayaan Masyarakat dari segi
Pengorganisasian dan Kontruksi di Kampung Cukang lemah
berhasil dibangun, hal ini berdasarkan informasi dari ketua RT.
03 bahwa setelah adanya MD Al-Ulfah yang digunakan oleh
masyarakat sebagai tempat belajar anak-anak, juga digunakan
sebagai pusat kegiatan masyarakat sebagai tempat bertukar-
pikiran serta bersosialisasi antara satu dengan yang lainnya,
sehingga terwujud perasaan saling tolong-menolong serta
saling memperhatikan antara satu dengan yang lainnya.

d) Pengembangan Kekuatan dan Inovasi

98
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Melalui perjuangan panjang, MD Al-Ulfah mampu


membangun kepercayadirian masyarakat Kampung Cukang
Lemah, sehingga masyarakat tidak mudah dipengaruhi oleh isu-
isu negatif yang berkembang diluar masyarakat.
Masyarakat Cukang Lemah mampu meciptakan pupuk
pertanian untuk mengolah tanahnya dan tidak bergantung
kepada produk dari luar.

e) Membangun Dinamika
Bersama MD Al-Ulfah, Masyarakat Kampung Cukang
Lemah mampu menyusun program ke depan serta dapat
memutuskan dan melaksanakan program-programnya sesuai
dengan rencana yang sudah digariskan dan diputuskan sendiri.

1. Kendala yang dihadapi MD Al-Ulfah dalam memberdayakan


Masyarakat Kampung Cukang Lemah
Disamping beberapa keberhasilan yang diraih oleh MD Al-
Ulfah bersama-sama dengan Masyarakat Kampung Cukang
Lemah, juga ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam proses
pemberdayaan masyarakat, tantangan tersebut adalah :
A. Pengurusan Ijin Operasional dari pemerintah.
Lembaga mendapat kesulitan dalam pengurusan ijin
operasional dari pemerintah, hal ini disebabkan karena
personil yang terlibat dalam kegiatan di MD Al-Ulfah tidak
memiliki kualifikasi pendidikan yang memadai, mayoritas
tenaga pengajar di MD Al-Ulfah adalah lulusan SMP/MTs dan
SMA/MA,
B. MD Al-Ulfah tidak memiliki Guru Bahasa Inggris yang baik.

99
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Salah satu kebutuhan pendidikan sekarang adalah kemampuan


berbahasa Inggris yang baik, Faktor biaya yang membuat MD
Al-Ulfah tidak mampu mendatangkan Guru Bahasa Inggris
untuk membantu membimbing peserta didik.
C. Biaya Operasional
Biaya operasional MD Al-Ulfah bersumber dari masyarakat
serta donasi dari para alumni yang telah bekerja. Meskipun
biaya bukan kendala utam, namun seiring perkembangan
jaman, factor ini menjadi sangat penting apabila akan
diadakannya sebuah acara atau kegiatan guna menanamkan
motivasi terhadap peserta didik.
Demikian kendala yang dihadapi oleh MD Al-Ulfah dalam proses
pemberdayaan masyarakat, disamping kendala-kendala kecil yang
ada.

A. Strategi digunakan MD Al-Ulfah untuk memberdayakan


Masyarakat
Dari hasil wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat,
bahwa di Kampung Cukang lemah tidak ada guru/ustadz yang
mampu bertahan lama dalam membina masyarakat, para ustadz
yang ada di Kampung Cukang Lemah hanya bertahan 6 bulan
sampai dengan 1 Tahun. hanya Madrasah Diniyyah Al-Ulfah
Cicalengka yang bertahan lama dalam membina masyarakat, dari
hal tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa kunci keberhasilan
atau strategi yang dilakukan MD Al-Ulfah dalam memberdayakan
masyarakat adalah “Istiqomah”, yaitu konsisten atau tegak lurus
dalam menjalankan program-programmnya.

100
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Makna “Istiqomah” menurut para ulama’ memiliki versi yang


berbeda-beda tentang makna dari kata istiqomah itu sendiri. Di
antaranya adalah sebagai berikut:
 Abu Bakar Ash Shidiq memaknai istiqomah sebagai tidak
menyekutukan Allah dengan suatu apapun.
 Umat Bin Khattab memaknai istiqomah sebagai anjuran untuk
bisa bertahan di dalam sebuah perintah dan juga larangan serta
tidak berpaling dari yang lainnya sebagaimana musang.
 Utsman Bin Affan memaknai istiqomah sebagai ikhlas.
 Ali Bin Abi Thalib memakna istiqomah sebagai tindakan
melakukan suatu kewajiban.
 Ibnu Abbas memaknai istiqomah dengan tiga arti, pertama
adalah istiqomah dengan lisan dengan sikap bertahan dengan
membaca syahadat. Kemudian yang kedua adalah istiqomah
dengan hati yakni dengan melakukan segala dengan disertai niat
yang jujur. Dan terakhir adalah istiqomah dengan jiwa dimana
seseorang senantiasa menjalankan ibadah serta ketaatan kepada
Allah secara terus menerus.
 Ar-Raghiib memaknai istiqomah sebagai tetap di atas jalan
yang lurus.
 An-Nawani memaknai istiqomah sebagai tetap di dalam ketaan.
Sehingga istiqomah sendiri memiliki pengertian bahwa
seseorang senantiasa ada di dalam ketaatan dan di atas jalan
lurus di dalam menjalankan ibadah kepada Allah Swt.
 Mujahid memaknai istiqomah sebagai komitmen terhadap
kalimat syahadat dan juga tauhid hingga bertemua dengan Allah
Swt.

101
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

D. SIMPULAN
Dari hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai
berikut :
1. Pendidikan nonformal yang dilaksanakan oleh Madrasah
DiniyyahAl-Ulfah cicalengka adalah usaha yang terorganisir
secara sistematis dan kontinyu di luar sistem persekolahan,
melalui hubungan sosial untuk membimbing individu, kelompok
dan masyarakat agar memiliki sikap dan cita-cita sosial (yang
efektif) guna meningkatkan taraf hidup dibidang materil, sosial
dan mental dalam rangka usaha mewujudkan kesejahteraan
sosial.
2. Madrasah Diniyyah (MD) Al-Ulfah adalah salah satu lembaga
pendidikan nonformal yang seutuhnya dibentuk, dikembangkan,
serta dikelola oleh masyarakat. Lembaga ini mempunyai perana
penting dalam pembentukan karakter masyarakat, terutama di
Kampung Cukang Lemah Desa Tenjolaya Kecamatan
Cicalengka. Pembaharuan karakter yang dibentuk ole MD Al-
Ulfah adalah meliputi pemberdayaan dalam penyadaran berpikir,
perubahan pola belajar serta dapat membangun dinamika baru
dalam kehidupan masyarakat..
3. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan
ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini
mencerminkan paradigma baru pembangunan, yang bersifat
people centred, participatory, empowering, and sustainable.

102
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) No. 20 Tahun


2003.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 49
tentang Standar Pengelolaan Pendidikan Oleh Satuan
Pendidikan Non Formal.2007.Jakarta:Mendiknas.
Joesoef., Soelaman, Konsep Dasar Pendidikan non formal, Jakarta:
Bumi Aksara. 1992.
Samsuni, Manajemen Sumber Daya Manusia, Al Falah, Vol. XVII No.
31 Tahun 2017.
Susanto, Eko., Penggunaan Media Dalam Proses Bimbingan Kelompok
Untuk Mengembangkan Kreativitas, Jurnal Guidena Vol 2.
No.l, September 2012.
Buddy Robinson., Strategies for Community Empowerment: Direct
Action And Transformative Approaches To Sosial Change
Practice, EmText : New York, 1994.
Bafadhol, Ibrahim, Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia, Jurnal
Edukasi Pendidikan Islam, Vol.06.No.11, Januari 2017.
Dacholfany, M. Ihsan, Leadership Style in Character Education at The
Darussalam Gontor Islamic Boarding, Al-Ulum Volume 15
Number 2 December 2015.
———. Peranan Pengambilan Keputusan Dalam Rangka Menciptakan
Inovasi Di Bidang Pendidikan, Jurnal Dewantara Vol.I , No.01
Januari – Juni 2016.
———. Reformasi Pendidikan Islam Dalam Menghadapi Era
Globalisasi: Sebuah Tantangan dan Harapan , Jurnal
Akademika, Vol. 20, No. 01 Januari-Juni 2015.

103
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Ayi Hidayat NIM : 4103810318023

Hidayatun Nur, Peranan Sanggar Kegiatan, Purwokerto Dalam


Membangun Pendidikan, FKIP UMP, 2013.
Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif., Remaja Rosdakarya,
2000.
Sukmadinata, N.Sy., Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Rosda,
2008.
Sulistyani, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Yogyakarta :
Graha Ilmu, 2004.
Napitupulu, P. Washington Mengapa Perlu Pendidik Dan Tenaga
Kependidikan Untuk Pendidikan Luar Sekolah (Nonformal),
Jurnal Ilmiah VISI PTK-PNF - Vol. 1, No.2,

104
Pembinaan Karakter Masyarakat Melalui Lembaga Pendidikan Non Formal
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK SEKOLAH


DASAR DI ERA DIGITAL

Azhar Muhamad, S.Pd


NIM : 4103810318065

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstract : Character education is an application process of etiquette value


and religious into the students through knowledge, the application of the
values to yourself, family and each friends into the teacher, environment and
also into God Almighty. The social development of the child in the age of the
elementary school have increase. From the first only socialize with the family
in the house and then grow up to know another people around him. The child
in this age also know the digital style either in the house, friends, school and
the environment. In the digital era it’s not only positive impact but also negative
impact. In this case the figure of the parents, teacher and society are working
to guide and watch the child to become good, excellent and have the positive
aim to their self.

Keywords: Character Education, Primary School Children, Digital Era

Abstrak : Pendidikan karakter adalah suatu proses penerapan nilai-nlai moral


dan agama pada peserta didik melalui ilmu-ilmu pengetahuan, penerapan
nilai-nilai tersebut baik terhadap diri sendiri, keluarga, sesama teman,
terhadap pendidik dan lingkungan sekitar maupun Tuhan Yang Maha Esa.
Perkembangan sosial anak usia sekolah dasar sudah bertambah, dari yang
awalnya hanya bersosial dengan keluaga di rumah, kemudian berangsur-
angsur mengenal orang-orang disekitarnya. Anak pada usia ini juga telah
mengenal gaya hidup digital, baik itu dari rumah, teman-teman, sekolah dan
lingkungan sekitar. Era digital tidak hanya punya dampak positif, tapi juga
berdampak negatif, disinilah peran kita sebagai orang tua, pendidik dan
masyarakat dewasa membimbing dan mengawasi anak untuk menjalaninya
dengan baik, tepat, dan bermanfaat positif bagi anak itu sendiri.

Kata kunci: Pendidikan Karakter, Anak Sekolah Dasar, Era Digital

105
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku, penambahan


ilmu pengetahuan dan pengalaman hidup agar peserta didik menjadi
lebih dewasa dalam pemikiran dan sikap. Pendidikan di era digital saat
ini sangatlah pesat, kemajuan dalam bidang teknologi tidak hanya
dinikmati oleh orang dewasa saja, anak-anak usia sekolah dasar juga
sudah bisa menikmati dari hasil perkembangan teknologi saat ini.
Teknologi banyak dimanfaatkan dalam dunia pendidikan, sebagai sarana
dan prasarana interaksi antara pendidik dan peserta didik.
Perkembangan teknologi saat ini mempunyai dampak positif dan
damapak negatif, sebaiknya dampak positif lebih dominan
dimanfaatkan oleh pengguna teknologi.
Munculnya banyak kasus yang destruktif dalam konteks
kebangsaan, misalnya terjadinya sentimen antar etnis, perselisihan
antar suku, kasus-kasus narkoba, tawuran antar pelajar, kekerasan
terhadap anak, begal di mana-mana, kasus Bullying, menunjukkan
karakter kebangsaan yang lemah. Pembentukan karakter sedari dini
akan menumbuhkan budaya karakter bangsa yang baik dan kunci
utama dalam membangun bangsa.
Pendidikan karakter bertujuan agar peserta didik sebagai penerus
bangsa mempunyai akhak dan moral yang baik, untuk menciptakan
kehiupan berbangsan yang adil, aman dan makmur. Tujuan
Pendidikan dalam Undang- Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa “Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

106
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya


potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”
Landasan pendidikan karakter disebut di dalam Alqur’an Q.S
31:17 “Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah manusia
mengerjakan yang baik dan cegahlah mereka dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
oleh Allah”. Al-qur’an menjelaskan dengan tegas agar manusia
menyerukan dan menegakkan kebenaran dan menjauhkan perbuatan
yang munkar. Pendidikan karakter yang diberikan seorang ayah
kepada anaknya untuk selalu mengerjakan sholat, dan selalu bersabar.
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), PPK merupakan usaha
untuk membudayakan pendidikan karakter di sekolah. Program PPK
akan dilaksanakan dengan bertahap dan sesuai kebutuhan. Program
PPK bertujuan untuk mendorong pendidikan berkualitas dan bermoral
yang merata di seluruh bangsa. Penerbitan Peraturan Presiden nomor
87 pasal 2 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK),
PPK memiliki tujuan :
Membangun dan membekali peserta didik sebagai generasi
emas Indonesia tahun 2045 dengan jiwa pancasila dan pendidikan
karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa
depan.
1. Mengembangkan platform pendidikan nasional yang meletakkan
pendidikan karakter sebagai jiwa utama dalam penyelenggaraan

107
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

pendidikan bagi peserta didik dengan dukungan pelibatan publik


yang dilakukan melalui pendidikan jalur formal, nonformal, dan
informal dengan memperhatikan keberagaman budaya indonesia dan
2. Merevitalisasi dan memperkuat potensi dan kompetensi penidik,
tenaga kependidikan, peserta didik, masyarakat, dan lingkungan
keluarga dalam mengimplementasikan PPK. Menurut Piaget anak
usia 7 – 11 tahun mengalami tingkat perkembangan Operasinal konkret.
Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional. Ini berarti anak
memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkannya pada masalah-
masala yang konkret. Bila mengadapi suatu pertentangan antara pikiran
dan persepsi, anak dalam periode ini memilih mengambil keputusan logis
dan bukan keputusan perseptual seperti anak pra- operasional. Pada
zaman digital, anak usia sekolah dasar sudah bisa mengoperasikan
barang-barang teknologi seperti Ponsel, komputer, video game dan lain-
lain.
Anak-anak saatini lebih banyak menghabiskan waktu bermain
games online, berinteraksi dengan media gadget, seperti telepon
seluler, laptop dan Video Games. Aktivitas yang bersentuhan dengan
teknologi lebih mewarnai kehidupan anak, daripada berinteraksi
dengan teman sebaya di lingkungan rumah, bermain sepak bola,
bersepeda dan aktivitas bermain lainnya. Aktivitas anak usia sekolah
dasar harus diawasi oleh keluarga, pendidik maupun masyarakat
sekitar, agar anak tidak terkena dampak negatif dari teknologi digital.
Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik. Pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan tentang hal mana yang baik sehingga peserta didik menjadi
paham tenang mana yang benar dan salah, mampu merasakan nilai

108
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

yang baik dan biasa melakukannya. Pada periode anak sekolah dasar,
metode yang dilakukan guru untuk mengembangkan karakter adalah
pengarahan, pembiasaan, keteladanan, penguatan, hukuman. Nilai-
nilai karakter yang bisa digali dalam pembelajaran seperti Religius,
jujur, kerja keras, disiplin, rasa tanggung jawab, cinta tanah air, peduli
terhadap lingkungan sekitar, jiwa sosial yang kuat.
Teknologi membantu memudahkan segala aktifitas manusia,
pencarian informasi, penyampaian informasi. Teknologi secara umum
adalah sebuah proses yang meningkatkan nilai tambah, teknologi
merupakan produk yang digunakan dan dihasilkan untuk
memudahkan dan meningkatkan kinerja, struktur atau sistam di mana
proses dan produk itu dikembangkan dan digunakan.
Teknologi bermanfaat sangat besar dalam dunia pendidikan.
Pencarian tentang literasi-literasi untuk penambahan ilmu
pengetahuan dalam pembelajaran, bisa dimanfaatkan teknologi.
Peserta didik bisa menulusuri google atau yahoo dan situs lainnya
dalam mencari jurnal, makalah, dan buku elektronik. Meskipun
demikian, bukan berarti pembelajaran tidak menggunakan buku paket
yang tersedia, penggunaan literasi dari Google atau situs lainnya
hanya bertujuan untuk menambah pengetahuan dan bahan dalam
proses pembelajaran.
Teknologi tidak lepas dari dampak negatif, untuk itu sebagai
pendidik harus mengawasi peserta didik dalam memanfaatkan
teknologi. Keluarga sebagai orang terdekat peserta didik, juga
berpartisipasi dalam mengawasi dan membimbing peserta didik dalam
memanfaatkan teknologi. Keluarga juga berhak mengawasi si anak
dalam bergaul dengan siapa di lingkungan sekitar.

109
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

Konsep Dasar Pendidikan Karakter


Istilah karakter dalam bahasa yunani dan latin, charassein yang
artinya “mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan” watak atau
karakter merupakan perpaduan dari segala tabiat manusia yang
bersifat tetap sehingga menjadi tanda khusus untuk membedakan orang
yang satu dengan yang lain.
Konsep dasar pendidikan karakter tertuang dalam Permendikbud
No 23 tentang Penumbuhan Budi Pekerti tahun 2015. Penumbuhan
Budi Pekerti (PBP) bertujuan:
1. Menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang menyenangkan
bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan,
2. Menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai bentuk
pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah dan masyarakat,
3. Menjadikan Pendidikan sebagai Gerakan yang melibatkan
pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat dan keluarga, dan/ atau
4. Menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya belajar yang
serasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat
Karakter akan terbentuk bila aktivitas dilakukan berulang-ulang
secara rutin hingga menjadi suatu kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya
menjadi suatu kebiasaan saja tetapi sudah menjadi suatu karakter.
Pembentukan karakter tidak dapat dilepaskan dari life skill. Life skill
sangat berkaitan dengan kemahiran, mempraktekkan/ berlatih
kemampuan, fasilitas, dan kebijaksanaan. Proses pengembangan
keterampilan dimulai dari sesuatu yang tidak disadari dan tidak
kompeten, kemudian menjadi sesuatu yang disadari dan kompeten.
Penanaman karakter dengan cara menanamkan nilai-nilai
universal untuk mencapai kematangan karakter melalui penanaman

110
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

cinta kasih dalam keluarga. Rasa rendah diri dapat menyebabkan


seseorang melakukan kekerasan terhadap dirinya sendiri dan keluarga.
Pendidikan sekarang ini masih melahirkan generasi yang ahli dalam
pengetahuan sains dan teknologi, hal ini bukan merupakan suatu
prestasi, karena pendidikan seharusnya menghasilkan generasi dengan
kepribadian yang unggul dan sekaligus mengasai ilmu pengetahuan.
Penanaman dan pengembangan pendidikan karakter di sekolah
menjadi tanggung jawab bersama. Keluarga menjadi kiblat perjalanan
dari dalam kandungan sampai tumbuh menjadi dewasa dan berlanjut
di kemudian hari. Lingkungan sekolah saat ini memiliki peran sangat
besar pembentukan karakter anak. Peran guru tidak hanya sekedar
sebagai pendidik semata, tetapi juga sebagai pendidik karakter, moral
dan budaya bagi siswanya.

Prinsip Pendidikan Karakter


Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik. Guru membantu
membentuk watak peserta didik berdasarkan prinsip-prinsip pendidikan
karakter. Berikut ini prinsip-prinsip yang digunakan dalam
pengembangan pendidikan nilai atau karakter bangsa yaitu:
1. Nilai dapat diajarkan atau memperkuat nilai-nilai luhur budaya
bangsa melalui olah pikir, olah rasa, olah karsa, olah qalbu, dan olah
raga dihubungkan dengan objek yang dipelajari yang terintegrasi
dengan materi pelajaran.
2. Proses perkembangan nilai-nilai/karakter bangsa dilakukan melalui
setiap mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan pembelajaran.

111
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

3. Proses pengembangan nilai-nilai karakter bangsa merupakan proses


yang berkelanjutan sejak peserta didik masuk dalam satuan
pendidikan
4. Diskusi tentang berbagai perumpamaan objek yang dipelajari untuk
melakukan olah pikir, olah rasa, olah qolbu, dan olah raga untuk
memenuhi tuntutan dan munculnya kesadarn diri sebagai hamba
Allah, anggota masyarakat dan bangsa maupun warga negara, dan
sebagai bagian dari lingkungan tempat hidupnya.
5. Program perkembangan dirinya melalui kegiatan-kegiatan rutin
budaya sekolah, keteladanan, kegiatan spontan pada saat kejadian,
pengkondisian dan pengintegrasian pendidikan nilai karakter dengan
6. materi pelajaran, serta merujuk kepada pengembangan kompetensi
dasar setiap mata pelajaran.
Pendidikan karakter pada tingkatan institusi mengarah pada
pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan
oleh semua warga sekolah dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya
sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak, dan citra sekolah
tersebut di mata masyarakat luas.

Peran Pendidikan dalam Penanaman Karakter


Era modern memacu para pendidik untuk menghasilkan anak-
anak bangsa yang sanggup menempatkan diri di tengah deru perubahan
yang cepat, pilihan-pilihan jamak dan hidup yang cepat serta penuh
tekanan. Lebih dari itu, para pendidik berkewajiban moril untuk
mendorong mereka menjadi orang- orang yang hidupnya mampu
menggali makna dan memiliki akar pada nilai-nilai yang luhur, gambar

112
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

diri yang kokoh dan ambisi-ambisi yang bermanfaat bagi manusia lain
selain diri sendiri. Pendidik harus menghasilkan peserta didik yang
mandiri, artinya mampu memilih berdasarkan nilai-nilai, gambar diri yang
kokoh dan ambisi yang tepat. Penanaman karakter dalam perannya
dalam bidang pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Pembinaan watak, (jujur, cerdas, peduli, tangguh) merupakan tugas
utama pendidika.
2. Mengubah kebiasaan buruk tahap demi tahap yang pada akhirnya
menjadi bak. Dapat mengubah kebiasaan senang tetapi jelek yang
pada akhirnya menjadi benci tetapi menjadi baik.
3. Karakter merupakan sifat yang teranam di dalam jiwa dan dengan
sifat itu seseorang secara spontan dapat dengan mudah
memancarkan sikap, tindakan dan perbuatan.
4. Karakter adalah sifat yang terwujud dalam kemampuan daya dorong
dari dalam kelar untuk menampilkan perilaku terpuji dan
mengandung kebajikan.
Penanaman-penanaman nilai karakter tersebut dapat
diimplementasikan dan dijadikan budaya sekolah. Proses yang efektif
untuk membangun budaya sekolah adalah dengan melibatkan dan
mengajak semua pihak atau pemangku kepentingan untuk bersama-sama
memberikan komitmennya. Keyakinan utama dari pihak sekolah harus
difokuskan pada usaha menyemaikan dan menanamkan keyakinan
moral, nilai dan norma.
Banyak nilai yang dapat dan harus dibangun di sekolah, seperti
nilai peduli dan kreatif, jujur, tanggung jawab, disiplin, sehat dan bersih,
saling peduli antar sesama. Sekolah adalah laksana taman atau lahan
yang subur tempat menyemaikan dan menanam benih-benih nilai
tersebut. Untuk itu, kepala sekolah, para guru dan karyawan harus fokus

113
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

pada usaha pengorganisasian yang mengarah pada harapan di atas.

Pendidikan Karakter di Era Digital


Pada era digital saat ini, jarang sekali terlihat anak-anak bermain
dengan permainan tradisional. Permainan tradisional memupuk rasa
persaudaraan dan keakraban, anak-anak jadi lebih kreatif dengan
menggunakan permainan tradisonal. Anak-anak zaman ini banyak
berintegrasi dengan teknologi, seperti gadget dan vidoe games. Kini,
waktu yang dihabiskan anak-anak dengan media setiap hari lebih
banyak. Waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi 3 jam di hari
sekolah dan 7.4 jam pada hari libur, waktu bermain internet rata-rata 2.1
jam. Adapun yang harus dilakukan orang tua terhadap anak dalam
pengasuhan digital atau digital parenting adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan dan memperbarui wawasan tentang internet dan
gadget. Orang tua tidak bisa mengawasi anak-anak apabila orang tua
gagap teknologi.
b. Jika di rumah ada internet, posisikan di ruang keluarga dan siapa
yang dapat melihat apa yang dilakukan anak dalam mengakses
internet.
c. Membatasi waktu pada anak dalam menggunakan gadget dan
internet.
d. Memberikan pemahaman dan kesadaran bersama akan dampak
negative dari internet atau gadget.
e. Secara tegas melarang sesegera mungkin jika ada yang tidak pantas
ditonton
f. Menjalin komunikasi yang terbuka dua arah dengan anak-anak.
Anak-anak era digital telah banyak dimanjakan dengan teknologi
yang serba canggih, seperti mencari bahan pembelajaran melalui situs

114
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

Google, permainan tradisional sudah banyak ditinggalkan. Ciri-ciri


Generasi Digital adalah sebagai berikut:
1. Generasi digital ramai-ramai membuat akun di media sosial untuk
membuktikan kepada dunia bahwa mereka ada.
2. Generasi digital cenderung lebih terbuka, blak-blakan, dan berfikit
lebih agresif.
3. Generasi digital cenderung ingin memperoleh kebebasan. Mereka
tidak suka diatur dan dikekang. Mereka ingin memegang kontrol dan
internet menawarkan kebebasan berekspresi.
4. Generasi digital selalu mengakses dengan Google, Yahoo, atau sits
lainnya. Kemampuan belajar mereka jauh lebih cepat karena segala
informasi ada di ujung jari mereka.
Saat ini seluruh elemen bangsa harus berpartisipasi aktif untuk
mengembangkan karakter yang baik bagi calon penerus bangsa, untuk
mewariskan karakter demi menunjukkan identitas bangsa yang
berkarakter. Seorang pendidik haruslah menjadi panutan dalam
perbuatan dan perkataan, sehingga dari karakter pendidiklah, karakter
peserta didik bisa berpengaruh ke arah yang lebih baik. Menerapkan
pendidikan karakter melibatkan orang dewasa dilingkungan sekolah,
dilingkungan rumah harus jadi panutan, biasakan atau budayakan
pendidikan karakter, penguatan pendidikan karakter di lingkungan
sekitar pemerintah.
Teknologi digital mempunyai dampak positif dan negatif, kita
sebagai orang yang dewasa harus membimbing, mengarahkan dan
mengawasi agar anak lebih dominan mengambil manfaat positif dari
teknologi digital ini. Dampak positif teknologi digital sarana
penyampaian informasi, informasi suatu kejadia secara cepat, tepat dan

115
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

akurat
1. mempermudah akses terhadap informasi baru, memperoleh
informasi kapanpun dan dimanapun.
2. Media sosial, mempertemukan individu dengan orang yang baru,
mempertemukan individu dengan teman lama yang jarang sekali
bertemu, saran berbisnis.
3. Membantu dalam mencari informasi bahan pelajaran bagi peserta
didik.
4. Media hiburan, seperti games online
5. Mempermudah komunikasi
Adapun dampak negatif dari teknologi digital, sebagai berikut:
a. Anak bersifat Individual, berkurangnya tingkat pertemuan langsung
atau interksi antar sesama manusia.
b. Temperamen, kebiasaan bersosialisasi dengan media sosial, maka
anak akan beranggapan bahwa dunia luar adalah ancaman.
c. Berita tanpa tanggung jawab, berita Hoax, Bulying.
d. Rentannya kesehatan mata, terutama mengalami rabun jauh atau
rabun dekat.
e. Tak bisa menikmati hidup. Ketika menghadiri sebuah acara pesta,
kita malah asik berfoto, tanpa menimati acara pesta dan musik.
f. Radiasi alat hasil teknologi membahayakan kesehatan otak anak.
g. Maraknya kasus penipuan lewat sms, telepon dan internet.
h. Mudahnya mengakses video porno.
i. Anak lupa akan pekerjaan rumah yang ditugaskan oleh guru dan lupa
melaksanakan ibadah, seperti sholat dan mengaji.
j. Anak menjadi sasaran kejahatan, seperti penculikan anak dan
pemerkosaan anak.
Baru-baru ini banyak diberitakan tentang kasus bullying pada
anak sekolah dasar. Dampak dari bullying, pelaku anak sekolah dasar

116
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

bisa berlanjut pada saat ia melanjutkan sekolah pada tingkat berikutnya,


pelaku bullying bisa melakukan kekerasan lagi pada tingkat sekolah
berikutnya. Dampak bullying terhadap korban, ia akan memiliki harga
diri yang rendah, minder dan tidak percaya diri, cenderung tidak
berbaur dengan kawan-kawan sekolah. Dampak bullying terhadap
teman-teman yang menyaksikan, mereka akan merasa terancam dan
takut akan menjadi korban berikutnya.
Akses vidoe yang berbau pornografi sangat susah untuk dibatasi
oleh pemerintah, betapa situs-situs porno mengakar dimana-mana
dalam internet. Untuk itu harus ada pengawasan yang ketat kepada anak
saat menggunakan ponsel. Sebaiknya anak usia sekolah dasar tidak
usah diberi fasilitas seperti gadget agar anak fokus menjalani masa
kanak-kanaknya dengan bersosialisasi dengan alam dan dunia luar.
Menerapkan pendidikan karakter pada era digital ini sangatlah
penting, agar generasi penerus bangsa mempunyai moral yang baik.
Generasi penerus mencerminkan kualitas bangsa. Apabila generasi
penerusnya baik dalam kognitif dan moral maka baik pula suatu bangsa
tersebut. Untuk itu keluarga, sekolah dan masyarakat mempunyai
tanggung jawab untuk menciptakan generasi yang bermoral dan
berakhlak baik.

Peran Keluarga, Guru dan Masyarakat dalam Pendidikan


Karakter
a. Peran Keluarga dalam Pendidikan Karakter
Orang tua dapat terlibat dalam kegiatan pembudayaan dan
penanaman karakter melalui beberapa kegiatan. Orang tua secara
aktif dapat memantau perkembangan perilaku anak mereka melalui

117
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

buku kegiatan siswa yang sudah disiapkan pihak sekolah. Orang tua
secara aktif mengikuti kegiatan rutin atau bergilir yang dilaksanakan
pihak sekolah dalam pertemuan-pertemuan antara orang tua dengan
wali kelas dan guru-guru kelas.
Era Digital saat ini anak-anak usia sekolah dasar tidak bisa
lepas dari gadget bahkan menjadi sebuah kebutuhan. Kondisi seperti
itu, orang tua perlu memperkenalkan kepada anak-anak, situs
pendidikan bila menggunakan gadget, seperti lagu-lagu islami dan
pendidikan, games pendidikan yang mengasah kemampuan kognitif,
video tata cara sholat, membersihkan kamar sendiri, dan lainnya,
yang penting untuk diingat. Orang tua juga berperan mengawasi dan
membatasi anak-anak dalam menggunakan ponsel, atur waktu kapan
ia harus mengerjakan tugas sekolahnya, bersosialisasi dengan teman,
bersosialisasi tengan keluarga, dan menggunakan ponsel atau gadget.

b. Peran Guru dalam Budaya Karakter di Sekolah


Guru memepersiapkan berbagai pilihan dan strategi untuk
menanamkan setiap nilai-nilai, norma-norma dan kebiasaan-
kebiasaan ke dalam mata pelajaran yang diampunya. Guru dapat
memilih cara-cara tertentu dalam proses pembelajarannya, seperti
menyampaikan berbagai kutipan yang berupa kata-kata mutiara atau
peribahasa yang berkaitan dengan karakter, cerita pendek, diskusi
kelompok, membuat karangan pendek dan sebagainya. Setiap
sekolah hendaknya menentukan kegiatan khusus yang dapat
mengikat para guru untuk melakukan kegiatan tersebut secara
berkelanjutan. Berikut contoh penerapan keteladan pendidikan
karakter di sekolah:

118
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

a. Guru secara sadar datang pada jam 06.30 dan pulang jam 1.30,
kehadiran guru yang demikian sebagai bentuk komitmen mereka
terhadap budaya yang telah berlaku di sekolah yang
bersangkutan.
b. Sekolah memberikan penghargaan terhadap setiap keberhasilan,
usaha, dan memberikan komitmennya, semua karyawan dan
siswanya akan termotivasi untuk bekerja keras, inovatif, dan
mendukung perubahan.
c. Sekolah memberikan apresiasi pada saat upacara bendera pada
hari senin, untuk guru, karyawan dan siswa yang berprestasi. Cara
yang dilakukan ini memotivasi setiap guru, karyawan dan siswa
untuk meraih prestasi-prestasi tertentu.
d. Sekolah menerapkan Kegiatan Gotong Royong setiap satu
semester.

c. Peran Masyarakat dalam Pendidikan Karakter


Sekolah bersama komite sekolah dan masyarakat secara
bersama-sama menyusun suatu kegiatan yang dapat mendukung
terwujudnya pembudayaan dan penanaman karakter yang baik bagi
seluruh warga sekolah kegiatan yang dapat dilakukan antara lain
seperti, melakukan gotong royong membersihkan tempat-tempat
umum seperti masjid, sungai, dan lainnya. Masyarakat juga
memainkan peran tak kalah pentingnya sebagai contoh atau model
yang dapat menjadi pendorong keberhasilan para siswa dalam
menerapkan nilai norma, dan kebiasaan-kebiasaan karakter yang
baik. Tokoh tokoh seperti pemangku adat dan ustadz bisa
dihadirkan di sekolah untuk mengadakan kegiatan sharing atas
kehidupan dan keberhasilan mereka.

119
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

SIMPULAN

Karakter akan terbentuk bila aktivitas dilakukan berulang-ulang


secara rutin hingga menjadi suatu kebiasaan, yang akhirnya tidak hanya
menjadi suatu kebiasaan saja tetapi sudah menjadi suatu karakter.
Pendidikan karakter dapat diterapkan pada semua mata pelajaran.
Setiap mata pelajaran yang berkaitan denga norma-norma perlu
dikembangkan dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Di era digital ini peran keluarga, guru dan masyarakat sekitar
sangatlah penting dalam meningkatkan karakter calon penerus bangsa.
Keluarga sebagai tempat utama dan pertama peserta didik menjalani
kehidupan hendaklah mengawasi dan membimbing dengan penuh
kasih sayang, tegas, dan cermat. Peran guru dalam membangun
karakter peserta didik semakin meningkat, kompleks dan berat. Guru
tidak hanya mengajarkan konsep karakter yang baik, tetapi bagaimana
mengarahkan peserta didik untuk dapat mengimplementasikan pada
kehidupam sehari-hari. Guru juga sebagai panutan harus menerapkan
karakter yang baik pada dirinya sendiri. Masyarakat sekitar juga
berperan dalam mengawasi dan memotivasi perkembangan karakter
peserta didik.

120
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

DAFTAR PUSTAKA

Abeng Eddy Adriansyah Dkk. 2015. Jendela Keluarga. Bandung: MQS


Publishing, Cet III.

Departemen Agama RI. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta:


PT. Intermasa.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik


Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Daryanto, Darmiatun Suryatri. 2013. Implementasi Pendidikan


Karakter di Sekolah.: Yogyakarta: Gava Media.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia


Nomor 23 Tahun 2015. Jakarta: Permendikbud.

Peraturan Presiden No 87 Pasal 2 Tahun 2017, Penguatan Pendidikan


Karakter,(http://www.setkab.go.id/wp content/upload/2017/
09/ Perpres No 87 tahun 2017, ( Diakses 20 april 2017)

Saiful Bahri. Implementasi Pendidikan Karakter dalam Mengatasi


Krisis Moral di Sekolah , 2015, TA’ALLUM Vol 03. No 01,
juni 2015

Salman Hasibuan. 2015. Budaya Media dan Partisipasi Anak di Era


digital, Proceeding of International Post-Graduate
Conference. Surabaya: Program Studi S2 dan Komunikasi
Universitas Airlangga.

Sukiman, dkk. 2016. Seri Pendidikan Orang Tua: Mendidik Anak di


Era Digital. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan

121
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Azhar Muhamad, S.Pd NIM : 4103810318065

Kebudayaan.

Yulia Palupi, 2015. Digital Parenting Sebagai Wahana Terapi untuk


Menyeimbangkan Dunia Digital dengan Dunia Nyata Bagi
Anak, Yogyakarta: Seminar Nasional Universitas PGRI
Yogyakarta tahun 2015.

122
Pendidikan Karakter Pada Anak Sekolah Dasar di Era Digital
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

KOMPUTER, INFOKUS, & SPEAKER AKTIF MERUPAKAN


MEDIA EFEKTIF UNTUK MENCAPAI TUJUAN
PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR

Dahlan, S.Pd.
NIM: 4103810318064
MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Hakekat dari tercapainya tujuan pendidikan nasional adalah
tercapainya tujuan pembelajaran, yang merupakan produk interaksi
proses pembelajaran antara guru dan siswa. Hambatan-hambatan
tercapainya tujuan pembelajaran harus diminimalisir, tujuan
pembelajaran harus dicapai secara efektif dan efisien. Di antara upaya
tersebut dengan pengadaan media pembelajaran, namun pengadaan
media pembelajaran tidak mudah karena berkaitan dengan biaya,
pemeliharaan, ruang, dan pengelolaan. Diperlukan media pembelajaran
yang praktis, efektif, dan efisien. Komputer, infokus, & speaker aktif
merupakan media efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran di
Sekolah Dasar.

A. Latar Belakang
Permasalahan pendidikan di negeri kita adalah kualitas,
relevansi, dan pemerataan. Kualitas, dan relevansi pendidikan
berkaitan langsung dengan keberhasilan proses pembelajaran yang
diukur dengan tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan
pembelajaran merupakan target yang akan dicapai setelah proses
interaksi pembelajaran antara siswa, dan guru dilakukan.
Hal-hal yang berpengaruh terhadap tercapainya tujuan
pembelajaran adalah intake siswa, sarana prasarana, dan daya
dukung.

123
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

Di Sekolah Dasar persoalan intake siswa, sarana prasarana, dan


daya dukung merupakan persoalan komplek dan klasik, upaya yang
dilakukan oleh penyelenggara pendidikan, tidak secara langsung
berpengaruh terhadap tercapainya tujuan pembelajaran. Padahal
hakekat dari “Tujuan Pendidikan Nasional”, UU No. 20 tahun 2003
adalah tercapainya tujuan pembelajaran, yang prosesnya melalui
interaksi guru dan siswa.
Persoalan-persoalan yang berpengaruh terhadap tercapainya
tujuan pembelajaran perlu difahami secara mendalam, selanjutnya
segera dilakukan upaya penanganan secara efektif dan efisien.

B. Landasan Teori
Belajar menurut Gagne dalam buku “The Condition Of
Learning” (1977) yaitu apabila terjadi suatu situasi stimulus
bersama-sama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian
rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia
mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
“Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi, artinya di
dalamnya terjadi proses penyampaian pesan dari seseorang (sumber
pesan) kepada seseorang atau sekelompok orang (penerima
pesan).”(Rudi & Cepi, 2009:2)
Tujuan Pembelajaran (instructional objective) adalah perilaku
hasil belajar yang diharapkan terjadi, dimiliki, atau dikuasai oleh
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu. Hal
ini didasarkan berbagai pendapat tentang makna tujuan
pembelajaran atau tujuan instruksional.

124
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

“Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara


harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa
Arab media adalah perantara atau pengantar pesan dari
pengirim kepada penerima pesan.” (Azhar Arsyad, 2011:3).
Azhar (2011) media pembelajaran adalah alat bantu pada proses
belajar baik di dalam maupun diluar kelas, lebih lanjut dijelaskan
bahwa media pembelajaran adalah komponen sumber belajar atau
wahana fisik yang mengandung materi intruksional di lingkungan
siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

C. Pembahasan
1. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tercapainya
tujuan pembelajaran di Sekolah Dasar:
a. Intake siswa
Kecerdasan Intelektual IQ (Intelligence Quotient)

Sumber:
https://immrestorasi.wordpress.com/2018/08/14/alfred-
binet/

125
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

Berdasarkan skala IQ Alfred Binet, secara umum siswa


yang dapat menjadi pembelajar di Sekolah Dasar berada
pada rentang IQ 70-139. Kecerdasan Intelektual
mempengaruhi efektivitas siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
Klasifikasi kecerdasan intelektual yang efektif
mencapai tujuan pembelajaran, berada pada rentang 90-
139. Sedangkan IQ pada rentang 70-90 perlu penanganan
khusus, agar tujuan pembelajaran tercapai.
2) Gaya Belajar Siswa
a) Gaya Visual
Siswa yang memiliki gaya belajar visual, lebih
dominan mengandalkan penglihatan (visual)
untuk mengetahui, mengerti, dan memahami
materi pelajaran yang disampaikan.
b) Auditory
Siswa yang memiliki gaya belajar auditory, lebih
dominan mengandalkan pendengaran untuk
belajar, mereka lebih mudah, memahami pelajaran
dengan mengunakan pendengaran.
c) Kinestetis
Siswa yang memiliki gaya belajar kinestetis lebih
mudah memahami pelajaran dengan praktek,
melibatkan gerakan tubuhnya.

126
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

3) Kesehatan Siswa
Siswa yang fisiknya sehat, akan lebih siap dalam
belajar, tingkat penerimaan materi pelajaran siswa
yang sehat akan lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang sedang terganggu kesehatannya. Pentingnya
orang tua siswa memperhatikan kesehatan putra-
putrinya, karena berepengaruh terhadap keberhasilan
belajar. Sarapan pagi, makan makanan yang bergiji,
istirahat yang cukup, dan jajan makanan yang sehat
merupakan faktor-faktor yang akan mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
4) Tingkat Kehadiran Siswa
Bagi siswa yang jarang hadir sekolah, maka tingkat
ketercapaian tujuan pembelajaran pun akan rendah.
Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rapot yang
didapatkan. Perspektif tujuan pembelajaran sangat
luas, dalam proses pembelajaran akan banyak hal yang
terkait dengan tujuan pembelajaran. Bagi siswa yang
mengikuti proses pembelajaran, maka tercapainya
tujuan pembelajaran lebih lengkap, karena banyak
faktor-faktor lainnya yang terkait dengan tujuan
pembelajaran.
b. Sarana Prasarana, & Media Pembelajaran.
1) Sarana Prasarana
Kekurangan ruangan kelas, kurangnya meja kursi,
rusaknya meja kursi, tidak adanya perpustakaan,

127
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

kondisi air, wc, dll. Secara tidak langsung akan


mempengaruhi tingkat ketercapaian tujuan
pembelajaran.
2) Media Pembelajaran
“Secara umum media mempunyai
kegunaan
1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu
verbalistik.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu
tenaga, dan daya Indera.
3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi
lebih langsung antara murid dengan
sumber belajar.
4. Memungkinkan anak belajar mandiri
sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori, dan kinestetiknya
5. Memberi rangsangan yang sama,
mempersamakan pengalaman &
menimbulkan persepsi yang sama.”
(Rudi & Cepi, 2009:9).

Media sangat berpengaruh dalam tercapainya


tujuan pembelajaran. Di Sekolah Dasar persoalan
pembiayaan, dan pemeliharaan media
pembelajaran sangat komplek. Sedangkan
pengelolaannya memerlukan manajemen yang
baik. Banyak Sekolah Dasar yang kekurangan
media pembelajaran. Banyak pula Sekolah Dasar
yang memiliki media pembelajaran yang lengkap,
namun tidak optimal dimanfaatkan karena
pengeloaan yang kurang baik, pada akhirnya
rusak dimakan waktu.

128
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

c. Guru
Guru merupakan bagian terpenting dalam tercapainya
tujuan pembelajaran.
“Secara Pedagogis, kompetensi
guru-guru dalam mengelola pembelajaran
perlu mendapatkan perhatian yang serius.
Hal ini penting karena pendidikan di
Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh
sebagian masyarakat, dinilai kering dari
asfek pedagogis, dan sekolah nampak
lebih mekanis sehingga peserta didik
cenderung kerdil karena tidak mempunyai
dunianya sendiri” (Mulyasa, 2007:76)
Kompetensi guru penting dalam mencapai tujuan
pembelajaran, namun kondisi riil di lapangan masih
jauh dari ideal. Persoalan yang menyangkut guru
Sekolah Dasar diantaranya;
1) Kekurangan guru, menyebabkan guru mengajar
rangkap.
2) Guru tidak menguasai seluruh materi pelajaran
yang diampunya.
3) Kompetensi guru tidak linier dengan tugas yang
diampunya
“Pada dasarnya pengelolaan kelas terkait
dengan berbagai hal yang komplek. Oleh
sebab itu guru perlu menyadari bahwa
pengelolaan kelas itu terkait dengan
berbagai masalah” (Daeng Arifin,
2010:77)
Kurangnya guru berpengaruh terhadap efektifitas
tercapainya tujuan pembelajaran. Guru yang tidak memiliki
kompetensi. kompetensi guru tidak linier dengan tugas

129
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

yang diampu, merupakan masalah yang turut mewarna


efektifitas tercapaiannya tujuan pembelajaran.
d. Kompleksitas Materi Pelajaran
Silabus materi pelajaran Sekolah Dasar relatif sesuai
untuk siswa sekolah dasar, kompleksitas materi pelajaran
terdapat pada pengembangan materi secara horizontal dan
vertikal. Pada buku paket sumber belajar pegangan siswa
terbitan Kemendikbud, kompleksitas materi SD terdapat
pada:
1) Beban materi pelajaran belum sesuai dengan
ketersedian hari belajar efektif pada kalender
pendidikan.
2) Beban materi pelajaran belum sesuai dengan kondisi
psikologis siswa
Keadaan seperti ini menyebabkan hambatan efektivitas
dalam pencapaian tujuan pembelajaran.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas
tercapanya tujuan pembelajaran harus ditangani secara
sungguh-sungguh, upaya harus dilakukan dalam rangka
menangani hambatan-hambatan tercapainya tujuan
pembelajaran.

2. Komputer, infokus, dan speaker aktif merupakan media


efektif untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Secara umum pembelajaran menggunakan komputer,
infokus dan speaker aktif akan melibatkan seluruh panca indera.
Bagi siswa yang memiliki IQ rata-rata dan di atas rata-rata, akan

130
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

semakin mempercepat penguasaan materi pelajaran, sedangkan


bagi siswa yang memiliki IQ di bawah rata-rata akan semakin
terbantu untuk menguasai materi pelajaran. Siswa SD pada
umumnya belum terampil berpikir abstrak, pembelajaran yang
riil, melibatkan seluruh panca indera akan lebih memudahkan
mereka untuk belajar, akan terhindar dari pembelajaran yang
bersifat verbalisme.
Dengan menggunakan komputer, infokus, dan speaker aktif
siswa yang memiliki gaya belajar visual, auditory dan kinestetis
akan terakomodasi.
Dalam proses pembelajaran diperlukan berbagai media
pembelajaran, diantaranya alat peraga, model, dan gambar.
Contoh alat peraga dan model misalnya: model tata surya,
globe, bumi, bulan, matahari, dan lain-lain. Contoh alat peraga
dua dimensi (gambar): peta, gambar pahlawan, gambar satwa,
dan lain-lain.
Kelemahan yang dimiliki alat peraga, model, dan gambar
pengadaan dan pemeliharaannya memerlukan biaya yang besar,
memerlukan ruangan khusus, serta manajemen yang baik.
Pengelolaan media pembelajaran di Sekolah Dasar relatif
komplek.
Dengan berkembangnya teknologi komputer dan teknologi
informasi dapat dimanfaatkan untuk media pembe-lajaran.
Komputer, infokus, dan speaker aktif merupakan bagian dari
teknologi komputer dan teknologi informasi (IT) dapat
dimanfaatkan untuk media pembelajaran. Ratusan atau ribuan

131
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

alat peraga, model, dan gambar dapat disimpan dalam komputer


atau flash disk.
Alat peraga, dan model pembelajaran dapat diperagakan
menggunakan video yang ditonton siswa dalam kelas
menggunakan infokus. Berbagai video pembelajaran dapat di
unduh dari situs-situs internet.
Berbagai model, dan animasi pun disajikan dalam bentuk
video misalnya video terbentuknya alam semesta, peredaran
tata surya, pembentukan bumi dan lain-lain. Video-video
tersebut disertai dengan tata suara, sehingga menarik untuk
ditonton, materi pelajaran menjadi mudah difahami.
Berbagai gambar dapat ditampilkan pada infokus. Gambar-
gambar terbaru dan peta-peta terbaru dapat di unduh dari situs-
situs internet.
Gambar-gambar fisik (alat peraga) seringkali kadaluarsa,
sebagai contoh peta 4 tahun yang lalu seharusnya berbeda
dengan peta saat ini, karena batas-batas wilayah, keadaan fisik
suatu wilayah, dll. akan selalu berubah. Sedangkan peta-peta
yang bersumber dari internet (situs ternama) peta suatu wilayah
akan update dengan dengan jenis peta yang bervariasi.
Komputer, infokus, dan speaker aktif dapat membantu guru
untuk membelajarkan anak terkait dengan bahan pelajaran yang
tidak dikuasainya, sebagai contoh ketika seorang guru kelas di
Sekolah Dasar harus mengajarkan lagu-lagu wajib yang baik
dan benar, maka guru tersebut dapat mengaktifkan lagu-lagu
wajib menggunakan komputer, infokus, dan speaker aktif.

132
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

Dengan menggunakan alat-alat tersebut anak-anak dapat belajar


dibawah bimbingan guru kelas.
Contoh lainnya, ketika guru kelas harus mengajarkan tari-
tarian daerah, maka pada awalnya siswa-siswa dapat dipandu
belajar melalui komputer, infokus, dan speaker aktif.
Selanjutnya mereka dapat belajar sendiri melalui HP yang
mereka miliki.
Penggunaan komputer, infokus, dan speaker aktif dapat
dimanfaatkan untuk memperluas dan memperdalam materi
pelajaran, pelajaran menjadi lebih riil, dan menghindari
verbalisme.

D. Simpulan, & Saran


1. Kesimpulan
Dalam hierarki tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran
menduduki tempat paling dasar, namun sesungguhnya tujuan
pembelajaran merupakan hakekat dari tujuan pendidikan
nasional. Tercapainya tujuan pendidikan nasional hanya dapat
dicapai dengan tercapainya tujuan pembelajaran. Permasalahan
kualitas pendidikan, relevansi pendidikan, dapat diperbaiki jika
tujuan pembelajaran tercapai optimal.
2. Saran
Begitu pentingnya tujuan pembelajaran, berbagai hal yang
dapat menghambat tercapainya tujuan pembelajaran harus
diminimalisir. Hambatan yang muncul dari dalam diri siswa,
sarana prasarana, kompleksitas materi pelajaran, dan kondisi
guru dapat diminimalisir dengan pengadaan komputer, infokus,

133
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Dahlan, S.Pd. NIM: 4103810318064

dan speaker aktif. Demikian bermanfaatnya alat tersebut maka


penting bagi tiap satuan pendidikan untuk memperhatikan
pengadaannya, dan penting bagi guru untuk bisa
mengoperasikan alat-alat tersebut terutama berkaitan dengan
pembelajaran.

E. Daftar Pustaka
Susilana, Rudi. Media Pembelajaran. CV Wacana Prima. Bandung.
2009.
Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Setifikasi Guru. PT Remaja
Rosda Karya. Bandung. 2007.
Arifin, Daeng. Manajemen Pembelajaran Efektif. Pustaka Al
kasyaf. Bandung. 2010.
Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Rajawali Pers. Jakarta. 2011.

134
Komputer, Infokus, & Speaker Aktif Merupakan Media Efektif Untuk Mencapai Tujuan
Pembelajaran Di Sekolah Dasar
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

UPAYA GURU DALAM MENCIPTAKAN PEMBELAJARAN


EFEKTIF

Oleh:
Deden Ginanjar, S.Pd
NIM: 4103810318032

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Pembelajaran yang efektif ini merupakan salah satu faktor yang
dapat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini harus
menjadi perhatian guru dalam rangka meningkatkan mutu
pembelajaran, maka dalam tulisan ini akan menguraikan indikator-
indikator yang harus dilaksanakan dalam menciptakan pembelajaran
yang efektif.
Efektif mempunyai beberapa indikator seperti, pengorganisasian
belajar yang baik, komunikasi efektif, dan antuasiasme dalam belajar,
serta sikap positif terhadap hasil belajar siswa yang tepat.

Kata kunci : Pembelajaran dan Efektif

A. Pendahuluan
Pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, dalam rangka mencapai tujuan ini para pakar pendidikan
telah berusaha merumuskan, mempelajari, memperbaiki sistem

135
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

pembelajaran, salah satu diantaranya menyusun langkah-langkah


untuk menciptakan pembelajaran yang efektif.
Pembelajaran yang efektif ini merupakan salah satu faktor yang
dapat menentukan keberhasilan proses pembelajaran. Hal ini harus
menjadi perhatian guru dan guru dalam rangka meningkatkan mutu
pembelajaran, maka dalam tulisan ini akan menguraikan indikator-
indikator yang harus dilaksanakan dalam menciptakan pembelajaran
yang efektif.

B. Pembelajaran yang Efektif


1. Pengertian
Pembelajaran merupakan dua konsep yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Pembelajaran terdiri dari dua kata:
a. Belajar menunjukkan apa yang dilakukan seseorang sebagai
subjek yang menerima pelajaran.
b. Mengajar menunjukkan apa yang harus dilakukan oleh
pengajar.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Ini berarti berhasil atau kurang berhasilnya
suatu pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada proses
belajar yang dialami siswa baik ketika siswa berada dilingkungan
sekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarga sendiri.
Belajar adalah membawa perubahan (dalam arti Behavior
changers, aktual maupun potensial).
Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah) belajar adalah
kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif

136
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

dengan fakta sebanyak- banyaknya, belajar dalam hal ini


dipandang dari sudut banyaknya materi yang dikuasai siswa.
Secara institusional (ditinjau kelembagaan), belajar dipandang
sebagai proses pengabsahan terhadap penguasaan siswa atas
materi-materi yang telah dipelajari, dimana semakin bagus mutu
pengajaran seorang guru maka semakin baik pula hasil belajar
siswa. Secara kuantitatif (tinjauan mutu) proses memperoleh arti
pahaman serta cara penafsiran dunia disekeliling siswa. Belajar
dalam hal ini difokuskan pada tercapainya daya fikir dan tindakan
yang berkualitas untuk memecahkan masalah- masalah yang kini
dan nanti akan dihadapi siswa.
Belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat
pengalaman dan pelatihan, dimana kegiatan pembelajaran adalah
perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut pengetahuan,
keterampilan, sikap dan segenap aspek pribadi.
Belajar itu senantiasa merupakan perubahan tingkah laku
atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan
membaca, mengamati, mendengar, meniru dan sebagainya.
Pembelajaran berasal dari kata “ajar”, yang artinya petunjuk
yang diberikan kepada orang supaya diketahui. Dari kata “ajar” ini
lahirlah kata kerja “belajar” yang berarti berlatih atau berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu dan kata “pembelajaran”
berasal dari kata “belajar” yang mendapat awalan “pem” dan
akhiran “an” yang merupakan konflik nominal (bertalian dengan
prefiks verbal meng-) yang mempunyai arti proses.
Pembelajaran secara umum merupakan proses perubahan
yakni perubahan dalam perilaku sebagai hasil interaksi seseorang

137
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

dengan lingkungannya. Secara lengkap pembelajaran merupakan


suatu proses yang dilakukan individu untuk sebuah perubahan baru
secara keseluruhan sebagai pengalaman diri sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. Ada pengertian lain mengenai
pembelajaran diantaranya pembelajaran dan latihan. Keduanya
memiliki keterkaitan yang erat meskipun tidak identik. Keduanya
menjadikan perubahan perilaku aspek perilaku yang berubah
karena latihan, adalah perubahan dalam bentuk skill atau
keterampilan. Pembelajaran akan lebih berhasil ketika disertai
dengan latihan.
Pembelajaran menurut Sudjana, merupakan setiap upaya
yang dilakukan oleh pendidik dan memberikan dampak bagi
peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar. Sedangkan
Nasution mendefenisikan pembelajaran sebagai suatu aktivitas
mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan
menghubungkannya dengan anak didik sehingga terjadi proses
belajar. Lingkungan dalam hal ini meliputi guru, alat peraga,
perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan dengan
kegiatan belajar anak.
Pembelajaran sendiri sangat erat kaitannya dengan belajar.
Dimana kata pembelajaran merupakan dari terjemahan dari kata-
kata instruction. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran
psikologi kognitif-Nalistik, yang menempatkan siswa sebagai
sumber dari kegiatan.
Sehubungan dengan istilah pembelajaran prinsip utama
dalam proses pembelajaan adalah proses keterlibatan seluruh atau
sebagian besar potensi diri siswa (fisik dan nonfisik) dan

138
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

kebermaknaannya bagi diri dari kehidupannya saat ini dan dimasa


yang akan dating (life skill).
Pembelajaran adalah suatu usaha yang disengaja, bertujuan,
dan terkendali agar orang lain belajar atau terjadi perubahan yang
relatif menetap pada diri orang lain. Usaha ini dapat dilakukan oleh
seseorang atau sesuatu tim yang memiliki kemampuan dan
kompetensi dalam merancang dan atau mengembangkan sumber
berlajar yang diperlukan.
Pembelajaran yang efektif adalah yang menghasilkan belajar
yang bermanfaat dan bertujuan kepada para siswa melalui
pemakaian prosedur yang tepat. Defenisi ini mengandung dua
indikator yang penting, yaitu terjadinya belajar pada siswa dan apa
yang dilakukan guru. Oleh sebab itu, prosedur pembelajaran yang
dipakai oleh guru dan bukti.

2. Komponen-komponen Pembelajaran
Secara rinci komponen-komponen pembelajaran sebagai
berikut:
a. Tujuan, merupakan komponen yang sangat penting dalam
sistem pembelajaran. Mau dibawa kemana siswa? Apa yang
harus dimiliki oleh siswa? Itu semua tergantung pada proses
pembelajaran.
Secara umum tujuan belajar itu ada tiga jenis.
1. Untuk mendapatkan pengetahuan
2. Penanaman konsep dalam keterampilan
3. Pembentukan sikap

139
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

b. Isi atau meteri pelajaran, merupakan komponen kedua dalam


sistem pembelajaran. Materi pelajaran merupakan inti dalam
proses pembelajaran. Dalam komponen ini maka penguasaan
materi pelajaran oleh guru mutlak diperlakukan. Guru perlu
memahami betul isi materi pelajaran yang akan disampaikan,
sebab peran dan tugas guru adalah sebagai sumber belajar.
Materi pelajaran tersebut biasanya tergambarkan dalam buku
teks, sehingga sering terjadi proses pembelajaran adalah
menyampaikan materi yang ada dalam buku.
c. Strategi atau metode adalah komponen yang juga mempunyai
fungsi yang sangat menentukan. Keberhasilan pencapaian
tujuan sangat ditentukan oleh komponen ini. Bagaimanapun
lengkap dan jelasnya komponen lain, tanpa dapat di
implementasikan melalui strategi yang tepat, maka komponen-
komponen tersebut tidak akan memiliki makna dalam proses
pencapaian tujuan.
d. Alat dan sumber, meskipun sebagai alat bantu, akan tetapi
memiliki peran yang tidak kalah pentingnya. Dalam kemajuan
teknologi seperti sekarang ini kemungkinan siswa dapat belajar
dari mana saja dan kapan saja dengan memanfaatkan hasil-hasil
teknologi. Maka, peran dan tugas guru bergeser dari peran
sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai pengelola sumber
belajar.
e. Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam sistem proses
pembelajaran. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat
keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, tetapi juga
berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam

140
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

pengelolaan pembelajaran. Melalui evaluasi kita dapat melihat


kekurangan dalam pemanfaatan berbagai komponen sistem
pembelajaran.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelajaran


Dalam pembelajaran ada beberapa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kegiatan sistem pembelajaran, diantaranya sebagai
berikut:
a. Faktor Guru
Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam
implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru,
bagaimanapun bagus dan idenya suatu strategi itu tidak
mungkin bisa diaplikasikan. Guru dalam proses pembelajaran
memegang peran penting. Tetapi dalam proses pembelajaran,
guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi
siswa yang diajarnya.
Peran guru sebagai mediator (penghubung/perantara) antara
pengetahuan dan keterampilan dengan siswa yang
membutuhkannya, sangat berpengaruh pada hasil
pembelajaran. Karakteristik guru yang erat kaitannya dengan
pembelajaran mencakup:
1) Karakteristik intelektual guru yang meliputi: potential ability
(kapasitas ranah cipta bawaan) dan actual ability
(kemampuan ranah cipta yang nyata).
2) Kecakapan ranah karsa guru, seperti: tingkat kepasihan
berbicara, tingkat kecermatan menulis dan menerangkan
keterampilan- keterampilan lainnya.

141
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

3) Karakteristik ranah rasa guru yang meliputi: tingkat minat,


keadaan emosi dan sikap terhadap siswa dan mata pelajaran
sendiri, dan sebagainya.
4) Usia guru yang berhubungan dengan bidang tugas yang
diemban, misalnya: pengajaran yang berorientasi pada
penanaman budi pekerti akan lebih cocok bila dilakukan oleh
guru yang berusia relatif lebih tua dari guru-guru lainnya.
5) Jenis kelamin guru yang berhubungan dengan bidang tugas
yang diemban, umpamanya: pengajaran bahasa dan kesenian
akan lebih pas jika dilakukan oleh wanita, walaupun
sebenarnya tidak mutlak.
6) Kelas sosial guru yang berhubungan dengan minat dan sikap
guru terutama terhadap profesinya. Guru yang berasal dari
strata sosial menegah kebawah relative lebih positif dan
bangga menjadi guru dibandingkan dengan guru yang
berasal dari strata sosial yang tinggi.
b. Faktor siswa
Siswa adalah organisme unik yang berkembang sesuai dengan
tahapan perkembangannya. Perkembangan anak adalah
perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo
dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap
aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi
oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, disamping
karakteristik lain yang melekat pada diri anak.
c. Faktor sarana dan prasarana
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung
terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media

142
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah dan


lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu
yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan
proses pembelajaran, misalnya jalan menuju sekolah,
penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya.
d. Faktor lingkungan
Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran yaitu sebagai berikut:
1) Faktor organisasi kelas yang didalam meliputi jumlah siswa
dalam satu kelas merupakan aspek penting yang bisa
mempengaruhi proses pembelajaran.
2) Faktor lain dari dimensi lingkungan yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran adalah faktor iklim
sosial-psikologis. Maksudnya, keharmonisan hubungan
antara orang yang terlibat dalam proses pembelajaran.

C. Indikator Pembelajaran yang Efektif


Keefektipan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat
pencapaian sibelajar. Ada empat aspek yang dapat dipakai untuk
mempreskripsikan keefektipan pembelajaran yaitu:
1. Kecermatan penguasaan prilaku yang dipelajari atau sering disebut
dengan tingkat kesalahan
2. Kecepatan untuk kerja
3. Tingkat alih belajar
4. Tingkat retensi dari apa yang dipelajari.
Yusuf Hadi Miarso mengutip pendapat wotruba and wright,
bahwa berdasarkan pengkajiannya atas sejumlah penelitian,

143
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

mengidentifikasikan tujuh indikator yang menunjukkan pembelajaran


yang efektif. Indikator itu adalah:
1. Pengorganisasian belajar dengan baik
2. Komunikasi secara efektif
3. Penguasaan dan antusiasme dalam mata pelajaran
4. Sikap positif terhadap siswa
5. Pemberian ujian dan nilai yang adil
6. Keluwesan dalam pendekatan pengajaran, dan
7. Hasil belajar siswa yang baik.

Ad. I pengorganisasian belajar dengan baik. Indikator pengorganisasian


belajar dengan baik tercermin dalam:
a. Perumusan tujuan
b. Pemilihan bahan/topik mata pelajaran
c. Kegiatan kelas
d. Penugasan
e. Penilaian
f. Kesiapan guru untuk mengajar
g. Penugasan waktu belajar dengan baik.
Pelaksanaan mengajar dengan baik tentunya tidak dilakukan
dengan banyak penyimpangan dari Rencana yang telah ditetapkan
semula. Pengorganisasian pengajaran merupakan wewenang guru. Oleh
karena itu yang dapat menilai apakah pengajaran telah diorganisasikan
dengan baik adalah para sejawat dalam bidang studi yang bersangkutan,
Wakil Kepala, dan siswa. Siswa sering kali mempunyai posisi yang
terbaik dalam melakukan penilaian, karena mereka dapat
membandingkan secara langsung guru yang satu dengan lainnya.

144
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

Sedangkan sejawat dan pimpinan mungkin hanya menilai berdasarkan


data sekunder. Siswa di dalam suatu kelas dapat menilai dengan cukup
tepat: (1) apakah guru menyajikan bahan di dalam secara teratur; (2)
apakah guru telah mempersiapkan diri untuk kelasnya; (3) apakah guru
menjelaskan apakah yang perlu dipelajari; dan (4) apakah belajar itu
memungkinkan untuk dapat diikuti dengan baik.
Pengorganisasian belajar dengan baik termasuk kemampuan
mengelola pembelajaran. Dalam mengelola pembelajaran ada tiga hal
yang penting dilaksanakan yaitu perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian.
Strategi pembelajaran merupakan hal yang penting diperhatikan
guru dalam proses pembelajaran, ada tiga jenis trategi yaitu:
a. Strategi pengorganisasian pembelajaran
b. Strategi penyampaian
c. Strategi pengelolaan.
Berkaitan dengan pengorganisasian pembelajaran, Hamzah B. Uno
membagi tiga (3) strategi, yaitu:
Organizational Strategy adalah metode untuk mengorganisasi isi
bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. “mengorganisasi”
mengacu pada suatu tindakan seperti pemilihan isi, penataan isi,
pembuatan diagram, format dan lainnya yang setingkat dengan itu.
Delivery strategy adalah metode untuk menyampaikan
pembelajaran kepada siswa dan/atau untuk menerima serta merespon
masukan yang berasal dari siswa. Media pembelajaran merupakan
bidang kajian utama dari strategi ini.

145
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

Management strategi adalah metode untuk menata interaksi antara


sibelajar dan variabel metode pembelajaran lainnya, variabel strategi
pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran.
Strategi pengorganisasian , lebih lanjut dapat dibedakan menjadi 2
(dua) jenis, yaitu strategi mikro dan strategi makro. Strategi mikro
mengacu kepada metode untuk pengorganisasian isi pembelajaran yang
berkisar pada satu konsep, atau prosedur, atau prinsip. Strategi makro
mengacu kepada metode untuk mengorganisasi isi pembelajaran yang
melibatkan lebih dari satu konsep, atau prosedur atau prinsip.
Strategi makro berurusan dengan bagaimana memilih, menata
urutan, membuat sintesis, dan rangkuman isi pembelajaran (apakah itu
konsep, prosedur atau prinsip) yang saling berkaitan. Pemilihan isi,
berdasarkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, mengacu kepada
penetapan konsep, atau prosedur atau prinsip apa yang diperlukan untuk
mencapai tujuan itu . penataan urutan isi mengacu kepada keputusan
untuk menata dengan urutan tertentu konsep atau prosedur atau prinsip
yang akan diajarkan. Pembuatan sistesis mengacu kepada keputusan
tentang bagaimana cara menunjukkan keterkaitan diantara konsep
prosedur atau prinsip. Pembuatan rangkuman mengacu kepada
keputusan tentang bagaimana cara melakukan tinjauan ulang konsep,
prosedur atau prinsip, serta kaitan yang sudah diajarkan.
Menurut Gakne ada pengorganisasian secara makro dan mikro.
Secara makro yang diacukan untuk menata keseluruhan isi bidang studi,
secara mikro yang diacukan untuk menata sajian suatu konsep.

146
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

Ad. 2. Komunikasi secara efektif


Kegitan belajar mengajar dikelas merupakan suatu dunia
komunikasi tersendiri, dimana guru dan siswa bertukar pikiran untuk
mengembangkan ide dan pikiran, sehingga mengandung muatan
“komunikasi edukatif” artinya tujuan akhir dilakukan proses komunikasi
adalah mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan nilai sikap anak
didik. Komunikasi sering menimbulkan penyimpangan-penyimpangan
yang menyebabkan hambatan bagi anak didik.
Komunikasi adalah berasal dari bahasa latin “communis” artinya
membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan dua orang atau
lebih. Menurut Weaver, komunikasi adalah bentuk interaksi manusia
yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lainnya sengaja atau
tidak sengaja, tidak terbatas pada bahasa verbal, termasuk ekspresi muka,
lukisan, dan seni dan teknologi. Everet M. Rogest mengemukakan
bahwa komunikasi adalah proses dimana satu ide dialihkan dari sumber
kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah
tingkah laku mereka, sedangkan pendapat Lawrence Kincaid,
komunikasi adalah suatau proses dimana dua orang atau lebih
membentuk atau melakukan pertukaran informasi denga satu sama
lainnya, yang pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang
mendalam, fungsi komunikasi ini adalah menyampaikan informasi,
mendidik, menghibur dan mempengaruhi.
Komunikasi secara efektif tersebut adalah keahlian dalam
mentransfer ilmu pengetahuan dalam mengajar, ini sangat dituntut dalam
pembelajaran, agar isi pembelajaran dapat dipahami dengan baik.
Kebanyakan pembelajaran diperguruan tinggi diberikan dalam
bentuk belajar. Oleh sebab itu kecapakan memberi belajar, termasuk

147
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

pemakaian media dan alat audiovisual atau teknik lain untuk menarik
perhatian siswa merupakan suatu karakteristik pembelajaran baik.
Kemampuan komunikasi mencakup:
a. Penyajian yang jelas
b. Kelancaran berbicara
c. Interprestasi gagasan abstrak dengan contoh-contoh
D. Kemampuan wicara yang baik (nada, intonasi, ekspresi dan lain-
lain)
d. Kemampuan untuk mendengar.
Kemampuan berkomunikasi tidak hanya di wujudkan dengan
melalui penjelasan verbal, tetapi dapat juga berupa makalah yang ditulis
secara silabus dan Rencana belajar yang jelas dan mudah dimengerti.
Komunikasi yang efektif itu penting di dalam kelas yang besar, seminar,
diskusi kelompok, bahkan dalam percakapan perorangan. Tentu saja
dalam berbagai situasi itu diperhatikan keterampilan yang berbeda.
Sebagai mana halnya dengan pengorganisasian belajar, penilain atas
kemampuan berkomunikasi ini juga dapat dilakukan dengan baik oleh
para siswa, (1). apakah suara guru cukup jelas di dengar; (2) apakah guru
berkomunikasi dengan penuh percaya diri atau ragu-ragu dan gugup; (3)
apakah guru mampu menjelaskan sesuatu yang abstrak dengan baik dan
menggunakan contoh konkret, dan (4) apakah isi belajar dipahami
dengan baik.
Keahlian komunikasi sangat dibutuhkan dalam menciptakan
pembelajaran yang efektif, yaitu keahlian berbicara, mendengar,
mengatasi hambatan komunikasi verbal , memahami komunikasi non
verbal dari murid dan mampu memecahkan konflik, saat berbicara
dengan murid bahkan dengan orang tua administrator dan yang lainnya.

148
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

Guru harus memiliki keterampilan komunikasi yang efektif, agar mampu


menerima semua perasaan dan mendorong timbulnya kepatuhan peserta
didik.

Ad. 3. Penguasaan dan antusiasme dalam mata belajar


Seorang guru dituntut untuk mengetahui materi belajarnya dengan
baik agar dapat diorganisasikan secara sistematis dan logis, yang
menjadi indikator penguasaan atas bahan belajar adalah:
a. Harus mampu menghubungkan isi belajarnya dengan apa yang telah
diketahui siswa.
b. Mampu mengaitkan isi belajarnya dengan perkembangan yang baru
dalam disiplin keilmuannya.
c. Mampu mengambil manfaat dari hasil penelitian yang berkaitan
d. Pemilihan buku wajib dan bacaan
e. Penentuan topik pembahasan
f. Pembuatan ikhtisar
g. Pembuatan bahan sajian.
Penguasaan atas bahan belajar saja tidak cukup, penguasaan itu
harus diiringi dengan kemauan dan semangat untuk memberikan
penguasaan itu kepada para siswa. Tidak jarang seorang guru yang ahli
dalam suatu bidang kajian, ingin memiliki keahlian itu sendiri, karena
khawatir mendapat persaingan. Inilah yang dimaksudkan dengan
antusiasme yang tinggi. Penguasaan atas bahan belajar ini dapat
diketahui dengan baik melalui penilaian sejawat dalam bidang disiplin
yang sama. Kadang-kadang untuk sesuatu pokok bahasan tertentu perlu
diundang narasumber dari luar; nara sumber itu dapat pula memberikan
penilaian apakah materi belajar yang dipilih dan disajikan dalam kelas

149
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

merupakan materi yang tepat, dan apakah guru yang bersangkutan


mempunyai kemampuan yang cukup dalam materi tersebut. Siswa sulit
untuk mengetahui kedalaman pengetahuan guru, meskipun siswa dapat
“menguji” dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan yang dapat
menyulitkan guru. Siswa juga dapat mengetahui apabila ada pandangan
yang berbeda antar guru. Antusiasme guru dalam memberikan belajar,
dapat diketahui dengan baik oleh para siswa, meskipun sering kali
ukuran mengenai hal ini sifatnya kabur dan berubah-ubah sesuai dengan
suasana hati para siswa sendiri.

Ad. 4. Sikap positif terhadap siswa


Sikap positif terhadap siswa dicerminkan dengan berbagai cara,
antara lain:
1. Seorang guru memberi bantuan kala siswa mendapat kesulitan
dengan bahan belajar.
2. Guru mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan atau memberi
pendapat.
3. Guru dapat dihubungi oleh siswa diluar kelas
4. Guru menyadari dan peduli dengan apa yang dipelajari oleh siswa
Sikap positif ini dapat ditunjukkan baik pada kelas kecil maupun
kelas besar, tentu saja dengan cara yang berbeda. Dalam kelas yang kecil,
sikap ini dapat dilanjutan dengan memberikan perhatian pada orang
perorang, sedangkan pada kelas besar dapat diberikan kepada kelompok
yang menghadapi masalah yang sama. Beberapa guru berpendapat
bahwa bersikap positif terhadap siswa sama artinya dengan memanjakan
mereka. Guru seperti ini berpendapat bahwa siswa harus berusaha sendiri
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, para siswa memang

150
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

sebaiknya diberikan setelah usaha mereka sendiri kurang berhasil.


Bantuan itu tidak berarti memecahkan masalah yang dihadapi siswa,
melainkan memberikan saran jalan keluar, memberikan dorongan,
membangkitkan motivasi, dan lain sebagainya. Meskipun siswa
mempunyai kesempatan paling besar untuk menilai sikap dan tindakan
guru, tetapi perlu diperhatikan bahwa siswa dapat mengharap terlalu
banyak dari guru. Kalau harapannya itu tidak dipenuhi dia dapat menilai
gurunya tidak berikap positif.33 Maka kejujuran merupakan faktor
penting yang harus diperhatikan dalam mendidik anak.
Sikap positif yang diperlihatkan pengajar terhadap mata ajar yang
disajikan pada siswa dan terhadap metode yang digunakan, dapat
mempengaruhi motivasi sikap siswa. Sudah merupakan keharusan
bahwa setiap orang yang terlibat dalam penerapan dan pelaksanaan suatu
program pengajaran memperlihatkan kegairahan, kerja sama, kesediaan
menolong dan minat terhadap bahan ajar. Apabila siswa merasakan atau
benar-benar melihat ungkapan atau sikap positif, siswa akan cenderung
bertingkah laku positif, hasilnya dapat mendukung keberhasilan
pembelejaran.

Ad. 5. Pemberian ujian dan nilai yang adil


Adil di dalam ujian dan penilaian. Sejak dari permulaan belajar,
siswa harus diberi tahu, beberapa macam penilaian belajar yang akan
dilakukan, seperti misalnya tes pormatif, makalah, proyek, ujian dan
pertanyaan-pertanyaan lain yang semuanya akan dihitung untuk
menentukan nilai akhir.
Tolak ukur keadilan dalam ujian dapat dilihat hal:
1. Kesesuaian soal ujian dengan bahan belajar.

151
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

2. Sikap yang konsisten terhadap pencapaian tujuan belajar


3. Usaha siswa yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
4. Kejujuran siswa
5. Pemberian umpan balik terhadap pekerjaan siswa.
Keadilan penilaian ini tidak berarti memberi siswa nilai A kalau
mereka seharusnya tidak mendapatkan nilai itu. Sesuai tidaknya ujian
dan penilaian dengan tujuan dan materi belajar dapat diketahui oleh
teman sejawat atau pinpinan langsung. Demikian pula penilaian yang
diberikan terhadap perestasi siswa; adakalanya nilai yang diberikan oleh
seseorang guru dipengaruhi pula oleh rasa senang, tidak senang dengan
siswa tertentu. Siswa dapat pula diminta pendapatnya tentang tingkat
keadilan guru. Tetapi kita juga harus berhati-hati karena siswa juga tidak
selalu dapat bersikap objektif.37
Seringkali dalam proses belajar mengajar aspek evaluasi hasil
belajar di abaikan, artinya guru, guru terlalu memperhatikan saat yang
bersangkutan memberikan pelajaran saja. Perbelajaran berjalan, saat
membuat soal ujian tidak lagi melihat sasaran belajar termasuk aspek
kognitif afektif dan psikomotorik. Dalam membuat soal ujian perlu
diperhatikan.
1. Memberi ukuran yang di pakai
2. Menetapkan fungsi penilaian
3. Melaksanakan standar penilaian ujian
4. Merancang soal-soal ujian tetap relevan dengan pencapaian sasaran
belajar.
5. Membuat bobot soal
6. Pengukuran dan penilaian hasil ujian
7. Pengambilan keputusan atas hasil evaluasi ujian.

152
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

Ujian mempunyai tiga fungsi yaitu mengukur, menilai dan


mengevaluasi. Suatu ujian dikatakan bermutu baik apabila:
1. Menguji apa yang hendak di uji
2. Terdiri atas serangkaian soal ujian yang baik.
Tujuan utama dalam menyelenggaran ujian itu adalah mengukur
dan menilai seberapa jauh siswa mencapai sasaran belajar yang telah
ditetapkan.
Langkah-langkah diatas sangat penting dilaksanakan setiap guru,
guru untuk mendukung tercapainya pemberian nilai yang adil. Evaluasi
hasil belajar itu merupakan proses mulai dan menentukan objek yang
diukur, mengukurnya, mencapai hasil pengukuran, mentransformasikan
kedalam nilai dan mengambil keputusan lulus tidaknya siswa, efektif
tidaknya guru mengajar ataupun baik buruknya interaksi antara guru dan
siswa dalam proses belajar mengajar.

Ad. 6. Keluesan dalam pendekatan pengajaran


Keluaesan dalam pendekatan pengajaran. Pendekatan
pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan bervariasi, seringkali
merupakan petunjuk adanya gairah dalam mengajar. Berbagai
pendekatan mungkin dapat bermanfaat dalam mencapai berbagai tujuan,
atau dalam menanggapi latar belakang dan kemampuan siswa.
Umpamanya, simulasi dan teknik permainan dapat bermanfaat didalam
mengajar analisa, sintesa, dan kemampuan pemikiran kritis. Media dapat
dipakai untuk menambah daya cerna belajar, jadi memberikan
keuntungan kepada para siswa. Dengan memberikan kesempatan waktu
yang berbeda kepada para siswa yang kemampuannya berbeda, sudah
berarti adanya pendekatan yang luwes. Kegiatan pengajaran seharusnya

153
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

ditentukan berdasarkan karakteristik siswa, karakteristik mata pelajaran,


dan hambatan. Karakteristik yang berbeda, dan kendala yang berbeda
menghendaki pendekatan yang berbeda pula. Usaha pertama untuk
pendekatan yang luwes, mungkin belum dapat menunjukkan hasil yang
baik. Kesediaan untuk melakukan eksperimen atau memberikan umpan
balik, akan merupakan usaha yang baik untuk menghasilkan pendekatan
belajar yang baik. Keluesan dalam pendekatan mengajar mungkin hanya
dapat diketahui oleh guru yang bersangkutan dan siswa yang mengikuti
belajarnya. Adakalanya pendekatan yang digunakan guru ditentukan
secara situsional, yaitu disesuaikan dengan suasana dan peristiwa yang
ada pada waktu belajar diberikan. Dalam keadaan seperti ini sebaiknya
guru mencatat suasana dan pendekatan yang digunakan, karakteristik
dari perubahan serta hasil yang diperolehnya.

Ad. 7. Hasil belajar siswa yang baik


Hasil belajar siswa yang sesuai. Seberapa banyak dan apa yang
dipelajari oleh siswa di dalam suatu belajar adalah hasil dari berbagai
faktor, yang tidak kesemuanya berhubungan dengan guru. Kemampuan
dalam memotivasi siswa, umpamanya, sangat berhubungan dengan apa
yang dicapai siswa. Beberapa siswa dapat belajar sendiri, tanpa harus
mendapat pelajaran terlebih dahulu. Oleh sebab itu memisahkan hasil
dari pembelajaran dan proses belajar merupakan suatu yang sangat sukar.
Meskipun ada kesukaran, adalah penting untuk mempertimbangkan
usaha belajar siswa pada waktu menilai efektivitas pembelajaran. Hasil
belajar dapat dibedakan dalam tiga ranah/kawasan, yaitu kognitif, afektif
dan psikomotor. Proses untuk menentukan jenis dan jenjang tujuan
merupakan tugas yang tidak mudah. Pedoman yang perlu dipegang

154
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

adalah bahwa hasil belajar siswa itu harus sesuai dengan tujuan
pembelajaran. Belajar adalah suatu proses yang kompleks dan terjadi
pada semua orang serta berlangsung seumur hidup. Karena kompleksnya
masalah belajar, banyak sekali teori yang berusaha menjelaskan
bagaimana proses belajar itu terjadi. Para penganut aliran behavioristik
(keprilakuan) berpendapat bahwa belajar itu terjadi sebagai akibat
adanya pengondisian lingkungan yang diikuti dengan adanya penguatan
(reinforcement). Sedang penganut aliran Gastalt berpendapat bahwa
belajar terjadi karena adanya usaha yang bertujuan, eksploratif,
imajinatif, dan kreatif. Teori belajar keprilakuan berpendapat bahwa
belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, sedang teori
belajar Gastalt menganggap belajar adalah perubahan insigh yaitu
wawasan atau pengertian tentang adanya hubungan atau pemecahan
situasi problematic. Menurut teori Gastalt adanya perubahan itu tidak
harus terlibat dari luar.
Meskipun banyak teori belajar, namun tidak ada kesamaan umum
dalam mendefenisikan belajar. Empat rujukan yang terkandung dalam
defenisi belajar ialah:
1. Adanya perbuhan atau kemampuan baru
2. Perubahan atau kemampuan baru itu tidak berlangsung sesaat,
melainkan menetap dan dapat disimpan.
3. Perubahan atau kemampuan baru itu terjadi karena adanya usaha
4. Perubahan atau kemampuan baru itu tidak hanya timbul karena faktor
pertumbuhan.
Gagne (1985) mengkaji hal belajar yang kompleks dan
menyimpulkan bahwa informasi dasar atau keterampilan sederhana yang

155
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

dipelajari mempengaruhi terjadinya belajar yang lebih rumit. Menurut


Gagne ada lima kategori kemampuan belajar, yaitu:
1. Keterampilan intelektual: kemampuan seseorang untuk berinteraksi
dengan lingkungan dengan menggunakan lambang. Keterampilan ini
meliputi:
a. Asosiasi dan mata rantai: menghubungakan suatu lambang dengan
suatu fakata atau kejadian.
b. Diskriminasi: membedakan suatu lambang dengan lambang lain
c. Konsep: mendefenisikan suatu pengertian atau prosedur
d. Kaidah: mengombinasikan beberapa konsep dengan suatu cara
e. Kaidah lebih tinggi: menggunakan berbagai kaidah dalam
memecahkan masalah.
2. Siasat kognitif: keterampilan sibelajar untuk mengatur proses internal
perhatian, belajar, ingatan, dan pikiran.
3. Informasi verbal: keterampilan untuk mengenal dan menyimpan
nama atau istilah, fakta dan serangkaian fakta yang merupakan
kumpulan pengetahuan.
4. Keterampilan motorik: keterampilan mengorganisasikan gerakan
sehingga terbentuk keutuhan gerakan yang mulus, teratur, dan tepat
waktu.
5. Sikap: keadaan dalam diri sibelajar yang mempengaruhi (bertindak
sebagai moderator atas) pilihan untuk bertindak. Sikap ini meliputi
komponen afektif (emosional), aspek kognitif, dan unjuk perbuatan.
Pada tingkat yang amat umum sekali, hasil pembelajaran dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga), yaitu:
a. Keefektifan (effectiveness)
b. Efesien(efficiency)

156
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

c. Daya tarik (appeal)


Keafektifan pembelajaran biasanya diukur dengan tingkat
pencapaian si belajar. Ada 4 (empat) aspek penting yang dapat dipakai
untuk mempreskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu (1) kecermatan
penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat
kesalahan”, (2) kecepatan untuk kerja, (3) tingkat alih belajar, (4) tingkat
retensi dari apa yang dipelajari.
Efisien pembelajaran biasanya diukur dengan rasio antara
keefektifan dan jumlah waktu yang di pakai sibelajar atau jumlah biaya
pembelajaran yang digunakan.
Daya tarik pembelajaran biasanya diukur dengan mangamati
kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Daya tarik pembelajaran erat
sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas
pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Itulah sebabnya
pengukuran kecenderungan siswa untuk terus atau tidak terus belajar
dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan
bidang studi.

D. Penutup
Uraian diatas tentang pembelajaran yang efektif sebagai suatu
usaha guru dalam melaksanakan tugasnya, yang diharapkan
menghasilkan belajar yang bermanfaat dan bertujuan, maka harus
melalui pemakaian prosedur yang tepat.

157
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
Deden Ginanjar, S.Pd. NIM: 4103810318032

DAFTAR PUSTAKA

B. Uno, Hamzah, Perencanaan Pembelajaran Jakarta: Bumi Aksara,


2008.,
Cangara, H. Haviet, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Rajawali,
2009.
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007.
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktik, Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2003.
Kunandar, Guru Profesional, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.
Miarso, Yusuf Hadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta:
Kencana, 2007.
Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru Bandung: Remaja
Rosda Karya, 2007.
Sabri, Ahmad, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, Jakarta:
Quantum Teaching, 2010.
Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Pranada Media
Group, 2010.
Santroch, John W., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT.
Rajawali Pres.
Surya, Mohammad, Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran, Bandung:
Pustaka, Bany Quraisy, 2004.
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2002.

158
Upaya Guru Dalam Menciptakan Pembelajaran Efektif
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
PENGELOLAAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ANAK
USIA DINI (PAUD) DI KB “MATA CERPIL” KECAMATAN
JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN

Dewi Komalasari, S.Pd


NIM : 4103810318013

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan (1) perencanaan


pembelajaran PAUD di “Kelompok Bermain Mata Cerpil”, (2)
pelaksanaan pembelajaran, dan (3) Penilaian pembelajarannya. Jenis
penelitian yang digunakanadalah penelitian kualitatif. Penelitian
dilaksanakan di KB Mata Cerpil Jalaksana Kuningan. Desain penelitian
ini adalah etnografi. Sumber data dalam penelitian ini adalah
informan yang terdiri atas pengelola, pendidik, dan siswa di KB Mata
Cerpil Sumber data juga diperoleh dari data-data prota, promes, RPPM
dan RPPH yang diperoleh dari lembaga KB ketika peneliti melakukan
wawancara dan observasi di lapangan. Teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah wawancara, obsevasi, dan dokumentasi. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan model analisis interaktif, yaitu
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
simpulan. Hasil penelitian ini adalah (1) Silabus pembelajaran PAUD
dituangkan dalam bentuk perencanaan semester, perencanaan
mingguan dan perencanaan harian/pertemuan. Perencanaan itu
dilakukan dengan memperhatikan tingkat perkembangan, kebutuhan,
minat dan karakteristik anak didik, dan aspekaspek perkembangan
meliputi nilai-nilai agama dan moral, motorik, kognitif, bahasa dan
sosial-emosional. (2) Pelaksanaan pembelajaran di KB Cerdas dimulai
dengan (a) happy morning, (b) kegiatan pembiasaan, (c) transisi, (d)
pijakan lingkungan, (e) pijakan sebelum main, (f) pijakan selama main,
(g) pijakan setelah main, (h) pengenalan salat, dan (i) penutup.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode bermain sambil
belajar melalui pembelajaran kelas sentra dengan pendekatan Beyond
Center and Circle Time (BCCT), dan metode tanya jawab, cerita,

159
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
bermain peran atau praktik langsung lapangan. Kegiatan dilakukan
dalam suasana bermain yang nyaman, aman, bersih, dan sehat. (3)
Penilaian pembelajaran di KB Mata Cerpil dilakukan dengan observasi
setiap saat tidak selama KBM berlangsung sampai selesai
pembelajaran. Melalui pengamatan, pencatatan anekdot, dan
portofolio.

Kata kunci: perencanaan, implementasi, penilaian pembelajaran

A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
menunjang sebuah proses penanaman ilmu pengetahuan apalagi yang
ingin di berikan kepada anak usia dini. Sebuah proses pendidikan
membutuhkan sebuah pemikiran dan sebuah cara yakni berfilsafat dalam
hal memberikan yang terbaik bagi pendidikan demi kemajuan
pendidikan bangsa dan demi tercapainya tujuan pendidikan bagsa yang
jelas tercantum dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi
“Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”
Pada hakikatnya belajar harus berlangsung sepanjang hayat. Untuk
menciptakan generasi yang berkualitas, masyarakat sangat
mengharapkan adanya pendidikan yang memadai untuk putra-putrinya,
terlebih pada saat mereka masih berada dalam tataran usia dini.
PAUD akan menjadi cikal bakal pembentukan karakter bangsa
(nation character building), sebagai titik awal dari pembentukan SDM
berkualitas, yang memiliki wawasan, intelektual, kepribadian, tanggung
jawab, inovatif, kreatif, proaktif, dan partisipatif serta semangat mandiri.
Untuk mencapai SDM berkualitas, pendidikan dimulai dari PAUD. Oleh
karena itu, manajemen PAUD diperlukan, terutama dalam rangka

160
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
meningkatkan layanan pendidikan anak usia dini sehingga bisa
mengembangkan potensinya secara optimal.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional mengamanatkan dengan tegas perlunya penanganan
pendidikan anak usia dini. Pada pasal 1 butir 14 dikatakan bahwa:
“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enan tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”. Selanjutnya, pada
pasal 28 dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini dapat
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal. PAUD pada jalur pendidikan nonformal dapat berupa
Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau bentuk
satuan PAUD lain yang sederajat. (Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat, 2012:1). Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada pengembangan
pembentukan prilaku/pembiasaan meliputi: (1) perkembangan nilai-nilai
agama dan moral, (2) perkembangan sosial emosional dan kemandirian
dan pengembangan kemampuan dasar. Perkembangan kedua meliputi:
(a) perkembangan bahasa, (b) perkembangan kognitif, dan (c)
perkembangan fisik motorik. Kegiatan pengembangan suatu aspek
dilakukan secara terpadu dengan aspek yang lain dengan menggunakan
pendekatan tematik. Kelompok Bermain merupakan salah satu bentuk
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal yang memberikan
layanan pendidikan bagi anak usia 2-6 tahun, untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak agar kelak siap memasuki

161
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
pendidikan lebih lanjut. Pendidikannya mengutamakan kegiatan bermain
sambil belajar. Kelompok bermain menjadi wadah untuk
mengembangkan kreativitas anak dalam suatu kegiatan yang
mengasyikkan. Hadi (2008:1) mengatakan mengenai konsep bermain
sambil belajar seperti berikut. ”Konsep bermain sambil belajar serta
belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang
mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih
beragam. Kebijakan pemerintah kabupaten akan ikut menentukan nasib
anak serta kualitas anak di masa depan. Masa depan yang berkualitas
tidak datang dengan tiba-tiba. Oleh karena itu, lewat PAUD kita bina
pondasi yang kuat agar di kemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan
menjadi sosok manusia yang berkualitas”.
Manajemen PAUD menjadi sangat penting diperhatikan ketika
melihat kenyataan bahwa daya imajinasi, kreativitas, inovatif. dan
proaktif lulusannya, berbeda secara signifikan dengan yang tidak melalui
pendidikan PAUD. Hal ini penting karena era global yang penuh dengan
persaingan dan kesemrawutan (chaos) ini, diperlukan SDM berkualitas
dengan daya saing tinggi agar kita tidak terus menerus tertinggal dengan
negara lain. Untuk itu, perlu dipersiapkan SDM berkualitas melalui
pendidikan berkualitas sejak anak usia dini, serta membenahi dan
meningkatkan manajemen PAUD.
Pengelolaan merupakan pengaturan atau manajemen, dan
pengajaran adalah sebuah proses belajar-mengajar. Jadi, pengelolaan
pengajaran dapat diartikan suatu usaha mengatur atau memanage proses
belajar mengajar agar sesuai dengan konsep dan prinsip-prinsip
pengajaran agar tercapai tujuan pengajaran secara efektif dan efesien.
Membahas menajemen pembelajaran dimulai dengan membahas

162
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
manajemen dulu, baru membahas pembelajaran. Manajemen adalah
usaha untuk mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan sejumlah
kelompok aktivitas. Dalam kegiatan itu manajer atau pimpinan harus
melaksanakan perencanaan, pengorganisasian, penempatan,
penggerakan (pengarahan) dan pengendalian (TIM, 2011:86). Adapun
pembelajaran adalah proses interaksi anak didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU Sisdiknas, 2003:4).
Munurut Mulyasa (2012:256) dalam pengembangan rencana
pembelajaran dinyatakan bahwa perencanaan pembelajaran PAUD
meliputi perencanaan semester, rencana pelaksanaan pembelajaran
mingguan (RPPM), dan rencana pelaksanaan pembelajaran harian
(RPPH).
Berdasarkan pengertian manajemen dan pembelajaran tersebut,
pengelolaan pembelajaran dapat dimaknai sebagai proses perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan penilaian kegiatan pembelajaran
yang dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan
pengelolaan pembelajaran PAUD. Penelitian yang dilakukan oleh Logue
(2007), Early childhood learning standart : tools for promoting social
and academic succes in kinderganten oleh alqozzine, menyatakan bahwa
keberadaan seorang guru yang berkualitas di dalam kelas sangat
membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajarnya, dengan
adanya guru yang berkualitas dapat membimbing siswa dalam
memaksimalkan kualitas pembelajaran siswa tersebut. Audra dan
Neuharth Pritchett (2006) meneliti dengan judul Developmentally
Appropriate Practices in Kindergarten: factors shaping teacher beliefs
and practice. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa kegiatan
pembelajaran berpusat pada anak (childreen centered). Pendidik

163
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
bertindak sebagai fasilitator dan evaluator. Dengan demikian, anak dapat
bermain secara aktif dan berinteraksi antarsesama anak dengan penuh
kegembiraan dan suasana yang menyenangkan. Hasil penelitian Dunn,
dkk (2008) yang berjudul “impact of learning-style instructional
strategieson student” menyatakan bahwa gaya pembelajaran, silabi,
dapat mempengaruhi outcomes. Michael S. Duggan, dkk (2009) dalam
penelitiannya menyatakan “ A monitoring and evaluation framework for
transformative change from sustainability programs in secondary
schools”. Dinyatakan bahwa suatu monitoring dan evaluasi atau
penilaian ke arah yang memberi tahu perubahan transformative
program, mengembangkan pendidikan efektif untuk ketahanan prakarsa,
dan meramalkan potensi mereka untuk kesuksesan atau kekurangan.
Jadi, dengan adanya evaluasi atau penilaian dapat mengetahui apakah
kemampuan/perkembangan siswa sudah maksimal atau belum.
Membahas kualitas pembelajaran PAUD tentu tidak terlepas dari
kegiatan utamanya yaitu proses pengelolaan pembelajaran (perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian) yang berlangsung atau dilaksanakan di
lembaga PAUD yang bersangkutan. Proses pengelolaan pembelajaran
yang tepat dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Berdasarkan uraian pada latar belakang penelitian di atas, dapat
sirumuskan masalah dalam penelitian ini, yakni “Bagaimana
pengelolaan pembelajaran pendidikan anak usia dini (PAUD) di KB
Mata Cerpil Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan”. Dengan
permasalahan itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1)
perencanaan pembelajaran PAUD di “Kelompok Bermain Mata Cerpil”
Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan, (2) pelaksanaan
pembelajaran, dan (3) Penilaian pembelajarannya.

164
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
B. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif.
Menurut Moleong (2012:4) metodelogi kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan
ini diarahkan pada latar dan individu secara utuh (holistik). Jadi, dalam
penelitian kualitatif tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi ke
dalam variabel atau hipotesis, tetapi individu dipandang sebagai bagian
dari suatu keutuhan.
Dengan metode ini peneliti melakukan penelitian untuk mencari
data yang bersifat deskriptif kualitatif mengenai bentuk pengelolaan
pembelajaran PAUD di KB Mata Cerpil. Sifat deskriptif kualitatif ini
mengarah pada mutu uraian dan pemahaman data yang dikumpulkan
tentang pengelolaan pembelajaran PAUD di KB Mata Cerpil selama
beberapa bulan.
Desain penelitian ini adalah etnografi. Peneliti melakukan
hubungan langsung dengan subjek penelitian. Etnografi yang dimaksud
adalah etnografi pendidikan. Etnografi pendidikan lebih mengacu pada
sebagian atau keseluruhan proses pendidikan. Sumber data dalam
penelitian ini adalah informan yang terdiri dari pengelola, pendidik dan
siswa di KB Mata Cerpil.
Sumber data juga diperoleh dari data-data prota, promes, RPPM
dan RPPH yang diperoleh dari lembaga KB ketika peneliti melakukan
wawancara dan observasi di lapangan. Kehadiran dan keterlibatan
peneliti di lapangan harus diutamakan dalam penelitian kualitatif, karena
peneliti merupakan instrumen penelitian utama yang harus hadir di

165
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam situasi yang
sesungguhnya (Moleong, 2012:121).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara,
obsevasi, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan model analisis interaktif model Milles dan Huberman
(Rohidi, 1999:20) yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data,
dan penarikan simpulan.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Rencana Pembelajaran Di KB Mata Cerpil Jalaksana Kuningan
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pengembangan
pembentukan perilaku/pembiasaan. Pengembangan yang dimaksud
meliputi: (1) pengembangan nilai-nilai agama dan moral, dan (2)
pengembangan sosial emosional dan kemandirian dan pengembangan
kemampuan dasar. Pengembangan kedua meliputi: (a) pengembangan
bahasa, (b) pengembangan kognitif, dan (c) pengembangan fisik
motorik. Kegiatan pengembangan suatu aspek dilakukan secara terpadu
dengan aspek yang lain denngan pendekatan tematik. Pada rentang usia
dini anak mengalami masa keemasan (the golden age) yang merupakan
masa ketika anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai
rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda-beda, seiring
dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual.
Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis
yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa dini
juga merupakan masa awal untuk menggabungkan kemampuan kognitif,
afektif, psikomotorik, bahasa, sosiol-emosional, dan spiritual. Kelompok

166
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
Bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan nonformal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak
usia 2-6 tahun, untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan anak,
agar kelak siap memasuki pendidikan lebih lanjut. Pendidikannya
mengutamakan kegiatan bermain sambil belajar, kelompok bermain
menjadi wadah untuk mengembangkan kreatifitas anak dalam suatu
kegiatan yang mengasikkan. Pola belajar yang diterapakan pada anak
usia dini tidaklah sama dengan pola belajar pada anak usia SD ke atas.
Untuk itu, hal yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara program
PAUD adalah pengelolaan pembelajarannya. Pendidikan yang
berkualitas memer-lukan proses pembelajaran yang tepat, karena
pengelolaan pembelajaran merupakan komponen integral dan tidak
dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Tanpa
adanya manajemen atau pengelolaan yang baik, tidak mungkin tujuan
pendidikan dapat diwujudkan secara optimal, efektif, dan efesien.
Membahas kualitas pembelajaran PAUD tentu tak lepas dari kegiatan
utamanya yaitu proses pengelolaan pembelajaran (perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian) yang berlangsung atau dilaksanakan di
lembaga PAUD yang bersangkutan. Proses pengelolaan pembelajaran
yang tepat dapat menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Pengelola KB Mata Cerpil menyusun program-program kegiatan yang
akan dilakukan setahun ke depan untuk memenuhi target pencapaian
perkembangan anak kelompok usia 3-4 tahun. Program-program itu
tertuang dalam silabus. Silabus pembelajaran dalam PAUD dituangkan
dalam bentuk perencanaan semester, perencanaan mingguan dan
perencanaan harian/ pertemuan. Perencanaan semester merupakan
program pembelajaran yang dipetakan berisi jaringan tema, lingkup

167
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
pembelajaran, tingkat pencapaian perkembangan, dan indikator yang
ditata secara urut dan sistematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk
setiap jaringan tema, dan sebarannya kedalam semester 1 dan 2. Rencana
pelaksanaan pembelajaran mingguan (RPPM) merupakan penjabaran
dari perencanaan semester yang berisi kegiatan-kegiatan dalam rangka
mencapai indikator yang telah direncanakan dalam satu minggu sesuai
dengan keluasan pembahasan tema dan subtema. Rencana pelaksanaan
pembelajaran harian (RPPH) merupakan penjabaran dari rencana
kegiatan mingguan. RPPH memuat kegiatan-kegiatan pembelajaran,
baik yang dilaksanakan secara individual, kelompok, maupun klasikal
dalam satu hari. RPPH terdiri atas kegiatan pembukaan, inti dan penutup.
Pembuatan RPPM dan RPPH bertujuan agar para pendidik memiliki
panduan tentang kegiatan apa yang akan dilakukan untuk kegiatan
pembelajaran selama satu pekan. Dalam mengembangkan rencana
pembelajaran, pendidik memperhatian tingkat perkembangan, minat,
kebutuhan dan karakteristik anak didik. Pihak pengelola memahami
tingkat perkembangan anak yang akan dibina. Hal ini dikarenakan anak
usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik, psikis,
sosial, maupun moral. Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan
pondasi dan masa kepribadian yang akan menentukan pengalaman anak
selanjutnya, untuk mendapatkan generasi yang mampu mengembangkan
diri secara optimal.
Sekolah berfungsi untuk memberi mereka sarana yang diperlukan
untuk kesuksesan sosial, emosional, fisik dan intelegensi dan untuk
mempersiapkan mental siswa sebelum memasuki tingkat pendidikan
yang lebih tinggi. Adapun perbedaannya adalah bahwa perencanaan
pembelajaran di KB Mata Cerpil dengan mengembangkan program-

168
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
program kegiatan selama setahun untuk memenuhi target pencapaian
perkembangan anak kelompok usia 3-4 tahun yang tertuang dalam
silabus, Silabus pembelajaran dalam PAUD dituangkan dalam bentuk
perencanaan semester, perencanaan mingguan dan perencanaan
harian/pertemuan. Perencanaan itu dilakukan dengan memperhatikan
tingkat perkembangan, kebutuhan, minat dan karakteristik anak didik,
dan aspek-aspek perkembangan meliputi nilai-nilai agama dan moral,
motorik, kognitif, bahasa dan sosial-emosional. Hal ini tidak terdapat
pada penelitian Logue (2007).

2. Pelaksanaan Pembelajaran Di KB Mata Cerpil Jalaksana


Kuningan
Pelaksanaan pembelajaran adalah operasionalisasi dari
perencanaan pembelajaran sehingga tidak lepas dari perencanaan
pembelajaran yang sudah dibuat. Oleh karenanya, pelaksanaan akan
sangat tergantung pada bagaimana perencanaan pembelajaran. Dalam
pelaksanaan ada beberapa model pembelajaran inovatif di PAUD. Model
yang dimaksud adalah: (a) model pembelajaran dengan pendekatan
kelompok, (b) model pembelajaran dengan pendekatan sudut, (c) model
pembelajaran dengan pendekatan area, dan (d) model pembelajaran
dengan pendekatan sentra (Dinas Pendidikan Jawa Barat, 2012:14).
Model pembelajaran merupakan suatu desain atau rancangan yang
menggambarkan proses rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang
memungkinkan anak berinteraksi dalam pembelajaran sehingga terjadi
perubahan atau perkembangan pada diri anak. Adapun komponen model
pembelajaran meliput konsep, tujuan pembelajaran, tema, langkah-
langkah/ prosedur, metode, alat/sumber belajar, dan teknik penilaian.

169
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
Sementara metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang
digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun
dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang digunakan
untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya (a)
ceramah, (b) demonstrasi, (c) diskusi, (d) simulasi, (e) laboratorium, (f)
pengalaman lapangan, dan lain sebagainya. Ruang lingkup program
kegiatan kelompok bermain mencakup bidang pengembangan
pembentukan perilaku dan bidang pengembangan kemampuan dasar
melalui kegiatan bermain dan pembiasaan, dengan aspek-aspek yang
dikembangkan antara lain mencakup: (a) nilai-nilai agama dan moral, (b)
fisik motorik, (c) kogntif, (d) bahasa, dan (e) sosial emosional (Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Barat, 2012:14).
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan anak usia dini menurut
Permendiknas No 58 Tahun 2009 (DepDiknas, 2009:21) dilakukan
dengan (1) penataan lingkungan bermain, dan (2) pengorganisasian
kegiatan meliputi: (a) pembukaan (b) kegiatan Inti, dan (c) penutup.
Sepanjang anak berada dalam lingkungan lembaga PAUD dari anak
datang sampai pulang merupakan proses pembelajaran. Proses
pembelajaran mencakup bidang pengembangan kemampuan perilaku
dan pengembangan kemampuan dasar. Pengembangan dua bidang
tersebut dilakukan melalui kegiatan bermain baik di dalam maupun di
luar ruangan serta kegiatan pembiasaan. Kegiatan pembiasaan untuk
mengembangkan karakter dilakukan melalui pembiasaan yang
mencakup nilai-nilai agama dan moral, sopan santun, disiplin, dan lain-
lain. Perkembangan pembiasaan dilakukan sejak anak datang, saat
bermain, saat transisi, hingga anak pulang. KB Mata Cerpil dalam

170
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
pelaksanaan pembelajaran diaplikasikan dengan model pembelajaran
Sentra Aktif yang berisi berbagai variasi kegiatan bermain seraya belajar
yang merupakan ciri dari kelas berpusat pada anak (child oriented).
Pelaksanaan pembelajaran di KB Mata Cerpil di mulai dengan: (a)
happy morning, (b) kegiatan pembiasaan, (c) transisi, (d) pijakan
lingkungan, (e) pijakan sebelum main, (f) pijakan selama main, (g)
pijakan setelah main, (h) pengenalan sholat, (i) hapalan surat-surat
pendek, do’a-do’a pendek serta hadist dan (i) penutup. Happy morning
adalah kegiatan penyambutan anak didik. Anak anak diantar ke tempat
penyimpanan tas, kemudian diantar ke tempat pengenalan Iqra’/huruf
hijaiyah, secara face to face atau anak per anak dibimbing baca Iqra oleh
guru. Kegiatan pembiasaan berupa ucapan salam, selamat pagi, berdoa,
hapalan surat-surat pendek dan pengenalan serta praktek shalat biasa
dilaksnakan di akhir. Transisi dilakukan untuk memberikan jeda bagi
anak yang ingin minum, toilet training, dan istirahat sejenak.
Pijakan lingkungan merupakan kegiatan menyiapkan papan tulis,
penghapus, spidol, buku cerita, kartu gambar, kartu kata dan media yang
lainnya yang dibutuhkan untuk pembelajaran hari itu. Pijakan sebelum
main dilakukan dengan mengajak anak duduk melingkar, menyapa, dan
mengabsen anak didik, menulis hari, tanggal, bulan, tahun, bercerita
tentang kegiatan yang akan dilaksankan, membuat aturan main dan
mengetahui minat anak. Pijakan selama main dilakukan dengan
memberikan kesempatan pada anak untuk bermain, mengamati
temannya bermain setiap anak, memperkuat dan memperluas bahasa
anak melalui pertanyaan dan diskusi. Selain itu, pijakan selama main
juga dilakukan dengan mendukung anak untuk menggunakan bahan
bermain, memotivasi anak dalam melaksanakan kegiatan, mencatat

171
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
kegiatan bermain anak dalam pengamatan, dan observasi yang merujuk
pada indikator.
Pijakan setelah main dilakuakan dengan memberitahukan sisa
waktu untuk bermain pada anak, sebelum mengajak anak untuk
membereskan merapikan alat main, kembali duduk melingkar. Recalling
menanyakan perasaan anak selama bermain hari ini dan memberi waktu
kepada anak menceritakan pangalaman mainnya. Selain itu, anak diajak
anak untuk melakukan peregangan dengan bernyanyi dan gerakan-
gerakan sederhana dan mengajak anak untuk membereskan dan
merapikan alat bermain. Pengenalan Sholat dilakukan setelah selesai
pembelajaran sentra. Anak-anak diajak untuk berwudu dan berlatih
sholat berjama’ah dengan imam ibu guru pendidik. Setelah sholat,
dilanjutkan doa bersama untuk kedua orang tua dan doa kebaikan dunia
dan akherat. Selanjutnya, anak-anak belajar untuk merapikan alat-alat
sholat bersama dengan guru pendidik. Penutup Setelah selesai seluruh
rangkaian kegiatan anak-anak diajak doa penutup belajar sebagai tanda
pembelajaran telah selesai. Selanjutnya, doa mau makan. Doa itu dibaca
pada saat anak-anak akan makan. Sebelum pulang mereka mendapatkan
makan siang dari lembaga KB Mata Cerpil. Setelah selesai makan siang,
baru anak-anak diperbolehkan pulang. Sebelum pulang mereka berjabat
tangan dengan guru pendidik satu per satu.
Dalam pelaksanaan pembelajaran KB Mata Cerpil mengacu pada
prinsip belajar sambil bermain. Pengelola KB Mata Cerpil menyadari
bahwa bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan bagi
anak dan mengandung makna edukatif. Kegiatan dilakukan dalam
suasana bermain yang nyaman, aman, bersih, dan sehat. Setiap kelompok
belajar terdiri atas 10-15 anak dengan satu orang guru pendidik. Sekolah

172
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
masuk selama 5 hari dalam seminggu dari hari senin-jum’at. Pelaksanaan
pembelajarannya menggunakan beberapa sentra kegiatan bermain antara
lain sentra persiapan, sentra balok, sentra alam, sentra seni dan sentra
olah tubuh. Kegiatan bermain di sentra-sentra tersebut mempunyai
tujuan masing-masing, yang secara umum agar setelah melakukan
kegiatan tersebut anak dapat memperoleh pengalaman yang dapat
mereka terapkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Setiap kegiatan sentra di KB Mata Cerpil bertujuan agar anak
memperoleh kecerdasan jamak (multiple intelligences) yang diharapkan
dapat berguna bagi kehidupan anak. KB Mata Cerpil telah menggunakan
metode pembelajaran yang sinergis, dengan strategi belajar sambil
bermain atau bermain sambil belajar, yang di kenal dengan nama
Pembelajaran Sentra atau Beyond Center and Circle Time (BBCT).
Konsep belajar yang diterapkan dalam metode Sentra menghadirkan
dunia nyata di dalam kelompok dan mendorong anak didik untuk
membuat hubungan antara pengetahuan, pengalaman dan penerapan
dalam kehidupan mereka sehari-hari. Dengan demikian, otak anak
dirangsang untuk terus berfikir secara aktif dalam menggali
pengalamannya sendiri, sehingga materi pelajaran yang diterima anak
dapat berguna dalam jangka panjang. Dalam pelaksanaan pembelajaran
di sentra-sentra tersebut, ketika anak belajar sambil bermain, pendidik
selain menggunakan metode BCCT, juga menggunakan metode lain
seperti tanya jawab, cerita, bermain peran atau praktik langsung seperti
rekreasi atau berenang. Rekreasi dilakukan pada saat-saat tertentu untuk
menumbuhkan kecintaan anak pada lingkungan sambil belajar biasanya
dilaksanakan pada waktu jeda tengah semester. Waktu rekreasi
disesuaikan dengan tema pembelajaran sehingga lokasi kunjungan

173
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
mendukung tema. Misalnya, ketika tema pembelajaran tentang binatang,
anak-anak diajak mengunjungi kebun binatang.
Penelitian ini ada hubungannya dengan Penelitian Dunn, dkk.
(2008) mengenai pentingnya penggunaan metode pembelajaran dalam
kegiatan belajar mengajar dan penelitian tentang peranan guru dalam
pembelajaran yang dilakukan oleh Alqozzine dan Quen (2007). Dari
penelitian Dunn, dkk. dan Alqozzine dan Quen di atas terdapat
persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti. Persamaannya adalah dalam pelaksanaan pembelajaran,
pendidik yang berkualitas, gaya pembelajaran atau metode, dan silabi
dapat mempengaruhi outcomes. Perbedaannya adalah adanya spesifikasi
dalam pelaksanaan pembelajaran di KB Mata Cerpil, yakni dengan
metode bermain sambil belajar melalui pembelajaran kelas sentra dengan
pendekatan Beyond Center and Circle Time (BCCT) dengan jumlah
siswa antara 10-15 anak dan setiap kelompok sentra dengan seorang guru
pendidik. Metode yang digunakan Pendidik adalah bermain sambil
belajar dengan pendekatan BCCT, dan metode tanya-jawab, cerita,
bermain peran atau praktek langsung lapangan. Konsep belajar seperti
itu difokuskan agar guru sebagai pendidik dapat menghadirkan dunia
nyata di dalam kelompok sentra dan mendorong anak didik membuat
hubungan antara pengetahuan, pengalaman, dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.

3. Penilaian Pembelajaran Di KB Mata Cerpil Jalaksana


Kuningan
Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan tingkat pencapaian perkembangan anak. Penilaian

174
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
proses pembelajaran dan instrumen proses hasil belajar dengan model
bermain di PAUD disesuaikan dengan indikator pencapaian
perkembangan anak dan mengacu pada standar penilaian.
Teknik penilaian dilakukan melalui pengamatan, penugasan, unjuk
kerja, pencatatan anekdot, percakapan/dialog, laporan orang tua,
dokumentasi hasil karya anak (portofolio), serta deskripsi profil anak.
Lingkup penilaian mencakup seluruh tingkat pencapaian perkembangan
dan pertumbuhan anak. Waktu pelaksanaan penilaian sebenarnya dapat
dilakukan sejak anak masuk, selama proses pembelajaran berlangsung,
dan hasilnya diberikan kepada orang tua siswa saat akhir semester dalam
satu tahun berjalan.
Pendidik tidak harus secara khusus membuat kegiatan seperti tes
dan ujian untuk menilai anak didik. Laporan perkembangan anak
disampaikan kepada orang tua dalam bentuk laporan lisan dan tertulis
secara bijak, disertai saran-saran yang dapat dilakukan orang tua di
rumah (Depdiknas 58 tahun 2009 : 28 ). Pelaporan yang diberikan
kepada orang tua meliputi semua aspek perkembangan anak. Pelaporan
ini dimaksudkan agar orangtua dapat mengetahui perkembangan
anaknya selama belajar di lembaga kelompok bermain. Pelaporan yang
diberikan kepada orang tua dalam bentuk buku laporan perkembangan
anak. Penilaian pembelajaran di KB Mata Cerpil dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencapaian perkembangan anak didik di lembaga.
Teknik penilaian pembelajaran yang dilakukan KB Mata Cerpil dengan
3 jenis yaitu melalui pengamatan/observasi, portofolio dan Pencatatan
anekdot. KB Mata Cerpil melakukan pengamatan terhadap aktivitas anak
sehari-hari mulai masuk sampai pulang.

175
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
Hasil pengamatan tersebut digunakan untuk mengetahui tingkat
perkembangan anak didik. Dalam pencatanan anekdot hal-hal yang
dicatat meliputi seluruh aktivitas anak yang positif dan negatif. Para
pendidik mencatat setiap perkembangan kemampuan anak dalam hal
agama dan moral, motorik kasar, motorik halus, berbahasa, sosial, dan
sosial-emosional, kognitif dan seni anak. Pencatatan kegiatan tersebut
dilakukan oleh tenaga pendidik dengan melihat hasil karya anak dan
catatan harian mereka. Portofolio merupakan penilaian yang didasarkan
pada kumpulan hasil unjuk kerja anak yang dapat menggambarkan
sejauh mana keterampilan anak berkembang.
Pelaksanaan penilaian dengan menggunakan poprtofolio
dilakukan dengan hasil belajar anak yang berupa penugasan dan unjuk
kerja. Penilaian yang dilakukan oleh guru pendidik bertujuan untuk
mengetahui perkembangan kemampuan anak dalam menangkap materi
pembelajaran sehingga dapat di ketahui perkembangan anak. Adanya
penilaian yang dilakukan oleh pendidik dapat mengetahui peningkatan
kualitas anak dalam pembelajaran. Perbedaannya adalah adanya
kekhususan penilaian pembelajaran yang dilakukan di KB Mata Cerpil
yang bertujuan untuk mengetahui tingkat pencapaian perkembangan
anak didik melalui pengamatan, pencatatan anekdot dan portofolio.
Penilaian pembelajaran dilaksanakan setiap waktu tidak hanya saat anak-
anak bermain di sentra, tetapi mulai dari penyambutan anak sampai
pembelajaran selesai yang tercatat dalam lembar penilaian.

D. Simpulan
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu jenjang pendidikan yang
berupaya memberikan pembinaan kepada anak usia dini dengan

176
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
menggunakan cara bermain sambil belajar dengan tujuan dapat
merangsang perkembangan anak sehingga anak usia dini siap untuk
malnjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. PAUD sangatlah
berperan penting dalam kesuksesan anak di masa mendatang karena
merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak.
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perencanaan
pembelajaran di KB Mata Cerpil diawali dengan mengembangkan
program-program kegiatan selama setahun untuk memenuhi target
pencapaian perkembangan anak kelompok usia 3 - 4 tahun yang tertuang
dalam silabus. Silabus pembelajaran PAUD dituangkan dalam bentuk
perencanaan semester, perencanaan mingguan dan perencanaan
harian/pertemuan.
Perencanaan semester merupakan program pembelajaran yang
dipetakan berisi jaringan tema, lingkup pembelajaran, tingkat
pencapaian perkembangan, dan indikator yang ditata secara urut dan
sistematis, alokasi waktu yang diperlukan untuk setiap jaringan tema,
dan sebarannya ke dalam semester 1 dan 2. Pelaksanaan Pembelajaran di
KB Mata Cerpil dimulai dengan (a) happy morning, (b) kegiatan
pembiasaan, (c) transisi, (d) pijakan lingkungan, (e) pijakan sebelum
main, (f) pijakan selama main, (g) pijakan setelah main, (h) pengenalan
salat, dan (i) penutup.
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan metode bermain sambil
belajar melalui pembelajaran kelas sentra dengan pendekatan Beyond
Center and Circle Time (BCCT). Jumlah siswa antara 10-15 anak setiap
kelompok sentra dengan seorang guru pendidik dan didampingi satu
orang pengasuh. Strategi yang digunakan pendidik adalah bermain

177
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
sambil belajar dengan pendekatan BCCT, dan metode tanya jawab,
cerita, bermain peran atau praktik langsung lapangan.
Penilaian pembelajaran di KB Mata Cerpil dilakukan dengan
observasi setiap saat tidak hanya pada saat anak-anak bermain di sentra,
tetapi mulai dari happy morning, selama KBM berlangsung sampai
selesai pembelajaran. Tujuannya untuk mengetahui tingkat pencapaian
perkembangan anak didik melalui pengamatan, pencatatan anekdot, dan
portofolio. Penilaian pembelajaran dilaksanakan setiap waktu tidak
hanya saat anak-anak bermain di sentra, tetapi mulai dari penyambutan
anak sampai pembelajaran selesai yang tercatat dalam lembar penilaian.

178
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas, 2009. Permendiknas nomor 58 tahun 2009. Jakarata.


Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. 2012. Model Pembelajaran
PAUD, Bandung
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. 2012. Pedoman Pengembangan
Kurikulum dan Pembelajaran PAUD Holistik Integratif.
Bandung
Galuh, dkk. 2013 Panduan Pengembangan Kurikulum PAUD, Solo :
Solopos Ceria.
Mulyasa, 2012. Manajemen PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Rohidi, Tjejep. 1999. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Hadi. 2008. ”Konsep Bermain sambil Belajar dalam PAUD”.
http://xpresiriau.com (diakses tanggal 9 Oktober 2012).
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. 2012. Modul Pengembangan
Kurikulum PAUD.Bandung
Departemen Pendidikan Republik Indonesia. 2013. Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sumiyati. (2014). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Islam. Yogyakarta: Cakrawala Institute.
Suparno, Paul. (2007). Konsep Inteligensi Ganda dan Aplikasinya di
Sekolah: Cara Menerapkan Konsep Multiple Intelligences
Howard Gardner.Yogyakarta: Kanisius.

179
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
DewiKomalasari,S.Pd NIM : 4103810318013
Trianto. (2011). Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik Bagi
Anak Usia Dini TK/RA & Anak Kelas Awal SD/MI. Jakarta:
Kencana.
Yuliani, N.S. (2011). Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta
: PT. Indeks.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional. (2009). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

180
Pengelolaan Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Di Kb “Mata Cerpil” Kecamatan
Jalaksana Kabupaten Kuningan
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

MODEL PEMBELAJARAN KELOMPOK


DI TAMAN KANAK-KANAK PLUS AL-MUHAJIRIN
KABUPATEN BANDUNG

Diah Sabariah
NIM : 4103810318015

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pelaksanaan
model pembelajaran kelompok di TK Plus Al-Muhajirin Kabupaten
Bandung yang berhubungan dengan settingan kelas, pelaksanaan model
pembelajaran kelompok, dan proses pelaksanaan. Jenis penelitian ini
bersifat deskriptif melalui pendekatan Kualitatif. Hasil penelitian dari
angket menunjukkan bahwa pelaksanaan model pembelajaran kelompok
di TK Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung sudah menerapkan
pelaksanaan model pembelajaran kelompok dengan baik. settingan
kelas terlihat bahwa sebagian besar sudah memadai untuk
pembelajaran yang menyenangkan bagi anak. persiapan mengajar
sebagian besar guru melaksanakan pembelajaran kelompok sudah
menggunakan kurikulum terbaru (K13), menggunakan standar
kurikulum, Program tahunan dan semester, RPPM dan RPPH. proses
pelaksanaan terlihat guru juga sudah melaksanakan langkah-langkah
kegiatan pembelajaran yang utama, yaitu kegiatan pendahuluan,
kegiatan inti, istirahat, dan kegiatan penutup. Dari hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi yang dapat
dipergunakan sebagai bahan acuan bagi sekolah yang menggunakan
model pembelajaran kelompok.

PENDAHULUAN
Pendidikan ditingkat taman kanak-kanak merupakan salah satu
bentuk pendidikan anak usia dini, yaitu anak yang berumur 0 – 6 tahun.
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 menyebutkan bahwa pendidikan

181
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

anak usia dini merupakan upaya pembinaan yang ditunjukkan kepada


anak sejak lahir hingga usia enam tahun yang dilakukan dengan
pemberian stimulus pendidikan agar membantu perkembangan,
pertumbuhan baik jasmani maupun rohani sehingga anak memiliki
kesiapan memasuki pendidikan yang lebih lanjut.
Menurut Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (2015 : 66)
menyatakan bahwa terdapat beberapa model pembelajaran yang
digunakan untuk proses Pendidikan Anak Usia Dini, diantaranya model
pembelajaran kelompok berdasarkan sudut-sudut kegiatan, model
pembelajaran kelompok berdasarkan kegiatan pengaman, model
pembelajaran berdasarkan area (minat) dan model pembelajaran
berdasarkan sentra.
Dalam memilih model pembelajaran guru harus dapat
menyesuaikan antara model yang dipilihnya dengan kondisi siswa,
materi pelajaran, dan sarana yang ada. Oleh karena itu, guru harus
menguasai beberapa jenis model pembelajaran yang ada agar proses
belajar mengajar berjalan lancar dan tujuan yang ingin dicapai dapat
terwujud. Menurut Pangastuti (2014 : 39 ) penyusunan model
pembelajaran di Taman Kanak-kanak (TK) didasarkan pada silabus yang
dikembangkan menjadi program tahunan (prota), program-program
semester (prosem), rencana pelaksanaan pembelajaran mingguan
(RPPM), dan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH).
Dari ke empat model pembelajaran yang ada untuk anak usia dini
yaitu model pembelajaran klasikal, model pembelajaran kelompok,
model pembelajaran area dan model pembelajaran sentra. Penulis lebih
memfokuskan pada model pembelajaran kelompok. Secara khusus
tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui: seperti apa settingan

182
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

kelas model pembelajaran kelompok, persiapan mengajar model


pembelajaran kelompok dan bagaimana proses pelaksanaan model
pembelajaran kelompok. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
tertarik mengadakan penelitian mengenai “Model Pembelajaran
Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al –Muhajirin Kabupaten
Bandung”.
Secara umum, rumusan masalah pada jurnal “Model Pembelajaran
Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al –Muhajirin Kabupaten
Bandung” ini dapat dirumuskan seperti pada pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah persiapan mengajar model pembelajaran kelompok
di TK Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung?
2. Bagaimanakah proses pelaksanaan dalam pelaksanaan model
pembelajaran kelompok di TK Plus Al-Muhajirin Kabupaten
Bandung?

Adapun tujuan dari pembuatan jurnal ini, diantaranya sebagai


berikut:
1. Untuk mendeskripsikan persiapan mengajar model pembelajaran
kelompok di TK Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung.
2. Untuk mendeskripsikan proses pelaksanaan dalam pelaksanaan
model pembelajaran kelompok di TK Plus Al-Muhajirin Kabupaten
Bandung.

183
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

KAJIAN TEORI
Menurut Mulyasa dalam Suyadi dan Dahlia (2014 : 44) model
pembelajaran kelompok (cooperative learning) merupakan model
pembelajaran di mana anak didik dibagi dalam beberapa kelompok
dengan kegiatan yang berbeda-beda. Strategi pelaksanaan model
pembelajaran kelompok ini dibagi dalam 3 tahapan, yaitu pengelolaan
kelas, langkah-langkah kegiatan, dan penilaian.
Menurut Isjoni dalam Asmani (2016 : 37) Kata cooperative
berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama, yaitu dengan saling
membantu satu sama lain sebagi sebuah tim. Jadi, pembelajaran
kooperatif dapat diartikan sebagai belajar bersama-sama, saling
membantu antara satu dengan yang lain, dan memastikan bahwa setiap
orang dalam kelompok mampu mencapai tujuan atau menyelesaikan
tugas yang telah ditentukan.
Menurut Suyadi dan Dahlia (2014 : 45) Model Pembelajaran
dengan Pendekatan Kelompok, Pembelajaran berdasarkan kelompok
dengan kegiatan pengaman, adalah pola pembelajaran dimana anak-anak
dibagi menjadi beberapa kelompok, biasanya anak dibagi menjadi (tiga)
kelompok dan masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang
berbeda-beda. Dalam satu kali pertemuan, anak harus menyelesaikan 2-
3 kegiatan dalam kelompok secara bergantian dengan tuntas.
Apabila dalam pergantian kelompok, terdapat anak-anak yang
sudah menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari pada temannya, maka
anak tersebut dapat menentukan kegiatan lain sejauh kelompok lain
tersedia tempat. Namun apabila tidak tersedia tempat, maka anak
tersebut dapat bermain pada tempat tertentu di dalam kelas yang telah
disediakan guru yang disebut dengan kegiatan pengaman. Pada kegiatan

184
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

pengaman sebaiknya disediakan alat-alat yang lebih bervariasi dan


sering diganti disesuaikan dengan tema atau sub tema yang dibahas.
Menurut Suyadi dan Dahlia (2014:45) Settingan kelas yang
meliputi penataan ruangan maupun pengorganisasian peserta didik yang
sesuai dengan kebutuhan dan program yang direncanakan akan
membantu pencapaian pembelajaran yang optimal. Untuk itu hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah:
a. Penataan perabot di ruangan harus disesuaikan dengan kegiatan
yang akan dilaksanakan.
b. Pengelompokan meja dan kursi anak disesuaikan dengan kebutuhan
sehingga ruang gerak peserta didik leluasa. Susunan meja kursi
dapat berubah-ubah. Pada waktu mengikuti kegiatan, anak tidak
selalu duduk di kursi, tetapi dapat juga duduk di tikar/karpet.
c. Dinding dapat digunakan untuk menempelkan informasi yang
dipergunakan sebagai sumber belajar dan hasil kegiatan anak, tetapi
jangan terlalu banyak sehingga dapat mengganggu perhatian anak.
d. Peletakan dan penyimpanan alat bermain diatur sedemikian rupa
sesuai dengan fungsinya sehingga dapat melatih anak untuk
pembiasaan yang ingin dicapai seperti kemandirian, tanggung
jawab, membuat keputusan, kebiasaan mengatur kembali peralatan
dan sebagainya.
e. Alat bermain untuk kegiatan pengaman diatur dalam ruangan,
sehingga dapat berfungsi apabila diperlukan oleh peserta didik.

185
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

Gambar 1. Pengelolaan Kelas Model Pembelajaran Kelompok

Sumber: Suyadi dan Dahlia 2014 :45


Menurut Fadlillah (2014 : 148) pembentukan kelas lain dari model
pembelajaran kelompok sangat baik bila diterapkan untuk pembelajaran
yang sifatnya diskusi atau menyelesaikan masalah dengan cara
pembagian kelompok. Kelebihan bentuk ini ialah peserta didik dalam
satu kelompiok dapat saling berinteraksi lebih dekat dan dapat memupuk
rasa kerja sama. Berikut contoh pembentukan kelas model kelompok.
Gambar 2. Pengelolaan Kelas

Sumber: Fadlillah 2014:14

Menurut Suyadi dan Dahlia (2014 : 45-46) langkah-langkah


Kegiatan atau proses belajar mengajar model pembelajaran kelompok
dengan kegiatan pengaman dibagi dalam 4 kegiatan, yaitu kegiatan

186
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

pendahuluan atau awal, kegiatan inti, istirahat, dan kegiatan penutup.


menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
Kegiatan pendahuluan/awal dilaksanakan secara klasikal artinya
kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu kelas, dalam satu
satuan waktu dengan kegiatan yang sama. dan sifatnya pemanasan,
misalnya berdoa, presensi, bernyanyi sesuai tema, bertepuk tangan,
berdiskusi dan tanya jawab tentang tema dan sub tema atau pengalaman
yang dialami anak. Jika pada waktu diskusi terjadi kejenuhan diharapkan
pendidik membuat variasi kegiatan, misalnya dilanjutkan dengan
kegiatan fisik/motorik kasar atau permainan yang melatih pendengaran
anak.
Pada kegiatan inti, guru lebih memusatkan pada kemampuan
sosial dan emosional anak. Sifat dari kegiatan ini adalah kegiatan yang
mengaktifkan perhatian, kemampuan dan sosial emosi anak. Kegiatan
terdiri dari bermacam-macam kegiatan bermain yang dipilih dan disukai
anak agar dapat bereksplorasi, bereksperimen, meningkatkan
pengertian-pengertian, konsentrasi, memunculkan inisiatif, kemandirian
dan kreativitasnya serta dapat membantu dan mengembangkan
kebiasaan bekerja yang baik.
Pada kegiatan ini anak terbagi beberapa kegiatan kelompok,
artinya dalam satu satuan waktu tertentu terdapat beberapa kelompok
anak melakukan kegiatan yang berbeda-beda. Pengorganisasian anak
saat kegiatan pada umumnya dengan kegiatan kelompok, namun
adakalanya diperlukan menggunakan kegiatan klasikal maupun
individual.
Sebelum anak dibagi menjadi kelompok, pendidik menjelaskan
kegiatan atau hal-hal yang berkaitan dengan tugas masing-masing

187
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

kelompok secara klasikal. Pada kegiatan inti dalam satu kelas dibagi
menjadi beberapa kelompok.
Pendidik bersama anak dapat memberi nama masing-masing
kelompok. Anak diberi kebebasan untuk memilih kegiatan yang ada
pada kelompok yang diminatinya dan tempat yang disediakan. Semua
anak hendaknya secara bergantian mengikuti kegiatan-kegiatan yang
direncanakan oleh pendidik. Setelah anak dapat mengikuti secara teratur,
maka anak boleh memilih kegiatan sendiri dengan tertib.
Anak-anak yang sudah menyelesaikan tugasnya lebih cepat dari pada
temannya dapat meneruskan kegiatan di kelompok lain. Jika tidak
tersedia tempat, anak tersebut dapat melakukan kegiatan di kegiatan
pengaman. Fungsi kegiatan pengaman adalah:
a. Sebagai tempat kegiatan anak yang telah menyelesaikan tugasnya
lebih cepat sehingga tidak mengganggu teman lain.
b. Untuk memotivasi anak agar cepat menyelesaikan tugasnya.
c. Untuk mengembangkan aspek emosional, sosial, kemandirian,
kerjasama dan kreativitas anak.
d. Sebagai alat peraga
Kemudian dilanjutkan dengan istirahat/makan Kegiatan ini kadang-
kadang dapat digunakan untuk mengisi indikator/kemampuan yang
hendak dicapai yang berkaitan dengan kegiatan makan, misalnya tata
tertib makan, jenis makanan bergizi, rasa sosial dan kerjasama. Setelah
kegiatan makan selesai, waktu yang tersedia dapat digunakan untuk
bermain dengan alat permainan di luar kelas yang bertujuan
mengembangkan fisik/motorik.
Kegiatan terakhir adalah penutup. Kegiatan yang dilaksanakan pada
kegiatan penutup bersifat menenangkan anak dan diberikan secara

188
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

klasikal, misalnya membaca cerita dari buku, pantomim, menyanyi, atau


apresiasi musik dari berbagai daerah. Kegiatan ini diakhiri dengan tanya
jawab mengenai kegiatan yang berlangsung, sehingga anak mengingat
dan memaknai kegiatan yang dilaksanakan dan kemudian dilanjutkan
dengan pesan-pesan dan doa pulang.

C. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif. Menurut
Arikunto (2013:3) menyatakan bahwa istilah deskriptif berasal dari
bahasa inggris to describe yang berarti memaparkan atau
menggambarkan suatu hal, misalnya keadaan, kondisi, situasi, peristiwa,
kegiatan dan lain-lain.Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif.
Sumber data menurut Riduwan (2013:69) di bagi menjadi 2 yaitu
Sumber data primer yang dihimpun langsung oleh peneliti (langsung ke
subjek), dan sumber data sekunder yang diambil melalui tangan kedua
(melalui laporan, ataupun berkas-berkas serta pendokumentasian).

D. PEMBAHASAN
Kemampuan belajar anak dilembaga pendidikan khususnya di
lembaga RA atau PAUD perlu di siapkan dengan lebih seksama melalui
layanan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan anak dan
penilaian yang efektif. Pembelajaran dan penilaian yang efektif adalah
pembelajaran dan penilaian yang terus menerus dilakukan secara
optimal. Hal ini sesuai dengan perkembangan anak yang bersifat
dinamis. Untuk selanjutnya hasil pembelajaran dan penilaian akan
menjadi rujukan bagi pengembangan perencanaan pembelajaran
selanjutnya, dengan demikian pembelajaran menjadi suatu sikius utuh

189
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

yang berkesinambungan. Untuk dapat menjaga siklus utuh di atas secara


berkualitas dan terus menerus dalam memfasilitasi anak, maka guru RA
atau PAUD wajib memahami perkembangan anak dengan baik dan juga
cara-cara penyampaian atau pembelajaran sehingga mendukung proses
pembelajaran yang sesuai.
Pelaksanaan model pembelajaran kelompok, settingan kelas,
persiapan sebelum pelaksanaan pembelajaran, dan hambatan-hambatan
dalam proses pelaksanaan pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa TK
Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung, sudah menerapkan model
pembelajaran kelompok dengan cukup baik meskipun tetap masih harus
ada yang dikembangkan lagi dan di sesuaikan dengan teori yang ada
sehingga pertumbuhan dan perkembangan anak akan lebih maksimal
lagi walaupun penilaian yang dilakukan sudah menyesuaikan dengan
teori yang ada. Perkembangan siswanya juga terus meningkat dan
maksimal setiap tahunnya, lulusannya mampu bersaing di sekolah
lanjutan, tidak adanya keluhan dan wali murid bahkan kedekatan
siswanya tenis terjalin Karena penerapan model pembelajaran kooperatif
terbukti dapat meningkatkan perkembangan sosial anak pada TK Plus
Al-Muhajirin Kabupaten Bandung, Maka hal ini sesuai dengan teori Hal
tersebut didukung oleh teori Masitoh (2006: 7.25) bahwa pembelajaran
kooperatif :
a. Meningkatkan perasaan dan harga diri yang positif serta
meningkatkan keterampilan sosial anak.
b. Meningkatkan kemampuan anak dalam mengerjakan tugas
kelompok.
c. Meningkatkan toleransi di antara anak.

190
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

d. Meningkatkan kemampuan berbicara, mengambil prakarsa, membuat


pilihan, dan mengembangkan kebiasaan belajar sepanjang hayat.
Peserta didik meningkat perkembangan sosialnya setelah mengikuti
pembelajaran kooperatif yang ditandai dengan aktivitas siswa minimal
baik dalan lembar observasi, sudah berhasil sehingga tidak diperlukan
lagi siklus selanjutnya. Perkembangan sosial yang dimaksud meliputi:
a. Bersedia bermain dengan teman sebaya tanpa membedakan (warna
kulit, keturunan, rambut, agama, dan lain-lain),
b. mau memuji teman/ orang lain,
c. mengajak teman untuk bermain,
d. mampu berinteraksi pada saat bermain bersama,
e. berkomunikasi dengan temannya ketika mengalami sesuatu,
f. bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan,
g. bekerja sama dalam menyesaikan tugas,
h. mengemukakan pendapat secara sederhana. Aspek-aspek tersebut
secara umum masuk dalam kategori baik.
Settingan kelas di TK Plus Al-Muhajirin juga terlihat bahwa
sebagian besar sudah memadai untuk pembelajaran yang menyenangkan
bagi anak. Guru sudah menata ruang kelas sedemikian rupa sesuai
dengan kebutuhan kelompok anak didik, mengecat ruang kelas yang
bervariasi, dan guru juga sudah meletakkan alat bermain yang mudah
dijangkau oleh anak didik. Meskipun demikian, alat permainan yang
digunakan untuk kegiatan pengaman masih belum maksimal.
Pada persiapan mengajar terlihat bahwa sebagian besar guru di
dalam melaksanakan pembelajaran kelompok sudah menggunakan
kurikulum terbaru (K13). Guru juga sudah membuat program tahunan
(Prota), program semester (prosem), RPPH (Rencana Pelaksanaan

191
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

Pembelajaran Harian) yang dikembangkan dari RPPM (Rencana


Pelaksanaan Pembelajaran Mingguan). Guru juga sudah melaksanakan
langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang utama, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, istirahat, dan kegiatan penutup.

D. SIMPULAN DAN SARAN


1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang pelaksanaan
model pembelajaran kelompok di TK Plus Al-Muhajirin Kabupaten
Bandung, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Sekolah sudah menerapkan pelaksanaan model pembelajaran
kelompok dengan baik, settingan kelas terlihat bahwa sebagian
besar sudah memadai untuk pembelajaran yang menyenangkan bagi
anak.
b. Proses pelaksanaan terlihat guru juga sudah melaksanakan langkah-
langkah kegiatan pembelajaran yang utama, yaitu kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, istirahat, dan kegiatan penutup.

2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh
maka saran penelitian pada akhir penulisan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Sekolah diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan informasi
yang dapat dipergunakan sebagai bahan acuan bagi sekolah yang
menggunakan model pembelajaran kelompok.
b. Pendidik atau guru diharapkan dapat memberikan tambahan
pengetahuan dan informasi yang dapat dijadikan sebagai pedoman

192
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

dalam melaksanakan proses pembelajaran pada model pembelajaran


kelompok.

193
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Diah Sabariah NIM : 4103810318015

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan


Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Asmani, Jamal Ma’mur, 2016. Tips Efektif; Cooperative Learning,
Pembelajaran Aktif, Kreatif, dan Tidak Membosankan.
Yogyakarta: Diva Press.
Fadlillah, Muhammad,.2014. Desain Pembelajaran PAUD. Jogjakarta:
Ar-Ruzz Media.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2015. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137
Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia
Dini.
Pangastuti, Ratna. 2014. Edutainment PAUD. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Riduwan, 2013. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru – Karyawandan
peneliti pemula. Bandung: Alfabeta.
Suyadi, Dahlia. 2014. Implementasi dan Inovasi Kurikulum PAUD 2013.
Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

194
Model Pembelajaran Kelompok Di Taman Kanak-Kanak Plus Al-Muhajirin Kabupaten Bandung
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

PENDEKATAN PROJECT BASED LEARNING UNTUK


MENINGKATKAN PRAKTIK OTOMOTIF DI SEKOLAH
MENENGAH KEJURUAN

Faizal Abdi
NIM : 4103810318002

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRAK
Komponen pendidikan yang selama ini sangat mempengaruhi
proses pendidikan adalah pendidik atau guru, sebab guru merupakan
ujung tombak yang berhubungan dengan siswa sebagai subjek dan objek
belajar. Oleh sebab itu, proses belajar mengajar yang terjadi di sekolah
menuntut guru untuk dapat membina, membimbing dan mengarahkan
siswa kearah yang dicitacitakan. Selama ini pembelajaran di Sekolah
Menengah Kejuruan cenderung berpusat pada guru (teacher centered),
pembelajaran ini kurang mengena atau siswa kurang paham tentang
pembelajarannya..
Mengajar merupakan aktivitas intensional yakni suatu aktivitas
yang menimbulkan belajar. Guru mendeskripsikan, menerangkan,
memberi pertanyaan dan mengevaluasi. Salah satu tugas pokok guru
adalah menjadikan siswa mengetahui atau melakukan hal-hal dalam
suatu cara yang formal. Untuk itu berbagai metode perlu dikembangkan
oleh guru agar mampu mengakomodasi siswa dalam belajar dan
mengembangkan potensi pada diri siswa. Penggunaan metode yang
tidak sesuai dengan tujuan pengajaran akan menjadi kendala dalam
mencapai tujuan pembelajaran.
Di Sekolah Menegah Kejuruan pembelajaran berbasis proyek
adalah model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk membuat kerja proyek sesuai dengan kompetensi belajarnya,
dalam meningkatkan praktik otomotif pembelajaran berbasis proyek
siswa membuat desain dan hasil kerjanya.

Kata kunci: Praktik Otomotif, Pembelajaran Berbasis Proyek, Sekolah


Menengah Kejuruan.

195
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

A. PENDAHULUAN
Permasalahan pembelajaran merupakan permasalahan yang
belum terpecahkan sejalan dengan kompleksitas perubahan
lingkungan, baik dalam sisi perencanaan, pelaksanaan maupun
penilaian. Hal ini menjadi cermin konkret akan kualitas dan kuantitas
guru di Indonesia. Maka harus ada langkah serius untuk membenahi
kualitas guru. Karena nyatanya, tidak sedikit guru yang hari ini tetap
saja menjalankan proses belajar-mengajar dengan pola "top-down".
Guru seolah berada "di atas" dan siswa berada "di bawah", guru
bertindak sebagai subjek dan siswa sebagai objek belajar. Guru
merasa berkuasa untuk "membentuk" siswanya. Ibaratnya, guru
menjadi "teko" dan siswa sebagai "gelas" sehingga siswa berstatus
hanya menerima apapun yang dituangkan guru. Siswa tidak
diajarkan untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya. Siswa hanya
bisa disuruh tanpa diajarkan untuk mengenal dirinya lalu mampu
bertahan hidup.
Berbagai pendekatan pembelajaran terus dilakukan baik
melalui penedekatan pembelajaran PjBL, CTL dan TEMATIK. akan
tetapi belum memberikan dampak yang berarti bagi peningkatan
praktik otomotif. Dalam pembelajaran model PjBL menurut Anisa
(2014) memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah,
membutuhkan biaya yang cukup banyak, banyak instruktur yang
merasa nyaman dengan kelas tradisional,dimana instruktur
memegang peran utama di kelas. Banyak peralatan yang harus
disediakan,siswa yang mengalami kelemahan dala percobaan dan
pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan, ada keungkinan
siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok. Ketika topik yang

196
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

diberikan kepada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan


siswa tidak bias memahami topic secara keseluruhan. Dalam model
pembelajaran CTL menurut Dzaki (2009) bagi siswa yang tidak bisa
mengikuti pembelajaran,tidak mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena siswa tidak
mengalami sendiri. Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan
hilangnya karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan
kelompoknya. Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh
bekerjasama dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa
harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam kelompoknya.
Menurut kusnandar (2007:315) pembelajaran tematik memiliki
beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut
terjadi apabila dilakukan oleh guru tunggal. Misalnya seorang guru
kelas kurang menguasai secara mandala penjabaran tema sehingga
dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan
tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran. Disamping itu,jika
scenario pembelajaran tidak menggunkan metode yang inovatif
maka pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar tidak
akan tercapai karena akan menjadi sebuah narasi yang kering tanpa
makna.
Permasalahan ini terjadi dikarenakan belum optimalnya
pemberdayaan raw input siswa; Pemberdayaan intrumental input
meliputi kurikulum yang selalu berganti-ganti kurikulum, pendidik
dan tenaga kependidikan masih belum terlihat baik guru yang sudah
bersertifikasi maupun yang belum tersertifikasi belum terlihat
potensi sumber dayanya di dalam mengajar hanya dari sudut
pandang ekonomi yang terlihat ada perubahan. Sarana, dan biaya

197
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

yang belum memadai , ditambah lagi belum optimalnya keterlibatan


environmental input yang terdiri dari keluarga, masyarakat dan
stakeholder.

B. PEMBAHASAN
Sekolah Menengah Kejuruan
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah satuan
pendididkan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan
jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP/MTs atau
bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui
sama/setara SMP/MTs. (UU Nomor 20 Tahun 2013, Pasal 18 ayat
[3]). Pembangunan pendidikan, khususnya pendidikan menengah
kejuruan dimaksudkan untuk mempersiapkan peserta didik agar
dapat mengisi lapangan kerja dalam bidang tertentu. Sebagaimana
dinyatakan oleh Pavlova (2009) bahwa tradisi dari pendidikan
kejuruan adalah menyiapkan siswa untuk bekerja. Pendidikan dan
pelatihan kejuruan/vokasi adalah pendidikan yang menyiapkan
terbentuknya keterampilan, kecakapan, pemahaman, perilaku, sikap,
kebiasaan kerja, dan apresiasi terhadap pekerjaan-pekerjaan yang
dibutuhkan oleh masyarakat/ dunia usaha/ industri. Apresiasi
terhadap pekerjaan sebagai akibat dari adanya kesadaran bahwa
orang hidup butuh bekerja merupakan bagian pokok dari pendidikan
kejuruan. Pendidikan kejuruan tidak bermakna ketika masyarakat
dan peserta didik tidak mengapresiasi dan memberikan perhatian
terhadap pekerjaan-pekerjaan dan prosedur atau cara kerja yang
benar dan produktif sebagai bagian yang harus dijiwai.

198
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

Project-Based Learning
Suatu pendekatan dinamis bagi pengajaran Sekolah
Menengah Kejuruan di mana para siswa menyelidiki permasalahan
dan tantangan dunia nyata, secara serempak mengembangkan
ketrampilan-keterampilan abad 21 yang di kerjakan secara
kolaborasi dalam kelompok kecil.

Apa project- based Learning ?


Pembelajaran berbasis Proyek, atau PjBL, adalah suatu
pendekatan instruksional yang dibangun melalui aktivitas
pembelajaran dan tugas riil yang membawa menghadapi tantangan
untuk dipecahkan para siswa. Aktivitas ini biasanya mencerminkan
jenis pembelajaran dan pekerjaan orang-orang yang dilakukan
sehari-hari di luar kelas. PjBL biasanya dilaksanakan oleh kelompok
siswa yang bekerja bersama ke arah suatu tujuan umum.
PjBL memberi pengajaran siswa - siswa tidak hanya isi,
tetapi juga pentingnya kemampuan dalam mengarahkan siswa
mampu berbuat seperti orang dewasa di masyarakat kita.
Keterampilan ini meliputi keterampilan praktik, keterampilan
komunikasi, keterampilan presentasi, ketrampilan manajemen waktu
dan organisasi, riset dan ketrampilan penelitian, penilaian diri dan
keterampilan menggambarkan, partisipasi kelompok dan
keterampilan kepemimpinan dan berpikir kritis.
Prestasi penilaian atas dasar perorangan dalam mengambil
tanggung jawab dari mutu yang dihasilkan. Dalam memahami isi
yang ditunjukkan, dan proses kontribusi yang dibuat terus menerus
untuk merealisasikan proyek. PjBL mengijinkan siswa-siswa untuk

199
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

menggambarkan pendapat dan gagasan mereka sendiri, dan


membuat keputusan yang mempengaruhi hasil proyek dan
pembelajaran proses secara umum. Hasil akhir produk dalam kualitas
yang bagus, produk asli dan presentasi.

Kenapa menggunakan PBL ?


- Menanamkan siswa-siswa dalam posisi untuk menggunakan
pengetahuan yang mereka dapatkan di dalam praktek otomotif.
- Efektif dalam membantu siswa-siswa memahami dan menguasai
informasi praktek otomotif.
- Dapat memberi siswa kesempatan bekerja secara professional
sebagai tenaga ahli yang memperkaya dan mendukung
mengajarkan pengetahuan dan bagaimana menghubungkan ke
dunia nyata.
- dapat lebih efektif dibandingkan pengajaran yang secara biasa,
dan meningkatkan prestasi akademis.
- bermanfaat meliputi pembangunan kemampuan seperti
pemikiran kritis, kerja sama dan komunikasi.
- Siswa-siswa yang bekerja pada proyek menunjukkan
peningkatan motivasi dan perikatan di dalam pembelajaran
mereka.

Bagaimana bisa Berbeda?


Instruksi dasar proyek adalah innovasi pada penekanan
pembelajaran kerjasama. Apalagi siswa-siswa membuat bukti hasil
yang nyata untuk menunjukkan apa yang mereka sudah pelajari.
Siswa-siswa menggunakan penelitian dan teknologi untuk menjawab

200
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

isu kompleks, masalah atau tantangan. PjBL terpusat pada penelitian


yang memusatkan siswa dan belajar kelompok dengan guru yang
bertindak sebagai fasilitator, seperti dihadapkan kepada satu orang
yang berwenang.
Project Based Learning (PjBL) merupakan model
pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai langkah awal
dalam mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman
nyata. PjBL dilakukan secara sistematik yang mengikutsertakan
siswa dalam pembelajaran sikap, pengetahuan, dan keterampilan
melalui investigasi dalam perancangan produk. PjBL merupakan
model pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar
kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang kompleks. Pelaksanaan
PjBL memberi kesempatan kepada siswa berpikir kritis dan mampu
mengembangkan kreativitasnya melalui pengembangan inisiatif
untuk menghasilkan produk nyata berupa barang atau jasa.
Pada PjBL, peserta didik terlibat secara aktif dalam
memecahkan masalah yang ditugaskan oleh guru dalam bentuk suatu
proyek. Siswa aktif mengelola pembelajarannya dengan bekerja
secara nyata yang menghasilkan produk real. Jadi, hasil akhir dari
proses pembelajaran adalah produk yang bias bermakna dan
bermanfaat. Di samping itu, PjBL dapat juga dilakukan secara
mandiri melalui pembelajarannya melalui pengetahuan serta
keterampilan baru, dan mewujudkannya dalam produk nyata
(Muhammad Fathurrohman, 2015:120).
Majid dan Rochmat (2014:163) berpendapat bahwa PjBL
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menggali
konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara yang bermakna

201
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

bagi dirinya. Dengan diberi kesempatan untuk mempelajari materi


dengan berbagai cara, terlibat dalam pemecahan masalah, dan
terlibat dalam kegiatan perancangan produk diharapkan
pengetahuan dan keterampilan peserta didik dapat lebih
berkembang sehingga siswa lebih memahami materi yang dipelajari.
Pada model PjBL guru berperan sebagai fasilitator bagi
peserta didik untuk memperoleh jawaban dari sebuah pertanyaan
penuntun, para fasilitator adalah memantau dan mendorong
kelancaran kerja kelompok, serta melakukan evaluasi terhadap
efektivitas proses belajar kelompok. Pada kelas tradisional guru
dianggap sebagai seorang yang paling menguasai materi dan
karenanya semua informasi diberikan langsung dari guru ke
peserta didik (Yudipurnawan, 2007). Namun pada masa sekarang
sumber belajar peserta didik bisa didapatkan dengan lebih modern
dan tidak terfokus pada guru saja, diantaranya dari buku dan internet.
Langkah-langkah pembelajaran dalam PjBL sebagaimana
yang dikembangkan oleh Eeva Reeder (2007) terdiri dari :
1) Essential Question
Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial. Guru harus
mampu mengambil topik yang sesuai dengan realitas dunia
nyata untuk mengawali proses investigasi. Yakinkan bahwa
topik tersebut relevan untuk para siswa.
2) Plan
Perencanaan berisi tentang standar isi yang akan digunakan
untuk menjawab pertanyaan pada tahap pertama. Guru
melibatkan siswa pada proses pembuatan pertanyaan,

202
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

perencanaan, dan pembuatan proyek. Guru dan siswa terlibat


proses diskusi untuk mendukung inquiri.
3) Schedule
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal
aktivitas untuk menyelesaikan proyek. Proyek dijalankan dalam
rangka menyusun jawaban atas pertanyaan yang sudah diajukan
pada tahap pertama.
4) Monitor
Guru bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek.
Monitoring dilakukan dengan cara memfasilitasi peserta didik
pada setiap proses, menjadi mentor bagi aktivitas siswa dan
juga dibantu oleh sebuah rubrik yang dapat merekam
keseluruhan aktivitas yang penting.
5) Assess
Penilaian dilakukan menggunakan pendekatan assessment
authentic. Hal ini dilakukan agar setiap aktivitas peserta didik
selama menjalankan proyek dapat dihargai sebagai sebuah
aktivitas bermakna.
6) Evaluate
Pada akhir proses pembelajaran, guru dan peserta didik
melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil proyek yang
sudah dijalankan. Proses refleksi dilakuakn baik secara individu
maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama prses
pembelajaran. Guru dan peserta didik mengembangkan diskusi
dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses

203
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

pembelajaran sehingga pada akhirnya ditemukan suatu


temuan baru (new inquiri) untuk menjawab permasalahan
yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.
Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran berbasis proyek adalah pembelajaran yang menitik
beratkan pada aktifitas peserta didik untuk dapat memahami suatu
konsep dengan melakukan investigasi mendalam tentang suatu
masalah dan menemukan solusi dengan pembuatan proyek. Pada
penelitian ini akan digunakan model pembelajaran PjBL yang sama
seperti yang telah diuraikan diatas.
Pada pendekatan PjBL, pengajar berperan sebagai fasilitator
bagi siswa untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan penuntun.
Sedangkan pada kelas konvensional pengajar dianggap sebagai
seseorang yang paling menguasai materi dan karenanya semua
informasi diberikan secara langsung kepada peserta didik. Pada
kelas PjBL, peserta didik dibiasakan bekerja secara kolaboratif,
penilaian dilakukan secara autentik, dan sumber belajar bisa sangat
berkembang.
Project Based Learning merupakan sebuah model
pembelajaran yang sudah banyak dikembangkan di negara-negara
maju seperti Amerika Serikat. Jika diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia, Project Based Learning bermakna sebagai
pembelajaran berbasis proyek. Definisi secara lebih
komperehensif tentang Project Based Learning menurut The
George Lucas Educational Foundation (2005) adalah sebagai berikut
:

204
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

a. Project-based learning is curriculum fueled and standards based.


Project Based Learning merupakan pendekatan pembelajaran
yang menghendaki adanya standar isi dalam kurikulumnya.
Melalui Project Based Learning, proses inquiry dimulai dengan
memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan
membimbing peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif
yang mengintegrasikan berbagai subjek (materi) dalam
kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung
peserta didik dapat melihat berbagai elemen mayor sekaligus
berbagai prinsip dalam sebuah displin yang sedang dikajinya
(The George Lucas Educational Foundation: 2005).
b. Project-based learning asks a question or poses a problem
that each student can answer. Project Based Learning adalah
model pembelajaran yang menuntut pengajar dan atau peserta
didik mengembangkan pertanyaan penuntun (a guiding
question). Mengingat bahwa masingmasing peserta didik
memiliki gaya belajar yang berbeda, maka Project Based
Learning memberikan kesempatan kepada para siswa untuk
menggali konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara
yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara
kolaboratif. Hal ini memungkinkan setiap peserta didik pada
akhirnya mampu menjawab pertanyaan penuntun (The George
Lucas Educational Foundation: 2005).
c. Project-based learning asks students to investigate issues and
topics addressing real-world problems while integrating
subjects across the curriculum. Project Based
Leraningmerupakan pendekatan pembelajaran yang menuntut

205
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

siswa membuat “jembatan” yangmenghubungkan antar berbagai


subjek materi. Melalui jalan ini, siswa dapat melihat pengetahuan
secara holistik. Lebih daripada itu, Project Based Learning
merupakan investigasi mendalam tentang sebuah topikdunia
nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha peserta didik
(The George Lucas Educational Foundation: 2005).
d. Project-based learning is a method that fosters abstract,
intellectual tasks to explore complex issues. Project Based
Learning merupakan pendekatan pembelajaran yang
memperhatikan pemahaman. Peserta didik melakukan
eksplorasi, penilaian, interpretasi dan mensintesis informasi
melalui cara yang bermakna. (The George Lucas Educational
Foundation: 2005).
Global SchoolNet (2000) melaporkan hasil penelitian the
AutoDesk Foundation tentang karakteristik Project Based
Learning. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa Project
Based Learning adalah pendekatan pembelajaran yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. siswa membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja,
b. adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada siswa,
c. peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan,
d. peserta didik secara kolaboratif bertanggung jawab untuk
mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan
permasalahan,
e. proses evaluasi dijalankan secara kontinyu,

206
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

f. siswa secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah


dijalankan,
g. produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif,
h. situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan
perubahan (Global SchoolNet, 2000).
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, maka dapat
dikatakan bahwa pendekatan Project Based Learning dikembangkan
berdasarkan faham filsafat konstruktivisme dalam pembelajaran.
Konstruktivisme mengembangkan atmosfer pembelajaran yang
menuntut siswa untuk menyusun sendiri pengetahuannya
(Bell,1995:28). Project based learning merupakan pendekatan
pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta didik
untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara
kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang
dapat dipresentasikan kepada orang lain.

Praktek Otomotif
Untuk membahas Praktek Otomotif diawali dahulu dengan
membahas pengertian Praktek Otomotif itu sendiri. Praktek
adalah merupakan bagian dari mata pelajaran yang ada pada
Sekolah Menengah Kejuruan yang bersifat psikomotorik setelah
siswa mendapat teori. Praktek merupakan pengaplikasian teori
yang telah diterima. Melalui praktek inilah teori tersebut
diterapkan pada keadaan yang sebenarnya. Secara etimologi
praktek otomotif menurut W.J.S Poerwadarminto (2003) ” Praktek
diartikan menjalankan sesuatu yang bersifat ope rasional ”,sedang
Otomotif diartikan sebagai kendaraan atau mesin yang mempunyai

207
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

maksud alat atau gerak ”. arti yang lain Praktek Otomotif adalah
latihan kerja pada bidang otomotif.
Melalui mata pelajaran Praktek Otomotif ini siswa
menerapkan teori yang telah diterima pada keadaan yang
sebenarnya Sehingga dengan adanya praktek ini, siswa dapat
melatih diri jauh sebelumnya dengan melakukan praktek
disekolahan. Dengan ini dapat membantu siswa menyiapkan diri
dalam melaksana kan Praktek Kerja Industri.
Praktek Otomotif ini merupakan salah satu cara untuk
menerapkan teori yang didapat oleh siswa. Karena Praktek Otomotif
ini adalah merupakan wahana untuk menerapkan Teori Otomotif
yang diterima siswa, maka secara langsung atau otomatis praktek
yang dilaksanakan adalah sesuai dengan teori yang telah diterima
sebelumnya, yaitu melaksanakan operasi penanganan secara
manual, pengetahuan otomotif, Tune-up, memelihara perbaikan
kompresor udara dan komponen-komponennya, melakukan
overhoul pendingin dan komponen-komponennya, memelihara
sistem bahan bakar bensin, memperbaiki unit kopling dan
komponen-komponen unit pengoperasian, memelihara transmisi,
memperbaiki sistem rem, memperbaiki sistem kemudi,
memperbaiki system pengapian, dan memperbaiki sistem starter dan
pengisian.

C. SIMPULAN
Penerapan Model Project Based Learning dapat terlaksana
dengan tahapan: (a) pendahuluan yang meliputi diskusi kolaboratif
penentuan topik pembelajaran dan proyek; (b) mengajukan

208
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

pertanyaan penuntun; (c) mendesain perencanaan proyek secara


kolaboratif yang meliputi diskusi kolaboratif untuk membuat aturan
main, memilih alat dan bahan yang diperlukan, membuat pembagian
tugas, dan menyusun jadwal;(d) melaksanakan proyek secara
kolaboratif; (e) memonitoring proyek; (f) menguji hasil dengan cara
mempresentasikan hasil di forum diskusi; dan (g) mengevaluasi dan
merefleksi tindakan.
Penerapan model Project Based Learning layak digunakan
dalam pembelajaran praktik otomotif untuk meningkatkan
keterampilan kerja laboratorium dan sikap kerjasama melalui proyek
yang dikerjakan secara kolaboratif. Penerapan model Project Based
Learning dalam proses pembelajaran praktik otomotif terbukti dapat
meningkatkan keterampilan kerja pada peserta didik. Penerapan
model Project Based Learning dalam proses pembelajaran praktik
otomotif terbukti dapat meningkatkan sikap kerjasama peserta didik.

209
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Dasar – dasar evaluasi Pendidikan. Jakarta:


PT. Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Arsyad, Azhar. 2010. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Febriyanti, Nur Kartika. 2012. Eksperimen penerapan model
pembelajaran berbasis proyek untuk meningkatkan hasil belajar
siswa mata diklat menggambar dekorasi. Skripsi Sarjana UPI.
Bandung: Tidak diterbitkan
Ginanjar, Gigin. 2010. Penerapan model pembelajaran berbasis proyek
sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Skripsi Sarjana
UPI. Bandung: Tidak diterbitkan.
Murdani. 2011. Penerapan model pembelajaran berbasis proyek untuk
meningkatkan hasil belajar siswa di SMK 5 N Bengkulu. Skripsi
Sarjana UPI. Bandung: Tidak diterbitkan
Nugraha, Beni. 2005. Sistem Pengapian. Yogyakarta: FT UNY
Purnawan,
Yudi.2007.http://yudipurnawan.wordpress.com/2007/12/18/des
kripsimodel-pbl-pembelajaran-berbasis-proyek/ diunduh
tanggal 5 desember 2018 jam 16.15
Saputra, S.A. 2007. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: FPTK UPI
Saputra, S.A. 2007. Statistika. Bandung: FPTK UPI
Sudjana, Nana. 2009. Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sudjono, Anas. 1992Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta:
RajawaliPres
Sukardi. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Sumiran. 2009. Implementasi Model Pembelajaran Project Based
Learning Pada Mata Kuliah Programable Lojic Kontroler untuk
meningkatkan Penguasaan Konsep dan Ketrampilan
Pemograman Bagi Mahasiswa. Tesis Program Pasca Sarjana
UPI: Tidak Diterbitkan
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.

210
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

Sutiman. 2011. Sistem pengapian Elektronik. Yogyakarta: PT. Citra Aji


Parama
Wasis, Pribadi. 2011. Penerapan model pembelajaran berbasis proyek
untuk menigkatkan kualitas belajar praktik industry S1 PTB.
Malang: UNM
Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif. Jakarta: PT. Bumi
Aksara

211
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Faizal Abdi NIM : 4103810318002

212
Pendekatan Project Based Learning Untuk Meningkatkan Praktik Otomotif Di Sekolah
Menengah Kejuruan
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN CTL UNTUK


SISWA TUNARUNGU

Oleh :
Firly Ratna Fauzia, S. Pd
NIM. 4103810318007

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRAK
Children with deaf condition are children who have hearing impairments
so the result is in the lack of acquisition of their language so they are
often referred to as 'the language poor'. Deaf children get information
80% visually. Classical teaching lectures are certainly not the right
learning model. The CTL (Contextual Teaching Learning) model is one
of the good learning models for deaf children because this learning
provides the learning experience that needed for deaf children according
to the conditions of their special needs.
Key Word : Hearing impairment student, learning, CTL

ABSTRAK
Anak Berkebutuhan Khusus Tunarungu adalah anak-anak yang memiliki
hambatan dalam pendengaran dan mengakibatkan minimnya perolehan
bahasa mereka sehingga mereka sering disebut sebagai ‘si miskin
bahasa’. Anak tunarungu mendapatkan informasi 80% secara visual.
Pengajaran klasikal ceramah tentu bukan model pembelajaran yang
tepat. Model pembelajaran CTL adalah salah satu model pembelajaran
yang baik untuk anak-anak tunarungu karena pembelajaran ini
memberikan pengalaman belajar yang dibutuhkan untuk anak-anak
tunarungu sesuai kondisi kebutuhan khusus mereka.

Kata Kunci : Siswa tunarungu, pembelajaran, CTL

213
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

PENDAHULUAN

Kebutuhan pendidikan adalah kebutuhan fitrah manusia.Tidak


terkecuali anak-anak berkebutuhan khusus. Walau anak berkebutuhan
khusus memiliki gangguan dan hambatan dalam berbagai hal namun
tetap saja mereka memiliki potensi yang wajib untuk dikembangkan
secara optimal.
Sebagaimana dinyatakan dalam salah satu butir Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang menyebutkan
bahwa tujuan pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi anak
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
Memberikan layanan Pendidikan kepada anak berkebutuhan
khusus berarti kita telah menjalankan salah satu amanah Undang -
|Undang Dasar untuk persamaan hak Pendidikan dan juga Undang –
Undang Sistem Pendidikan Nasional.
Istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak
yang dianggap memiliki kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata
anak normal pada umumnya, dalam hal fisik, mental maupun
karakteristik perilaku sosialnya (Efendi,2006).
Berdasarkan pengertian tersebut anak yang dikategorikan
berkebutuhan dalam aspek fisik meliputi kelainan dalam indra
penglihatan (tuna-netra) kelainan indra pendengaran (tuna rungu)
kelainan kemampuan berbicara (tuna wicara) dan kelainan fungsi
anggota tubuh (tuna daksa).

214
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

Anak yang memiliki kebutuhan dalam aspek mental meliputi anak


yang memiliki kemampuan mental lebih(super normal) yang dikenal
sebagai anak berbakat atau anak unggul dan yang memiliki kemampuan
mental sangat rendah (abnormal) yang dikenal sebagai tuna grahita.
Anak yang memiliki kelainan dalam aspek sosial adalah anak yang
memiliki kesulitan dalam menyesuaikan perilakunya terhadap
lingkungan sekitarnya. Anak yang termasuk dalam kelompok ini dikenal
dengan sebutan tunalaras.
Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, anak berkebutuhan
dikelompokkan ke dalam kelainan fisik,kelainan mental, dan kelainan
karakteristik sosial.
1. Kelainan Fisik
Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu atau
lebih organ tubuh tertentu. Anak Berkebutuhan Khusus fungsi fisik
tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal. Tidak
berfungsinya anggota fisik terjadi pada: alat fisik indra, misalnya
kelainan pada indra pendengaran (tunarungu), kelainan pada indra
penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara
(tunawicara); alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang
(poliomyelitis), kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat
gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy), kelainan anggota
badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna, misalnya lahir
tanpa tangan/kaki,amputasi dan lain-lain. Untuk kelainan pada alat
motorik tubuh ini dikenal dalam kelompol tunadaksa.
Menurut Bratanata dalam Abdullah (2013), pengertian
kelainan penglihatan yang perlu intervensi khusus yaitu kelainan
yang dialami anak yang memiliki visus sentralis 6/60 lebih kecil dari

215
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

itu, atau setelah dikoreksi secara maksimal tidak mungkin


mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang ada dan
umumnya digunakan oleh anak normal/ orang awas.
Berdasarkan gradasi ketajaman penglihatannya, kondisi anak
yang berkelainan penglihatan dapat dikelompokkan menjadi :
1) Kelompok anak berkelainan penglihatan yang masih memiliki
kemungkinan untuk dikoreksi melalui pengobatan atau alat
optik,
2) Anak berkelainan penglihatan yang dapat dikoreksi melalui
pengobatan atau alat optik. Anak berkelainan penglihatan yang
masih mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan pengobatan
atau alat optik, biasanya anak dalam kelompok ini tidak dapat
dikategorikan dalam kasus kelainan penglihatan dalam
pengertian pendidikan luar biasa (pendidikan khusus), sebab
mereka dapat dididik tanpa harus dengan modifikasi atau
program khusus. Anak berkelainan penglihatan yang
kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau
alat optik, tetapi kemampuan untuk mempergunakan fungsi
penglihatannya secara efektif sangat minim,sehingga anak tidak
mampu mengikuti program sekolah normal.
3) Anak berkelainan penglihatan yang sama sekali tidak
mempunyai kemungkinan dikoreksi dengan penyembuhan
pengobatan atau alat optik. Akibat berkelainan penglihatan
yang demikian beratnya sehingga kebutuhan layanan
pendidikan hanya dapat dididik melalui saluran lain selain mata.
Pada kasus ini orang sering menyebutnya dengan tunanetra
berat (buta). Terminology tunanetra berat atau buta berdasarkan

216
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

rekomendasi dari TheWhite House Conference on Child Health


and Education di Amerika (1970), dijelaskan bahwa seseorang
dikategorikan buta jika ia tidak dapat mempergunakan
penglihatannya untuk kepentingan pendidikannya
(Kirk,1970;Patton,1991).
Anak berkelainan indra pendengaran atau tunarungu secara
medis dikatakan, jika dalam mekanisme pendengaran karena
sesuatu dan lain sebab terdapat satu atau lebih organ mengalami
gangguan atau rusak. Akibatnya, organ tersebut tidak mampu
menjalankan fungsinya untuk menghantarkan dan mempersepsi
rangsang suara yang ditangkap untuk diubah menjadi tanggapan
akustik.
Secara pedagogis, seorang anak dapat dikategorikan
berkelainan indra pendengaran atau tunarungu, jika dampak dari
disfungsinya organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar
persepsi pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti
program pendidikan sehingga memerlukan layanan pendidikan
khusus untuk meniti tugas perkembangannya. Dalam percakapan
sehari–hari kondisi anak dengan kelainan pendengaran diidentikkan
dengan istilah tuli. Hal ini dapat diakui kebenarannya karena tuna
pendengaran dapat mengurangi kemampuannya memahami
percakapan lewat pemanfaatan fungsi pendengarannya. Oleh karena
itu pada penderita tuna pendengaran berat berarti semakin besar
intensitas ketidakmampuannya untuk menyimak pembicaraan yang
memanfaatkan ketajaman pendengarannya, baik dengan bantuan
alat Bantu dengar maupun tanpa bantuan alat bantu dengar, menurut
Hallahan & Kauffman dalam Abdullah (2013) ”....one whose

217
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

hearing disability precludes successful processing of


linguisticinformation through audition, with a bearingaids”.
Derajat ketunarunguan seseorang biasanya diukur dan
dinyatakan dalam satuan deci-Bell atau disingkat dB. Dilihat dari
tingkat gradasinya secara umum dapat dikategorikan menjadi
tunarungu dalam arti tuli (deaf) dan tunarungu dikatakan tuli jika
hasil tes pendengaran menunjukkan kehilangan kemampuan
mendengarnya 70 dB atau lebih menurut ISO (International
Standard Organization). Biasanya penderita dalam kategori tuli ini
akan mengalami kesulitan untuk dapat mengerti atau memahami
pembicaraan orang lain meskipun menggunakan bantuan alat atau
tanpa alat bantu dengar. Sedangkan definisi lemah pendengaran
seseorang dikatakan lemah pendengaran jika hasil tes pendengaran
menunjukkan kehilangan kemampuan mendengarnya antara 35-69
dB menurut ISO. Biasanya penderita dalam kategori lemah
pendengaran ini tidak terhalang untukmengerti atau mencoba
memahami bicara oranglain dengan menggunakan alat Bantu
dengar(Moores, 1978).
Terminologi kelainan bicara atau tunawicara adalah
ketidakmampuan seseorang dalam mengkomunikasikan gagasannya
kepada orang lain (pendengar) dengan memanfaatkan organ
bicaranya, dikarenakan celah langit-langit, bibir sumbing, kerusakan
otak, tunarungu, dan lain-lain (Patton,1991). Akibatnya, pesan yang
telihat sederhana ketika disampaikan kepada lawan bicara menjadi
tidak sederhana, sulit dipahami, dan membingungkan. Kelainan
bicara ini dapat terjadi pada sisi artikulasi, arus ujaran,nada suara
dan struktur bahasanya.

218
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

Kelainan fungsi motorik tubuh atau tunadaksa adalah


gangguan yang terjadi pada satu atau beberapa atribut tubuh yang
menyebabkan penderitanya mengalami kesulitan untuk
mengoptimalkan fungsi tubuhnya secara normal.Kelainan fungsi
motorik tubuh, baik yang diderita sejak lahir maupun yang diperoleh
kemudian, pada dasarnya memiliki problem yang samadalam
pendidikannya.
Berdasarkan jenisnya, kelainan alat motorik tubuh dibedakan
menjadi anak berkelainan fungsi anggota tubuh ortopedi (tunadaksa
ortopedi) dan anak berkelainan fungsi anggota tubuh saraf
(tunadaksa neurologis). Tunadaksa ortopedi ialah anak yang
mengalami ketunaan, kecacatan, ketidaksempurnaan tertentu pada
motorik tubuhnya, terutama pada bagian tulang-tulang, otot tubuh,
dan daerah persendian.
Beberapa contoh kelainan yang termasuk dalam kategori
tunadaksa ortopedi antara lain poliomyelitis, tubercolosis tulang,
osteomyelitis,arthritis, bemiplegia, muscle dystrophia, kelainan atau
anggota badan yang tidak sempurna, dan lain-lain. Sedangkan
tunadaksa neurologist ialah anak yang mengalami kelainan pada
fungsi anggota tubuh (kelainan motorik tangan dan atau kaki)
disebabkan oleh gangguan pada susunan sarafnya.
Salah satu kategori penderita tunadaksa saraf ini dapat dilihat
pada anak penderita cerebral palsy (CP).Cerebral palsy adalah
bentuk kelainan yang terjadi pada aspek motorik yang disebabkan
oleh disfungsinya sistem persarafan di otak. Gambaran klinis yang
diakibatkan oleh luka pada otak, di mana salah satu komponennya
menjadi penghalang dalam gerak sehingga timbul kondisi yang

219
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

tampak semenjak kanak-kanak dengan sifat-sifat seperti lumpuh,


lemah, tidak adanya koordinasi atau penyimpangan fungsi gerak
disebabkan oleh patologi pusat kontrol gerak diotak. Jenis-jenis
cerebral palsy yang dapat kitakenali dalam kehidupan sehari-hari
antara lain spasticity, atbetosis, ataxia, tremor, dan rigidity
(Patton,1991)
2. Kelainan Mental
Anak kelainan dalam aspek mental adalaha nak yang memiliki
penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam
menanggapidunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental inidapat
menyebar ke dua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih
(supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal).
Kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut
tingkatannya dikelompokkan menjadi: (a) anak mampu belajar
dengan cepat (rapid learner), (b) anak berbakat (gifted), dan (c) anak
genius (extremely gifted). Karakteristik anak yang termasuk dalam
kategori mampu belajar dengan cepat jika hasil kecerdasan
menunjukkan, bahwa indeks kecerdasannya yang bersangkutan
berada pada rentang 110-120, anak berbakat jika indeks
kecerdsannya berada pada rentang 120-140, dan anak sangat
berbakat atau genius jika indeks kecerdasannya berada pada rentang
di atas 140.
Menurut Tirtonegoro dalam Abdullah (2013), secara umum
karakteristik anak dengan kemampuan mental lebih, disamping
memiliki potensi kecerdasan yang tinggi dalam prestasi, juga
memiliki kemampuan menonjol dalam bidang tertentu, antara lain
(1) kemampuan inteletual umum, (2) kemampuan akademik khusus,

220
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

(3) kemampuan berfikir kreatif produktif, (4) kemampuan dalam


salah satu bidang kesenian, (5) kemampuan psikomotorik, dan (6)
kemampuan psikososial dan kepemimpinan.
Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau
tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat
kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga
untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan bantuan atau
layanan secara khusus, terutama di dalamnya kebutuhan program
pendidikan dan bimbingannya. Kondisi ketunagrahitaan dalam
praktik kehidupan sehari-hari di kalangan awam seringkali
disalahpersepsikan, terutama bagi keluarga yang mempunyai anak
tunagrahita, yakni berharap dengan memasukkan anak tunagrahita
ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya dapat berkembang
sebagaimana anak normal lainnya. Harapan semacam ini wajar saja
karenamereka tidak mengetahui karakteristik anak tunagrahita.
Perlu dipahami bahwa kondisi tunagrahita tidak dapat disamakan
dengan penyakit, atau berhubungan dengan penyakit, tetapi keadaan
tunagrahita suatu kondisi sebagaimana yang ada, Menurut Kirk
dalam Abdullah (2013), “Mental retarted is not disease but a
condition”. Atas dasar itulah tunagrahita dalam gradasi manapun
tidak bisa disembuhkan atau diobati dengan obat apapun. The
American Assocoation on Mental Deficiency (AAMD) memberikan
justifikasi tentang anak tunagrahita dengan merujuk pada
kecerdasan secara umum di bawah rata-rata. Dengan kecerdasan
yang sedemikian rendah menyebabkan anak tunagrahita mengalami
kesulitan dalam penyesuaian sosial pada setiap fase
perkembangannya (Hallahan dan Kauffman dalam Abdullah).

221
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

Berdasarkan kapabilitas kemampuan yang bisa dirujuk


sebagai dasar pengembangan potensi, anak tunagrahita dapat
diklasifikasikan menjadi (a) anak tunagrahita memiliki kemampuan
untuk dididik dengan rentang IQ 50-75, (b) anak tunagrahita
memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ 25- 50, (c)
anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dirawatdengan
rentang IQ 25- ke bawah (Hallhan &Kaufman,1991).
3. Kelainan Perilaku Sosial
Kelainan perilaku atau tunalaras sosial adalah mereka yang
mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan,
tata-tertib, norma sosial, dan lain-lain. Manifestasidari mereka yang
dikategorikan dalam kelainanperilaku sosial ini, misalnya
kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingku-
ngan,pelanggaran hukum/norma maupun kesopanan (Amin &
Dwidjosumarto, 1979).Mackie (1957) mengemukakan, bahwa anak
yang termasuk dalam kategori kelainan perilaku sosial adalah anak
yang mempunyai tingkah laku yang tidak sesuai dengan
adatkebiasaan yang berlaku di rumah, di sekolah, dandi masyarakat
lingkungannya (dalam Kirk,1970). Hal yang lebih penting dari itu
adalah akibat \tindakan atau perbuatan yang dilakukanmerugikan
diri sendiri maupun orang lain. Klasifikasi anak yang termasuk
dalam kategori mengalami kelainan perilaku sosial diantaranya anak
psychotic dan neurotic, anak dengan gangguan emosi dan anak nakal
(delinquent). Berdasarkan sumber terjadinya tindak kelainan
perilaku sosial secara penggolongan dibedakan menjadi: (1)
tunalarasemosi, yaitu penyimpangan perilaku sosial yang ekstrem
sebagai bentuk gangguan emosi, (2) tunalaras sosial, yaitu

222
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

penyimpangan perilaku sosial sebagai bentuk kelainan dalam


penyesuaian sosial karena bersifat fungsional. Pengklasifikasian
anak berkelainan sebagaimana yang dijelaskan di atas, jika dikaitkan
dengan kepentingan Pendidikan khususnya di Indonesia maka
bentuk kelainan diatas dapat disederhanakan sebagai berikut :
a) Bagian A adalah sebutan untuk kelompokanak tunanetra.
b) Bagian B adalah sebutan untuk kelompokanak tunarungu.
c) Bagian C adalah sebutan untuk kelompokanak tunagrahita.
d) Bagian D adalah sebutan untuk kelompokanak tunadaksa.
e) Bagian E adalah sebutan untuk kelompokanak tunalaras.
f) Bagian F adalah sebutan untuk kelompok anak dengan
kemampuan di atas rata-rata/superior.
g) Bagian G adalah sebutan untuk kelompokanak tunaganda
Namun kini ada lagi anak dengan kebutuhan khusus yang disebut
autis, dimana anak autism adalah anak yang memiliki masalah terutama
dalam sosial dan komunikasi sehingga membutuhkan layanan
Pendidikan khusus.
Hingga saat ini peneliti belum sepakat dengan apa yang menjadi
penyebab dari autism, mutase genetik dan unsur pada konsumsi makanan
menjadi kecurigaan utama terhadap terjadinya autisme.
A. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah
tersebut yang menjadi persoalan pokok dalam penelitian ini
adalah pengembangan model pembelajaran Contextual Teaching
Learning (CTL) bagi siswa tunarungu di SLBN 2 Centra PK –
PLK Kota Cimahi.. Maka dikemukakan rumusan permasalahan
penelitian melalui pertanyaan penelitian sebagai berikut,

223
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

bagaimanakah pengembangan model pembelajaran Contextual


Teaching Learning (CTL) bagi siswa tunarungu di SLBN 2 Centra
PK – PLK Kota Cimahi?
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menghasilkan gambaran dalam
pengembangan model pembelajaran bagi siswa tunarungu di
SLBN 2 Centra PK – PLK Kota Cimahi. Secara khusus, tujuan
yang hendak dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Mengetahui gambaran program Contextual Teaching
Learning (CTL) bagi siswa tunarungu di SLBN 2 Centra PK
– PLK Kota Cimahi.
2. Mengetahui dampak dari program Contextual Teaching
Learning (CTL) bagi siswa tunarungu di SLBN 2 Centra PK
– PLK Kota Cimahi.

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan wawancara bertanya
langsung kepada responden dan observasi untuk mendapatkan informasi
dengan. Subyek penelitian ini adalah siswa tunarungu SLBN 2 Centra
PK – PLK Kota Cimahi yang mengalami hambatan pendengaran
Analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif . Teknik
analisis kualitatif dipakai untuk menganalisis hasil pengamatan
terhadap program Contextual Teaching Learning (CTL) kepada anak-
anak tunarungu.

224
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

PEMBAHASAN
Contextual Teaching Learning (CTL)
Menurut Blanchard yang mengutip dari US Departement of
Education the National School – to – Work Office yang kemudian
dikutip oleh al – Tabany (2015), “Pengajaran dan pembelajaran
kontekstual atau contextual teaching ang learning (CTL) merupakan
suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan konten mata pelajaran
dengan situasi dunia nyata, dan memotivasi siswa membuat hubungan
antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan mereka
sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga kerja”.
Sedangkan pengertian sistem Pengajaran dan Pembelajaran
Kontekstual menurut Syuaiffurahman (2013), ”Sistem CTL adalah
sebuah proses Pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat
makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam
keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan
budaya mereka. Untuk mencapai tujuan ini, sistem tersebut meliputi
delapan komponen berikut : membuat keterkaitan-keterkaitan yang
bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran
yang diatur sendiri, melakukan kerja sama, berpikir kritis dan kreatif,
membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar
yang tinggi, dan menggunakan penilaian autentik.”
Pembelajaran Kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai
dengan sajian atau tanya jawah lisan yang terkait dengan dunia nyata
kehidupan siswa sehingga manfaat dari materi yang disajikan akan
terasa, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi
kondusif – nyaman dan menyenangkan.

225
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

Prinsip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa


melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan
pengembangan kemampuan sosialisasi.
Pengajaran kontekstual adalah pengajaran yang memungkinkan
siswa TK hingga SMU untuk menguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam
berbagai jenis tatanan dalam sekolah dan luar sekolah agar dapat
memecahkan masalah-masalah dunia nyata atau masalah-masalah yang
disimulasikan.
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu
guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari, dengan melibatkan tujuh indikator pembelajaran kontekstual
yang membedakan model pembelajaran ini dengan model lainnya, yaitu
:
1. Pemodelan (Modelling)
Berkaitan dengan pemusatan perhatian, motivasi,
penyampaian kompetensi – tujuan, pengarahan - petunjuk, rambu –
rambu, contoh.
2. Bertanya (Questioning)
Berkaitan dengan eksplorasi, membimbing, menuntun,
mengarahkan, mengembangkan, evaluasi.
3. Masyarakat Belajar (Learning community)
Berkaitan dengan seluruh siswa partisipatif dalam belajar
kelompok atau individual, minds – on, hands – on, mencoba,
mengerjakan.

226
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

4. Inkuiri (Inquiry)
Berkaitan dengan Identifikasi, investigasi, hipotesis,
generalisasi, menemukan. Hal ini merupakan bagian inti dari
kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual bahwa pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil
mengingat seperangkat konsep materi, melainkan hasil dari
menemukan sendiri.
5. Konstruktivisme (Contructivism)
Berkaitan dengan membangun pemahaman sendiri,
mengkonstruksi konsep – aturan, analisis – sintesis)
6. Refleksi (Reflection)
Berkaitan dengan review, rangkuman dan tindak lanjut.
7. Penilaian Otentik (Authentic Assesmen)
Berkaitan dengan penilaian selama proses dan sesudah
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktivitas – usaha siswa,
penilaian portofolio, penilaian objektif dari berbagai aspek dengan
berbagai cara.
Dinyatakan dalam Depdiknas (2002), Pendekatan CTL dapat
diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas
yang bagaimanapun keadaannya.
Dalam pengajaran kontekstual memungkinkan terjadinya lima
bentuk belajar yang penting, yaitu mengaitkan (relating), mengalami
(experiencing), menerapkan (applying), bekerja sama (cooperating) dan
menstransfer (transferring).

227
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

Gambar 2. Kegiatan CTL ke Hutan Kota


Tabel di bawah ini menjelaskan secara singkat perbedaan
antara model CTL dan pembelajaran konvensional dilihat dari
konteks tertentu:
Model CTL Model Pembelajaran
Konvensional
1. Siswa ditempatkan sebagai subjek 1. Peserta didik ditempatkan sebagai
belajar, artinya siswa berperan aktif dalam objek belajar yang berperan sebagai
setiap proses pembelajaran. penerima informasi secara pasif.
2. Siswa belajar melalui kegiatan 2. Siswa lebih banyak belajar secara
kelompok, seperti kerja kelompok, individual dengan menerima,
berdiskusi, saling menerima dan mencatat, dan menghafal materi
memberi. perkuliahan.
3. Pembelajaran dikaitkan dengan 3. Pembelajaran bersifat teoretis dan
kehidupan nyata secara riil. abstrak.

4. Kemampuan siswa didasarkan atas 4. Kemampuan diperoleh melalui


pengalaman. latihan- latihan.

228
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

5. Tujuan akhir adalah 5. Tujuan akhir pembelajaran adalah


pembelajaran yang bermakna (kepuasan nilai atau angka.
diri)
6. Tindakan atau perilaku dibangun atas 6. Tindakan atau perilaku didasarkan
kesadaran diri sendiri, misalnya siswa tidak oleh faktor dari luar dirinya,
melakukan perilaku tertentu karena misalnya siswa tidak melakukan
menyadari bahwa perilaku itu merugikan sesuatu disebabkan takut hukuman
dan tidak bermanfaat. atau sekadar untuk memperoleh
angka atau nilai dari guru.
7. Pengalaman yang dimiliki setiap siswa 7. Dosen adalah penentu jalannya
berkembang sesuai dengan pengalaman proses pembelajaran.
yang dialaminya, bisa terjadi perbedaan
dalam memaknai hakikat pengetahuan
yang dimilikinya.
8. Proses pembelajaran bisa terjadi di mana 8. Proses pembelajaran hanya terjadi
saja dalam konteks dan setting yang di dalam kelas.
berbeda sesuai dengan kebutuhan.
9.Oleh karena tujuan yang ingin dicapai 9. Keberhasilanpembelajaran
adalah seluruh aspek perkembangan siswa, biasanya hanya diukur dari tes.
maka keberhasilan pembelajaran diukur
dengan berbagai cara, misalnya dengan
evaluasi proses, hasil karya siswa,
penampilan, hasil rekaman, observasi,
wawancara dan sebagainya.
Beberapa perbedaan pokok di atas, menggambarkan bahwa CTL
memang memiliki karakteristik tersendiri, baik dilihat dari asumsi
maupun proses pelaksanaan dan pengelolaannya.

229
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

Bagi peserta didik Tunarungu, program pembelajaran CTL akan


sangat membantu karena mereka memperoleh informasi dengan
mengandalkan kemampuan visual mereka sebanyak 80 %.
Pengembangan model CTL akan memberikan pengalaman
belajar yang dibutuhkan anak karena selain melihat, mereka dapat
merasakan dan mengalami langsung materi ajar.
Pembelajaran secara klasik dan bersandar pada text book
bukanlah pilihan yang tepat untuk anak-anak berkebutuhan khusus
terutama anak tunarungu, karena anak-anak tunarungu adalah anak yang
minim dalam perolehan Bahasa yang diakibatkan oleh hambatan
pendengaran yang mereka miliki.
Berikut ini adalah pengembangan model pembelajaran
Contextual Teaching Learning (CTL) yang telah diterapkan pada anak-
anak tunarungu di SLBN 2 Centra PKPL Kota Cimahi.
1. Mengunjungi Tempat-Tempat Umum
Anak-anak tunarungu terkadang merasa malu untuk pergi keluar
rumah terlebih apabila orangtua mereka pun jarang mengajak ke
tempat umum dikarenakan malu dengan kondisi anaknya, sehingga
informasi yang mereka dapatkan sangat minim. Untuk memperoleh
informasi dasar tentang hal-hal umum, sebaiknya anak tunarungu
dibawa keluar kelas untuk mendapat pengalaman langsung. Di
bawah ini adalah contoh tempat-tempat yang akan memberikan
banyak pengalaman belajar untuk anak-anak tunarungu :
i. Kantor Pos
Benda pos memang semakin tergusur dengan alat
komunikasi elektronik namun dalam mengajarkan menulis
kantor pos akan menjadi tempat yang baik untuk anak. Anak

230
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

belajar menulis di kartu pos, kartu hari raya dan surat kemudian
dikirim dengan terlebih dahulu membubuhkan perangko dan
dikirim ke alamat anak itu sendiri. Hal ini memberikan
pengalaman menulis yang sangat menyenangkan dan menantang
untuk anak, dibandingkan hanya latihan menulis dengan
menyalin dari papan tulis.
ii. Kantor Polisi, Rumah Sakit dan Sanggar Seni
Tempat-tempat seperti kantor polisi, rumah sakit dan
sanggar seni dapat dijadikan pilihan dalam pembelajaran
mengenalkan profesi pada anak. Anak dapat mengobservasi
berbagai profesi dan aktivitas yang dilaksanakan berdasarkan
profesi tertentu.
iii. Berbelanja ke Pasar Tradisional dan Pasar Modern
Tempat-tempat berbelanja adalah tempat yang baik untuk
mengenalkan secara langsung kepada anak-anak tunarungu
berbagai benda yang selama ini hanya dapat dilihat di buku atau
media video. Contohnya, jika selama ini peserta didik tunarungu
mengenal buah jeruk hanya terbatas pada buah kecil berbentuk
bulat berwarna kuning. Dengan mengunjungi pasar, peserta didik
akan memperoleh wawasan dan pengalaman baru bahwa jeruk
tidak selamanya berwarna kuning, ada yang hijau dan besarnya
bermacam- macam.
iv. Mengunjungi Event tertentu
Mengunjungi event tertentu seperti event olahraga dan
seni dapat memberikan pengalaman baru dan penguatan terhadap
informasi yang telah dimiliki anak sebelumnya.
v. Terminal Bis, Stasiun Kereta Api dan Pelabuhan Udara.

231
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

Sarana dan prasarana transportasi adalah tempat yang


baik untuk anak-anak tunarungu mendapatkan informasi
mengenai lingkungan.
vi. Tempat Ibadah
Tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak tunarungu
kesulitan dalam beribadah terutama dalam pelafalan doa
sehingga tidak sedikit orangtua yang kurang mendukung dalam
penglibatan ibadah di lingkungan rumah. Mengenalkan tempat
ibadah dan beribadah bersama dengan masyarakat umum dapat
memberikan penguatan karakter kepada anak-anak tuanrungu.
2. Mengundang Sumber Ajar
Tidak selamanya program Contextual Teaching Learning
(CTL) harus dilaksanakan di luar kelas. Untuk mengundang profesi
tertentu sebagai sumber ajar ke dalam kelas pun akan sangat
membantu peserta didik tunarungu memperoleh pengalaman belajar
baru
3. Magang
Program Magang adalah program yang sangat baik untuk
peserta didik tunarungu terutama belajar berkomunikasi, belajar
bersikap dan belajar tanggungjawab. Tidak perlu ditempat yang
asing, melaksanakan magang di kantin dan perpustakaan sekolah
akan sangat membantu para peserta didik tunarungu dalam
memperoleh informasi, menambah wawasan dan bersikap dalam
lingkungan masyarakat.
Anak tunarungu yang dapat beradaptasi dan bersosialisasi
dengan masyarakat umum akan sangat membantu dalam kehidupan
mandirinya di masa yang akan datang.

232
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

SIMPULAN
Peserta didik tunarungu memiliki hambatan terutama dalam
perolehan bahasa sehingga program Contextual Teaching Learning
(CTL) dapat menjadi model pembelajaran yang baik kepada peserta
didik tunarungu karena memberikan banyak pengalaman untuk
menambah dan menguatkan informasi yang mereka butuhkan.
SLBN 2 Centra PKPLK telah mengembangkan model
pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) dengan pelaksanaan
di luar dan di dalam kelas. Pelaksanaannya telah semakin beragam baik
melalui program di luar kelas, mengundang sumber ajar dan program
magang.

SARAN
Model pembelajaran Contextual Teaching Learning (CTL) yang
telah dikembangkan di SLBN 2 Centra PKPLK Kota Cimahi dapat
menjadi contoh bagi sekolah – sekolah lain yang menyelenggarakan
pendidikan khusus.
Namun tetap harus diperhatikan agar pelaksanaan pembelajaran
Contextual Teaching Learning (CTL) tidak menjadi model pembelajan
mutlak yang dilaksanakan di kelas dan tidak selalu harus dilaksanakan
di luar kelas karena hal ini akan mengakibatkan peserta didik dan orantua
peserta didik tunarungu beranggapan bahwa Contextual Teaching
Learning (CTL) sama dengan study tour atau jalan – jalan.

233
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Firly Ratna Fauzia, S. Pd NIM. 4103810318007

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Nandiya (2013), Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus,


Magistra, Jakarta
Arifin Daeng, (2010). Menuju Guru Profesional. Pustaka Al – Kasyaf.
Bandung
Gunawan, Imam (2017). Manajemen Pendidikan. Suatu Pengantar
Praktis. Alfabeta. Bandung
Syaifurahman (2013), Manajemen Dalam Pembelajaran. Indeks,
Jakarta

234
Pengembangan Model Pembelajaran Ctl Untuk Siswa Tunarungu
Gregorius Genius Waruw, S.S. NIM : 4103810318003

STRATEGIS MENGAJAR BERBASIS MIND MAPPING


UNTUK MENINGKATKAN IMAJINASI PESERTA DIDIK

Oleh :
Gregorius Genius Waruwu, S.S
NIM : 4103810318003

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Esensi sekolah adalah tempat mengstimulus, mengembangkan, dan
mengarahkan berbagai intelegensi peserta didik sehingga tumbuh
secara optimal. Mengoptimalkan pertumbuhan intelegensi peserta didik
tidak terbatas pada kualitas isi bahan ajar dan banyaknya bentuk
kegiatan yang telah rencanakan. Akan tetapi, strategis proses belajar
dan mengajar menjadi salah satu bagian terpenting untuk menentukan
keberhasilan peserta didik memahami isi bahan ajar, baik secara teoritis
dan tahap kemampuan memaknai teori. Oleh sebab itu, strategis
mengajar berbasis mind mapping merupakan salah satu alternatif yang
baik di zaman sekarang sebagai model pembelajaran, sebab
mengakomodasi berbagai dimensi, seperti kerja otak, realitas sosial
atau kehidupan, sistematika bahan ajar yang bersifat ilmiah,
mempermudah peserta didik mengikuti proses belajar, dan terutama
mengoptimalkan merangsa fungsi imajinasi.

Kata Kunci : Mind Mapping, Metode, Intelegensi, Imajinasi.

Pendahuluan
Pada suatu hari, saya membaca sebuah unggahan seseorang di
media instragram yang mengeluhkan tentang masalah biaya dan kualitas
pendidikan di Indonesia, yang berbunyi; “biaya pendidikan anak di
zaman sekarang sangat mahal hingga bisa mencapai puluhan juta. Akan

235
Strategis Mengajar Berbasis Mind Mapping Untuk Meningkatkan Imajinasi Peserta Didik
Gregorius Genius Waruw, S.S. NIM : 4103810318003

tetapi, pendidikan yang diperoleh siswa tidak sebanding dengan biaya


harus yang dikeluarkan. Lebih menyedihkan dan miris lagi, kita
menyaksikan bahwa siswa tidak mendapatkan pengetahuan apapun yang
berguna untuk masa depan mereka dari proses belajar hari itu atau
bahkan seluruh mata pelajaran selama satu semester, serta selama guru
bersangkutan yang mengajarkan. Sebab, guru cenderung mengejar target
untuk menyelesaikan menyampaikan seluruh bahan materi dan ia tidak
memperhatikan dan memiliki target untuk memastikan bahwa setiap
siswa memahami apa yang diajarkannya”.
Melalui kisah di atas, saya merefleksikan bahwa orang
bersangkutan menegasikan salah satu fakta masalah besar yang sudah
sekian lama menggorogoti eksistensi pendidikan di negeri ini, yakni
kelemahan kualitas guru atau banyaknya sumber daya manusia yang
bertugas sebagai pengajar di lembaga pendidikan formal belum
memenuhi standar kompetensi profesionalitas sebagai tenaga pendidik.
Apa penyebab tenaga pendidik di indonesia banyak yang belum
memenuhi standar kompetensi profesionalitas sebagai tenaga pendidik?
Apakah persoalannya berasal dari kelemahan universitas
mempersiapkan generasi tenaga pendidik? Atau motivasi guru menjadi
tenaga pendidik sebagai kegiatan bisnis untuk mencari nafkah sehingga
ia memikirkan dan bekerja berdasarkan ketuntasan target? Melalui
beberapa alternatif pertanyaan problem di atas hampir tergolong
penyebab masalah pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, salah satu
penyebab yang sering menjadi masalah di setiap lembaga pendidikan,
yakni kelemahan metode mengajar sehingga berdampak pada
pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan. Salah satu metode
mengajar yang sangat efektif dan efensien dalam proses kegiatan

236
Strategis Mengajar Berbasis Mind Mapping Untuk Meningkatkan Imajinasi Peserta Didik
Gregorius Genius Waruw, S.S. NIM : 4103810318003

mengajar dan belajar di zaman sekarang, yakni model mengajar berbasi


Mind Mapping. Sebab, sangat membantu tenaga pendidik menjadi
menyampaikan bahan ajar, bersifat kontekstual, melatih siswa berpikir
multiperspektif dan holistik, dan terlebih membangkitkan daya imajinasi
siswa.

Esensi Mind Mapping


Beberapa tokoh ilmuwan yang mencetuskan penggunaan belajar
berbasis mind mapping, yakni sebagai berikut:
Pertama, Leonardo Da Vinci adalah seorang seniman dari Italia.
Bagi Leonardo Da Vinci bahwa cara menangkap pikiran yang utuh harus
lewat sebuah bahasa sederhana, yakni berupa gambar, diagram, simbol,
atau ilustrasi, sebab alat utama pemikiran bahasa yang kreaktif adalah
bahasa gambar dan sejenisnya. Sedangkan, kata-kata terdapat pada level
kedua, yakni sebagai label, yang menunjukkan dan menjelaskan pikiran
atas penemuan pemikiran kreaktif.
Kedua, Galileo Galilei adalah salah satu tokoh penggagas
pemikiran mind mapping, yakni Galileo ditengah perkembangan ilmu
lewat pendekatan verbal dan matematika lebih memilih
mengaktualisasikan pikiranya secara kasamata dengan menggunakan
ilustrasi diagram.
Ketiga, Albert Einstein adalah dikenal sebagai tokoh fisikawan
penemu teori fisika relatifisme, dan dimana ia sangat anti berpikir linier,
numerik, dan verbal, tetapi berpikir secara diagramatis dan skematis,
simbolis atau mind mapping. Bagi Albert Einstein bahwa simbol
merupakan kehidupan manusia yang penuh dengan imajinasi. Dengan
demikian mind map adalah sistem penyimpanan, penarikan data, dan

237
Strategis Mengajar Berbasis Mind Mapping Untuk Meningkatkan Imajinasi Peserta Didik
Gregorius Genius Waruw, S.S. NIM : 4103810318003

akses luar biasa untuk perpustakaan raksasa, yang sebenarnya ada dalam
otak anda yang menakjubkan. Einstein mengatakan bahwa mungkin
anda berpikir bahwa semakin banyak informasi yang anda masukkan ke
dalam kepala, akan semakin sesak kepala anda, dan akan semakin sulit
menarik kembali suatu informasi. Mind map menjungkirbalikkan
pemikiran seperti itu!

Mind Maps dan Imajinasi


Pada dasarnya, mind map berikhtiar menempatkan dan mewakili
ide terpenting dalam kesadaran manusia. Dalam bukunya The Ultimate
book of mind maps, Tony Buzan mengatakan bahwa mind map dapat di
ilustrasikan dengan sebuah metafor penataan kota.1 Bagi Tony Buzan
mengatakan bahwa kita dapat membandingkan mind maps dengan kota,
sebab pusat mind maps mirip dengan kota. Pusat mind maps mewakili
ide terpenting. Jalan-jalan utama yang menyebar dari pusat mewakili
pikiran-pikiran utama dalam proses pemikiran kita, jalan sekunder
mewakili pemikiran sekunder, gambar-gambar atau bentuk-bentuk
khusus dapat mewakili area-area yang menarik atau ide-ide yang
menarik tertentu.2
Oleh sebab itu, mind maps berperan sebagai strategi menyaring,
menempatkan, dan mengerluarkan informasi dalam sebuah proses kerja
otak. Istilah lainya, yakni strategis pikiran untuk memetakan pikiran atau
gagasan. Pada hakekatnya, mind map memiliki penekanan pada dimens
“kreaktifitas” dan “efektifitas” serta bergerak pada ranah “makna” dan
“fungsional”. Oleh sebab itu, mind map melemparkan cara berpikir

1
Tony Buzan, Buku Pintar Mind Map. Jakarta; PT. Gramedia. 2008., hlm. 04.
2
Ibid., hlm. 04.

238
Strategis Mengajar Berbasis Mind Mapping Untuk Meningkatkan Imajinasi Peserta Didik
Gregorius Genius Waruw, S.S. NIM : 4103810318003

rasional dan sistematis lebih jauh ke depan dengan bantuan imajinasi dan
intuisi. Maka, dibawah ini beberapa fungsi dari kekuatan mind mapping,
yaitu merencanakan, berkomunikasi, menjadi, kreaktif, menghemat
waktu, menyelesaikan masalah, memuaskan perhatian, menyusun dan,
menjelaskan pikiran-pikiran, mengingat dengan lebih baik, melajar lebih
cepat dan efesien, melihat “gambar keseluruhan”

Kesimpulan
Mind Mapping atau Pemetaan Pikiran adalah suatu metode untuk
memaksimalkan potensi pikiran manusia dengan menggunakan otak
kanan dan otak kiri secara simultan. Metode ini pertama kali dikenalkan
pada tahun 1974 oleh Tony Buzan yaitu seorang ahli pengembangan
potensi manusia dari Inggris.
Mind Mapping dapat pula diartikan sebagai proses memetakan
pikiran untuk menghubungkan konsep permasalahan tertentu dari
cabang sel saraf membentuk kolerasi konsep menuju suatu pemahaman
dan hasilnya dituangkan langsung di atas kertas dengan animasi yang
disukai dan mudah dimengerti oleh pembuatnya. Sehingga, tulisan yang
dihasilkan merupakan gambaran langsung cara kerja koneksi di dalam
otak.

239
Strategis Mengajar Berbasis Mind Mapping Untuk Meningkatkan Imajinasi Peserta Didik
Gregorius Genius Waruw, S.S. NIM : 4103810318003

Daftar Pustaka
Buzan, Tony (2008). Buku Pintar Mind Map. Jakarta: PT. Gramedia.
Suyatno. (2009). Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo:
Masmedia Buana Pustaka.

240
Strategis Mengajar Berbasis Mind Mapping Untuk Meningkatkan Imajinasi Peserta Didik
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

PENERAPAN METODE TAHFIDZ

Ida Rosidah, S.Sos.


NIM : 4103810318019

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

1. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kalam Allah swt yang diturunkan ke hati
Nabi Muhammad SAW dengan perantara wahyu Jibril A.S secara
berangsur angsur dalam bentuk ayat-ayat dan surat-surat selama fase
kerasulan (23tahun), dimulai dengan surah Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surah An-Nas,disampaikan secara mutawatir mutlak, sebagai
bukti kemukjizatan ataskebenaran risalah Islam.1
Al-Qur’an adalah kitab terbesar diantara Zabur, Taurat, dan
Injil. Iaturun sebagai mukjizat untuk mempertahankan eksistensi
Islam dan untukmenantang keangkuhan dan kesombongan orang-
orang kafir. Kemunculannya dalam kehidupan manusia adalah
sebagai sumber inspirasi tertinggi dalam menjalani kehidupan dunia.
Al-Qur’an bukanlah kalam manusia, malaikat, jinmaupun iblis,
melainkan kalam Allah. Ia muncul dalam posisi yang sangat
strategis, sebagai penyempurna dan mengungguli wahyu yang lebih
duluditurunkan kepada umat yahudi dan kristen. Ia diturunkan
kepada Nabi Muhammad sebagai salah satu mukjizat, akan diberi

1
Abdul Shabur Syahin, Saat Al-Qur’an Butuh Pembelaan, (Jakarta: Erlangga, 2006),
hal.
2

241
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

pahala bagi orang-orang yang membaca, memahami, merenungkan,


dan menafsirkannya.2
Pada masa Nabi Muhammad saw bangsa Arab sebagian besar
buta huruf. Mereka belum banyak mengenal kertas sebagai alat tulis
seperti zaman sekarang. Oleh karena itu setiap Nabi menerima
wahyu selalu dihafalkan, kemudian beliau sampaikan kepada para
sahabat dan diperintahkannya untuk menghafalkan dan menuliskan
di batu-batu, pelepah kurma, kulit-kulit binatang dan apa saja yang
bisa dipakai untuk menulisnya.3
Sebagai umat Islam, kita sangat beruntung karena hidup di
bawah naungan Al-Qur’an, karena dengan membacanya saja hati
bisa menjadi damai dan tentram. Tidak ada satupun bacaan seperti
Al-Qur’an, yang begitu sempurna baik redaksi, keindahan bahasa,
makna kandungan yang tersurat maupun tersirat.
Keistimewaan Al-Quran merupakan satu-satunya kitab suci
yang kemurniannya dijamin oleh Allah hingga akhir zaman dan tidak
akan mengalami perubahan, penambahan maupun pengurangan.
Tidak ada satu huruf pun yang bergeser atau berubah dari tempatnya,
serta tidak ada satu huruf atau kata yang mungkin dapat disisipkan
didalamnya.4 Mengenai hal ini, Allah berfirman:
Dan Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an)
sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat

2
A. Malik Madaniy & Muhammad Chirzin, Rahasia Al-Qur’an, (Jogjakarta: Darul
hikmah, 2012), hal. 27
3
Muhaimin Zen, Tata Cara/Problematika Menghafal Al-Qur’an dan
PetunjukPetunjuknya, (Jakarta: PT Maha Grafindo, 1985), hal. 5-6
4
Nurul Qomariah dan Mohammad Irsyad, Metode Cepat & Mudah agar Anak Hafal
AlQur’an, (Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2016), hal. 13

242
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

mengubah-ubah kalimatkalimat-Nya dan Dialah yang Maha


Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al-An’am:115)
Al-Qur’an adalah menjadi satu-satunya kitab suci yang
dihafalkan oleh kebanyakan umat manusia di dunia ini, karena tidak
ada satupun kitab suci yang dihafalkan bagian surat, kalimat, huruf,
dan bahkan harakatnya seperti Al-Qur’an. Ia diingat didalam hati dan
pikiran para penghafalnya hingga akhir zaman. Hal ini dapat
dibuktikan bahwa Al-Qur’an adalah kitab yang terjaga dan dipelihara
oleh Allah SWT atas keaslian dan kesuciannya. Hal itu dapat
dibuktikan dalam Firman Allah
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan
sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (QS. Al-Hijr:9)5
Ayat ini merupakan jaminan dari Allah swt bahwa Dia akan
menjaga dan memelihara Al-Qur’an. Salah satu bentuk realisasinya
adalah Allah memberikan kemudahan kepada orang-orang yang
ingin menghafal AlQur’an. Hingga akhir zaman, Al-Qur’an akan
tetap eksis dan para penghafal Al-Qur’an pun akan semakin
bertambah dari waktu ke waktu. Semua itu tidak lepas dari kehendak
Allah dan para penghafal Al-Qur’an yang pada hakikatnya
merupakan pilihan Allah dalam memegang peranan sebagai penjaga
dan pemelihara kemurnian Al-Qur’an.6
Allah mempersiapkan manusia-manusia pilihan yang akan
menjadi penghafal Al-Qur’an dan penjaga kemurnian kalimat serta
bacaannya. Sehingga, jika ada musuh Islam yang berusaha

5
Al-Qur’an Al-Karim Watarjamutu Ma’aaniihi Ila Lughoti Al-Indunisiyah: Al-Qur’an
dan terjemahannya, (Medinah Munawwarah: Mujamma’ Al Malik Fadh Li Thiba’ At
Al MushHaf Asy-Syarif, 1418 H), hal. 1
6
Nurul Qomariah dan Mohammad Irsyad, Metode Cepat ..., hal. 14

243
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

mengubah atau mengganti satu kalimat atau satu kata saja, pasti akan
diketahui sebelum semua itu beredar secara luas di tengah
masyarakat Islam.7
Rasulullah saw sangat menganjurkan kepada seluruh
umatnya untuk menghafal Al-Qur’an karena disamping menjaga
kelestariannya, menghafal Al-Qur’an merupakan perbuatan yang
terpuji dan amal yang mulia baik dihadapan manusia, maupun
dihadapan Allah swt. Banyak keutamaan yang diperoleh para
penghafal Al-Qur’an, baik keutamaan di dunia maupun di akhirat
nanti.Hal ini diperjelas dalam hadis Nabi yang mengungkapkan
keutamaan dan keagungan orang yang belajar membaca dan
menghafal AlQur’an.Orang-orang yang mempelajari, membaca atau
menghafal Al-Qur’an merupakan orang-orang pilihan yang memang
ditunjuk oleh Allah untuk menerima warisan kitab suci Al-Qur’an.8
Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang
Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu diantara mereka ada
yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang
pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah
karunia yang amat besar. (Q.S. fathir: 32)
Adapun diantara keutamaan-keutamaan para penghafal Al-
Qur’an yaitu mendapatkan kedudukan yang tinggi di sisi Allah,
berpeluang besar untuk menjadi pemimpin, masuk ke dalam

7
Nur Faizin Muhith, Semua Bisa Hafal Al-Qur’an, (Banyuanyar Surakarta: Al-
Qudwah,
2013), hal. 13-14
8
Nurul Qomariah dan Mohammad Irsyad, Metode Cepat ..., hal. 1-2

244
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

golongan manusia yang tinggi derajatnya, dijadikan sebagai keluarga


Allah swt, akan mendapatkan syafaat, diberi ketenangan jiwa,
sebaik-baiknya insan, menjadi penolong bagi kedua orang tuanya,
orang tua penghafal Al-Qur’an akan diberi mahkota pada hari
kiamat.Selain itu, dalam shalat berjama’ah, yang diutamakan untuk
mengimami adalah orang yang banyak membaca Al-Qur’an.Bahkan
yang mati dalam perang, saat memasukkan dua atau tiga orang
kedalam kuburan, yang paling utama didahulukan adalah yang paling
banyak menghafal AlQur’an.Menghafal Al-Qur’an bukanlah hal
yang mustahil dan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Bagi
orang islam yang ingin melakukannya, Allah telah memberi jaminan
akan mudahnya Al-Qur’an untuk dihafalkan yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an dan hadist. Allah SWT berfirman:
Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk
peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?
(QS. Al-Qamar ayat 17).9
Ayat ini menjelaskan kemudahan dalam menghafalkan Al-
Qur’an. Hukumnya menghafalkan Al-Qur’an adalah fardhu kifayah
yang artinya jika dalam suatu masyarakat tidak ada seorang pun yang
hafal Al-Qur’an, maka berdosa semuanya tapi orang islam tidak
wajib menghafal Al-Qur’an, karena kewajiban ini sudah cukup
terwakili dengan adanya beberapa orang yang mampu
menghafalkannya.10

9
Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Pustaka Agung Harapan, 2006), hal. 769
10
Zawawie, P-M3 Al-Qur’an Pedoman Membaca..., hal. 71-72

245
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

Sejak Al-Qur’an diturunkan hingga saat ini banyak orang


yang menghafalkan Al-Qur’an.11 Dalam belajar menghafal Al-
Qur’an tidak bisa disangkal lagi bahwa metode mempunyai peranan
penting, sehingga bias membantu untuk menentukan keberhasilan
balajar Al-Qur’an.
Jadi salah satu upaya untuk menjaga kelestarian Al-Qur’an
adalah dengan menghafalkannya, karena memelihara kesucian
dengan menghafalkannya adalah pekerjaan yang terpuji dan amal
yang mulia, yang sangat dianjurkan Rasulullah.Dimana Rasulullah
sendiri dan para sahabat banyak yang hafal Al-Qur’an. Hingga
sekarang tradisi menghafal Al-Qur’an masih dilakukan oleh umat
islam di dunia ini.
Di Indonesia pada masa sekarang ini telah tumbuh subur
lembagalembaga Islam yang mendidik para peserta didik untuk
mampu menguasai ilmu Al-Qur’an secara mendalam, di samping itu
juga ada yang mendidik peserta didiknya untuk menjadi hafidz dan
hafidzah.
Sekolah merupakan bagian yang integral dari lembaga-
lembaga pendidikan di Indonesia, nilai-nilai agama di ajarkan bagi
kemajuan pembangunan bangsa dan negara. Sebagaimana tujuan
sekolah tersebut yaitu untuk membentuk kepribadian muslim,
kepribadian yang beriman dan bertakwa kapada Tuhan, berakhlak

11
Sahiron Syamsuddin, Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis,
(Yogyakarta:
TH-Press, 2007), hal. 23

246
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

mulia, bermanfaat bagi masyarakat dengan jalan mengabdi pada


masyarakat.12
Maka sekolah sebagai suatu wadah dan tempat pembinaan
mental spiritual, sadar sepenuhnya akan kewajiban dan tanggung
jawabnya sebagai salah satu lembaga pendidikan yang akan mengisi
pembangunan ini. Di bangunnya sekolah baru baik dari masyarakat
maupun pemerintah, terutama khusus yang menghafal Al-Qur’an
memungkinkan untuk memberi kesempatan yang luas kepada anak-
anak dan remaja yang lain untuk belajar menghafal Al-Qur’an.
Untuk mencapai tujuan di butuhkan suatu strategi dan cara
yang pantas dan cocok, sehingga tercapai tujuan yang diinginkan.
Demikian pula dengan pelaksanaan menghafal Al-Qur’an,
memerlukan suatu metode dan teknik yang dapat memudahkan
usaha-usaha tersebut, sehingga dapat berhasil dengan baik.Oleh
karena itu, metode merupakan salah satu faktor yang turut
menentukan keberhasilan dalam menghafal Al-Qur’an.
memiliki kemandirian individu, ibadah, sosial, faqih fiddin
dan berakhlak, mampu berbicara dalam bahasa arab dan inggris
secara sederhana, siap menjadi imam shalat di masjid. menghafal
Al-Qur’an atau Tahfidz Al- Dalam menghafal Al-Qur’an adalima
metode dan cara yang berbeda-beda antara lain metode Bin-Nazhar,
Tahfizh, Talaqqi, Takrir, dan Tasmi’.
Namun, metode apapun yang dipakai tidak akan terlepas dari
pembacaan berulang-ulang sampai dapat mengucapkannya tanpa
melihat mushaf sedikitpun.

12
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 3

247
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

2. PEMBAHASAN
Metode metenghafal adalah suatu aktivitas menanamkan materi di
dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksi (diingat) kembali
secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Menghafal merupakan
proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan yang
nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam
sadar. Menghafal juga dikatakan suatu proses mengingat, dimana
seluruh ayat - ayat Al-Qur’an yang sudah dihafal harus diingat kembali
secara sempurna tanpa melihat musḥaf Al-Qur’an. Memori ingatan
merupakan suatu yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena
hanya dengan ingatan itulah manusia mampu merefleksikan dirinya,
berkomunikasi dan menyatakan pikiran dan perasaan yang berkaitan
dengan pengalaman-pengalamannya.Ingatan juga berfungsi memproses
informasi yang kita terima pada setiap saat, meskipun sebagian besar
informasi yang masuk itu diabaikan saja, karena dianggap tidak begitu
penting atau tidak diperlukan dikemudian hari. Setelah melihat definisi
menghafal Al-Qur’an diatas dapat disimpulkan bahwa menghafal Al-
Qur’an adalah proses untuk memelihara, menjaga dan melestarikan
kemurnian Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasulullah diluar kepala
agar tidak terjadi perubahan dan pemalsuan serta dapat menjaga dari
kelupaan baik secara keseluruhan maupun sebagian.13
Menghafal Al-Qur’an adalah suatu proses mengingat di mana
seluruh materi ayat (rincian bagian-bagiannya seperti fonetik, waqaf, dan
lain-lain) harus diingat secara sempurna. Karena itu, seluruh proses
pengingatan terhadap ayat dan bagianbagiannya itu mulai dari proses

13
Sa’dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Quran,(Jakata: Gema Insani 2008), hal.45

248
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

awal hingga pengingatan kembali (recolling) harus tepat. Keliru dalam


memasukkan atau menyimpannya akan keliru pula dalam mengingatnya
kembali, atau bahkan sulit ditemukan dalam memori. Seorang ahli
psikolog ternama, Atkinson, menyatakan bahwa perbedaan dasar
mengenai ingatan. Pertama mengenai tiga tahapan, yaitu:
1) Encoding (memasukkan informasi ke dalam ingatan),
2) Storage (penyimpanan),
3) Retrieval (pengungkapan kembali).
Dalam hukum menghafal Al-Qur’anPara ulama sepakat bahwa
hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Apabila diantara
anggota masyarakat ada yang sudah melaksanakannya maka bebaslah
beban anggota masyarakat yang lainnya. Tetapi jika tidak ada sama
sekali, maka berdosalah semuannya. Prinsip fardu kifayah ini dimaksud
untuk menjaga dari pemalsuan, perubahan dan pergantian seperti yang
pernah terjadi pada kitab-kitab yang lainnya pada masa lalu.Imam As-
Suyuti dalam kitabnya, Al-Itqan mengatakan “ketahuilah, sesungguhnya
menghafal Al-Qur’an itu adalah fardu kifayah bagi umat.”14
A. Faedah menghafal Al-Qur’an
Menurut para ulama’ diantara faedah mengahfal Al-Qur’an adalah :
1) Jika disertai dengan amal saleh dan keikhlasan, maka ini merupakan
kemenangan dan kebahagiaan dunia akhirat.
2) Orang yang menghafal Al-Qur’an akan mendapat anugrah dari Allah
berupa ingatan yang tajam dan pemikiran yang cemerlang.
3) Menghafal Al-Qur’an merupakan bahtera ilmu, karena akan
mendorong seseorang yang hafal Al-Qur’an untuk berprestasi lebih

14
Sa’dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Quran,(Jakata: Gema Insani 2008), hal.19

249
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

daripada temantemannya yang tidak hafal Al-Qur’an sekalipun


umur, kecerdasan, dan ilmu mereka berdekatan.
4) Penghafal Al-Qur’an memiliki identitas yang baik, akhlak dan
perilaku yang baik.
5) Penghafal Al-Qur’an mempunyai kemampuan mengeluarkan fonetik
arab dan landasanyasecara tabi’I (alami), sehingga bisa fasih
berbicara dan ucapannya benar.
6) Jika penghafal Al-Qur’an mampu menguasai arti kalimat-kalimat di
dalam Al-Qur’an berarti ia telah banyak menguasai arti
kosakatabahasa arab, seakan-akan ia telah menghafal sebuah kamus
bahasa arab.
7) Dalam Al-Qur’an banyak sekali kata-kata bijak (hikmah) yang
sangat bermanfaat dalam kehidupan. Dengan menghafal seseorang
akan banyak menghafal kata-kata tersebut.
B. Metode tahfizh
Yaitu menghafal sedikit demi sedikit ayat-ayat Al-Qur’an yang
telah dibaca berulang-ulang secara bin-nazhar tersebut.Misalnya
menghafal satu baris, beberapa kalimat, atau sepotong ayat pendek
sampai tidak ada kesalahan.Setelah satu baris atau beberapa kalimat
tersebut sudah dapat dihafal dengan baik, lalu ditambah dengan
merangkai baris atau kalimat berikutnya sehingga sempurna.Kemudian
rangkaian ayat tersebut diulang kembali sampai benar-benar hafal.
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode
sangat diperlukan oleh guru. Dengan penggunaan yang berfariasi sesuai
tujuan yang ingin dicapai. Menguasai merupakan metode keniscayaan,
sebab seorang guru tidak akan dapat mengajar dengan baik apabila ia

250
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

tidak menguasai metode secara tepat. Perencanaan metode tahfidz dalam


pembelajaran Al-Qur’an Pelaksanaan metode tahfidz dalam
pembelajaran al-qur’an selalu di bimbing oleh guru Al-qur’an yang
sudah tahfidz, karena jika gurunya yang membimbing sudah tahfidz akan
teliti dalam menyimak hafalan siswa. Semua siswa wajib setor
hafalannya setiap hari kepada guru al-qur’an. Dan mereka tidak
diperbolehkan menghafal sendiri tanpa setor karena hal tersebut akan
menjerumuskan siswa apabila ada bacaan yang salah dan tidak ada
seorang guru yang mengoreksi.Hasil penelitian diatas sesuai dengan
teori menurut Muhaimin Zen dalam bukunya Tata cara atau
problematika menghafal al-qur’an dan petunjuk-petunjuknya yaitu,
Setiap santri atau murid yang menghafal Al-Qur’an wajib menyetorkan
hafalannya kepada guru, pengurus atau kyai. Hal ini bertujuan agar bisa
diketahui letak kesalahan ayat-ayat yang dihafalkan. Dengan
menyetorkan kepada seorang guru atau kiyai, maka kesalahan tersebut
dapat diperbaiki. Sesungguhnya, menyetorkan hafalan kepada guru atau
kyai yang tahfidz merupakan kaidah baku yang sudah ada sejak zaman
Rasulullah SAW.
Dan juga sesuai dengan teori menurut Syaikh Abdur Rahman bin
Abdul Kholik dalam bukunya Kaidah emas menghafalAl-Qur’an yaitu:
Penghafal Al-Qur’an tidak boleh mengandalkan hafalan dari dirinya
saja, namun ia harus mentasmi’kannya (menyetorkannya) kepada orang
lain yang mampu menyimak bacaannya dengan melihat mushaf, dan
lebih ideal lagi jika ditasmi’kan kepada orang yang sudah hafidz al-
ur’an, karena biasanya lebih teliti dan detail dalam meluruskan bacaan
yang salah satu terlupakan.Banyak diantara kita yang menghafalkan
suatu surat dengan salah satu tanpa ia sadari, walaupun ia sudah melihat

251
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

mushaf, karena pembacaan yang berulang-ulang terkadang menjadikan


pandangfan kurang teliti terhadap apa yang dilihat, sehingga jatuhnya ia
dalam kesalahan yang ia tidak ketahui. Dengan demikian penyetoran
hafalan berfungsi juga sebagai sarana untuk mendeteksi kesalahan dan
membantu berkonsentrasi dalam menghafalkan.Dan juga sesuai dengan
teori menurut Wiwi Alawiyah Wahid dalam bukunya cara cepat bisa
menghafal al-qur’an yakni: Dengan demikian, menghafal Al-Qur’an
kepada seorang guru atau kyai yang ahli dan faham mengenai Al-Qur’an
sangat diperlukan bagi sang calon penghafal supaya bisa menghafal Al-
Qur’an dengan baik dan benar. Berguru kepada ahlinya juga dilakukan
oleh Rasulullah SAW. Beliau berguru langsung kepadsa malaikatJibril
As, dan beliau mengulanginya pada waktu bulan Ramadhan sampai dua
kali khatam 30 juz.4
Dalam pelaksanaan metode tahfidz ini siswa diketati dalam
menghafalkan dan mereka dilatih untuk disiplin tepat waktu. Agar
mereka tidak malas dan kedisiplinan dapat selalu terpacu dalam diri
masing-masing siswa.
Banyak sekali faktor-faktor yang mendukung pelaksanaan tahfidz
pada pembelajaran al-qur’an ini, sepert: guru tahfidz yang selalu siap
membimbing siswa sampai khatam al-qur’an, lingkungan yang bersih
juga sangat mempengaruhi kenyamanan dan ketenangan dalam
menghafal Al-Qur’an, masjid tempat untuk sholat berjamaah bersama
dan serambi masjid yang luas, agar hafalan mereka tetapterjaga dan
bersemangat karena lingkungan yang mendukung umtuk terus
menghafalkan.
teori menurut Muhaimin Zen dalam bukunya Tata cara atau
problematika menghafal al-qur’an dan petunjuk-petunjuknya yaitu,

252
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

Sarana dan fasilitas pendidikan Untuk menunjang keberhasilan program


pendidikan ini perlu disediakan sarana seperti: gedung sekolah, masjid,
rumah pengaruh dan taman-taman juga menggunakan Al-Qur’an
terjemah perkata sehingga sangat memudahkan siswa dalam
menghafalkan Al-Qur’an, selain mereka hafal atay-ayat Al-Qur’an
mereka juga mengetahui makna dalam setiap kata dalam Al-Qur’an.
Selain Al-Qur’an terjemah perkata guru juga menyiapkan papan display
atau rangking gunanya agar siswa mengetahui sejauh mana hafalan
mereka yang sudah disetornya kepada gurunya, dan mereka juga
mengetahui setoran hafalan temannya. Jadi mereka akan merasa bersaing
dengan temannya.
Faktor yang mempengaruhi implementasi tahfidz lainnya yaitu kata-
kata motivasi yang disampaikan oleh guru al-quran, terkadang tidak
hanya disampaikan tetapi juga ditempelkan di dinding-dinding tempat
mereka hafalan Al-Qur’an.

3. SIMPULAN
Dalam pelaksanaan metode tahfidz ini siswa diketati dalam
menghafalkan dan mereka dilatih untuk disiplin tepat waktu. Agar
mereka tidak malas dan kedisiplinan dapat selalu terpacu dalam diri
masing-masing siswa.
Dalam hukum menghafal Al-Qur’an Para ulama sepakat bahwa
hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Apabila diantara
anggota masyarakat ada yang sudah melaksanakannya maka bebaslah
beban anggota masyarakat yang lainnya. Tetapi jika tidak ada sama
sekali, maka berdosalah semuannya

253
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

Al Qur’an turun sebagai mukjizat untuk mempertahankan eksistensi


Islam dan untukmenantang keangkuhan dan kesombongan orang-orang
kafir. Kemunculannya dalam kehidupan manusia adalah sebagai sumber
inspirasi tertinggi dalam menjalani kehidupan dunia. Al-Qur’an
bukanlah kalam manusia, malaikat, jinmaupun iblis, melainkan kalam
Allah. Ia muncul dalam posisi yang sangat strategis, sebagai
penyempurna dan mengungguli wahyu yang lebih duluditurunkan
kepada umat yahudi dan kristen. Ia diturunkan kepada Nabi Muhammad
sebagai salah satu mukjizat, akan diberi pahala bagi orang-orang yang
membaca, memahami, merenungkan, dan menafsirkannya

254
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Shabur Syahin, Saat Al-Qur’an Butuh Pembelaan, (Jakarta:


Erlangga, 2006),
A. Malik Madaniy & Muhammad Chirzin, Rahasia Al-Qur’an,
(Jogjakarta: Darul hikmah, 2012),
Muhaimin Zen, Tata Cara/Problematika Menghafal Al-Qur’an dan
PetunjukPetunjuknya, (Jakarta: PT Maha Grafindo, 1985),
Nurul Qomariah dan Mohammad Irsyad, Metode Cepat & Mudah agar
Anak Hafal AlQur’an, (Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2016),
Al-Qur’an Al-Karim Watarjamutu Ma’aaniihi Ila Lughoti Al-
Indunisiyah: Al-Qur’an dan terjemahannya, (Medinah
Munawwarah: Mujamma’ Al Malik Fadh Li Thiba’ At Al
MushHaf Asy-Syarif, 1418 H),
Nur Faizin Muhith, Semua Bisa Hafal Al-Qur’an, (Banyuanyar
Surakarta: Al-Qudwah,2013),
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
DemokratisasiInstitusi, (Jakarta: Erlangga, 2002),
Sa’dullah, 9 Cara Praktis Menghafal Al-Quran,(Jakata: Gema Insani
2008),
Najib Kusnanto, Modul Hikmah Membina Kreatif dan Prestasi Qur’an
Hadits,(Surabaya: Akik Pustaka, 2008),
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
(Jakarta: Pt. Gramedia Pustaka Utama, 2008),
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006),
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Jakarta: PT Raja
GrafindoPersada,2001),
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
1Muhaimin Zen, Tata Cara / Problematika Menghafal Al-Qur’an dan
Petunjuk-petunjuknya, (Jakjarta: Pustaka Al-Husna, 1985),
hal. 252114

255
Penerapan Metode Tahfidz
Ida Rosidah, S.Sos. NIM : 4103810318019

3 Syaikh Abdur Rahman bin Abdul Kholik, Kaidah Emas Menghafal Al-
Qur’an, (Jakarta: Asy Syaamil Press & Grafika, 2000), hal. 23-
24116
Wiwi Alawiyah Wahid, Cara Cepat Bisa Menghafal Al-Qur’an,
(Jogjakarta: Diva Press, 2012), hal. 79-80117

256
Penerapan Metode Tahfidz
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

PENTINGNYA MENANAMKAN SENI BUDAYA SEJAK DINI


KEPADA PESERTA DIDIK

Oleh : Iim Imron Rosyadi S.Pd.


NIM : 4103810318016

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Jika diamati, seni budaya yang salahsatu unsurnya adalah seni rupa
pada dasarnya merupakan sebuah konsep atau nama untuk salah satu
cabang seni yang bentuknya terdiri atas unsur-unsur rupa yaitu berupa
garis, bidang, bentuk, tekstur, ruang dan warna. Kemudian unsur-unsur
rupa tersebut tersusun menjadi satu dalam sebuah pola tertentu. Bentuk
karya seni rupa merupakan keseluruhan unsur-unsur rupa yang tersusun
dalam sebuah struktur atau komposisi yang bermakna. Lebih jauh dapat
dikatakan bahwa unsur-unsur rupa tersebut bukan sekedar kumpulan
atau akumulasi bagian-bagian yang tidak bermakna. Namun, dibuat
sesuai dengan prinsip tertentu. Makna bentuk karya seni rupa tidak
ditentukan oleh banyak atau sedikitnya unsur-unsur yang
membentuknya, tetapi dari sifat struktur itu sendiri. Dengan kata lain,
kualitas keseluruhan sebuah karya seni lebih penting dari jumlah
bagian-bagiannya. Fakta inilah yang membuat mengapa seni budaya
sebagai karya seni terasa begitu penting dibanding bagian-bagiannya.
Kata kunci : Seni budaya, menanamkan, dan peserta didik.

A. Pendahuluan
Dilihat dari unsur kata yang dimilikinya, seni merupakan suatu
karya yang dibuat atau diciptakan dengan kecakapan yang luar biasa
sehingga merupakan sesuatu yang elok atau indah. Saking tinggi dan
pentingnya kedudukan seni budaya, maka kebutuhan akan seni

257
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

budaya merupakan kebutuhan manusia yang lebih tinggi di antara


urutan kebutuhan lainnya. Sebab, seni budaya berkaitan langsung
dngan kesejahteraan, keindahan, kebijaksanaan, ketentraman, dan
pada puncaknya merupakan proses evolusi manusia untuk makin
dekat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian, seni budaya
akan berkembang apabila masyarakat makmur dan sejahtera.
Dilihat dari asal usul kata, seni berasal dari kata sani
(Sansakerta) yang berarti pemujaan, persembahan, dan pelayanan.
Kata tersebut berkaitan erat dengan upacara keagamaan yang disebut
kesenian. Menurut Padmapusphita, kata seni berasal dari Bahasa
Belanda genie, yang dalam Bahasa Latin disebut genius. Kata ini
memiliki arti kemampuan luar biasa yang dibawa sejak lahir.
Sedangkan kata bdaya berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai pikiran, akal budi atau adat-istiadat.
Sedangkan budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansakerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari
buddhi (budi/akal), diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi dan akal manusia. Budaya merupakan suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang yang
diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk
system agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian,
bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
oang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika
seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda

258
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaanya, membuktikan


bahwa budaya itu dipelajari.
Dalam bahasa inggris, kebudayaa disebut culture, yang berasal
dari kata latin colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga
kadang diterjemahkan sebaga ‘kultur’ dalam bahasa Indonesia.
Secara tata bahasa, pengertian kebudayaan diturunkan dari kata
budaya yang cenderung menunjuk pada pola pikir manusia.
Kebudayan sendiri diartikan sebagai segala hal yang berkaitan dengan
akal atau pikiran manusia, sehingga dapat menunjuk pada pola pikir,
perilaku serta karya fisik sekelompok manusia.
Dalam pengertian yang lebih luas, seni budaya merupakan
penjelmaan rasa seni yang sudah membudaya, yang termasuk dalam
aspek kebudayaan, sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam
rentang perjalanan sejarah peradaban manusia. Seni dapat berupa seni
tari, seni musik, seni teater, maupun seni rupa.
Seni dan budaya adalah dua hal yang saling berkaitan dan
sangat sulit untuk dipisahkan, karena di setiap seni pasti mengandung
kebudayaan yang khas begitu juga sebaliknya, pada setiap
kebudayaan pasti mengandung nilai seni yang indah dan tak ternilai
harganya. Sebagai bangsa yang besar dan tingkat kemajemukan yang
tinggi, bangsa Indonesia memiliki beraneka ragam budaya yang
semuanya tercakup dalam unsur Bhineka Tunggal Ika. Keragaman
budaya yang dimiliki Indonesia tersebut sekaligus juga merupakan
ciri khas dan asset bangsa yang sangat mahal nilainya. Walaupun
harus diakui pula, tidak sedikit jenis-jenis kebudayaan yang dimiliki

259
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

Indonesia ternyata sudah mulai memudar atau bahkan dilupakan oleh


generasi muda.
Di sisi lain banyak pula orang yang tidak peduli terhadap
keberadaan budaya, termasuk untuk memberikan apresiasi kepada
para pecinta seni dan budaya. Sebab itu tak jarang muncul kesan seni
dan budaya seperti dianaktirikan di negeri sendiri. Tak jarang muncul
kesan, seolah-olah keinginan untuk mengembangkan seni dan budaya
tidak ada dalam benak sang penerus bangsa.
Tentu saja ini menjadi pekerjaan rumah bagi semua anak
bangsa, utamanya para tenaga pendidik untuk mengkondisikan agar
peserta didik peduli dan mencintai seni serta budaya local mereka.
Jangan sampai seni an budaya Indonesia menjadi “barang asing” di
rumahnya sendiri.
Sejatinya tidak seharusnya kita melupakan seni budaya asli
Indonesia, dikarenakan perkembangan zaman dan pengaruh dari
budaya barat yang memang sangat berbeda jauh dengan akar budaya
yang tertanam sejak Indonesia merdeka. Harus disadari, jika para
pengolah seni bukan tidak mau mewariskan budaya-budaya yang
memang turun temurun dari leluhur pewaris budaya, tetapi bisa jadi
keinginan dari sang penerus yang memang sudah enggan. Sebab
mungkin saja mereka beranggapan, bahwa seni nenek moyangnya
yang ada di Indonesia, sudah tidak level lagi dengan pergaulan yang
hampir kebablasan akibat pengaruh perubahan zaman.
Padahal bila kita menengok ke masa yang lalu dimana ketika itu
kebudayaan Indonesia sangat dibanggakan dan dicintai serta apresiasi
oleh masyarakat dan penggerak seni. Kondisi itu seiring dan
berdampingan demi terlaksanannya pementasan budaya, sehingga

260
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

sangat membanggakan sekali. Sayangnya yang terjadi sekarang ini


justru sebaliknya, sangat jauh berbeda. Sebab ada kecenderungan
seni budaya asli Indonesia keberadaannya semakin terpojok dan
tertinggal.
Sesungguhnya, bangsa Indonesia sebagai negara yag beraneka
ragam budaya dengan makna Bhineka Tunggal Ika, yang sekaligus
merupakan ciri khas dan asset dari bangsa Indonesia, seharusnya
mampu menjaga seni budayanya yang memang sangat
beranekaragam. Apalagi semua itu mampu menjadi perekat sekaligus
asset yang tak ternilai harganya. Karenaya, menjadi sangat penting
bagaimana agar seni budaya diajarkan dan dikenalkan sejak dini
kepada anak didik di sekolah. Tujuannya, agar peserta didik tidak
melupakan seni budayanya sebagai jati diri bangsa yang harus tetap
terjaga dari waktu ke waktu.

B. Kajian Pustaka
Berdasarkan hasil kajian dari sejumlah referensi, pada
hakikatnya seni pada mulanya merupakan proses dari manusia, dan
oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Sekarang ini, seni bisa
dilihat dalam intisari ekspresi dari kreativitas manusia. Seni juga
dapat diartikan dengan sesuatu yang diciptakan manusia yang
mengandung unsur keindahan. Dengan kata lain, seni adalah suatu
cara dari diri kita sendiri untuk mengekspresikan sesuatu, yang
mungkin tidak dapat diungkapkan melalui kata-kata, tapi
diekspresikan dengan musik, lukisan, tarian, dan lain sebagainya
sesuai dengan ciri khasnya. Semua itu sangat tergantung dari mana

261
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

orang melihatnya. Namun yang jelas seni memiliki konotasi sesuatu


yang bernilai keindahan.
Berikut ini adalah pengertian kesenian menurut beberapa ahli.
Seperti yang diungkapkan Kottak. Menurutnya, seni sebagai kualitas,
hasil ekspresi, atau alam keindahan atau segala hal yang melebihi
keasliannya serta klasifikasi objek-subjek terhadap kriteria estetis.
Sedangkan J.J. Hogman mengatakan, kesenian merupakan
sesuatu yang mempunyai unsur gagasan (ideas), kegiatan (activities),
dan artefak (artifacts). Sementara menurut Kuntjaraningrat, kesenian
adalah suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, dan peratura dimana kompleks aktivitas dan tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat dan biasanya berwujud benda-benda
hasil manusia.
Pada bagian lain, Wiliam A. Haviland mengungkapkan,
kesenian merupakan keseluruhan system yang melibatkan proses
penggunaan imajinasi manusia secara kreatif didalam sebuah
kelompok masyarakat dengan kebudayaan tertentu.
Pendapat lainnya dikemukakan Irving Stone, bahwa kesenian
adalah kebutuhan pokok. Seperti roti atau anggur atau mantel hangat
di musim dingin. Mereka yang mengira kesenian adalah barang
mewah, pikirannya tidak utuh. Roh manusia menjadi lapar akan
kesenian seperti halnya perutnya keroncongan minta makan.
Dari berbagai pengertian tentag seni tersebut dapat dikatakan,
bahwa seni merupakan suatu karya yang dibuat atau diciptakan
dengan kecakapan yang luar biasa sehingga merupakan sesuatu yang
elok atau indah. Kebutuhan akan seni budaya merupakan kebutuhan
manusia yang lebih tinggi diantara urutan kebuthan lainnya. Seni

262
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

budaya berkaitan langsung dengan kesejahteraan, keindahan,


kebijaksanaan, ketentraman, dan pda puncaknya merupakan proses
evolusi manusia untuk makin dekat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sebab itu, seni budaya akan berkembang apabila masyarakat makmur
dan sejahtera.
Terkait kebudayaan, terdapat sejumlah pendapat ahli seperti
yang dikemukakan Melville Jean Herskovits (1895 – 1963) dan
Bronislaw Kasper Malinowski (1884 – 1942), bahwa segala Sesuatu
yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah
cultural-determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai
sesuatu yang turun temurun dari satu generasu k generasi yang lain,
yang kemudian disebut sebagai superorganic, itu berarti Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung
keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelekual dan artistic yang menjadi ciri khas
suatu masyarakat.
Sedangkan menurut Sir Edward Burnett Taylor (1832 – 1918),
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hokum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
seseorang sebagai anggota masyarakat. Sementara Kanjeng Pangeran
Haryo Priof. Dr. Selo Soemardjan dan Soelaiman Soehardi
mengemukakan, kebudayan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.

263
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

Ahli lainnya Jacobs dan B.J. Stern mengatakan, kebudayaan


mencakup keseluruhan yang meliputi betuk teknologi social,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya
merupakan warisan sosoial. Koentjaraningrat mengungkapkan,
bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan system gagasan,
tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Sedangkan K. Kupper menyebutkan, bahwa kebudayaan merupakan
system gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia
dlam bersikap dan berperilaku, baik secara incividu maupun
kelompok.
Sementara Wilian H. Haviland mengatakan, bahwa kebudayaan
adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh
para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para
anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan
dapat diterima oleh semua masyarakat. Terakhir, tokoh bapak
pendidikan nasional Ki Hajar Dewantara mengemukakan, bahwa
keudayaan berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang
merupakan bulti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat
tertib dan damai.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pegertian
mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi
system ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat

264
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda


yang diciptakan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-
pola perilaku, Bahasa, peralatan hidup, oranisasi social, religi, seni,
dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Adapun mengenai kajian definisi seni budaya dapat dilihat dari
beberapa pendapat ahli berikut ini. Seperti diungkapkan Harry
Sulastianto yang menyebutkan bahwa seni budaya merupakan suatu
keahlian mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika, termasuk
mewujudkan kemampuan serta imajinasi pandangan akan benda,
suasana, atau karya yang mampu menimbulkan rasa indah sehingga
menciptakan peradaban yang lebih maju.pendapat ahli lainnya
dikemukakan oleh Sartono Kartodirdjo yang mengemukakan, bahwa
seni budaya merupakan system yang koheren karena seni budaya
dapat menjalankan komunikasi efektif, antara lain dengan melalui
satu bagian saja dapat menunjukkan keseluruhannya.
Sedangka Ida Bagus Putu Perwita mengatakan, seni budaya
adalah penunjang sarana upacara adat. Sementara M. Thoyibi
mengungkapkan bahwa seni budaya merupakan penjelmaan rasa seni
yang sudah membudaya, yang termasuk dalam aspek kebudayaan,
sudah dapat dirasakan oleh orang banyak dalam rentang perjalanan
sejarah peradaban manusia.
Dilihat dari berbagai kajian yang sudah dipaparkan, tampak
sekali jika seni budaya merupakan suatu keahlian dalam
mengekspresikan ide, gagasan, suasana, dan pemikiran estetika serta
mewujudkan kemampuan dan imajinasi sehingga membuat orang lain

265
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

menyukainya. Sebab itu sangat dirasakan betapa pentingnya


menanamkan seni budaya sejak dini kepada para peserta didik di
sekolah, agar mereka mengtahui, merasakan dan menerapkan semua
itu dalam kehidupan sehari-hari, minimal selama para peserta didik
tersebut berada di lingkungan pendidikan.

C. Metodelogi Penelitian
Untuk menggambarkan betapa pentingnya menanamkan seni
budaya sejak dini kepada para peserta didik, penulis menggunakan
metodelogi dengan menerapkan metode deskriptif melalui
pendekatan kualitatif. Terus terang dalam hal ini, penulis bermaksud
mengungkapkan kenyataan yang ada di lapangan.
Terkait hal ini, Surachmad (2005:131) mengatakan, “Metode
deskriptif tertuju pada pemecahan masalah yang ada pada masa
sekarang”. Dalam konteks ini penulis bermaksud memecahkan
masalah yang kini tengah berlangsung, yaitu seperti apakah
pentingnya menanamkan seni budaya sejak dini kepada para peserta
didik di sekolah.
Penelitian ini mengambil lokasi di beberapa sekolah yang ada
di Kota Bandung utamanya di sekolah tempat penulis mengabdi.
Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti dalam menentukan sampel
penelitian dilakukan pada saat aktivitas penelitian sedang
berlangsung. Caranya yaitu dengan melihat seperti apakah
pentingnya menanamkan seni budaya sejak dini kepada di sekolah.
Sasaran dari penelitian ini sebenarnya adalah sekolah, siswa, dan
guru, yang termasuk dalam bagian penelitian dan menurut hemat

266
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

peneliti subjek tersebut dapat memberikan informasi maksimum


mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan fokus penelitian.
Penelitian ini menempuh tahapan-tahapan baku penelitian
kualitatif yaitu pengendalian data, display data, redukasi data dan
pengambilan kesimpulan yang dilakukan secara berulang. Tahap
pertama, berupa penelitian eksplorasi lapangan melalui pendekatan
naturalistic studi kasus; tahap kedua, memaparkan data secara
menyeluruh; tahap ketiga, menganalisis dan memilah-milah data
berdasarkan foks dan masalah penelitian (dalam hal ini data yang
tidak relevan dibuang, disimpan, atau dipindahkan ke masalah
lainnya); dan tahap keempat, pengambilan kesimpulan berdasarkan
focus dan masalah yang diteliti.
Dalam penelitian ini, untuk membantu peneliti melaksanakan
fungsinya sebagai instrument utama penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi,
wawancara, dan studi dokumentasi. Sebagai alat pengumpul data dan
informasi yang diperlukan, teknik tersebut diharapkan dapat
menghasilkan data dan informasi yang saling menunjang dan
melengkapi. Keberhasilan suatu penelitian naturalistic akan sangat
tergantung kepada ketelitian dan kelengkapan catatan yang disusun
melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
Sesuai dengan prinsip penelitian “kualitatif’, selama berada di
lapangan peneliti berusaha tidak menganggu suasana. Meskipun
pada mulanya kehadiran peneliti akan menjadi pusat perhatian, tetapi
karena penelitian ini dilakukan secara berulang-ulang, maka lama
kelamaan hal tersebut tidak akan dihiraukan lagi. Dengan demikian

267
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

peneliti bebas melakukan penelitian dalam keadaan wajar sesui


tujuan yang dirumuskan.

D. Analisis Penelitian
Harus dipahami, sesungguhnya, seni budaya merupakan suatu
kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide dan pemikiran estetika,
termasuk di dalamnya guna mewujudkan kemampuan serta imajinasi
pandangan akan benda, suasana, atau karya sehingga mampu
menimbulkan rasa indah. Itu artinya seni budaya mampu menciptakan
peradaban yang lebih maju. Hal ini sesuai pendapat yang
diungkapkan Harry Sulastianto yang menyebutkan, bahwa seni
budaya merupakan suatu keahlian mengekspresikan ide-ide dan
pemikiran estetika, termasuk mewujudkan kemampuan serta
imajinasi pandangan akan benda, suasana, atau karya yang mampu
menimbulkan rasa indah sehingga menciptakan peradaban yang lebih
maju.
Dilihat dari asal usul katanya, budaya berasal dari dua kata budi
yang berarti akal, pikira atau nalar, serta daya yang mengandung arti
usaha, upaya, atau ikhtiar. Dengan demikian kebudayaan bermakna
segala akal pikiran dalam berupaya atau berusaha untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Sedangkan seni pada awalnya merupakan proses dari manusia,
dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Sekarang ini, seni
bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni
sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-
masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang
menuntunnya atau kerjanya.

268
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

Seni dapat pula disebut sebagai proses dan produk dari memilih
medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan
suatu set niali-nilai yag menentukan apa yang pantas dikirimkan
dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik
kepercayaan, gagasab, sensai, atau perasaan dengan cara seefektif
mungkin untuk medium itu.
Perlu diketauhi dalam pelaksanaannya, seni memiliki beberapa
cabang meliputi :
1. Seni rupa
2. Seni tari/gerak
3. Seni suara/vocal/music
4. Seni sastra
5. Seni teater/drama
Adapun macam-macam seni rupa menurut fungsinya meliputi :
1. Seni rupa murni (fine art) yaitu seni rupa yang diciptakan
tanpa mempertimbangkan kegunannya atau seni bebas (free art),
misalnya seni lukis, seni patung, seni grafika, dll.
2. Seni rupa terapan /pakai (applied art).
Sedangkan untuk seni suara atau music meliputi :
1. Musik klasik
2. Musik jazz
3. Musik pop
4. Musik bosa
5. Musik rock
6. Musik tradisional, dll
Untuk seni tari atau gerak meliputi :
1. Tari klasik

269
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

2. Tari kreasi baru


3. Tari tradisinal
4. Tari modern, dll
Untuk seni sastra meliputi :
1. Puisi
2. Cerpen
3. Prosa
4. Pantun, dll
Sementara untuk seni teater atau drama meliputi :
1. Teater lama
2. Teater komedi
3. Teater baru
4. Sendratastik (seni drama dan music)
Perlu diketahui, selama ini kebudayaan yang ada di Indonesia
dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan lokal yang telah ada
sebelum terwujudnya Indonesia pada than 2945. Seluruh kebudayaan
local yang berasal dari kebdayaan beraneka ragam suku-suku di
Indonesia tersebut merupakan bagian integral daripada kebdayaan
Indonesia. Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun
pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar
lainnya seperti kebudayaan Tionghoa (dari Cina), kebudayaan India,
dan kebudayaan Arab.Kebudayaan India terutama masuk dari
penyebaran agama Hindu dan Budha di Nusantara jauh sebelum
Indonesia terbentuk. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama
Hindu dan Budha sempat mendominasi Nusantara pada abad ke-5
Masehi, yang diantaranya ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua
di Nusantara, Kutai, sampai pada penghujung abad ke-15 Masehi.

270
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

Kebudayaan Tionghoa masuk dan mempengaruhi kebudayaan


Indonesia karena interaksi prdagangan yang intensif antara pedagang-
pedagang Tionghoa dan Nusantara (Sriwijaya). Selain itu, banyak
pula yang masuk bersama perantau-perantau Tionghoa yang dating
dari daerah selatan Tiongkok dan menetap di Nusantara. Mereka
menetap dan menikahi penduduk lokal menghasilkan perpaduan
kebudayaan Tionghoa dan lokal yang unik. Kebudayaan seperti inilah
yang kemudian menjasi salah satu akar daripada kebudayaan lokal
modern di Indonesia semisal kebudayaan Jawa dan Betwai.
Sementara itu, kebudayaan Arab yang singgah di Nusantara dalam
perjalanan mereka menuju Tiongkok. Hingga saat ini pengaruh dari
tiga kebudayaan tersebut, sangat memberikan warna bagi
perkembangan seni dan budaya di Indonesia.
Dalam kurikulum2013, terdapat sejumlah mata pelajaran yang
salah satunya adalah mata pelajaran Pendidikan Seni Budaya dan
Prakarya. Uraian bahasanya, mata pelajaran seni budaya dan prakarya
ini terdiri dari bahan ajaran pendidikan seni rupa, seni music, seni tari,
seni teater, dan prakarya. Seni budaya dan prakarya adalah salah satu
bagian dari struktur dan muatan kurikulum 2013 pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Mata pelajaran seni budaya pada
dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya, karena
seni adalah salah satu dari berbagai unsur budaya.
Sementara itu, muatan seni budaya sebagaimana yang
diamanatkan dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
19 tahun 2015 tentang Standar Nasional Pendidikan tidak hanya
terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi
segala aspek kehidupan. Dalam mata pelajaran seni budaya, aspek

271
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

budaya tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni.


Karena itu, mata pelajaran seni budaya pada dasarnya merupakan
pendidikan seni yang berbasis budaya.
Pendidikan seni budaya dan keterampilan diberikan di sekolah
karena keunikan, kebermaknaan, dan kebermanfaatan terhadap
kebutuhan perkembangan peserta didik, yang terletak pada pemberia
pengalaman estetik dalam bentuk kegiatan berekspresi atau berkreasi
dan berapresiasi melalui pendekatan : “belajar dengan seni”, “belajar
melalui seni”, dan “belajar tentang seni”. Peran ini tidak dapat
diberikan oleh mata pelajaran lain. Karena itu harus disadari betapa
penting dan bermaknanya menanamkan seni budaya sejak dini kepada
para peserta didik di sekolah.

E. Kesimpulan
Pendidikan seni budaya memiliki sifat multilingual,
multidimensional, dan multicultural. Multilingual bermakna
pengembangan kemampuan mengkspresikan diri secara kreatif dngan
berbagai cara dan media seperti rupa, bunyi, gerak, peran, dan
berbagai perpaduannya. Multidimensional bermakna pengembangan
beragam kompetensi meliputi konsepsi (pengetahuan, pemahaman,
analisis, evaluasi, apresiasi, dan kreasi) dengan cara memadukan
secara harmonis unsur estetika, logika, kinestetika, dan etika.
Sedangkan sifat multicultural mengandung makna pendidikan
seni menumbuhkembangkan kesadaran dan kemampuan apresiasi
terhadap beragam budaya Nusantara dan mancanegara. Hal ini
merupakan wujud pembentukan sikap demokratis yang

272
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

memungkinkan seseorang hidup secara beradab serta toleran dalam


masyarakat dan budaya yang majemuk.
Tak berlebihan bila kemudian pendidikan seni budaya dan
keterampilan memiliki peranan dalam pembentukan pribadi peserta
didik yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan
perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan, yang terdiri
atas kecerdasan intrapersonal, interpersonal, visual spasial, musikal,
lingustik, logik matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas,
kecerdasan spiritual dan moral, dan kecerdasan emosional.
Bidang seni rupa, music, tari, dan teater memiliki kekhasan
tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam
pendidikan seni budaya, aktivitas berkesenian harus menampung
kekhasan tersebut yang tertuang dalam pemberian pengalaman
mengembangkan konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh
melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan teknik berkarya
dalam konteks budaya masyarakat yang beragam.
Sebab itu, seni budaya pada prinsipnya memang harus
ditanamkan sejak dini agar peserta didik di sekolah memiliki
kemampuan untuk memahami konsep dan pentingnya seni budaya,
menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya, menampilkan
kreativitas melalui seni budaya, serta menampilkan peran serta dalam
seni budaya dalam tingkat lokal, regional, maupun global.

273
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
Iim Imron Rosyadi, S.Pd. NIM : 4103810318016

DAFTAR PUSTAKA

A.A Sitompul. 1993. Manusia dan Budaya. Jakarta : Gunung Mulia.


Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian ; Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka
Depdiknas. 2003. Undang-Undang R.I Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Jakarta:Depdiknas
Dp. Maas. 1985. Materi Pokok UT Antropologi Budaya. Jakarta :
Universitas Terbuka.
………… 1991. Ensiklopedi Indonesia (Edisi Khusus) Jilid 4. Jakarta :
PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.

274
Pentingnya Menanamkan Seni Budaya Sejak Dini Kepada Peserta Didik
ALTERNATIF METODE PENGEMBANGAN KECERDASAN
EMOSI DAN SPIRITUAL ANAK

Iin Fitriyani,S.Pd
NIM : 4103810318014

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstract

Kecerdasan emosi dan kecerdasaran spritual pada anak perlu


dikembangkan sejak usia dini. Hal tersebut disebabkan oleh munculnya
berbagai permasalahan pada saat anak telah menginjak remaja atau aqil
baliqh ketika kecerdasan emosi dan spiritual anak tidak dikembangkan
dengan tepat. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan dalam
mengelola segala dorongan perasaan yang ada pada dirinya, sedangkan
kecerdasan spiritual adalah kemampua seorang individu untuk
mengembangkan diri secara utuh dengan menerapkan nilai-nilai positif
dalam memaknai dan menyelesaikan permasalahan kehidupan.
Permasalahan yang sering muncul ketika anak memasuki remaja antara
lain nongkrong dan bagadang tanpa tujuan yang jelas dan manfaat,
mengonsumsi narkoba, bunuh diri, bolos sekolah, seks bebas,
berperilaku impulsif, dan sebagainya. Permasalahan-permasalahan
tersebut tidak terlepas dari pengalaman emosi dan pengasuhan sejak usia
dini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
content analysis. Buku Ari Ginanjar yang berjudul “Rahasia Suskes
Membangkitkan ESQ Power” karya Ary Ginajar Agustian menjadi
sumber data utama penelitian ini. Melalui hasil analisis data ditemukan
bahwa tahapan pembangunan ESQ melalui metode ESQ Way 165 antara
lain: penjernihan emosi, pembangunan mental, ketangguhan pribadi,
ketangguhan sosial. Metode ESQ Way 165 direkomendasikan bagi para
orangtua dan guru sebagai alternatif dalam mengembangkan kecerdasan
emosi dan spiritual anak. Harapannya, dengan dikembangkannya
kecerdasan-kecerdasan tersebut sejak dini dapat membantu anak-anak
tumbuh menjadi manusia sempurna, yaitu sebagai pribadi yang mampu
memaknai permasalahan dan menyelesaikannya secara positif melalui
pengelolaan dorongan perasaan yang baik sesuai ajaran Islam. Dengan
demikian, mereka akan memiliki keterampilan dalam berpikir, memilih,

275
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
dan memutuskan segala sesuatu dengan tepat dan berdasarkan nilai-nilai
Ikhsan, Iman, dan Islam. Kecerdasan emosi dan kecerdasaran spritual
pada anak perlu dikembangkan sejak usia dini. Hal tersebut disebabkan
oleh munculnya berbagai permasalahan pada saat anak telah menginjak
remaja atau aqil baliqh ketika kecerdasan emosi dan spiritual anak tidak
dikembangkan dengan tepat. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan
dalam mengelola segala dorongan perasaan yang ada pada dirinya,
sedangkan kecerdasan spiritual adalah kemampua seorang individu
untuk mengembangkan diri secara utuh dengan menerapkan nilai-nilai
positif dalam memaknai dan menyelesaikan permasalahan kehidupan.
Permasalahan yang sering muncul ketika anak memasuki remaja antara
lain nongkrong dan bagadang tanpa tujuan yang jelas dan manfaat,
mengonsumsi narkoba, bunuh diri, bolos sekolah, seks bebas,
berperilaku impulsif, dan sebagainya. Permasalahan-permasalahan
tersebut tidak terlepas dari pengalaman emosi dan pengasuhan sejak usia
dini. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
content analysis. Buku Ari Ginanjar yang berjudul “Rahasia Suskes
Membangkitkan ESQ Power” karya Ary Ginajar Agustian menjadi
sumber data utama penelitian ini. Melalui hasil analisis data ditemukan
bahwa tahapan pembangunan ESQ melalui metode ESQ Way 165 antara
lain: penjernihan emosi, pembangunan mental, ketangguhan pribadi,
ketangguhan sosial. Metode ESQ Way 165 direkomendasikan bagi para
orangtua dan guru sebagai alternatif dalam mengembangkan kecerdasan
emosi dan spiritual anak. Harapannya, dengan dikembangkannya
kecerdasan-kecerdasan tersebut sejak dini dapat membantu anak-anak
tumbuh menjadi manusia sempurna, yaitu sebagai pribadi yang mampu
memaknai permasalahan dan menyelesaikannya secara positif melalui
pengelolaan dorongan perasaan yang baik sesuai ajaran Islam. Dengan
demikian, mereka akan memilik

276
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
PENDAHULUAN
Saat ini banyak fenomena yang muncul dari potret kenakalan
remaja. Dimulai dari permasalahan penyimpangan perilaku biasa hingga
mengarah pada perilaku kriminal.
Sebagaimana perilaku pembacokan yang telah dilakukan oleh 3
pelajar SMPN 4 Cikarang Barat akhir tahun 2017 yang lalu (Sindonews,
2017), sehingga tindakan mereka dapat dikategorikan pada perilaku
kriminal.
Perilaku kriminal lainnya oleh remaja di Jawa Tengah dan DI.
Yogyakarta yang belum tuntas adalah klithih (Liputan6.com, 2017).
Permasalahan berikutnya antara lain nongkrong dan bagadang
tanpa tujuan yang jelas dan manfaat, mengonsumsi narkoba, bunuh diri,
bolos sekolah, seks bebas, berperilaku impulsif, dan sebagainya.
Perilaku-perilaku kenakalan remaja tidak terlepas dari pengalaman
emosi serta pola pengasuhan mereka sejak usia kanak-kanak (Nindya &
Margaretha, 2012; Setyowati, 2013; Suryani, 2014).
Permasalahan-permasalahan tersebut, di samping harus
mendapatkan solusi bagi mereka yang telah berada pada usia remaja
tetapi juga perlu ada upaya pencegahan terjadinya kembali kenakalan-
kenalakan remaja di masa mendatang dimulai sejak usia dini. Upaya
pencegahan tersebut dapat dilakukan dimulai dengan mengembangkan
kecerdasan emosi dan kecerdasasan spiritual anak usia dini.
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan yang dimiliki seeorang
untuk mengendalikan dan mengelola segala dorongan perasaan dari
dalam dirinya. Emosi yang stabil menjadikan perilaku seseorang menjadi
baik, sehingga tujuannya dapat tercapai. Dalam memunculkan emosi

277
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
yang stabil tersebut, melalui beberapa proses dan tahapan. Tidak semata-
mata lahir dari dalam dirinya (Goleman, 2000).
Adapun macam-macam kecerdasan emosional meliputi,
mengidentifikasi perasaan, mengungkapkan perasaan, menilai intensitas
perasaan, mengelola perasaan, menunda pemuasan, mengendalikan
dorongan hati, mengurangi stres, dan mengontrol tindakan. Kecerdasan-
kecerdasan emosi tersebut dapat dipengaruhi oleh proses komunikasi
dan proses pengasuhan yang dialami oleh anak (Arfiani, 2014; Suryani,
2014).
Dengan demikian, kecerdasan emosi dapat dibangun dari sejak
usia kanak-anak. Kecerdasan spiritual adalah sesuatu yang memberikan
makna dan nilai dari apa yang telah dilakukan. Makna dan nilai diperoleh
berdasarkan keyakinan yang diimaninya. Biasanya untuk memiliki
keimanan tersebut bersumber dari doktrin keyakinan seseorang kepada
sesuatu yang dianggap benar dan menjadi pedoman hidupnya.
Kemampuan spiritual biasanya ditandai dengan kemampuan seseorang
dalam mengendalikan hawa nafsunya karena tidak sesuai dengan nilai-
nilai yang ada dalam keyakinannya.
Pendapat lain menyebutkan bahwa kecerdasan spiritual adalah
landasan dari setiap perbuatan dan tingkah laku seseorang berdasarkan
keimanan yang dimiliki. Dalam hal ini dikatakan bahwa seseorang harus
beriman kepada Allah, karena segala macam perbuatannya berdasarkan
karena Allah (Ginanjar, 2007). Pada prinsipnya, dengan dimilikinya
kecerdasan spiritual maka seorang individu akan senantiasa melakukan
tindakan dan pengambilan keputusan dalam hidupnya didasarkan pada
nilai-nilai yang diimaninya. Di lain pihak, kecerdasan spiritual seorang

278
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
siswa dan mahasiswa juga terbukti dapat mempengaruhi prestasi
belajarnya (Tikollah, Triyuwono, & Ludigdo, 2006; Trihandini, 2005).
Berbagai upaya dalam mengembangkan kecerdasan emosi telah
banyak dilakukan, misalnya seperti penerapan metode hypnoteaching di
Satuan PAUD yang diberikan untuk anak usia dini (Luthfiyani,
Herawati, & Rohayati, 2016; Rohmadheny, 2013). Mengembangkan
emosi juga dapat dilakukan melalui permainan dan keteladanan
(Hariastuti & Saman, 2007). Salah satu konsep lain yang dapat
diterapkan sebagai alternatif metode dalam mengembangkan
kecerdasaran emosi dan spiritual anak adalah melalui metode ESQ Way
165 suatu metode yang berdasar

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode
content analysis. Buku Ari Ginanjar yang berjudul “Rahasia Suskes
Membangkitkan ESQ Power” karya Ary Ginajar Agustian menjadi
sumber data primer penelitian ini, sedangkan sumber data sekundernya
adalah teori dan hasil penelitian lain sebagai data penunjang. Data yang
diperoleh melalui sumber primer diklasifikaskan sesuai tema yang
menjadi fokus penelitian untuk dilakukan analisis dan dikomparasi
dengan sumber data sekunder, kemudian diinterpretasikan dan diambil
kesimpulan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Konsep ESQ Way 165
Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan konsep yang
mendasari pemikiran Ary Ginanjar Agustian tentang Emotional

279
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
Spiritual Quotient (ESQ) adalah nilai-nilai ikhsan, rukun iman dan
rukun Islam. Di samping sebagai petunjuk ibadah bagi umat Islam,
pokok pikiran dalam ketiga nilai tersebut juga memberikan
bimbingan untuk mengenali dan memahami perasaan kita sendiri dan
perasaan orang lain, memotivasi diri, dan mengelola emosi dalam
berhubungan dengan orang lain. Suatu metode membangun emotional
quotient (EQ) yang didasari dengan hubungan antara manusia dengan
Tuhannya (spiritual quotient).
Meskipun kecerdasan emosi dan spiritual berbeda, tetapi
keduanya memiliki muatan yang sama-sama penting untuk dapat
bersinergi antara satu dengan yang lain. Penggabungan dari
kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual dinamakan emotional
spiritual quotient (ESQ). Sebuah penggabungan gagasan kedua energi
yang berguna untuk menyusun metode yang lebih dapat diandalkan
dalam menemukan pengetahuan yang benar dan hakiki. Ary Ginanjar
Agustian mendefinisikan Emotional Spiritual Quotient (ESQ) sebagai
sebuah kecerdasan yang meliputi emosi dan spiritual dengan konsep
universal yang mampu menghantarkan pada predikat memuaskan
bagi dirinya dan orang lain, serta dapat menghambat segala hal yang
kontradiktif terhadap kemajuan umat manusia.

B. Tahap Pembangunan ESQ dengan metode ESQ Way 165


Berdasarkan pendapat Ary Ginanjar Agustian, emotional
spiritual quotient (ESQ) adalah kecerdasan yang bertujuan untuk
membangun kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ)
secara terintegrasi dan berkesinambungan sesuai dengan ajaran Islam
atau yang lebih dikenal dengan The ESQ Way 165. Metode ESQ Way

280
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
165 menimbulkan kekuatan keimanan dari dalam diri dan hati
seseorang. Gambaran pemetaan dari nilai-nilai ihsan, rukun iman dan
rukun Islam.
Penjernihan Emosi (Zero Mind Proccess) adalah tahapan
pertama dalam pembangunan emotional spiritual quotient (ESQ).
Zero Mind Proccess yang sering dikenal dengan kejernihan hati,
mencoba mendefinisikan beberapa hal yang menjadi sumber
kehancuran manusia dengan tujuh belenggu yang terdapat dalam diri
manusia atau upaya untuk mengenali dan menghapus apa yang
menutupi potensi dalam hati, sehingga spiritual power akan muncul.
Dari sinilah awal kecerdasan spiritual mulai terbangun. Manusia di
sini memiliki nilai yang satu bersifat universal dan ihsan (indah).
Pembangunan mental (Mental Building) adalah tahapan kedua.
Pada tahapan ini, kecerdasan emosi dibangun melalui enam prinsip
yang didasarkan atas rukun iman, yaitu membangun prinsip bintang
sebagai pegangan hidup, memiliki prinsip malaikat sehingga dapat
dipercaya oleh orang lain, memiliki prinsip kepemimpinan,
menyadari pentingnya prinsip pembelajaran, mempunyai prinsip
masa depan, dan mempunyai prinsip keteraturan.
Ketangguhan Pribadi (Personal Strength) merupakan tahap
ketiga. Ketangguhan pribadi adalah ketika seseorang berada pada
posisi telah memiliki pegangan/prinsip hidup yang kokoh dan jelas.
Sehingga seseorang yang memiliki ketangguhan pribadi tidak akan
mudah terpengaruh oleh lingkungan yang terus berubah dengan cepat.
Ketangguhan Sosial (Social Strength) merupakan tahap
keempat. Ketangguhan sosial adalah penyikapan diri terhadap

281
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
lingkungan dan masyarakat sekitar. Sikap peduli terhadap sesama dan
peduli terhadap lingkungan alam sekitar.
C. Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak melalui
metode ESQ Way 165
Berdasarkan karakteristik anak usia dini dan sifat-sifat agama pada
anak diantaranya adalah Unreflectife, Egosentris, Anthropomorphis,
ritualis, imitatif, dan rasa heran (Komarudin, 2003). Maka penanaman
ESQ terhadap anak bisa diterapkan secara bertahap. Semua perilaku
yang dilakukan oleh anak berdasarkan sikap pembiasaan kesehariaanya.
Kemudian seiring dengan perilakunya, maka harus berlandaskan
keyakinan yang harus diimani, dalam hal ini adalah beriman kepada
Allah S.W.T. Ketangguhan pribadi atau Personal Strength dalam buku
Ary Ginanjar disebutkan langkah-langkah yang harus dilakukan, antara
lain: Mission Statement, Character Building, dan Self Controling.
Pada tahap mission statement, syahadat merupakan suatu
pembangunan kesadaran akan satu keyakinan. Syahadat akan
membangun sebuah keyakinan dalam berusaha dan menciptakan suatu
daya pendorong dalam upaya mencapai tujuan, serta akan
membangkitkan keberanian dan optimisme, sekaligus menciptakan
ketenangan batin dalam menjalankan misi hidup. Maka penerapan yang
dilakukan terhadap anak adalah mengajarkan kalimat syahadat kepada
anak dan melakukan sikap pembiasaan islami terhadap anak, sebagai
bentuk penanaman aqidah keyakinan anak kepada Allah. Banayak hal
yang mendorong sikap dan pembiasaan tersebut, diantaranya selalu
bersyahadat, mengucap sholawat, menyebutkan asmaul husna, dan
membaca alqur’an sebelum pembelajaran dimulai.

282
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
Berikutnya pada tahap Character Building, shalat menjadi suatu
metode relaksasi untuk menjaga kesadaran diri agar tetap memiliki cara
berpikir yang jernih. Sholat adalah sebuah metode yang dapat
meningkatkan kecerdasan emosi dan spiritual secara terus menerus.
Sholat adalah teknik pembentukan pengalaman yang membangun suatu
paradigma positif.
Nilai-nilai dalam shalat inilah yang akan menjadi jawaban dari
setiap masalah yang timbul dalam kehidupan. Shalat dapat ditanamkan
pada diri anak, namun dalam hal ini shalat dilakukan dengan pembiasaan
sehari-hari terhadap anak. Dengan melakukan pembiasaan shalat, maka
anak akan tau dan terbiasa tentang pelaksanaan shalat dan fungsi shalat.
Kemudian pada tahap Self Controling, senjata yang ampuh dalam
memelihara diri adalah puasa. Puasa adalah suatu metode pelatihan
untuk pengendalian diri. Puasa bertujuan untuk meraih suatu
kemerdekaan sejati, dan pembebasan dari belenggu yang tak terkendali.
Penanaman terhadap anak dapat dilakukan dengan cara peduli terhadap
sesama. Didalam pembelajaran berbasis lingkungan, anak dapat
mengamati perilaku sosial yang diamatinya. Dengan berpuasa, anak
dapat memahami arti kepedulian terhadap sesamanya, merasakan
penderitaan yang dialami oleh masyarakat yang tidak bisa makan secara
teratur, dan melatih diri untuk selalu berhemat.
Berpuasa dimaknai sebagai suatu upaya menahan diri, berlatih
untuk menahan diri terhadap sesuatu yang disukai atau diinginkan.
Menunda kesenangan sesaat untuk dapat menikmatinya di saat yang
lebih tepat. Langkah berpuasa ini bisa dilakukan dengan waktu yang
bertahap durasinya sesuai dengan kemampuan anak.

283
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
Berdasarkan langkah-langkah diatas dan melalui pembiasaan yang
telah dilakukan, maka secara bertahap dapat menanamkan nilai-nilai
keimanan terhadap Allah.
Semua kegiatan yang bersumber dari emosional anak, dapat
dilakukan secara tindakan yang positif seiring dengan kecerdasan
spiritual yang dimiliki.
Kegiatan tersebut harus dilakukan sebagai bentuk rutinitas
keseharian dan menjadikan implikasi terhadap kecerdasan emosional
yang lainya. Sehingga kontrol dari kecerdasan emosional tersebut
berdasarkan kecerdasan spiritual yang telah dimilikinya. Perilaku yang
dilakukan bukan semata-mata atas dasar pengetahuan dan pengalaman
saja. Akan tetapi semua perilaku berdasarkan nilai-nilai ketentuan dari
apa yang diyakini dan diimani. Oleh sebab itu ESQ harus ditanamkan
sejak dini sebagai bentuk penyeimbang didalam kehidupan.

SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan hasil temuan dalam penelitian ini,
diperoleh kesimpulan bahwa Ary Ginanjar Agustian memiliki perspektif
bahwa metode ESQ Way 165: (a) berdasarkan pada nilai-nilai Ikhsan,
Iman, dan Islam; (b) memiliki tahap penerapan berupa penjernihan
emosi, pembangunan mental, ketangguhan pribadi, dan ketangguhan
sosial, dan (c) memiliki tahap untuk pengembangan kecerdasan emosi
dan spiritual pada anak berupa: Mission Statement, Character Building,
dan Self Controling. Dengan demikian, metode ESQ Way 165 ini dapat
direkomendasikan bagi para orangtua dan guru sebagai alternatif dalam
mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual anak. Harapannya,
mereka akan memiliki keterampilan dalam berpikir, memilih, dan

284
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
memutuskan segala sesuatu dengan tepat dan berdasarkan nilai-nilai
Ikhsan, Iman, dan Islam.

285
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
DAFTAR PUSTAKA

Arfiani, Y. (2014). Peran Komunikasi Orangtua Anak, Kecerdasan


Emosi, Kecerdasan Spiritual, terhadap Perilaku Bullying (PhD
Thesis). Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ginanjar, A. (2007). Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual: ESQ. Jakarta: Arga.
Goleman, D. (2000). Kecerdasan emosional. Gramedia Pustaka Utama.
Hariastuti, R. T., & Saman, A. (2007). Mengembangkan Kecerdasan
Emosional Anak. Jurnal Pendidikan Dasar, 8(1).
Komarudin Hidaya. (2003). Mengembangkan Kecerdasan Spiritual
Anak, dalam Buletin PAUD. Jakarta: Direktorat
Luthfiyani, A. K., Herawati, N. I., & Rohayati, T. (2016). Pengaruh
Metode Hypnoteaching terhadap Kecerdasan Emosional Anak
Usia Dini. Jurnal PGPAUD Kampus Cibiru, 4(2).
Nindya, P. N., & Margaretha, R. (2012). Hubungan Antara Kekerasan
Emosional pada Anak terhadap Kecenderungan Kenakalan
Remaja. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental, 1(02), 1–
Rohmadheny, P. S. (2013). Pengaruh Penggunaan Metode
Hypnoteaching Terhadap Emotional Intellegence Anak Usia 3–4
Tahun di Kelompok Bermain Tunas Harapan Tulungagung. Jurnal
CARE (Children

286
Alternatif Metode Pengembangan Kecerdasan Emosi dan Spiritual Anak
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DALAM


MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

Oleh :
Kurnia Firdaus
NIM : 4103810318012

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRAK

Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan


usaha membantu siswa dalam mengembangkan kehidupan pribadi,
sosial, belajar serta perencanaan dan pengembangan karier. Tujuan
penelitian yaitu untuk mengetahui upaya meningkatkan motivasi belajar
dan mengetahui motivasi belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran
menggunakan konseling kelompok. Metode penelitian adalah Penelitian
Tindakan Bimbingan dan Konseling dengan teknik observasi,
wawancara, dan catatan lapangan. Subjek penelitian adalah kelas X
Smk Al-mamun Sumedang berjumlah 36 orang. Pengolahan data
dilakukan secara kuantitatif skala seratus. Hasil penelitian diperoleh
kesimpulan bahwa upaya meningkatkan motivasi belajar siswa
dilakukan melalui tahapan layanan bimbingan kelompok secara tepat.
Layanan bimbingan kelompok dimulai dengan tahap pembentukan,
kemudian tahap peralihan, tahap kegiatan, dan diakhiri dengan tahap
pengakhiran. Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa.

Kata kunci: konseling kelompok, pendekatan behavior, dan


permasalahan siswa.

287
Penerapan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

A. Pendahuluan
Tujuan pendidikan berdasarkan Undang-undang RI No. 20
Tahun 2003 yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Tujuan
pendidikan akan tercapai jika siswa berusaha mengoptimalkan dan
mengembangkan segala potensi yang dimiliki. Pada proses pendidikan
terjadi sebuah pembelajaran yang akan memberikan ilmu pengetahuan
bahkan sampai dengan merubah perilaku. Surya (2007:32) menjelaskan
bahwa pembelajaran ialah suatu proses yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya, dengan demikian sudah jelas bahwa
dengan mengikuti proses pembelajaran, anak akan mengalami
perubahan perilaku lebih baik dan terarah.
Siswa kelas X Smk Al-Mamun Tanjungkerta Sumedang pada
dasarnya setiap hari melakukan kegiatan yang mendukung terhadap
pencapaian prestasi yang diharapkan yakni mengikuti seluruh rangkaian
kegiatan pelajaran. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan di dalam kelas
dengan metode ceramah sehingga membuat mereka menjadi jenuh.
Siswa dalam kondisi lingkungan seperti apapun harus memiliki motivasi
yang baik dalam belajar agar prestasi belajarnya baik. Pada kenyataanya
di kelas X Smk Al-Mamun Tanjungkerta Sumedang, siswa belum
memiliki motivasi belajar yang tinggi. Hal itu dibuktikan siswa akan
belajar jika ada PR atau saat ujian.

288
Penerapan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

Apabila siswa memiliki kesiapan dan motivasi belajar yang


tinggi maka hasil belajarnya pun akan lebih baik. Cita-cita dan tujuan
hidup seseorang juga hanya bisa diraih jika memiliki motivasi yang kuat
dalam diri seseorang. Tanpa motivasi apapun, sulit sekali seseorang
dapat meraih apa yang dicita-citakan. Akan tetapi, tidak dapat
dipungkiri, tidak mudah bagi seseorang untuk dapat membangun
motivasi di dalam diri sendiri. Pada siswa X Smk Al-Mamun
Tanjungkerta, metode belajar yang diterapkan masih monoton hanya di
dalam kelas, siswa hanya duduk, diam dan mendengarkan apa yang
disampaikan oleh guru. Hal ini menjadikan siswa kurang adanya
pengetahuan/pembelajaran dari luar lingkungan sekolah. Menurut
paparan tersebut penulis berasumsi bahwa motivasi belajar pada siswa
kelas X Smk Al-Mamun Tanjungkerta masih perlu untuk ditingkatkan.
Melihat karakteristik siswa, maka akan lebih efektif apabila
diselesaikan dengan melakukan kegiatan bimbingan kelompok. Layanan
bimbingan kelompok diberikan dengan tujuan mengatasi persoalan
motivasi belajar pada siswa. Bimbingan kelompok adalah suatu metode
guru BK yang dilaksanakan dengan cara melakukan kegiatan belajar
dalm bentuk kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Bimbingan
kelompok merupakan cara yang banyak menguntungkan. Melalui
layanan bimbingan kelompok diharapkan dapat memotivasi siswa dalam
belajar yang tinggi.
Berdasarkan pengalaman sehari-hari, penerapan konseling
kelompok di kelas X Smk Al-Mamun Tanjungkerta sudah dilaksanakan
tetapi belum terprogram. Siswa mengikuti pembelajaran secara klasikal
dan guru menyajikan materi pelajaran. Oleh karena itu, dilakukan
penelitian dengan tujuan (1) mengetahui upaya meningkatkan motivasi
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok dan (2) mengetahui


peningkatan motivasi belajar siswa melalui layanan bimbingan
kelompok di kelas X Smk Al-Mamun Tanjungkerta .

B. Kajian Pustaka
1. Konseling Kelompok
Konseling merupakan istilah yang berasal dari bahasa Inggris
yaitu counseling yang dikaitkan dengan kata counsel, yang artinya
sebagai nasihat, anjuran, pembicaraan (Hastuti, 2006: 25). Akan tetapi
dalam pemahaman lebih mendasar konseling adalah hubungan tatap
muka yang bersifat rahasia penuh dengan sikap penerimaan dan
pemberian kesempatan dari konselor kepada klien, konselor
mempergunakan kemampuan dan keterampilannya untuk membantu
kliennya mengatasi masalah-masalahnya (Yusuf dan Nurikhsan, 2007:
15).
Konseling kelompok yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan
dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika
kelompok. Dinamika kelompok adalah suasana yang hidup, yang
berdenyut, yang bergerak, yang berkembang yang ditandai adanya
interaksi antar sesama anggota kelompok. Layanan konseling kelompok
merupakan layanan konseling yang diselenggarakan dalam suasana
kelompok.
Satu hal yang perlu mendapat perhatian khusus, ialah sifat isi
pembicaraan dalam konseling kelompok. Konseling kelompok
menghendaki agar para klien (para peserta) dapat mengungkapkan dan
mengemukakan keadaan diri masing-masing sepenuh-penuhnya dan
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

seterbuka mungkin. Dalam hal ini, asas kerahasiaan menjadi menonjol.


Masing-masing klien perlu mempercayai konselor dan rekan-rekan
mereka sesama anggota kelompok, bahwa kerahasiaan segenap apa yang
mereka kemukakan terjamin sepenuhnya.
Menurut Latipun (2005: 152) mengemukakan bahwa konseling
kelompok berfokus pada usaha membantu klien dalam melakukan
perubahan dengan menaruh perhatian pada perkembangan dan
penyesuaian sehari-hari; misalnya modifikasi tingkah laku,
pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau
membuat keputusan karier. Konseling kelompok merupakan salah satu
bentuk terapeutik yang berhubungan dengan pemberian bantuan berupa
pengalaman penyesuaian dan perkembangan individu.
Corey dan Yalom yang membagi tahapan tersebut menjadi enam
bagian yaitu: prakonseling, tahap permulaan, tahap transisi, tahap kerja,
tahap akhir dan pascakonseling. Berikut adalah uraiannya:
a. Prakonseling
Tahap prakonseling dianggap sebagai tahap persiapan
pembentukan kelompok. Adapun hal-hal mendasar yang dibahas pada
tahap ini adalah para klien yang telah diseleksi akan dimasukkan dalam
keanggotaan yang sama menurut pertimbangan homogenitas. Setelah itu,
konselor akan menawarkan program yang dapat dijalankan untuk
mencapai tujuan.

b. Tahap Permulaan
Tahap ini ditandai dengan dibentuknya struktur kelompok.
Adapun manfaat dari dibentuknya struktur kelompok ini adalah agar
anggota kelompok dapat memahami aturan yang ada dalam kelompok.
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

Aturan-aturan ini akan menuntut anggota kelompok untuk bertanggung


jawab pada tujuan dan proses kelompok. Konselor dapat kembali
menegaskan tujuan yang harus dicapai dalam konseling. Hal ini
dimaksudkan untuk menyadarkan klien pada makna kehadirannya
terlibat dalam kelompok.

c. Tahap Transisi
Hal umum yang sering kali muncul pada tahap ini adalah
terjadinya suasana keseimbangan dalam diri masing-masing anggota
kelompok. Konselor diharapkan dapat membuka permasalahan masing-
masing anggota sehingga masalah tersebut dapat bersama-sama
dirumuskan dan diketahui penyebabnya. Walaupun anggota kelompok
mulai terbuka satu sama lain, tetapi dapat pula terjadi kecemasan,
resistensi, konflik dan keengganan anggota kelompok membuka diri.
Oleh karena itu, konselor selaku pimpinan kelompok harus dapat
mengontrol dan menggarahkan anggotanya untuk merasa nyaman dan
menjadikan anggota kelompok sebagai keluarganya sendiri.

d. Tahap Kerja
Prayitno menyebut tahap ini sebagai tahap kegiatan. Tahap ini
dilakukan setelah permasalahan anggota kelompok diketahui
penyebabnya sehingga konselor dapat melakukan langkah selanjutnya
yaitu menyusun rencana tindakan. Pada tahap ini anggota kelompok
diharapkan telah dapat membuka dirinya lebih jauh dan menghilangkan
defesifnya, adanya perilaku modeling yang diperoleh dari mempelajari
tingkah laku baru serta belajar untuk bertanggung jawab pada tindakan
dan tingkah lakunya. Akan tetapi, pada tahap ini juga dapat saja terjadi
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

konfirmasi antaranggota dan transferensi. Peran konselor dalam hal ini


adalah berupaya menjaga keterlibatan dan kebersamaan anggota
kelompok secara aktif.

e. Tahap Akhir
Tahapan ini adalah tahapan dimana anggota kelompok
mulai mencoba perilaku baru yang telah mereka pelajari dan
dapatkan dari kelompok. Umpan balik adalah hal penting yang
sebaiknya dilakukan oleh masing-masing anggota kelompok. Hal
ini dilakukan untuk menilai dan memperbaiki perilaku kelompok
apabila belum sesuai. Oleh karena itu, tahap akhir ini dianggap
sebagai tahap melatih diri klien untuk melakukan perubahan.
Sehubungan dengan pengakhiran kegiatan, Prayitno mengatakan
bahwa kegiatan kelompok harus ditujukan pada pencapaian tujuan yang
ingin dicapai dalam kelompok. Kegiatan kelompok ini biasanya
diperoleh dari pengalaman sesama anggota. Apabila pada tahap ini
terdapat anggota yang memiliki masalah belum dapat terselesaikan pada
tahap ini masalah tersebut harus diselesaikan.

f. Pascakonseling
Jika proses konseling telah berakhir, sebaiknya konselor
menetapkan adanya evaluasi sebagai bentuk tindak lanjut dari konseling
kelompok. Evaluasi bahkan sangat diperlukan apabila terdapat hambatan
dan kendala yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan dan perubahan
perilaku anggota kelompok setelah proses konseling terakhir.
Konselor dapat menyusun rencana baru atau melakukan
perbaikan pada rencana yang telah dibuat sebelumnya. Atau dapat
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

melakukan perbaikan terhadap cara pelaksanaanya. Apapun hasil dari


proses konseling kelompok yang telah dilakukan seyogianya dapat
memberikan peningkatan pada seluruh anggota kelompok. Karena inilah
inti dari konseling kelompok yaitu mencapai tujuan bersama.

2. Motivasi Belajar Siswa


Menurut Djamarah (2002:114) motivasi adalah perubahan energi
di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif
(perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Senada dengan pendapat
tersebut, Dimyati dan Mudjiono (2006:80) memandang motivasi sebagai
dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku
manusia, termasuk perilaku belajar. Ada tiga komponen utama dalam
motivasi, yaitu (a) kebutuhan; (b) dorongan; (c) tujuan.
Dari pendapat di atas, terdapat tiga unsur yang saling terkait.
Pertama, motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.
Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perubahan-perubahan
tertentu di dalam sistem neuropisiologis alam organisme manusia,
misalnya karena perubahan dalam sistem pencernaan maka timbul motif
lapar. Kedua, motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan. Mula-mula
merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suatu emosi. Suasana
emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif. Perubahan ini mungkin
boleh terjadi dan mungkin juga tidak, kita hanya dapat melihatnya dalam
perbuatan. Ketiga, motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk
mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons-respons
yang tertuju ke arah suatu tujuan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan
perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan. Adapun


motivasi belajar menurut Yamin (2007:219) merupakan daya penggerak
psikis dari dalam diri seseorang untuk dapat melakukan kegiatan belajar
dan menambah keterampilan dan pengalaman. Motivasi mendorong dan
mengarah minat belajar untuk tercapai suatu tujuan. Indikator motivasi
belajar menurut Uno dalam Suprijono (2009: 163) dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.
(1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan,
(4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik
dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga
memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi
belajar merupakan daya penggerak, baik dari dalam maupun dari luar
diri seseorang untuk melakukan kegiatan belajar dalam memperoleh
pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Berdasarkan sumbernya, motivasi dapat dibedakan menjadi
motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik yaitu
dorongan yang muncul dari diri seseorang, sedangkan motivasi
ekstrinsik yaitu dorongan yang muncul dari luar diri seseorang. Dalam
hal ini aktivitas seseorang dalam melakukan suatu kegiatan sangat
ditentukan oleh motivasi, baik yang datang dari dalam dirinya maupun
dari luar dirinya. Hal itu ditegaskan oleh Djamarah (2002:118) bahwa
yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang
menjadi aktif atau berfungsi, tidak perlu dirangsang dari luar, karena
dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu,
sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Adapun motivasi yang


dijadikan unit analisis pada penelitian ini adalah motivasi ekstrinsik
yakni motivasi yang berasal dari luar diri siswa pada pada saat
pelaksanaan pembelajaran menulis karangan deskripsi.
Salah satu upaya meningkatkan motivasi belajar siswa yang
dapat dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran adalah melalui
kegiatan latihan. Inti dari kegiatan pembelajaran adalah aktivitas siswa
dalam belajar. Agar siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka guru
hendaknya mampu membelajarkan siswa. Sardiman (2010:77-78)
mengemukakan bahwa memberikan motivasi kepada seseorang siswa,
berarti menggerakkan siswa untuk melakukan sesuatu atau ingin
melakukan sesuatu. Pada tahap awalnya akan menyebabkan si subjek
belajar merasa ada kebutuhan dan ingin melakukan sesuatu kegiatan
belajar.

C. Metode Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan di kelas X Smk Al-Mamun
Tanjungkerta merupakan Penelitian Tindakan Bimbingan Konseling
(PTBK). Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X Smk Al-Mamun
Tanjungkerta berjumlah 36 orang, terdiri atas 15 laki-laki dan 21
perempuan. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
nontes dengan instrument berupa observasi. Observasi dilakukan
terhadap kegiatan belajar siswa dalam mengikuti pembelajaran dengan
tujuan mengetahui motivasi belajar siswa. Aspek yang diamati meliputi
(1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan,
(4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga


memungkinkan peserta didik dapat belajar dengan baik.
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah motivasi
belajar siswa melalui observasi. Teknik yang digunakan adalah analisis
kuantitatif dalam skala seratus. Data hasil observasi diolah dengan
prosedur sebagai berikut.
Tabel 1 Aspek, Indikator, dan Skor Penilaian Motivasi Belajar
No Aspek yang Diamati Indikator Skor
1 Adanya hasrat dan a. Tidak mengerjakan 3
keinginan berhasil pekerjaan lain
b. Tidak mengganggu teman
lain dan membuat gaduh
dalam kelas
c. Siswa terdorong untuk
bertanya pada guru
2 Adanya dorongan a. Siap dengan peralatan 3
dan kebutuhan belajarnya dan membuka
dalam belajar bukunya
b. Siswa menyimak materi
yang disajikan.
c. Siswa mencatat materi yang
disampaikan guru
3 Adanya harapan a. Siswa mengerjakan setiap 2
dan cita-cita masa tugas yang diperintahkan
depan guru
b. Siswa mengerjakan soal
individu dengan sungguh-
sungguh untuk mendapatkan
nilai maksimal
4 Adanya a. Siswa saling berebut 2
penghargaan dalam menjawab pertanyaan dari
belajar guru
b. Siswa secara individu
berperan dalam kelompok
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

No Aspek yang Diamati Indikator Skor


5 Adanya kegiatan a. Siswa terdorong untuk aktif 2
yang menarik dalam dalam kegiatan di kelas
belajar b. Siswa antusias dengan
kegiatan belajar yang
menyenangkan
6 Adanya lingkungan a. Siswa tidak tampak lesu 3
belajar yang b. Siswa tidak mengantuk
kondusif c. Siswa tidak bicara sendiri
saat pelajaran berlangsung
Jumlah Skor 15

1. Menentukan nilai dalam skala seratus dengan cara menjumlahkan


skor setiap siswa menggunakan rumus sebagai berikut.

Nilai = ∑
100

2. Menentukan nilai rata-rata motivasi belajar.



Nilai Rata-rata = ∑

3. Menentukan ketuntasan
a. Siswa dinyatakan tuntas jika mencapai atau malampaui Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan sebesar 70.
b. Penelitian dihentikan jika semua siswa mencapai KKM yang
ditentukan.
4. Mempersentasekan ketuntasan belajar dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.

Persentase Ketuntasan = ∑
100

5. Mendeskripsikan motivasi belajar dengan memperhatikan persentase


tingkat motivasi belajar melalui pengelompokkan data dengan
mencari interval setiap kelas. Rumus yang digunakan sebagai berikut.
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

Keterangan :
c : panjang interval kelas
Xn : nilai tertinggi
X1 : nilai terendah
k : banyak kelas, dalam penelitian ini sebanyak 3 kelas
(tinggi, sedang, dan rendah).

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Berdasarkan hasil penumpulan dan pengolahan data diketahui
bahwa motivasi belajar siswa sebagai berikut.
Tabel 2 Motivasi Belajar Siswa Siklus I, II, dan III
No Aspek yang Dinilai Siklus I Siklus II Siklus III
1 Adanya hasrat dan keinginan berhasil 59.26 74.07 73.74
2 Adanya dorongan dan kebutuhan 55.56 74.07 80.81
dalam belajar
3 Adanya harapan dan cita-cita masa 72.22 94.44 86.36
depan
4 Adanya penghargaan dalam belajar 73.61 88.89 89.39
5 Adanya kegiatan yang menarik dalam 80.56 83.33 92.42
belajar
6 Adanya lingkungan belajar yang 59.26 74.07 81.82
kondusif
Jumlah 400,47 488,87 504,55
Rata-rata 66,75 81,48 84,09

Hasil refleksi menunjukkan bahwa pada siklus I terdapat


kelebihan dan kelemahan. Kelebihan pembelajaran yaitu, siswa
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

antuasias mengikuti pembelajaran, tetapi belum terfokus kepada materi


yang dibahas. Tidak semua siswa aktif dalam kelompok untuk
membahas materi yang disajikan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka
dilanjutkan siklus II dengan metode yang sama yakni layanan bimbingan
kelompok, tetapi strategi dan media yang berbeda. Media yang
digunakan lebih bervariasi sehingga siswa lebih memberikan respon
yang lebih baik. Selain itu, pembentukan kelompok dilakukan
berdasarkan prestasi belajar pada siklus I sehingga anggota setiap
kelompok heterogen.
Siklus II terdapat kelebihan yakni siswa mempunyai keinginan
untuk mencapai hasil yang diharapkan, tetapi masih ada kelemahan
yakni masih malu-malu dalam menyampaikan penjelasan kepada teman.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka dilanjutkan siklus III dengan
menyajikan perencanaan yang lebih terfokus kepada kegiatan layanan
bimbingan kelompok dan memperbaiki kelemahan pembelajaran pada
siklus II. Hasilnya meningkat dari siklus II dan mencapai hasil yang
diharapkan yakni mencapai kriteria yang ditentukan sebesar 70. Pada
setiap aspek yang diamati sudah mencapai kriteria yang ditentukan
sehingga penelitian dianggap selesai.
Berdasarkan data peningkatan motivasi belajar siswa
sebagaimana dikemukakan di atas, maka layanan bimbingan kelompok
mempunyai peran yang sangat penting. Bimbingan kelompok
memberikan konstribusi positif terhadap motivasi belajar siswa sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Pentingnya layanan bimbingan
kelompok karena mempunyai tujuan seperti dikemukakan oleh Prayitno
(2005: 178) sebagai berikut.
a. Mampu berbicara di depan orang banyak
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

b. Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan dan


lain sebagainya kepada orang banyak
c. Belajar menghargai pendapat orang lain,
d. Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya.
e. Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi (gejolak kejiwaan
yang bersifat negatif).
f. Dapat bertenggang rasa
g. Menjadi akrab satu sama lainnya,
h. Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau
menjadi kepentingan bersama.
Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk
memungkinkan siswa secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan
dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk
kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar,
anggota keluarga dan masyarakat (Sukardi, 2008: 48). Layanan
bimbingan kelompok merupakan media pengembangan diri untuk dapat
berlatih berbicara, menanggapi, memberi menerima pendapat orang lain,
membina sikap dan perilaku yang normatif serta aspek-aspek positif
lainnya yang pada gilirannya individu dapat mengembangkan potensi
diri serta dapat meningkatkan perilaku komunikasi antarpribadi yang
dimiliki. Dengan demikian, layanan bimbingan kelompok yang
dilaksanakan dengan tahapan yang benar dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.

E. Simpulan
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

Berdasarkan hasil pembahasan masalah tentang peningkatan


motivasi belajar siswa melalui layanan bimbingan kelompok, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut.
1. Upaya meningkatkan motivasi belajar siswa dilakukan melalui
tahapan layanan bimbingan kelompok secara tepat. Layanan
bimbingan kelompok dimulai dengan tahap pembentukan, kemudian
tahap peralihan, tahap kegiatan, dan diakhiri dengan tahap
pengakhiran.
2. Pelaksanaan layanan bimbingan kelompok dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa. Motivasi tersebut tercermin pada aspek yang
meliputi adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya dorongan dan
kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan,
adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik
dalam belajar, dan adanya lingkungan belajar yang kondusif.
Sehubungan dengan kesimpulan tersebut, maka disajikan saran-
saran sebagai berikut.
a. Bagi siswa kelas X Smk Al-Mamun Tanjungkerta Sumedang
Disarankan agar selalu berlatih memotivasi belajarnya untuk dapat
menyelesikan tugas belajarnya dengan baik, yaitu dengan cara
bimbingan kelompok sehingga motivasi belajar yang rendah dapat
diatasi.
b. Bagi Guru
Para guru BK diharapkan dapat melaksanakan layanan bimbingan
kelompok yang telah berhasil diujicobakan. Agar tidak menimbulkan
rasa bosan pada diri siswa, maka yang perlu dilakukan adalah
membuat suasana belajar yang senyaman mungkin, sehingga siswa
tidak merasa tegang. Proses belajar tidak harus selalu dilakukan pada
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

kondisi yang formal, boleh sambil duduk dengan santai dan dilakukan
di luar ruangan.
c. Bagi Peneliti selanjutnya
1) Penyusunan skala motivasi belajar yang digunakan pada tiap
tindakan dibuat berbeda namun tetap mengacu pada indikator-
indikator yang telah dibuat.
2) Diharapkan dapat menggunakan layanan bimbingan kelompok
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga indikasi
rendahnya motivasi belajar siswa dapat terpecahkan
KurniaFirdaus NIM : 4103810318012

Daftar Pustaka
Dewa Ketut Sukardi. 2000. Pengantar Pelaksanaan Program
Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Geral Corey. 2003. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.


Bandung: Refika.

Handoyo, Autisme. 2003. Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Buana


Ilmu Populer

Latipun, 2005. Psikologi Konseling. Malang: Universitas


Muhammadiyah Malang.

Partanto, Pius A dan Al Barry, Dahlan. 1994. Kamus Ilmiah Populer.


Surabaya: Arkola

Singgih D. Gunarsa, 2010. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK


Gunung Musa

Surya, Mohamad. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani


Quraisy.

Yusuf, Syamsu dan Nurihsan, A. Juntika. 2007. Landasan Bimbingan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Hastuti, Sri. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi pendidikan.


Yogyakarta: Media Abadi.

304
Penerapan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

PENDIDIKAN KARAKTER DI PONDOK PESANTREN

Muhamad Baidhawi, S.Ag


Nim: 4103810318029

ADMINISTRASI PENDIIDKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRAK
Pendidikan karakter adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai
karakter peserta didik, yang mengandung komponen pengetahuan,
kesadaran individu, tekad serta kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Allah SWT, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan
kamil. Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang khas.
Kegiatannya terangkum dalam “Tri Dharma Pesantren” yaitu: 1)
Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt; 2) Pengembangan keilmuan
yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan
negara. Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang genuin
dan tertua di Indonesia. Eksistensinya sudah teruji oleh zaman, sehingga
sampai saat ini masih survive dengan berbagai macam dinamikanya.

Kata Kunci: Pendidikan Karakter, Pondok pesantren

PEMBAHASAN

Saat ini kita berada pada era global. Arus globalisasi –tentunya-
membawa dampak terhadap pembangunan karakter bangsa dan
masyarakatnya. Globalisasi memunculkan pergeseran nilai. Nilai lama
semakin meredup, yang digeser dengan nilai-nilai baru yang belum tentu
pas dengan nilai-nilai kehidupan di masyarakat.
Sudah tidak diragukan lagi bahwa pesantren memiliki kontribusi nyata
dalam pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis,

305
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

pesantren memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan


mengembangkan (karakter) masyarakat. Bahkan, pesantren mampu
meningkatkan perannya secara mandiri dengan menggali potensi yang
dimiliki masyarakat di sekelilingnya.
Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin “Charakter”,
yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti,
kepribadian atau akhlak.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendidikan karakter adalah
sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta didik
yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad,
serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik
terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.
Sedangkan, Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang khas.
Kegiatannya terangkum dalam “Tri Dharma Pesantren” yaitu: 1)
Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt; 2) Pengembangan keilmuan
yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan
negara. Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang genuin
dan tertua di Indonesia. Eksistensinya sudah teruji oleh zaman, sehingga
sampai saat ini masih survive dengan berbagai macam dinamikanya.
Alhasil, pesantren memiliki posisi strategis untuk turut mengawal
pengembangan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk
membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia dalam
praktik kehidupan dalam masyarakat. Dalam proses pendidikan,
internalisasi nilai-nilai budaya dan karakter merupakan salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya degradasi etika dan moral di kalangan remaja.

306
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

Perlu disadari bahwa kemajuan suatu bangsa akan tergantung


bagaimana karakter orang-orangnya, kemampuan inteligensinya,
keunggulan berpikir warganya, sinergi para pemimpinnya, dan lain
sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pendidikan
karakter adalah penting dalam membangun moral dan kepribadian
bangsa. Pendidikan karakter seyogyanya ditempatkan sebagai landasan
untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan
masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila.
Pondok Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang
holistik integratif. Internalisasi pendidikan karakter di pesantren
ditekankan untuk menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang
baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang
benar dan salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa
melakukannya (psikomotor).
Pondok pesantren juga lembaga pendidikan yang berupaya untuk
merubah pola fikir, sikap dan tingkah laku peserta didik yang negatif
menjadi positif. Perubahan tersebut dapat dilihat dari kehidupan sehari-
hari, sejauh mana seseorang (peserta didik) mengalami perubahan baik
dalam berfikir ataupun dalam berprilaku positif dalam menghadapi
problematika kehidupan, Kehadiran mereka ditengah tengah masyarakat
dapat memberi konstribusi kebaikan terhadap lingkungan di manapun dia
berada. Sehingga tidak hanya hidup tapi menghidupkan, bergerak dan
menggerakan berjuang dan memperjuangkan.
Eksistensi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam
menjadi solusi kebutuhan masyarakat khususnya orangtua dalam
membina dan mendidik akhlak dan karakter anak-anaknya. Apalagi

307
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

belakangan tantangan dan situasi lingkungan sosial sangat


mengkhawatirkan sehingga bila tidak waspada dapat mendistorsi
perilaku anak. Sehingga Dr Aan Hasanah, M.Ed., dalam bukunya
Pendidikan Karakter mengungkapkan bahwa fenomena sosial yang
muncul akhir-akhir ini sangat mengkhawatirkan diantaranya adalah,
pertama, Fenomena kekerasan dalam menyelesaikan masalah menjadi hal
yang umum. Kedua,rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
telah merubah kesegenap lapisan remaja baik daerah perkotaan maupun
pedesaan. Ketiga, meningkatnya penggunaan narkoba, alkohol dan sex
bebas yang sudah sulit untuk dihindari dan masih banyak lagi fenomena
dihadapi moral yang nyata terlihat setiap hari.
Dari fenomena yang ada seolah-olah lembaga pendidikan saat ini
sudah tidak lagi bisa memenuhi harapan masyarakat karena tidak mampu
menjawab problema yang muncul. Maka dari itu terkait pentingnya
pendidikan karakter, penulis mencoba memaparkan pengalaman penulis
dalam mengelola dan mengasuh pondok pesantren modern
Manahijussadat Lebak Banten yang sudah berdiri selama 21 tahun.
Dalam tulisan ini penulis ingin menguraikan tentangbagaimana
penerapan sistem pendidikan terpadu 24 jam di Pondok Pesantren
Modern.Kedua, Bagaimana peran Kyai, guru dan santri senior dalam
pelaksanaan dan pendidikan karakter. Ketiga, Bagaimana pola
penanaman pendidikan karakter dipondok pesantren Modern.
Penerapan system pendidikan terpadu 24 jam di Pondok Pesantren
Pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Modern
diselenggarakan dengan sistem pembelajaran yang modern (Direct
method, Quantum Teaching, Life Skill Education Method, dan Broad-
Base Education Method), dan senantiasa memperhatikan perkembangan

308
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

dalam sistem pendidikan modern. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa


sistem pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Modern
berdasarkan teori dan praktek pembelajaran modern, terutama dalam
pembelajaran bahasa asing dan teknologi.
Program intrakurikuler diberikan secara klasikal, dengan
menggunakan sistem terpadu antara pesantren dan pemerintah
(Kementerian Agama dan Diknas) dengan waktu belajar mulai pukul
07.00 WIB sampai dengan pukul 12.15 dan masuk kembali pukul 14.15
WIB sampai dengan pukul 15.00 WIB.
Pendidikan yang diterapkan di pondok pesantren modern adalah
pendidikan yang total yaitu pendidikan yang berikan kepada santri dari
bangun tidur sampai dengan tidur lagi, dan peran pendidik pun mendidik
para santri di 24 jam, pendidikan yang diberikan dipondok pesantren
tidak hanya didalam kelas saja akan tetapi pendidikan juga mereka
dapatkan di luar kelas dengan melalui pengawalan para pendidik baik dari
Kyai atau pimpinan pondok, guru dan santri senior yang mengawal
selama 24 jam.
Dengan banyaknya jumlah kegiatan dipondok dari bangun tidur
sampai tidur lagi, akan mempengaruhi tingkat kecepatan perubahan pola
fikir, sikap dan perilaku santri. Satu misal ketika terlibat dengan kegiatan,
maka santri akan berfikir keras untuk membagi waktu dan tenaga
sehingga bisa menyelesaikan banyak pekerjaan. Hal ini bila terus
berlangsung lama, maka santri akan terbiasa berfikir banyak, sehingga
memiliki kebiasaan dan kecepatan. Kuat berfikir akan melahirkan
kuatnya bersikap. Inilah problema yang dihadapi generasi saat ini,
mereka tidak dibiasakan berfikir banyak, dan siap untuk menghadapi
berbagai macam tantangan.

309
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

Dengan sistem terpadu 24 jam santri akan dinamis dan akan


menghasilkan perilaku yang dinamis pula. Hal ini biasa disaksikan bahwa
santri yang terbiasa dengan tugas dan kegiatan yang banyak, maka gerak
dan langkahnyapun terlihat cepat.

Peran Kiai, guru, dan santri senior dalam pelaksanaan pendidikan


karakter
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam dengan sistem
asrama,kyai sebagai sentral figurnya, dan masjid sebagai titik pusat yang
menjiwainya.Kyai sebagai pimpinan pondok yang memimpin bukan
hanya sekedar menggerakkan dan bukan sekedar manager.Serta bukan
juga sebatas melaksanakan program pendidikan di Pondok
Pesantren.Kyai bukan sekedar menjadi pimpinan administratif di
Pondok, dan bukan sekedar pimpinan akademisi. Tapi Kyai memimpin,
mendidik, membela dan memperjuangkan Pondok Pesantren.
Taharrok fainna fil harokati barokah (bergeraklah maka
sesungguhnya di dalam bergerak terdapat keberkahan). Dari sinilah
selalu bergerak dan menggerakkan, hidup dan menghidupi, berjuang dan
memperjuangkan.Dengan gerakan-gerakan yang total, bukan hanya
sekedar pelajaran.Sebagi kyai atau pimpinan pondok bisa mengambil
inisiatif, bekerja keras, membuat jaringan kerja, memanfaatkan jaringan,
bisa dipercaya dalam bidang keuangan dan pekerjaan. Begitulah cara
Kyai atau Pimpinan Pondok membina dan mengendalikan Guru guru
yang berkecimpung dialam pondok pesantren.
Fungsi dan peran kiyai adalah mengatur, menata dan
menggerakkan hidup dan kehidupan yang total di Pondok Pesantren,
akhirnya terbinalah watak, karakter, mental dari Pondok Pesantren. Tidak

310
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

hanya Kyai atau Pimpinan Pondok saja akan tetapi Guru dan santri senior
merupan salah satu faktor terbesar dalam membentuk karekter seorang
anak atau santri, karena peran dan fungsi guru dan santri senior yang
didapatkan dari hasil pengarahan, pelatihan, penugasan, pembiasaan,
pengawalan, Uswah hasanah dan Pendekatan yang diberikan Kyai, itu
semua akan menimbukalan loyalitas dan dedikasi untuk memberikan
peran terhadap pembentukan karakter pada Santri.
Untuk membangun loyalitas, kreatifitas dan dedikasi santri /guru
maka perlu diambil langkah-langklah sebagi berikut:pertama, dengan
memberikan penugasan-penugasan. Kedua,selalu mengadakan cek dan
ricek terhadap tugas yang telah diberikan. Ketiga, berusaha terjun
langsung bersama mereka dalam rangka tut wuri handayani dan qudwah
hasanah. Keempat.dengan banyak memberikan pengarahan pengarahan
kepada mereka. Kelima, memberikan kepercayaan dan kesempatan untuk
berkembang.
Guru dan santri adalah patner yang baik dalam merealisasikan
progran program pondok dan mereka ikut mewarnai milliu pondok. Maka
diperlukan dari mereka loyalitas dan dedikasi yang tinggi.Untuk itu perlu
diambil langkah langkah untuk membangun loyalitas guru dan santri.
Menanamkan kepada mereka bahwa tugas-tugas yang diberikan
kepada mereka bukan sekedar kewajiban. Tetapi harus dihayati dan
dimengerti bahwa itu merupakan sarana pendidikan bagi mereka,
semakin mereka aktif bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya,
akan semakin mendapat banyak manfaat, wawasan, pengalaman dan
ilmu, kematangan serta kedewasaan. Mereka adalah kader-kader ummat
yang kelak akan terjun ke masyarakat dan bukan pesuruh ataupun

311
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

pegawai. Karena itu tidak semestinya kalau mereka diperlakukan


semena-mena..
Mengontrol dan mengecek terhadap tugas-tugas, merupakan sarana
efektif untuk membina karakter mereka, sehingga kita dapat
mengarahkan mereka, sehingga terjalin kamunikasi, konsultasi dan
konsolidasi yang baik.Selain dari pada itu, terjun langsung dalam
menangani berbagai masalah juga dapat membangun loyalitas.Seperti
ketika menugaskan kepada santri untuk kerja bakti, kita ikut berbaur
dengan mereka sehingga mereka merasa bahwa kita tidak sekedar
memerintah tetapi ikut terjun langsung.
Yang tidak kalah pentingnya adalah memberikan kepercayaan
kepada mereka untuk menangani banyak hal, pemimpin yang tidak
percaya dengan stafnya, sehingga segala sesuatu ditangani sendiri adalah
egoistis, tidak akan berhasil mengkader dan hanya akan menumbuhkan
kesenjangan antara dirinya dengan para pembantunya. Mengkader yang
baik adalah dengan memberikan kesempatan kepada para kader untuk
mengembangkan diri agar bisa berkembang dan berbuat serta berprestasi
lebih baik dari kita.
Pola penanaman pendidikan karakter di Pondok Pesantren Modern
Pola penanaman pendidikan kareakter di Pondok Pesantren
Modern memiliki berbagai macam pola antara lain sebagai berikut:

1. Pengarahan
Dalam penanaman pendidikan karakter, pemberian pengarahan
terhadap santri sebelum melaksankan berbagai kegiatan adalah mutlak
dan sangat penting. Dengan pengarahan santri akan diberikan

312
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

pemahaman tentang seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dan


dievaluasi setelahnya untuk mengetahui standar kegiatan tersebut.
Karena pentingnya pengarahan ini, maka setiap tahun diadakan
pekan perkenalan dengan penanaman kepondok modernan dalam
kehidupan sehari hari. Pengenalan dan pemahaman ini tidak saja terbatas
pada aspek akademisi, tetapi lebih luas lagi totalitas kehidupan di pondok.
Pengarahan pengarahan yang diberikan oleh Pimpinan, dilanjutkan
oleh para guru dan pengurus Organisasi maupun pengurus asrama
mengalir begitu cepat, sehingga proses tranformasi terhadap kepondok
modernan sangat efektif. Maka pengarahan yang terpenting adalah
pengarahan para instruktur yang akan mentranformasikan nilai dan
filsafat hidup kepada seluruh santri di berbagai kegiatan. Namun
demikian, pengarahan saja tidak cukup, diperluakan pelatihan pelatihan
atau prektek prektek dilapangan.

2. Pelatihan
Seperti disebutan diatas, bahwa pengarahan saja tidak cukup, santri
harus mendapatkan pelatihan pelatihan hidup sehingga mereka bisa
trampil dalam bersikap dan mensikapi kehidupan ini, memiliki wawasan
yang luas, baik wawasan keilmuan, pemikiran dan pengalaman. Dengan
demikian, santri akan memiliki kepercayaan diri yang lebih sehingga
ruang untuk berprestasi bisa lebih luas dan terus berkembang.
Berbagai macam pelatihan yang diselanggarakan oleh pondok, baik
pelatihan keguruan, organisasi ditingkat asrama sampai tingkat pelajar,
kursus atau club-club seni dan olah raga, sampai tingkatan pelatihan
kepemimpinan, pelatihan pengorbanan, kesabaran, kesederhanan dan
pelatihan hidup bersama.

313
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

Satu misal, pelatihan keguruan. Di pondok ini belumlah mencukupi


proses kaderisasi kempemimpinan bila seorang santri hanya
meneyelesaikan pendidikan di TMI (Tarbiyatu al Mu’alimin al
Islamiyah) saja, dia masih harus melajutkan proses pengabdian menjadi
guru baik pondok pesantren maupun di masyarakat. Sebagai guru,
tentunya akan dituntut dirinya untuk menjadi seorang yang lebih baik,
mulai dari pola fikir, sikap dan perilaku, karena mereka dijadikan contoh,
sekaligus contoh dalam totalitas kehidupan.
Sebagai contoh lain, santri harus dilatih agar bisa hidup
bermasyarakat dan berorganisasi, satu misal, dalam kehidupan asrama,
santri harus mampu bersosialisasi dengan kawan kawannya yang
berlainan suku bahkan berbeda karakter dan sifatnya. Disana proses
adaptasi, simpati dan empati akan terus berlangsung selama mereka
barada dipondok. Dengan pengarahan, peringatan, nasehat dan evaluasi,
proses pelatihan ini akan berjalan dengan baik. Hal hal ini inilah yang
mendorong santri pondok pesantren selalu beradaptasi di manapun
berada.
Namum demikian, pengarahan dan pelatihan saja tidak cukup,
santri harus diberi tugas, karena dengan tugas, santri akan terdidik,
terkendali dan termotivasi. Dengan pelatihan mereka bisa trampil dalam
bersikap dan mensikapi kehidupan ini, memiliki wawasan yang luas, baik
wawasan pengetahuan, pengalaman, pemikiran, inilah karakter yang
dibutuhkan di masyarakat.

3. Penugasan
Seperti diungkapkan sebelumnya penugasan merupakan sarana
pendidikan yang sangat efektif.dengannya, santri akan terlatih, terkendali

314
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

dan termotivasi. Maka pondok pesantren dengan sekian banyak ragam


dan volume kegiatan yang tinggi akan memberikan peluang dan ruang
yang cukup bagi seluruh santri dalam mengapresiasikan potensi dirinya.
Dengan dinamika yang tinggi santri akan lebih bergairah dan
bersemangat, hal ini Nampak terlihat dari pancaran wajah, sikap dan
perilaku santri. Santri pondok pesantren dikenal dengan santri yang
dinamis, karena memang tata kehidupan didalamnya memiliki dinamika
yang sangat tinggi dengan kegiatan yang begitu banyak dan disiplin yang
tinggi serta diberi muatan jiwa dan filsafat hidup yang tinggi pula.
Penugasan adalah proses penguatan dan pengembangan diri, maka
siapa yang banyak mendapatkan tugas atau melibatkan diri untuk
berperan dan menfungsikan dirinya dalam berbagai kegiatan dan tugas,
maka dialah yang akan kuat dan trampil dalam menyelesaikan berbagai
problema hidup.
Maka sungguh beruntung orang yang mendapatkan tugas-tugas dan
mampu menyelesaikannya, karena dia berarti terhormat dan terpercaya.
Itulah maka benar apa yang disampaikan Allah dan Rosulnya. Allah
berfirman, “Barangsiapa yang berjihad (bersungguh sungguh ), maka
sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya
Allah benar benar maha kaya (Tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
Alam”. (Al-Ankabut :6)
Ruang dan waktu untuk berperan dan fungsi di pondok pesantren
sangat luas dan lebar, tergantung kemauaan dan ketrampilan diri untuk
lebih banyak bermanfaat.Hal ini snagat tergantung pada cita cita atau
idealisme.Semakin tinggi cita citanya, maka semakin dinamis dan
aktiflah dirinya.

315
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

4. Pembiasaan
Dalam proses pendidikan karakter, belumlah cukup dengan
pengarahan, pelatihan dan penugasan. Maka pembiasaan merupakan
unsur penting dalam pengembangan mental dan karakter santri.
Pendidikan adalah pembiasaaan maka seluruh tata kehidupan di Pondok
Pesantren seringkali diawali denga proses pemaksaan. Sebagaian besar
santri sulit untuk bisa mengikuti disiplin pondok, seperti disiplin pergi
kemasjid, mengapa harus diberikan absen sebelum berangkat kemasjid,
apakah in tidak mengurangi jiwa keikhlasan? Ya pada awalnya akan
tetapi santri lama kelamaan akan terbiasa.
Maka yang diperlukan adalah santri harus terus diarahkan,
difahamkan bahwa disiplin ke masjid adalah disiplin agama yang
dikuatkan oleh disiplin pondok.Bahwa pergi kemasjid adalah kewajiban
yang harus dipertanggung jawabkan kepada Allah, dan pondok juga
memeiliki tanggung jawab untuk mengajak, mengarahkan bahkan
memaksa santri untuk kemasjid. Bukankan Rosulullahpun mengajarkan,
bila seorang anak telah mencapai umur sepuluh tahun, dan dia belum juga
mau sholat, maka pukulah dia. Maka inilah proses yang akan
mengangtarkan santri menjadi terbiasa. Demikian juga seluruh disiplin
yang diberlakukan di pondok.Dalam kaitan ini, tentunya pembiasaan
sebagai hasil dari penugasan masih kurang, perlu ada proses yang lebih
intensif lagi yaitu berupa pengawalan.
5. Pengawalan
Yang dimaksud dengan pengawalan adalah seluruh tugas dan
kegiatan santri selalu mendapatkan bimbingan dan pendampingan,
sehingga seluruh apa yang telah diprogramkan mendapat kontrol,
evaluasi dan langsung bisa diketahui. Pengawalan ini sangat penting

316
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

untuk mendidik dan memotivasi, tidak saja bagi santri, tetapi bagi
pengurus, instruktur bahkan kyai juga ikut terdidik, seperti ungkapan,
bahwa guru sebenarnya tidak saja mengajari muridnya, tetapi dia juga
mengajari dirinya sendiri.
Dengan pengawalan yang ketat, rapi dan rapat, menjadikan seluruh
menjadikan seluruh program dan tugas tugas akan berjalan dengan baik.
Hal ini dimaksud juga untuk proses pengendalian santri dan guru dalam
berdisiplin dan mutu pendidikan. Dari sinilah, seluruh guru akan terlibat
langsung untuk memberi perhatian kepada seluruh santri, karena
perhatian yang baik akan menjadikan santri lebih betah, asyik, dan
menikmati kehidupannya di pondok. Pengawalan dan perhatian
menjadikan proses belajar dan kehidupan santri lebih berhasil.
Dalam kaitan proses pembentukan akhlak, pengawalan tidak
terbatas pada mutu kegiatan akademis aatau aspek kognitif saja, tetapi
lebih dari itu, pengawalan yang dimaksud adalah mengawal mental dan
moral santri. Bila terjadi pelanggaran, maka sedini mungkin akan bisa
dideteksi atau diketahui sebab musabab pelanggaran dan secepat itu akan
diantisipasi.
Maka bisa ditarik kesimpulan, bahwa pengawalan sangat
menetukan keberhasilan tugas dan proses pendidikan. Namun demikian,
pengarahan, pelatihan, penugasan, pembiasaan dan pengawalan yang
baik, belum bisa menjamin keberhasilan dalam membentuk pola
pendidikan karakter.Ia masih sangat ditentukan oleh sejauh mana
tauladan atau uswah hasanah yang selalu diberikan oleh para kyai dan
guru seluruhnya.

6. Uswah Hasanah

317
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

Uswah hasanah adalah upaya memberikan dan menjadi contoh


yang baik bagi orang lain. Dalam kaitan pendidikan, upaya ini menjadi
sangat penting dalam keberhasilan pendidikan.Rosullah Muhammad
SAW dan para sahabat berhasil membina umat, karena kemampuannya
menjadi suri taudan bagi ummatnya. Maka proses pola penanaman
pendidikan karakter yang dijalan oleh pondok pesantren sebenarnya
proses uswah hasanah yang selalu dibrikan oleh para pendirinya,
pemimpin, pengasuh dan guru, bahkan pengurus yang ada dipondok ini.
Sebagai misal, Kyai telah memberikan contoh yang sangat baik
dalam hal perjuangan dan pengorbanan.Dirinya telah diwakafakan untuk
kepentingan pendidikan ini bukti yang menguatkan dan mengkokohkan
keberhasilan pondok ini.Jiwa-jiwa keikhlasan, ketulusan dan kejujuran
telah menyelimuti atmosfir pondok, sehingga nuansa kedamaiaan sangat
dirasakan oleh para penghuninya.
Demikian juga para guru selalu bekerja dengan keikhlasan,
sehingga suasana batin tersebut bisa nyetrum kedalam jiwa para
santri.Bahkan kyai telah banyak mengorbankan hak haknya untuk
kepentingan dan maslahatan pondok ini.Sebagai misal, tidak
diberlakukan gaji untuk setiap kegiatan, atau fasilitas pondok secara
khusus.Para pimpinan mendapatkan sewajarnya saja. Dalam rumusan
pondok ini, “Tidak dijamin kalau kyai kaya, pondoknya akan maju”
artinya, Pimpinan lebih banyak berkorban untuk kemajuan pondoknya,
karena bila pondoknya maju, maka kyai atau pimpinannya akan ikut
maju.
Bila pondoknya berkembang, maka guru-gurupun akan
berkembang, begitu juga bila pondoknya memiliki pengaruh dan wibawa,
maka pimpinannya pun akan ikut memiliki pengaruh dan wibawa.

318
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

Demikian juga dalam hal ibadah maupun berpakaian, Kyai dan guru tidak
hanya menyuruh tapi dia harus tampil sebagai contoh yang baik sehingga
dapat memberikan kesan yang positif dihati santri sepanjang hidup
mereka.
Enam metode penanaman akhlak tersebut belum mencukupi bila
tidak disertai dengan pendekatan-pendekatan. Ada tiga macam
pendekatan, yaitu pertama, Pendekatan Manusiawi, Yaitu mendekatan
secara fisik dengan cara memanusiakan santri, bahwa santri adalah calon
pemimpin yang harus disikapi dan dipersiapkan untuk menjadi
pemimpin. Mengapa harus dekat secara fisik? Hal ini menjadi sangat
penting, karena proses pengkaderan bisa dilakukan apabila secara fisik
dekat. Bagaimana akan bisa diketahui pola fikir, sikap dan prilaku kader,
bila tidak bersentuhan langsung.
Dengan sentuhan langsung, sesorang bisa dinilai, diarahkan dan
dievaluasi.Sebagai misal, penampilan seorang santri hendaknya prima,
sehat dan bersih. Cara bicaranyapun harus tertata baik, maupun
mentransformasikan ide dan fikiran, serta meyakakinkan kepada orang
lain. Sifat, karakter dan kebiasaan yang dimiliki hendaknya diketahui dan
dimengerti langsung oleh pimpinan.Maka hal-hal tersebut bisa diarahkan
bila secara fisik dekat dan mudah dijangkau.
Lebih dari itu, kedekatan seara fisik adalah sebagai bukti adanya
kesiapan kedua belah pihak melakukan proses pengkaderan. santri
percaya dan siap diisi, sedang pemimpinpun terpanggil dan siap mengisi.
Kesiapan ini bisa tercapai bila adanya kepercayaan dan kecocokan
batin.Kecocokan batin. Kecocokan inilah yang akan mengalirkan energi
ilmu, keyakinan, moral bahkan wawasan dan pengalaman. Maka tidaklah
salah bila orang akan memberikan kepercayaan, tugas dan wewenang

319
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

kepada orang yang paling dekat dengannya. Walaupun harus juga berhati
hati, bahwa orang yang paling dekat pulalah, orang yang paling
berbahaya bagi dirinya.
Kedua Pendekatan Program, Pendekatan fisik saja tidaklah
mencukupi, harus dengan pendekatan program atau tugas. Bagaimanapun
hebatnya pendekatan manusiawi dengan segala kebaikan hati belumlah
cukup. Maka pendekatan tugas atau program justru akan memberikan
contoh pemimpin menjadi lebih terampil, bertambah pengalaman dan
wawasan. Dia akan berhati-hati dan menumbuhkan jiwa kesungguhan
dan militansi. Karena penugasan berarti mendidik untuk bertanggung
jawab dan bisa dipertanggung jawabkan.Pendidikan adalah penugasan
dan penugasan sebenarnya melatih sesorang bisa meneyelesaikan sekian
banyak problema hidup.
Dengan banyak tugas, seseorang akan semakin kuat dan memiliki
daya tahan, daya dorong dan juang yang tinggi. Penugasan sebenarnya
bukti dari kepercayaan dan kesejahteraan. Orang yang diberi tugas berati
ia telah dipercaya, bahkan dia akan mampu menyelesaikan, atau bukti
bahwa bahwa dia akan berusaha untuk meningkatkan kualitas dirinya,
karena dengan tugas, berarti dia akn berusaha untuk meningkatkan
dirinya dengan semaksimal mungkin. Di satu sisi, bahwa penugasan
merupakan kesehteraan baik lahir maupun batin. Di sisi lain, penugasan
akan melahirkan pengaruh dan kewibawaan. Dan kesemuanya itu
merupakan rizqi yang besat dari Allah.
Ketiga, Pendekatan Idealisme. Dua pendekatan di atas dalam
proses pembentukan pendidikan karakter, belumlah cukup, karena kedua
pendekatan seringkali hanya bersifat pragmatis, belum menyentuh tataran
isi dan nilai, filsafat dan ruh kegiatan yang diberikan. Maka haruslah ada

320
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

pendekatan idelaisme.Pendekatan ini lebih merupakan upaya


memberikan ruh ajaran, filosofi dibalik penugasan.Seseorang santri
hendaklah diberi pengertian bahwa seluruh kegiatan yang ada dipondok
memiliki jiwa dan nilai yang sangat mulia dan agung.Kemampuan ini
harus dilatih dan terus diasah sehingga santri atau guru mampu
menangkap hikmah-hikmah yang indah dan agung dibalik dinamika
kehidupan yang begitu hebat.
Proses pendekatan ini akan menjadi lebih penting karena hakekat
apa yang ada dibalik pelajaran, kegiatan, tata kehidupan di pondok
memiliki nilai kehidupan yang tinggi, apalagi mampu dikaitkan dengan
makna ibadah yang sesungguhnya. Bila pendekatan idialisme ini berhasil,
maka pelaksanaan tugas-tugas tersebut akan menjadi terasa ringan.
Seperti halnya orang sholat, bila mengerti hakekatnya sholat, maka orang
tersebut akan begitu mudah dan ringan menjalankan sholat, bahkan
merasa asyik dan terus merindukan untuk sholat. Demikian juga dalam
menjalankan tugas–tugas yang ada dipondok, akan terasa ringan bila
telah memahami tujuan dan cita-cita dasar hidup dipondok, apa yang
harus kita kerjakan, bagaimana dan mengapa kita menjalankan. Sehingga
santri tidak hanya mengerjakan tugas tapi dia faham mengapa ia harus
melakukan tugas.

PENUTUP

Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa Latin


“Charakter”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan,
budi pekerti, kepribadian atau akhlak.

321
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendidikan karakter


adalah sebuah sistem yang menanamkan nilai-nilai karakter pada peserta
didik yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu,
tekad, serta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai, baik terhadap Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insan kamil.
pesantren memiliki posisi strategis untuk turut mengawal
pengembangan pendidikan karakter. Pendidikan karakter merupakan
upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk
membantu peserta didik memahami nilai-nilai perilaku manusia dalam
praktik kehidupan dalam masyarakat. Dalam proses pendidikan,
internalisasi nilai-nilai budaya dan karakter merupakan salah satu upaya
untuk mencegah terjadinya degradasi etika dan moral di kalangan remaja.
Sedangkan, Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang khas.
Kegiatannya terangkum dalam “Tri Dharma Pesantren” yaitu: 1)
Keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt; 2) Pengembangan keilmuan
yang bermanfaat; dan 3) Pengabdian kepada agama, masyarakat, dan
negara. Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang genuin
dan tertua di Indonesia. Eksistensinya sudah teruji oleh zaman, sehingga
sampai saat ini masih survive dengan berbagai macam dinamikanya.

322
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

DAFTAR PUSTAKA

Kemendiknas, (2011) Panduan Pendidikan Karakter.Jakarta: Puskur-


Balitbang
Kusuma, D. (2009). Membina karakter. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Syarbini, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter. Jakarta: Prima
Pustaka.
Tanshzil, S. (2013). Model Pembinaan Pendidikan Karakter pada
Lingkungan Pondok Pesantren dalam Membangun Kemandirian
dan Disiplin Santri: Sebuah Kajian Pengembangan Pendidikan
Kewarganegaraan. Jurnal Pendidikan Karakter., 2 (1), hlm. 37-
50.
Barnawi, & Arifin, M. (2012). Strategi dan Kebijakan Pembelajaran
Pendidikan Karakter.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
https://www.google.com/search?client=firefoxd&q=pendidikan+karakte
r+di+pondok+ppesantren+modern

323
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
MUHAMAD BAIDHAWI NIM 4103810318029

324
Pendidikan Karakter Di Pondok Pesantren
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

PEMANFAATAN IT UNTUK MENINGKATKAN


KEMAMPUAN GURU DALAM PROSES PEMBELAJARAN DI
KELAS

Mukhamad Yusuf Sukandar


NIM : 4103810318025

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Saat ini profesi guru merupakan salah satu profesi yang banyak
diminati oleh generasi muda. Hal ini salah satunya adalah karena
pemerintah memberikan perhatian lebih kepada profesi guru ini yaitu
dengan pemberian tunjangan sertifikasi bagi guru-guru yang sudah
disertifikasi. Namun di balik pemberian tunjangan tersebut, pemerintah
menuntut para guru untuk lebih meningkatkan profesionalismenya
dengan penguasaan kompetensi yang dimilikinya. Salah satu indikator
guru profesional dan kompeten adalah guru yang mampu beradaptasi
dengan perkembangan keilmuan yang hari demi hari semakin canggih
dengan cara penguasaan Information and Technology (IT).

Kata Kunci: kualitas guru, penguasaan IT

A. PENDAHULUAN
Eksistensi guru yang kompeten dan profesional merupakan syarat
mutlak hadirnya sistem dan praktik pendidikan yang berkualitas. Hampir
semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan kebijakan yang
mendorong keberadaan guru yang berkualitas. Salah satu kebijakan yang
dikembangkan oleh pemerintah di banyak negara adalah dengan
menempatkan bidang pendidikan sebagai bidang yang perlu mendapat
perhatian khusus dengan menyediakan hardware dan software yang

325
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

memadai. Selain itu, jaminan kesejahtraan hidup bagi para pendidik


adalah suatu aspek fundamental agar tercipta para edukator yang
qualified, kompeten, dan profesional.
Beberapa Negara di belahan dunia telah menerapkan konsep
tersebut sejak lama. Alhasil, kualitas pendidikan mereka jauh lebih baik
dan berkembang dengan cepat. Tak terbantahkan lagi, dalam sejarah
bagaimana Jepang dihancurleburkan dengan jatuhnya bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki. Tapi dengan modal pendidikan yang menjadi
prioritas utama, Jepang bangkit bak meteor sehingga menjadi negara
yang super maju baik dalam IPTEK maupun peradaban. Berbeda dengan
Jepang, Malaysia yang pada tahun 1980-an banyak mengimpor guru dan
belajar dari Indonesia, dalam waktu relatif singkat mampu
mensejajarkan dirinya dengan negara-negara maju lainnya di dunia. Hal
tersebut dapat terjadi karena perhatian pemerintah yang sangat besar
terhadap dunia pendidikan termasuk kualitas dan kesejahteraan guru.
Keberadaan guru yang kompeten dan profesional merupakan
salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi guna meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia agar dapat bersaing dengan negara-negara maju
lainnya. Hampir semua bangsa di dunia ini selalu mengembangkan
kebijakan yang mendorong terciptanya guru yang kompeten dan
berkualitas.
Salah satu indikator guru profesional dan kompeten adalah guru
yang mampu beradaptasi dengan perkembangan keilmuan yang hari
demi hari semakin canggih. Selain itu, guru yang profesional dan
kompeten juga harus mampu menerapkan model dan metode
pembelajaran berdasarkan tuntutan waktu dan kebutuhan peserta didik.
Penerapan pola ini akan menciptakan suasana menyenangkan dalam

326
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

belajar, enjoy dalam mengajar, yang pada akhirnya akan menghasilkan


proses pembelajaran yang berkualitas termasuk peserta didik yang
berprestasi.
Seiring dengan pesatnya perkembangan sains dan teknologi,
khususnya dalam bidang Information and Technology (IT) semakin
memudahkan siswa dalam menggali disiplin ilmu yang diminati, dan
juga memudahkan guru dalam menyampaikan ilmu karena telah
tersedianya fasilitas yang canggih. Internet sudah ada dimana-mana,
ruang belajar tidak lagi disekat oleh kelas, tetapi sudah mampu belajar
jarak (distance learning), dan belajar dimanapun.
Mampuono Rasyidin Tomoredjo (2009) menyatakan bahwa
supaya guru menjadi profesional yang sesuai dengan era global dan
digital ini hendaknya guru kurang lebih memiliki sembilan kriteria guru
profesional sebagai berikut:
1. Mahir pada core competency-nya
2. Mengerti dan memahami kurikulum beserta aplikasi dan
pengembangannya
3. Menguasai pedagogik secara teoritis dan praktis beserta
pengembangannya
4. Menjadi pendengar yang baik dan empatik
5. Menguasai public speaking, terampil memotivasi dan menginspirasi
6. Menjadi pembaca yang efektif dan broad minded
7. Biasa melakukan riset dan penulisan
8. Bisa mengaplikasikan IT berbasis pembelajaran
9. Menguasai bahasa internasional

327
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

B. PENGERTIAN PENINGKATAN KOMPETENSI IT BAGI


GURU
Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai
pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Muhaimin (2004:151)
menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh
tanggung jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk
dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan
tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan,
dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan
sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan,
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh
setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar.
Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan
pengetahuan dan professional dalam menjalankan fungsinya sebagai
guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh
seseorang tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal
maupun pengalaman.
Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of
skill, knowledge, and attitude, but in particular the consistent
applications of those skill, knowledge, and attitude to the standard of
performance required in employment”. Dengan kata lain kompetensi
tidak hanya mengandung pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun
yang penting adalah penerapan dari pengetahuan, keterampilan, dan
sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Spencer & Spencer (1993:9) mengatakan “Competency is
underlaying characteristic of an individual that is causally related to

328
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

criterion reference effective and/ or superior performance in a job or


situation”. Jadi kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang
berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu
pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer & Spencer
menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying characteristic karena
karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada
kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis
pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi menyebabkan
atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion referenced,
karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang
kinerjanya baik atau buruk, berdasarkan criteria atau standar tertentu.
Berdasarkan uraian diatas kompetensi guru dapat diartikan
sebagai penguasaan terhadap pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap
yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak dalam
menjalankan profesi sebagai guru. Dengan demikian kompetensi yang
dimiliki oleh setiap guru akan menunjukan kualitas guru yang
sebenarnya. Kompetensi terus akan terwujud dalam bentuk penguasaan
pengetahuan, keterampilan, maupun sikap professional dalam
memajukan fungsi sebagai guru. Berdasarkan pengertian tersebut,
Standar Kompetensi Guru adalah suatu pernyataan tentang kriteria yang
dipersyaratkan, ditetapkan, dan disepakati bersama dalam bentuk
penguasaan pengetahuan, keterampilan, dan sikap bagi seorang tenaga
kependidikan sehingga layak disebut kompeten.
Inggit Dyaning Wijayanti (2011) memberikan Standar
Kompetensi Guru yang harus dikuasai dalam penguasaan TIK adalah :
1. Mengoperasikan komputer personal dan periferalnya

329
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

2. Merakit, menginstalasi, menset-up, memelihara dan melacak serta


memecahkan masalah (troubleshooting) pada komputer personal
3. Melakukan pemrograman komputer dengan salah satu bahasa
pemrograman berorientasi objek
4. Mengolah kata ( word processing ) dengan komputer personal
5. Mengolah lembar kerja (spreadsheet) dan grafik dengan komputer
personal
6. Mengelola pangkalan data (data base) dengan komputer personal
atau komputer server
7. Membuat presentasi interaktif yang memenuhi kaidah komunikasi
visual dan interpersonal.

C. KEADAAN KOMPETENSI TIK PADA SAAT INI


Secara umum, penyediaan fasilitas sekolah dan peningkatan
sumber daya tenaga pendidik merupakan kewajiban pemerintah (pusat
dan daerah), karena kedudukannya memfasilitasi. Tetapi kini terlihat
kemampuan pendanaan pemerintah terbatas. Keterbatasan itu,
menyebabkan penyediaan fasilitas dilakukan secara bertahap dan tidak
dapat diterima merata untuk semua sekolah. Berakibat pula pada
minimnya kegiatan peningngkatan kualitas dan kompetensi guru melalui
pendidikan dan pelatihan atau sejenisnya, termasuk yang berhubungan
dengan penguasaan dan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Sejauh
ini masih banyak guru yang belum memanfaatkan perkembangan
teknologi informasi. Para guru banyak yang terjebak pada metode
pembelajaran konvensional. Padahal, kemajuan teknologi seperti
internet bisa jadi sumber belajar yang menolong guru untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas. Namun masih banyak

330
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

guru-guru yang gaptek khususnya guru-guru senior. Banyak


pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan pola-pola
konvensional, yang sering dikenal dengan pembelajaran berpusat pada
guru. Guru aktif sementara peserta didik seperti disetting untuk menjadi
pendengar setia dalam kelas.
Peserta didik bukan sekedar obyek dalam pembelajaran yang
"diam dan duduk" saja, akan tetapi dapat menjadi subjek yang ikut
berinteraksi langsung dalam pembelajaran. Ini menunjukkan bahwa
model-model pembelajaran yang konvensional harus tahap demi tahap
digeser dengan model pembelajaran yang mengarah pada keaktifan
siswa (student centered). Disinilah perumpaman bahwa teknologi itu
laksana sebuah pisau bermata dua. Satu sisi jika perkembangan teknologi
informasi dapat diikuti maka segalanya akan terasa mudah dan dapat
membantu memperingan tugas dan beban guru. Sebaliknya teknologi
akan menjadi sebuah malapetaka bagi guru manakala tidak mampu
mengikuti perkembangan teknologi informasi.
Pemanfaatan media TIK dalam bidang pendidikan, dapat
menunjang pembelajaran yang kini merupakan suatu keharusan, bukan
hanya untuk meningkatkan efektivitas dan kualitas pembelajaran, tetapi
yang lebih penting adalah untuk meningkatkan penguasaan TIK baik
bagi guru mau pun siswa sebagai bekal hidup di era teknologi yang terus
berubah dan berkembang. Dalam konteks pembelajaran, pemanfaatan
dan pemberdayaan media TIK, termasuk teknologi multimedia, dapat
meningkatkan efektivitas dan efisiensi pembelajaran, yang diharapkan
dapat memberikan kepuasan public dengan memberikan layanan yang
prima dengan hasil sesuai dengan Standar dan tujuan yang diharapkan.
Jika pada masa lalu ada anggapa bahwa pembelajaran tidak terlalu perlu

331
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

menggunakan media TIK, pada era saat ini penggunaan media TIK
merupakan suatu keharusan.

D. URGENSI PENINGKATKAN PENGUASAAN TIK PADA


GURU
Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi kini menjadi
bagian dari tuntutan kompetensi guru, baik guna mendukung
pelaksanaan tugasnya(penyusunan perencanaan, penyajian pembe-
lajaran, evaluasi dan analisis hasil evaluasi) maupun sebagai sarana
untuk mencari dan mengunduh sumber-sumber belajar. Sehingga setiap
guru pada semua jenjang harus siap untuk terus belajar TIK guna
pemenuhan tuntutan kompetensi tersebut. Pada Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menyatakan bahwa
“Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi
kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang
diperoleh melalui pendidikan profesi”. Aspek-aspek kompetensi yang
harus dimiliki (dipenuhi) guru, yang berkaitan dengan TIK adalah pada
kompetensi pedagogik : “ pemanfaatan teknologi pembelajaran”, dan
pada kompetensi sosial : “ menggunakan teknologi komunikasi dan
informasi secara fungsional”. Dengan demikian, penguasaan
(pemanfaatan) TIK oleh guru dalam pembelajaran sangat penting. Tetapi
tidak semua guru dapat menguasai dan memanfaatkannya. Oleh karena
itu, kemajuan tersebut harus diikuti dengan pengembangan sumber daya
tenaga pendidik. Untuk menunjang pengembangan tersebut, dibutuhkan
adanya fasilitas TIK.
Di era informasi kini, sudah tidak zaman lagi para tenaga didik
atau guru gagap terhadap teknologi. Teknologi diharapkan menjadi

332
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

kesatuan dalam pembelajaran sehingga tercipta peserta didik yang lebih


aktif dan mandiri. Guru juga perlu memiliki kompetensi profesional
yaitu selalu meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik
dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni. Guru perlu meningkatkan
kompetensinya melalui aktivitas kolaboratif dengan kolega, menjalin
kerjasama dengan orang tua, memberdayakan sumber-sumber yang
terdapat di masyarakat, melakukan penelitian sederhana. Guru perlu
menguasai pemanfaatan TIK untuk kebutuhan belajarnya. Kegiatan
belajar dan pembelajaran perlu dikelola dengan baik.
Urgensi peningkatan kemampuan TIK guru menurut Inggit Dyaning
Wijayanti (2011)adalah :
1. TIK dapat digunakan untuk membantu pekerjaan administratif
(Word processor & Kebutuhan Wajib Tingkat Dasar,Spreadsheet) .
2. TIK dapat digunakan untuk membantu mengemas bahan ajar
(Multimedia) Kebutuhan Tingkat Menengah .
3. TIK dapat digunakan untuk membantu proses manajemen
pembelajaran (e-learning, Kebutuhan Tingkat Lanjut,dll).
4. TIK dapat digunakan untuk dukungan teknis dan meningkatkan
pengetahuan agar dapat mewujudkan self running creation (antivirus,
tools, jaringan, ,internet, dll)
Agar TIK terus digunakan oleh guru maka manfaat pelatihan
harus sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi permasalahan sehari-
hari, karena kalau tidak maka ketrampilan teknis yang dimiliki akan
mudah terlupakan. Untuk itu seiring dengan peningkatan kompetensi
guru maka sekolah harus memiliki program pemanfaatan TIK yang
memaksa beserta aturan reward & punishment nya. Agar guru mau

333
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

menggunakan TIK maka perlu didiskripsikan secara jelas dahulu


kemanfaatan TIK tersebut secara personal bagi tiap guru, bukan hanya
kemanfaatan bagi sekolah atau pihak lain, karena kalau demikian
motivasi guru untuk mau menggunakan TIK tidak akan kuat.

E. CARA MENINGKATKAN PENGUASAAN TIK PADA GURU


Dalam rangka menyesuaikan diri dengan kemajuan IPTEK dan
era globalisasi, berbagai upaya telah ditempuh pemerintah untuk
mengadakan pembaharuan dan peningkatan mutu pendidikan, yang
tercermin dalam berbagai kebijakan. Salah satu kebijakan pemerintah
antara lain dalam bentuk pembaharuan atau perubahan kurikulum, yang
tentunya menuntut guru dan sekolah untuk lebih aktif dan kreatif
mengadakan penyesuaian.
Dalam menanggapi berbagai kebijakan pemerintah itu, hampir
semua sekolah merespon secara positif melalui berbagai tindakan,
seperti:
1. Mengirim guru untuk mengikuti kegiatan pelatihan, penataran,
seminar dan workshop mengenai TIK.
2. Mengadakan kegiatan pelatihan dan sosialisasi bagi seluruh guru
dengan mendatangkan nara sumber.
3. Mendorong guru untuk melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan
sebagaimana ditentukan pemerintah.
4. Melengkapi berbagai sarana dan media yang dapat menunjang
kegiatan pembelajaran.
5. Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi
dan metode, meskipun tidak semua sekolah mampu melaksanakan
secara efektif.

334
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

6. Mengadakan studi banding ke sekolah lain yang dipandang lebih


maju.
Dalam setiap kebijakan pemerintah untuk memajukan
pendidikan, selalu diikuti kegiatan sosialisasi dan pelatihan.
Tetapi berbagai kegiatan tersebut hanya menambah pengetahuan guru
dan kurang mampu merubah cara pemikiran apalagi perilaku.
Kebanyakan guru masih memiliki pemikiran, bahwa proses
pembelajaran adalah sekedar menyampaikan materi pelajaran, sehingga
perubahan kurikulum kurang mampu merubah proses pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan dalam meningkatkan
penguasaan TIK adalah meliputi kegiatan pembelajaran secara tatap
muka teori dan praktek serta kegiatan field work (guru memantapkan
hasil kegiatan pembelajarannya melalui implementasi langsung sebagai
tugas mandiri / kelompok di lapangan atau laboratorium. Dengan
maksud untuk memadukan pengalaman wawasan yang diperoleh dari
pembelajaran dengan aplikasinya) di sekolah atau lembaga pendidikan
yang ditunjuk. Pembelajaran meliputi pembelajaran individual dan
kelompok yang di dalamnya mempelajari modul dan melaksanakan
tugas mandiri yang terstruktur. Setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran diharapkan nantinya guru akan dapat mencapai target
kompetensi dalam penguasaan TIK bagi guru.
Penggunaan sistem information and communication technology
(TIK) baik itu berupa internet, software sistem administrasi pendidikan,
notebook dan LCD projector dalam dunia pendidikan untuk saat ini
sudah mrupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam dunia
pendidikan untuk mencetak generasi yang handal dan memiliki daya

335
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

saing global. Oleh karena itu guru di era digital sekarang ini sangat
dituntut untuk menguasai TIK.
TIK selain memiliki banyak hal yang positif tentunya juga
memiliki dampak yang negatif, tetapi dampak negatif dari TIK ini dapat
kita cegah dengan meningkatkan pemahaman nilai-nilai keagamaan dan
juga peran guru, orang tua dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk
menghilangkan atau meminimalkan hal-hal yang tidak kita harapkan
tentunya.
Penggunaan sistem information and communication technology
(TIK) baik itu berupa internet, software sistem administrasi pendidikan,
notebook dan LCD projector dalam dunia pendidikan untuk saat ini
sudah mrupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam dunia
pendidikan untuk mencetak generasi yang handal dan memiliki daya
saing global. Oleh karena itu guru di era digital sekarang ini sangat
dituntut untuk menguasai TIK.
Sayangnya kemampuan guru dalam memanfaatkan TIK dalam
pembelajaran masih sangat rendah. Rendahnya kemampuan guru dalam
menggunakan TIK ini terlihat dari sangat seditkitnya guru yang bisa
mengoperasikan komputer, sedikitnya guru yang bisa internet termasuk
yang memiliki e-mail, facebook, blog, dan lain-lain. Padahal di era
globalisasi sekarang ini penggunaan atau pemanfaatan teknologi
sangatlah penting, mengingat tingginya penggunaan teknologi dalam
suatu masyarakat juga mencerminkan tingkat pendidikan masyarakat itu
sendiri.

336
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

F. PENUTUP
1. Simpulan
Dari beberapa pengertian tentang kompetensi pada guru maka
dapat disimpulkan pengertian peningkatan kompetensi TIK pada guru
adalah kemampuan yang harus dimiliki dan dikuasai oleh guru untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pengajaran dalam bidang
TIK.
Penguasaan Teknologi Informasi dan Komunikasi kini menjadi
bagian dari tuntutan kompetensi guru, baik guna mendukung
pelaksanaan tugasnya (penyusunan perencanaan, penyajian
pembelajaran, evaluasi dan analisis hasil evaluasi) maupun sebagai
sarana untuk mencari dan mengunduh sumber-sumber belajar. Sehingga
setiap guru pada semua jenjang harus siap untuk terus belajar TIK guna
pemenuhan tuntutan kompetensi tersebut.

2. Saran
Peningkatan kompetensi TIK guru harus sejalan dengan
pengadaan sarana yang memadai, walau pun demikian peningkatan
kemampuan kualitas guru melalui TIK harus menjadi visi sinergis dan
terintegrasi sehingga perkembangan TIK, Perkembangan siswa, dan
perkembangan kompetensi guru berjalan lurus mengikuti arah
perkembangan pendidikan dan pembelajaran.

337
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Mukhamad Yusuf Sukandar NIM : 4103810318025

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas (2004). Standar Kompetensi Guru Sekolah Menengah Atas,


Jakarta

Majid, Abdul (2005). Perencaan Pembelajaran: Mengembangkan


Standar Kompetensi Guru. Bandung: PT.Remaja Rosda Karya

Muhaimin (2004). Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT Remaja


Rosda Karya

Robotham, David, (1996). Competences: Measuring The Immeasurable,


Management Development Review, Vol 9, No.5

Sofo. Francesco. (1999). Humen Resource Development, Perspective,


Roles and practice Choice. Business and Professional
Publishing, Warriewood, NWS

Spencer, Lyle M., Jr & Signe M.,Spencer (1993). Competency at Work:


Model for Superior Performance. John Wiley & Sons .Inc

Tomoredjo, Mampuono Rasyidin, Penguasaan ICT: Bekal Guru


Profesional Menghadapi Era Global , (online) tersedia pada
http://www.jatengklubguru.com

Wijayanti, Inggit Dyaning (2011) Peningkatan Pendidikan Berbasis


ICT. UIN Sunan Kalijaga: Yogyakarta

338
Pemanfaatan IT untuk Meningkatkan Kemampuan Guru dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

PENGEMBANGAN METODE PEMBELAJARAN CALISTUNG


MELALUI MODEL BERMAIN BERBURU AYAM PADA
ANAK USIA DINI

NANDANG GUMILAR
NIM : 4103810318005
Email: nandanggumilar80@gmail.com

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstract: This research was conducted to produce an effective play


model to develop calistung ability of early childhood. The research
methods used in this study are research and development methods based
on the Borg and Gall models. Development game Model is given the title
of play Hunting chicken. The limited test of the play model was done in
TK Melati Cicendo in Bandung City on April 5, 2019 and more extensive
test were conducted in TK Negeri Pembina District of Bandung on 23
April 2019. The effectiveness test was implemented in TK Negeri
Pembina Bandung District on April 29th, 2019. Data analyzed Using test
Paired Samples T Test. Results of the analysis showed that there was a
significant difference in the ability to Calistung between the time before
and after applied the play model with significance 0.00. In conclusion,
the playing model of chicken hunting proved effective to develop the
ability of the early childhood lack.
Keywords: Plays Model, Calistung, early childhood

Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan model


permainan yang efektif untuk mengembangkan kemampuan pra-
calistung anak usia dini. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan berdasarkan
pada model Borg and Gall. Model permainan hasil pengembangan
diberi sebutan Bermain Berburu Ayam. Ujicoba terbatas model
permainan dilakukan di TK Melati Cicendo Kota Bandung pada
tanggal 5 April 2019 dan ujicoba lebih luas dilakukan di TK Negeri
Pembina Kabupaten Bandung pada tanggal 23 April 2019. Uji efektivitas
dilaksanakan di TK Negeri Pembina Kabupaten Bandung pada tanggal
29 April 2019. Data dianalisis menggunakan uji Paired Samples t Test.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dalam

339
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
kemampuan pra-calistung antara waktu sebelum dan sesudah
diterapkan model permainan dengan signifikansi 0,00. Kesimpulannya
bahwa model bermain Berburu Ayam terbukti efektif untuk
mengembangkan kemampuan calistung anak usia dini.

Kata kunci: model permainan, calistung, anak usia dini

Peraturan Pemerintah Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar


Nasional Pendidikan Anak Usia Dini Pasal 1 disebutkan bahwa
Pendidikan Anak Usia Dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai usia 6 (enam) tahun yang dilakukan
melalui pemberian rancangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Nurdiana dan Sunarsih, (2016: 13) mengemukakan bahwa masa
usia dini adalah masa emas perkembangan anak dimana semua aspek
perkembangan dapat dengan mudah distimulasi. Periode emas ini hanya
berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Oleh
karena itu, pada masa usia dini perlu dilakukan upaya pengembangan
menyeluruh yang melibatkan aspek pengasuhan, kesehatan,
pendidikan, dan perlindungan.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menerapkan penguasaan baca,
tulis, hitung (calistung) kepada anak usia dini. Akan tetapi, sistem
pengajaran yang tidak tepat serta penggunaan calistung sebagai standar
evaluasi anak usia dini memiliki dampak negatif bagi anak.
Calistung tidak boleh dijadikan program evaluasi prestasi pada
anak usia dini. Calistung diterapkan pada anak yang memang sudah siap
untuk belajar. Kepada anak usia dini, calistung bisa diperkenalkan
melalui program bermain. Calistung harusnya dikenalkan saja, tidak
boleh menjadi program evaluasi prestasi (untuk anak usia dini),
340
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

pengajaran calistung pada anak usia dini dipengaruhi oleh tuntutan yang
cukup besar. Pasalnya, beberapa SD menerapkan syarat masuk dengan
tes calistung. Sistem ini yang harus segera dibenahi oleh pemerintah,
baik dari tingkat pusat hingga daerah.
Kondisi tersebut mempengaruhi psikologis orangtua, yang
akhirnya membuat orangtua mengambil keputusan memaksakan
anaknya untuk dapat membaca, menulis dan berhitung dengan berbagai
cara tanpa memikirkan dampak psikologis anak. Komnas PA bahkan
merilis data pada Maret 2012 lalu bahwa terjadi 2.386 kasus
pelanggaran dan pengabaian terhadap anak sepanjang tahun 2011.
Angka ini naik 98% dibanding tahun lalu. Mayoritas anak-anak ini stres
karena kehilangan masa bermainnya. Anak-anak sudah disibukkan
dengan les, sekolah, dan kursus bahkan sejak usia balita.
Namun dalam kenyataannya, Les atau privat menjadi salah satu
pilihan yang dilakukan orangtua. Bahkan beberapa komunitas orangtua
mengusulkan secara khusus kepada guru dimana anaknya belajar untuk
mengusahakan agar anaknya dapat membaca, menulis dan berhitung
sebagai persiapan anaknya masuk ke jenjang sekolah dasar. Di tambah
lagi persaingan antar penyelenggara PAUD dalam mendapatkan siswa
baru demi keberlangsungan lembaga tersebut. Lembaga PAUD yang
mampu mencetak lulusannya dapat baca, tulis, dan berhitung menjadi
pilihan pertama orangtua menyekolahkan anak-anaknya. Kondisi ini
hampir berjalan setiap tahun, menjadi sebuah tuntutan bahkan sudah
membudaya dikalangan orangtua. Secara psikologis ada sebuah
kebahagiaan yang terpancar dari orangtua ketika anaknya sebelum
masuk sekolah dasar sudah mampu membaca, menulis dan berhitung.
Akan ada satu dampak ketika anak usia dini dipaksa untuk
menguasai calistung. Pemaksaan ini, akan membuat otak anak tidak
bekerja secara runut atau by order. Ketika seorang anak usia dini
341
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
diajarkan 9+5=14, ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Salah
satunya, anak mungkin sudah siap dan memang mengerti bagaimana
proses menambahkan angka 9 dan 5. Akan tetapi, bisa jadi anak tersebut
hanya mengetahui jawaban karena menghafal. Sehingga keti-ka
diberikan soal yang berbeda, anak tersebut tidak bisa mengetahui
jawabannya. Hal ini, yang menunjukkan bahwa otak anak tidak bekerja
by order. Karena itu, baca,tulis, hitung, boleh dikenalkan tapi tidak
boleh dipakai sebagai syarat untuk evaluasi prestasi di usia itu.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana
metode implementasi pembelajaran calistung pada anak usia dini di TK
Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung dan di TK Negeri Pembina
Kabupaten Bandung ?
Penelitian ini dibatasi hanya pada satuan pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal dan yang menjadi subjek penelitian adalah anak
kelompok B Taman Kanak-kanak.
Anak-anak memerlukan waktu yang cukup banyak untuk
mengembangkan dirinya melalui bermain. Dengan bermain, anak-anak
mendapatkan manfaat yang besar, yaitu: (1) bermain memicu krea-
tivitas, (2) bermain mencerdaskan otak, (3) bermain bermanfaat untuk
mengatasi konflik, (4) bermain bermanfaat untuk melatih empati, (5)
bermain bermanfaat untuk melatih panca indra, (6) bermain sebagai
media terapi, (7) bermain bermanfaat untuk melakukan penemuan
(Montolalu, 2007, 1.15 –1.17).
Bermain, terutama yang dilakukan secara bersama memberikan
kontribusi pada berbagai fungsi perkembangan, termasuk perkem-
bangan kesehatan psikologis. Gray (2011: 458) menyatakan bahwa jika
anak-anak tidak berkesempatan bermain bersama anak-anak lainnya

342
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

maka mereka gagal memperoleh keterampilan sosial dan emosional yang


penting untuk perkembangan kesehatan psikologis.

A. Membaca, Menulis, dan Berhitung


1. Membaca
a. Pengertian Membaca
Tarigan dalam Rahim, (2005: 2) mendefinisikan pengertian
membaca adalah suatu proses yang digunakan oleh pembaca
untuk memperoleh pesan yang hendak disampaikan oleh penulis
melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Membaca pada
hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak hal,
tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan
aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.
Soedarsono (1991: 4) berpendapat bahwa membaca adalah
aktivitas yang kompleks yang mengarahkan sejumlah besar
tindakan yang terpisah, meliputi orang harus menggunakan
pengertian dan khayalan, mengamati, dan mengingat-ingat. Menurut
Jahir Burhan dalam Kundaru Saddhono & Slamet, (2014: 100)
menegaskan bahwa membaca merupakan perbuatan yang dilakukan
berdasarkan kerjasama beberapa kete-rampilan, yakni mengamati,
memahami, dan memikirkan. Membaca bukan hanya aktivitas yang
bersifat pasif dan reseptif saja, tetapi memerlukan keaktifan dalam
berpikir untuk memperoleh makna.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas tentang membaca,
maka dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses untuk
memperoleh pesan dari media kata atau Bahasa tulis dengan
melibatkan aktivitas visual dan berpikir. Aktivitas visual digunakan
pembaca dalam menerjemahkan symbol tulisan, sedang-kan
aktivitas berpikir mencakup pengenalan kata, pemahaman dan
343
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
interpretasi.
b. Tujuan Membaca
Membaca sangat efektif apabila diberikan sejak dini, hal ini
dikarenakan mempunyai banyak tujuan. Dalam Rahim, (2008: 5-
6) terdapat tujuan membaca, yaitu:
1) Mendapatkan informasi tentang data dan kejadian sehari-hari
dalam menemukan fakta untuk mengembangkan diri.
2) Meningkatkan citra diri yaitu memperoleh nilai positif dari
pesan yang disampaikan.
3) Memberikan penyaluran positif dalam membuka wawasan
terhadap situasi yang akan atau maupun yang sedang dihadapi.
4) Mencari nilai keindahan atau pengalaman estetis dan nilai-
nilai kehidupan.
Dari penjelasan tujuan membaca di atas bahwa melalui
membaca dapat memperoleh informasi dan mengkonfirmasi
fakta untuk meningkatkan citra diri dengan membuka wawasan
terhadap situasi yang akan dihadapi di kehidupan.
c. Tahapan Membaca Anak Usia Dini
Perkembangan kemampuan membaca pada anak secara
khusus berlangsung dalam beberapa tahapan. Setiap tahap dari
kemampuan membaca memiliki karakteristik yang berbeda-beda.
Rahim, (2005: 12) mengungkapkan bahwa tahapan kemampuan
membaca anak usia 4-6 tahun berlangsung dalam lima tahap,
yakni: 1) tahap fantasi (magical state), 2) tahap pembentukan
konsep diri (self concept stage), 3) tahap gemar membaca, 4)
tahap pengenalan membaca, serta 5) tahap membaca lancar.
Selanjutnya, Nurbiana menjelaskan bahwa setiap tahap perkem-
bangan membaca memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakan.
Berikut merupakan deskripsi dari setiap tahapan membaca pada
344
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

anak usia dini atau anak usia 4-6 tahun.


1. Tahap Fantasi (Magical State)
Pada tahap ini, anak mulai belajar menggunakan buku, dia
berpikir bahwa buku itu penting, membolak-balik buku dan
kadang-kadang anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap
pertama ini, orang tua atau guru harus menunjukkan model atau
contoh tentang perlunya membaca, membacakan sesuatu pada
anak, dan membicarakan buku dengan anak.
2. Tahap Pembentukan Konsep Diri (Self Concept Stage)
Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai
melibatkan diri dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca
buku, memberi makna pada gambar atau pengalaman sebe-
lumnya dengan buku, dan menggunakan bahasa buku meskipun
tidak cocok dengan tulisan. Pada tahap kedua ini, orang tua atau
guru harus memberikan rangsangan dengan membacakan
sesuatu pada anak. orang tua atau guru hendaknya memberikan
akses pada buku-buku yang diketahui anak-anak dan
melibatkan anak membacakan berbagai buku.
3. Tahap Membaca Gambar (Bridging Reading Stage)
Pada tahap ini, anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak
serta dapat menemukan kata yang sudah dikenal, dapat
mengungkapkan kata-kata yang memiliki makna dengan dirinya,
dapat mengulang kembali cerita yang tertulis, dapat mengenal
cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalnya, serta sudah
mengenal abjad. Pada tahap ketiga ini, orang tua dan guru
membacakan sesuatu pada anak-anak, menghadirkan berbagai
kosa kata pada lagu dan puisi, serta memberikan kesempatan
menulis sesering mungkin.
4. Tahap Pengenalan Bacaan (Take-Off Reader Stage)
345
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (graphoponic,
semantic, dan syntatic) secara bersama-sama. Anak tertarik
pada bacaan, mulai mengingat kembali cetakan sesuai konteks,
berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan, serta mem-
baca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan
iklan. Pada tahap keempat ini, orang tua dan guru masih tetap
membacakan sesuatu untuk anak-anak sehingga mendorong anak
membaca sesuatu pada berbagai situasi. Orang tua dan guru
jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna.
5. Tahap Membaca Lancar (Independent Reader Stage)
Pada tahap ini, anak dapat membaca berbagai jenis buku
yang berbeda secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda,
pengalaman dan isyarat yang dikenalnya, dan dapat membuat
perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang berhubungan
secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah
dibaca. Pada tahap kelima ini, orang tua dan guru masih tetap
perlu membacakan berbagai jenis buku pada anak. Tindakan ini
akan mendorong agar dapat memperbaiki bacaannya. Membantu
menyeleksi bahan-bahan bacaan yang sesuai serta
membelajarkan cerita terstruktur. Menurut Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 137 tahun 2014
tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, tahapan membaca
anak usia 5-6 tahun adalah sebagai berikut.
1) Mengenal berbagai macam lambang huruf vocal dan
konsonan.
2) Menyebutkan kelompok gambar yang memiliki bunyi/huruf
sama.
3) Memiliki perbendaharaan kata, serta mengenal symbol-
simbol huruf untuk persiapan membaca, menulis dan
346
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

berhitung.
4) Menyusun kalimat sederhana dalam struktur lengkap (pokok
kalimat-predikat-keterangan).
5) Membaca nama sendiri.
6) Senang dan menghargai bacaaan.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa
tahapan membaca pada anak berlangsung dalam beberapa tahap
yang setiap tahapannya anak membutuhkan rangsangan dan
bimbingan dari orang tua atau guru untuk membantu
berkembangnya kelancaran kemampuan membaca pada anak.

2. Menulis
a. Pengertian Menulis
Menurut Sabarti (1996: 3) menulis merupakan salah satu
kemampuan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi tidak
langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain dan
merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1993:968), menulis
adalah membuat huruf (angka dan sebagainya) dengan pena (pensil,
kapur, dan sebagainya). H.G Tarigan (dalam Muchlison,dkk.
(1992:233) menyatakan bahwa menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafis yang meng-gambarkan suatu
bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat
membaca lambang-lambang grafis tersebut.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa
menulis adalah kemampuan untuk berkomunikasi dengan meng-
gunakan lambang grafis yang menggambarkan bahasa yang dipahami
seseorang.
b. Tujuan Menulis
347
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
H.G Tarigan (dalam Muchlison,dkk. (1992:233) menyatakan
bahwa tujuan menulis adalah:
1. Bahasa umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki
proses belajar mengajar menulis.
2. Untuk menentukan angka kemajuan belajar masing-masing anak
dalam pengajaran menulis.
3. Untuk menempatkan anak sesuai dengan kemampuan menyerap
pengajaran menulis.
4. Mengenal latar belakang kesulitan belajar bagi anak tertentu.
c. Tahapan Menulis
Keterampilan menulis permulaan pada dasarnya tidak hanya
sebatas coretan pensil saja, melainkan adanya beberapa tahapan yang
perlu dilakukan dalam kegiatan tersebut. Adapun tahapan
perkembangan pre-writting skill menurut Tri Gunadi (2003:282-283),
yaitu: “a) tahap inisial (anak memasukkan krayon ke mulut/meremas
kertas, anak menusukkan krayon ke kertas, scribble secara acak,
scribble secara spontan dengan arah horizontal, scribble secara
spontan dengan arah vertikal, scribble secara spontan dengan arah
memutar), b) Tahap imitasi dan mengkopi”. Akan tetapi menurut
Morrow (dalam Sumiati, dkk. 2009: 2-3) mengemukakan bahwa
kemampuan menulis anak dibagi menjadi enam tahapan, yaitu: “a)
writting via scribbling (tahapan mencoret), b) writing via drawing
(tahap menulis melalui menggambar), c) writing via making letter-
like forms (tahap menulis melalui membentuk gambar seperti huruf),
d) writing via reproducing weel-learnedunit or letter stings (tahap
menulis dengan membuat huruf yang akan dipelajari, e) writing via
invented spelling (tahap menulis melalui kegiatan menemukan ejaan),
f) writing via conventional speling (tahap menulis melalui mengeja)”.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan menulis
348
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

dimulai ketika anak memasukkan krayon ke mulut dan meremas


kertas, kemudian membuat coretan tak beraturan, menulis melalui
gambar, dan diakhiri dengan menulis sambil mengeja.

3. Berhitung
a. Pengertian Berhitung
Kegiatan berhitung untuk anak usia dini disebut juga
sebagai kegiatan menyebutkan urutan bilangan atau membilang buta
(Nining Sriningsih, 2008: 63). Ahmad Susanto (2011: 98)
kemampuan berhitung permulaan adalah kemampuan yang dimi-
liki setiap anak untuk mengembangkan kemampuannya, karak-
teristik perkembangannya dimulai dari lingkungan yang ter-
dekat dengan dirinya, sejalan dengan perkembangan kemampuannya
anak dapat meningkat ke tahap pengertian mengenai jumlah yang
berhubungan dengan penjumlahan dan pengurangan.
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat diartikan bahwa
kemampuan berhitung adalah kemampuan yang dimiliki anak
yang berhubungan dengan membilang, menjumlahkan, mengurangi,
menambah, memperbanyak, dan mengalihkan yang dilakukan secara
lebih awal yang pada mulanya tidak bermakna bagi anak yang belum
memahami bilangan.
b. Tujuan Berhitung
Mudjito (2007: 1-2), membedakan tujuan kegiatan berhitung
permulaan pada anak usia TK, sebagai berikut:
1). Tujuan Umum
Secara umum permainan berhitung permulaan di TK, untuk
mengetahui dasar-dasar pembelajaran berhitung sehingga pada
saatnya nanti anak akan lebih siap mengikuti pembelajaran
berhitung pada jenjang selanjutnya yang lebih kompleks.

349
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
2). Tujuan Khusus
1. Dapat berpikir logis dan sistematis sejak dini, melalui
pengamatan terhadap benda-benda kongkrit, gambar-
gambar atau angka-angka yang terdapat di sekitar anak.
2. Dapat menyesuaikan dan melibatkan diri dalam kehidupan
bermasyarakat yang dalam kesehariannya memerlukan
keterampilan berhitung.
3. Memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi, dan daya apresiasi
yang tinggi.
4. Memiliki pemahaman konsep ruang dan waktu serta dapat
memperkirakan kemungkinan urutan sesuatu peristiwa yang
terjadi di sekitarnya.
5. Memiliki kreativitas dan imajinasi dalam menciptakan sesuatu
secara spontan.
Sriningsih (2008: 120), berpendapat bahwa berhitung bertujuan
untuk mengembangkan pemahaman anak melalui proses eksplorasi
dengan benda-benda konkret. Eksplorasi melalui benda- benda
konkret diharapkan mampu memberikan fondasi yang kokoh
bagi anak dalam mengembangkan kemampun matematika pada tahap
selanjutnya. Untuk itu guru secara bertahap memberikan pengalaman
belajar yang dapat menggantikan benda-benda konkret dengan alat-
alat yang dapat mengantarkan anak pada kemampuan berhitung
secara mental (abstrak).
Melalui metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat
permainan berhitung di Taman Kanak-kanak. Dari beberapa pendapat
tentang tujuan berhitung dapat disimpulkan tujuan berhitung di TK
adalah untuk memberikan dasar-dasar berhitung agar anak dapat
memiliki ketelitian, konsentrasi, abstraksi, dan daya apresiasi yang
tinggi. Berhitung di TK, untuk mengembangkan kemampuan
350
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

kreativitas, berpikir logis dan sistematis melalui pengamatan yang


dilakukan anak terhadap benda-benda konkret yang ada disekitar
anak, sehingga mengembangkan keterampilan berhitung dalam
kesehariannya.
c. Tahap Perkembangan Berhitung
Departemen Pendidikan Nasional (dalam Siti Aisyah,2000: 7)
mengemukakan bahwa berhitung di Taman Kanak-kanak seyog-
yanya dilakukan melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu
penguasaan konsep, masa transisi, dan lambang. Penguasaan
konsep adalah pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan
menggunakan benda dan peristiwa konkret, seperti pengenalan
warna, bentuk, dan menghitung bilangan.
Masa transisi adalah proses berpikir yang merupakan masa
peralihan dari pemahaman konkret menuju pengenalan lambang
yang abstrak, dimana benda konkret itu masih ada dan mulai
dikenalkan bentuk lambangnya. Hal ini terus dilakukan guru
secara bertahap sesuai dengan laju dan kecepatan kemampuan
anak yang secara individual berbeda. Misalnya, ketika guru
menjelaskan konsep satu dengan menggunakan benda (satu buah
pensil), anak-anak dapat menyebutkan benda lain yang memiliki
konsep sama, sekaligus mengenalkan bentuk lambang dari angka satu
itu. Kemudian anak dilatih berpikir simbolik lebih jauh, yang disebut
abstraksi reflektif (reflectife abstraction). Langkah berikutnya
ialah mengajari anak menghubungkan antara pengertian bilangan
dengan simbol bilangan.
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Pendidikan Anak
Usia Dini, indikator kemampuan berhitung anak usia 5-6 tahun
adalah :1) menyebutkan lambang bilangan 1-10, 2) mencocokkan
351
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
bilangan dengan lambang bilangan, 3) menggunakan lambang
bilangan untuk menghitung. Dapat disimpulkan bahwa pengertian
membaca, menulis, dan berhitung adalah proses pembelajaran
yang digunakan untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang
pikiran, perhatian, kemauan untuk mengenalkan melihat serta
memahami isi dari apa yang tertulis, membuat huruf dan angka
dengan pena (pensil, kapur), membilang (menjumlahkan,
mengurangi, membagi, memperbanyak).

B. Pendidikan Anak Usia Dini


1. Pengertian PAUD
Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani
suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi
kehidupan selanjutnya (Sujiono, 2011: 6). Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional ini mengamanatkan dengan tegas perlunya penanganan
pendidikan anak usia dini.
Dari pengertian di atas dinyatakan bahwa pengertian anak usia
dini adalah usia sejak lahir hingga usia 6 tahun. Sebagaimana
yang telah dibahas dalam ilmu jiwa (psikologi), tumbuh kembang
dan pendidikan anak usia dini memiliki tahapan-tahapan usia.
Beberapa pakar psikologi pendidikan memiliki pemahaman dan
pengamatan yang berbeda tentang anak usia dini.
352
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

Berdasarkan perkembangannya ada yang menyatakan bahwa usia


lahir hingga 2 tahun merupakan masa vital. Usia 2 hingga 3 tahun
adalah masa perkembangan ingatan. Usia 3 hinggga 4 tahun adalah
masa perkembangan kekuatan imajinasi, dan usia 4 hingga 6 tahun
adalah masa perkembangan pengamatan. Selain itu juga pakar
psikologi pendidikan lain menyatakan bahwa pada usia 0 sampai 1
bulan merupakan tahapan perkembangan fungsi-fungsi vegetatif
menjadi sangat pesat. Usia 1 bulan merupakan tahap perkembangan
fungsi penglihatan, dimana bayi mulai dapat melihat benda-benda
di alam sekitarnya dan hal ini berlangsung hingga bayi berumur 4
bulan. Usia 4 hingga 7 bulan merupakan tahap kesimbangan kepala,
dimana gerakan kepala bayi semakin seimbang. Usia 7 hingga 10
bulan merupakan tahap perkembangan fungsi tangan, dimana gerakan
tangan anak semakin terarah dan semakin kuat hingga bayi dapat
memegang dan menangkap sesuatu dengan tangannya.
Kemudian usia 10 bulan hingga 1 tahun merupakan tahap
perkembangan fungsi otot dan anggota badan. Dalam tahap ini anak
mengalami perkembangan berangsur-angsur dalam duduk, merayap,
merangkak, dan merambat. Usia 1 hingga 1,5 tahun merupakan tahap
perkembangan fungsi kaki, ini berarti pada usia ini anak mulai
dapat berdiri dan berjalan. Sementara usia 1,5 tahun hingga 2 tahun
menjadi perkembangan fungsi verbal (dalam tahap ini anak mulai
dapat menirukan dan mnegucapkan kata-kata dan pernyataan
singkat).
Selanjutnya, usia 2 hingga 3 tahun merupakan tahap
perkembangan toilet (anak mulai dapat belajar kencing dan buang air
besar tanpa bantuan rang lain). Pada usia 3 hingga 4 tahun anak mulai
berbicara secara elas dan berarti, sedangkan pada usia 4 hingga 5
tahun anak mulai belajar matematik sederhana, misalnya menyebut
353
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
bilangan, menghitung, urutan bilangan, dan penguasaan jumlah kecil
dari benda-benda. Usia 5 hingga 7 tahun meruapkan tahap anak mulai
dapat belajar bergaul dengan teman-teman sebayanya. Dalam usia
inilah anak mulai mengikuti pendidikan anak-anak (pendidikan
formal jenjang PAUD hingga masuk sekolah dasar/SD).
Usia dini merupakan masa emas perkembangan. Pada masa itu
terjadi lonjakan luar biasa pada perkembangan anak yang tidak terjadi
pada periode berikutnya. Para ahli menyebutnya usia emas
perkembangan (golden age). Untuk melejitnya potensi
perkembangan tersebut, setiap anak membutuhkan asupan gizi
seimbang, perlindungan kesehatan, asuhan penuh kasih sayang, dan
rangsangan pendidikan yang sesuai dengan tahap perkembangan dan
kemampuan masing-masing anak. Pemberian rangsangan pendidikan
dapat dilakukan sejak lahir, bahkan sejak masih dalam kandungan.
Rangsangan pendidikan ini hendaknya dilakukan secara bertahap,
berulang, konsisten, dan tuntas sehingga memiliki daya ubah
(manfaat) bagi anak (Helmawati, 2015:43-45).

2. Karakteristik Pembelajaran Anak Usia Dini


Kegiatan pembelajaran pada anak usia dini, menurut Sujiono
(2011: 138), pada dasarnya adalah pengembangan kurikulum secara
konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah
pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia
dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus
dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus
dimiliki oleh anak.
Atas dasar pendapat diatas dapat dinyatakan bahwa pembelajaran
untuk anak usia dini memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Belajar, bermain dan bernyanyi
354
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

Pembelajaran untuk anak usia dini menggunakan prinsip belajar,


bermain, dan bernyanyi (Suyanto, 2005: 133). Pembelajaran
untuk anak usia dini diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat
membuat anak aktif, senang, bebas memilih. Anak-anak
belajar melalui interaksi dengan alat-alat permainan dan
perlengkapan serta manusia. Anak belajar dengan bermain
dalam suasana yang menyenangkan. Hasil belajar anak menjadi
lebih baik jika kegiatan belajar dilakukan dengan teman
sebayanya. Dalam belajar, anak menggunakan seluruh alat
inderanya.
b. Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan mengacu
pada 3 hal penting, yaitu: 1) berorientasi pada usia yang tepat, 2)
berorientasi pada individu yang tepat, dan 3) berorientasi pada
konteks sosial budaya (Masitoh dkk., 2005: 3.12).
Pembelajaran yang berorientasi pada perkembangan harus sesuai
dengan tingkat usia anak, artinya pembelajaran harus diminati,
kemampuan yang diharapkan dapat dicapai, serta kegiatan belajar
tersebut menantang untuk dilakukan anak di usia tersebut.
Manusia merupakan makhluk individu. Perbedaan individual
juga harus menjadi pertimbangan guru dalam merancang,
menerapkan, mengevaluasi kegiatan, berinteraksi, dan memenuhi
harapan anak. Selain berorientasi pada usia dan individu yang tepat,
pembelajaran berorientasi perkembangan harus mempertimbangkan
konteks sosial budaya anak. Untuk dapat mengembangkan program
pembelajaran yang bermakna, guru hendaknya melihat anak dalam
konteks keluarga, masyarakat, faktor budaya yang melingkupinya

Pengembangan Literasi dan Numerasi Anak Usia Dini

355
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Membaca dan menulis dalam konteks kurikulum anak usia
dini sering dinyatakan dengan keaksaraan atau literasi dan
termasuk dalam bidang pengembangan bahasa.
Kriteria minimal tentang kualifikasi perkembangan anak
dalam Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini (K13 PAUD)
dinyatakan dengan Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan
(STPP). STTP untuk kemampuan keaksaraan berdasarkan K13
PAUD adalah memahami hubungan bentuk dan bunyi huruf,
meniru bentuk huruf, serta memahami kata dalam cerita
(Direktorat Pembinaan Anak Usia Dini, 2015:32).
Kemampuan berhitung atau numerasi dalam kurikulum
pendidikan anak usia dini termasuk dalam bidang pengembangan
kognitif. STTP untuk kemampuan numerasi berdasarkan K13
PAUD adalah berpikir simbolik yang mencakup: mengenal,
menyebutkan, dan menggunakan lambang bilangan 1 – 10,
mengenal abjad serta mampu merepresentasikan benda dalam
bentuk gambar (Direktorat Pembinaan Anak Usia Dini,
2015:31). Literasi dan numerasi merupakan keterampilan esential
bagi manusia .

Tujuan Penelitian
Penelitian dengan judul Pengembangan Model Permainan
Persiapan Belajar Calistung Anak TK dilakukan untuk mencapai
tujuan : mengetahui metode pembelajaran calistung pada anak usia dini
di TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung dan di TK Negeri
pembina Kabupaten Bandung.

METODE PENELITIAN
356
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

Penelitian ini dilakukan untuk menghasilkan produk berupa model


permainan yang efektif untuk mengembangkan kemampuan pra-
membaca, pra-menulis, dan berhitung anak usia dini. Untuk dapat
menghasilkan produk tertentu digunakan penelitian yang bersifat
analisis kebutuhan dan untuk menguji keefektifan produk tersebut
supaya dapat berfungsi di masyarakat luas, maka diperlukan penelitian
untuk menguji produk tersebut (Sugiyono, 2013: 297). Berkenaan
dengan hal tersebut maka desain yang dipilih dalam penelitian ini adalah
metode penelitian dan pengembangan (research and development).
Tahapan dalam penelitian ini diadaptasi dari sepuluh langkah
penelitian dan pengembangan sebagaimana dikemukakan Borg dan Gall
(Sukmadinata, 2012: 169 – 170) dan dalam penelitian ini disesuaikan
dengan kebutuhan dengan tetap memperhatikan esensi yang harus
dipenuhi dalam pelaksanaan penelitian sehingga siklusnya terdiri atas:
(1) Studi pendahuluan, mempelajari kondisi yang ada di lapangan,
teori-teori yang relevan, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan
produk yang akan dikembangkan, (2) Merencanakan dan
mengembangkan produk awal berdasarkan hasil penelitian
pendahuluan, (3) Melakukan ujicoba di lapangan secara terbatas dan
lebih luas dimana natinya produk akan digunakan, diantara langkah ini
dilakukan revisi terhadap kelemahan- kelemahan yang ditemukan
dalam setiap uji coba di lapangan, dan (4) Validasi model yang
dikembangkan sampai memperoleh produk akhir sebagai sebuah model
pembelajaran. Kegiatan pengembangan dan uji validasi produk
dilakukan secara siklus, disertai umpan balik, evaluasi- penilaian dan
perbaikan.
Tahapan penelitian selanjutnya divisualisasikan dalam bentuk
bagan alur sebagai berikut.
357
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Bagan 1.
Tahapan Penelitian dan Pengembangan

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK) yang


merupakan salah satu lembaga pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal dengan mengambil lokasi di kota Bandung dan Kabupaten
Bandung. Dari seluruh lembaga TK yang ada di Kota Kediri selanjutnya
dipilih 2 (dua) TK yang tersebar di 3 (tiga) kecamatan untuk yaitu TK
Negeri Pembina Kabupaten Bandung, TK Negeri Pembina Kota
Bandung, dan TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung.
Ujicoba terbatas model permainan dilakukan di Melati Kecamatan
Cicendo Kota Bandung dengan subjek penelitian peserta didik
Kelompok B dan ujicoba lebih luas dilakukan di TK Negeri Pembina
Kabupaten Bandung dengan mengambil subjek penelitian peserta didik
Kelompok B5. Uji efektivitas dilakukan di TK Negeri Pembina Kota
Bandung dengan subjek penelitian peserta didik Kelompok B1, B2, dan
B3.
Beberapa teknik dan instrumen yang diperlukan sesuai dengan
kebutuhan penelitian, yaitu sebagai berikut. (1) Teknik observasi,
dipilih untuk mendapatkan data berupa pengamatan secara langsung

358
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

terhadap responden selama kegiatan pembelajaran. Objek yang


diobservasi berupa aktivitas tentang proses penerapan model
permainan dalam mencapai tujuan yang dilakukan secara
berkesinambungan sampai diperoleh data yang memadai. (2) Teknik
angket, digunakan untuk memperoleh data yang diperlukan dari
pendidik dan pengelola untuk mendapatkan informasi tentang
pelaksanaan pelaksanaan pembelajaran pada tahap awal penelitian. (3)
Teknik dokumentasi, digunakan untuk memperoleh data tertulis yang
berhubungan dengan proses dan hasil belajar yang sudah
terdokumentasikan oleh pihak sekolah dan pihak lainnya, yang
diperlukan dalam penelitian.
Teknik analisis data yang digunakan berdasarkan tahapan
penelitian ini adalah: (1) analisisis deskriptif kuantitatif, (2) analisis
deskriptif kualitatif, dan (3) analisis statistik inferensial. Analisis data
tahap penelitian pendahuluan adalah analisis deskriptif. Dengan teknik
ini didiskripsikan aspek-aspek yang terkait dengan pengembangan
kemampuan permulaan membaca, menulis, dan berhitung di Taman
Kanak-kanak. Temuan yang diperoleh dari survai lapangan selanjutnya
ditelaah dalam hubungannya dengan kurikulum yang berlaku di TK saat
ini dan juga teori- teori dan konsep-konsep tentang bermain dan
perkembangan anak usia dini.
Analisis data pada tahap pengembangan dan ujicoba dan validasi
model adalah analisis deskriptif kualitatif. Data yang diperoleh pada
tahap ini dianalisis melalui tahapan proses sebagai berikut: (1) reduksi
data, (2) pemaparan data, dan (3) penarikan kesimpulan. Analisis data
untuk menguji efektivitas model permainan adalah analisis statistik
inferensial khususnya uji paired samples t test. Data yang diperoleh
pada saat eksperimen meliputi skor test awal yang dilaksanakan
sebelum model diterapkan dan skor test akhir yang dilaksanakan setelah
359
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
model diterapkan. Data tersebut selanjutnya dianalisis untuk
mengetahui pengaruh model permainan yang dikembangkan terhadap
pembentukan kesiapan belajar membaca menulis anak usia dini dengan
menggunakan Uji-t untuk melihat perbedaan hasil test awal dan tes
akhir dengan menggunakan program SPSS Versi 21.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan pada hari senin tanggal 1 April
2019 di TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung. Hasil
pengumpulan data tentang pembelajaran calistung pada anak usia dini
di TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung dideskripsikan.
Usia siswa TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung cukup
bervariasi, dari 15 siswa rata-rata terdapat pada rentang 6 sampai 7
tahun. Berdasarkan grafik di atas anak yang berusia tepat 6 tahun
berjumlah lima orang, yaitu Salsabila, Tsabita, Fajria, Dzakira, dan
Tavisa. Anak yang berusia 6 tahun 1 bulan berjumlah dua orang yaitu
Gaza dan Khalifa. Anak yang berusia 6 tahun 2 bulan, satu orang yaitu
Jihan. Kemudian anak yang berusia 6 tahun 3 bulan, dua orang yaitu
Kamila dan Meisya. dua orang berusia 6 tahun 4 bulan yaitu Lindia
dan Nizar dan dan anak yang berusia 6 tahun 5 bulan, 6 tahun 6 bulan
dan 6 tahun 8 bulan masing-masing berjumlah satu orang, atas nama
Aldina, Arjuna dan Farzhan.
Usia yang bervariatif dan perbedaan tingkat perkembangan anak
termasuk perbedaan tingkat kematangan anak mempengaruhi
ketercapaian sesuai dengan tujuan yang diharapkan, menjadi faktor
yang mempengaruhi dalam kegiatan pembelajaran calistung pada
anak usia dini di TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung.
Dimana setelah mengimplementasikan pembelajaran calistung pada
360
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

anak usia dini di TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung


dengan menggunakan metode/model bermain dengan media
interaktif dan hasil pengembangan dari metode/model bermain yang
sudah dikenalkan oleh peneliti sebelumnya. Dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Pembukaan dengan permainan-permainan edukatif yang melatih
motoriknya dan konsentrasinya.
2. Setelah itu inti, untuk usia 5-6 kelompok B ini tentunya dimulai
dari hal-hal yang konkrit terlebih dahulu. Hal lain yang perlu
diperhatikan adalah dalam penyampaian materi, lebih baik dibuat
seolah-olah anak tidak belajar calistung tapi menganggapnya
bermain, bukankah dunia anak dunia bermain, berilah
reinforcement/penguatan atas keberhasilan sekecil apapun yang
dilakukan.
Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan dalam metode ini
adalah sebagai berikut:
1. Sikap dan pendekatan guru. Syarat terpenting adalah, bahwa
diantara guru dan anak harus ada pendekatan yang menyenangkan,
karena belajar calistung merupakan permainan yang bagus sekali.
Biasakan anak membaca menulis berhitung dengan suatu
kegemaran, bisa dibuat permainan menarik untuknya
2. Membatasi waktu untuk melakukan permainan ini sehingga betul-
betul singkat. Hentikan permainan ini sebelum anak itu sendiri
ingin menghentikannya. Jangan pernah memaksa anak untuk
belajar calistung tanpa kemauan dia sendiri.
Pengenalan calistung ( membaca) yang dilakukan di TK Melati
ini melalui melalui 3 tahap, yakni:
Tahap 1 :
Membaca gambar. Anak diberikan gambar, yang dalam satu
361
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
halaman hanya memuat satu jenis gambar, misalnya jika di situ ada
gambar ayam, maka gambar tidak boleh dihias dengan jenis gambar
lain. Jika buku, maka buku tersebut hanya berisi gambar, belum
tulisan.
Tahap II :
Membaca gambar + huruf. Keterampilan membaca anak tahap
kedua ini dengan membaca huruf yang sesuai dengan huruf awal
objek gambar.
Contoh : huruf A untuk gambar ayam dan B untuk buku.
Tahap III :
Membaca gambar + kata. Keterampilan membaca tahap
selanjutnya adalah dengan memperlihatkan gambar dan tulisan
makna gambar.
Terdapat empat siswa yang mencapai tingkat pencapaian
perkembangan dalam mengenal angka, huruf, dan menulis pada level
yang sama (80%), yaitu Aldina, Arjuna, Meisya, dan Nizar. Tavisa
mencapai tingkat pencapaian perkembangan dalam mengenal angka,
huruf, dan menulis pada level 70%. Sedangkan siswa yang lainnya
cukup bervariatif antara kemampuan mengenal angka, huruf, dan
menulis. Salsabila tingkat pencapaian perkembangan dalam
mengenal angka ada dilevel 60%, sedangkan huruf dan menulis ada
dilevel 64%. Kamila tingkat pencapaian perkembangan dalam
mengenal angka ada dilevel 70%, huruf 75%, dan menulis ada dilevel
60%. Gaza tingkat pencapaian perkembangan dalam mengenal angka
ada dilevel 50%, sedangkan huruf dan menulis ada dilevel 65%.
Lindia tingkat pencapaian perkembangan dalam mengenal angka dan
huruf ada dilevel 60%, sedangkan menulis ada dilevel 75%. Tsabita
tingkat pencapaian perkembangan dalam mengenal angka dan huruf
ada dilevel 70%, sedangkan menulis ada dilevel 65%. Dan yang
362
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

lainnya berturut-turut yaitu Fazria (angka 70%, huruf 65%, dan


menulis 70%), Dzakira (angka 70%, huruf 75%, dan menulis 75%),
Khalifa (angka 60%, huruf 65%, dan menulis 70%), Farzhan (angka
75%, huruf 80%, dan menulis 70%) dan Jihan tingkat pencapaian
perkembangan dalam mengenal angka ada dilevel 70%, sedangkan
huruf dan menulis ada dilevel 65%.
Berdasarkan analisis di atas hanya satu anak yang yang tingkat
pencapaian perkembangan masih ada dilevel 50% yaitu atas nama
Gaza pada aspek angka, tetapi aspek mengenal huruf dan menulisnya
sudah mencapai lebih dari 60%. Sedangkan yang lainnya berada pada
rentang level 60-80%.
Berdasarkan skala capaian perkembangan anak, terdapat 8 anak
yang capaian perkembangan dalam hal angka, huruf, dan menulis
sudah berkembang sesuai harapan (BSH). Yaitu atas nama Aldina,
Arjuna, Lindia, Meisya, Nizar, Dzakira, Farzhan, dan Tavisa. 5 anak
atas nama Kamila, Tsabita, Fazria, Khalifa, dan Jihan ada direntang
mulai berkembang (MB) dan berkembang sesuai harapan (BSH). 1
anak capaian perkembangan dalam hal angka, huruf, dan menulis ada
ditahap mulai berkembang, yaitu atas nama Salsabila. Sedangkan 1
anak lagi yang bernama Gaza, capaian perkembangan angka masih
belum berkembang (BB). Namun dalam capaian perkembangan huruf
dan menulis sudah mulai berkembang (MB).

B. Rangkuman Hasil Analisis


Usia yang bervariatif dan perbedaan tingkat perkembangan anak
termasuk perbedaan tingkat kematangan anak mempengaruhi
ketercapaian sesuai dengan tujuan yang diharapkan, menjadi faktor
yang mempengaruhi dalam kegiatan pembelajaran calistung pada
anak usia dini di TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung.
363
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Dimana setelah mengimplementasikan pembelajaran calistung pada
anak usia dini di TK Melati Kecamatan Cicendo Kota Bandung.
Terdapat empat siswa yang mencapai tingkat pencapaian
perkembangan dalam mengenal angka, huruf, dan menulis pada level
yang sama (80%), yaitu Aldina, Arjuna, Meisya, dan Nizar. Tavisa
mencapai tingkat pencapaian perkembangan dalam mengenal angka,
huruf, dan menulis pada level 70%. Sedangkan siswa yang lainnya
cukup bervariatif antara kemampuan mengenal angka, huruf, dan
menulis.
Terdapat 8 anak yang capaian perkembangan dalam hal angka,
huruf, dan menulis sudah berkembang sesuai harapan (BSH). Yaitu
atas nama Aldina, Arjuna, Lindia, Meisya, Nizar, Dzakira, Farzhan,
dan Tavisa. 5 anak atas nama Kamila, Tsabita, Fazria, Khalifa, dan
Jihan ada direntang mulai berkembang (MB) dan berkembang sesuai
harapan (BSH). 1 anak capaian perkembangan dalam hal angka,
huruf, dan menulis ada ditahap mulai berkembang, yaitu atas nama
Salsabila. Sedangkan 1 anak lagi yang bernama Gaza, capaian
perkembangan angka masih belum berkembang (BB). Namun dalam
capaian perkembangan huruf dan menulis sudah mulai berkembang
(MB).

C. Pembahasan Hasil Analisis


Kemampuan anak dalam pengenalan huruf (membaca)
berdasarkan hasil analisis di atas, cukup bervariatif baik dilihat dari
level/tingkat penguasaan maupun dari capaian perkembangan anak.
Hal ini disebabkan karena usia anak, perkembangan anak, dan tingkat
kematangan anak yang berbeda-beda pula. Hal ini sejalan dengan
teori berikut ini.
Morrow (dalam Sumiati, dkk. 2014:2-3) mengemukakan
364
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

bahwa kemampuan menulis anak dibagi menjadi enam tahapan, yaitu:


“a) writting via scribbling (tahapan mencoret), b) writing via
drawing (tahap menulis melalui menggambar), c) writing via making
letter-like forms (tahap menulis melalui membentuk gambar seperti
huruf), d) writing via reproducing weel-learnedunit or letter stings
(tahap menulis dengan membuat huruf yang akan dipelajari, e)
writing via invented spelling (tahap menulis melalui kegiatan
menemukan ejaan), f) writing via conventional speling (tahap
menulis melalui mengeja)”.
Dikuatkan melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Pen-
didikan Anak Usia Dini, kemampuan menulis anak usia 5-6 tahun di
tandai dengan 1) Meniru Bentuk, 2) Menuliskan nama sendiri, 3)
Menggunakan alat tulis dengan benar, 4) Merepresentasikan berbagai
macam benda dalam bentuk gambar atau tulisan (ada benda pensil
yang diikuti tulisan dan gambar pensil).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan menulis
dimulai ketika anak memasukkan krayon ke mulut dan meremas
kertas, kemudian membuat coretan tak beraturan, dan menulis
melalui gambar, dan diakhiri dengan menulis sambil mengeja.
Sama halnya dengan membaca dan menulis, pengenalan angka
(berhitung) tingkat penguasaan anak cukup bervariatif mulai dari
berkembang sesuai harapan (BSH), mulai berkembang (MB) bahkan
ada yang belum berkembang (BB). Hal ini dikarenakan penguasaan
konsep simbol/lambang bilangan yang berbeda pula. Hal ini sejalan
dengan teori Burns dan Lorton.
Burns dan Lorton (Anggani Sudono, 2010: 22) menjelaskan
lebih terperinci bahwa setelah konsep dipahami oleh anak, guru
mengenalkan lambang konsep. Kejelasan hubungan antara konsep
365
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
konkret dan lambang bilangan menjadi tugas guru yang sangat
penting dan tidak tergesa-gesa. Sedangkan lambang merupakan
visualisasi dari berbagai konsep. Misalnya lambang 7 untuk meng-
gambarkan konsep bilangan tujuh, merah untuk menggambarkan
konsep warna, besar untuk mengambarkan konsep ruang, dan
persegi untuk menggambarkan konsep bentuk.
Didukung oleh Departemen Pendidikan Nasional (dalam Siti
Aisyah,2000: 7) mengemukakan bahwa berhitung di Taman
Kanak-kanak seyogyanya dilakukan melalui tiga tahapan
penguasaan berhitung, yaitu penguasaan konsep, masa transisi, dan
lambang. Penguasaan konsep adalah pemahaman dan pengertian
tentang sesuatu dengan menggunakan benda dan peristiwa
konkret, seperti pengenalan warna, bentuk, dan menghitung
bilangan.
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dengan menggunakan model/metode bermain (“Bermain
Berburu Ayam”) dengan berpegang pada teori yang
dikemukakan oleh Whitebread dalam Kuntjojo, S. (2016: 259)
bahwa “The archaelogical, historical, anthropological research
into children’s play is hows that play is ubiquitous in human
societies, and children play is suppoted by adult in cultures by
the manufacture of play equipment and toys”, pengenalan
calistung pada anak usia dini di TK Melati kecamatan Cicendo
kota Bandung dapat dideskripsikan sebagai berikut :
Kemampuan anak dalam pengenalan huruf (membaca)
berdasarkan hasil analisis di atas, cukup bervariatif baik dilihat
dari level/tingkat penguasaan maupun dari capaian

366
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

perkembangan anak. Hal ini disebabkan karena usia anak,


perkembangan anak dan tingkat kematangan anak yang
berbeda-beda pula. Hal ini sejalan dengan teori yang
dikemukakan oleh Dhieni dkk, (2009:5.12-5.13) mengung-
kapkan bahwa tahapan kemampuan membaca anak usia 4-6
tahun berlangsung dalam lima tahap, yakni: 1) tahap fantasi
(magical state), 2) tahap pembentukan konsep diri (self
concept stage), 3) tahap gemar membaca, 4) tahap
pengenalan membaca, serta 5) tahap membaca lancar.
Begitu pula dengan tahap menulis, hasilnya cukup
bervariatif dan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Morrow (dalam Sumiati, dkk. 2014:2-3) mengemukakan
bahwa kemampuan menulis anak dibagi menjadi enam tahapan,
yaitu: “a) writting via scribbling (tahapan mencoret), b) writing
via drawing (tahap menulis melalui menggambar), c) writing
via making letter-like forms (tahap menulis melalui membentuk
gambar seperti huruf), d) writing via reproducing weel-
learnedunit or letter stings (tahap menulis dengan membuat
huruf yang akan dipelajari, e) writing via invented spelling
(tahap menulis melalui kegiatan menemukan ejaan), f) writing
via conventional speling (tahap menulis melalui mengeja)”.
Sama halnya dengan membaca dan menulis, pengenalan
angka (berhitung) tingkat penguasaan anak cukup bervariatif
mulai dari berkembang sesuai harapan (BSH), mulai
berkembang (MB) bahkan ada yang belum berkembang (BB).
Hal ini dikarenakan penguasaan konsep simbol/lambang
bilangan yang berbeda pula. Hal ini sejalan dengan teori Burns
dan Lorton yang diperkuat oleh Departemen Pendidikan
Nasional (dalam Siti Aisyah,2000: 7) mengemukakan bahwa
367
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
berhitung di Taman Kanak-kanak seyogyanya dilakukan
melalui tiga tahapan penguasaan berhitung, yaitu penguasaan
konsep, masa transisi, dan lambang. Penguasaan konsep adalah
pemahaman dan pengertian tentang sesuatu dengan
menggunakan benda dan peristiwa konkret, seperti pengenalan
warna, bentuk, dan menghitung bilangan.

B. Saran
a. Bagi Guru
1. Optimalkan peran dalam mengembangkan aspek-aspek
perkembangan anak usia dini.
2. Memberikan pengajaran yang relevan dengan tahap
perkembangan anak dan mengajarkan baca tulis hitung
dengan cara yang menyenangkan.
b. Bagi Orang Tua
Orang tua yang memiliki anak usia pra SD sebaiknya tidak
memaksakan anak untuk bisa membaca, menulis dan berhitung
dengan tujuan supaya anak memiliki kemampuan membaca,
menulis dan berhitung lebih cepat dari yang lainnya. Selain itu
orang tua tidak membebani dengan berbagai macam les calistung
(membaca, menulis dan berhitung) tanpa mengetahui bagaimana
keadaan anak yang sebenarnya.
c. Bagi peneliti selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat lebih kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan model pembelajaran calistung
terutama model bermain berburu ayam. Dan lebih perdalam teori-
teori pendukungnya

368
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Nandang Gumilar NIM : 4103810318005

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S., dkk. (2010). Perkembangan Dan Konsep Dasar


Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Helmawati. (2015). Mengenal dan Memahami PAUD. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Kuntjojo, S. (2016). Pengembangan Model Permainan Pra-Calistung
Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Usia Dini. Vol. 10 Edisi 2.
Muchlison., dkk. (1992). Pendidikan bahasa indonesia 3. Jakarta:
Depdikbud.
Mudjito, A K. (2007). Pedoman Pembelajaran Berhitung Di Taman
Kanak- Kanak. Jakarta:
Nurdiana, J., dan Sunarsih, C. 2016. Kurikulum dan Program
pembelajaran TK. Jakarta : Pusat Pengembangan dan
Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Taman
Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa.
Rahim, F. (2005). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar.
Jakarta: Bumi Aksara..
Sabarti, A., Maidar G. A., & Sakura, H.R. (1993). Bahasa
Indonesia I. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar,
Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
Soedarsono. (1991). Sistem membaca cepat dan efektif. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Sriningsih, N. (2008). Pembelajaran Metmatika Terpadu Untuk Anak
Usia Dini. Bandung: Pustaka Sebelas.
Sudono, A. (2010). Sumber Belajar dan Alat Permainan. Jakarta:
Grasindo.
Sujiono, Y.N. (2011). Konsep Dasar PAUD. Jakarta: Rajawali Putri
Media.
Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana
Penada Media Group.
Suyanto, S. (2005). Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Yogyakarta: Hikayat.

369
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
370
Pengembangan Metode Pembelajaran Calistung Melalui Model Bermain Berburu Ayam Pada
Anak Usia Dini
Popon Suwili NIM: 41038103318024

PENGEMBANGAN KARAKTER PADA ANAK USIA


DINI (AUD)

Popon Suwili
NIM: 41038103318024
MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak

Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia
dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang.
Karakter anak usia dini dipengaruhi oleh dua faktor, yakni in-tern dan
ekstern. Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik,
psikis, sosial, mor-al, dan sebagainya. Pengembangan karakter di sekolah
akan terlaksana dengan lancar, jika guru dalam pelaksanaannya
memperhatikan beberapa prinsip pengembangan karakter. Karakter
dikembangkan melalui tahapan: pengetahuan (knowing), pelaksanaan
(acting), dan kebiasaan (habit). Terdapat be-berapa tantangan yang
menjadi problem utama dalam pengembangan karakter di era global. Ada
beberapa tips efektif pengembangan karakter anak usia dini di sekolah yang
bisa ditawarkan, dian-taranya: 1) melibatkan aspek moral knowing, moral
feeling, dan moral action, 2) menghidupkan sholat sunnah Dhuha
berjamaah, 3) mencium tangan guru, 4) menceritakan biografi para tokoh,
5) mengge-lar doa dan istighosah rutin, 6) guru, staf, dan kepala sekolah
harus bisa menjadi teladan bagi anak, 7) bekerjasama dengan orang tua
murid, 8) memberikan reward dan sanksi, dan lain-lain. Keberhasilan
pengembangan karakter dalam pendidikan anak usia dini dapat diketahui
dari perilaku sehari-hari yang tampak pada setiap aktivitas anak.

Keywords: Character Development, Early Childhood

371
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

Pendahuluan
Indonesia saat ini sedang menghadapi dua tantangan besar, yaitu
desentralisasi atau otonomi daerah yang saat ini sudah dimulai, dan era
globalisasi total yang akan terjadi pada tahun 2020. Kedua tantangan terse-
but merupakan ujian berat yang harus dilalui dan dipersiapkan oleh seluruh
bangsa Indonesia. Kunci sukses dalam menghadapi tantangan berat itu ter-
letak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang handal
dan berbudaya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM sejak dini meru-
pakan hal penting yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh.
Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena
kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter
yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini meru-
pakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Freud mengatakan
bahwa, kegagalan penanaman kepribadian yang baik di usia dini ini akan
membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Kesuksesan
orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi konflik kepribadian di
usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam kehidupan sosial di
masa dewasanya kelak (Muslih, 2011: 35).
Thomas Lickona, mengidentifikasi ada sepuluh tanda-tanda zaman
yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak jika sebuah bangsa ingin
tetap eksis. Tanda-tanda tersebut adalah: 1) meningkatnya kekerasan di ka-
langan remaja, 2) ketidakjujuran yang membudaya, 3) semakin tingginya
rasa tidak hormat kepada orang tua, guru, dan figur pemimpin, 4) pengaruh
peer grup terhadap tindakan kekerasan, 5) meningkatnya kecurigaan dan
kebencian, 6) penggunaan bahasa yang memburuk, 7) penurunan etos ker-
ja, 8) menurunnya rasa tanggungjawab individu dan warga negara, 9)
meningginya perilaku merusak diri, dan 10) semakin kaburnya pedoman
moral (Lickona, 2012: 20-29).
Selain sepuluh tanda-tanda zaman tersebut, masalah lain yang se-dang
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan dini yang ada
sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan
kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati dan
rasa). Padahal, pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi
fungsi otak kanan. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan karak-
ter pun ternyata pada praktiknya lebih menekankan pada aspek otak kiri
(hafalan, atau hanya sekedar “tahu”) (Muslih, 2011: 36).

372
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

Pada sisi lain, pengembangan karakter harus dilakukan secara


sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek “knowledge,
feeling, loving, dan action” agar kokoh dan kuat. Meminjam bahasa
Sunaryo, pendidikan karakter adalah pendidikan sepanjang hayat, sebagai
proses perkembangan ke arah manusia kaafah. Pendidikan karakter harus
bersifat multilevel dan multi-channel karena tidak mungkin hanya
dilaksanakan oleh sekolah, tetapi keluarga juga turut membentuk karakter
anak. Pemben-tukan karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam
setting kehidupan otentik dan tidak bisa dibangun secara instan (Supriatna,
2008: 45).
Oleh karena itu, pengembangan karakter memerlukan keteladanan
dan sentuhan mulai sejak dini sampai dewasa. Sebab, pada dasarnya, anak
yang berkarakter rendah adalah anak yang tingkat perkembangan emosi-
sosialnya rendah sehingga anak beresiko mengalami kesulitan belajar, ber-
interaksi sosial, dan tidak mampu mengontrol diri. Usia dini merupakan
masa persiapan untuk sekolah yang sesungguhnya, maka pengembangan
karakter yang baik di usia dini merupakan hal yang sangat penting untuk
dilakukan.
Berdasarkan paparan di atas, tulisan ini diarahkan untuk mengkaji
faktor-faktor yang memengaruhi karakter anak usia dini, karakteristik anak
usia dini, prinsip-prinsip dan tahapan pengembangan karakter anak usia
dini, strategi pengembangan karakter anak usia dini, serta indikator keber-
hasilan pengembangan karakter anak usia dini.

Pengertian Karakter
Secara harfiah, karakter artinya kualitas mental atau moral, kekuatan
moral, nama atau reputasi (Azis, 2011: 197). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
yang membedakan seseorang dengan yang lain, tabiat, watak. Berkarakter
artinya mempunyai tabiat, mempunyai kepribadian, berwatak (Tim
Penyusun Kamus, 1989: 389). Kata karakter berasal dari kata Yunani,
charassein, yang berarti men-gukir sehingga terbentuk sebuah pola.
Mempunyai akhlak mulia adalah tid-ak secara otomatis dimiliki oleh setiap
manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui
pengasuhan dan pendidikan (proses “pengukiran”). Dalam istilah bahasa
Arab, karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau

373
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

kebiasaan melakukan hal yang baik. Al-Ghazali menggambarkan bahwa


akhlak adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh
karena itu pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk
kebiasaan yang baik (habit), sehingga sifat anak sudah terukir sejak kecil.
Tuhan menurunkan petunjuk melalui para nabi dan rasul-Nya untuk
manusia agar senantiasa berperilaku sesuai dengan yang diinginkan Tuhan
sebagai wakil Tuhan di muka bumi (Mega-wangi, 2008: 23).
Karakter menurut Alwisol diartikan sebagai gambaran tingkah laku
yang menonjolkan nilai benar-salah, baik-buruk, baik secara eksplisit mau-
pun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian, karena pengertian
kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian, baik kepribadian
(personality) maupun karakter berwujud tingkah laku yang ditunjukkan ke
lingkungan sosial. Keduanya relatif permanen serta menuntun, meng-
arahkan, dan mengorganisasikan aktivitas individu (Suwito, 2008: 27-28).
Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa karakter
adalah kualitas atau kekuatan mental dan moral, akhlak atau budi pekerti
individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan
individu lain. Dengan demikian, dapat dikemukakan juga bahwa karakter
adalah kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti dari
nilai-nilai dan keyakinan yang ditanamkan dalam proses pendidikan yang
merupakan kepribadian khusus yang harus melekat pada anak.
Anak dapat dikatakan berkarakter kuat dan baik jika telah berhasil
menyerap nilai dan keyakinan yang telah ditanamkan dalam proses pendidi-
kan serta digunakan sebagai kekuatan moral dan spiritual dalam
kepribadiannya untuk menjalankan tugas dan kewajibannya mengelola
alam (dunia) untuk kemanfaatan dan kebaikan masyarakat dan dirinya.

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Karakter Anak Usia Dini


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi karakter anak. Dari sekian
faktor tersebut, Gunawan menggolongkannya ke dalam dua bagian, yaitu
faktor intern dan faktor ekstern (Gunawan, 2012: 19).
a. Faktor Intern
1) Insting atau naluri
Insting adalah suatu sifat yang dapat menumbuhkan perbuatan
yang menyampaikan pada tujuan dengan berpikir lebih dahulu ke
arah tujuan itu dan tidak didahului latihan perbuatan itu. Setiap

374
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

perbuatan manusia lahir dari suatu kehendak yang digerakkan oleh


naluri (insting). Naluri merupakan tabiat yang dibawa sejak lahir
yang merupakan suatu pembawaan yang asli. Para ahli psikologi
membagi insting manusia sebagai pendorong tingkah laku ke dalam
beberapa bagian diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri
keibu-bapak-an, naluri berjuang dan naluri ber-Tuhan.
2) Adat atau kebiasaan (habit)
Salah satu faktor penting dalam tingkah laku manusia adalah
kebiasaan, karena sikap dan perilaku yang menjadi akhlak (karakter)
sangat erat sekali dengan kebiasaan. Yang dimaksud dengan kebia-
saan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga mudah
untuk dikerjakan. Faktor kebiasaan ini memegang peranan yang
sangat penting dalam membentuk dan membina akhlak (karakter).
Sehubungan kebiasaan merupakan perbuatan yang diulang-ulang
se-hingga mudah dikerjakan maka hendaknya manusia
memaksakan diri untuk mengulang-ulang perbuatan yang baik
sehingga menjadi kebiasaan dan terbentuklah akhlak (karakter)
yang baik padanya.
3) Kehendak/kemauan (iradah)
Kemauan ialah kemauan untuk melangsungkan segala ide dan
segala yang dimaksud, walau disertai dengan berbagai rintangan dan
kesukaran-kesukaran, namun sekali-kali tidak mau tunduk kepada
rintangan-rintangan tersebut. Salah satu kekuatan yang berlindung
dibalik tingkah laku adalah kehendak atau kemauan keras (azam).
Itulah yang menggerakkan dan merupakan kekuatan yang men-
dorong manusia dengan sungguh-sungguh untuk berperilaku (be-
rakhlak), sebab dari kehendak itulah menjelma suatu niat yang baik
dan buruk dan tanpa kemauan pula semua ide, keyakinan, ke-
percayaan, menjadi pasif tak akan ada artinya atau pengaruhnya bagi
kehidupan.
4) Suara batin/suara hati
Di dalam diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-
waktu memberikan peringatan (isyarat) jika tingkah laku manusia
berada di ambang bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah
suara batin atau suara hati.

375
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

5) Keturunan
Keturunan merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi
perbuatan manusia. Dalam kehidupan, kita dapat melihat anak-anak
yang berperilaku menyerupai orang tuanya bahkan nenek mo-
yangnya, sekalipun sudah jauh. Sifat yang diturunkan itu pada garis
besarnya ada dua macam yaitu:
 Sifat jasmaniah, yakni kekuatan dan kelemahan otot-otot dan
urat syaraf orang tua yang dapat diwariskan kepada anaknya.
 Sifat ruhaniyah, yakni lemah dan kuatnya suatu naluri dapat di-
turunkan pula oleh orang tua yang kelak memengaruhi perilaku
anak cucunya.
b. Faktor Ekstern
Selain faktor intern (yang bersifat dari dalam) yang dapat
mempengaruhi karakter, akhlak, moral, budi pekerti dan etika manusia,
juga terdapat faktor ekstern (yang bersifat dari luar) diantaranya adalah
sebagai berikut: (Gunawan, 2012: 21)
1) Pendidikan
Ahmad Tafsir dalam Gunawan mengatakan, pendidikan
adalah usaha meningkatkan diri dalam segala aspeknya. Pendidikan
mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam pembentukan
karakter, akhlak, dan etika seseorang sehingga baik dan buruknya
akhlak seseorang sangat tergantung pada pendidikan. Pendidikan
ikut mematangkan kepribadian manusia sehingga tingkah lakunya
sesuai dengan pendidikan yang telah diterima oleh seseorang baik
pendidikan formal, informal maupun non formal. Betapa pentingnya
faktor pendidikan itu, karena naluri yang terdapat pada seseorang
dapat dibangun dengan baik dan terarah. Oleh karena itu,
pendidikan agama perlu dimanifestasikan melalui berbagai media
baik pendidikan formal di sekolah, pendidikan in-formal di
lingkungan keluarga, dan pendidikan non formal yang ada pada
masyarakat.
2) Lingkungan
Lingkungan (miliu) adalah suatu yang melingkungi suatu tubuh
yang hidup, seperti tumbuh-tumbuhan, keadaan tanah, udara dan
pergaulan manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia
lainnya atau juga dengan alam sekitar. Itulah sebabnya manusia

376
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

harus bergaul dan dalam pergaulan itu saling mempengaruhi


pikiran, sifat dan tingkah laku. Adapun lingkungan dibagi ke dalam
dua bagian:
 Lingkungan yang bersifat kebendaan
Alam yang melingkungi manusia merupakan faktor yang
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku manusia.
Lingkungan alam ini dapat mematahkan atau mematangkan
pertumbuhan bakat yang dibawa seseorang
 Lingkungan pergaulan yang bersifat kerohanian
Seorang yang hidup dalam lingkungan yang baik secara
langsung atau tidak langsung dapat membentuk kepribadiannya
menjadi baik, begitu pula sebaliknya seseorang yang hidup
dalam lingkungan kurang mendukung dalam pembentukan
akhlaknya maka setidaknya dia akan terpengaruh lingkungan
tersebut.
Karakteristik Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik,
psikis, sosial, moral, dan sebagainya. Masa kanak-kanak merupakan masa
yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-
kanak adalah masa pembentukan fondasi dan dasar kepribadian yang akan
menentukan pengalaman anak selanjutnya. Pengalaman yang dialami anak
pada usia dini akan berpengaruh kuat terhadap kehidupan selanjutnya.
Pengalaman tersebut akan bertahan lama, bahkan tidak dapat terhapuskan
(Mashar, 2015: 7). Anak usia dini (0-8) tahun adalah individu yang sedang
mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
Bahkan dikatakan sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat
berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase
kehidupan yang unik, secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak
usia dini se-bagai berikut (Ayuningsih, 2012: 94).
1. Usia 0-1 tahun
Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara lain:
a. Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling, me-
rangkak, duduk, berdiri, dan berjalan.
b. Mempelajari keterampilan menggunakan panca indera, seperti
melihat, atau mengamati, meraba, mendengar, mencium, dan men-
gecap dengan memasukkan setiap benda ke mulut

377
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

c. Mempelajari komunikasi sosial


2. Usia 2-3 tahun
Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2-3 tahun
antara lain:
a. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di seki-
tarnya
b. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa c. Anak mulai
belajar mengembangkan emosi
3. Usia 4-6 tahun
Anak usia 4-6 tahun memiliki karakteristik antara lain:
a. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan
berbagai kegiatan
b. Perkembangan bahasa juga semakin baik
c. Perkembangan kognitif (daya fikir) sangat pesat, ditunjukkan
dengan rasa ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan
sekitar.
d. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan
sosial
4. Usia 7-8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7-8 tahun antara lain:
a. Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat.
b. Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas
orang tuanya.
c. Anak mulai menyukai permainan social
d. Perkembangan emosi
Sementara itu Solehuddin, dkk. (2005: 449-450) mencatat ada sembilan
karakteristik anak usia dini:
1. Unik
Masing-masing anak berbeda satu sama lain, anak memiliki
bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang kehidupan masing-
masing.
2. Egosentris
Anak lebih cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut
pandang dan kepentingannya sendiri
3. Aktif dan energik.

378
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

Anak lazimnya senang melakukan berbagai aktivitas, apalagi kalau


anak dihadapkan pada suatu kegiatan yang baru dan menantang
4. Eksploratif dan berjiwa petualang
Terdorong oleh rasa ingin tahu yang kuat terhadap segala hal, anak
lazimnya senang menjelajah, mencoba, dan mempelajari hal-hal baru.
5. Relatif spontan
Perilaku yang ditampilkan anak umumnya relatif asli dan tidak
ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang ada dalam perasaan dan
pikirannya.
6. Mudah frustasi umumnya anak masih mudah kecewa bila menghadapi
sesuatu yang tidak memuaskan
7. Kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu.
Sesuai dengan perkembangan cara berpikirnya, anak lazimnya
belum memiliki rasa pertimbangan yang matang, termasuk berkenaan
dengan hal-hal yang membahayakan
8. Daya perhatian yang pendek
Anak lazimnya memiliki daya perhatian yang pendek, kecuali
terhadap hal-hal yang secara intrinsik menarik dan menyenangkan
9. Anak bergairah untuk belajar dan banyak belajar dari pengalaman
Anak senang mencari tahu tentang sesuatu yang baru dan senang
melakukan berbagai aktivitas yang mendorong terjadinya peru-bahan
tingkah laku pada dirinya.

Prinsip-Prinsip Pengembangan Karakter Anak Usia Dini


Pengembangan karakter di sekolah akan terlaksana dengan lancar,
jika guru dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pengem-
bangan karakter. Kemendiknas memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk
mewujudkan pengembangan karakter yang efektif sebagai berikut (Gun-
awan, 2012: 35-36)
a. Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter
b. Mengidentifikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup
pemikiran, perasaan, dan perilaku
c. Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk
mengembangkan karakter
d. Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian

379
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

e. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan per-


ilaku yang baik
f. Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang
yang menghargai semua peserta didik, mengembangkan karakter
mereka, dan membantu mereka untuk sukses
g. Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para peserta didik
h. Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang
berbagi tanggungjawab untuk pengembangan karakter dan setia pada
nilai dasar yang sama
i. Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam
membangun inisiatif pengembangan karakter
j. Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam
usaha membangun karakter
k. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru
karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta
didik

Tahapan Pengembangan Karakter Anak Usia Dini


Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan pent-
ing untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pi-
jakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pen-
didikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang
baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan
mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya un-
tuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan
benar dan memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan membentuk
karakter anak melalui orang tua dan lingkungannya.
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing),
pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada
pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum
tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga
menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian
diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling
atau perasaan (pen-guatan emosi) tentang moral, dan moral action atau

380
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

perbuatan bermoral. Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga
sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat
memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan)
nilai-nilai kebajikan (moral) (Megawangi, 2008: 25).
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan
mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), penge-
tahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut
pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian
mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge).
Mor-al feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk
menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-
bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan
jati diri (con-science), percaya diri ( self esteem), kepekaan terhadap derita
orang lain (empa-thy), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri
(self control), keren-dahan hati (humility). Moral action merupakan
perbuatan atau tindakan mor-al yang merupakan hasil (outcome) dari dua
komponen karakter lainnya. Un-tuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga
aspek lain dari karakter yaitu kompe-tensi (competence), keinginan (will),
dan kebiasaan (hubit) (Megawangi, 2008: 26).
Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah ket-
erkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai
perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling
berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau
emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa, negara, serta dunia internasional.
Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang
telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter
(valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa
takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai
itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena dinilai
oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai
nilai kejujuran itu sendiri.
Oleh karena itu, dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek
perasaan (domain affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan
karakter disebut dengan “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat

381
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

kebaikan. Pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus


melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi
juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling), dan acting
the good (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot
yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham. Dengan demikian jelas bahwa
karakter dikembangkan me-lalui tiga langkah, yaitu mengembangkan moral
knowing, kemudian moral feel-ing, dan moral action. Dengan kata lain,
makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan makin
membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.

Beberapa Tantangan Dalam Pengembangan Karakter Anak Usia Dini


Ada beberapa tantangan yang menjadi problem utama dalam pen-
didikan karakter di era globalisasi sekarang ini. Berikut beberapa problem
tersebut.
1. Pengaruh negatif televise
Berdasarkan pengamatan penulis, program televisi yang bersifat
edukatif (mendidik) jumlahnya sangat terbatas. Kebanyakan program
yang ditampilkan di televisi adalah rekreatif dan refreshing, yang
cenderung menampilkan pornografi dan pornoaksi. Tentu, realitas ini
membahayakan terhadap karakter anak-anak. Sebab secara psikologis,
mereka masih dalam tahap imitasi; meniru sesuatu yang dilihat,
direkam, dan didengar. Dengan mudah mereka menjadikan tontonan
sebagai tuntunan. Sebab pengetahuan dan pengalaman mereka masih
sangat terbatas pada tahap penyeleksian hal-hal baru, baik yang
berdampak positif maupun negatif.
Akhirnya, televisi menjadi guru pertama dan utama bagi anak-
anak. Mereka lebih percaya terhadap televisi daripada guru, orang tua
dan masyarakat. Ketika jumlah anak semacam ini semakin banyak maka
mereka akan menciptakan lingkungan pergaulan yang kondusif bagi
tumbuhnya budaya pop yang ditampilkan televisi. Ucapan, cara
berpakaian dan sikap yang ditunjukkan akan tercabut dari akar budaya
lokal yang selama ini menjadi pegangan masyarakat. Masyarakat pun
terkejut menyaksikan fenomena ini. Mereka tidak sadar bahwa televi-si
yang selama ini mereka tonton setiap hari mempunyai pengaruh kuat
dalam pembentukan karakter anak-anak. Menurut sebuh survey, 49%
penjahat yang tertangkap membawa senjata api ilegal, 28% yang

382
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

melakukan aksi pencurian dan 21% yang melarikan diri dari jerat
hukum, semua dilakukan karena memperoleh inspirasi dari sesuatu
yang mereka saksikan di film (Asmani, 2011: 100)
Menurut Alksman dari universitas Los Angeles radiasi yang
terpancar dari layar televisi sangat berbahaya bagi organ tubuh manu-
sia. Sinar yang terpancar dari layar televisi dan alat-alat elektronik
rumah tangga termasuk jenis gelombang pendek. Efek negatif per-tama
yang ditimbulkannya adalah sakit kepala bila tidak terlindungi dari
pancaran yang relatif lebih lama. Kemampuan berfikir seseorangpun
akan tertekan, tekanan darah menjadi tidak normal dan sel daah putih
dalam darah akan mengalami kerusakan. Gelombang-gelombang ini
akan membawa pengaruh yang kuat bagi saraf dan mengakibatkan
sejumlah keluhan rasa sakit (Asmani, 2011: 101) Inilah dampak
berbahaya dari televisi terhadap moral dan kesehatan. Apabila suatu
keluarga tidak mempunyai televisi, lebih baik mencukupkan dengan
media lain yang tidak menjadi kebutuhan utama setiap hari.
2. Pergaulan bebas
Kaum agamawan dan aktivis berperan untuk merancang pro-gram
besar dalam menciptakan lingkungan sosial, khususnya per-gaulan yang
islami, bernilai pengetahuan, moral, spiritual dan ber-dimensi sosial
yang bermanfaat bagi pengembangan karakter, kepribadian, dan cita-
citanya di masa depan. Ini memang bukan per-soalan mudah karena
dibutuhkan rancangan yang dapat mengako-modasi unsur tradisional
dan modern yang menarik bagi anak. Ling-kungan semacam ini
membutuhkan rekayasa sosial (social engineering) yang canggih,
aplikatif dan efektif.
Kita bisa belajar dari salah satu bangsa yang sukses meng-
gabungkan aspek tradisionalitas dan modernitas Jepang. Mereka maju
tanpa meninggalkan tradisi nenek moyang, baik dari tata cara berpaka-
ian, apresiasi terhadap budaya leluhur, maupun konsistensi mereka
dalam melestarikan warisan pemikiran generasi terdahulu.
3. Dampak buruk internet
Internet saat ini menjadi kebutuhan utama bagi para kaum
profesional. Kaum pelajar tidak mau ketinggalan memanfaatkan
teknologi super canggih tersebut. Sekolah-sekolah maju menjadikan
internet sebagai salah satu keunggulan utama dalam menarik minat

383
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

calon peserta didik. Namun harus diketahui bahwa internet selain


membawa dampak positif juga membawa dampak negatif. Dengan in-
ternet seseorang bisa mengakses seluruh informasi yang ada di dunia.
Dengan menguasai bahasa asing, seseorang akan melihat perkem-
bangan dunia tanpa batas. Sayangnya internet juga menjadi satu ko-
moditas bisnis, sehingga menu yang ditampilkan banyak yang berbau
porno. Menu itulah yang paling disenangi oleh manusia lintas usia, dan
itu pula yang mendatangkan keuntungan yang melimpah tanpa batas.
Seperti yang sering diberitakan, banyak terjadi kasus free sex (seks
bebas) yang berlangsung di bilik-bilik internet. Pelakunya ban-yak yang
mengenakan seragam sekolah. Mereka keluar masuk inter-net,
membuka situs-situs porno, kemudian melakukan adegan yang amoral
dan asusila. Sulit rasanya di era sekarang untuk menutup internet. Sebab
in-ternet sudah menjadi kecenderungan global dan kebutuhan utama di
berbagai instansi pemerintah, lembaga pendidikan, perusahaan na-
sional dan internasional serta di berbagai lembaga lainnya. Khususnya
yang sudah menyediakan layanan hot spot area untuk menutup situs
porno.
4. Dampak negatif tempat karaoke
Karaoke adalah fenomena dunia modern. Tempat karaoke didesain
untuk menjadi tempat istirahat kalangan profesional. Menu yang
disediakan adalah cafe yang berisi minuman, makanan, serta dipandu
oleh wanita-wanita cantik yang terlatih dan menarik. Juga disediakan
fasilitas nyanyian yang menampilkan artis berpakaian seksi. Ironinya,
banyak tempat karaoke yang mempekerjakan pelajar sekolah dasar,
menengah dan atas sebagai pemandu, bahkan dijadi-kan pemuas nafsu
seksual laki-laki hidung belang. Sesuatu yang negatif biasanya menjalar
dengan cepat karena sesuai dengan selera nafsu, begitu juga dengan
karaoke ini. Para maniak karaoke tak jarang keluarganya berantakan
karena dampak negatif dari tempat karaoke ini.
5. Penggunaan gadget dan smartphone yang tidak dikontrol oleh orang
tua.
Tanpa sepengetahuan orang tua anak usia dini bisa membuka si-
tus-situs yang mestinya hanya pantas ditonton oleh orang dewasa. Anak
juga akan main game tanpa kenal waktu. Anak-anak usia dini sekarang

384
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

lebih suka hidup secara individual dengan bermain game di rumah


daripada bersosialisasi dengan teman sebayanya.
6. Dampak buruk tempat wisata
Tempat-tempat wisata khususnya pantai banyak menjadi pili-han
manusia dalam melewatkan hari istirahat mereka. Turis asing bi-asanya
berpakaian seksi dengan aura seksual. Mereka memperlihatkan kepada
bangsa ini bahwa kebebasan seksual adalah kenikmatan dunia yang
harus dinikmati. Dunia bagi mereka adalah surga dengan mem-
perturutkan hawa nafsu. Agama bagi mereka merupakan urusan privat
yang tidak boleh mengatur kehidupan sosial yang liberal, hedonis dan
konsumeris.

Strategi Pengembangan Karakter Anak Usia Dini


Ada beberapa tips efektif pengembangan karakter anak usia dini di
sekolah yang bisa ditawarkan. Berikut beberapa tips tersebut. (Asmani,
2011: 165)
1. Melibatkan aspek moral knowing, moral feeling, dan moral action
Dalam pengembangan karakter perlu menekankan pentingnya ti-
ga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu
moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau
perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral.
2. Menghidupkan sholat sunnah Dhuha berjamaah
Sholat jamaah dalam Islam, selain menunjukkan pentingnya
kerukunan dan persaudaraan, juga menjadi wahana efektif dalam
penyebaran pengetahuan antara ilmuwan dan orang awam. Sehingga,
terjadi interaksi ilmiah yang bermanfaat bagi semua orang. Shalat men-
jadi salah satu elemen penting dalam pembangunan karakter seseorang.
Dengan adanya shalat sunnah Dhuha berjamaah, pelan-pelan na-mun
pasti, moralitas anak didik akan semakin tertata. Sikap atau per-ilaku
mereka terkendali, serta proses perubahan mental dan karakter terjadi
secara bertahap. Pendidikan memang bukan hanya transfer
pengetahuan, tetapi juga perubahan perilaku sesuai dengan nilai-nilai
agung yang diyakini kebenarannya.
Di sinilah pentingnya membangun kedekatan secara intens kepa-
da Tuhan. Pendidikan agama menjadi sangat penting untuk melakukan

385
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

pendalaman dalam bidang ini menuju tingkat kesadaran esensial yang


mampu membentuk karakter yang bertanggung jawab.
3. Mencium tangan guru
Mencium tangan saat bersalaman merupakan simbol kerendahan
hati dan penghormatan seseorang kepada orang yang dihormati dan
disegani. Guru merupakan salah satu sumber ilmu sehingga sangat
wajar dicium tangannya. Tradisi ini diharapkan ditularkan anak kepada
orang tua dan tokoh yang dihormati. Bahkan, cium tangan ternyata
cukup efektif untuk menghilangkan kesombongan dan keangkuhan pa-
da diri seseorang. Dalam agama, memang ada aturan bahwa jika
seseorang sudah besar maka tidak boleh menyentuh wanita yang sudah
besar. Artinya, dalam proses cium tangan ini, jika anak didik sudah be-
sar maka ibu guru cukup memberi isyarat dengan tangan, sehingga
terhindar dari kontak fisik yang dilarang dalam agama.
4. Menceritakan biografi para tokoh
Beberapa indikator dari karakter seseorang yang baik dan sukses
antara lain tidak pernah menyerah, lebih mengedepankan proses,
mencintai perjuangan keras, dan tidak sombong. Akhirnya, ia menuai
kesuksesan gemilang yang bisa dikenang sepanjang sejarah kehidupan
manusia. Karakter ini dapat kita lihat dari para tokoh dunia dan tokoh
bangsa Indonesia tercinta. Oleh sebab itu, sangat perlu menceritakan
biografi para tokoh tersebut dalam kegiatan belajar mengajar kepada
anak usia dini.
5. Menggelar doa dan istighosah rutin
Doa merupakan simbol dari optimisme dan awal bagi lahirnya
keyakinan dalam meraih kesuksesan. Sedangkan istighosah merupakan
lambang dari ketundukan kepada Tuhan yang menunjukkan semangat
menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Istighosah
mengajarkan manusia untuk tidak sombong dan bersikap rendah hati.
Selain itu, juga menunjukkan bahwa kesuksesan tidak bisa diraih secara
sendirian, tetapi sangat membutuhkan pertolongan dari Allah SWT dan
bantuan dari sesama. Di sini, akan tampak semangat kolaborasi dan
sinergi dalam membangun kekuatan untuk meraih kesuksesan bersama
yang diidam-idamkan. Selain itu, lebih mantap jika sebelum masuk ke-
las atau memulai pelajaran, anak-anak diharuskan membaca asmaul
husna yang jumlahnya 99 nama.

386
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

6. Guru, staf, dan kepala sekolah harus bisa menjadi teladan bagi anak
Anak usia dini adalah anak dalam masa perkembangan pada
tataran sedang mencari model untuk dijadikan panutan sehari-hari.
Selama di sekolah, anak lebih banyak berinteraksi dengan guru, kepala
sekolah dan staf. Dengan demikian, keteladanan dari mereka sangat
penting agar anak mampu meniru karakter baik dari guru, staf, dan
kepala sekolah.
7. Bekerjasama dengan orang tua murid (Co-parenting)
Orang tua murid harus menjadi partner dalam membentuk karak-
ter anak usia dini, bahkan mempunyai peran utama. Sekolah yang men-
jalankan pendidikan karakter harus mempunyai rencana yang jelas ten-
tang kegiatan yang dapat dilakukan bersama orang tua murid agar
pembentukan karakter anak dapat terwujud
8. Memberikan reward dan sanksi
Untuk mendorong dan mempercepat pengembangan karakter,
seyogyanya pihak lembaga pendidikan memberikan reward kepada
siswa yang berprestasi dan sanksi kepada siswa yang gagal. Seorang
siswa dikatakan berprestasi jika ia menunjukkan semangat pantang
menye-rah, gigih menjalani proses, dan mengedepankan optimisme
dalam ber-juang. Seorang siswa dikatakan gagal jika ia mudah
menyerah, takut tantangan, dan memilih mundur teratur dalam
menjalankan tugas dan tanggungjawab yang diberikan.
Sementara itu, berdasarkan metode pengembangan nilai yang dikem-
bangkan oleh Montessori, Frobel, Taman Siswa, dan Living Values
Education dapat ditarik benang merah bahwa metode pengembangan
karakter bagi anak usia dini didasarkan pada: penggunaan media permainan,
pengem-bangan pancaindra, penciptaan suasana pembelajaran yang
menyenangkan, serta pemberian kesempatan pada anak untuk memahami,
menghayati, dan mengalami nilai-nilai (Mulyasa, 2012: 78). Sedangkan
menurut Helmawati, pengembangan karakter pada anak usia dini lebih
menekankan pada: 1) metode keteladanan, 2) pembiasaan, 3) pengulangan
, 4) pelatihan, dan 5) motivasi (Helmawati, 2014: 166-167)

387
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

Indikator Keberhasilan Pengembangan Karakter Anak Usia Dini


Menurut Helmawati (2014: 90), keberhasilan pengembangan karak-
ter dalam pendidikan anak usia dini dapat diketahui dari perilaku sehari-hari
yang tampak pada setiap aktivitas berikut: 1) kesadaran, 2) kejujuran, 3)
keikhlasan, 4) kesederhanaan, 5) kemandirian, 6) kepedulian, 7)
kebeba-san dalam bertindak, 8) kecermatan/ ketelitian, dan 9) komitmen.
Apa yang diungkapkan di atas harus dimiliki oleh seluruh anak usia dini.
Untuk kepentingan tersebut, guru, kepala sekolah, pengawas, bahkan
komite sekolah harus memberi contoh dan menjadi suri tauladan dalam
mempraktikkan indikator-indikator pendidikan karakter dalam perilaku
sehari-hari. Dengan demikian, akan tercipta iklim yang kondusif bagi pem-
bentukan karakter anak usia dini, dan seluruh lingkungannya sehingga pen-
didikan karakter tidak hanya dijadikan ajang pembelajaran, tetapi menjadi
tanggungjawab lingkungan. Lebih dari itu, pendidikan karakter bukan
hanya tanggungjawab sekolah semata, tetapi merupakan tanggungjawab
semua pihak, orang tua, pemerintah, dan masyarakat.

Simpulan
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini.
Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang.
Freud mengatakan bahwa, kegagalan penanaman kepribadian yang baik di
usia dini ini akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya
kelak. Kesuksesan orang tua membimbing anaknya dalam mengatasi
konflik kepribadian di usia dini sangat menentukan kesuksesan anak dalam
ke-hidupan sosial di masa dewasanya kelak. Ada dua faktor yang
mempengaruhi karakter anak usia dini: 1) faktor intern, meliputi
insting/naluri, kebiasaan, kehendak/kemauan, suara hati, dan keturunan;
dan 2) faktor ekstern, meliputi pendidikan dan ling-kungan.
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik,
psikis, sosial, moral, dan sebagainya. Masa kanak-kanak merupakan masa
yang paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-
kanak adalah masa pembentukan fondasi dan dasar kepribadian yang akan
menentukan pengalaman anak selanjutnya. Pengembangan karakter di
sekolah akan terlaksana dengan lancar, jika guru dalam pelaksanaannya
memperhatikan beberapa prinsip pengem-bangan karakter. Kemendiknas
memberikan rekomendasi 11 prinsip untuk mewujudkan pengembangan

388
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

karakter yang efektif. Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan


(knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak
terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan
kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika
tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut.
Ada beberapa tantangan yang menjadi problem utama dalam
pengembangan karakter di era globalisasi sekarang ini. Beberapa problem
tersebut adalah, pengaruh negatif televisi, pergaulan bebas, dampak buruk
internet, dampak negatif tempat karaoke, penggunaan gaget dan smartphone
yang tidak dikontrol oleh orang tua, dan dampak buruk tempat wisata.
Ada beberapa tips efektif pengembangan karakter anak usia dini di
sekolah yang bisa ditawarkan, diantaranya: 1) melibatkan aspek moral
know-ing, moral feeling, dan moral action, 2) menghidupkan sholat sunnah
Dhuha berjamaah, 3) mencium tangan guru, 4) menceritakan biografi para
tokoh, 5) menggelar doa dan istighosah rutin, 6) guru, staf, dan kepala
sekolah ha-rus bisa menjadi teladan bagi anak, 7) bekerjasama dengan
orang tua murid, 8) memberikan reward dan sanksi, dan lain-lain.
Keberhasilan pengembangan karakter dalam pendidikan anak usia
dini dapat diketahui dari perilaku sehari-hari yang tampak pada setiap ak-
tivitas berikut: 1) kesadaran, 2) kejujuran, 3) keikhlasan, 4) kesederhanaan,
5) kemandirian, 6) kepedulian, 7) kebebasan dalam bertindak, 8)
kecerma-tan/ ketelitian, dan 9) komitmen.

389
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Popon Suwili NIM: 41038103318024

Daftar Pustaka

Asmani, Jamal Ma’mur. (2011). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan


Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press.
Ayuningsih, Diah. (2012). Psikologi Perkembangan Anak. Yogyakarta:
Pustaka La-rasati.
Abdul Aziz, Hamka. (2011). Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati.
Jakarta: Al-Mawardi Prima.
Gunawan, Heri. (2012). Pendidikan Karakter: Konsep
dan Implementasi. Bandung: Alfabeta
Helmawati, (2014). Pendidikan Keluarga: Teori dan Praktis. Bandung:
Remaja Rosda Karya.
Lickona, Thomas. (2012). Educating for Character, terj. Juma Abdu
Wamaungo. Jakar-ta: Bumi Aksara.
Muslih, Masnur. (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimen- sional. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa. (2012). Menejemen PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mashar, Riana. (2015). Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya.
Jakarta: Prena-damedia Grup.
Megawangi, Ratna. (2008). Pendidikan Karakter. Jakarta: Indonesia
Heritage Founda-tion.
Suwito, Umar, dkk. (2008). Tinjauan Berbagai Aspek: Character Building.
Yogyakarta: Tiara Wacana.
Supriatna, Mamat. (2008). Konsep dan Aplikasi Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Ju-rusan PPB UPI Bandung
Solehuddin, M., dkk. (2005). Pendidikan dan Konseling di Era Global.
Bandung: Rizki Press.
Tim Penyusun Kamus. (1989). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.

390
Pengembangan Karakter Pada Anak Usia Dini (AUD)
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

MENGEMBANGKAN SIKAP SOSIAL MELALUI MODEL


PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Rida Rostina, S.Pd.


NIM : 4103810318010

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstract
Pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang menyajikan
ide bahwa peserta didik harus mampu melaksanakan kerja sama melalui
sebuah tim, dalam proses pembelajaran yang lebih bertanggung jawab. Model
pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan
permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Key word : kooperatif, pembelajaran

A. LATAR BELAKANG
Guru yang menyenangkan adalah guru yang memahami kebutuhan peserta
didik dalam setiap proses pembelajaran peserta didik dan guru yang mampu
memotivasi dan menciptakan antusiasme peserta didik untuk mengikuti seluruh
proses pembelajaran dari awal hingga akhir pembelajaran. Untuk meciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan, guru harus memiliki berbagai
keterampilan pembelajaran, yang salah satunya berkaitan dengan model
pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Model
pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran akan
mempengaruhi ketercapaian serta prestasi belajar peserta didik. Untuk
mengembangkan model pembelajaran yang efektif, setiap guru harus memiliki
pengetahuan yang memadai tentang konsep dan aplikasi model pembelajaran

391
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik karena karakteristik dan keinginan
peserta didik dalam belajar beragam.
Keunggulan model pembelajaran dapat diperoleh jika guru mampu
mengadaptasi dan mengombinasikan beberapa model pembelajaran secara
serasi dan terpadu dalam rangka mencapai hasil belajar siswa yang lebih
optimal. Kecermatan guru dalam menentukan model pembelajaran ini menjadi
semakin penting karena proses pembelajaran di kelas sangat dinamis seiring
dengan perkembangan zaman.

B. LANDASAN TEORI
a. Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Doni Juan (2017) Model merupakan kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu kegiatan. Model
dapat dipahami juga sebagai gambaran tentang keadaan sesungguhnya.
Berdasarkan pemahaman tersebut, model pembelajaran dapat dipahami
sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dan terancana dalam mengorganisasikan proses pembelajaran peserta
didik sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.
b. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif dalam bahasa Inggris disebut dengan “cooperate”, yaitu
bekerja sama. Model pembelajaran kooperatif didasarkan atas falsafah
“homo homini socius” yang menekankan bahwa manusia adalah makhluk
sosial (Lie, 2008). “Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima
unsur yang harus diterapkan, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung
jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi
proses kelompok.
Slavin (2010) dalam buku Doni Juan (2017) menyatakan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan suatu model atau acuan pembelajaran
dimana dalam proses pembelajaran yang berlangsung, peserta didik

392
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

mampu belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara


kolaboratif yang anggotanya terdiri dari atas 4 sampai 6 orang, dengan
struktur kelompoknya yang bersifat heterogen atau dengan karakteristik
yang berbeda-beda. Guru sebagai perancang dan pelaksana pembelajaran
kooperatif harus memperhatikan beberapa konsep dasar tentang
pembelajaran kooperatif.
Muslich (2009) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
belajar dalam bentuk berbagi informasi dan pengalaman, saling
merespons, dan saling berkomunikasi. Bentuk belajar ini tidak hanya
membantu peserta didik belajar tentang materi, tetapi juga konsisten
dengan penekanan belajar kontekstual dalam kehidupan nyata. Dalam
kehidupan yang nyata, peserta didik akan menjadi warga yang hidup
berdampingan dan berkomunikasi dengan warga lain.

C. PEMBAHASAN
Pembelajaran Kooperatif merupakan metode pembelajaran yang
menyajikan ide bahwa peserta didik harus mampu melaksanakan kerja sama
melalui sebuah tim, dalam proses pembelajaran yang lebih tanggung jawab.
Tim terdiri atas peserta peserta didik dengan berbagai macam latar belakang,
karakter, dan sifat. Perbedaan tersebut akan menyebabkan peserta didik
memiliki pengalaman yang beragam sehingga antara yang satu dengan yang
lainnya akan saling melengkapi.
a. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan umum pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi yang
keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya. Adapun tujuan khusus dari pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :
 Meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik.

393
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

 Peserta didik dapat menerima teman-temannya yang mempunyai


perbedaan latar belakang.
 Mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Artinya peserta didik
mempunyai keterampilan dalam berbagi tugas, aktif bertanya,
menghargai pendapat orang lain, menjelaskan ide atau pendapat, dan
bekerja sama dalam kelompok.
b. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki sejumlah karakteristik tertentu yang
membedakan dengan model pembelajaran lainnya (Ibrahim dkk: 2000),
yaitu :
 Peserta didik bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk
menuntaskan materi belajarnya;
 Kelompok dibentuk dari peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah;
 Apabila memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku, dan jenis kelamin yang berbeda-beda;
 Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
Selain karakteristik tersebut, empat unsur lainnya yang merupakan
karakteristik kooperatif pembelajaran adalah sebagai berikut :
1. Saling ketergantungan
2. Interaksi tatap muka
3. Akuntabilitas individual
4. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
c. Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Pelaksanaan pembelajaran kooperatif dilaksanakan oleh guru di dalam
kelas. Dengan kedudukannya sebagai perancangdan pelaksana
pembelajaran dalam menggunakan model ini, guru harus memperhatikan
sejumlah prisnip pembelajaran kooperatif seperti yang diungkapkan oleh
Stahl (1994) sebagai berikut :

394
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

 Perumusan tujuan proses belajar peserta didik harus jelas


 Penerimaan yang menyeluruh oleh peserta didik tentang tujuan belajar
 Ketergantungan yang bersifat positif
 Interaksi yabf bersifat terbuka
 Tanggung jawab individu
 Kelompok bersifat heterogen
 Interaksi sikap dan prilaku sosial yang positif
 Tindak lanjut
 Kepuasan belajar
d. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif
Lie (2008) menyatakan bahwa tipe-tipe pembelajaran kooperatif adalah
sebagai berikut :
1. Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL)
2. Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning/PBL)
3. Permainan Tim (Team Games Tournament/TGT
4. Students Teams Achievement Division (STAD)
5. Number Head Together (NHT)
6. Jigsaw
7. Think Pairs Share (TPS)
8. Group Investigation (GI)
9. Cooperative, Integrated, Reading, and Composition (CIRC)
10. Talking Stick
11. Make A Match
e. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif terdiri atas sejumlah langkah yang harus ditempuh.
Hufad (2002) menyatakan bahwa tujuh langkah pembelajaran kooperatif
seperti disajikan dalam tabel berikut ini :

395
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

Langkah Penjelasan
Fase 1 Guru menyiapkan seperangkat alat
Pre-test tes sesuai dengan materi yang akan
disampaikan
Fase 2 Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yamg ingin dicapai
memotivasi peserta didik dam memotivasi peserta didik
Fase 3 Guru menyajikan informasi kepada
Menyajikan Informasi peserta didik dengan jalan
demonstrasi atau melalui bahan
bacaan
Fase 4 Guru menjelaskan kepada peserta
Mengorganisasikan peserta didik didik cara membentuk kelompok
ke dalam kelompok-kelompok belajar dan cara membantu setiap
belajar kelompok belajar agar melakukan
transisi secara effisien
Fase 5 Guru membimbing kelompok-
Membimbing kelompok kerja kelompok belajar pada saat mereka
dan belajar mengerjakan tugas
Fase 6 Guru mengevaluasi hasil belajar
Postest (evaluasi) tentang materi yang telah dipelajari
atau tiap-tiap kelompok
mempresentasikannya
Fase 7 Guru mencari cara untuk menghargai
Tindak lanjut upaya dan hasil belajar individu dan
kelompok serta memberikan
rekomendasi sesuai dengan hasil
yang diperoleh

396
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

Sthal (1994) dan Slavin (2010) menyatakan bahwa langkah-langkah dalam


penggunaan model pembelajaran kooperatif terdiri atas hal-hal berikut :
1. Merancang rencana program pembelajaran. Guru mempertimbangkan
dan menetapkan target pembelajaran yang ingin dicapai dalam
pembelajaran. Selain itu, guru juga menetapkan sikap dan keterampilan
sosial yang diharapkan dikembangkan dan diperhatikan oelh peserta
didik selama berlangsungnya pembelajaran, dalam merancang program
pembelajaran, guru harus mengorganisasikan materi dan tugas-tugas
peserta didik yang mencerminkan sistem kerja dalam kelompok kecil
2. Merancang lembar observasi yang akan digunakan untuk mengobservasi
kegiatan peserta didik dalam belajar secara bersama-sama dalam
kelompok kecil. Guru hanya menjelaskan pokok materi dengan tujuan
peserta didik mempunyai wawasan dan orientasi yang memadai tentang
materi yang diajarkan. Pada saat guru selesai menyampaikan materi,
langkaj berikutnya adalah menggali pengetahuan dan pemahaman
peserta didik tentang materi pelajaran berdasarkan apa yang telah
diberikan.
3. Mengarahkan dan membimbing peserta didik, baik secara individual
maupun kelompok, baik dalam memahami materi maupun mengenai
siakp dan perilaku peserta didik selama kegiatan belajar berlangsung.
Selain itu, guru juga berkewajiban secara periodik memberikan layanan
kepada peserta didik baik secara individual maupun klasikal. Pemberian
pujian dan kritikan dari guru juga akan membangun kreativitas peserta
didik dalam bekerja berkelompok.
4. Memberikan kesempatan kepada peserta didik dari tiap-tiap kelompok
untuk mempresentasikan hasil kerjanya. Pada saat diskusi kelas ini, guru
berperan sebagai moderator, untuk mengarahkan dan mengoreksi
pengertian dan pemahan peserta didik terhadap materi atau hasil kerja
yang telah ditampilkannya.

397
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

5. Evaluasi. Pada saat presentasi peserta didik berakhir, guru mengajak


peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap proses jalannya
pembelajaran, dengan tujuan memperbaiki kelemahan yang ada atau
sikap serta perilaku menyimpang yang dilakukan selam pembelajaran.
Guru juga memberikan penekanan terhadap nilai, sikap, dan perilaku
sosial yang harus dikembangkan dan dilatih oleh peserta didik.
Manfaat pembelajaran kooperatif ini mampu menciptakan situasi yang
menentukan atau mempengaruhi keberhasilan individu yaitu keberhasilan
kelompoknya. Serta mampu mengembangkan keterampilan sikap sosial peserta
didik.

D. SIMPULAN
Pembelajaran kooperatif sangat menunjang terhadap keberhasilan peserta didik
baik itu dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dengan pembelajaran
kooperatif ini peserta didik mampu mengembangkan keterampilan sosial
seperti berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain,
menjelaskan ide atau pendapat dan bekerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran efektif yang dapat
digunakan untuk mengembangkan keterampilan sosial peserta didik pada masa
sekarang ini.

398
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

DAFTAR PUSTAKA

Doni Juni Priana. 2010. Pengembangan Strategi Dan Model Pembelajaran


Bandung Pustaka Setia

Anita Lie.2008nKooperatid Learning, Jakarta: Grasindo

Robert E. Slavin. 2010. Cooperative Learning: What Makes Group-Work? In


Dunmont H, Instance D, and Benavides F (Eds).

Roestiyah NK. 2005 Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.

399
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Rida Rostina, S.Pd. NIM : 4103810318010

400
Mengembangkan Sikap Sosial Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

KECERDASAN JAMAK PADA ANAK USIA DINI

Riva Rizkin Faliq Muhtar


NIM : 4103810318057

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Anak usia dini merupakan anak yang sedang mengalami masa
perkembangan yang sangat pesat. Masa usia dini termasuk usia yang
paling potensial untuk mengembangkan kecerdasannya. Kecerdasan
jamak (multiple intelegences) merupakan salah satu potensi kecerdasan
dapat dimiliki anak sebagai dasar dalam pengembangan dirinya.
Pengembangan kecerdasan jamak akan lebih optimal jika dilakukan
sedini mungkin yakni sejak usia dini, mengingat usia dini merupakan
usia yang sangat menentukan bagi perkembangan anak selanjutnya.
Anak yang mampu menguasai beberapa jenis potensi kecerdasan akan
mampu tumbuh dan menjalani proses perkembangan yang optimal
sesuai tuntutan tahapan perkembangannya. Pengembangan kecerdasan
jamak dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan bermain yang
disesuaikan dengan ranah kecerdasannya masing-masing. Dengan
memahami jenis dan cara pengembangan kecerdasan jamak, para
pendidik maupun orang tua akan lebih mudah dalam melakukan
stimulasi pengembangan potensi kecerdasan sesuai dengan yang
diharapkan.

Keywords: Kecerdasan Jamak, anak usia dini

401
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

A. PENDAHULUAN
Kecerdasan merupakansuatu potensi atau kemampuan yang
dimiliki seseorang sebagai bekal untuk memecahkan suatu masalah.
Sebagian besar kita masih salah dalam memaknai arti kecerdasan.
Anggapan kita bahwa anak yang cerdas itu hanya mereka yang memiliki
nilai tertinggi di sekolah dan anak yang memiliki nilai rendah dianggap
sebagai anak yang bodoh.Padahal seorang anak bisa jadi lemah di suatu
bidang, tetapi unggul di bidang lain, ini artinya bahwa setiap anak
memiliki tipe kecerdasan yang berbeda-beda. Menurut Gardnerdalam
(Morrison, 2012:85), tidak ada anak yang bodoh atau pintar yang ada
anak yang menonjol dalam salah satu atau beberapa jenis kecerdasan.
Setiap anak yang dilahirkan dengan potensi bawaan yang berbeda-
beda. Sebagaimana pendapat Montessori dalam (Magta, 2013:226)
menyatakan bahwa anak memiliki bawaan, kemampuan, dan
perkembangannya masing-masing, sehingga setiap anak membutuhkan
perhatian secara individual. Potensi bawaan dapat berasal dari stimulasi
sejak kandungan, faktor hereditas, bahkan makanan yang dikonsumsi
orang tua.Berbeda dengan pendapat tersebut, Locke (dalam Morrison,
2012:35) menyatakan bahwa setiap anak yang dilahirkan seperti kertas
putih, baik buruknya anak dipengaruhi oleh lingkungan.Menurut
pendapat ini, anak yang baru lahir belum mempunyai potensi apapun
karena mereka belum mendapatkan stimulasi dan pendidikan apapun
sehingga dapat di berikan stimulasi apapun agar mampu menguasai
kecerdasan tertentu.
Berdasarkan dua pendapat di atas, dapat pahami bahwa setiap anak
dapat dibentuk sesuai dengan keinginan yang membentuknya. Jika kita
menghendaki anak menjadi baik, dapat dilakukan dengan stimulasi hal-

402
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

hal yang positif, begitu pula sebaliknya. Sejalan dengan itu, apabila
seorang anak dikendaki untuk menguasai suatu kemampuan atau
kecerdasan tertentu akan dapat juga dikembangkan. Terdapat berbagai
jenis potensi kemampuan yang dapat dimiliki seseorang yang meliputi
kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematik, visual-spasial, berirama-
musik atau musikal, kinestetik, interpersonal, intrapersonal, dan
naturalis. Kecerdasan - kecerdasan tersebut di istilahkan oleh Gardner
dengan sebutan multipleintelegences (kecerdasan jamak/majemuk).
Anak yang memiliki berbagai macam kecerdasan (kecerdasan jamak)
merupakan salah satu ciri anak yang dapat berkembang optimal
sebagaimana yang diharapkan. Kecerdasan jamak juga merupakan
modal dasar bagi seorang anak dalam mengembangkan aspek-aspek
perkembangan lainsehingga memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan selanjutnya.
Dengan demikian, potensi kecerdasan jamak/majemuk sangat
perlu dikembangkan pada anak sejak usia dini. Harapannya dengan
menguasai beberapa jenis potensi kecerdasan, anak akan mampu
tumbuh dan menjalani proses perkembangan sebagaimana yang
diharapkan. Dalam rangka mengembangkan potensi kecerdasan jamak
pada anak sejak usia dini,maka dapat dilakukan dengan berbagai
caraataukegiatan bermain yang dapat bermanfaat langsungdalam
mengembangkanpotensi kecerdasan jamak.

B. KECERDASAN JAMAK PADA ANAK USIA DINI


1. Konsep Anak Usia Dini
Anak usia dini merupakan anak yang sedang menjalani suatu
proses perkembangan yang pesat sehingga sangat menentukan bagi

403
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

kehidupan selanjutnya. Menurut (Hartati, 2007:10), anak usia dini adalah


sekelompok individu yang berada pada rentang usia antara 0-8 tahun.
Sedangkan menurut UU RI nomor 20 tahun 2003, tentang sistem
pendidikan Nasional disebutkan bahwa anak usia dini adalah anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun.Dalam pendidikan anak usia dini,
usia dini sering disebut juga sebagai periode emas (thegoldenage) bagi
perkembangan anak, dimana hasil penelitian di bidang neurologi
terbukti bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk dalam kurun waktu 4
tahun pertama, yakni pada usia 0-4 tahun. Selanjutnya, pada 4 tahun
kedua perkembangan otak sebesar 30 %, sehingga dalam rentang usia 0-
8 tahun perkembangan otak dan kecerdasan seorang anak mencapai 80
%.
Anak juga merupakan manusia kecil yang memiliki potensi yang
masih harus dikembangkan. Anak yang baru lahir diibaratkan seperti
kertas putih yang masih kosong sehingga dapat dituliskan apapun yang
dikehendaki. Begitu juga dengan potensi kecerdasan yang dimilikinya,
anak sangat memerlukan rangsangan dan pengembangan agar dapat
mengembangkan kecerdasannya secara optimal.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa, anak usia dini
merupakan anak yang sedang menjalani proses perkembangan dengan
sangat pesat dalam rentang usia 0 sampai 8 tahun.

2. Multiple Intelegences (Kecerdasan Jamak)


Intelegence (kecerdasan) sering didefinisikan sebagai
suatukemampuan berpikir dan bertindak dan menyelesaikan masalah.
Menurut Yaumi (2013:10), kecerdasan manusia dapat dilihat dari tiga
komponen utama; pertama, kemampuan untuk mengarahkan pikiran dan

404
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

tindakan. Kedua, kemampuan untuk mengubah arah pikiran atau


tindakan. Ketiga, kemampuan untuk mengkritisi pikiran dan tindakan
sendiri. Kecerdasan seseorang juga dapat dilihat dari kemampuan dan
keterampilan serta bakat yang dimilikinya, sehingga kecerdasan dapat
dikategorikan kedalam beberapa jenis. Gardner (dalam Yaumi, 2013:11)
dalam teorinya menemukan delapan jenis kecerdasan yang dimiliki oleh
manusia, yang disebut dengan istilahmultipleintelegences (kecerdasan
jamak/majemuk). Dalam teori ini Gardner membagi kecerdasan jamak
terdiri dari; (1) kecerdasan verbal-linguistik; (2) kecerdasan logis-
matematik; (3) kecerdasan visual-spasial; (4) kecerdasan berirama-
musik; (5) kecerdasan kinestetik; (6) kecerdasan intrapersonal; (7)
kecerdasan interpersonal; dan (8) kecerdasan naturalistik.

1) Kecerdasan Verbal-Linguistik.
Kecerdasanverbal-linguistik merupakan suatu kemampuan
berbahasa, baik lisan maupun tulisan.Kecerdasan ini berhubungan
dengan empat keterampilan berbahasa, yakni: menulis, berbicara,
membaca, dan menyimak. Menurut Martuti (2009:75), kecerdasan
linguistik merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan kata-
kata secara efektif baik lisan maupun tulisan.Kecerdasan linguistik ini
meliputi kemampuan mendengar, memanipulasi struktur bahasa
(sintaksis), suara-suara bahasa (fonem), semantik, dan pengertian dari
bahasa serta kegunaan praktis dari suatu bahasa. Perkembangan
kecerdasan linguistik pada anak usia dini juga tidak jauh berbeda dengan
kemampuan pada umumnya yakni meliputi kemampuan bahasa lisan
maupun tulisan.

405
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa,


kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan menggunakan
bahasa baik lisan maupun tulisan secara efektif yang terdiri dari empat
keterampilan, yakni: menulis, berbicara, membaca, dan menyimak.
Penguasaan kecerdasan verbal-linguistikini juga memiliki tujuan agar
seseorang mampu berkomunikasi dengan baik secara tulisan dan lisan.

2) Kecerdasan Logis-Matematik.
Kecerdasan logika matematika merupakan kemampuan untuk
menggunakan angka-angka secara efektif untuk menghitung dan berpikir
secara nalar serta bersikap kritis (Martuti, 2009:77). Kecerdasan ini
meliputi kepekaan terhadap pola-pola logis, hubungan sebab-akibat,
serta fungsi abstrak. Menurut Amstrong dalam (Sujiono, 2010:58),
kecerdasan logis-matematika adalah kecerdasan dalam hal angka dan
logika. Kecerdasan ini melibatkan keterampilan mengolah angka atau
kemahiran menggunakan logika. Pendapat yang sama juga dikemukakan
oleh Yaumi (2013:14), kecerdasan matematika adalah kemampuan yang
berkenaan dengan rangkaian alasan, mengenal pola-pola dan aturan.
Kecerdasan ini merujuk pada kemampuan mengeksplorasi suatupola,
kategori, dan hubungan dengan memanipulasi objek tersebut.
Kecerdasan logis - matematik ini juga sebagai salah satu kemampuan
dasar dalam memecahkan suatu masalah.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa,
kecerdasan logis-matematik merupakan suatu kemampuan yang
berhubungan denga konsep dasar matematika yang meliputi: angka,
pola, hubungan, dan kemampuan berpikir logis serta sebagai
kemampuan dasar dalam memecahkan suatu masalah.

406
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

3) Kecerdasan Visual-Spasial.
Kecerdasan visual-spasialmerupakan kemampuan untuk
menangkap dunia ruang-visual secara akurat, membayangkan ruangan
dan melakukan perubahan-perubahan terhadap persepsi tersebut
(Martuti, 2009: 73). Kecerdasan ini meliputi kepekaan terhadap warna,
garis, bentuk, wujud, ruang, dan hubungan antara unsur-unsur yang
dapat digambarkan dalam sebuah bentuk. Menurut Amstrong dalam
(Sujiono, 2010:58), visual-spasial merupakan kemampuan untuk
memvisualisasikan gambar di dalam pikiran seseorang. Kecerdasan ini
juga berhubungan dengan seni dan bakat, seperti seni lukis dan seni
arsitektur. Seseorang yang memiliki kecerdasan visual-spasial akan peka
terhadap suatu bentuk, garis, gambar, warna maupun ruang. hal ini
sejalan dengan pendapat Yaumi(2013:15), kemampuan berpikir visual-
spasial merupakan kemampuan berpikir dalam bentuk visualisasi,
gambar, dan bentuk tiga dimensi.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan visual-spasial merupakan kemampuan seseorang dalam
membaca dan memaknai suatubentuk, gambar, ruang, garis, warna serta
seni lukis.

4) Kecerdasan Berirama-Musik.
Kecerdasan berirama-musik atau musikal adalah suatu kecerdasan
yang berhubungan dengan bidang musik. Menurut Amstrong dalam
(Sujiono, 2010:60), kecerdasan musikal ialah kemampuan memahami
aneka bentuk kegiatan musikal, dengan cara persepsi (penikmat musik),
membedakan (kritikus musik), mengubah (komposer), dan
mengekspresikan (penyanyi)”. Kecerdasan musikal merupakan

407
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

kapasitas seseorang untuk merasa, membedakan, mentransformasi, dan


mengekspresikan bentuk-bentuk musik (Djohan, 2005:129). Kecerdasan
musik pada anak ditujukan dengan menonjolnya bakat anak terhadap
musik, anak sangat senang mengekpresikan musik dengan bernyanyi,
bermain alat musik, dan sebagainya. Kecerdasan musikal juga
didefinisikan sebagai kemampuan dalam menangani bentuk-bentuk
musik, yaitu: kemampuan memersepsi bentuk musik, membedakan
musik, mengubah bentuk musik, dan mengekspresikan bentuk-bentuk
musik. (Yaumi (2013:17).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa,
kecerdasan berirama-musik atau musikal merupakan kemampuan
seseorang dalam memahami dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik
yang meliputi memersepsi, membedakan, mengubah, serta mampu
mengekspresikannya.

5) Kecerdasan Kinestetik.
Kecerdasan kinestetik berhubungan erat dengan kemampuan fisik-
motorik. Seseorang yang memiliki fisik yang bagus biasanya memiliki
daya motorik yang kuat. Kecerdasan kinestetik ini juga sering disebut
juga sebagai kemampuan melakukan olah tubuh atau melibatkan gerakan
otot besar dan kecil. Menurut Amstrong dalam (Sujiono, 2010:59),
“kecerdasan kinestetik atau kecerdasan fisik adalah suatu kecerdasan di
mana saat menggunakannya seseorang mampu atau terampil
menggunakan anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti:
berlari, menari, membangun sesuatu, melakukan kegiatan seni dan
hasil karya”.Kemampuan kinestetik yang bagus dapat diamati pada
seseorang yang pandai berolahraga, menari atau berdansa.Kecerdasan

408
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

gerak badan (kinesthetic) merupakan kemampuan menggunakan


seluruh tubuhnya dalam mengekspresikan ide dan perasaan (Martuti,
2009: 76). Kecerdasan kinestetik ini juga dapat memungkinkan
seseorang untuk mengontrol gerakan-gerakan tubuh secara
terkoordinasi.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
kinestetik merupakan kemampuan dan keterampilan dalam melakukan
gerakan-gerakan olah tubuh secara terkoordinasi, seperti berlari, menari,
memanjat, melakukan kegiatan seni dan lain- lain.

7) Kecerdasan Intrapersonal.
Kecerdasan intrapersonal (intra pribadi) merupakan kecerdasan
memahami diri, kesadaran terhadap diri, dan kemampaun beradaptasi
dengan lingkungan (Martuti, 2009:76). Selanjutnya menurut Yaumi
(2013:18), kecerdasan intrapersonalini meliputi kemampuan untuk
menggambarkan diri secara baik dan kesadaran terhadap mood, tujuan,
motivasi, temperamen, keinginan, kemampuan untuk disiplin pribadi,
kemampuan bekerja mandiri, percaya diri, dan tidak tergantung pada
orang lain.Sejalan dengan itu, Amstrong dalam (Sujiono, 2010:61),
mengemukakan bahwa kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan
seseorang untuk berpikir secara reflektif, yaitu mengacu kepada
kesadaran reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri.
Kecerdasan intrapersonal (intrapribadi) lebih berhubungan dengan
pengelolaan pribadi masing-masing individu yang kemudian
ditunjukkan dalam bentuk perilaku. Dalam hal ini, seseorang yang
memiliki kecerdasan intrapersonal mampu melakukan pemahaman

409
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

terhadap diri sendiri seperti dalam menentukan suatu bakat dan minat
terhadap sesuatu.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
intrapersonal merupakan suatu kemampuan seseorang dalam melakukan
pemahaman terhadap dirinya sendiri serta kemampuan menggambarkan
atau menyadari kelebihan dan kekurangan dalam dirinya.

7) Kecerdasan Interpersonal
Kecerdasan interpersonal berhubungan dengan kemampuan
memahami orang lain. Menurut Amstrongdalam (Sujiono (2010:61),
“kecerdasan interpersonal adalah kemampuan berpikir lewat lewat
komunikasi dan berinteraksi dengan orang lain”. Kecerdasan
interpersonal (antar pribadi) merupakan kemampuan untuk
mempersepsikan dan menangkap perbedaan-perbedaan mood,
tujuan, motivasi, perasaan-perasaan orang lain, dan kepekaan terhadap
ekspresi wajah, suara gerak isyarat (gesture) serta cerdas dalam
berinteraksi dengan orang lain (Martuti,2009:75).
Kecerdasan antar pribadi (interpersonal) sering disebut juga
dengan keterampilan sosial, seseorang mampu berinteraksi dengan orang
lain maupun teman sebaya. Selanjutnya menurut pendapat Yaumi
(2013:20), kecerdasan Interpersonal dapat didefinisikan juga sebagai
kemampuan memersepsi dan membedakan suasana hati, maksud,
motivasi, dan keinginan orang lain serta kemampuan memberikan respon
secara tepat terhadap suasana hati dan maksud tersebut. Dengan
memiliki kecerdasan interpersonal, seseorang akan dapat merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain serta mampu memberikan tanggapan
yang tepat sehingga orang lain nyaman.

410
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa


kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan seseorang dalam
memahami orang lain serta mampu menjalin hubungan yang baik dengan
orang lain.

8) Kecerdasan Naturalistik
Menurut Amstrong dalam (Sujiono, 2010:62), kecerdasan naturalis
yaitu kecerdasan untuk mencintai keindahan alam melalui pengenalan
terhadap fauna dan flora yang ada disekitar tempat tinggal terdekat dan
juga mengamati fenomena alam dan kepedulian terhadap lingkungan
sekitar. Kecerdasan naturalistikadalah kemampuan untuk memahami
berbagai species yang berbeda-beda, memahami pola kehidupannya dan
mengklasifikasinya serta melestarikannya (Jamaris,2010: 130).
Kecerdasan naturalistic sering disebut juga dengan kecerdasan
lingkungan. Pendapat Yaumi (2010:21), menyatakan bahwa kecerdasan
naturalistik didefinisikan sebagai keahlian mengenali dan mengategori
spesies, baik flora dan fauna dilingkungan sekitar serta penguasaan
tentang mengolah dan memanfaatkan alam dan pelestariannya.
Kecerdasan lingkungan berhubungan dengan kemampuan seseorang
untuk mengerti flora dan fauna dengan baik, dapat membuat distingsi
konsekuensial lain dalam alam, memahami dan menikmati alam, dan
dapat mengembangkan pengetahuan tentang alam
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa,
kecerdasan naturalis adalah suatu kecintaan dan kemampuan seseorang
dalam memahami maupun melestarikan lingkungan alam sekitar,
seperti: mengenali fauna dan flora, menyukai aktivitas tentang alam,
cinta lingkungan dan aktivitas alam lainnya.

411
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

C. MENGEMBANGKAN KECERDASAN JAMAK PADA ANAK


USIA DINI
Kecerdasan jamak merupakan salah satu potensi yang memerlukan
rangsangan/stimulasi dalam mengoptimalkan perkembangan anak usia
dini. Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik, tiap anak memiliki
potensi bakat serta tahapan perkembangan yang berbeda-beda.
Berikut ini dipaparkan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
dalam mengembangkan potensi kecerdasan jamak pada anak usia dini:

(1) Kecerdasan Musikal


Kecerdasan musikal berhubungan erat dengan kemampuan seni.
Kecerdasan musik meliputi kepekaan terhadap ritme, tingkatannada atau
melodi, mengekspresikan bentuk-bentuk musik, kemampuan
memainkan alat musik atau menyanyi. Kemampuan anak dalam melatih
kepekaan terhadap bunyi dan nada, kemampuan ini dapat dikembangkan
dalam kerangka lirik atau lagu.
Aktivitas yang biasanya dilakukan anak usia dinitidak terlepas dari
kegiatan-kegiatan dalam lingkup kecerdasan musikal. Pada jenjang
taman kanak-kanak (TK) kegiatan ekstrakulikuler menyanyi dan drum
banddapat memfasilitasi anak-anak untuk mengembangkan kecerdasan
musikal. Pada proses pembelajaran TK kecerdasan musik dapat juga
distimulasi dan dikembangkan melalui kegiatan bernyanyi, gerak dan
lagu, bermain alat musik, dan membuat alat musik sederhana. Beberapa
kegiatan ini dapat meningkatkan kepekaan anak terhadap nada dan
mampu menstimulasi kecerdasan musik anak.
Kegiatan-kegiatan lain yang dapat mengembangkan kecerdasan
musikal anak yakni: mengajak anak untuk mengenal jenis-jenis alat

412
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

musik, dari yang tradisional sampai alat musik modern. Selanjutnya


memberikan kesempatan kepada anak untuk mencoba memainkan jenis-
jenis alat musik yang mereka senangi. Memberi kesempatan pada anak
untuk melihat kemampuan yang ada pada dirinya agar membuat mereka
lebih percaya diri dalam penguasaan musikal.Kegiatan lain yang dapat
dilakukan dalam mengembangkan potensi kecerdasan musikal anak
yaitu dengan mengajak anak untuk menyanyikan lagu-lagu dengan syair
atau lirik sederhana serta dengan menggunakan irama yang mudah
diikuti oleh anak usia dini. Melalui kegiatan bermain, guru dapat
juga meminta anak untuk menciptakan sendiri lagu dengan
menggabungkan kata-kata yang sudah dikuasai anak sehingga dapat
menjadi sebuah lirik lagu yang menyenangkan. dalam penentuan nada
musik dapat memanfaatkan barang- barang bekas yang bias dijadikan
sebagai alat musik sederhana yang mampu mengeluarkan suara yang
tidak kalah bagus dengan alat musik pada umumnya. Misalnya: pasir
yang dimasukkan kedalam kaleng dapat mengeluarkan suara ketika
digoyangkan, kerincingan dapat dibuat dari tutup botol yang sudah
tipiskan dan di kaitkan pada sebuah kayu, batu kerikil dalam botol, dan
berbagai jenis alat-alat musik sederhana lainnya.

(2) Kecerdasan Kinestetik


Pada anak usia dini kecerdasan gerak badan sering dikenal dengan
kemampuan fisik-motorik. Kecerdasan ini berhubungan dengan
kemampuan anak dalam mengendalikan gerakan dalam upaya
menghasilkan suatu karya. Anak dengan kecerdasan kinestetik yang baik
akan mampu atau terampil dalam menggerakkan anggota tubuhnya
untuk melakukan gerakan seperti menari, berlari, berdansa, serta

413
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

kegiatan seni lainnya.Menurut teori sistem dinamis, bayi membangun


keterampilan motorik untuk mempersepsi dan beraksi (Santrock, 2002:
207).Kecerdasan gerak badan harus distimulasi sejak dini, karena pada
perkembangan ini anak belajar keterampilan motorik yang melibatkan
aktivitas otot yang besar dan melibatkan gerakan yang lebih diatur
dengan halus yang membutuhkan keseimbangan koordinasi antar
bagian tubuh.Kecerdasan gerak badan (kinesthetic) pada anak usia dini
meliputi kemampuan-kemampuan fisik seperti, koordinasi,
keseimbangan, ketangkasan kekuatan, kelenturan, kecepatan, dan
menari.Anak merupakan individu yang aktif dan energik. Anak sangat
menyukai aktivitas-Aktivitas yang melibatkan fisik dan gerakan.
Dalam mengembangkan kecerdasan kinestetik pada anak sejak
usia dini, dapat dilakukan dengan kegiatan bermain, diantaranya: menari,
bermain peran, latihan keterampilan fisik, dan olahraga.Kegiatan yang
dapat mengembangkan kecerdasan kinestetik anak usia dini antara lain:
berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis,
berlari, melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari. Jenis
kegiatan lain yang lebih menyenangkan anak-anak adalah dengan
menciptakan gerakan-gerakan sendiri yang berasal dari hasil
pengamatan di lingkungan sehari-hari. Misalnya: guru dapat mengajak
anak untuk meniru gerakan- gerakan ayam sedang makan, gerakan
kodok melompat, burung terbang, bebek berjalan, ikan berenang. Dari
gerakan-gerakan tersebut dapat mengajak anak untuk menggabungkan
menjadi suatu jenis tarian yang dapat diberi nama sesuai dengan
kesepakatan dengan anak. Melalui kegiatan olahraga juga dapat
mengembangkan kecerdasan kinestetik anak, seperti bermain sepak bola,
kasti, bulu tangkis, senam, tenis meja dan lain-lain.

414
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

(3) Kecerdasan Logika Matematika


Sesuai dengan teori perkembangan kognitif, kecerdasan logika
matematika anak mulai berkembang pada tahapan profesional.Pada
tahap ini anak mulai berpikir menggunakan simbol-simbol dan pada
tahapan operasional konkret anak sudah mampu berpikir secara logis
terhadap kejadian serta mampu memahami konsep.Pada tahapan
operasional formal anak sudah bisa berpikir abstrak terhadap
permasalahan sebab-akibat maupun sebaliknya. Kecerdasan logika-
matematika pada anak usia dini berkaitan dengan kemampuannya dalam
mengolah angka atau kemahiran menggunakan logika.Hal ini seperti:
kemampuan membilang, mengurutkan angka dari kecil ke besar,
mengenal konsep sederhana (penjumlahan dan pengurangan),
mengelompokkan bentuk-bentuk geometri (lingkaran, segi empat,
segitiga), mengenal konsep lebih besar, lebih kecil, sedikit, banyak, jauh,
dekat, panjang, pendek, dan lain-lain.
Kegiatan pengembangan kecerdasan logika matematika pada anak
usia dini dapat dilakukan melalui permainan, diantaranya: bermain pasir;
melalui permainan ini anak akan dapat mengembangkan konsep banyak
dan sedikit, konsep berat dan ringan, serta konsep volume (isi). Bermain
ragam bentuk geometri; permainan ini dapat mengembangkan konsep
bentuk sederhana (lingkaran, segitiga, segiempat), konsep ruang (atas-
bawah, luar- dalam, dekat-jauh).Selanjutnya permainan ular tangga;
dapat mengembangkan konsep mengenal angka, membilang, urutan
angka/bilangan.Permainan meronce; dapat mengenal konsep pola,
urutan, bentuk, membilang. Bermain dengan media jam; dapat
mengenalkan konsep waktu (jam, menit dan detik). Melalui kegiatan

415
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

menyanyi juga dapat dilakukan sebagai kegiatan pengembangan


kecerdasan logis-matematika yakni mengenalkan konsep angka (lagu
satu-satu aku sayang ibu, lagu balonku, lagu lima anak bebek, lagu jari
tangan danlainnya).

(4) Kecerdasan Verbal-linguistik


Kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan
menggunakan bahasa lisan dan tulisan secara efektif yang terdiri dari
empat keterampilan, yakni: menulis, berbicara, membaca, dan
menyimak. Perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan
mengenal dan memproduksi suara,perkembangan kosakata,
perkembangan makna kata, perkembangan penyusunan kalimat dan
perkembangan penguasaan bahasa. Perilaku keingintahuan anak
mendorong anak untuk aktif bertanya.Hal ini merupakan salah satu
kegiatan berpikir anak dan usaha untuk memperoleh pengetahuan dan
kosakata baru.
Pengembangan kecerdasan linguistik pada anak usia dini dapat
dilakukan dengan berbagai kegiatan permainan, diantaranya:
a. Bermain Peran. Melalui permainan peran anak akan terlibat dalam
memerankan tokoh dalam suatu cerita yang dimainkan. Misalnya
memerankan cerita saat berkunjung ke rumah teman yang sakit,
dalam peran ini anak ada yang berperan sebagai seorang anak yang
sedang sakit, orang tua, beberapa teman yang akan berkunjung.
Dalam peran sederhana ini mereka akan memperagakan sekaligus
melakukan percakapan antar satu dengan lainnya, sehingga dapat
melatih pendengaran, pengucapan, dan menambah kosa kata anak
melalui dialog.

416
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

b. Bermain sambung kata. Dalam permainan ini, anak dalam


suatukelompok diminta untuk menyambung dan menyebutkan kata
tertentu sesuai dengan aturan yang telah disepakati sebelumnya.
Misalnya, dalam suatu kelompok terdiri dari 4 orang anak, diminta
untuk menyebutkan satu orang satu kata yang berkaitan dengan
nama-nama binatang. Syaratnya, kata yang akan disebutkan harus
diawali dengan huruf akhir kata sebutan teman sebelumnya.
Permainan ini dimulai dengan menyebutkan kata pertama oleh guru
kemudian diminta setiap anak melanjutkan penyebutan kata tentang
nama-nama binatang. Melalui permainan ini juga anak akan
mendapatkan kosa kata baru tentang suatu topik sehingga dapat
menambah perbendaharaan kata pada anak usia dini.
c. Gambar seri. Guru menyiapkan beberapa gambar yang berurutan
yang menggambarkan tentang suatu cerita tertentu. Melalui media
tersebut anak diminta untuk tampil kedepan mencoba menceritakan
sesuai dengan gambar yang mereka pegang satu persatu. Kegiatan
seperti ini dapat melatih mengembangkan kemampuan berbicara
anak dalam membaca suatu gambar tertentu.
Bagi anak usia dini atau bayi yang belum mampu berbicara,
kecerdasan verbal-linguistik dapat dilakukan melalui aktivitas bermain
sebagai berikut; mengajak anak untuk berbicara walaupun tanpa mampu
di jawab, membacakan cerita, memberikan gambar-gambar yang berseri,
memperdengarkan lagu anak-anak, dan berbagai pengembangan lain
yang berhubungan dengan kemampuan berbahasa baik lisan maupun
tulisan.

417
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

(5) Kecerdasan Visual-spasial


Kecerdasan visual-spasial (ruang) pada pembelajaran anak usia
dini khususnya TK, diberikan melalui kegiatan seni dua atautiga dimensi
dan matematika. Melalui kegiatan seni anak akan belajar menggambar
(saling menghubungkan garis), membentuk pola tiga dimensi dari
berbagai bahan, memadukan warna, dan anak dapet belajar tentang
bangun ruang serta volume dari kegiatan matematika.
Cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak dapat
ditempuh antara lain dengan: kegiatan membuat fingerpainting,
mencoret- coret, menggambar dan melukis, membuat kerajinan tangan
dari bahan bekas, mengunjungi berbagai tempat untuk menambah
pengalaman visual anak (misalnya: kebun binatang, pantai, museum,
stasiun, pasar), melakukan permainan yang konstruktif dan kreatif, serta
mengatur dan merancang ruang.

(6) Kecerdasan Intrapersonal


Kecerdasan intrapersonalpada anak usia dini merupakan suatu
kemampuan anak dalam memahami dirinya sendiri. Anak yang
memiliki kecerdasan intrapersonal yang tinggi akan mampu memahami
kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Memilki kecerdasan
intrapersonal yang baik, anak akan berbuat/berperilaku sesuai dengan
pemahaman dirinya sendiri. Misalnya; memahami bahwa dia adalah
anak yang rajin, baik, tidak suka marah-marah, suka menolong dan
berbagai sifat lainnya yang dapat dikenalkan untuk memahami diri.
Cara mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak di
antaranya: meminta anak untuk menceritakan tentang dirinya sendiri
tentang identitasnya (nama, alamat, cita-cita, hobi). Selanjutnya guru

418
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

juga dapat menambahkan tentang citra diri positif tentang dirinya,


misalnya “Ani anak yang rajin”, “Ani rajin membantu orang tau”, “Ani
anak disiplin, datang tepat waktu”, dan berbagai karakteristik positif
lainnya. Tujuannya untuk membiasakan anak agar mengenal dan
membiasakan dirinya berperilaku positif dan jika ada perilaku negatif,
guru dapat mengatakan bahwa itu bukan tingkah laku yang seharusnya
dilakukan. Selanjutnya menciptakan suasana serta kondisi yang
kondusif di rumah yang mendukung pengembangan kemampuan
intrapersonal dan penghargaan diri, menuangkan isi hati dalam jurnal
pribadi, bercakap-cakap memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan
minat anak, membayangkan diri di masa datang, lakukan perencangan
dengan anak semisal anak ingin seperti apa bila besar nanti.

(7) Kecerdasan Interpersonal


Kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan seseorang
dalam memahami orang lain serta mampu menjalin hubungan yang baik
dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal (antar pribadi) sering
dikaitkan juga dengan keterampilan sosial, dimana anak mampu
berinteraksi dengan orang lain dan teman sebaya. Menurut Beaty
(1994:15), terdapat beberapa macam keterampilan sosial yang harus
dimiliki oleh anak usia dini, yaitu: kenal diri, kenal emosi, empati,
simpati, berbagi, negosiasi, menolong dan kerjasama.
Cara mengembangkan kecerdasan interpersonal pada anak antara
lain melalui: menerapkan suasana pembelajaran di kelas secara
berkelompok, memberikan tugas dan Aktivitas bermain yang
membutuhkan kerjasama (misalnya:mewarnai dan menggambar
bersama). Membiasakan anak untuk terlibat dalam kegiatan sosial; guru

419
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

dapat mengajak anak mengumpulkan bantuan jika terjadi suatu musibah,


mengunjungi teman yang sakit. Guru dapat juga mengembangkan
kecerdasan interpersonal anak dengan membiasakan mengantri/
menunggu giliran (saat minum, masuk kelas, menggunakan peralatan
bermain, menyampaikan pendapat). Memberi kesempatan bertanggung-
jawab; menyelesaikan tugas dengan selesai baik di rumah maupun
disekolah), melakukan kegiatan sosial di lingkungan (gotong-royong,
membuang sampah). Kecerdasan interpersonal juga menuntut anak agar
dapat memahami perasaan atau emosi orang lain; misalnya kalau ada
teman yang dimarahi maka teman lainnya bersimpati dengan
membelanya, maka pada anak ketika ada temannya diganggu oleh teman
lainnya, dia menunjukkan simpatinya dengan memberitahukan hal itu
kepada gurunya.

(8) Kecerdasan Naturalistik


Anak-anak dengan kecerdasan naturalistik yang menonjol
memiliki ketertarikan yang besar terhadap alam sekitar, termasuk pada
binatang, di usia dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang
berkaitan dengan fenomena alam, misalnya terjadinya awan dan hujan,
asal usul binatang, pertumbuhan tanaman, dan tata surya. Menurut
Gardner seorang naturalistic adalah seseorang yang menunjukan
kemahiran dalam mengenali dan mengklasifikasi banyak spesies flora
dan fauna dalam lingkungannya, orang yang memiliki kecerdasan
naturalistik yang baikbiasanya bertangan dingin dalam memelihara
tanaman.
Pengembangan kecerdasan naturalis dapat dilakukan antara lain dengan:
mengajak anak melakukan aktifitas bermain di alam bebas; berkebun,

420
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

mengunjungi kebun binatang, bertamasya), mememelihara binatang


peliharaan (kucing, merpati, ayam, burung, kelinci, danlain-lain). Selain
itu, berbagai aktivitas yang berhubungan dengan sains juga dapat
dilakukan dalam rangka mengembangkan kecerdasan naturalistik pada
anak sejak usia dini, misalnya: membuat jus, membuat aquariumdan
memelihara ikan di dalam kolam.
Dengan memahami jenis-jenis dan cara pengembangan
kecerdasan jamak, para pendidik maupun orang tua akan lebih mudah
dalam melakukan stimulasi pengembangan potensi kecerdasan sesuai
dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan
dalam hal ini kecerdasan jamak akan lebih baik jika dilakukan sedini
mungkin sejak usia dini melalui berbagai kegiatan bermain. Mengingat
usia dini merupakan usia emas bagi perkembangan anak, dimana
termasuk dalam usia yang sangat menentukan bagi perkembangan
selanjutnya.

D. SIMPULAN
Dalam diri anak terdapat berbagai potensi bawaan yang dijadikan
sebagai kecerdasan yang memerlukan rangsangan dan stimulasi terus
menerus sejak dini. Potensi kecerdasan dapat dirangsang dengan
berbagai cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi sehingga
anak akan mempunyai kecerdasan yang jamak.Kecerdasan jamak
merupakan perluasan dari kecerdasan intelegensi (IQ) dan kecerdasan
emosional (IE) yang mempunyai peran yang sangat penting dalam
pembentukan kehidupan bagi anak usia dini, sehingga perlu
dikembangkan mulai dari usia dini.

421
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

Kecerdasan jamak merupakanberbagai jenis kemampuan yang


dimiliki anak sebagai dasar dalam pengembangan dirinya.
Kecerdasan jamak terdiri dari delapan (8) kecerdasan, yaitu: (1)
kecerdasan verbal- linguistik; (2) logis-matematik; (3) visual-spasial; (4)
berirama-musik; (5) kinestetik; (6) interpersonal; (7) intra-personal dan
(8) naturalistik.
Setiap kecerdasan dari kecerdasan jamak dapat berkembang
secara baik dan optimal dengan berbagai cara. Namun dalam
mengembangkan kecerdasan jamak perlu di dipahami oleh para pendidik
mengenai konsep dan indikator dari kecerdasan jamak, sehingga
kecerdasan tersebut dapat dikembangkan bukan hanya satu kecerdasan
saja, namun dapat dikembangkan secara bersamaan dari setiap
kecerdasan jamak tersebut. Jadi, Kecerdasan jamak dapat diaplikasikan
dengan berbagai cara dan berbagai aspek dalam kegiatan pembelajaran.

422
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

DAFTAR PUSTAKA

Beaty, J.J. 1994. Observing Development of the Young Child. New York:
MacMillanPublishing Company.
Djohan. 2005. Psikologi Musik.Yogyakarta: Buku Baik Yogyakarta
Hartati, Sofia. 2007. How to Be a Good Teacher and How to be a Good
Mother. Jakarta: Enno Media.
Jamaris, Martini. 2013. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Galia Indonesia.
Magta, Mutiara. 2013. Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara Pada
Anak
Usia Dini. Jakarta: Jurnal Pendidikan Usia Dini Pasca UNJ.
Martuti. 2009. Mendirikan dan Mengelola PAUD Manajemen
Administrasi dan Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Kreasi
Wacana.
Morrison, George S. 2012. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Indeks.
Santrock, John W. 2002. Perkembangan Anak. Jakarta: PT. Indeks
Sujiono, Yuliani Nurani dan Bambang, Sujiono. 2010. Bermain Kreatif
Berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta: Indeks.
Sujiono, Yuliani Nurani dan Bambang, Sujiono. 2010. Konsep Dasar
Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks.
Yaumi, Muhammad dan Nurdin, Ibrahim. 2013. Pembelajaran Berbasis
Kecerdasan Jamak (Multiple Intelegences). Jakarta: Kencana
http://ejurnal.iainlhokseumawe.ac.id/index.php/itqan/article/download/102
/60/

423
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Riva Rizkin Faliq Muhtar NIM : 4103810318057

424
Kecerdasan Jamak Pada Anak Usia Dini
Siti Marliah NIM. 4103810318028

MANAJEMEN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI TK ISLAM AL


IKHLAS BANDUNG

SITI MARLIAH
NIM. 4103810318028
Siti Marliah, adhe.marliah@yahoo.com

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

This study aims to describe the management of early childhood education


at TK Islam Al Ikhlas ECD. This study uses a qualitative approach and
is descriptive. The selection of research subjects was carried out using a
purposive sampling technique. Research subjects are managers,
educators, students, and parents. Data is collected through observation,
interviews, and documentation. Checking the validity of the data is done
through diligence of observation, participation, and adequacy of
references. The results of the study indicate that the TK Islam Al Ikhlas
PAUD program management was prepared in accordance with the
vision and mission of the institution by implementing management
functions including; planning, implementation, supervision and
guidance. Managers as leaders in carrying out management functions
strongly emphasize cooperation based on sincerity, enthusiasm, and high
loyalty. Planning is done with strategic planning, preparation of
learning plans ranging from annual, semester, monthly, weekly to daily.
Organizing is done by coordinating tasks, opportunities, experiences and
insights with open communication, holding regular meetings that discuss
efforts to improve performance. Supervision is carried out by direct
observation, through supervision, regular meetings with educators.
Collaboration is done with parents, through monthly meetings
(parenting), and partners related to PAUD. Assessment and evaluation
are carried out by giving assignments, observations, diaries, anecdotes,
performance, work results, and educational visits.

Keywords: Management of Education; Education; Early Childhood.

425
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

PENDAHULUAN

Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter.


Penanaman sikap sejak dini merupakan kunci utama untuk membangun
bangsa. Pada usia 0-6 tahun otak berkembang sangat cepat hingga 80 %.
Anak-anak adalah generasi yang akan menentukan nasib bangsa
dikemudian hari. Masa ini disebut juga dengan periode emas (golden
age). Pada masa ini ditandai dengan munculnya masa peka, identifikasi,
imitasi, dan eksplorasi anak. Masa ini tidak akan bisa berulang,
seyogyanya orangtua memberikan ruang kepada anak dalam melewati
masa-masa ini. Salah satunya adalah melalui pembelajaran di lembaga
pendidikan anak usia dini yang diistilahkan dengan PAUD.

Pendidikan Anak Usia Dini tidak ditekankan semata kepada


pemberian stimulus pengayaan pengetahuan anak, tetapi lebih diarahkan
kepada pengembangan potensi dan daya kreatifitas anak, dan yang
sangat penting adalah pada pembentukan sikap mental dan kepribadian
anak yang berlandaskan pada nilai-nilai ajaran agama. Sehingga
diperlukan suatu tempat yang mewadahi anak- anak untuk tumbuh dan
berkembang sesuai usianya.

Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu proses pembinaan tumbuh


kembang anak usia dari lahir hingga enam tahun secara menyeluruh,
yang mencakup aspek fisik dan non fisik. Perkembangan lembaga-
lembaga Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia mengalami
peningkatan yang sangat pesat. Keberadaan lembaga tersebut tidak saja
muncul di daerah pusat perkotaan tetapi juga sudah merambah sampai
ketingkat pedesaan. Masyarakat juga menyambut baik, hal ini
diindikasikan dengan adanya kesadaran orangtua akan pentingnya

426
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

memberikan rangsangan lebih awal untuk membantu tumbuh kembang


potensi anak. Sejalan dengan hal ini perlunya manajemen penye-
lenggaraan yang dilaksanakan secara profesional, yang ditunjang juga
dengan perhatian dari pemerintah. Sehingga tercapailah tujuan
pendidikan nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Manajemen penyelenggaraan berkaitan dengan tata laksana dan
tata kelola lembaga, berkaitan dengan pengadministrasian, pengaturan,
atau penataan kegiatan di lembaga. Manajemen berasal dari kata to
manage yang berarti mengelola, memimpin atau mengarahkan.
Manajemen sangat berperan penting dalam sebuah Pendidikan Anak
Usia Dini karena keberhasilan sebuah Pendidikan Anak Usia Dini tidak
lepas dari manajemen yang baik. Menurut Hapidin dkk (2012)
Manajemen memiliki makna sebagai usaha mengelola, mengendalikan,
dan mengarahkan berbagai sumber yang ada untuk mencapai tujuan yang
diharapkan. Manajemen merupakan suatu proses mengkoordinasikan
dan mengintegrasikan sumber daya melalui kegiatan-kegiatan agar
diselesaikan secara efisien dan efektif dengan melibatkan orang lain.
Sedangkan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara
peserta didik dengan pendidikan dan /atau lingkungan yang disadari,
teratur, terencana dan sistematis untuk mengembangkan potensi anak
secara optimal. Adapun tujuan manajemen pendidikan di Pendidikan
Aanak Usia Dini TK Islam Al Ikhlas adalah bagaimana lembaga ini
memanajemen lembaga dari berbagai aspek yaitu mulai dari sistem
pengelolaan, pendidik, karyawan, anak didik, keuangan, sarana dan
prasarana serta keluaran yang dihasilkan oleh Pendidikan Anak Usia
Dini. Dari segi manajemen keuangan, Pendidikan Anak Usia Dini TK
Islam Al-Ikhlas pengelola berusaha mengefisienkan dan meminimalisasi

427
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

biaya-biaya pengeluaran tetapi dengan hasil yang optimal dan


mengefektifkan dengan cara mengambil langkah-langkah yang tepat
dalam mengambil setiap keputusan sehingga tujuan dapat dicapai sesuai
dengan visi dan misi lembaga. Secara teori penelitian ini bermanfaat
untuk mengembangkan konsep manajemen Pendidikan Anak Usia Dini
TK Islam Al Ikhlas menjadi lebih baik secara efektif dan efisien. Secara
praktis diharapkan mampu memberikan acuan dalam merumuskan
dalam meningkatkan mutu program Pendidikan Anak Usia Dini TK
Islam Al Ikhlas.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat
deskriptif. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Cara pengambilan sampel ini sengaja yaitu
peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil dengan pertimbangan
tertentu. Subjek penelitian adalah pengelola, pendidik, anak didik, dan
orangtua. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Pengecekan keabsahan data dilakukan melalui ketekunan
pengamatan,keikutsertaan, dan kecukupan referensi. Trianto (2011: 315)
menyatakan bahwa observasi adalah cara pengumpulan data melalui
pengamatan langsung terhadap sikap, perilaku, dan berbagai
kemampuan yang ditunjukkan anak.
Sedangkan Mulyasa (2012: 199) mendefinisikan observasi sebagai
cara pengumpulan data untuk mendapatkan informasi melalui
pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku anak. Observasi tidak

428
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

hanya dilakukan disekolah namun dapat juga dilakukan sesuai dengan


kebutuhan penelitian.
Selain itu wawancara juga merupakan alat yang penting untuk
mengambil data dalam sebuah penelitian. Wawancara digunakan sebagai
teknik pengumpulan data apabila penelitian melakukan studi
pendahuluan untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti dan
apabila peneliti ingin mengetahui hal dari responden secara lebih
mendalam.
Menurut Sugiono (2012: 72) berpendapat bahwa wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide
melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu
topik tertentu. Wawancara sangat penting untuk mendapat informasi
yang akurat sehingga dapat digunakan dalam keabsahan yang akurat.
Sedangkan menurut Moleong (2010: 186), wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak yaitu
orang yang mengajukan pertanyaan (pewawancara) dan orang yang
menjawab pertanyaan (terwawancara).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara
untuk menggali informasi guna memperoleh data yang berkaitan dengan
perkembangan anak dan implementasi pembelajaran. Adapun sumber
wawancaranya adalah guru kelas dan pengelola Pendidikan Anak Usia
Dini TK Islam Al Ikhlas.
Dokumentasi tentang manajemen penyelengaraan dan pengelolaan
di Pendidikan Anak Usia Dini TK Islam Al Ikhlas:
a. Dokumen yang berupa Rencana Kegiatan Harian.
b. Dokumen yang berupa Kurikulum K13

429
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

c. Dokumen berupa MOU.


d. Dokumentasi berupa foto dan rekaman video kegiatan pembelajaran
pada anak Pendidikan Anak Usia Dini TK Islam Al Ikhlas.
Menurut Sugiyono (2012: 82), dokumen merupakan catatan
peristiwa yang sudah berlalu bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-
karya monumental.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen program
Pendidikan Anak Usia Dini TK Islam Al Ikhlas disusun sesuai dengan
visi dan misi lembaga dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen
meliputi; perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pembinaan.
Pengelola sebagai pimpinan dalam menjalankan fungsi-fungsi
manajemen sangat menekankan kerjasama didasari keikhlasan, semangat
dan loyalitas yang tinggi. Perencanaan dilakukan dengan perencanaan
strategik, penyusunan rencana pembelajaran mulai dari tahunan,
semester, bulanan, mingguan sampai harian. Pengorganisasian dilakukan
dengan koordinasi tugas, kesempatan, pengalaman dan wawasan dengan
komunikasi terbuka, mengadakan pertemuan rutin yang membahas
upaya peningkatan kinerja. Pengawasan dilakukan dengan observasi
langsung, melalui supervisi, rapat rutin dengan pendidik. Kerjasama
dilakukan dengan orangtua, melalui kegiatan pertemuan bulanan
(parenting), dan mitra terkait Pendidikan Anak Usia Dini TK Islam Al
Ikhlas. Penilaian dan evaluasi dilaksanakan dengan pemberian tugas,
observasi, catatan harian, anekdot, unjuk karya, hasil karya, dan
kunjungan edukasi serta informasi perkembangan melalui catatan

430
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

kesehatan anak didik. Menurut Suharti (2018 : 1) fasilitas dan


infastruktur yang baik sangat berperan penting dalam kemajuan sebuah
sekolah sehingga dapat memberikan kenyaman untuk anak dalam
pembelajaran. Pada fasilitas sarana dan sarana sangat diperhatikan
keselamatan,peraturan yang berlaku serta standart yang ditentukan oleh
pemerintah. Sarana dan prasarana yang tersedia berupa sarana in door
dan out door sebagai alat pembelajaran anak didik sesuai dengan tingkat
perkembangan anak didik. Sejalan dengan pendapat Darmayanti (2017
:8) tanpa sarana dan prasarana yang memadai akan menghambat proses
pembelajaran indoor maupun outdoor. Hal tersebut menjelaskan bahwa
saran dan prasarana menjadi penunjang penting dalam berbagai aspek
sehingga anak lebih bersemangat dalam bermain pembelajaran dengan
fasilitas yang lengkap dan memadai.
TK Islam Al Ikhlas mengedepankan pendekatan keteladanan dan
kasih sayang di dalam proses pembelajaran. Dengan pendekatan ini,
diharapkan potensi anak didik dapat berkembang secara optimal. Model
pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan konstruktivistik
dengan model pembelajaran yang aktif, kreatif, efisien dan
menyenangkan. Serta “learning by doing”, peserta didik diajak belajar
mengenai kehidupan sehari-hari, terutama nilai-nilai keagamaan mulai
dari lingkungan rumah. Tempat belajar di TK Islam Al Ikhlas
dikontruksikan dalam suasana keagamaan dan kekeluargaan dimana
lingkungan sekolah yang bersatu dengan lingkungan mesjid dan
masyarakat. Dengan begitu diharapkan peserta didik dan orangtua
peserta didik akan terbiasa belajar mengenali dan melakukan berbagai
hal dalam lingkungan yang dapat melatih disiplin, sosialisasi,
kemandirian dan tanggungjawab dalam dirinya

431
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

Salah satu unsur adanya lembaga pendidikan yang harus dipenuhi


adalah adanya peserta didik. Dalam hal ini di Pendidikan Anak Usia
Dini TK Islam Al Ikhlas peserta didik dikelompokkan berdasarkan usia
yaitu :
• Usia 3-4 : Kelompok Mekkah
• Usia 4-5 : Kelompok Madinah
• Usia 5-6 : Kelompok As-Shofa
Untuk alokasi waktu disesuaikan dengan usia yakni :
• Kelompok 3-4 tahun : Satu kali pertemuan selama 120 menit
• Kelompok 4-6 tahun : Satu kali pertemuan : 210 menit
Perbandingan antara pendidik dengan peserta didik :
• Kelompok 3-4 : 1 guru: 8 anak
• Kelompok 4-6 tahun : 1 guru : 15 anak
Sedangkan Kurikulum yang digunakan di Pendidikan Anak Usia
Dini TK Islam Al Ikhlas adalah kurikulum Kurikulum 2013 dan
kurikulum yayasan yang mana dalam pengembangan kurikulum
terdapat pendekatan saintifik. Dengan tujuan bagaimana anak mampu
menolong dirinya sendiri pada semua aspek perkembangan.
Pada Kurikulum 2013 adanya standar yang menjadi acuan dalam
konsep dasar dan pembelajaran pada anak, meliputi dalam hal :
1. Ketercapaian Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak Usia Dini
2. Berorientasi pada hasil belajar
3. Menggunakan pendekatan metode yang bervariasi
4. Sumber belajar tidak terfokus pada guru, tetapi berpusat pada anak.

432
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

5. Penilaian lebih ditekankan pada proses yang terjadi selama kegiatan


berlangsung dan bukan pada hasil belajar (berkelanjutan).
Ada beberapa kelebihan yang dimiliki dalam pembelajaran pada
Kurikulum 2013 sehingga sampai saai ini masih menjadi acuan,
diantaranya :
a. Kurikulum 2013 mencakup pengembangan pada aspek sruktur
kurikulum, proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dan
penilaian yang bersifat otentik.
b. Kurikulum ini mengusung pengembangan pembelajaran yang
bersifat konstruktif yang lebih fleksibel sehingga memberi ruang
pada anak untuk mengembangakan bakat dan potensinya.
c. Model pendekatan kurikulum bertujuan membentuk sikap,
pengetahuan, dan keterampilan peserta didik yang lebih konsisten
dan fundamental bagi peserta didik agar lebih siap melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
d. Kelas bukan satu-satunya tempat belajar kehidupan (lifes skill) dan
menanamkan kebiasaan tentang belajar bagaimana seharusnya
belajar (Learning to learn). Perubahan kurikulum juga tidak terlepas
dari peran para pengambil kebijakan yakni pemerintah terkait di
bidang pendidikan.
e. Sumber belajar bukan hanya guru dan buku.
f. Belajar dengan berkreativitas
g. Mengajak anak jeli terhadap rasa keingintahuannya membuat
anak suka bertanya
i. Mengajak siswa mencari tahu bukan diberitahu.
j. Melatih kepemimpinan

433
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

k. Menyadari siswa memiliki khas


l. Mendahulukan pemahaman Bahasa.
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini dikembangkan dengan
berlandaskan pada berbagai kajian, baik secara teoretis, empiris,
yuridis, maupun sosial budaya. Program pembelajaran meliputi 6
aspek perkembangan yaitu nilai agama dan moral, kognitif, sosial
emosional, bahasa, fisik motorik, dan seni, yang disesuaikan dengan
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA).

PENUTUP
Simpulan
Manajemen memiliki makna sebagai usaha mengelola,
mengendalikan, dan mengarahkan berbagai sumber yang ada untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.
Pendidikan Anak Usia Dini TK Islam Al Ikhlas manajemen pendidikan
sudah dilakukan melalui tahapan meliputi; perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan dan pembinaan dan sebagian besar sudah berjalan dengan
baik.

Saran
1. Hendaknya semua komponen di Pendidikan Anak Usia Dini
bersinergi baik pengelola, pendidik, anak didik, orangtua dan mitra
terkait guna menghasilkan kualitas pendidikan yang lebih baik.
2. Diharapkan dengan penelitian ini dapat memberikan masukan untuk
pengelola, guru serta peneliti berikutnya sehingga dapat dilakukan
lebih baik lagi.

434
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

DAFTAR PUSTAKA
Hapidin (2012) Manajemen Pendidikan TK/PAUD. Universitas Terbuka
: Tangerang Selatan.
J.Moleong. Lexy. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.
Rosdakarya.
Mulyana, Dedy. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Paradigma
Baru Ilmu Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung
: PT Remaja Rosdakarya.
Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif, dan R&D.
Cetakan ke-17. Bandung : Alfabeta.
Trianto. (2011). Desain Pengembangan Tematik Bagi Anak Usia Dini
TK/RA & Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta : Kencana.

435
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Marliah NIM. 4103810318028

436
Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini Tk Islam Al Ikhlas Bandung
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

KONSEP MEDIA PEMBELAJARAN PENDIDIKAN ANAK USIA


DINI (PAUD)

Siti Sutini, S.Pd.Aud.


NIM : 4103810318022

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Media pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang dapat
digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi dari sumber kepada
anak didik yang bertujuan agar dapat merangsang pikiran, perasaan,
minat dan perhatian anak didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Media memegang peranan penting dalam proses pembelajaran pada anak
usia dini. Media pembelajaran merupakan bagian yang integral dari
seluruh sistem pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam
kegiatan belajar mengajar memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap
fungsi alat indra murid. Penggunaan media akan lebih menjamin
terjadinya pemahaman dan retensi yang lebih baik terhadap isi pelajaran.
Media pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa murid
ke dalam suasana senang dan gembira. Adanya keterlibatan emosional
dan mental tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka untuk
lebih giat dalam belajar sehingga dapat memberikan kesan pembelajaran
yang hidup, akhirnya bermuara kepada peningkatan pemahaman belajar
anak terhadap materi ajar. Jadi sasaran akhir media adalah memudahkan
belajar untuk murid, bukan hanya kemudahan mengajar oleh guru.

Kata Kunci: Media Pembelajaran, PAUD, Pendidikan

437
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

A. Pendahuluan
Dalam rangka meningkatkan pendidikan salah satunya
pemerintah menerapkan pendidikan anak usia sejak dini, dengan suatu
tujuan agar anak-anak Indonesia ketika melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi sudah ada bekal persiapan, namun demikian
untuk menunjang kebutuhan para anak-anak mendapatkan materi
yang lebih mudah dan cepat di dapat tentunya lembaga harus
menyiapkan media-media yang pas dan cocok untuk diterapkan pada
anak-anak. Karena media yang tepat akan sangat membantu lembaga
tersebut dalam mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Media memegang peranan penting dalam proses pembelajaran
anak usia dini. Media dapat dijadikan sebagai wahana untuk
mendekatkan persepsi dan pemahaman guru dengan daya tangkap
anak. Dengan penggunaan media akan meningkatkan mutu dan
kualitas pembelajaran, karena media memiliki fungsi untuk
menjelaskan informasi/pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan
kepada si penerima pesan, yang dalam hal ini guru adalah sebagai
pengirim pesan dan anak usia dini sebagai penerima pesan. Jadi dapat
dikatakan bahwa media pembelajaran merupakan bagian yang integral
dari seluruh sistem pembelajaran.

B. Pengertian Media Dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)


Media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari
kata medium, secara harfiah mempunyai arti antara, perantara atau
pengantar. Media adalah perantara atau pengantar dari pengirim pesan
ke penerima pesan. Terkait dengan pembelajaran media adalah segala

438
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

sesuatu yang dapat digunakan untuk menyampaikan pesan dari


pengirim pesan kepada penerima pesan sehingga dapat merangsang
pikiran, minat dan perhatian anak didik untuk mencapai tujuan
pendidikan yang optimal.
Ada beberapa batasan yang dikemukakan oleh para ahli tentang
pengertian media yang dikutip Rita Kurnia menyatakan bahwa :
1. Gagne (1970)
Media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan anak didik
yang dapat memotivasi anak didik untuk belajar.
2. Schram (1977)
Media pembelajaran merupakan teknologi pembawa informasi yang
dapat dimanfaatkan untuk proses belajar mengajar.
3. Briggs (1970)
Media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan materi
pelajaran.
4. Gerlach & Ely (1971)
Media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi
atau kejadian yang membangun kondisi membuat murid mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
5. AECT (Association Of Education And Communication
Thecnology) 1997)
Memberikan batasan tentang media sebagai bentuk dan saluran yang
digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi.
6. Fleming (1987)
Media adalah penyebab alat turut campur tangan dalam dua pihak
atau mendamaikan.
7. Heinich dkk,(1982)

439
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

Mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengatur


formasi antara sumber dan penerima.
8. Hamidjodo Dalam Latuheru (1993)
Media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia
untuk menyampaikan atau menyebarkan ide gagasan atau pendapat
yang akan sampai kepada penerima yang dituju.
Dari berbagai pendapat di atas tentang batasan pengertian media
,maka dapat disimpulkan bahwa pengertian media pembelajaran adalah
segala bentuk alat komunikasi yang dapat digunakan untuk
menyampaikan pesan/informasi dari sumber kepada anak didik yang
bertujuan agar dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian
anak didik untuk mengikuti kegiatan pembelajaran.
Sebelum memasuki pembahasan lebih lanjut berkenaan
pendidikan anak usia dini (PAUD), baiklah jika didefinisikan lebih
dahulu apakah yang dimaksud dengan PAUD itu sendiri, PAUD ialah
jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan
suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai
dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki Pendidikan
lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan
informal.
PAUD merupakan salah satu kebijakan strategis dalam
pembangunan sumber daya manusia mengingat bahwa:
1. Usia dini ini merupakan masa keemasan (the golden age) namun
sekaligus sebagai periode yang sangat kritis dalam tahap
perkembangan manusia. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa

440
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

sampai usia 4 tahun tingkat kapabilitas kecerdasan anak telah


mencapai 50%. Pada usia 8 tahun mencapai 80%, dan sisanya sekitar
20% diperoleh pada saat anak berusia 8 tahun ke atas.
2. Pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia dini sangat
menentukan derajat kualitas kesehatan, intelegensi, kematangan
emosional dan produktivitas manusia pada tahap berikutnya. Dengan
demikian pengembangan anak usia dini merupakan investasi sangat
penting bagi Sumber Daya Manusia yang berkualitas.
3. Berdasarkan kajian di atas, maka pemerintah menerbitkan Undang-
Undang SISDIKNAS Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 butir 14 menyatakan bahwa
“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
4. Batasan lain mengenai anak usia dini pada anak berdasarkan
psikologi perkembangan yaitu usia 0-8 tahun. Di samping istilah
pendidikan anak usia dini terdapat pula terminologi pengembangan
anak usia dini yaitu upaya yang dilakukan oleh masyarakat atau
pemerintah untuk membantu anak usia dini dalam mengembangkan
potensinya secara holistic baik aspek pendidikannya, gizi maupun
kesehatannya.
5. Lebih lanjut pada pasal 28 dinyatakan bahwa pendidikan anak usia
dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal,
nonformal, dan informal. PAUD pada jalur pendidikan formal dapat
berupa Taman Kanak-Kanak dan (TK) /Raudathul Atfhal (RA).

441
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

Adapun PAUD pada jalur pendidikan nonformal dapat berupa


Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), atau
bentuk lain yang sederajat. Pendidikan anak usia dini merupakan
salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik
beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan
perkembangan fisik. (Koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya fikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan
spiritual, sosio- emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa
komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap- tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
6. Tujuan utama diselenggarakanya PAUD yaitu:
a) Membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yakni anak yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat
perkembangannya sehingga memiliki kesiapan yang optimal
didalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi kehidupan
di masa dewasa.
b) Tujuan penyerta: membantu menyiapkan anak mncapai kesiapan
belajar ( akademik) di sekolah. Rentangan anak usia dini adalah
0-6 tahun.
7. Belajar sambil bermain adalah sistem pendidikan yang umum
diterapkan disetiap lembaga pendidikan usia dini. Sistem ini telah
lama diImplementasikan di Indonesia, utamanya diterapkan tokoh
pendidikan sekaligus penyayang anak-anak, pak Kasur yang
bernama lengkap Soerjono seorang tokoh pendidikan Indonesia.
Pusat, teori dan praktek pendidikan yang diterapkan ialah
memadukan cara mengajar” bermain sambil belajar” yang
memadukan kurikulum yang digariskan oleh pemerintah yaitu:

442
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

a) Cara mengajar melalui nyanyian.


b) Membuat alat peraga untuk keperluan sekolah dengan bahan
sederhana
c) Permainan yang dibuat dan diberikan pada anak yang bertujuan
untuk keterampilan
d) Upacara hormat bendera yang dilakukan setiap pagi sebelum
dimulai sekolah.
Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan dengan
sambil bermain yang melibatkan semua alat indra anak. Sebagian
pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-
kanak paling awal, dan pembelajaran ini sebagian besar diperoleh dari
bermain, sayangnya bermain sebagai gagasan yang dikaitkan dengan
pembelajaran kurang mendapat apresiasi dalam berbagai lingkungan
budaya. Bermain bagi anak adalah kegiatan serius tetapi
menyenangkan. Bemain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak
karena menyenangkan , bukan karena hadiah atau pujian. Melalui
bermain semua aspek perkembangan anak dapat ditingkatkan karena
dengan bermain anak secara bebas dapat berkespresi dan bereksplorasi
untuk memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan dapat menemukan
hal-hal yang baru. Melalui permainan anak juga dapat mengembangkan
semua potensi secara optimal, baik potensi fisik maupun amental
intelektual dan agama. Oleh karena itu bermain bagi anak merupakan
jembatan bagi perkembangan tumbuh kembangnya.

443
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

C. Peran Dan Fungsi Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia


Dini (PAUD)
Media pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang
disampaikan oleh sumber atau penyalurnya yaitu guru kepada sasaran
atau penerima pesan yakni siswa kanak- kanak yang sedang melakukan
pendidikan. Mengutip pendapat Azar menyatakan bahwa media
pembelajaran pendidikan secara umum dapat diartikan sebagai sarana
atau prasarana yang dipergunakan untuk membantu tercapainya tujuan
pembelajaran, secara khusus media pembelajaran sebagai alat, metode,
dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan
komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses
pembelajaran dan pengajaran di sekolah. Media dapat dimanfaatkan
untuk menyampaikan bagian tertentu dari kegiatan pembelajaran,
memberikan penguatan maupun motivasi. Kembali kepada arti penting
media dalam proses belajar mengajar yang dapat mengantarkan kepada
tujuan pendidikan. Maka berikut ini akan diuraikan berbagai peranan
media dalam proses belajar mengajar menurut Hamalik adalah sebagai
berikut :
1. Memperjelas penyajian pesan dan mengurangi verbalitas
2. Memperdalam pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran
3. Memperagakan pengertian yang abstrak kepada pengertian yang
konkrit dan jelas
4. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra manusia
5. Penggunaan media pembelajaran yang tepat akan dapat mengatasi
sikap pasif.
Sedangkan menurut Hamalik peranan media dalam proses belajar
mengajar adalah untuk :

444
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

1. Mengatasi sifat unik pada setiap anak didik yang diakibatkan oleh
lingkungan yang berbeda.
2. Media mampu memberikan variasi dalam proses belajar mengajar.
3. Memberikan kesempatan pada anak didik untuk mereview pelajaran
yang diberikan.
4. Memperlancar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan
mempermudah tugas para guru.
Pemakaian media dalam proses pembelajaran dapat
meningkatkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan
motivasi dan rangsangan kegiatan belajar dan juga berpengaruh pada
psikologi anak. Anak merasa nyaman dengan kegiatan
pembelajarannya karena terkesan tidak dipaksa, dengan kata lain anak
merasa belajar sambil bermain.
Untuk mamahami secara komprehensif manfaat diadakannya
media dalam pembelajaran PAUD, maka akan disajikan fungsi media
pembelajaran PAUD menurut Levie & Lentz yang penulis kutip dari
buku Rita Kurnia menyatakan bahwa :
1. Fungsi Atensi yaitu : menarik dan mengarahkan perhatian murid
pada isi pelajaran dibantu dengan media gambar sehingga memiliki
kemungkinan mengingat isi pelajaran lebih besar.
2. Fungsi Afektif yaitu muncul ketika belajar dengan teks yang
bergambar, sehingga dapat menggugah emosi dan sikap murid.
3. Fungsi Kognitif yaitu mengungkapkan gambar, memperlancar
pencapaian tujuan memahami dan mengingat informasi yang
terkandung.

445
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

4. Fungsi konpensatoris yaitu berfungsi mengakomodasikan murid


yang lemah dan lambat menerima dan memahami sisi pelajaran yang
disajikan dengan teks.
Untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan
pengalaman belajar bagi murid, Edgar Dale melukiskan yang dalam
sebuah kerucut yang kemudian dinamakan kerucut pengalaman ini
dianut secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang
sesuai agar murid memperoleh pengalaman belajar secara mudah.
Kerucut pengalaman ini memberikan gambaran bahwa pengalaman
belajar yang diperoleh murid dapat dilalui proses perbuatan atau
mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan
mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan
melalui bahasa.
Semakin konkrit murid mempelajari bahan pengajaran,
contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyaklah
pengalaman yang diperolehnya. Sebaliknya semakin abstrak murid
memperoleh pengalaman, contohnya hanya mengandalkan bahasa
verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang akan diperoleh murid.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang
dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa penggunaan
media pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar memiliki
pengaruh yang cukup besar terhadap fungsi alat indra murid.
Penggunaan media akan lebih menjamin terjadinya pemahaman dan
retensi yang lebih baik terhadap isi pelajaran. Media pembelajaran juga
mampu membangkitkan dan membawa murid ke dalam suasana senang
dan gembira, ada keterlibatan emosional dan mental. Tentu hal ini
berpengaruh terhadap semangat mereka untuk lebih giat dalam belajar

446
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

sehingga dapat memberikan kesan pembelajaran yang hidup, akhirnya


bermuara kepada peningkatan pemahaman belajar anak terhadap materi
ajar. Jadi sasaran akhir media adalah memudahkan belajar untuk murid,
bukan hanya kemudahan mengajar oleh guru.

D. Faktor Penentu dalam Pemilihan Media Pendidikan Anak Usia


Dini (PAUD)
Ragam media pembelajaran tentunya tidak akan digunakan
seluruhnya secara serantak dalam kegiatan pembelajaran, Untuk itu
perlu dilakukan pemilihan media tersebut. Untuk membuat media
pembelajaran, harus mempertimbangkan media tersebut. Dalam kriteria
untuk mempertimbangkan guru atau pendidik kaitanya dalam
pemilihan media pembelajaran anak-anak.
Pembelajaran yang efektifitas memerlukan perencanaan yang
baik. Media yang akan digunakan dalam proses pembelajaran itu juga
memerlukan perencanaan yang baik pula. Faktor-faktor yang perlu
disikapi dalam pemilihan media pembelajaran adalah: a) komunikatif
b) harganya yang murah, c) nilai kepraktisanya dan d) kondisi
pemakainya.
Untuk memilih media secara efektif Romis zowski, menyebutkan
faktor-faktor yang mempengaruhi dalam memilih media pembelajaran
yaitu:
1) metode pembelajaran yang digunakan;
2) tujuan pembelajaran;
3) karakteristik pembelajaran;
4) aspek kepraktisanya (biaya dan waktu);
5) faktor pemakaian.

447
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

Secara umum media pembelajaran mempunyai kegunaan


diantaranya:
1) memperjelas penyajian pesan,
2) mengatasi keter belakangan ruang,
3) mengatasi sifat pasif siswa.
Dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil
pembelajaran, kita tidak boleh melupakan suatu hal yang sudah pasti
kebenarannya, bahwa pembelajar harus sebanyak-banyaknya
berinteraksi pada sumber belajar ( buku, internet, yang berhubungan
dengan pengetahuan). Tanpa sumber belajar yang memadai sulit
diharapkan suatu proses pembelajaran yang mengarah kepada
tercapainya hasil belajar yang optimal.
Dengan demikian penggunaan media sebagai sumber belajar
dalam kegiatan pembelajaran mempunyai arti yang sangat penting.
Media pembelajaran yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan
kreativitas siswa hendaknya menggunakan media yang menarik dan
sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat memotivasi semangat
belajar. Aspek kemenarikan ini bisa dilakukan dengan pemilihan materi
dan desain penyajian media. Berdasarkan jenis di atas, anak-anak yang
duduk dibangku sekolah dimana kelak mereka akan terjun ke
masyarakat. Di era globalisasi ini menuntut sumber daya manusia kita
untuk bersaing sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga siswa
dalam usia ini gemar membentuk kelompok bermain usia sebaya.

448
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

E. Prinsip- Prinsip Pembuatan, Penggunaan dan Pengembangan


Media Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Pembuatan media pembelajaran berbasis teknologi informasi dan
komunikasi dalam program pendidikan anak usia dini haruslah terjadi
pemenuhan berbagai macam kebutuhan anak, mulai dari kesehatan,
nutrisi, dan stimulasi pendidikan, juga harus dapat meberdayakan
lingkungan masyarakat dimana anak itu tinggal. Prinsip pelaksanaan
program pendidikan anak usia dini harus mengacu pada prinsip umum
yang mengandung dalam konfensi hak anak, yaitu :
1. Non diskriminasi, dimana semua anak dapat mengecap pendidikan
usia dini tanpa membedakan suku bangsa, jenis kelamin, bahasa,
agama, tingkat sosial,serta kebutuhan khusus setiap anak.
2. Dilakukan demi kebaikan terbaik untuk anak (the best intenrest of
the child), bentuk pengajaran, kurikulum, yang diberikan harus
disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitif, emosional,
konteks sosial budaya dimana anak-anak hidup.
3. Mengakui adanya hak hidup, kelangsungan hidup dan
perkembangan yang sudah melekat pada anak.
4. Penghargaan terhadap pendapat anak ( respect for the views of the
child), pendapat anak terutama yang mana menyangkut
kehidupannya perlu mendapatkan perhatian dan tanggapan.
Prinsip pembuatan media pendidikan anak usia dini harus sejalan
dengan prinsip pelaksanaan keseluruhan proses pendidikan seperti yang
dikemukakan oleh Damanhuri Rosadi yang dikutif oleh Mansur
menyatakan bahwa Pendidikan anak usia dini dalam Islam ada delapan
prinsip tersebut diantaranya sebagai berikut:

449
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

1. Pengembangan diri, pribadi, karakter, serta kemampuan belajar


anak diselenggarakan secara tepat, terarah, cepat dan
berkesinambungan.
2. Pendidikan dan pengembangan anak mencakup upaya
meningkatkan sifat mampu mengembangkan diri dalam anak.
3. Pemantapan diri yang dihayati oleh anak sesuai sistem dalam
masyarakat.
4. Pendidikan anak adalah usaha sadar, usaha yang menyeluruh,
terarah, terpadu dan dilaksanakan secara dan saling menguatkan oleh
semua pihak yang terpanggil.
5. Pendidikan anak adalah suatu upaya yang berdasarkan kesepakatan
sosial seluruh lapisan dan golongan masyarakat.
6. Anak mempunyai kedudukan sentral dalam pembangunan, dimana
PAUD memiliki makna strategis dalam pembangunan sumberdaya
manusia
7. Orang tua dalam keteladanan adalah pelaku utama dan pertama
komunikasi dalam PAUD
8. Program PAUD harus melingkupi inisiatif berbasis orang
tua,berbasis masyarakat, dan institusi formal sekolah.
Dengan demikian ada beberapa prinsip umum tentang pendidikan
anak usia dini. Anak adalah individu yang unik, tugas pendidik baik
tutor maupun orang tua adalah memberi pengarahan yang positif bagi
perkembangan anak, memberi peluang untuk berubah, dan bukan
mematikan dengan memberi cap negatif pada anak.
Perkembangan anak berkembang secara bertahap dan
berkesinambungan. Usia anak merupakan masa kritis. Semua aspek
perkembangannya saling berhubungan bakat dan lingkungan saling

450
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

mempengaruhi perkembangan anak. Perilaku anak tergantung pada


motivasi atau stimulan dari dalam dan luar dirinya. Perkembangan
intelegensi juga bergantung pada pola pengasuhan. Perkembangan anak
tergantung pada hubungan antara pribadi, kesempatan mengeks-
presikan diri dan bimbingan pada tiap tahap perkembangan anak.
Berdasarkan uraian di atas keluarga adalah tempat yang sangat
penting bagi pelaksanaan pendidikan anak usia dini, sebab keluarga
merupakan pendidikan yang utama dan pertama bagi anak dalam
rangka mengembangkan potensi yang dimiliki. Setiap anak pada
dasarnya memiliki komunikasi dengan orang lain dan potensi lainya,
sehingga untuk mengembangkan potensi tersebut diperlukan
bimbingan dari orang tua, pendidik atau orang dewasa lainya supaya
memperoleh hasil maksimal dan positif, pengembangan potensi
tersebut harus dimulai sejak usia dini, sebab pada usia tersebut
merupakan dasar untuk perkembangan berfikir pada masa berikutnya.

F. Simpulan
Media pembelajaran adalah segala bentuk alat komunikasi yang
dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi dari sumber
kepada anak didik yang bertujuan agar dapat merangsang pikiran,
perasaan, minat dan perhatian anak didik untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam kegiatan belajar
mengajar memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap fungsi alat
indra murid karena akan lebih menjamin terjadinya pemahaman dan
retensi yang lebih baik terhadap isi pelajaran. Media pembelajaran juga
mampu membangkitkan dan membawa murid ke dalam suasana senang
dan gembira, terjadi adanya keterlibatan emosional dan mental murid.

451
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka untuk lebih giat
dalam belajar sehingga dapat memberikan kesan pembelajaran yang
hidup, akhirnya bermuara kepada peningkatan pemahaman
belajar anak terhadap materi ajar. Jadi sasaran akhir media adalah bukan
hanya kemudahan mengajar oleh guru namun memudahkan belajar juga
untuk murid.
Fungsi media dalam pembelajaran PAUD adalah sebagai : Atensi,
Afektif, Kognitif, Konpensatoris. Adapun faktor-faktor yang perlu
disikapi dalam pemilihan media pembelajaran adalah: a) komunikatif ,
b) harganya yang murah, c) nilai kepraktisanya dan d) kondisi
pemakainya.

452
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azar. 2005. Media Pembelajaran, Jakarta: PT.Raja Brafindo


Persada. Direktorat PADU, Tahun 2002.
Hamalik, Oemar. tt., Hamalik, Media Pendidikan, Bandung, :Alumni.
Kurnia, Rita. 2009. Metodologi Pengembangan Bahasa Anak Usia Dini,
Pekanbaru, Cendikia, Insani.
_______. 2014. Media Pembelajaran Anak Usia Dini, Pekanbaru, Bahan
Ajar PAUD FKIP UR.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam,
Yogyakarta,Pustaka Pelajar.
Muhammad, Hamid. 2012. Pedoman Penyelenggaraan PAUD Terpadu,
Dirjen Pembinaan PUDNI.
Sadiman, Arief. Media Pembelajaran : Pengertian, Pengembangan dan
Pemanfaatannya, Jakarta: Pustekkom Dekdikbud Clan PT.Raja
Grafindo Persada.
Santi, Danar. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini, PT. Matana Jaya
Cemerlang.
Seefeldt, Carool. 2008., Pendidikan Anak Usia Dini, Jakarta: PT macanan
jaya cemerlang.
UU sistem pendidikan nasianal No 20/2003 pasal 28, ayat 1 Undang-
Undang Nomor 20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional ,
(Tahun 2003) pasal 1 butir 14.

453
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Siti Sutini, S.Pd.Aud. NIM : 4103810318022

454
Konsep Media Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

IMPLEMENTASI PENDEKATAN PAIKEM


UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA

Tedy Sukamto, S.Pd


NIM : 4103810318004

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstract
The main challenge of Indonesia in improving education quality is the
competence to increase the education quality that cannot be apart from the role
and the duty of the teacher. In general, the students at school is teacher
centered, so that the improvement of innovation in the learning process has less
attention and makes learning activity seems to be monotonous and boring
activity. Ideally, professional teachers should always make innovation to
support their learning strategy to make it interesting. PAIKEM (Active,
Innovative, Creative, Effective and Attractive Learning) is a strategy that is
student centered while the teacher is a facilitator and motivator. This paper is
written to study how far the strategy approach using PAIKEM is able to
motivate students in improving the learning outcome. The method of writing
this paper used the descriptive method by collecting data through literature
review and scientific research related with PAIKEM approach. From the result
of analysis, it shows that the students are motivated to be active, innovative,
creative and interesting in learning. The learning environment makes the
students not feel bored and encouraged to develop their creativity as they are
more active. The students who are interesting will focus on the given material
and finally they will understand more about the material so that it will improve
their learning outcome.
Keywords: PAIKEM strategy, motivation, learning outcome.
Abstrak Tantangan utama Indonesia dalam meningkatkan kulitas pendidikan
adalah kemampuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak terlepas dari
peran dan tugas guru. Umumnya, para peserta didik di sekolah adalah
teachercentered, sehingga pengembangan inovasi dalam proses pembelajaran
kurang diperhatian sehingga pembelajaran terkesan monoton dan
membosankan. Selayaknya guru yang profesional senantiasa melakukan
inovasi untuk mendukung strategi pengajaran agar menjadi menarik. PAIKEM

455
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

(Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan) adalah


strategi yang berpusat pada siswa sedangkan guru sebagai fasilitator dan
motivator. Makalah ini ditulis untuk mengetahui sejauhmana pendekatan
strategi PAIKEM dapat memotivasi siswa dalam meningkatkan hasil
pembelajaran. Metode penulisan makalah ini menggunakan metode deskriptif
dengan mengumpulkan data melalui studi pustaka dan penelitian ilmiah terkait
dengan pendekatan PAIKEM. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa peserta
didik dalam pembelajaran termotivasi untuk aktif, inovatif, kreatif,
menyenangkan. Lingkungan belajar membuat siswa tidak merasa bosan dan
terangsang untuk mengembangkan kreativitas dan lebih aktif, peserta didik
yang tertarik akan fokus pada materi yang diberikan dan akan lebih memahami
materi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kata kunci: PAIKEM strategi, motivasi, hasil pembelajaran.

PENDAHULUAN
UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP
No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan
bahwa kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah
dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi
menetapkan kurikulum secara nasional seperti pada periode sebelumnya.
Satuan pendidikan harus mengembangkan sendiri kurikulum sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhan serta potensi peserta didik,
masyarakat, dan lingkungannya.
Amanat UU tersebut mengisyaratkan pentingnya pendidikan bagi
pembinaan sumber daya manusia, maka implementasi proses
pembelajaran yang dilakukan sangat menentukan hasil dari
pembelajaran. Satuan pendidikan diberikan kewenangan untuk
mengembangkan pontensi yang dimiliki oleh satuan pendidikan.
Disadari bahwa melalui pendidikan akan tercipta seorang manusia yang

456
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

cakap, terampil, dan berilmu sebagai bekal hidup nantinya. Serta mampu
hidup mandiri di tengah pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi sekarang ini. Oleh karena itu, kualitas pendidikan semestinya
ditingkatkan agar tujuan pendidikan nasional dapat terwujud, seperti
yang dijelaskan dalam undang-undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 yaitu
pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
dalam membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa pada Allah swt, berakhlak mulia, cakap, kreatif, serta
bertanggungjawab. Dengan demikian kesadaran akan pentingnya
pendidikan terutama bagi anak usia sekolah terus ditingkatkan, baik pada
jenjang sekolah dasar, menengah maupun perguruan tinggi, melalui
inovasi pembelajaran yang diyakini sesuai dengan karakteristik siswa
maupun lingkungan sekolahnya.
Sesungguhnya pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding
kelas. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan menghapus
kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang cinta lingkungan.
Berdasarkan teori belajar, melalui pendekatan lingkungan pembelajaran
menjadi bermakna. Sikap verbalisme siswa terhadap penguasaan konsep
dapat diminimalkan dan pemahaman siswa akan membekas dalam
ingatannya. Buah dari proses pendidikan dan pembelajaran akhirnya
bermuara pada lingkungan. Manfaat keberhasilan pembelajaran terasa
manakala apa yang diperoleh dari pembelajaran dapat diaplikasikan dan
diimplementasikan dalam realitas kehidupan. Inilah salah satu sisi positif
yang melatarbelakangi pembelajaran dengan pendekatan lingkungan.

457
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

Model pembelajaran dengan pendekatan lingkungan, bukan


merupakan pendekatan pembelajaran yang baru, melainkan sudah
dikenal dan populer, hanya saja sering terlupakan. Adapun yang
dimaksud dengan pendekatan lingkungan adalah suatu strategi
pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran belajar,
sumber belajar, dan sarana belajar. Hal tersebut dapat dimanfaatkan
untuk memecahkan masalah lingkungan dan untuk menanamkan sikap
cinta lingkungan (Karli dan Yuliaritiningsih, 2002).
Sehubungan dengan hal di atas penulis meyakini, bahwa penerapan
pembelajaran dengan pendekatan lingkungan adalah pendekatan
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan) seperti yang dijelaskan oleh Akhmad (2008:22)
“PAIKEM merupakan suatu pembelajaran yang menekankan keaktifan
siswa secara optimal, untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam
suasana yang tidak membosankan siswa”. Ini dilakukan agar apa yang
diharapkan oleh kurikulum tercapai semaksimal mungkin.

LANDASAN TEORI
Pendidikan merupakan kunci untuk semua kemajuan dan
perkembangan yang berkualitas, sebab dengan pendidikan manusia
dapat mewujudkan semua potensi dirinya baik sebagai pribadi maupun
sebagai warga masyarakat. Dalam rangka mewujudkan potensi diri
menjadi multiple kompetensi harus melewati proses pendidikan yang
diimplementasikan dalam proses pembelajaran.
Berlangsungnya proses pembelajaran tidak terlepas dengan
lingkungan sekitar. Sesungguhnya pembelajaran tidak terbatas pada
empat dinding kelas. Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan

458
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

menghapus kejenuhan dan menciptakan peserta didik yang cinta


lingkungan. Berdasarkan teori belajar, melalui pendekatan lingkungan
pembelajaran menjadi bermakna. Sikap verbalisme siswa terhadap
penguasaan konsep dapat diminimalkan dan pemahaman siswa akan
membekas dalam ingatannya.
Konsep-konsep sains dan lingkungan sekitar siswa dapat dengan
mudah dikuasai siswa melalui pengamatan pada situasi yang konkret.
Dampak positif dari diterapkannya pendekatan lingkungan yaitu siswa
dapat terpacu sikap rasa keingintahuannya tentang sesuatu yang ada di
lingkungannya. Seandainya kita renungi empat pilar pendidikan yakni
learning to know (belajar untuk mengetahui), learning to be (belajar
untuk menjadi jati dirinya), learning to do (Belajar untuk mengerjakan
sesuatu) dan learning to life together (belajar untuk bekerja sama) dapat
dilaksanakan melalui pembelajaran dengan pendekatan lingkungan yang
dikemas sedemikian rupa oleh guru.
Penulis terilhami menuangkan tulisan ini dengan maksud untuk
dikembangkan menjadi visi misi sekolah sebagai pendekatan yang
dipertimbangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Semoga tulisan
singkat ini dapat menjadi bahan masukan bagi para guru untuk
memanfaatkan lingkungan sekitar yang penuh arti sebagai sumber
belajar dan informasi yang mendukung tercapainya tujuan pembelajaran
secara efektif. Model pendekatan ini pun relevan dengan pembelajaran
aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM), sehingga
pada gilirannya dapat mencetak siswa yang cerdas dan cinta lingkungan.
Siswa boleh saja berpikir secara global, tetapi mereka harus
bertindak secara lokal. Artinya, setiap perlu belajar apa pun, bahkan
mencari hikmah dari berbagai macam pengalaman bangsa-bangsa lain di

459
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

seluruh dunia, namun pengetahuan tentang pengalaman bangsa-bangsa


lain tersebut hanya sebagai pembelajaran dalam tindakan di lingkungan
secara lokal. Dengan cara kerja seperti itu, kita tidak perlu melakukan
trial and error yang berkepanjangan, melainkan kita belajar dari
kesalahan-kesalahan orang lain, sementara kita sekadar meneruskan
kerja dari paradigma yang benar.
Bekerja dan belajar yang berbasis lingkungan sekitar memberikan
nilai lebih, baik bagi pembelajar itu sendiri maupun bagi lingkungan
sekitar. Katakanlah belajar ilmu sosial atau belajar ekonomi, maka
lingkungan sosial dan ekonomi sekitar dapat menjadi laboratorium alam.
Pembelajaran ini dapat dilakukan sambil melakukan pemberdayaan
(empowering) terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat,
sementara pembelajar dapat melakukan proses pembelajaran dengan
lebih baik dan efisien. Mohamad Yunus, penerima Nobel asal
Bangladesh adalah orang yang banyak belajar berbasis lingkungan untuk
mengembangkan ekonomi. Dengan mendirikan Grameen Bank, dia
belajar sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar. Prinsip
pembelajaran sejatinya dilandasi strategi yang berlandaskan pada:
1) Berpusat pada peserta didik
2) Mengembangkan kreativitas peserta didik
3) Suasana yang menarik, menyenangkan, dan bermakna
4) Prinsip pembelajaran aktif, Inovatif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan (PAIKEM)
5) Mengembangkan beragam kemampuan yang bermuatan nilai dan
makna
6) Belajar melalui berbuat, peserta didik aktif berbuat
7) Menekankan pada penggalian, penemuan, dan penciptaan

460
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

8) Pembelajaran dalam situasi nyata dan konteks sebenarnya


9) Menggunakan pembelajaran tuntas di sekolah
Pembelajaran dengan pendekatan PAIKEM dilakukan pada
dasarnya agar siswa Aktif maksudnya, bahwa dalam proses pembelajaran
guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif
bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Pembelajaran
Inovatif maksudnya mengadaptasi model pembelajaran yang
menyenangkan. Learning is fun merupakan kunci yang diterapkan dalam
pembelajaran inovatif. Jika siswa sudah menanamkan hal ini di
pikirannya tidak akan ada lagi siswa yang pasif di kelas, perasaan
tertekan, kemungkinan kegagalan, keterbatasan pilihan, dan tentu saja
rasa bosan. Membangun metode pembelajaran inovatif sendiri bisa
dilakukan dengan cara diantaranya mengakomodir setiap karakteristik
diri. Artinya mengukur daya kemampuan serap ilmu masing-masing
orang. Contohnya saja sebagian orang ada yang berkemampuan dalam
menyerap ilmu dengan menggunakan visual atau mengandalkan
kemampuan penglihatan, auditory atau kemampuan mendengar, dan
kinestetik. Hal tersebut harus disesuaikan pula dengan upaya
penyeimbangan fungsi otak kiri dan otak kanan yang akan
mengakibatkan proses renovasi mental, diantaranya membangun rasa
percaya diri siswa. Kreatif dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan
belajar yang beragam, sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan
siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang
menyenangkan serta siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada
saat belajar sehingga waktu curah perhatiannya (“time on task”) tinggi.
Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah perhatian terbukti
meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah

461
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan


apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung,
sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus
dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak
efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Pendekatan dan strategi pembelajaran mempunyai makna yang
sama untuk menjelaskan bagaimana proses seorang guru mengajar dan
peserta didik belajar dalam mencapai tujuan (Mulyatiningsih, 2010).
Dimaksudkan dalam strategi karena bidang garapannya tertuju pada
bagaimana cara; (1) pengorganisasian materi pelajaran, (2)
menyampaikan atau menggunakan metode pelajaran, (3) mengelola
pembelajaran sebagaimana yang dikehendaki oleh ilmuan pembelajaran
(Uno & Nurdin, 2011). Untuk mencapai tujuan pembelajaran, maka guru
harus memilih dan melaksanakan strategi pengajaran yang tepat yakni
bagaimana guru menkondisikan kegiatan pembelajaran efektif,
sistematik, terencana, menyenagkan, berproses dan terevaluasi. Strategi
yang dapat dilaksanakan guru salah satunya adalah pendekatan
PAIKEM.
Secara garis besar, pendekatan PAIKEM dapat digambarkan
sebagai berikut:
1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan
pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar
melalui berbuat.
2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam
membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan
sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik,
menyenangkan, dan cocok bagi siswa.

462
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan


belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif,
termasuk cara belajar kelompok.
5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam
pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan
melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

METODE PENELITIAN
Metode yang ditempuh dalam penelitian ini yaitu metode literatur
review atau studi kepustakaan merupakan metode yang ditempuh
peneliti dengan melakukan kajian dari berbagai sumber. Bahan bacaan
berupa, artikel, jurnal hasil penelitian, publikiasi tesis dan buku-buku
terkait dengan materi penelitian. Dari hasil bacaan berupa teori, temuan
dan hasil penelitian maka peneliti memperoleh landasan dalam
penyusunan hasil penelitian dalam hal ini Implementasi Pendekatan
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif,
Menyenangkan) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN


PAIKEM (Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenagkan)
merupakan strategi pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik
(student centered learning). Dalam penerapan strategi pembelajaran ini,
guru berperan sebagai fasilitator yaitu memfasilitasi peserta didik untuk
belajar. Pengetahuan diperoleh peserta didik berdasarkan
pengalamannya sendiri, bukan ditransfer pengetahuan dari guru. Strategi
PAIKEM mengupayakan pembelajaran yang aktif yakni pembelajaran
yang mengoptimalkan proses pembelajaran. Pembelajaran yang inovatif

463
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

yakni pembelajaran yang mendorong aktivitas belajar dan kegiatan


pembelajaran ini terjadi hal-hal yang baru, bukan saja oleh guru sebagai
fasilitator belajar, tetapi juga oleh siswa yang sedang belajar.
Pembelajaran kreatif mendorong siswa untuk lebih bebas mempelajari
makna yang dia pelajari dan bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan berfikir siswa. Pembelajaran yang efektif dengan maksud
untuk menghasilkan tujuan yang telah ditetapkan. Pembelajaran
menyenangkan yaitu memberikan pelayanan kepada siswa dengan baik,
anak merasa dekat dengan guru, serta desain kelas yang tidak
membosankan (enjoy learning) (Uno & Nurdin, 2011).
Pemilihan strategi PAIKEM dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran diharapkan dapat memaksimalkan kegiatan belajar siswa.
Pembelajaran aktif, inovatif, kreatif dan menyenagkan yang diupayakan
guru dalam pembelajaran diharapkan dapat memaksimalkan kegiatan
belajar siswa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa yang
pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini tersajikan
dalam beberapa hasil penelitian.
Hasil penelitian tersebut dintaranya yang dilaksanakan oleh
Rahmawati, Mestawaty & Lilies (2015), bahwa permasalahan dalam
proses belajar mengajar adalah pembelajaran masih berpusat pada guru
dengan metode konvensional dan siswa hanya mendengar dan mencatat.
Terbenturnya oleh waktu tatap muka dikelas, kesulitan untuk menyusun
bahan pelajaran, sarana dan prasarana yang kurang mendukung. Strategi
pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi dan dalam mengajar
guru kurang memperhatikan kebiasaan siswa. Perasaan takut murid
terhadap pelajaran IPA karena mereka khawatir dimarahi guru jika
menjawab salah. Sehingga murid tidak tahan lama duduk dan sulit

464
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

berkonsentrasi pada pelajaran. Setelah melaksanakan tindakan unsur


penerapannya di dalam metode diskusi dan eksperimen pada proses
belajar IPA, peneliti melakukan aktivitas tanya jawab, memberi
kebebasan untuk berbeda pendapat dalam kelompok, mengontrol proses
belajar siswa, member pengutan, member kesempatan bertanya, serta
membimbing siswa untuk melakukan kerja sama, menugaskan kerja
kelompok, mendiskusikan penelesaian masalah, dan mendorong siswa
untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah,
untuk mengungkapkan gagasannya dan melibatkan siswa dalam
menciptakan lingkungan. Sehingga berdasarkan data hasil penelitian
dinyatakan bahwa model pembelajaran PAIKEM dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa, sehingga apa yang diharapkan
yaitu meningkatnya hasil belajar siswa dapat tercapai dengan baik.
Keberhasilan pendidikan ditunjang oleh kemampuan guru dalam
mengajar. Dalam proses pengajaran seorang guru harus
mengembangkan strategi mengajar yang mengarah keaktifan optimal
belajar siswa. Permasalah terkait pengimplementasian strategi
diantaranya padatnya materi yang menjadi tuntutan kurikulum yang
berakibat hilangnya kreativitas guru dalam mengelolah pembelajaran,
sehingga cenderung pada pembelajaran yang terpusat pada guru. Kondisi
tersebut membawa akibat pada murid yang pasif dan cenderung untuk
menghafal konsep tanpa dibarengi dengan pemahaman memadai. Pada
kurikulum 2013 menyarankan penerapan model interaktif yang
menggunakan pendekatan saintifik dapat membuat siswa lebih interaktif,
karena dimulai dari pengamatan, menanya, mengobservasi,
mengasiosiasi dan mengkomunikasikan. Berdasarkan pada Usman &
Rede, (2014) agar masalah kesulitan belajar siswa dapat teratasi pada

465
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

pembelajaran sains, maka salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah
memilih salah satu model yang dianggap efektif yaitu pendekatan
pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM). Model
ini bertujuan untuk menciptakan suatu lingkungan belajar yang
melengkapi siswa dengan keterampilan, pengetahuan dan sikap bagi
kehidupan kelak. Selain itu pendekatan ini juga memungkinkan siswa
belajar lebih aktif sesuai dengan pendekatan PAKEM yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri
memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.
Hasil penelitian Usman & Rede (2014) tampak, bahwa penerapan
pendekatan PAKEM dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. Hal ini
dapat dilihat dari adanya peningkatan hasil belajar siswa dan aktivitas
siswa. Peningkatan hasil belajar ini disebabkan karena peningkatan
aktivitas siswa yaitu siswa sudah tidak takut salah, ditertawakan dan
dianggap sepele. Siswa termotivasi mengeluarkan gagasannya akibat
adanya penguatan yang diberikan oleh guru. Faktor yang juga
menyebabkan hasil pembelajaran meningkat adalah peningkatan
aktivitas guru dan guru sudah mengatasi kekurangannya yaitu lebih
memotivasi siswa, peningkatan pemberian penguatan, memantau
kegiatan belajar, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan
menantang, mempertanyakan gagasan siswa dan tidak membuat siswa
merasa takut.
Penelitian Tindakan Kelas yang dilaksanakan Marinta, Khutobah,
& Marjono (2014) dengan menggunakan model pembelajaran PAIKEM
untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa diperoleh data
bahwa setiap siklus mengalami peningkatan ketuntasan hasil belajar
siswa, siklus I sebesar 73,53% dan siklus II sebesar 91,18%, sehingga

466
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

dapat disimpulkan, bahwa penerapan model pembelajaran PAIKEM


dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV bidang
studi IPS pada pokok bahasan jenis dan persebaran SDA serta
pemanfaatannya di SDN Tempursari 01 tahun pelajaran 2012/2013.
Penelitian yang dilakukan oleh Armini, Putra, & Sujana, (2013)
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar PKn
antara siswa yang dibelajarkan melalui pendekatan PAIKEM dengan
siswa yang dibelajarkan melalui pembelajaran konvensional. Hal ini
terbukti dari perbedaan rata-rata hasil belajar PKn antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian tersebut dapat
disimpulkan pendekatan PAIKEM berpengaruh terhadap hasil belajar
PKn siswa di kelas V SD Gugus VI Pangeran Diponegoro, Denpasar
Barat Tahun Ajaran 2013/2014. Proses pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan PAIKEM, siswa dipandang sebagai subjek
dalam proses pembelajaran sedangkan guru hanya sebagai fasilitator,
mediator dan memberikan pentunjuk kepada siswa dalam proses
pembelajaran. Siswa didorong untuk berfikir secara aktif untuk dapat
mengaitkan antara pengalaman dengan materi pelajaran sehingga dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari siswa. Proses pembelajaran
menekankan pada keaktifan siswa dalam proses pembelajaran,
menemukan dan mengkontruksi pengetahuannya sehingga siswa dapat
memahai materi pelajaran secara mendalam yang akan berpengaruh pada
peningkatan hasil belajar siswa.
Pendekatan PAIKEM dengan strategi PQ4R dapat dijadikan
alternatif dalam pembelajaran biologi Berdasarkan hasil penelitian
Hidayah, Waluyo, & Hariani, (2015) dapat disimpulkan bahwa
pendekatan PAIKEM dengan strategi PQ4R dapat peningkatan aktivitas

467
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

dan hasil belajar siswa kelas XI.IPA.2 MAN Genteng tahun pelajaran
2012/2013. Dengan menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif,
kreatif serta menyenangkan membuat siswa tidak merasa bosan dan
tertarik dengan cara belajar yang diberikan oleh guru, bila siswa merasa
senang maka siswa akan antusias dan lebih aktif lagi dalam kegiatan
pembelajaran. Bila siswa sudah merasa tertarik dengan pembelajaran
yang diterapkan oleh guru, maka siswa akan memusatkan perhatiannya
pada materi yang diberikan. Selanjutnya akan membuat siswa lebih
memahami materi yang diberikan sehingga hasil belajar siswapun dapat
meningkat.
Penelitian yang dilakukan oleh Rohaniawati (2016) bertujuan
untuk mengetahui penerapan PAKEM dan peningkatan keterampilan
berpikir mahasiswa pada mata kuliah Pengembangan Kepribadian Guru
Jurusan PGMI Semester IV/B Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN
Sunan Gunung Djati Bandung disetiap siklusnya. Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa dengan pendekatan PAKEM terjadi peningkatan
pada tingkat berpikir mahasiswa, hasil analisis keterampilan berpikir
mahasiswa pada mata kuliah Pengembangan Kepribadian Guru dengan
menggunakan pendekatan PAKEM dapat disimpulkan hampir
meningkat pada setiap pertemuannya. PAKEM adalah singkatan dari
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Aktif
dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan
suasana sedemikian rupa, sehingga siswa aktif berpikir, bertanya,
mempertanyakan, mengemukakan gagasan, bereksperimen,
mempraktikkan konsep yang dipelajari, dan berkreasi. Kreatif juga
dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa yang bisa

468
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

mengoptimalkan potensi diri siswa. Efektif menghasilkan apa yang


dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Menyenangkan
adalah suasana belajar mengajar yang jauh dari rasa bosan dan takut
sehingga siswa dapat memusatkan perhatiaanya secara penuh pada
pembelajaran sehingga curah perhatiannya pada pembelajaran tinggi.
Berdasarkan data hasil penelitian Dewi & Fitriyah (2015) dapat
ditarik kesimpulan, bahwa melalui penerapan pendekatan PAIKEM
dalam pembelajararn IPS pokok bahasan masalah sosial dapat
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa di kelas IVA SDN
Jember Kidul 04 Jember. Pendekatan PAIKEM (Pembelajaran Aktif
Inovatif Kreatif Efektif dan Menyenangkan) pada pembelajaran IPS
pokok bahasan masalah sosial dengan variasi pembelajaran
menggunakan media pembelajaran, menumbuhkan keaktifan siswa,
mengembangkan kreatifitas siswa serta menciptakan situasi belajar yang
menyenangkan, sehingga motivasi para siswa dapat meningkat dan
pembelajaran dapat lebih bermakna. Motivasi belajar siswa yang
meningkat dapat mempengaruhi pada peningkatan hasil belajar siswa.
Metode PAIKEM merupakan interaksi/proses pembelajaran siswa
yang diwarnai oleh aktivitas dan kreativitas siswa dan guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dalam suasana yang
menarik menyenangkan. Tujuan pembelajaran PAIKEM membantu
siswa mengembangkan kemampuan berpikir tahap tinggi, berpikir kritis,
dan berpikir kreatif. Berpikir kritis adalah suatu kecakapan nalar secara
teratur, kecakapan sistematis dalam menilai, memecahkan masalah
menarik keputusan, memberi keyakinan, menganalisis asumsi, dan
pencarian ilmiah. Hasil penelitian (Putra, Sudirtha, & Sunarya, 2013)
menunjukkan bahwa Penerapan metode PAIKEM dapat meningkatkan

469
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

hasil belajar siswa (aspek kognitif, afektif dan psikomotorik) kelas XI


IPS 3 SMA Negeri 1 Mendoyo Tahun Pelajaran 2012/2013. Disamping
itu pula respon siswa terhadap metode PAIKEM tergolong positif.
Berdasarkan hasil kajian berbagai literatur, bahwa strategi
PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan
Menyenagkan) merupakan pembelajaran yang beriorentasi pada
kegiatan aktif siswa dan dapat diimplementasikan dan disesuaikan pada
berbagai mata pelajaran dengan harapan dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran dan hasil belajar siswa. Kegiatan guru dan siswa pada
strategi PAIKEM dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kegiatan Guru dan Siswa pada Strategi PAIKEM
Fase PAIKEM Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Aktif 1. Sebagai fasilitator kegiatan 1. Bertanya
belajar siswa 2. Mengemukakan
2. Memantau kegiatan gagasan
belajar siswa 3. Mempertanyakan
3. Memberi umpan balik gagasan orang lain
4. Mengajukan pertanyaan
5. Mempertanyakan gagasan
siswa
Kreatif 1. Membuat alat bantu belajar 1. Merancang atau
sederhana membuat sesuatu
2. Memilih media 2. Menulus, merangkum,
pembelajaran yang sesuai atau membuat soal
dengan materi pelajaran sendiri
Inovatif 1. Mengembangkan kegiatan 1. Melaksanakan kegiatan
belajar yang bervariasi dan belajar yang bervariasi
sesuatu yang terbaru 2. Belajar dengan
2. Menciptakan pengalaman berbagai metoda
belajar baru bagi siswa
Efektif 1. Mencapai tujuan 1. Menguasai
pembelajaran keterampilan yang
diperlukan

470
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

Fase PAIKEM Kegiatan Guru Kegiatan Siswa


Menyenangkan 1. Tidak membuat siswa 1. Berani mencoba
takut salah, ditertawakan, berbuat
dianggap sepele 2. Berani mengemukakan
2. Guru dapat menumbuhkan pendapat
motivasi belajar siswa 3. Berani
3. Membangun keakraban mempertanyakan
sewajarnya dengan siswa gagasan orang lain
4. Perhatian terhadap
tugas
5. Senag belajar
6. Hasil belajar
menyeluruh

SIMPULAN
Penerapan strategi PAIKEM menunjukkan, bahwa menciptakan
suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan
membuat siswa tidak merasa bosan dan merangsang kretifitas, cara
belajar yang membuat siswa merasa senang akan membuat siswa
termotivasi, antusias dan lebih aktif, siswa yang tertarik akan
memusatkan perhatiannya pada materi yang diberikan dan akan lebih
memahami materi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa
dengan catatan pembelajaran yang dilakukan harus efektif, sehingga
tidak terkesan main-main belaka.

REFERENSI
https://media.neliti.com/media/publications/107996-ID-penerapan-
pendekatan-paikem-untuk-meningkatkan pembelajaran.
http://sitihalimatussakdiyah.blogspot.com/2015/10/jurnal-paikem-
dalam-meningkatkan-hasil-pembelajaran.
Kemendikbud. (2016). Silabus Mata Pelajaran Sekolah Menegah Atas /
Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan.

471
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
Tedy Sukamto, S.Pd. NIM : 4103810318004

Mulyatiningsih, D. E. (2010). Pembelajaran Aktif, Kreatif, Inovatif,


Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) (pp. 1–30). Presented at
the Diklat Peningkatan Kompetensi Pengawas dalam Rangka
Penjaminan Mutu Pendidikan Klat Peningkatan Kompetensi
Pengawas, Depok: Direktorat Jendral Peningkatan Mutu
Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Rohaniawati, D. (2016). Penerapan Pendekatan Pakem untuk
Meningkatkan
Keterampilan Berpikir Mahasiswa dalam Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian Guru. Tadris: Jurnal Keguruan Dan
Ilmu Tarbiyah, 1(2), 155–172.
https://doi.org/10.24042/tadris.v1i2.1064
Uno, H. B., & Nurdin, M. (2011). Belajar dengan Pendekatan
P.A.I.L.K.E.M. Jakarta: Bumi Aksara.

472
Implementasi Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

PENDIDIKAN KELUARGA UNTUK MENANAMKAN


KARAKTER RELIGIUS PADA ANAK-ANAK USIA
DINI

TUTI IRAWATI, S.Pd


NIM : 4103810318031

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak

Bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam kehidupan keluarga.


Orangtua, sekolah dan lingkungan masyarakat merupakan unsur dari
Tri Pusat pendidikan yang berperan penting karena orang tua dikatakan
pendidik pertama karena dari merekalah anak mendapatkan pendidikan
untuk pertama kalinya. Jurnal ini menjelaskan tanggung jawab orang tua
dalam pendidikan anak usia dini. Diketahui juga bahwa lingkungan
keluarga menjadi tempat yang utama seorang anak memperoleh
pendidikan. Ayah dan ibu dalam keluarga menjadi pendidik pertama dalam
proses perkembangan kehidupan anak. Orang tua tidak sekedar
membangun silaturahmi dan melakukan berbagai tujuan berkeluarga
untuk reproduksi, meneruskan keturunan, dan menjalin kasih sayang.
Tugas utama keluarga adalah menciptakan bangunan dan suasana proses
pendidikan keluarga sehingga melahirkan generasi yang cerdas dan
berakhlak mulia sebagai pijakan yang kokoh dalam menapaki kehidupan
dan perjalanan anak manusia. Kenyataan tersebut ditopang temuan teori-
teori yang mendukung pentingnya pendidikan keluarga sebagai dasar
pertama pendidikan anak-anak.

Kata Kunci: keluarga, pendidikan, anak usia dini.

473
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

A. Pendahuluan
Keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak,
tempat ia belajar dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam
keluarga umumnya anak ada dalam hubungan interaksi yang intim.
Keluarga memberikan dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral
dan pendidikan anak (Kartono, 1992). Keluarga merupakan ling-
kungan pertama dan utama bagi anak yang mempunyai pengaruh
besar. Haryoko (1997:2) berpendapat bahwa lingkungan keluarga
sangat besar pengaruhnya sebagai stimlans dalam perkembangan
anak. Apabila cara orang tua mendidik anaknya di rumah dengan
baik, maka di sekolah atau di lingkungan masyarakat anak itupun
akan berperilaku baik pula. Tapi sebaliknya apabila cara orang tua
mendidik anaknya dirumah dengan kurang baik seperti lebih banyak
santai, bermain, dimanjakan, maka di sekolah atau di lingkungan
masyarakat yang kondisinya berbeda dengan lingkungan di
keluarganya maka anak tersebut akan menjadi pemberontak, nakal,
kurang sopan dan malas.
Disadari sepenuhnya bahwa sebagian besar waktu anak berada
di rumah. Upaya mengoptimalkan perkembangan anak tidak hanya
dilihat dari sisi lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pendidikan
anak usia dini (TK, KB, TPA, Posyandu) tersebut, namun juga perlu
didukung sepenuhnya partisipasi dan kerjasama orangtua di rumah.
Persepsi orangtua bahwa pendidikan anak dirasa cukup diserahkan
sepenuhnya kepada guru di “sekolah” kiranya perlu diluruskan.
Kenyataan yang terjadi dewasa ini, masih banyak orangtua yang
sudah merasa sudah menyelesaikan kewajibannya dalam mendidik
anak. Hal ini tentunya amat disayangkan, mengingat sebagian besar

474
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

waktu anak di luar PAUD. Orangtua pada prinsipnya tetap memegang


tanggung jawab terbesar dalam pendidikan anaknya. Pemahaman
orangtua yang relatif rendah tentang konsep pendidikan anak usia dini
juga merupakan salah satu faktor masih minimnya peran orangtua
dalam pendidikan anaknya di rumah.
Dalam hubungannya dengan Pendidikan Anak Usia Dini,
pelibatan orangtua dalam keluarga dan masyarakat dapat diartikan
sebagai keterlibatan atau peran serta orangtua dan masyarakat dalam
mencapai tujuan pendidikan anak usia dini. Usaha yang dilakukan
dengan mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
Harapannya anak dapat bersikap, bertindak dan bertingkah laku
sebagaimana yang diharapkan dalam masyarakat. Pelibatan orangtua
tidaklah hanya dilihat dari menyekolahkan atau memasukan anaknya
ke dalam lembaga pendidikan usia dini tetapi juga kualitas
keterlibatan orangtua dalam ikut mengupayakan pencapaian tujuan
pendidikan anak usia dini secara optimal.
Keluarga sebagai sebuah lembaga pendidikan yang pertama dan
utama. Keluarga diharapkan senantiasa berusaha menyediakan
kebutuhan, baik biologis maupun psikologis bagi anak, serta merawat
dan mendidiknya. Keluarga diharapkan mampu menghasilkan anak-
anak yang dapat tumbuh menjadi pribadi, serta mampu hidup di tengah-
tengah masyarakat. Sekaligus dapat menerima dan mewarisi nilai-nilai
kehidupan dan kebudayaan. Menurut Selo Soemarjan, keluarga adalah
sebagai kelompok inti, sebab keluarga adalah masyarakat pendidikan
pertama dan bersifat alamiah. Dalam keluarga, anak dipersiapkan untuk
menjalani tingkatan-tingkatan perkembangannya sebagai bekal ketika
memasuki dunia orang dewasa, bahasa, adat istiadat dan seluruh isi

475
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

kebudayaan, seharusnya menjadi tugas yang dikerjakan keluarga dan


masyarakat di dalam mempertahankan kehidupan oleh keluarga.
Dalam wahana keluarga, orang tua terutama ayah sebagai kepala
keluarga dengan bantuan anggotanya harus mampu mempersiapkan
segala sesuatu yang dibutuhkan sebuah keluarga. Seperti bimbingan,
ajakan, pemberian contoh, kadang sanksi yang khas dalam sebuah
keluarga, baik dalam wujud pekerjaan kerumahtanggaan, keagamaan
maupun kemasyarakatan lainnya, yang dipikul atas seluruh anggota
keluarga, atau secara individual, termasuk interaksi dalam pendidikan
keluarga. Menurut Ki Hajar Dewantara, keluarga adalah kumpulan
individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih, demi kepentingan
seluruh individu yang bernaung di dalamnya. Begitu pentingnya kelu-
arga dari kehidupan manusia bagi individu maupun sekelompok orang.
Anak tidak bisa dipisahkan dari keluarga, dengan keluarga orang
dapat berkumpul, bertemu dan bersilaturahmi. Dapat dibayangkan jika
manusia hidup tanpa keluarga. Tanpa disadari secara tidak langsung,
telah menghilangkan fitrah seseorang sebagai makhluk sosial. Di sisi
lain, dalam konteks pengertian psikologis, keluarga dimaknai sebagai
kumpulan orang yang hidup bersama dengan tempat tinggal bersama
dan masing-masing orang yang terlibat di dalamnya merasakan adanya
pertautan batin sehingga terjadi saling memperhatikan, saling
membantu, bersosial dan menyerahkan diri.
Begitu pula dalam kaitan pandangan pedagogis. Keluarga adalah
satu persekutuan hidup yang dijalin oleh kasih sayang antara pasangan
dua jenis manusia yang dikukuhkan dengan pernikahan dengan maksud
untuk saling menyempurnakan.
Selain itu, keluarga menjadi tempat untuk mendidik anak agar

476
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

pandai, berpengalaman, berpengetahuan, dan berperilaku dengan baik.


Kedua orang tua harus memahami dengan baik kewajiban dan tanggung
jawab sebagai orang tua. Orang tua (ayah dan ibu) tidak hanya sekedar
membangun silaturahmi dan melakukan berbagai tujuan berkeluarga,
seperti reproduksi, meneruskan keturunan, menjalin kasih sayang dan
lain sebagainya.
Tugas keluarga sangat urgen, yakni menciptakan suasana dalam
keluarga proses pendidikan yang berkelanjutan (continues progress)
guna melahirkan generasi penerus (keturunan) yang cerdas dan
berakhlak (berbudi pekerti yang baik). Baik di mata orang tua, dan
masyarakat.
Fondasi dan dasar-dasar yang kuat adalah awal pendidikan dalam
keluarga, dasar kokoh dalam menapaki kehidupan yang lebih berat, dan
luas bagi perjalanan anak-anak manusia berikutnya.

B. Pengertian Pendidikan Keluarga


Dalam berbagai literatur, para ahli memberikan berbagai sudut
pandang tentang pengertian pendidikan keluarga. Misalnya Mansur,
mendefinisikan pendidikan keluarga adalah proses pemberian nilai-nilai
positif bagi tumbuh kembangnya anak sebagai fondasi pendidikan
selanjutnya. Selain itu, Abdullah juga mendefinisikan pendidikan
keluarga adalah segala usaha yang dilakukan oleh orang tua berupa
pembiasaan dan improvisasi untuk membantu perkembangan pribadi
anak. Pendapat lain yang dikemukakan oleh an- Nahlawi, Hasan
Langgulung memberi batasan terhadap pengertian pendidikan keluarga
sebagai usaha yang dilakukan oleh ayah dan ibu sebagai orang yang
diberi tanggung jawab untuk memberikan nilai-nilai, akhlak,

477
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

keteladanan dan kefitrahan.


Ki Hajar Dewantara merupakan salah seorang tokoh pendidikan
Indonesia, juga menyatakan bahwa dalam keluarga bagi setiap orang
(anak) adalah alam pendidikan permulaan. Untuk pertama kalinya,
orang tua (ayah maupun ibu) berkedudukan sebagai penuntun (guru),
sebagai pengajar, sebagai pendidik, pembimbing dan sebagai pendidik
yang utama diperoleh anak. Maka tidak berlebihan kiranya manakala
merujuk pada pendapat para ahli di atas konsep pendidikan keluarga.
Tidak hanya sekedar tindakan (proses), tetapi ia hadir dalam praktek
dan implementasi, yang dilaksanakan orang tua (ayah-ibu) degan nilai
pendidikan pada keluarga.

C. Implementasi pendidikan keluarga pada penanaman nilai


karakter religius anak usia dini
Undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 20 Tahun
2003, Bab I Pasal 1 ayat 13, menyebutkan bahwa “pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.”
Selanjutnya pasal-pasal 27 ayat 1, mempertegas bahwa ”kegiatan
pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri”. Berdasarkan Undang-
undang di atas, secara konstitusional keberadaan jalur pendidikan
secara informal (pendidikan di dalam keluarga) menjadi kekuatan
hukum yang legal formal. Secara hak-hak kewarganegaraan sudah
semestinya dilaksanakan oleh semua.
Pendidikan dalam keluarga menjadi proses yang penting dalam
pembelajaran dan pembentukan karakter bagi anak, terutama melalui
pembiasaan di dalam keluarga. Menurut Abdullah Nasih Ulwan

478
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

(2002), pendidikan dengan proses pembiasaan merupakan cara yang


sangat efektif dalam membentuk iman, akhlak mulia, keutamaan jiwa
dan untuk melakukan syariat yang lurus.
Proses pembiasaan pada prinsipnya menggunakan pengulangan
bagi setiap aktivitas keseharian. Artinya yang dibiasakan itu adalah
sesuatu yang dilakukan berulang-ulang dan akhirnya menjadi
kebiasaan. Pembiasaan harus diterapkan dalam kehidupan keseharian
anak didik, sehingga apa yang dibiasakan terutama yang berkaitan
dengan akhlak baik akan menjadi kepribadian yang sempurna.
Kebiasaan terbentuk karena sesuatu yang dibiasakan, sehingga
kebiasaan dapat diartikan sebagai perbuatan atau keterampilan secara
terus-menerus, secara konsisten untuk waktu yang lama, sehingga
perbuatan dan keterampilan itu benar-benar bisa diketahui dan
akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Kebiasaan
dapat juga diartikan sebagai gerak perbuatan yang berjalan dengan
lancar dan seolah-olah berjalan dengan sendirinya. Perbuatan ini
awalnya dikarenakan pikiran yang melakukan pertimbangan dan
perencanaan, sehingga nantinya menimbulkan perbuatan yang
apabila perbuatan ini diulang-ulang maka akan menjadi kebiasaan.
Hal ini relevan dengan pernyataan dari A.S. Akhyadi dan D. Mulyono
(2018) yang menyatakan bahwa proses pembiasaan dalam keluarga
merupakan dasar awal dalam pembentukan karakter di tengah
masyarakat yang lebih besar.
Terdapat sedikit perbedaan antara proses keteladanan dan
proses pembiasaan. Akan tetapi kedua hal tersebut saling menunjang.
Keteladanan merupakan konotasi kata yang positif, sehingga hal-hal
yang mengikuti adalah perilaku, sikap, maupun perbuatan yang secara

479
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

normatif baik dan benar. Dalam keteladanan terdapat unsur mengajak


secara tidak langsung, sehingga terkadang kurang efektif tanpa ada
ajakan secara langsung yang berupa pembiasaan. Begitu pula dengan
pembiasaan yang secara langsung mengarahkan pada suatu perilaku,
sikap maupun perbuatan yang diharapkan, kurang dapat berhasil
dengan baik tanpa adanya keteladanan

D. Simpulan
Keluarga adalah lembaga yang utama dan pertama bagi proses
awal pendidikan anak-anak untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki seorang anak ke arah pengembangan kepribadian diri yang
positif dan baik. Orang tua (ayah dan ibu) memiliki tanggung jawab
yang besar dalam mendidik anak-anak dalam keluarga. Fungsi-fungsi
dan peran orang tua tidak hanya sekedar memenuhi kebutuhan fisik
anak berupa kebutuhan makan dan minum, pakaian, tempat tinggal tapi
juga tanggung jawab orang tua jauh lebih penting dari itu adalah
memberi perhatian, bimbingan, arahan, motivasi, dan pendidikan, serta
penanaman nilai.
Besarnya tanggung jawab orang tua (ayah dan ibu) mendidik anak
dalam lingkungan keluarga di dukung pula dengan teori-teori pendidikan
yang dikemukakan oleh para filosof dan pemikir yang mencurahkan
hidupnya untuk dunia pendidikan. Seperti Comenius, J.H. Pestolozzi, F.
Frobel, Maria Montessori, Al- Gazali, Ki Hajar Dewantara dan Engku
Muhammad Syafe’i. Konsep yang ditawarkan melalui teori-teori
tersebut telah menjadi rujukan dan referensi bagi perkembangan dan
pengembangan pendidikan anak-anak terutama Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) di Indonesia.

480
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

E. Kepustakaan
Abdullah, M. Imron, Pendidikan Keluarga Bagi Anak, (Cirebon:
Lektur, 2003).
Dewantara, Ki Hajar, Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Taman
Siswa, 1961).
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.

481
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
TUTI IRAWATI NIM : 4103810318031

482
Pendidikan Keluarga Untuk Menanamkan Karakter Religius Pada Anak-Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER BAGI ANAK USIA


DINI

Wiwin Supriatin,S.Pd.
NIM : 4103810318021

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak

Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan


moral karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana
yang salah, tetapi membantu anak-anak merasakan nilai-nilai yang
baik, mau dan mampu melakukannya. Pembentukan karakter pribadi
anak (character building) sebaiknya dimulai dalam keluarga karena
interaksi pertama anak terjadi dalam lingkungan keluarga. Pendidikan
karakter sebaiknya di terapkan sejak anak usia dini karena pada usia
dini karena sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Pendidikan karakter pada anak usia dini
dapat mengantarkan anak pada matang dalam mengolah emosi.
Kecerdasan emosi adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak
usia dini dalam menyongsong masa depan yang penuh dengan
tantangan, baik secara akademis maupun dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.

Kata kunci: Pendidikan Karakter, Pendidikan Anak Usia Dini

Abstract

Character education has a higher meaning of moral education because


it is not only teaching what is right and what is wrong but also helping
children feel the good values, has willingness and ability to do so. The
establishment of children’s personal character (character buildings)
should start from the family as the children’s first interaction occurs
within the family. Character education should be implemented since
early childhood because it determines the children’s ability to develop
their potentials. Character education in early childhood can lead

483
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

children to be mature in processing their emotions. Emotional


intelligence is an important provision in preparing early childhood to
face future challenges, both in academic life and their life as citizen.

Keywords: character education, early childhood education

Pendahuluan
Menurut undang-undang No.20 pasal 1 butir 14 tahun 2003
tentang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
6 tahun yang dila- kukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertum- buhan dan perkembangan jasmani dan rohani
agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih la njut.
Undang-undang No.20 tahun 2003 pasal 9 ayat 1 menegaskan setiap
anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengem- bangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat
danbakatnya. Alasan pentingnya PAUD adalah: 1) anak usia dini adalah
masa peka yang memiliki perkembangan fisik, motorik, intelektual dan
sosial sangat pesat, 2) tingkat variabelitas kecerdasan orang dewasa,
50%sudah terjadi ketika masa usia dini (4 tahun pertama), 30% beri-
kutnya pada usia 8 tahun dan 20% setelah mencapai usia 18 tahun, 3)
anak usia dini berada pada masa pem- bentukan landasan awal bagi
tumbuh dan kembanganak.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) sangat penting dilaksanakan
sebagai dasar bagi pembentukan kep- ribadian manusia secara utuh,
yaitu untuk pembentukan karakter, budi pe- kerti luhur, cerdas, ceria,
terampil, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pendidikan anak
usia dini dapat dimulai dari rumah atau dalam pendi- dikan keluarga.

484
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

Berdasarkan undang- undang di atas maka pendidikan karakter


sangatlah penting untuk membangun beradaban bangsa, pendidikan
karakter tersebut seharusnya sudah di tanamkan sejak anak usia dini
sehing- ga mereka sangat tepat jika di jadikan komunitas awal
pembentukan karakter karena anak berada pada usia emas (goldenage).
Pembentukan karakter pribadi anak (character building)
sebaiknya dimulai dalam keluarga karena anak mulai berinteraksi
dengan orang lain pertama kali terjadi dalam lingkungan keluarga.
Pendidikan karakter sebaik- nya di terapkan sejak anak usia dini karena
pada usia dini terbukti sangat menentukan kemampuan anak dalam
mengembangkan potensinya. Sedang- kan sekolah adalah salah satu
lembaga yang bertanggung jawab terhadap pembentukan karakter,
karena kontribusi dan peran guru disini sangat dominan. Tujuan utama
pendidikan adalah menghasilkan kepribadian manusia yang matang
secara intelektual, emosional, dan spiritual. Sekolah sebagai lembaga
memiliki tanggung jawab moral untuk mendidik anak menjadi pintar
dan cerdas sesuai dengan harapan orang tua dan masyarakat. Peran guru
sangat strategis dalam pembentukan pribadi anak karena tugas guru
tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik. Tugas guru sebagai pendidik
adalah membantu anak mendapatkan pengetahuan yang bermanfaat
bagi anak dan masyarakat juga memiliki karakter dan kepribadian yang
baik yang sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu mengembangkan
potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan
akhlak mulia (Undang-Undang Sisdiknas tahun2003).
Kehidupan manusia sejak dalam kandungan sampai lahir kedunia
ini melewati beberapa tahapan untuk bisa tumbuh dan berkembang.
Masing-masing tahapan perkembangan mempunyai tugas dan fungsi

485
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

serta peran yang berbeda. Masa kanak-kanak sangat tergantung pada


orang dewasa, terutama pada masa awal kanak-kanak yaitu masa bayi.
Begitu juga perkembangan moral anak berjalan seiring dengan
perkembangan intelektual, emosional, bahasa dansosial.
Pembentukan perilaku moral anak di lakukan melalui pendidikan
di dalam keluarga, pembelajaran di masyarakat, pembimbingan baik di
keluar- ga maupun di masyarakat, serta pendisiplinan anak mulai dari
lingkungan keluarga. Pembentukan karakter (character building) dapat
di lakukan melalui pendidikan budi pekerti yaitu melibatkan aspek
pengetahuan (cognitif), perasaan (feeling),dantindakan (action).
Pendidikan karakter akan lebih efektif apabila melewati ketiga
kegiatantersebut.
Efek adanya pendidikan karakter pada anak usia dini akan
menyebabkan anak usia dini akan matang dalam mengolah emosinya.
Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak
usia dini dalam menyongsong masa depan yang penuh dengan tantangan
baik secara akademis maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tujuan adanya modernisasi dan perkembangan teknologi
menyebabkan perubahan sosial dalam kehidupan masyarakat, hal ini
juga mempengaruhi kehidupan Anak Usia Dini. Dampak positif dalam
pembelajaran dapat kita rasakan, Anak Usia Dini sudah sangat akrab
dengan penggunaan hand phone untuk berkomunikasi. Penggunaan
komputer untuk menggambar dan bermain game.
Dampak positif juga diikuti dampak negatif; di antaranya anak
kalau sudah bermain game lupa waktu kalau tidak di ingatkan atau
dikontrol orang tua. Anak-anak TK kebanyakan lebih suka melihat acara
TV (televisi), yang kadang-kadang acaranya tidak mendidik, sehingga

486
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

kebiasaan ini tentu kurang baik untuk generasi muda di masa yang akan
datang. Berita negatif lain yang sering terjadi mereka telah berani
melakukan kekerasan terhadap teman-temannya.
Dengan melihat peristiwa-peristiwa dan kasus di atas sudah
saatnya para pendidik mendesain dan mengembangkan pendidikan
karakter bagi anak usia dini agar mempunyai karakter yang baik (akhlak
mulia), budi pekerti yang baik dengan meminimalisasi dampak negatif
dari perkemban- gan jaman dan kemajuan teknologi. Guru anak usia dini
(TK) diharapkan dapat mengintegrasikan pendidikan karakter dalam
mentimulasi perkembangan sehingga anak usia dini (Tk) dapat menjadi
warga negara yang baik sebagaimana harapan bangsa dan negara.

A. Definisi dan Konsep Pendi- dikanKarakter


Dalam Webster’s Dictionary, pengertian kata karakter berarti
”theaggragate features and traits that form the apparent individual
nature of same person or thing; moral or ethical quality; qualities of
honesty, courage, integrity; good reputation; an account of the cualities
or peculiarities of a person or thing”. Karakter merupakan totalitas dari
ciri pribadi yang membentuk penampilan seseorang atau obyek
tertentu. Ciri-ciri personal yang memiliki karakter terdiri dari kualitas
moral dan etis; kualitas kejujuran, keberanian, integritas, reputasi yang
baik; semua nilai tersebut di atas merupakan sebuah kualitas yang
melekat pada kekhasan personal individu. Sedang menurut
Ensiklopedia Indonesia, karakter memiliki arti antara lain; keseluruhan
dari perasaan dan kemauan yang tampak dari luar sebagai kebiasaan
seseorang bereaksi terhadap dunia luar dan impian yang diidam-
idamkan (Tan Giok Lie, 2007). Pengertian karakter dilihat dari sudut

487
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

pendidikan, didefinisikan sebagai stuktur rohani yang terlihat dalam


perbuatan, dan terbentuk oleh faktor bawaan dan pengaruh lingkungan.
Karakter mengacu pada kehidupan moral dan etis seseorang untuk
mengasihi Tuhan dan sesama, yaitu kebajikan moral untuk berbuat
baik.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari
pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar
dan mana yang salah, tetapi lebih dari itu karena pendidikan karakter
menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik sehingga anak-anak
menjadi faham tentang mana yang benar dan salah, serta mampu
merasakan nilai yang baik dan mau dan mampu melakukannya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ”karakter” di artikan sebagai
sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti. Karakter juga dapat di
artikan sebagai tabiat, yaitu perangai atau perbuatan yang selalu di
lakukan atau kebiasaan. Suyanto (2009) mendefinisikan karakter
sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama baik dalamlingkup keluarga,
masyarakat, bangsa dan Negara. Anak yang berkarakter baik adalah
anak yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawab-
kan tiap akibat dari keputusan yang di buatnya.
Definisi karakter menurut Pritchard (1988) adalah sesuatu yang
berkaitan dengan kebiasaan hidup individu yang bersifat menetap dan
cenderung positif. Dalam pendidikan karakter (Lickhona:1992)
menekankan pentingnya tiga komponen karakter yang baik (components
of good character) moral knowing atau pengetahuan tentang moral,
moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau
perbuatan moral. Ketiga komponen ini penting dan di perlukan agar

488
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

anak usia dini mampu memahami, merasakan, dan sekaligus


melaksanakan nilai-nilai kebaikan.
Moral action atau tindakan moral ini merupakan hasil (autcome)
dari dua komponen karakter lainnya. Agar memahami apa yang
mendorong se- seorang untuk berbuat baik/perbuatan yang baik (act
morally) maka harus di lihat tiga aspek lain dari karakter ya- itu
kompetensi (competence), keingi- nan (will), dan kebiasaan (habit).
Anak Usia Dini tidak akan dapat melakukan tindakan moral apabila ia
tidak memiliki kompetensi sosial, berkeinginan dan terbiasa
melakukannya.Tindakan moral merupakan sesuatu yang harus di
biasakan pada diri anak sejak kecil sehingga menjadi bagian dari
karakternya (Sjarkawi,2006).
Morl Action yang dapat diamati adalah kemurahan hati, simpati,
em- pati, sikap ramah, dan maniru. Kemurahan hati merupakan perilaku
kesediaan untuk berbagi dengan anak lain, jika hal ini meningkat, maka
perilaku mementingkan diri sendiri akan ber kurang. Perilaku
kemurahan hati sangat di sukai oleh lingkungan sehingga menghasilkan
penerimaan sosial yang baik. Mengekspresikan simpati dengan
berusaha menolong atau menghibur seseorang yang sedang bersedih
bagi anak merupakan sesuatu yang sangat baik bagi pembentukan
karakter.Empati merupakan kemampuan meletakkan diri sendiri dalam
posisi orang lain serta menghayati pengalaman orang tersebut. Perasaan
empati ini hanya akan berkembang jika anak telah dapat memahami
ekspresi wajah orang lain atau maksud pembicaraan orang lain. Sikap
ramah seorang anak ditunjukkan dengan membantu teman,
menunjukkan kasih sayang kepada taman, dan seorang anak
memperlihatkan sikap ramah dengan cara melakukan sesuatu bersama

489
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

oranglain. Sedangkan anak-anak melakukan peniruan terhadap orang-


orang yang diterima baik oleh lingkungan,dengan meniru anak-anak
mendapat respon penerimaan kelompok terhadap diri mereka.
Karakter adalah sesuatu yang dipahatkan pada hati, sehingga
menjadi tanda yang khas,karakter mengacu pada moralitas dalam
kehidupan sehari-hari. Karakter bukan merupakan gejala sesaat,
melainkan tindakan yang konsisten muncul baik secara batiniah dan
rohaniah.Karakter semacam ini disebut sebagai karakter moral atau
identitas moral. Karakter mengacu pada kebiasaan berpikir,
berperasaan, bersikap, berbuat yang memberi bentuk tekstur dan
motivasi kehidupan seseorang. Karakter bersifat jangka panjang dan
konstan, berkaitan erat dengan pola tingkahlaku,dan kecenderungan
pribadi seseorang untuk berbuat sesuatu yang baik. Karakter adalah
serangkaian nilai yang operatif, nilai yang nyata sebagai aktualisasi
dalam tindakan. Kemajuan karakter adalah pada saat suatu nilai berubah
menjadi kebajikan. Kebajikan dan kemurahan adalah kecenderungan
batiniah seseorang yang merespon berbagai situasi dengan cara
diungkapkan dengan baik secara moral. Karakter selalu mengacu pada
kebaikan yang terdiri dari tiga bagian yaitu mengetahui yang baik,
menginginkan yang baik dan melakukan yang baik. Ketiga kebiasaan ini
didasarkan pada kebiasaan pikiran, hati dan kehendak. Karakter sebagai
sesuatu yang melekat pada personal yaitu totalitas ide, aspirasi, sikap
yang terdapat pada individu dan telah mengkristal di dalam pikiran dan
tindakan (Tan Giok Lie, 2007). Manusia hanya dapat mengamati
karakter secara eksternal dan parsial, dari kebiasan, pola pikir, pola
sikap, pola tindak atau pola merespon secara emosional dan pola dalam
bertingkah laku. Manusia bisa salah dalam memberikan penilaian

490
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

terhadap karakter individu, hanya individu itu sendirinya yang


mengetahui siapa jati dirinya.
Menurut suyanto (2009) ada 9 pilar karakter yang berasal dari
nilai-nilai luhur universal, yaitu :1) karakter cinta Tuhan dan segenap
ciptaan-Nya, 2) kemandirian dan tanggungjawab, 3) kejujuran/amanah,
deplomatis, 4) hormat dan santun, 5) dermawan, suka tolong-menolong
dan gotong royong/kerjasama, 6) percaya diri dan pekerja keras, 7)
kepemimpinandankeadilan, 8) baik dan rendah hati, 9) toleransi,
kedamaian, dan kesatuan.
Menurut zulham (2010) ada 5 karakter yang harus di kembangkan
yaitu: 1) trustworthy: meliputi jujur, menepati janji, memiliki loyalitas
tinggi, integritas pribadi (komitmen, disiplin, selalu ingin berprestasi),
2) menghormati orang lain: perilaku untuk mementingkan kepentingan
um- um di atas kepentingan pribadi, siap dengan perbedaan dan tidak
merasa paling benar, 3) bertanggung jawab: merupakan gabungan dari
perilaku yang dapat di pertanggung jawabkannya, segala hal yang
dilakukan harus berani menanggung akibatnya, berpikir sebelum
bertindak, 4) adil yang meliputi: sikap terbuka, tidak memihak, mau
mendengarkan orang lain dan memiliki empati, 5) cinta dan perhatian
yang meliputi: menunjukkan perilaku kebaikan, hidup dengan nilai-
nilai kebenaran, berbagi kebahagiaan, bersedia menolong orang lain,
tidak egois, tidak kasar dan sensitf terhadap perasaan orang lain.

B. Langkah-langkah Pembentukan Karakter pada Anak


UsiaDini.
Pendidikan anak usia dini merupakan bentuk pendidikan yang
fundamental dalam kehidupan seorang anak dan pendidikan pada masa

491
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

ini sangat menentukan keberlangsungan anak itu sendiri juga bagi


suatu bangsa. Tiga puluh tahun yang akan datang bangsa Indonesia
akan sangat tergantung pada anak usia dini yang ada pada masa
sekarang. Oleh karena itu, pendidikan karakter ini merupa- kan tahapan
penting bagi perkembangan seorang anak, bahkan suatu hal yang
fondamental bagi kesuksesan perkembangan pembentukan karakter
selanjutnya. Oleh karena itu, seorang guru tidak boleh mengabaikan
kehadiran anak usia dini demi kepentingan di masa depan bagi generasi
penerus. Seorang guru dituntut untuk memahami karakteristik anak usia
dini, arti pentingnnya belajar bagi anak usia dini, tujuan belajar bagi
anak usia dini, dan kegiatan belajar bagi anak usia dini. Pembentukan
karakter anak usia dini bisa dilakukan melalui kegiatan rutin, kegiatan
terprogram, kegiatan spontan, danketeladanan.
Pembentukan karakter anak usia dini dapat mengikuti suatu pola
tertentu, yaitu suatu perilaku yang teratur, disiplin, dan baku (sesuai
standar) artinya berbagai jenis dan pola perilaku tersebut dapat di
kembangkan melalui penjadwalan secara terus menerus hingga perilaku
yang diharapkan melekat pada anak secara kuat dan menjadi bagian dari
perilaku positif yang dimilikinya. Penjadwalan yang terus menerus itu
sering disebut sebagai kegiatan rutin. Kegiatan ini juga sering kali
disebut sebagai kegiatan pembia- saan karena memang sasaran dari
kegiatan ini adalah untuk membiasakan perilaku tertentu yang dianggap
mendasar dan penting bagi pola kehidupan anak saat ini maupun ketika
anak itu dewasa.
Pembentukan karakter melalui kegiatan terprogram maksudnya
ada- lah kegiatan yang menjadi agenda dan di rancang dalam silabus
guru,baik untuk jangka waktu yang pendek maupun jangka waktu yang

492
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

panjang, yaitu un- tuk satu hari, satu minggu, satu bulan atau satu
semester. Pembentukan karakter melalui kegiatan spontan dengan
tujuan untuk lebih meningkatkan apresiasi anak terhadap nilai-nilai ya-
ng baik yang muncul berdasarkan kejadian nyata, dan muncul saat itu.
Pembentukan karakter melalui kegiatan keteladanan atau contoh-contoh
dengan maksud untuk mengarahkan anak pada berbagai contoh pola
perilaku yang dapat di terima oleh masyarakat, yaitu dengan cara
menam- pilkannya langsung di hadapan atau dalam kehidupan bersama
anak.
Slamet Suyanto (2005) menga- takan bahwa pendidikan anak usia
dini sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak usia
dini yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan
kehidupan tahap selanjutnya. Sedang prinsip-prinsip dalam proses
belajar mengajar antara lain; Appropriate yaitu pembelajaran yang
disesuaikan dengan tumbuh kembang jiwa anak, esensi bermain, holistik
atau menyeluruh, terpadu atau integrated, bermakna, long life skills
danfleksibel.
Anak usia dini mengalami perkembangan fisik dan motorik, tak
kecuali perkembangan kepribadian, watak, emosional, intelektual,
bahasa, budi pekerti, dan moralnya yang tumbuh dengan pesat. Oleh
karena itu jika menghendaki bangsa yang cerdas, dan berbudi pekerti
luhur (bermoral baik) pendidikan harus dimulai sejak masa kanak-
kanak.
Pendidikan moral memerlukan keterlibatan semua aspek
kehidupan manusia, sehingga tidak cocok hanya menekankan pada

493
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

aspek kognitif saja, hal ini dapat membunuh karakter anak. Namun
pendikan moral bagi anak usia dini harus disesuikan dengan
perkembangan jiwa anak, mengembangkan seluruh aspek kehidupan
manusia; intelektual, karakter, estetika, dan fisik dan dalam koridor
pembelajaran moral yang menyenang- kan (Bobbi DePorter & Mike
Hernacki, 2003).
Dalam usaha mentransfer karakter (watak) dapat digunakan
pendekatan dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan tumbuh
kembang jiwa anak. Menurut Habibah (Habibah, 2007: 1) dalam
sosialisasi pendidikan moral dapat digunakan pendekatan indoktrinasi,
klasifikasi nilai, keteladanan, dan perilaku guru. Keempat pendekatan
tersebut di atas diharapkan dapat diterapkan sesuai dengan situasi
kondisi serta dilakukan secara holistik sehingga tidak akan terjadi
tumpang tindih. Pendekatan di atas juga diharapkan guru mengetahui
karakteristik siswa maupun kondisi kelas, dan seorang guru harus
memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan psikologi
pendidikan sehingga kelas kondusif untuk pembelajaran moral.
Pendekatan indoktrinasi dengan cara memberi hadiah atau
hukuman, peringatan, dan pengendalian fisik. Sedang pendekatan
klasifikasi nilai, dengan cara penalaran dan ketram- pilan. Pendekatan
keteladanan dengan cara disiplin, tanggung jawab, empati, dan
pendekatan pembiasaan dengan cara perilaku seperti berdoa, berterima
kasih. Pendekatan habitus diharapkan dapat merubah perilaku moral
(Ambarwati, 2007).

Pendidikan Karakter Anak Usia Dini


Istilah pendidikan berasal dari kata paedagogi, dalam bahasa

494
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

Yunani pae artinya anak dan ego artinya aku membimbing. Secara
harafiah pendidikan berarti aku membimbing anak, sedang tugas
pembimbing adalah me- mbimbing anak agar menjadi dewasa. Secara
singkat Driyarkara yang dikutip oleh Istiqomah (2003) mengatakan
bahwa pendidikan adalah suatu usaha secara sadar yang dilakukan oleh
pen- didik melalui bimbingan atau pengaja- ran dan latihan untuk
membantu peserta didik mengalami proses pemanu- siaan diri ke arah
tercapainya pribadi dewasa, susila dan dinamis.
Dalam mensosialisasikan nilai karakter perlu adanya komitmen
para elit politik, tokoh masyarakat, guru, stakeholders pendidikan moral,
dan seluruh masyarakat. Sosialisasi Pendidikan moral harus
memperhatikan pr- insip-prinsip antaralain:
“Pendidikan karakter adalah suatu proses, pendekatan yang
digunakan secara komprehensif, pendidikan ini hendaknya dilakukan
secara kondusif baik di lingkungan sekolah, rumah dan masyarakat,
semua partisan dan komunitas terlibat di dalamnya. Sosialisasi
pendidikan karakter perlu diadakan bagi kepala sekolah, guru-guru,
murid-murid, orang tua murid, dan komunitas pemimpin yang
merupakan esensial utama. Perlu perhatian terhadap latar belakang
murid yang terlibat dalam proses kehidupan karakter. Perhatian
Pendidikan karakter harus berlangsung cukup lama (terus menerus), dan
pembelajaran karakter harus diintegrasikan dalam kurikulum secara
praksis di sekolah dan masyarakat (Setyo Raharjo,2005).
Pendidikan karakter direncana- kan secara matang oleh
stakeholders, sebagai think-tank, baik para pakar karakter (akhlak)
seperti rohaniawan (tokoh agama), pemimpin non formal (tokoh
masyarakat), kepala sekolah, guru-guru, orang tua murid. Pendidikan

495
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

karakter ini harus memperhatikan nilai-nilai secara holistik dan


universal. Keberhasilan pendidikan karakter dengan keluaran
menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi personal dan
kompetensi sosial yang memiliki moral luhur dan dinamis sehingga
menghasilkan warga negara yang baik (good citizen).
Dalam mewujudkan kehidupan moral bagi anak usia dini perlu
strategi perjuangan secara struktural dan kul- tural secara bersama-
sama. Strategi struktural dalam arti politis, perbaikan struktural ini
merupakan sarana yang paling efektif adalah melalui kuri- kulum
pendidikan anak usia dini melalaui lembaga pendidikan formal aspirasi
masyarakat tentang karakter dapat disalurkan, dan nilai-nilai moral
dapat diperjuangkan sebagai masukan dari masyarakat kepada pem-
erintah khsusnya Depdikbud. Input dari masyarakt kepada pemerintah
akan dijabarkan dalam bentuk kebija- ksanaan atau undang-undang
yang mewajibkan dilaksanakannya karakter bagi anak-anak usia dini
yang didukung dana dari pemerintah. Sebagaimana dikatakan oleh
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X meminta agar
Pendidikan karakter dimasukkan dalam muatan lokal dan didanai oleh
Pemerintah. Hal ini berkaitan erat dengan semakin merosotnya
kehidupan moral terutama di kalangan anak muda (Kompas, 15 Maret
2007: I). Sementara secara kultural memerlukan perjuangan yang
panjang. Perjuangan membangun mentalitas bangsa yang berbasis
nilai-nilai moral pem- bentuk karakter melalui penghorma- tan kepada
orang tua dan bersumber dari nilai moral, harus diawali dari individu
yang mengutamakan kehidupan, menjunjung nilai-nilai moral,
disemaikan dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolahan dan
masyarakat luas.

496
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

Dalam mensosialisasikan nilai-ni- lai karakter diperlukan guru,


pejuang moral yang tidak pernah gentar, putus asa atau frustasi
meskipun rintangan, halangan, lingkungan tidak kondusif, dan harus
berhadapan dengan keadaan distruktif. Dengan tidak jemu-jemunya
meneriakkan sosialisasi pendidikan karakter (akhlak mulia) untuk
mewujudkan nilai karakter yang baik secara universal yang menghargai
orang lain.
Guru harus bersedia bersinergis dengan orang tua anak didik
untuk mewujudkan kehidupan karakter yang baik dengan menggunakan
konsep gold three angle yaitu kerjasama antara perguruan tinggi,
pemerintah dan penyandang dana. Perguruan tinggi mengadakan R dan
D (researth & development) dalam bidang pendidi- kan karakter yang
telah diuji cobakan dan berhasil. Depdikbud termasuk Pejabat Kanwil
Depdikbud memberi good will (kemudahan) melalui peraturan
pemerintah dalam mensosiali- sasikan nilai-nilai karakter. Penyan- dang
dana bisa dari grand (hadiah) atau donatur, hibah untuk mendanai riset
dan sosialisasi nilai moral sehingga pendidikan moral bisa berjalan
dengan baik sepertiharapan.
Hasil penelitian perguruan tinggi tentang karakter diharapkan
mena- mbah alternatif pemerintah, yang dapat dipilih sebelum
menentukan kebijakan dilaksanakan, selain itu tenaga dosen bersama
mahasiswa dapat mendampingi masyarakat, sehingga perguruan tinggi
dapat menjadi solusi dalam memecahkan memecahkan persoalan
karakter. Dalam mengimplemtasikannya setiap lembaga dan personal
bisa bersinergis dan tidak saling menyalahkan, pakar-pakar perguruan
tinggi (khususnya pakar moral pakar akhlak) dapat memberi masukan
pada pemerintah dan sekaligus terjun langsung ke masyarakat dengan

497
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

langkah kongkrit untuk memperbaiki karakter peserta didik (Victor


Purba, Kompas, Kamis, 22 Maret 2007).
Jadi nilai karakter dibawa seorang guru yang meyakini kebenaran
karakter sebagai ideologi ideal dan harus ditanamkan pada setiap hati
(personal, individu) khsusnya anak usia dini agar suatu hari nanti
kehidupan bangsa yang menjunjung nilai-nilai moral atau akhlak mulia
(karaakter) dapatterwujud.
Dengan adanya benih nilai-nilai, nilai karakter yang sudah
disemaikan dalam keluarga, diajarkan di sekolah oleh guru dan
masyarakat diharapkan setiap personal dapat mempraktikkan nilai
karakter baik dalam totalitas kehidupan bermasyarakat dan berbangsa.
Modal nilai karakter yang sudah ada dalam personal merupakan lahan
yang subur bagi anak-anak usia dini untuk mewujudkan kehidupan
bersama dalam mewujudkan masyarakat yang ideal. Terlebih lagi
dalam pembelajaran dan sosialisasi pendidikan moral dapat
dimanfaatkan konsep learning to do, learning to be, learning to know,
learning to livetogether.
Dalam usaha untuk mewujudkan masyarakat yang bermoral
dapat digunakan konsep “Ingarso sung tuladho, Ing madyo mangun
karso, Tut wuri handayani” Konsep pendidikan moral bagi anak usia
dini di atas tidak hanya sebagai wacana tetapi harus diaktualisasikan ke
dalam kehidupan nyata, sehingga pendidikan karakter (akhlak mulia)
bisa mewu- judkan masyarakat ideal seperti yang dicita-citakan.

498
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

Penutup
Pendidikan karakter akan berhasil apabila, guru memberi
stimulus agar anak didik memberi respon sesuai dengan keinginan
pendidik, dan dengan stimulus, respon ituanak didik diberi classical
conditioning untuk menciptakan kondisi belajar yang lebih kondusif.
Agar tujuan pendidikan karakter dapat tercapai, guru dapat merancang
kegiatan dengan pendekatan rutin, terprogram, spontan maupun
teladan. Proses stimulus dan respon dalam pendidikan karakter harus
diberikan terus menerus dan terprogram, sehingga anak usia dini akan
memiliki habitus (pendidikan yang merubah perilaku sehingga
memiliki karakter baik) dalam mewujudkan manusia Indonesia yang
berakhlak mulia.
Dalam melaksanakan pendidikan bermoral untuk mewujudkan
anak usia dini yang ideal, pendidikan harus mampu mengembangkan
kapasitas anak usia dini untuk membuat mereka sadar akan
keberadaannya di dunia ini. Prinsip humanisme harus dijunjung secara
otentik, bukan humanitarian. Prinsip humanisme yang ada dalam UU
Sisdiknas adalah untuk mencapai manusia bermoral, bermartabat,
berbudi pekerti luhur dan berkarakter atau berakhlakmulia.
Pendidikan karakter diharapkan dapat menghasilkan generasi
penerus bangsa yang memiliki kompetensi personal dan sosial sehingga
menjadi warga negara yang baik (good care atau good citizen) dengan
ciri-cirinya antara lain: berani mengambil sikap positif untuk
menegakkan norma-norma sosial, aturan hukum dan nilai- nilai akhlak
mulia atauberkarakter baik, demi masa depan bangsa yang
mengedepankan nilai-nilai kebebasan, persamaan, persaudaraan,
kesatuan, kebangsaan, kebhinekaan, multikultural, nasionalisme,

499
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

demokrasi dan demokratisasi yang bersumber pada nilai budi pekerti


dan moralbangsa.
Arah kebijaksanaan pendidikan karakter adalah untuk
mewujudkan masyarakat sipil dengan parameter masyarakat lebih baik;
demokratis, anti kekerasan, berbudi pekerti luhur, bermoral; masyarakat
mendapat porsi partisipasi lebih luas, sertaadanya landasan kepastian
hukum, mengedepankan nilai-nilai egalitarian, nilai keadilan,
menghargai HAM, penegakan hukum, menghargai perbedaan SARA
dalam kesatuan bangsa. Menjunjung tinggi nilai-nilai religius dengan
dilandasi pengamalan nilai-nilai moral Pancasila, yang diaktualisasikan
baik secara obyektif dan subyektif sebagai paradigmanya. Pendidikan
karakter harus menjadi bagian hidup dalam kehidupan sehari-hari akan
sangat mendukung suasana yang kondusif untuk pelaksanaan
pendidikan karakter mewujudkan Indonesia baru yang lebih ideal
(Beautiful Cauntry artinya negeri yang indah, tanpa kekerasan, dan
masyarakatnya hidup dalam kedamaian, gemah ripah loh jinawi, tata
terntrem karta raharjo, dalam koridor Civil Society.
Diberikannya pendidikan karakter pada anak usia dini merupakan
salah satu alternatif solusi penyelesaian untuk mengantisipasi
kenakalan anak, kekerasan terhadap teman, pembalakan. Dengan
tersosialisasikan pendidikan karakter diharapkan peserta didik dapat
memahami, menganalisis, menjawab masalah-masalah yang dihadapi
bangsa, dan dapat membangun kehidupan budi pekerti luhur dan moral
bangsa secara berkesi- nambungan, konsisten yang bersumber pada
nilai-nilai budi pekerti dan karakter bangsa sehingga cita-cita bangsa
dan tujuan nasional bisa tercapai.

500
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

DaftarPustaka

Ambarwati, dkk. Pendekatan dan Metode Pengembangan Moral Anak


Usia Dini. Yogyakarta; FIP UNY. (makalah).
De Porter, Bobbi & Mike Hernacki. 2003. Quantum Learning. Jakarta.
Dirjen PLS Depdiknas dengan UNY, 2007. Panduan Seminar dan
Lokakarya Nasonal Pendidikan Anak Ussia Dini (PAUD)
Peningkatan PAUD Berbasis Keluarga dalam Membangun
Karakter Bangsa. Yogyakarta; FIP UNY.
Habibah, dkk. 2007. Metode Pengembangan Moral Anak Pra
Sekolah. Yogyakarta: FIP UNY. (makalah).
Hartati, Sofia. 2005. Perekembangan Belajar Pada Anak Usia Dini.
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjendikti
Direktorat Pembinaan Tenaga Pendidikan dan Ketenagaan
Perguruan Tinggi.
Istanto, Budi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral Bagi Generasi
Penerus. Yogyakarta: FIP. UNY.
Lie, Tan Giok. 2007. Pendidikan Dini: Pembentukan Karakter
Individu. Bandung: STTINTI.
Parjono. 2005. Pendidikan Nilai-nilai Moral . Yogyakarta: MKU, UNY.
Suyanto, Slamet. 2005. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti. Direktorat Pembinaan
Tenaga Pendidikan dan Pergruan Tinggi.
Pembelajaran Anak Usia Dini”, Disampaikan pada Saresehan
Pengembangan Pembelajaran di SD dan TK Jurusan
Pendidikan Pra Sekolah dan Sekolah Dasar FIP. Puslit PAUD
UNY

501
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Wiwin Supriatin,S.Pd. NIM : 4103810318021

Toufiqoh, Romi. 2007. Pentingnya Pendidikan Moral, Yogyakarta:


FBS, UNY.
Wilkinson, Bruce H. 1994. Teaching With Style. Temukan Apa yang
murid Anda ingini. Buletin PADU.2006.Pemberdayaan
masyarakat dan keluarga.
Zulhan,Najib. 2010. Pendidikan Berbasis Karakter. Surabaya: JePe
Press MediaUtama.
Surat Kabar
Sri Sultan Hamengkubuwono X, ”Budi Pekerti Masuk Muatan Lokal”,
Kompas, 15 Maret 2007.

502
Pentingnya Pendidikan Karakter Bagi Anak Usia Dini
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

“PENGGUNAAN MEDIA BELAJAR KAHOOT UNTUK


MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK”

Oleh :
Yani Mulyani, S.Pd
NIM 4103810318009

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstract
Learning media, included in instrumental inputs, is one of determiners the
effectiveness and the success of a learning process. An appropriate media
is able to motivate students to study well.That’s why a teacher should be
able to select a right media which is suitable with the students’
characteristics who have various backgrounds either in the intelligence,
their social economic condition, or the learning styles. Besides, the change
of the time has influenced in every field of the life, included in learning
media. Digital era demands an interactive media based on technological
information (IT). Kahoot is a choice. It is an effective enjoyable interactive
learning media by loging in createkahoot.it and kahoot.it. By this
application, learning process will be more exciting and more meaningful.
This application could be used at the apperception process, as a pre-test,
as an assessment for learning, or as a post-test.

Abstrak
Media pembelajaran termasuk instrumental input dalam proses
pembelajaran yang merupakan salah satu komponen penentu
efektiftivitas dan keberhasilan suatu proses pembelajaran. Media
pembelajaran yang menarik dapat memberi motivasi belajar yang baik
kepada para peserta didik. Sudah semestinya, pendidik dapat memilih
media pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan karakteristik peserta
didik dengan keragamanan latar belakangnya; baik kecerdasannya, latar
belakang social ekonominya, maupun gaya belajarnya. Di samping itu,
perkembangan zaman menuntut perubahan dalam berbagai bidang,
termasuk perubahan dalam media pembelajaran. Era digital, menuntut
media pembelajaran yang lebih menarik yang berbasis IT. Aplikasi kahoot

503
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

adalah satu media pembelajaran interaktif yang efektif dan menyenangkan


untuk pembelajaran. Dengan login di createkahoot.it dan kahoot.it
pembelajaran akan menjadi seru dan bermakna. Aplikasi ini dapat
digunakan pada saat apersepsi, pre-test, on going process of learning
ataupun post- test.

A. PENDAHULUAN
Permasalahan Media Pembelajaran berbasis IT merupakan
permasalahan yang belum terpecahkan sejalan dengan kompleksitas
perubahan lingkungan, baik dalam sisi perencanaan, pelaksanaan
maupun penilaian.
Padahal Media merupakan alat dan sarana yang efektif dalam
proses pembelajaran dan evaluasi yang dapat disesuaikan dengan
karakteristik peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Hal ini sejalan dengan Sanaky (2009) dalam Does Ichnatun (Media
Pembelajaran (2016 : 4) menyatakan : “Prinsip pemilihan media
pembelajaran itu harus sesuai dengan minat dan kemampuan peserta
didik serta situasi pengajaran yang sedang berlangsung”.
Menurut Wuryanto (2010) dalam, Does Ichnatun (2016),
“salah satu jenis media belajar adalah Virtual yaitu media belajar
dengan menggunakan Internet”.
Internet adalah salah satu media yang sangat efektif dalam
pembelajaran termasuk media evaluasi sekarang ini, karena peserta
didik sangat dekat dengan internet. Dan internet menyediakan
berbagai hal yang menarik bagi peserta didik . Internet juga
memudahkan peserta didik dan guru dalam mengakses berbagai
informasi dengan sangat menyenangkan, sehingga internet juga bisa
dijadikan sebagai media dan sumber untuk belajar. Namun

504
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

kenyataannya masih banyak guru yang belum melek teknologi.


Sehingga para guru masih banyak yang menggunakan media
konvensional yang sudah tidak sesuai dengan karakteristik peserta
didik sekarang. Padahal guru harus mengajarkan sesuatu kepada
peserta didik sesuai dengan zamannya. Akibatnya motivasi belajar
peserta didik rendah dan berdampak pula pada hasil akhir
pembelajaran.
Sementara itu, motivasi belajar itu sangat menentukan
keberhasilan pembelajaran (output). Menurut Mc. Donald, yang
dikutip Oemar Hamalik (2003:158), menyebutkan bahwa
motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dengan
pengertian ini, dapat dikatakan bahwa motivasi adalah sesuatu yang
kompleks yang memerlukan management yang tepat agar dapat
memaksimalkan suatu proses.
Permasalahan ini juga terjadi dikarenakan belum optimalnya
pemberdayaan raw input (peserta didik). Peserta didik banyak yang
kecanduan gadget. Sayangnya kecanduan ini belum tersalurkan untuk
hal-hal yang positif yang mendukung untuk pengembangan belajar.
Oleh karena itu guru semestinya memanfaatkan teknologi dalam hal
ini internet untuk pembelajaran dan evaluasi agar peserta didik lebih
tertarik untuk belajar.
Permasalahan lain adalah karena konten kurikulum yang
selalu berubah-ubah sesuai perkembangan zaman namun belum
diimbangi oleh cepatnya pendidik mengubah mindsetnya untuk
mengikuti perubahan itu. Sehingga kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan turut serta mempengaruhi motivasi belajar peserta

505
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

didik. Sarana prasarana yang kurang memadai, dan biaya pendidikan


yang semakin tinggi faktor lain yang berpengaruh dalam hal ini. Di
samping itu belum optimalnya keterlibatan keluarga, masyarakat dan
stakeholder dalam menumbuhsuburkan motivasi peserta didik belajar
dan memperoleh pengetahuan dan keterampulan.
Oleh karena itu, Aplikasi Kahoot adalah salah satu media
pembelajaran yang menyenangkan dan efektif untuk meningkatkan
motivasi belajar Peserta Didik.

B. PEMBAHASAN
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang berupa alat
dan lain sebagainya yang membantu pengajar dan peserta didik
dalam mencapai tujuan melalui penggunaan alat bantu pembelajaran
yang tepat dan sesuai dengan karakteristik penggunanya.
Gerlach & Ely, mengatakan bahwa media apabila dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh
pengetahuan, keterampilan, atau sikap.
Secara khusus, menurut Arsyad, 2002:3 pengertian media
dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat
grafis, photografis,atau elektronik untuk menangkap, memproses, dan
menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Menurut Zakiah Daradjat (1995; 226), media pendidikan atau
pembelajaran adalah suatu benda yang dapat diindrai, khususnya
penglihatan dan pendengaran, baik yang terdapat di dalam maupun di
luar kelas, yang digunakan sebagai alat bantu penghubung (media
komunikasi) dalam proses interaksi belajar mengajar untuk
meningkatkan efektivitas hasil belajar peserta didik.

506
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

Sedangkan menurut Asnawir dan Basyiruddin Usman (2002;


11), dalam bukunya yang berjudul “media pembelajaran” menjelaskan
bahwa media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan
dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (peserta
didik) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada
dirinya.
Gagne menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis
komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsangnya
untuk belajar, sementara itu Briggs berpendapat bahwa media adalah
segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang peserta
didik untuk belajar. Pendapat Gagne dan Briggs ini dikutip oleh Arief
Sadiman, dkk (2003:6), dalam buku berjudul “Media Pendidikan
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya”.
Menurut M. Ramli (2012; 1), Media pembelajaran pada
dasarnya merupakan bagian dari media/alat pendidikan, karena media
pembelajaran salah satu bagian besar dari dua bagian media
pendidikan. yaitu: 1. Perbuatan pendidik (biasa disebut software atau
immaterial); mencakup nasehat, teladan, larangan, perintah, pujian,
teguran, ancaman dan hukuman, 2. Benda-benda sebagai alat bantu
(bisa disebut hardware atau material); mencakup meja kursi belajar,
papan tulis, penghapus, kapur tulis, buku, peta, OHP, LCD, dan
sebagainya
Adapun media pengajaran menurut Ibrahim dan Syaodih
diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan atau isi pelajaran, merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan peserta didik, sehingga dapat mendorong
proses belajar mengajar.

507
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

Dari berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa


media adalah segala benda yang dapat menyalurkan pesan atau isi
pelajaran sehingga dapat merangsang peserta didik untuk belajar.
Pemilihan media belajar dapat dilakukan dengan
menyesuaikan pada beberapa aspek sebagai berikut :
1) Tujuan pembelajaran
2) Bahan pelajaran
3) Metode pengajaran
4) Tersedianya alat yang dibutuhkan
5) Pribadi pengajar
6) Minat dan kemampuan peserta didik
7) Situasi pengajaran yang sedang berlangsung (Sanaky, 2009)
Oleh karena itu, dengan melihat prinsip pemilihan media di
atas, pendidik dapat memilih media sesuai dengan aspek-aspek di
atas. Menurut Wuryanto (2010), terdapat beberapa jenis Media,
yaitu :
1) Visual: Gambar, sketches, ilustrasi, pola, diagram, foto,
slide,dll.
2) Audio : Rekaman, tape, radio, laporan peserta didik, cerita, puisi,
dll.
3) Audio Visual: film, role playing, demonstrasi, dll.
4) Tactile : Specimen, objek, ekshibit, mainan, wayang, dll.
5) Virtual: internet website/laman, email, video-streaming, dll.
Media dan Teknologi pembelajaran ini memiliki fungsi, antara
lain :
1) Sebagai salah satu komponen dalam Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran

508
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

2) Sebagai alat dan sarana pada proses pembelajaran agar


pembelajaran sesuai dengan karakteristik peserta didik dan
menyenangkan.
3) Untuk mempermudah peserta didik memahami materi
pembelajaran
4) Sebagai alat evaluasi dari proses pembelajaran.
Menurut Oemar Hamalik (1980:78), selain meningkatkan
motivasi dan minat peserta didik, media pembelajaran juga dapat
membantu peserta didik meningkatkan pemahaman, menyajikan data
dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan
memadatkan informasi.
Dalam proses pembelajaran terdapat faktor-faktor psikologis
yang berperan penting dalam memberikan landasan dan kemudahan
untuk mencapai tujuan belajar secara optimal, salah satunya yakni
motivasi belajar. Istilah motivasi berpangkal dari kata “motif” yang
dapat diartikan sebagai daya penggerak yang ada dalam diri seseorang
untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas tertentu demi tercapainya suatu
tujuan (Sobry Soetikno, 2009:71).
Istilah motivasi sendiri banyak digunakan dalam berbagai bidang
termasuk dalam bidang pendidikan, terlebih dalam proses
pembelajaran. Berikut merupakan beberapa pengertian motivasi
belajar yang dikemukakan oleh para ahli.
Menurut Sardiman A.M (1986:75) motivasi belajar
keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar,

509
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subjek belajar itu dapat


tercapai.
Selanjutnya menurut Wildan Baihaqi (2012:65) menyebutkan
bahwa motivasi merupakan kekuatan internal seseorang yang
terorganisasi, sehingga mampu berinisiatif menggerakan dan
mengarahkan prilaku dalam upaya meraih sesuatu yang diharapkan.
Sedangkan Guralnik berpendapat, yang dikutip oleh Alex Sobur
(2011:267) motivasi merupakan suatu perangsang dari dalam, suatu
gerak hati, dan sebagainya, yang menyebabkan seseorang melakukan
sesuatu.
Lebih lanjut menurut MC Donald yang dikutip oleh Sardiman
A.M (2010:73) motivasi adalah perubahan energi yang ditandai dengan
munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Motivasi juga dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan, menjamin
kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga
diharapkan tujuan dapat tercapai (M.Sobry Sutikno, 2008:76).
Menurut Jhon W. Santrock (2008:510) motivasi merupakan
proses yang memberi semangat, arah, dan kegigihan prilaku. Artinya,
prilaku yang termotivasi adalah prilaku yang penuh energi, terarah dan
bertahan lama.
Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi
yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan
gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak
atau melakukan sesuatu.
Dalam A.M. Sardiman (2005:75) motivasi belajar dapat juga
diartikan sebagai serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-

510
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan sesuatu,


dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau
mengelak perasaan tidak suka itu.
Menurut Siti Sumarni (2005), Thomas L. Good dan Jere B.
Braphy (1986)mendefinisikan motivasi sebagai suatu energi penggerak
dan pengarah, yang dapat memperkuat dan mendorong seseorang untuk
bertingkah laku. Ini berarti perbuatan seseorang tergantung motivasi
yang mendasarinya.
Motivasi adalah sesuatu yang dibutuhkan untuk melakukan
aktivitas. Masih dalam artikel Siti Sumarni (2005), motivasi secara
harafiah yaitu sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang secara
sadar atau tidak sadar, untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan
tertentu. Sedangkan secara psikologi, berarti usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau kelompok orang tergerak melakukan
sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya, atau
mendapat kepuasan dengan perbuatannya. (KBBI, 2001:756).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa pengertian motivasi adalah keseluruhan daya penggerak baik
dari dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan serangkaian
usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang menjamin
kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan
yang dikehendaki oleh subjek itu dapat tercapai.
Menurut Fathur Rohim, dkk (2016:25) dalam “Karakteristik
Peserta Didik”, menyebutkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi potensi peserta didik, adalah motivasi. Ada dua macam
motivasi, yaitu motivasi instrinksik dan ekstrinsik. Menurut Arden N.F.
(Hayinah, 1992) , menyebutkan bahwa motivasi intrinsik meliputi:

511
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

1) Dorongan ingin tahu


2) Sifat positif dan kreatif
3) Keinginan mencapai prestasi
4) Kebutuhan untuk menguasai ilmu dan pengetahuan yang berguna
bagi dirinya.
Motivasi ekstrinsik adalah faktor yang datang dari luar
individu tetapi memberi pengaruh terhadap kemauan belajar.
Sardiman (2010:85) menyebutkan bahwa motivasi belajar
sebagai salah satu aspek psikologi yang mempengaruhi proses
pembelajaran ini memiliki empat fungsi, diantaranya:
1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau
motor yang melepaskan energi.
2) Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak
dicapai.
3) Menyelidiki perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan
apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan,
dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat
bagi tujuan tersebut.
4) Dalam kegiatan belajar motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di dalam diri peserta didik yang
menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah
kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.
Menyadari betapa pentingnya motivasi dalam proses belajar bagi
peserta didik, untuk mendorong keberhasilan belajarnya. Maka seorang
pendidik harus mampu menumbuhkan motivasi belajar peserta didik,
baik sebagai makhluk pribadi maupun makhluk sosial untuk mencapai
tujuan pembelajaran.

512
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi menurut Sardiman


A.M (2010:92-95) yaitu:(1) Memberi Angka, (2) Hadiah, (3)
Persaingan/Kompetisi, (4) Ego–Involment , (5) Memberi Ulangan, (6)
Mengetahui Hasil , (7) Pujian , (8) Hukuman, (9) Hasrat untuk Belajar
(10) Minat, (11) Tujuan yang Diakui.
Menurut Abin Syamsudin (2007:40) motivasi yang ada pada
setiap individu dapat diidentifikasi dari beberapa indikator, diantaranya
sebagai berikut:
1) Durasi Belajar
Berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam menggunakan
waktunya untuk melakukan suatu kegiatan. Motivasi peserta didik
untuk belajar dapat terlihat dari kemampuan mereka
mempergunakan waktunya untuk belajar. Bagi peserta didik yang
memiliki motivasi yang tinggi, maka akan berusaha menyempatkan
waktunya untuk belajar sebanyak mungkin.
2) Frekuensi Kegiatan
Frekuensi peserta didik belajar dilihat dari sering atau jarangnya
peserta didik belajar baik disekolah ataupun ketika mereka pulang
ke rumah masing-masing.
3) Persistensinya
Keteguhan; kegigihan; ketegaran (hati); ketahanan. Persistensi yang
dimaksud adalah keteguhan pada tujuan tertentu, dalam hal ini
belajar. Persistensinya dapat terlihat dari kemampuan mereka
merasakan kemanfaatannya dari belajar. Hal ini akan menimbulkan
ketetapan dan kelekatan peserta didik terhadap motivasi belajar
mereka.

513
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

4) Ketabahan, keuletan dan kemampuannya dalam menghadapi


rintangan dan kesulitan untuk mencapai tujuan.
5) Devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan.
Devosi atau pengabdian adalah proses, cara, atau perbuatan untuk
mengabdikan diri untuk hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan
belajar.
6) Tingkatan aspirasinya yang hendak dicapai dengan kegiatan yang
dilakukan.
Aspirasi adalah maksud rencana; cita-cita; sasaran atau target yang
hendak dicapai terhadap kegiatan yang dilakukan. Tingkat aspirasi
peserta didik terhadap belajar adalah sebagai bagian dari ibadah
kepada Allah dengan maksud untuk mendapatkan ilmu pengetahuan.
7) Tingkatan kualifikasi prestasi atau produk atau output yang dicapai
dari kegiatannya.
Tingkat kualifikasi atau produk out put, merupakan suatu produk
dari suatu kegiatan yang akan menunjukkan pula kadar motivasi
yang dimiliki seseorang. Suatu hasil (out put ) yang baik dan
memadai serta dalam jumlah yang besar akan menunjukan kadar
motivasi yang dimiliki oleh orang tersebut tinggi. Sebaliknya bila
kadar (out put) yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif kecil serta
kualitas yang tidak memadai menunjukan kadar motivasi rendah.
8) Arah sikapnya terhadap sasaran kegiatan.
Sikap sebagai suatu kegiatan pada diri seseorang untuk bertindak
baik positif atau negatif. Sikap dapat diidentifikasikan sebagai
kesiapan pada seseorang untuk bertindak secara tertentu, yang dapat
berbentuk positif (like) dan negatif (dislike). semakin besar kadar

514
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

sikap seseorang terhadap suatu kegiatan akan menunjukan kadar


motivasi yang tinggi, demikian sebaliknya.
Salah satu media pembelajaran yang dapat memberi motivasi
belajar kepada peserta didik adalah aplikasi Kahoot . Kahoot
merupakan suatu aplikasi quiz secara online yang dibina oleh guru
untuk merangsang minat peserta didik melalui suasana pembelajaran
secara interaktif. Pendidik dan peserta didik bisa mengakses berbagai
soal/quiz dari berbagai mata pelajaran atau sekedar hiburan yang
dibuat oleh orang lain. Atau pendidik bisa membuat soal sendiri yang
disesuaikan dengan bahan ajar, jumlah soal, lama waktu
pengerjaannya dengan kompetensi yang sedang atau sudah dipelajari.
Pendidik dapat mengatur waktu pelaksanaan quiz tergantung bobot
soal yang diberikan. Kahoot quiz adalah soal berbentuk pilihan ganda.
Aplikasi ini dapat digunakan melalui berbagai piranti antaranya ialah
komputer.laptop, notebook, tablet dan handphone.
Pendidik dapat memanfaatkan aplikasi kahoot ini untuk
berbagai fungsi, antara lain:
1) Kahoot dapat dilakukan sebagai apersepsi di kegiatan
pendahuluan agar peserta siap mengikuti pembelajaran.
2) Kahoot dapat juga digunakan sebagai pre-test untuk mengukur
prior knowledge peserta didik sebelum memasuki materi
pembelajaran baru.
3) Selain itu kahoot juga dapat digunakan pada saat proses
pembelajaran berlangsung.
4) Namun seringnya kahoot digunakan sebagai post test untuk
mengukur pencapaian peserta didik setelah menyelesaikan suatu
kompetensi

515
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

Aplikasi kahoot dapat digunakan sebagai pre-test, pada saat


proses pembelajaran, dan sebagai post-test. Namun seringnya digunakan
sebagai post-test, yaitu untuk mengevaluasi pembelajaran yang telah
dilaksanakan. Sebelum melakukan post-test, tentunya pembelajaran
berlangsung sesuai dengan kompetensi yang harus dicapai pada
pertemuan tersebut. Selain pendidik menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) termasuk memilih metode dan media pembelajaran
yang tepat yang sesuai dengan karakter peserta didik, kekhasan materi
ajar, juga tujuan pembelajaran yang akan dicapai, guru juga menyiapkan
quiz kahoot yang sesuai dengan materi pembelajaran pada saat itu.
Langkah-langkah penyusunan soal adalah sebagai berikut :
1) Masuk ke : createkahoot.it
2) Masukan email address dan password.
3) kemudian sign in.
3) Masuk ke my kahoot, kemudian buat soal satu-persatu, dan
tentukan kunci jawabannya.
4) Setelah itu klik “save”, kemudian klik “Ok, go”
5) Klik add soal (tambah soal) , terus langkah ke-4 diulang lagi, hingga
soal yang direncanakan selesai di-entry-kan di aplikasi.
6) Kalau sudah selesai membuat soal/quiz, klik “I’m done”, dan
“save”
Setelah soal dibuat, dan setelah pembelajaran selesai
dilakukan, saatnya melakukan post test, dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Guru masuk ke laman : createkahoot.it
2) Guru memasukan email address dan password.
3) Klik “my kahoot”

516
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

4) Pilih quiz yang mau dimainkan, sesuai kompetensi dasar yang mau
diujikan dan play
5) Pilih “classical mode” untuk main quiz nya secara individu
6) Tunggu hingga pin quiz muncul.
7) Tunggu pemain/peserta didik masuk ke aplikasi.
8) Peserta didik masuk ke address : kahoot.it
9) Peserta didik menuliskan pin untuk masuk ke quiz
10) Peserta didik menuliskan nama
11) Setelah semua peserta masuk ke aplikasi quiz ini
12) Guru mulai “klik” soal satu persatu. Untuk menambah keseruan
quiz ini, diiringi musik pengiring pada saat menunggu jawaban
quiz, laptop disambungkan ke speaker aktif.
13) Peserta didik menjawab satu persatu quiz. Jawaban quiz akan
segera diketahui di layar setelah soal dijawab peserta dan bila
waktu pengerjaam quiz untuk masing-masing soal sudah habis.
14) Pada saat menjawab quiz, setelah memilih jawaban, peserta didik
akan mendapat komentar berbeda-beda, ada kata “strike”,
“genius”, dan lain-lain.
15) Lima penjawab tercepat akan dapat terlihat di layar, namun
sebenarnya semua jawaban terekam di laptop. Sehingga peserta
didik akan mengetahui apakah jawabannya benar atau tidak dan
ada di urutan ke berapa dari jawaban-jawaban yang mereka jawab.
Di kahoot ini dirangking bukan hanya dilihat dari jawabannya
benar, tetapi juga kecepatan menjawab juga dipertimbangkan.
Pada saat mengetahui jawaban mereka benar, peserta quiz pada
kegirangan, ada yang loncat, ada yang mengatakan “yes” dengan
tangan dikepal ke bawah, disertai dengan senyum dan tawa yang

517
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

semringah. Dan banyak juga di antara mereka yang geser ke depan,


bahkan pindah ke depan. Dan ketika quiz telah selesai, mereka selalu
minta untuk diulang, dengan mengatakan “sekali lagi, Miss”, “sekali
lagi saja, Miss” .
Ada berbagai kelebihan penggunaan aplikasi ini dalam
pembelajaran, antara lain:
1) Peserta didik akan langsung mengetahui jawaban yang benar dari
quiz atau soal yang diberikan, tidak harus menunggu hingga soal
habis.
2) Peserta didik senang mengerjakan quiz. Pada saat berpikir untuk
menentukan jawaban quiz yang benar , mereka bisa relaks karena
diiringi musik yang memberikan motivasi lewat irama-iramanya.
3) Peserta didik lebih bersemangat untuk mengerjakan quiz, karena
ada tantangan untuk mendapatkan ranking dan dapat dilihat oleh
peserta yang lain. Ada kebanggaan dan motivasi disini.
4) Pelaksanaan quiz atau mengerjakan soal bersifat dinamis, tidak
seperti mengerjakan test/soal yang lain, yang cenderung kaku dan
konvensional yang harus mengerjakan soal sampai soal terakhir,
baru diketahui skor nilainya.
Sebagai media evaluasi, kahoot quiz memiliki prinsip-prinsip
penilaian, antara lain bersifat terbuka. Aplikasi kahoot merupakan
media evaluasi pembelajaran yang praktis, challenging dan
competitive, yang memberi motivasi kepada peserta didik untuk
belajar. Hal ini sesuai dengan indikator motivasi (menurut Abin
Syamsudin (2007:40) )sebagai berikut :
1) Durasi Belajar. Peserta didik masih ingin belajar walau waktu
pembelajaran sudah habis.

518
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

2) Tingkat kualifikasi atau produk output, merupakan suatu produk dari


suatu kegiatan yang akan menunjukan pula kadar motivasi yang
dimiliki seseorang. Suatu hasil ( output ) yang baik dan memadai serta
dalam jumlah yang besar akan menunjukan kadar motivasi yang
dimiliki oleh orang tersebut tinggi. Sebaliknya bila kadar (output)
yang dihasilkan dalam jumlah yang relatif kecil serta kualitas yang
tidak memadai menunjukan kadar motivasi rendah.
3) Persistent, kegigihan peserta didik untuk belajar lebih tinggi, karena
mereka ingin terus mengulang quiz, hingga mereka mendapat nilai
yang baik.
Pemberian angka, kompetisi, pujian memberi pengaruh positif
agar peserta didik memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar.
Namun dalam pelaksanaannya tidak terlepas dari masalah atau
kendala yang dihadapi yang perlu solusi untuk meminimalisir kendala
yang mungkin timbul saat pelaksanaan quiz ini.
Adapun kendala yang dihadapi dalam Penggunaan Media Kahoot
sebagai media pembelajaran adalah
1) Tidak di setiap kelas ada laptop dan infocus, sehingga guru harus
membawa perlengkapan tersebut ke kelas. Dan hal ini memerlukan
waktu untuk pemasangannya.
2) Tidak semua guru bisa memasang perlengkapan sendiri, sehingga
memerlukan orang lain untuk membantunya.
3) Guru perlu menyisihkan waktu dan menyediakan kuota untuk
membuat soal di aplikasi kahoot agar sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai.
4) Tidak semua peserta didik memiliki handphone dan kuota untuk
mengikuti quiz ini. Sehingga tidak bisa secara langsung diberikan

519
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

quiz. Guru harus memberitahu peserta didik terlebih dahulu


sebelum pembelajaran dilaksanakan.
5) Jenis handphone dan lancarnya jaringan/kuota turut menentukan
cepat atau lambatnya peserta didik menjawab, sehingga
menentukan posisi/rangking yang mereka peroleh.
6) Stem soal dan option, panjangnya terbatas karena ada pembatasan
character stem dan option. Jadi hal ini tidak cocok untuk soal dan
jawaban yang panjang.
7) Kebijakan kepala sekolah yang lebih menekankan pada pencapaian
superficial measurement bukan pada mutu atau kualitas output
pendidikan.
8) Pembatasan penggunaan Uang BOS sehingga kepala sekolah
merasa rigid dalam pengalokasian dana operasional sekolah.
9) Mahalnya biaya internet sehingga sekolah tidak mampu
menyediakan internet secara maksimal.
10) Kurang fokusnya dukungan pemerintah
11) Kurangnya focus pemerintah ditunjukkan dari alokasi dana APBN
dalam pengembangan infrastruktur pendidikan sehingga
perkembangannya berjalan dengan lambat.
Solusi permasalahan Penggunaan Media Kahoot dalam
Pembelajaran, adalah
1) Pendidik meningkatkan kemampuannya dalam penguasaan IT
dengan mengikuti pelatihan-pelatihan atau Diklat baik yang
diselengarakan oleh sekolah, dinas pendidikan, ataupu lembaga
lain yang peduli terhadap pendidikan; baik atas biaya sendiri, dari
sekolah atau lembaga yang terkait. Ataupun belajar secara
autodidak.

520
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

2) Sekolah menyediakan peralatan; laptop dan infocus di tiap


ruangan. Hal ini bisa dilakukan dengan memasukan rencana
anggaran untuk kelengkapan sarana prasarana.
3) Sekolah harus membentuk maintenance team, karena di beberapa
kelas sudah terpasang infocus tetapi banyak yang sudah tidak
terpakai karena lensa nya yang rusak atau kabel-kabelnya yang
longgar , ataupun jacknya yang patah.
4) Sekolah menyiapkan anggaran yang lebih agar internet wifi hotspot
sekolah besar dan bisa digunakan oleh peserta didik dalam jumlah
yang banyak.
5) Menyediakan Laboratorium TIK yang lebih ataupun adanya
laboratorium bahasa.
6) Untuk menguji kemampuan yang lebih kompleks, guru mencari
teknik dan evaluasi yang sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai.
7) Kepala sekolah khususnya, dan pihak terkait lainnya secar jujur
dan sungguh-sungguh memfasilitasi dan mendukung kemajuan
pendidikan, tidak ditumpangi money oriented, sehingga amanat
yang diberikan pemerintah sampai dan tepat sasaran.
8) Memberdayakan komite sekolah untuk turut berpartisipasi agar
seluruh program sekolah tercapai, salah satunya penyediaan sarana
prasarana pembealajaran.

521
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

C. Penutup
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Penggunaan media pembelajaran dalam hal ini aplikasi kahoot
dalam pembelajaran merupakan salah satu faktor penting untuk
meningkatkan motivasi belajar.
2) Motivasi belajar yang tinggi akan meningkatkan hasil
belajar/prestasi peserta didik.
3) Aplikasi kahoot merupakan media pembelajaran yang bermutu,
kompetitif dan mandiri melalui online quiz.
4) Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi hal yang cukup
stratejik sehingga diharapkan para tenaga pendidik maupun tenaga
kependidikan diberikan sarana untuk mendapatkan kompetensi
berbasis TIK dengan melakukan Pendidikan dan pelatihan.
5) Dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran melalui penerapan
aplikasi maka dukungan serta komitmen berbagai pihak
merupakan suatu hal yang perlu diupayakan sehingga diharapkan
pihak sekolah dapat melakukan tatakelola terhadap penerapan
aplikasi baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan maupun
evaluasi.

522
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

D. DAFTAR PUSTAKA
1. Ichnatun, Does, Dra.,M.Pd. 2016, Media Pembelajaran : Ditjen
GTK Kemdikbud.
2. Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Depok: PT Raja
Grafindo Persada
3. Sadiman, Arief S dkk. 2006. Media Pendidikan Pengertian,
Pengembangan, dan Pemanfaatannya: Raja Grafindo.
Jakarta
4. Suharsimi Arikunto. 1993,Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan.
Jakarta : Bumi Aksara.
5. Permedikbud no 22 tentang Standar Proses Pendidikan.
6. Permendikbud no 23 tentang Standar Penilian Pendidikan
7. Rosyidah, Umi dkk., (2008; 96), Peranan Media Pembelajaran,
8. Daradjat, Zakiah , (1995; 226), Motivasi Pendidikan
9. http://dx.doi.org/10.30813/bmj.v3i2.338
10. http://belajarpsikologi.com/pengertian-motivasi-belajar
11. 1 eprints.uny.ac.id

523
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yani Mulyani, S.Pd NIM 410381031800

524
Penggunaan Media Belajar Kahoot Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

PENANAMAN BUDI PEKERTI DAN DISIPLIN PADA ANAK


USIA DINI MELALUI METODE BERCERITA

Yayah Rokayah
NIM. 4103810318066

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Meningkatkan kedisiplinan anak merupakan salah satu tujuan utama
dalam pembentukan perilaku pada anak, adapun faktor yang
menyebabkan terjadinya perilaku tidak disiplin pada anak adalah proses
pembelajaran yang dilakukan tenaga pendidik ataupun orangtua
cenderung pada pencapaian target materi, lebih mementingkan pada
penghafalan konsep serta kurang dalam pembiasaan menanamkan
disiplin anak.. Melalui metode bercerita, seorang pendidik dan orangtua
dapat meningkatkan disiplin pada anak baik dengan alat ataupun tanpa
alat. Penanaman disiplin tidak dilakukan di sekolah saja, akan tetapi
yang paling utama harus di tanamkan di rumah karena pendidikan di
rumah merupakan sekolah pertama dan utama bagi anak, sebelum
memasuki pendidikan di sekolah formal.
Kata Kunci : Metode Bercerita, Kedisiplinan Anak
Abstract
Improving children's discipline is one of the main goals in forming
behavior in children, while the factors that lead to undisciplined behavior
in children are learning processes carried out by educators or parents tend
to achieve material targets, more concerned with memorizing concepts
and lacking in the habit of instilling discipline child .. Through the
method of storytelling, an educator and parent can improve discipline in
children either with tools or without tools. Discipline planting is not done
at school, but the most important thing must be planted at home because
home education is the first and foremost school for children, before
entering formal school education.
Keywords: Storytelling Method, Child Discipline

525
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

A. PENDAHULUAN
Pendidikan bagi anak usia dini amatlah penting sebagai bekal di
masa yang akan datang. Anak usia dini meliputi usia 0 sampai 6 tahun.
Setiap anak mempunyai karakteristik atau pola perkembangan yang
berbeda-beda sesuai dengan tahap perkembangannya. Perhatian kita
terhadap anak usia dini sangatlah dibutuhkan dalam rangka menuju
pendidikan yang lebih baik. Tetapi masih banyak orang tua yang kurang
bahkan belum menyadari dan kadang mengabaikan hal tersebut. Mereka
hanya sibuk mengurus dirinya dan sibuk mencari nafkah, walaupun itu
juga untuk anak-anaknya. Mereka tidak peduli akan pendidikan anak-
anaknya dan hanya mempercayakan pendidikan anaknya di rumah
kepada pembantu rumah tangga atau pengasuhnya. Satu hal yang selalu
terabaikan yaitu kurang adanya penanaman disiplin pada anak sejak usia
dini di dalam keluarga. Hal itu akan berpengaruh pada perkembangan
moral anak dalam kehidupan yang akan datang.
Sesungguhnya pendidikan itu dimulai sedini mungkin, begitu pula
dengan penanaman disiplin pada anak. Memang tidaklah mudah
mewujudkan semua itu. Disiplin menuntut kesadaran dari seseorang
untuk melakukan dan tidak melakukan apa yang harus dan tidak harus
dilakukan. Disiplin seseorang tidak boleh dipaksakan bahkan pada anak
kecil sekalipun
Disiplin berasal dari kata dicipline, artinya seseorang yang belajar
dari atau secara sukarela mengikuti seorang pemimpin. Dalam hal ini
adalah orang tua atau guru yang berkewajiban mengajar anak tentang
perilaku moral yang disetujui oleh kelompok masyarakatnya. Melalui
disiplin anak diajarkan tentang bagaimana berperilaku dengan cara-cara
yang sesuai dengan standar kelompok sosialnya. Sesuai dengan peran-

526
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

peran yang ditetapkan kelompok budaya di mana ia berasal. Maka


jelaslah bahwa orang tua adalah orang pertama yang bertanggung jawab
terhadap pembentukan perilaku moral anak-anaknya di rumah.
Kesalahan atau kelalaian orangtua dalam menanamkan disiplin pada
anak sangat besar pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku anak itu
sendiri, sedangkan penanaman disiplin yang tepat akan menghasilkan
terbentuknya perilaku moral yang baik atau positif bagi anak.
Disiplin dalam arti sempit sering disamakan dengan hukuman, kata
disiplin hanya digunakan bila anak melanggar peraturan atau perintah
yang diberikan orang tuanya masing-masing , guru atau orang dewasa
yang mengatur kehidupan anak dalam lingkungan tempat tinggalnya.
Pada prinsipnya disiplin adalah keharusan bagi anak untuk dapat
menaati peraturan-peraturan yang berlaku di masyarakatnya. Dengan
demikian, menanamkan disiplin pada anak bukan hukuman yang
diperlukan, akan tetapi pujian atau hadiah yang sangat besar
peranannya. Oleh karena itu, disiplin sebagai pembentukan perilaku
moral anak
Disiplin merupakan sikap moral seseorang yang tidak secara
otomatis ada pada dirinya sejak lahir, tetapi harus dibentuk oleh
lingkungan melalui perlakuan orang tua terhadap dirinya, guru serta
orang-orang dewasa lain yang ada di sekitar dirinya. Pada dasarnya anak
itu lahir dengan sifat-sifatnya yang baik, sifat-sifat jahat itu muncul
apabila ada pengaruh dari orang dewasa yang biasanya salah dalam
membimbingnya. Disiplin harus ditanamkan sedini mungkin, dimulai
dalam keluarga oleh orang tua maupun orang dewasa di dalam rumah.
Penanaman disiplin ini bisa ditanamkan sejak usia 0 tahun hanya saja
caranya yang berbeda-beda. Anak yang lebih kecil usianya penanaman

527
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

disiplinnya banyak dilakukan oleh orang tuanya. Misalnya kapan ia


harus mandi, kapan minum susu, kapan harus tidur, kapan harus makan
semuanya masih diatur oleh orang tuanya. Apabila anak sudah mulai
besar, anak sudah bisa menerima perlakuan orang dewasa, maka anak
sudah bisa dilatih dan diajarkan, serta dibimbing untuk melakukan hal-
hal yang sudah bisa dilakukannya tanpa bantuan orang lain, meski dalam
hal yang kecil-kecil atau sederhana lebih dulu misalnya : bangun pagi,
melipat selimut sendiri, mengembalikan mainan di tempat semula dan
sebagainya.
Oleh karena itu disiplin inilah yang sangat diperlukan untuk
membangun karakter pada diri anak, Penanaman disiplin yang tepat akan
menghasilkan terbentuknya perilaku moral yang baik dan positif.
Disiplin juga sangat penting dalam perkembangan anak agar mereka
berhasil dalam mencapai hidup yang bahagia dan mencapai penyesuaian
yang baik dalam lingkungan sosialnya.
Pada masa kanak-kanak disiplin sangat diperlukan oleh kita semua
dalam beberapa hal yang berkaitan dengan kebutuhannya di masa
hidupnya yaitu :
1. Memberi rasa aman pada anak. Melalui disiplin anak diberi tahu dan
diajarkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan,
sehingga anak tahu batasan-batasan dalam bertingkah laku
2. Membantu anak menghindari rasa bersalah dan rasa malu akibat
perilaku yang tidak sesuai
Ada beberapa tehnik dan metode yang dapat di terapkan oleh
orangtua dan para mendidik dalam menanamkan disiplin pada anak,
salah satunya dengan tehnik bercerita. Melalui sebuah cerita banyak

528
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

sekali pesan moral yang di dengar oleh anak sehingga secara bertahap
pesan moral tersebut akan membekas dalam ingatan anak.

B. METODE PENELITIAN
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik,
alat, serta desain penelitian yang akan digunakan. Metode merupakan
syarat mutlak yang digunakan bertujuan untuk dapat melihat kedalam
sebuah penelitian. Sesuai dengan judul penelitian yang diambil, peneliti
menetapkan metode yang digunakan adalah metode deskriptif melalui
pendekatan kualitatif, yang bertujuan untuk membuat gambaran yang
akurat mengenai fakta-fakta di lapangan dan ciri khas yang terdapat pada
objek penelitian. Adapun pengertian metode deskriptif analisis menurut
Azwar (1999:7) bahwa penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan
secara sistematik dan akurat fakta dan karakteritik mengenai populasi
atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan
situasi atau kejadian.
Dalam penelitian ini peneliti hanya mendeskripsikan hasil
penelitian. Segala aktivitas yang dilakukan oleh objek dilihat dan diamati
secara jelas. Peneliti akan mendeskripsikan apa yang dilihat, diamati dan
ditanyakan selama proses penelitian. Kemudian peneliti menganalisis
sumber data yang penting dan menarik untuk dibahas. Penelitian ini
diharapkan dapat mendeskripsikan tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan masalah yang akan dibahas tentang Penanaman Disiflin Pada
Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita.

529
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

2. Lokasi Dan Subjek Penelitian


Lokasi penelitian dilaksanakan di TK Bina Mandiri Jalan Budi
No. 70 Kelurahan Sukaraja Kecamatan cicendo Kota Bandung,
sedangkan yang menjadi subjek penelitiannya adalah peserta didik,
Pendidik dan orangtua peserta didik.

3. Instrumen Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyiapkan beberapa
instrumen penelitian. Instrumen penelitian menurut Arikunto (2006 :
260) bahwa : Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya
lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap,
dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Instrumen merupakan alat yang digunakan dalam
mengumpulkan data yang diperlukan selama penelitian. Sebelum
melakukan penelitian ke lapangan peneliti menyiapkan beberapa
panduan diantaranya pedoman observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Dengan adanya panduan tersebut peneliti akan lebih terarah dan fokus
terhadap topik yang akan jadi bahan pembahasan. Adapun instrumen
yang akan digunakan pada penelitian kali ini adalah
a. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara adalah kumpulan atau hal pokok yang
menjadikan dasar untuk memberikan petunjuk bagaimana sesuatu yang
harus dilakukan dalam wawancara. Sehingga wawancara tersebut dapat
menghasilkan sesuatu hal yang diinginkan. Wawancara dilakukan
langsung kepada narasumber, yaitu Pendidik dan orangtua peserta didik
b. Pedoman Observasi

530
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

Pedoman observasi adalah kumpulan atau hal-hal pokok yang


menjadikan dasar untuk memberikan petunjuk bagaimana sesuatu yang
harus dilakukan dalam melakukan observasi, sehingga observasi yang
dilakukan tersebut dapat menghasilkan suatu hal yang diinginkan.

4. Tehnik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yaitu suatu cara yang digunakan oleh
peneliti guna mendapatkan informasi yang akurat mengenai penelitian
yang dilakukan. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data,
adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu cara pengumpulan data yang
digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumber yang
bersangkutan secara lebih mendalam. Wawancara dilakukan kepada
sumber yang terpercaya yang memang mengetahui secara mendalam
tentang objek penelitian.
Wawancara dilakukan dengan terstruktur dan tak berstruktur agar
pertanyaan yang diajukan kepada pihak yang terlibat dapat dijawab
dengan jelas. Pemilihan subjek yang akan diwawancarai lebih
difokuskan kepada orang-orang yang menjalani informasi lebih luas
tentang objek penelitian. Adapun narasumber yang diwawancarai adalah
Pendidik TK Bina Mandiri dan Orangtua Peserta Didik dari TK Bina
Mandiri
b. Observasi
Tujuan menggunakan teknik observasi ini untuk mencatat hal-hal
yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini,
peneliti memusatkan perhatian pada hal-hal yang berhubungan dengan

531
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

objek yang diteliti. Peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap


objek yang diteliti dengan cara mengumpulkan data yang secara
langsung diperoleh dari lapangan. Observasi ini dilakukan dengan
datang langsung ke TK Bina Mandiri Jl Budi No. 70 Kelurahan Sukaraja
Kecamatan Cicendo Kota Bandung
c. Dokumentasi
Tujuan menggunakan tehnik dokumentasi ini untuk menyimpan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan objek yang di teliti. Dalam
hal ini peneliti memusatkan perhatian pada hal-hal yang berhubungan
dengan objek yang diteliti. Peneliti datang langsung ke tempat penelitian
untuk mengamati dan membuat dokumentasi berupa foto-foto kegiatan
pembelajaran yang sedang diteliti.

C. PEMBAHASAN
Penanaman disiflin yang dilakukan oleh para pendidik di
TK Bina Mandiri terhadap peserta didiknya adalah melalui bercerita baik
dengan alat maupun tanpa alat. Manfaat metode bercerita terhadap
penanaman disiflin anak banyak sekali dirasakan kemajuan
perkembangannya karena dari bercerita ini banyak sekali pesan moral
yang tersampaikan kepada anak.
Metode bercerita berarti penyampaian cerita dengan bertutur.
Berbeda dengan bercerita, metode penyampaian cerita lebih
menonjolkan aspek aspek teknis penceritaan lainnya. Metode bercerita
lebih menonjolkan pada penuturan lisan materi dibandingkan aspek
teknis yang lain.
Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal
dari kejadian nyata (non fiksi) ataupun kejadian tidak nyata (fiksi).

532
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

Sedangkan dongeng adalah sebuah cerita rekaan/tidak nyata/fiksi.


Dongeng terdiri dari Fabel (binatang dan benda mati yang bisa bicara
seolah-olah seperti manusia), Sage (cerita petualangan), Hikayat (cerita
rakyat), Legenda (asal-usul), Mythe (dewa-dewi, peri, roh halus), Ephos
(cerita besar; mahabharata, ramayana, sapur sepuh, tutr tinular). Jadi
Kesimpulannya adalah bahwa dongeng ialah cerita, namun cerita belum
tentu dongeng. Atau dongeng adalah bagian dari cerita.
Metode bercerita merupakan salah satu cara dalam memberikan
pengalaman belajar bagi Anak Usia Dini. Dengan memberikan cerita
kepada anak secara lisan dapat berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Guru adalah pelaksana bercerita dengan cerita yang menarik dan
mampu mengundang perhatian anak. Bercerita adalah suatu metode
komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia.
Metode bercerita sangat umum digunakan dalam pembelajaran
anak usia dini, khususnya dalam menyampaikan pesan-pesan dan nilai-
nilai yang hendak diinternalisasikan kepada anak. Adapun kelebihan
metode ini adalah: dapat meningkatkan motivasi anak untuk belajar,
karena anak sangat senang dengan cerita-cerita. Sangat sesuai untuk
pendidikan afektif (nilai), sebab metode ini dapat menyampaikan nilai-
nilai kebaikan kepada anak melalui contoh-contoh dalam cerita sehingga
mendorong anak untuk melakukan kebaikan tersebut, sekaligus
menghindari perbuatan buruk yang digambarkan dalam cerita guru.
Tidak membutuhkan banyak alat dan media pembelajan. Adapun
kelemahannya adalah bahwa dalam pembelajaran ini biasanya guru lebih
dominan, sehingga peran aktif anak sedikit terbatas. Oleh karena itu,
guru harus mampu mengkolaborasikan metode ini dengan metode-
metode yang lainnya seperti tanya jawab dan bernyanyi. Guru dituntut

533
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

untuk benar-benar menguasai teknik bercerita yang baik, sehingga anak


tertarik dengan cerita yang dibawakannya sekaligus pesan yang ingin
disampaikan akan diterima anak dengan baik.
Penggunaan bercerita sebagai salah satu strategi pembelajaran
untuk anak usia dini, harus memperhatikan hal sebagai berikut:
1. Isi cerita harus terkait dengan dunia kehidupan anak, sehingga anak
memahami cerita tersebut.
2. Kegiatan bercerita diusahakan dapat memberikan perasaan gembira,
lucu dan mengasyikan dengan kehidupan anak yang penuh suka cita.
3. Kegiatan bercerita diusahakan menjadi pengalaman yang bersifat
unik dan menarik bagi anak.
Untuk dapat bercerita dengan baik, seorang pendidik (guru) harus
memperhatikan hal-hal berikut:
1. Menguasai isi cerita secara tuntas
2. Memiliki keterampilan bercerita
3. Berlatih dalam irama dan modulasi secara terus-menerus
4. Menggunakan perlengkapan yang menarik sesuai dengan tuntutan
cerita.
Tehnik-tehnik bercerita yang bisa digunakan seorang pendidik
diantaranya adalah
1. Membaca langsung dari buku cerita
2. Bercerita dengan menggunakan ilustrasi gambar dari buku.
3. Meceritakan cerita.
4. Bercerita dengan papan flannel.
5. Bercerita dengan menggunakan media boneka.
6. Dramatisasi suatu cerita.
7. Bercerita sambil memainkan jari-jari tangan.

534
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

Tujuan kegiatan bercerita bagi Anak Usia Dini yang dilaukan oleh
pendidik di TK Bina Mandiri diantaranya:
1. Menanamkan pesan-pesan atau nilai-nilai sosial, moral dan agama
yang terkandung dalam sebuah cerita.
2. Guru memberikan informasi tentang lingkungan fisik dan lingkungan
sosial yang perlu diketahui anak.
Adapun manfaat bercerita bagi anak, adalah:
1. Bagi Anak Usia Dini mendengarkan cerita yang menarik yang dekat
dengan lingkungannya merupakan kegiatan yang mengasyikan.
2. Dalam bercerita, guru dapat menanamkan kejujuran, keberanian,
kesetiaan, keramahan, ketulusan, dan sikap positif lain dalam
kehidupan lingkugan keluarga, sekolah dan luar sekolah.
3. Memberikan sejumlah pengetahuan sosial, nilai-nilai moral dan
keagamaan.
4. Memberikan pengalaman untuk belajar dan berlatih mendengarkan.
5. Memungkinkan anak untuk mengembangkan kognitif, efektif
maupun psikomotorik.
6. Memungkinkan dimensi perasaan anak.
7. Memberikan informasi tentang kehidupan sosial anak dengan orang-
orang yang ada di sekitarnya dengan bermacam pekerjaan.
8. Membantu anak membangun bermacam peran yang mungkin dipilih
anak, dan bermacam layanan jasa yang ingin disumbangkan anak
kepada masyarakat.
Selain pendidik yang menanamkan disiflin di sekolah melalui
bercerita, ternyata orangtua juga ikut berperan aktif dalam penanaman
disiflin di rumah sehingga pendidikan di rumah dan di sekolah sikron
saling berhubungan. Kerjasama Pendidik (guru) dan orangtua tentu

535
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

sangat berpengaruh terhadap penanaman disiflin anak karena pada


dasarnya anak seperti kertas putih yang polos, yang tidak berwarna
ataupun bergambar apa-apa. Apa yang digoreskan di kertas itulah yang
akan tergambar dan terlukiskan saat anak itu beranjak dewasa. Apa yang
diterima anak sejak dini adalah sesuatu yang akan mereka bawa saat
mereka menjadi dewasa nantinya, sehingga sangat di harapkan bahwa
anak usia dini mendapatkan pembelajaran budi pekerti dan disiflin baik
dari kedua orangtuanya, keluarganya, ataupun lingkungan sekolah dan
sekitarnya, agar nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung didalamnya
dapat tertanam dan tercermin di saat anak itu semakin dewasa.
Penanaman budi pekerti dan disiflin untuk anak usia dini yang
dilakukan orangtua dalam keluarga antara lain:
a. Utamakan pendidikan agama yang kuat.
Pendidikan agama merupakan pondasi yang kuat dalam membentuk
karakter yang beriman, melalui agama anak dapat diajarkan tentang
hal-hal yang baik dan hal yang buruk, melalui agama pula anak
mempunyai pandangan dan nilai – nilai kemanusiaan serta batasan-
batasan dalam berperilaku sehingga melalui pendidikan agama yang
baik, merupakan langkah awal yang baik dalam pembelajaran budi
pekerti.
b. Pahami sifat dan karakter anak.
Setiap anak mempunyai sifat dan karakter yang bermacam- macam.
Ada yang bersifat pemalu, ada yang bersifat percaya diri, ada yang
bersifat pendiam dan sebagainya. Sebaiknya dalam melakukan
pembelajaran budi pekerti seorang guru ataupun orang tua harus
mengetahui terlebih dahulu sifat dan karakter peserta didiknya, dan
kemudian mengajarkan dengan metode yangcocok dengan karakter

536
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

mereka, dan jangan memaksa mereka utuk melakukan sesuatu yang


tidak mereka kehendaki karena itu akan membuat mereka tertekan
dan tidak dapat menerima pendidikan budi pekerti yag diberikan
dengan baik.
c. Hargai perilaku anak.
Menghargai setiap perilaku,tindakan dan hasil dari anak merupakan
salah satu cara pendidikan budi pekerti. Apabila sang anak melakukan
kesalahan, jangan langsung memarahinya dan menghukumnya, tetapi
ajak dia berbicara dan cari alas an kenapa dia melakukan hal tersebut
dan setelah itu baru diberi nasehat serta penalaran bahwa yang dia
lakukan itu salah dan tidak baik. Bersikaplah tenang dalam mengajar
anak usia dini, karena pada dasarnya semua tindakan yang dilakukan
sang anak adalah suatu proses dari dirinya untuk menemukan jati diri
atau identitas dirinya.
d. Ajak anak berkomunikasi dalam berdiskusi.
Komunikasi adalah factor penting dalam semua hal, dari komunikasi
kita dapat mengetahui apa yang diinginkan anak dan yang tidak ia
inginkan. Ajaklah anak dalam diskusi keluarga, dan hargai semua
pendapat=pendapat yang ia sampaikan, dari situlah sang anak
mempunyai rasa percaya diri dalam menyampaikan pendapat dan
berdemokrasi. Hal ini dapat dimulai dari hal-hal yang kecil missal
berdiskusi masalah makanan, tempat rekreasi, ataupun sekolahnya.
e. Manfaatkan momen bersama anak.
Memanfaatkan waktu yang dimiliki orang tua semaksimal mungkin
saat bersama anak. Walau hanya sebentar dan di waktu santai, sambil
nonton tv misalnya,ajaklah berkomunikasi dan berikan nasehat
nasehat yang bermanfaat dan membangun dirinya.

537
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

f. Sediakan waktu bersama anak.


Menyediakan waktu khusus bersama anak sangat berguba dalam
menumbuhkan kedekatan batin antara orang tua dengan sang anak.
Ini dapat bertujuan sang anak menghorrmati dan menghargai
orangtuanya. Hal ini dapat dilakukan melalui hal-hal kecil misalnya
dalam membangunkan dan mengantarkan sang anak tidur.
g. Ajarkan anak untuk bersikap disiplin.
Disiplin harus diajarkan sejak dini agar anak terbiasa untuk bersikap
disiplin. Hal ini dapat dilakukan dari biasakan gosok gigi, cuci
tangan,kai, dan muka sebelum tidur. Bias juga di sertai dengan sanksi
atau hukuman apabila sang anak melanggarnya, akan tetapi hukuman
yang diberikan tidak begitu berat dan menyakiti hati sang anak.
h. Berikan contoh tauladan yang baik.
Anak dalam proses pendidikannya selalu meniru apa yang dia lihat,
maka oleh sebab itu, sebagai orang tua yang baik hendaknya
memberikan contoh yang baik dalam berperilaku dan bertutur kata,
karena anak akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh
orangtuanya.
i. Komunikasi yang baik terhadap anak.
Berkomunikasilah denga baik dan lembut terhadap anak. Apabila
memberikan perintah kepada anak usahakan untuk sejelas mungkin
agar tidak menimbulkan kebinggungan kepada anak.
j. Tahan emosi dan amarah kepada anak.
Tindakan dan perilaku anak terkadang membuat kesal dan jengkel,
sebisa mungkin kendalikan emosi dan amarah di depan anak, jangan
sampai sang anak menjadi objek caci makian dan pelampiasan emosi.

538
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

D. KESIMPULAN
Pada uraian ini, disimpulkan bahwa metode bercerita dapat
meningkatkan penanaman disiflin dan budi pekerti pada anak secara
bertahap dan terus menerus. Penggunaaan metode bercerita dengan
menggunakan alat ataupun tanpa alat tentunya merupakan tehnik
yang menarik bagi anak, sehingga penanaman budi pekerti membekas
dalam ingatan anak melalui pesan moral yang ada dalam cerita
tersebut, karena ceritanya menarik, sesuai dengan usia anak dan tidak
membosankan.
Kerjasama orangtua dan guru atau pendidik sangat
berpengaruh besar terhadap penanaman disiflin dan budi pekerti anak,
karena konsep yang di terapkan kepada anak sama walaupun metode
yang dipakai di rumah dan di sekolah berbeda.
Metode bercerita merupakan salah satu cara dalam memberikan
pengalaman belajar bagi Anak Usia Dini. Dengan memberikan cerita
kepada anak secara lisan dapat berpengaruh terhadap perkembangan
anak. Guru adalah pelaksana bercerita dengan cerita yang menarik
dan mampu mengundang perhatian anak. Bercerita adalah suatu
metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa
manusia.

539
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Yayah Rokayah NIM. 4103810318066

Referensi:
https://www.kompasiana.com/liaatika/56fdec03f37e61bd1076275c/
penerapan-disiplin-sejak-dini-sebagai-bentuk-pembinaan-
pendidikan-karakter-terhadap-anak
http://etheses.uin-malang.ac.id/809/6/10410166%20Bab%202.pdf
https://www.asikbelajar.com/manfaat-dan-tujuan-cerita-bagi-anak/
Risaldy, Sabil. 2014. Bermain, Bercerita & Menyanyi Bagi Anak
Usia Dini. Jakarta: Pt.Luxima Metro Media. Hal. 64-66. Cetakan II.

540
Penanaman Budi Pekerti Dan Disiflin Pada Anak Usia Dini Melalui Metode Bercerita
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

“PEMBELAJARAN PUPUJIAN SUNDA TERHADAP


PENINGKATAN KECERDASAN SPIRITUAL”
(Pendidikan Keagamaan di Nagrikaler Kabupaten Purwakarta)

Sisca Septiani, S.Pd


NIM. 4103810317081
Email: sisseptiani@gmail.com

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRAK

Studi ini dilatar belakangi oleh banyaknya penyimpangan sosial yang


terjadi di masyarakat. Dimulai dari kenakalan remaja, hingga
berkurangnya rasa kesadaran masyarakat tentang spiritual. Secara
tidak langsung sedikit atau banyak akan mempengaruhi tumbuh
kembang anak-anak dan remaja di sekitar kita. Karena mereka meniru
kebiasaan yang di lakukan di sekitarnya. Kecerdasan spiritual
merupakan bagian yang saling terhubung dengan intelegensi dan
emosional seseorang. Karena IQ, EQ dan SQ merupakan sebuah
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dalam hal ini penulis melihat
ada hal yang dapat meningkatakan kecerdasan spiritual dalam
pupujian sunda yang sering dilantunkan di masjid-masjid. Pupujian
sendiri sebagai sebuah tradisi lisan Sunda yang mengandung muatan
pendidikan karakter (Faturrohman, 1991 : 264). Pendidikan karakter
tersebut mempengaruhi betul terhdap berbagai kecerdasan yang
berasal dari nilai-nilai kearifan lokal Sunda pupujian tersebut.
Khususnya pupujian, pendidikan karakter yang kerap muncul adalah
pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius ke-Tuhanan
(spiritual/SQ). Nilai-nilai religius ini pun kerap berimplikasi pada
nilai-nilai sosial (bersikap/EQ) dan juga kemampuan berfikir lebih
(IQ). Data yang di ambil dalam studi ini berasal dari penelitian saya
sendiri yang sebelumnya dilakukan di beberapa masjid di Nagrikaler
Kabupaten Purwakarta. Hasil temuannya berupa: 1) Bahwa pupujian
Sunda merupakan salah satu tradisi lisan Sunda yang memiliki nilai-
nilai karakter dan berkaitan erat dengan IQ, EQ dan SQ; 2) Pupujian
Sunda dapat meningkatkan kecerdasan spiritual seseorang.
Kata kunci: Pupujian Sunda, IQ, EQ dan SQ (Kecerdasan Spiritual)

541
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

A. Pendahuluan
Permasalahan sosial yang sering terjadi di masyarakat dewasa
ini sangat pelik dan melibatkan bebrbagi dimensi kehidupan.
Mulai dari kenakalan remaja, tawuran pelajar hingga skala besar
yaitu korupsi. Tidak bisa dipungkiri bahwa semua itu disebabkan
oleh banyak faktor yang saling berkaitan. Diantaranya kurangnya
pondasi agama, pola asuh di keluarga, pengikisan akhlaq dan
tentunya pengaruh jaman globalisasi yang begitu derasnya
menghadang kepada kita. Kesemuanya sangat berpengaruh
terhadap sikap dan keseharian masyarakat yang melibatkan pola
pikirnya, emosionalnya hingga ke spiritualnya. Tetapi kita
mengetahui bahwa kejamnya kultur barat untuk merusak sendi-
sendi kehidupan masyarakat kita adalah dengan mengikis nilai-
nilai spiritual. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall dalam
(Efendi, 2005 : 206) menyebutkan bahwa krisis mendasar pada
zaman ini adalah krisis spiritual. Karena dengan mengikis nilai-
nilai spiritual yang ada, akan melemahkan pondasi kehidupan yang
menopang segala jenis kehidupan di atasnya. Ketika pondasinya
sudah dikikis atau dilemahkan, maka akan sangat mudah untuk
merusak sendi-sendi kehidupan di dimensi yang lainnya. Dalam
studi ini penulis menemukan sebuah tradisi lisan di Sunda yang
sedikit atau banyaknya bisa memfilter pengikisan akhlaq sekaligus
sebagai media untuk meningkatkan kecerdasan Spiritual. Karena
pada lirik yang terdapat dalam pupujian Sunda itu mengandung
nilai-nilai penguatan dan keyakinan akan kewajiban manusia dan
kesadaran bahwa kita ini hanya kembali kepada sang pencipta
yaitu Allah Swt. Begitupula kalimat yang mengajak untuk terus

542
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

beribadah (khususnya solat) itu merupakan bentuk penguatan


tentang spiritual dan keyakinan kita terhadap Sang Pencipta.
Sehingga kecerdasan spiritual pun dengan sendirinya akan
meningkat dan lebih terarah untuk menjalani sesuatu hal dalam
hidup ini. Solat merupaka benteng atau fodasi dalam kehidupan,
sehingga apabila seseorang kuat dalam hal pondasinya maka akan
lebih siap menhghadapai tantangan yang ada dalam kehidupan.
Begitupula sebaliknya, seseorang yang lemah dalam hal podasi
spiritualnya dalam hal ini solatnya, maka akan lemah pula orang
tersebut dalam menghadapi tantangan hidup.

B. Teori, Pendekatan, Metode, Teknik dan Sumber Data


1. Teori
Dimana shalat dapat membentuk akhlaq manusia, sebagaimana
dalam Q.S. Al-Ankabut ayat 45:

َ‫َﻗِﻢ اﻟﺼَﱠﻼةَ ۖ◌ إِ ﱠن اﻟﺼَﱠﻼة‬


ِ ‫ﺘَﺎبَوأ‬
ِ ِ‫ْﻚ َِﻣاﻟﻦْﻜ‬
َ‫اﺗْﻞ ُ َ ﻣﺎ أُ ِوﺣَﻲ إِ ﻟَﻴ‬
‫اﻟﻠﱠﻪـ َُْﻌُﻠَﻢ‬
‫َﻛﺒـﺮ ۗ◌َو ﻳ‬
َُْ ‫اﻟﻠﱠﻪ أ‬
ِ ‫ِﻛْﺮ‬
ُ‫َﺤَﺸِﺎء َواﻟُ ْْﻤﻨﻜَِﺮ ۗ◌ َوﻟَﺬ‬
ْ‫ﺗـَ َﻨـْﻬٰﻰﻋَ ِﻦ اﻟْﻔ‬
‫ﻮن‬
َ ُ ‫ﺗَﺼﻨـَﻌ‬
ْ ‫َ ﻣﺎ‬
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya
shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat)
adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat

543
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu


kerjakan” (Q.S. Al-Ankabut : 45)
Jelas sekali dalam ayat ini dijelaskan bahwa solat itu dapat
membentuk akhlaq manusia dan mencegah dari perbuatan-
perbuatan keji dan munkar. Sholat secara langsung ataupun
tidak langsung akan meningkatkan kecerdasan spiritual, karena
di dalamnya ada nilai-nilai karakter tentang pendekatan kita
terhadap Allah Swt yang tentunya akan diaplikasikan dalam
kehidupan kita sehari-hari. Setinggi apapun IQ dan semaksimal
EQ apabila tidak diimbangi dengan SQ (kecerdasan Spiritual)
maka semuanya akan timpang dan gagal dalam menjalani
tantangan hidup yang keras ini4). Sehingga akan menimbulkan
beberapa penyimpangan seperti yang telah dijelaskan di
pendahuluan awal. Akan tetapi kitapun tidak boleh
mengkesampingkan peran EQ, karena dalam penelitian yang
dilakukan di Oxford oleh Webb,dkk bahwa The pattern of
distribution of the brain types was consistent with the E–S
theory. These results suggest that the EQ-Short and SQ-Short
are useful instruments for measuring fundamental cognitive
styles.7)
Apabila dikaitkan dengan Pupujian Sunda yang dibahas
dalam tulisan ini, media pupujian Sunda ini di dalamnya
mengandung kalimat yang mengajak tentang meningkatkan
ketaqwaan kita kepada Sang Pencipta melalui ibadah, salah
satunya adalah solat. Mengajak orang untuk solat dan
mengingatkan tentang kematian kepada kita akan mempertebal
dan meningkatkan kesadaran serta kecerdasan spiritual kita.

544
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

Menurut Iskandarwasit dalam (Sudaryat, 2007 : 111)5), pupujian


adalah sebuah tradisi lisan sunda secara turun temurun, biasanya
dilantunkan di masjid-mesjid sebagai pengingat dan tuntunan
kepada kita agar tetap tidak lalai dan menunaikan shalat. Selain
shalat dalam jenis dan lirik pupujian yang lain, mengajak ibdah
yang lain dan tentunya sholawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Oleh karena itu sangat erat kaitannya media pupujian Sunda ini
dengan kecerdasan spiritual..
Maka dengan dengan demikian Pupujian Sunda dapat
mempengaruhi kecerdasan spiritual (SQ) seseorang, karena di
dalamnya memiliki nilai-nilai karakter tentang pendekatan kita
kepada Sang Pencipta.

2. Pendekatan
Pendekatan yang di ambil dalam artikel ini adalah
pendekatan induktif yang dimana penyusun mengambil
pandangan awal bahwa Pupujian Sunda yang sering
dilantunkan di masjid-mesjid secara tidak langsung dapat
meningkatkan kecerdasan spiritual seseorang, karena dalam
lirik dan konteksnya memiliki nilai-nilai karakter ajakan dan
sebagai pengingat dalam hal beribadah khususnya shalat. Selain
itu pupujianpun mengingatkan kepada kita bahwa hidup kita di
dunia ini hanya sementara, jangan terbuai dengan fatamorgana
kehidupan dunia dan semuanya akan kembali kepada Allah Swt.
Dengan itu kecerdasan spiritual akan lebih tebal dan meningkat.

545
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

3. Metode
Metode yang di pakai dalam artikel ini adalah metode kualitatif,
yaitu penulis memaparkan hasil temuannya melalui pemaparan
deskriptif6).

4. Teknik
Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara
lisan, studi pustaka dan rujukan penelitian antropolinguistik
yang telah saya lakukan sebelumnya.

5. Sumber Data
Sumber data yang di gunakan adalah tujuh sampel masyarakat
Nagrikaler Purwakarta yang diwawancarai tentang pupujian
Sunda ini beserta data hasil penelitian antropolinguistik.

C. Pembahasan Hasil
Dalam pupujian Sunda yang sering dilantunkan di masjid-
mesjid memiliki pengaruh terhadap berbagai kecerdasan
diantaranya IQ, EQ dan SQ. Karena dalam lirik yang terdapat
dalam pupujian Sunda tersebut sangat mempengaruhi sendi-
sendi kehidupan baik itu bersifat pengetahuan, sosial dan
tentunya spiritual. Di bawah ini, disajikan transkripsi dan
transliterasi Pupujian Pépéling.
Transkripsi :
(1) Ѐling-ѐling dulur kabѐh
(2) Ibadah ulah campolѐh
(3) Beurang peuting ulah welѐh

546
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

(4) Bisina kaburu paѐh


(5) Sabab urang bakal mati
(6) Nyawa di pundut ku Gusti
(7) Malah kudu ati-ati
(8) Kana ibadah sing gumati

Transliterasi :
(1) Ingatlah saudara semua
(2) Jangan menyepelekan ibadah
(3) Setiap hari jangan putus asa
(4) Karena mati datang secara tiba- tiba
(5) Karena kita akan mati
(6) Roh akan diambil oleh Sang Pencipta
(7) Oleh sebab itu harus hati-hati
(8) Dalam beribadah harus rajin

Berdasarkan teks pupujian di atas, Pupujian Pépéling


adalah puisi yang terdiri atas delapan larik dan disusun dalam
dua bait. Dalam analisis struktur ini, hal-hal yang dianalisis
adalah formula sintaksis yang memiliki pengaruh terhadap IQ,
EQ dan SQ. Kemudian dalam hal Kecerdasan Spiritual.

1. Pengaruh Terhadap IQ, EQ dan SQ


Dalam analisis formula sintaksis, larik pertama yang
berbunyi ѐling-ѐling dulur kabѐh adalah klausa lengkap susun
balik (inversi). Klausa lengkap susun balik tersebut
didefinisikan sebagai klausa yang predikatnya mendahului

547
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

subjek. Dilihat dari fungsinya, ѐling-ѐling termasuk ke dalam


fungsi predikat, sedangkan frasa dulur kabeh berfungsi subjek.
Fungsi predikat berkategori verba, sedangkan subjek
berkategori nomina. Hubungan antara fungsi dan kategori
Pupujian Pépéling adalah penonjolan verba yang dimunculkan
pada larik pertama yang berfungsi sebagai pembuka pupujian.
Hal tersebut disebabkan fungsi predikat mendahului subjek
sehingga pesan yang disampaikan pada larik pertama ini adalah
peringatan yang terdapat pada kata ѐling-ѐling (ingatlah).
Berbeda jika fungsinya menjadi klausa lengkap umum, yaitu
subjek-predikat. Tidak ada penonjolan peringatan dalam kalimat
ini dengan kata lain kalimat ini menjadi kalimat biasa. Dalam
larik pertama ini memiliki keterkaitan dengan IQ (intelligence
quotient) karena bagaimana seseorang berfikir secara kritis
bahwa dalam pupujian ini mengingatkan untuk selamanya
ingat/éling apabila dalam bahasa Sunda.
Larik kedua yang berbunyi ibadah ulah campolѐh memiliki
fungsi subjek-predikat. Kata ibadah menduduki fungsi subjek
dan frasa ulah campoleh (jangan lupa) menduduki fungsi
predikat. Larik ini termasuk susunan klausa lengkap biasa tetapi
bermakna negatif. Hal tersebut disebabkan terdapatnya kata
ulah yang dalam bahasa Indonesia berarti jangan. Kata negatif
jangan digunakan untuk menegatifkan predikat yang terdiri atas
kata atau frasa golongan verbal dan frasa preposisional. Larik
ketiga yang berbunyi beurang peuting ulah welѐh adalah klausa
lengkap. Larik ini berklausa lengkap karena tidak mempunyai
subjek dan larik ini berpredikat negatif. Frasa beurang peuting

548
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

(setiap hari) menduduki fungsi keterangan dan frasa ulah welѐh


(jangan putus asa) menduduki fungsi predikat. Pada larik ini,
subjek dilesapkan karena telah dijelaskan pada larik pertama.
Fungsi keterangan diisi oleh frasa preposisional dan fungsi
predikat diisi oleh frasa adjektiva. Larik keempat yang berbunyi
bisina kaburu paѐh adalah klausa tidak lengkap. Kata bisina
(takut) menduduki fungsi keterangan, kaburu (tiba-tiba)
menduduki fungsi adverbia, dan kata paѐh (meninggal)
menduduki fungsi predikat. Fungsi subjek tidak terdapat pada
kalimat tersebut karena subjek tersebut dilesapkan sehingga
terdapat penonjolan verba pada larik terakhir bait pertama.
Dalam larik ini menunjukan bahwa mengingatkan kita akan
mati (bisina kaburu paéh) memiliki keterkaitan erat dengan EQ
(emotional quotient). Karena secara emosi akan terus menerus
teringat akan kematian dan selalu berusaha menjalani hidup
dengan lebih baik.

2. Meingkatkan Kecerdasan Spiritual


Masih dalam larik pupujian yang sama, dalam larik
kelima adalah anak kalimat dari larik keenam. Larik keenam ini
merupakan induk kalimat sehingga kedua larik ini merupakan
kalimat majemuk. Frasa bakal mati termasuk ke dalam frasa
futuratif karena kematian tersebut akan berlangsung, meskipun
tanpa diketahui tepatnya kapan. Fungsi subjek diisi oleh
kategori nomina. Fungsi predikat diisi oleh kategori verba.
Kalimat ini merupakan kalimat inversi dan kalimat pasif. Fungsi
subjek diisi oleh kata Gusti, predikat diisi oleh kata dipundut,

549
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

dan objek diisi oleh kata nyawa. Larik ke tujuh dan ke delapan
adalah satu kalimat majemuk, yaitu malah kudu ati, kana
ibadah sing gumati. Jika kalimat ini ditransliterasikan ke dalam
bahasa Indonesia, maka menjadi oleh sebab itu harus hati-hati,
dalam beribadah harus rajin. Dapat dilihat bahwa larik ketujuh
merupakan klausa, meskipun tidak terdapat subjek. Jika
dianalisis fungsinya, kata malah merupakan konjungsi dan kata
kudu ati-ati merupakan predikat. Subjek tidak ditemukan dalam
klasusa tersebut. Jadi, terjadi pelepasan subjek sehingga
menimbulkan adanya penonjolan verba pada frasa kudu ati-ati.
Fungsi predikat diisi oleh frasa verba dan memiliki makna
perbuatan. Sama halnya dengan larik ketujuh¸ larik kedelapan
tidak mempunyai subjek sehingga ada penonjolan verba pada
frasa sing gumati. Frasa kana ibadah menduduki fungsi
keterangan, sedangkan sing gumati menduduki fungsi predikat.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa setiap larik puisi
Pupujian Pépéling merupakan gagasan yang utuh dimulai dari
ajakan untuk melaksanakan salat serta gambaran agar tidak
melalaikannya. Sesudah itu, dijelaskan juga peringatan tentang
kematian yang merupakan ciri dari makhluk hidup. Gagasan
tersebut ditonjolkan dengan kategori verba pada setiap kalimat
inti yang berpola inversi. Sehingga ajakan ibadah sing gumati
dan juga keseluruhannya mendekatkan kita kepada sang
Pencipta agar tidak lalai melaksanakan ibadah khususnya shalat.
Dengan seperti itu kecerdasan spiritualpun akan meningkat dan
menjaga kehidupannya berdasarkan aturan agama agar lebih
baik lagi. Selain itu kecerdasan spiritual ini juga dipengaruhi

550
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

atau saling berhubungan dengan kecerdasan yang lain yakni


kecerdasan musikal. Ini mengingatkan betapa pentingnya musik
di wilayah relijiusitas, karena pupujian Sunda cara
penyampaiannya melalui nadom atau ngahaleuang atau dalam
bahasa Indonesia berarti dinyanyikan.

D. Simpulan
Dari bahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pupujian
Sunda berkaitan erat dengan perkembangan IQ (intelligence
quotient), EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual
Quotient). Karena di dalamnya memiliki nilai-nilai karakter
untuk mempengaruhi cara berfikir dan kehidupan sosial
masyarakat dan tentunya sikap spiritual terhada Tuhannya yaitu
Allah Swt. Yang kedua bahwa Pupujian Sunda juga dapat
meningkatkan kecerdasan spiritual. Karena selain ajakan untuk
tidak lalai beribadah khususnya shalat, pupujian ini juga lebih
mempertebal iman dan spiritual kita. Karena mengingakan kita
akan kematian, karena mati akan datang kapan saja dan siap
menghampiri kita. Sehingga SQ kita akan lebih meningkat
setiap kali mengingat dan memperdengarkan Pupujian Sunda.
SQ merupakan jenis kecerdasan yang memungkinkan manusia
menjadi kreatif, mengubah aturan dan situasi namun tetap
dengan batasan aturan agama.

551
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Sisca Septiani, S.Pd NIM. 4103810317081

E. Kepustakaan
1)
Efendi, Agus. (2005). Revolusi Kecerdasan Abad 21. Bandung
: Alfabeta
2)
Fasya, Mahmud,. Dkk. (2013). Kumpulan Makalah Setali UPI.
Bandung : UPI Press
3)
Faturohman, Taufik. (1991). Peperenian Basa Sunda.
Bandung : Geger Sunten
4)
Permadi, Dadi,. Dkk. (2012). Bagaimana Mengembangkan
Kecerdasan?. Bandung: PT. Sarana Panca Karya Nusa
5)
Sudaryat, Yayat. (2007). Makaya Basa Sunda. Bandung :
Sonagar Press
6)
Suwandi dan Basrowi. (2008). Memahami Penelitian
Kualitatif. Jakarta : Rineka Cipta
Trismansyah, Sutaryat,. Dkk. (2012). Panduan Penulisan Karya
Ilmiah. Bandung : UNINUS
7)
https://ora.ox.ac.uk/objects/uuid:fe47f1d7-377d-42f9-a099-
ee901ac66149 (respository Oxford) [Diakses 15 Juli 2019)

552
Pembelajaran Pupujian Sunda Terhadap Peningkatan Kecerdasan Spiritual
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

MORAL DAN DISIPLIN ANAK USIA DINI

Maryati,S.Pd
NIM : 4103810318017

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRACT

The children discipline is to give an understanding of what is good


and bad. Education needs to instil discipline in children that making
mistakes is certainly contains a number of consequences, for which the
penalty function in children's education.
Discipline is the behavior of the value that can be done by force
and could be voluntary. For young children, a form of discipline should
be implemented voluntarily and through play. Teachers, parents and the
community are factors were the factors most influential to child disipline.
Keywords : discipline, children, play.

ABSTRAK

Kedisplinan pada anak-anak adalah memberikan pengertian akan


mana yang baik dan yang buruk. Pendidikan disiplin perlu di tanamkan
pada anak bahwa berbuat kesalahan tentu mengandung sejumlah
konsekuensi,untuk itulah fungsi hukuman dalam pendidikan anak.
Disiplin merupakan perilaku nilai yang bisa dilakukan secara paksa dan
bisa dilakukan dengan sukarela.
Untuk anak usia dini, bentuk disiplin harus dilaksanakan secara
sukarela dan melalui bermain. Guru, masyarakat dan orangtua adalah
faktor-faktor adalah faktor-faktor yang paling berpengaruh untuk
mendisiplinkan anak. Kata kunci : displin, anak-anak, permainan

553
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan investasi masa depan yang diyakini dapat


memperbaiki kehidupan suatu bangsa. Memberikan perhatian yang lebih
kepada anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan, merupakan salah
satu langkah yang tepat untuk menyiapkan generasi unggul yang
akan meneruskan perjuangan bangsa.
Salah satu bagian penting yang harus mendapatkan perhatian
terkait dengan pendidikan yang diberikan sejak usia dini adalah
penanaman nilai moral melalui pendidikan di Kelompok Bermain atau
di Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan nilai dan moral yang
dilakukan sejak usia dini, diharapkan pada tahap perkembangan
selanjutnya anak akan mampu membedakan baik buruk, benar salah,
sehingga ia dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal
itu akan berpengaruh pada mudah tidaknya anak diterima oleh
masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi.
Pendidikan nilai dan moral sejak usia dini merupakan
tanggungjawab bersama semua pihak. Salah satu lembaga pendidikan
yang dapat melakukan hal itu salah satu lembaga Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD) yang bersifat formal ataupun Non Formal. Di
samping masih banyak lembaga PAUD lain yang dapat digunakan
sebagai tempat penanaman nilai moral seperti: TKQ ( Taman Kanak
Kanak Al quran ) dan RA ( Raudhotul Anfal ) yang berada di bawah
naungan kedinasan kementrian Agama, pendidikan keluarga, dan
pendidikan lingkungan.
Berkaitan dengan upaya pengembangan moral yang gencar
dilakukan, perlu adanya alat atau media penilaian yang dapat menjadi

554
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

barometer pencapaian serta bahan evaluasi dari penanaman nilai moral


yang diberikan. Alat penilaian menjadi unsur yang sangat penting dalam
pengembangan nilai moral pada anak, karena tanpa struktur evaluasi
yang jelas, sangat sulit bagi guru untuk dapat memantau perkembangan
moral anak. Oleh sebab itu, pada penyusunan makalah kali ini akan
membahas secara lebih spesifik terkait alat penilaian dalam
pengembangan moral dan disiplin anak usia dini.
Dalam hal ini bukanlah melakukan yang tidak di inginkan atau
kekerasan pada anak karena merasa jengkel ataupun ada masalah yang
dilakukan oleh guru terhadap anak didiknya/ siswa di sekolah maupun
kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan oleh orang tua terhadap
anak. Para pelaku kekerasan pada anak (guru atau orang tua) seringkali
berdalih, bahwa yang mereka lakukan tersebut adalah cara untuk
mendisiplinkan anak. Mereka berpikir bahwa jika anak tidak
melaksanakan aturan yang mereka buat, maka mereka wajib diberi
sanksi atau hukuman yang salah satu bentuknya adalah hukuman fisik.
Hal tersebut tentu saja tidak dapat dibenarkan. Kekerasan yang
dialami anak dapat memberikan efek psikologis yang berkepanjangan
pada dirinya. Penanaman disiplin tidak harus dilakukan dengan
kekerasan. Pemahaman para guru dan orang tua mengenai disiplin yang
kurang baik dapat menjadi penyebab terjadinya kasus-kasus kekerasan
seperti diatas. Mereka cenderung menyamakan disiplin dengan
pemberian hukuman berupa kekerasan.
Pemahaman yang bias atau tidak tepat mengenai konsep disiplin
tersebut memiliki efek yang besar terhadap perkembangan anak. Jika
anak tumbuh dan berkembang di keluarga yang menerapkan konsep

555
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

disiplin yang salah maka akan salah pula cara pendisiplinannya. Hal
tersebut tidak menutup kemungkinan
terjadinya praktek kekerasan.
Disiplin jelas berbeda dengan hukuman. Pada dasarnya disiplin
merupakan kebutuhan mutlak di masa usia dini, mengingat masa ini
merupakan masa yang paling efektif untuk pembentukan perilaku anak.
Setiap anak memiliki potensi memahami aturan yang berkembang pada
setiap tahap kehidupannya. Disiplin diperlukan untuk membantu
penyesuaian pribadi dan sosial anak. Melalui disiplin anak dapat belajar
berperilaku sesuai dengan cara yang disetujui dan sebagai imbalannya
mereka dapat dengan mudah diterima oleh lingkungan sosialnya.
Sedangkan hukuman merupakan salah satu unsur kedisiplinan
yang diperlukan untuk mendisiplinkan anak. Unsur disiplin yang lain
selain hukuman adalah peraturan, penghargaan dan konsistensi. Jadi
dalam pelaksanaan disiplin semua unsur tersebut harus ada. Peraturan
sebagai standar konsep moral yang dijadikan pedoman perilaku
,konsistensi sebagai cara untuk mengajar dan melaksanakan peraturan,
hukuman sebagai bentuk konsekuensi pelanggaran yang dilakukan
secara sengaja, dan penghargaan untuk usaha mencontoh perilaku yang
diharapkan atau yang disetujui. Jadi disiplin dengan sewenang-wenang
khususnya dengan menggunakan hukuman yang keras atau kekerasan
tidak dapat dibenarkan. Ada metode tertentu yang harus digunakan untuk
menerapkan atau mengembangkan sikap disiplin pada anak. Untuk itulah
perlu di ketahui dan di pahami tentang perkembangan disiplin pada anak
supaya orang tua dan pendidik dapat memahami dengan baik tentang
disiplin yang baik yang dapat diterapkan atau dikembangkan pada anak-
anak khususnya anak usia dini sebagai calon generasi mendatang.

556
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Moral dan Disiplin Anak Usia Dini

1. Moral

Moral merupakan suatu kebiasan yang dilakukan setiap


individu baik moral yang baik atupun buruk. Moral berasal dari
bahasa latin ”Mores” yang berarti tata cara, kebiasaan dan adat.
Prilaku sikap moral mempunyai arti prilaku yang sesuai dengan
kode moral kelompok sosial yang di kembangkan oleh
konsep Moral. Yang dinamakan konsep moral ialah peraturan
prilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya.
Konsep moral inilah yang menentukan pada prilaku yang
diharapkan dari masing-masing anggota kelompok.
Menurut Piaget, hakikat Moral ialah kecenderungan
menerima dan menaati system peraturan. Selanjutnya ada pendapat
lain seperti yang dikatakan oleh Kohlberg mengemukakan bahwa
aspek moral adalah sesuatu yang tidak di bawa dari lahir, akan tetapi
sesuatu yang berkembang dan dapat dipelajari. Perkembangan
Moral merupakan proses internalisasi Nilai atau Norma masyarakat
sesuai dengan kematangan seseorang dalam menyesuaikan diri
terhadap aturan yang berlaku dalam kehidupanya. Jadi
perkembangan Moral mencakup aspek kognitif yaitu pengetahuan
tentang baik atau buruk dan benar atau salah, dan faktor afektif yaitu
sikap atau Moral itu di praktekan.
2. Disiplin

557
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

Disiplin berasal dari kata yang sama dengan ‘disciple’ yang


artinya seorang yang belajar dari atau secara sukarela mengikuti
seorang pemimpin. Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Bahasa
Indonesia disiplin adalah latihan batin dan watak dengan maksud
supaya segala perhatiannya selalu mentaati tata tertib di sekolah atau
militer atau dalam suatu kepartaian. Sedangkan menurut
PEDAGOGIA Vol. 2, No. 1, Februari 2013: alaman 36-49 Kostelnik
dan kawan-kawan dalam buku Developmentally Appropriate
Practise,self discipline is the Voluntary, internal regulation of
Behavior. Jadi menurut Kostelnik dan kawan-kawan disiplin adalah
sebuah perilaku sukarela (tanpa adanya paksaan) yang menunjukkan
keteraturan internal akan peraturan-peraturan yang ada. Menurut
mereka seseorang dapat dikatakan memiliki kedisiplinan jika
mereka dapat membedakan atau memahami perilaku yang benar dan
yang salah serta dapat menaati peraturan dengan baik tanpa harus
ada reward dan punishment .Sikap yang demikian akan membuat
seseorang mudah diterima oleh lingkungannya karena kedisiplinan
dapat membentuk interaksi sosial yang positif. Menurut Charles
Schaefer disiplin adalah sesuatu yang mencakup pengajaran,
bimbingan atau dorongan yang dilakukan oleh orang dewasa yang
bertujuan untuk menolong anak belajar untuk hidup sebagai
makhluk sosial dan untuk mencapai pertumbuhan serta
perkembangan mereka yang optimal.
Dari berbagai pengertian di atas dapat diketahui bahwa
disiplin merupakan cara masyarakat dalam mengajarkan anak
mengenai perilaku moral yang disetujui kelompok dimana dalam
diperlukan unsur kesukarelaan dan adanya kesadaran diri. Artinya,

558
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

kemauan dan kemampuan untuk berperilaku sesuai aturan yang


disetujui kelompok muncul dari dalam diri tanpa adanya paksaan.
Oleh karena itu dalam mengajarkan disiplin sebaiknya tidak ada
paksaan dari orang tua atau pun guru sebagai pemimpin, sehingga
anak atau siswa akan berdisiplin karena adanya kesadaran dari
dalam diri anak itu sendiri, bukan paksaan. Dengan demikian maka
anak akan dapat mengetahui dan tujuan dari disiplin adalah untuk
kehidupan yang lebih baik dan berguna untuk kebahagiaannya
sendiri, terutama karena berhubungan dengan keterampilan sosial
dan self – esteem atau konsep diri anak.

3. Tujuan Disiplin untuk anak usia dini


Tujuan disiplin adalah membentuk perilaku sedemikan rupa
sehingga ia akan sesuai dengan peran-peran yang ditetapkan
kelompok budaya, tempat individu itu diidentifikasikan. Orang tua
atau pun guru diharapkan dapat menerangkan terlebih dahulu apa
kegunaan atau manfaat disiplin bagi anak sebelum mereka
melakukan kegiatan pendisiplinan terhadap anak. Hal ini dilakukan
supaya anak memahami maksud dan tujuan berdisiplin pada saat
mereka menjalaninya. Dan pada akhirnya hal tersebut akan berbuah
manfaat yang positif bagi perkembangan anak itu sendiri.

Unsur-unsur Disiplin
Menurut Harlock agar disiplin mampu mendidik anak untuk
dapat berperilaku esuai dengan standar yang ditetapkan oleh
kelompok sosial mereka, maka disiplin harus memiliki empat
unsur pokok yaitu :

559
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

1. Peraturan
Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku,
dimana pola tersebut ditetapkan oleh orang tua, guru atau teman
bermain. Tujuannya adalah penanaman disiplin pada anak usia
dini adalah untuk membekali anak dengan pedoman perilaku
yang disetujui dalam situasi tertentu. Peraturan mempunyai dua
fungsi yaitu ;
a) Peraturan mempunyai nilai pendidikan, sebab peraturan
memperkenalkan pada anak perilaku yang disetujui anggota
kelompok tersebut;
b) Peraturan membantu mengekang perilaku yang tidak
diinginkan. Agar peraturan dapat memenuhi kedua fungsi
tersebut, maka peraturan itu haruslah dapat dimengerti,
diingat dan diterima oleh si anak. Anak kecil membutuhkan
lebih banyak peraturan daripada anak yang lebih besar sebab
menjelang remaja anak dianggap telah belajar apa yang
diharapkan dari kelompok sosial mereka.
2. Hukuman
Hukuman berasal dari kata kerja Latin, punire, dan berarti
menjatuhkan hukuman pada seseorang karena suatu kesalahan,
perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan.
Walaupun tidak dikatakan, namun tersirat bahwa kesalahan,
perlawanan atau pelanggaran ini disengaja, dalam arti bahwa
orang itu mengetahui bahwa perbuatan itu salah tetapi tetap
melakukannya. Tujuan jangka pendek dari menjatuhkan
hukuman adalah untuk menghentikan tingkah laku yang salah.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mengajar dan

560
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

mendorong anak untuk menghentikan sendiri tingkah laku


mereka yang salah. Hukuman merupakan salah satu unsur
kedisiplinan yang dapat digunakan untuk membuat anak
berperilaku sesuai standar yang ditetapkan kelompok sosial
mereka. Hukuman memiliki tiga fungsi penting dalam
perkembangan moral anak, yaitu:
1. Menghalangi, hukuman dapat menghalangi pengulangan
tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Contohnya
bila anak ingin melakukan sesuatu yang dilarang oleh orang
tuanya, ia akan mengurungkan niatnya karena ia mengingat
hukuman yang pernah diterimanya ketika ia melakukan hal
tersebut di masa lampau.
2. Mendidik, Sebelum anak memahami konsep peraturan,
mereka akan mempelajari manakah tindakan yang benar dan
mana tindakan yang tidak benar. Hal tersebut dapat dipelajari
anak melalui hukuman. Jadi mereka akan belajar dari
pengalaman ketika menerima hukuman, apabila mereka
melakukan hal yang tidak benar maka mereka akan mendapat
hukuman dan bila mereka melakukan hal yang benar maka
mereka tidak akan mendapat hukuman.
3. Motivasi, Fungsi hukuman yang ketiga adalah untuk
menghindari perilaku yang tidak diterima masyarakat.
Pengalamannya mengenai akibat-akibat tindakan yang salah
dan mendapat hukuman akan diperlukan sebagai motivasi
untuk menghindari kesalahan tersebut. Bila anak mampu
mempertimbangkan dengan baik tindakan yang akan mereka
lakukan dan akibatnya, maka mereka dapat belajar
memutuskan apakah tindakan tersebut pantas atau tidak

561
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

dilakukan, dengan demikian mereka memiliki motivasi untuk


menghindari tindakan yang tidak benar.
Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional telah mengamanatkan dilaksanakanya pendidikan kepada
seluruh rakyat Indonesia sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan.
Disebutkan secara tegas dalam UU tersebut bahwa pendidikan anak
usia dini adalah suatu pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan dengan cara
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
jasmani dan rohani agar anak mempunyai kesiapan untuk kejenjang
yang lebih lanjut. Saya memberikan stetmen dalam pendidikan
Rohani disini bisa juga pendidikan moral yang artinya moralitas
yang baik sesama manusia.
Contoh dari penerapan disiplin pada anak usia dini, misalnya:
ada seorang anak perempuan kecil berusia 4 tahun. Ia menangis
berguling-guling di lantai karena mengantuk dan meminta
meminum susu sambil teriak keras memanggil Ibunya. Dan ibunya
seolah-olah tidak menghiraukan tindakan anaknya itu. Karna Ibunya
telah memerintahkan anaknya sehabis bermain dan sebelum minum
susu cuci tangan terlebih dahulu, baru minum susu. Namun, anaknya
menginginkan Ibunya yang mencucikan tangannya” kamu sudah
bisa cuci tangan sendiri,” bentak Ibu. Anak itu semakin keras
menangisnya dan meronta, membuat keributan dalam rumah
tersebut. Sewaktu anak berteriak keras, ibu menariknya kekamar
mandi untuk diguyur hingga basah kuyup lalu anak itu ditinggal
ibunya untuk membereskan rumah. Dengan terseduh-seduh anak
tersebut melepaskan bajunya yang basah dan mengambil handuk,

562
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

mengeringkan badanya sendiri, kemudian dia naik keranjang dan


tertidur pulas. Pada waktu bangun ia berkata pada Ibunya,”Ibu, saya
mau minum susu!” jawab Ibu,” baik nak, sebelum minum susu,
makan dulu yah’ pasti kamu lapar. Ibu ambilkan makan dan
makanlah sambil melihat akuarium.”
Ternyata, dengan berlaku demikian, Ibu anak trsebut sedang
mengadakan percobaan mengajarkan disiplin kepada anaknya
menurut caranya sendiri. Apabila disekolah anak tersebut maunya
menang sendiri, bila berbaris tidak mau menuruti aturan, dia selalu
teriak minta paling depan, padahal harus bergantian dengan
temanya. Namun, guru dengan cara memberi aba-aba untuk balik
arah dengan sendirinya anak tersebut berada pada posisi paling
belakang.

B. Alat Penilaian Dalam Pengembangan Moral dan Disiplin Anak


Usia Dini
Penilaian adalah suatu usaha mengumpulkan dan menafsirkan
berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan,
menyeluruh tentang perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik
melalui pembelajaran. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui
perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik selama mengikuti
pembelajaran.
Sekolah juga mempunyai tanggung jawab menilai anak-anak
untuk mengidentifikasi masalah pembelajaran yang potensial dan
memberi tindakan penyembuhan yang sesuai bagi anak-anak yang
membutuhkannya. Diagnosis dan penyaringan untuk mengenali anak-
anak yang mungkin membutuhkan evaluasi dan campur tangan

563
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

pendidikan lebih lanjut yang dituntut oleh undang-undang federal,


merupakan langkah yang penting dalam merancang sebuah rencana
pendidikan Individual Educational Plan (IEP). Kemudian juga,
karena anak-anak bersekolah, maka penilaian dan evaluasi itu
sangatlah penting. Informasi yang diperoleh lewat penilaian memberi
tahu para guru mengenai daya guna kurikulum atau program. Dengan
informasi ini, para guru dan sekolah memperoleh pengertian lebih
baik mengenai apa dan bagaimana cara mereka merubah dan
memperbaiki program dan kurikulum guna meningkatkan
kegunaannya. Maka dari itu, hal ini membutuhkan alat penilaian
dalam pengembangan moral dan disiplin yang diantaranya:
1. Pengamatan
Setiap hari, para guru secara sepontan mengamati anak-anak,
berbicara dengan mereka, dan berpikir mendalam mengenai
pertumbuhan dan pembelajaran anak, bertanya kepada diri sendiri,
“apa yang dilakukan Sasha hari ini ?” atau berkata, “Asep sedang
membuat kemajuan yang baik di bidang belajar huruf-huruf. Ia
memperlihatkan bahwa ‘A’ pada namanya adalah huruf ‘A’yang
sama pada awal nama Alisa”.
2. Daftar Periksa dan Skala
Pemeringkatan Pengamatan yang lebih terstruktur dapat
dilakukan dengan menggunakan daftar ceklis dan skala-skala
tingkat. Para guru bisa merancang ini untuk maksud khusus,
seperti untuk menemukan keterampilan pemetaan mana yang
digunakan anak-anak secara spontan ketika mereka bermain,
bagaimana mereka menggunakan bahan- bahan matematika yang

564
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

diterapkan di bidang mengurus rumah tangga, atau keterampilan


sosial mana yang sedang berkembang.
3. Wawancara Terstruktur
Para guru bisa menggunakan jenis wawancara terstruktur yang
sama untuk memeriksa pemahaman anak tentang konsep,
kenyataan, perasaan mereka, atau situasi- situasi sosial.
Sebagaimana karya hidup Piaget didasarkan pada pengamatan
terhadap anak-anak. Pengamatan terhadap ketiga anaknya sendiri
menuntun dia ke pengembangan metode klinis, yang
menggabungkan pengamatan terhadap anak-anak dengan
mengajukan pertanyaan, memeriksa, dan mengamati kembali.
4. Standar dan Pembanding Kinerja
Untuk menilai apa yang telah dipelajari anak- anak, mereka
dapat diberi tugas khusus untuk dikerjakan. Tugas itu langsung
berhubungan dengan sasaran dan tujuan kurikulum dan program.
Misalnya, standar kesenian menyatakan bahwa anak- anak harus
mampu melakukan delapan gerak dasar: berjalan, berlari,
melompat-lompat dengan satu/dua kaki sekaligus, melompat dari
atas ke bawah, melompat cepat ke depan, berlari kencang
meluncur, dan melangkah cepat. Untuk menentukan apakah anak
itu telah mencapai standar ini, guru hendaknya meminta anak itu
memperlihatkan gerak-gerak itu.
5. Contoh Karya dan Portofolio
Portofolio adalah kumpulan karya anak- anak yang
menggambarkan usaha, kemajuan, dan prestasi mereka, dan
berpotensi menyediakan dokumentasi kaya bagi setiap
pengalaman anak selama setahun. Jika portofolio itu harus dipakai

565
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

sebagai alat untuk menilai, mak pembuatan portofolio itu


dianjurkan menggunakan pendekatan yang relatif terstruktur.
Penilaian portofolio, yang telah dibuat untuk memprediksi secara
tepat kinerja anak-anak dalam melaksanakan tes yang dibakukan
dan seluruh kinerja di sekolah, sangat dihargai oleh para guru,
orang tua dan anak-anak.
6. Evaluasi Diri
Anak-anak yang tahu diri sendiri mengetahui apa yang mereka
lakukan dengan baik dan apa yang perlu mereka pelajari, memiliki
identitas diri yang kuat, dan bisa mengendalikan perilaku dan
pembelajarannya. Melibatkan anak-anak ke dalam evaluasi diri
mereka sendiri merupakan salah satu cara membina perasaan
tentang ketepat gunaan atau pengendalian.
7. Tes Standar
Anak-anak usia tiga, empat, dan lima tahun boleh diberi
beberapa jenis tes standar yang berbeda, yang mencakup:
a. Tes kesiapan belajar
Tes kesiapan belajar disusun agar mampu menilai kemampuan
anak-anak memanfaatkan pelajaran berikutnya.
b. Tes kemajuan belajar
Tes kemajuan belajar dirancang untuk menilai apa yang sudah
diajarkan kepada anak atau sudah dipelajari dalam suatu bidang
pengajaran, atau sekurang-kurangnya menentukan sampel
mengenai apa yang dapat dibuat anak pada saat itu.

c. Tes saringan dan diagnostik


Menurut undang- undang, sekolah bertanggung jawab
mengidentifikasi potensi masalah pembelajaran dan

566
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

menyediakan tindakan penyembuhan bagi anak-anak yang


dalam bahaya. Diagnosis dan penyaringan terdiri dari prosedur
penilaian singkatyang dirancang untuk mengidentifikasi anak-
anak yang mungkin memerlukan evaluasi dan campur tangan
pendidikan lebih lanjut.
d. Tes kecerdasan
Secara khusus, tes ini mengukur kecerdasan abstrak-
kemampuan serta melihat hubungan- hubungan, membuat
generalisasi, dan menghubungkan dan mengorganisasikan
gagasan yang disampaikan dalam bentuk lambang.

C. Fungsi dan Prinsip Penilaian Pengembangan Moral Anak Usia


Dini
Fungsi penilaian adalah sebagai berikut:
1. Memberikan umpan balik kepada guru untuk menyempurnakan
pembelajaran.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk membimbing
perkembangan moral anak didik sehingga dapat berkembang
secara optimal.
3. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan kegiatan
bimbingan terhadap anak didik yang memerlukan perhatian
khusus.
4. Memberikan informasi kepada orang tua tentang perkembangan
yang telah dicapai oleh anak didik sebagai bentuk
pertanggungjawaban.
5. Sebagai informasi bagi orang tua untuk menyesuaikan pendidikan
keluarga dengan proses pembelajaran di PAUD .

567
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

6. Sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak dalam rangka


pembinaan selanjutnya terhadap anak didik.

D. Prinsip-prinsip Penilaian
1. Terencana
Penilaian dilakukan secara terencana sesuai dengan aspek
perkembangan moral yang dinilai.
2. Sistematis
Penilaian dilakukan secara teratur dan terprogram.
3. Berkesinambungan
Penilaian dilakukan secara bertahap dan terus menerus untuk
memperoleh gambaran tentang perkembangan anak didik.
4. Obyektif
Penilaian dilaksanakan terhadap semua aspek perkembangan moral
dan agama sebagaimana adanya.
5. Mendidik
Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi
dan mengembangkan moral anak didik secara optimal.
6. Kebermaknaan
Hasil penilaian harus mempunyai arti dan bermanfaat bagi guru,
orang tua, anak didik dan pihak lain.

568
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

PENUTUP
A. Simpulan
Membicarakan mengenai anak usia dini maka ada banyak hal
yang bisa kita bahas. Dimana anak usia dini meliputi dari 0 sampai 6
tahun. Anak juga memiliki karakteristik ataupun pola yang
berkembang dan juga berbeda, selain perkembangannya yang berbeda
sesuai dengan Perkembangan Psikologi Anak ada juga yang
dipengaruhi oleh lingkungan atau biasa disebut sebagai faktor
eksternal.
Setiap anak tentu memiliki karaktersitik serta pola yang
beragam. Perkembangan anak usia dini banyak melalui beberapa
tahapan. Nah perhatian kita tentu bukan hanya pada sisi yang
menyenangkan saja. Anak juga harus diajarkan sesuatu yang jelas
seperti hal yang salah dan hal yang benar. Sehingga, anak tidak
sembarangan mendapatkan pendidikan. Cara Kerja Psikologi
Pendidikan mungkin jelas, namun bagaimana dengan non pendidikan
? salah satunya disiplin. Penerapan disiplin nyatanya sangat bagus
untuk kehidupan anak usia dini, bagaimana ?
B. b. Saran
Penanaman Disiplin Pada Anak Usia Dini baik itu anak, siswa,
orang tua ataupun guru. Dalam menerapkan disiplin yang paling
penting adalah tidak adanya sikap permusuhan, yang ada hanyalah
keinginan untuk membentuk menjadi anak yang berguna dan baik.
ada beberapa tipe-tipe disiplin yaitu: disiplin otoriter, disiplin
permisif, serta disipin demokratis

569
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Maryati,S.Pd NIM : 4103810318017

DAFTAR PUSTAKA

Brewer, Jo Ann. Introduction to Early Childhood Education. United


states: Pearson, 2007.
Efendi, Mohammad. Pembinaan Disiplin Anak Tanpa Hukuman.
Jakarta: Fasilitator Edisi I, 2006.
Hurlock, Elizabeth B.. Perkembangan Anak .Jakarta: Erlangga,1999.
Kostelnik, Marjorie J. dan kawan-kawan. Developmentally Appropriate
Curriculum. Ohio: Pearson. 2007.
Sujiono, Bambang dan Yuliani Nurani Sujiono. Mencerdaskan Perilaku
Anak Usia Dini. Jakarta; Elex Media Komputindo. 2005.

570
Moral Dan Disiplin Anak Usia Dini
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

PENGARUH KECERDASAN EMOSIONAL DAN


KEPERCAYAAN DIRI TERHADAP PRESTASI ANAK

ARINA ULFAH ABDULLAH


NIM : 4103810318027

MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

ABSTRAK
Pendidikan merupakan sarana utama dalam membentuk dan
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu
indikator tercapainya tujuan pembelajaran dapat diketahui dengan
melihat prestasi yang diraih oleh siswa. Nilai-nilai yang didapat
merupakan hasil dari mereka belajar dan sejauh mana mereka
memahami, menguasai dan mengaplikasikannya dalam ujian yang
diberikan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan. Hasil belajar
merupakan hasil yang dicapai siswa ketika mengikuti dan mengerjakan
tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah . Kemampuan berprestasi
atau unjuk hasil belajar merupakan puncak dalam proses belajar .
Prestasi belajar memiliki posisi strategis yang diharapkan terus
meningkat untuk memperlihatkan bahwa pemahaman siswa semakin
baik. Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain. Faktor yang mempengaruhi tingkat
prestasi belajar selain faktor kecerdasan emosional, salah satunya yaitu
faktor kepercayaan diri. Kepercayaan diri atau keyakinan diri diartikan
sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.

Kata kunci: Kecerdasan Emosional, kepercayaan diri, prestasi anak.

571
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sarana utama dalam membentuk dan
menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik melalui
pendidikan informal maupun pendidikan formal. Pendidikan sebagai
sistem terdiri dari tiga komponen, yaitu masukan (input), proses
(process), dan keluaran (output). Pendidikan mengemban tugas untuk
menghasilkan generasi yang baik, manusia-manusia yang lebih
berkebudayaan, manusia sebagai individu yang memiliki kepribadian
yang lebih baik (Munib dkk, 2006:29). Pendidikan informal dapat
dilakukan di rumah atau di tempat kursus, seperti kursus piano, sempoa,
dan keterampilan-keterampilan lain. Pendidikan formal sendiri
dilakukan di sekolah dengan mengikuti berbagai mata pelajaran yang
telah ditentukan lebih dulu oleh pihak sekolah.
Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak (Ahmad dan Uhbiyanti,
2003:193). Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal dituntut untuk
memberikan kualitas atau mutu dalam proses dan output yang
dihasilkan. Salah satu indikator tercapainya tujuan pembelajaran dapat
diketahui dengan melihat tinggi rendahnya prestasi yang diraih oleh
siswa. Prestasi belajar merupakan pencerminan hasil belajar yang
dicapai setelah mengikuti proses belajar mengajar (Tu’u, 2004:76).
Kemampuan, pemahaman, dan kualitas siswa dapat diketahui lewat
prestasi belajar yang dimilikinya. Tinggi rendahnya prestasi belajar
siswa akan mempengaruhi juga jalan untuk meniti masa depannya, Nilai-
nilai yang didapat merupakan hasil dari mereka belajar dan sejauh mana
mereka memahami, menguasai dan mengaplikasikannya dalam ujian
yang diberikan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.

572
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa ketika mengikuti


dan mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah (Tu’u,
2004:75). Oleh karena itu, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil
belajar merupakan puncak dalam proses belajar (Dimyati dan Mudjiono,
2006:243). Prestasi itu sendiri dipengaruhi oleh dua faktor, meliputi
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang
ada dalam diri individu meliputi kesehatan, kecerdasan atau intelegensi,
cara belajar, bakat, minat dan motivasi, sedangkan faktor eksternal
adalah faktor yang berasal dari luar diri individu meliputi disiplin belajar,
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat
(Slameto, 2003:54). Prestasi belajar memiliki posisi strategis yang
diharapkan terus meningkat untuk memperlihatkan bahwa pemahaman
siswa semakin baik. Tidak semua siswa mampu memaksimalkan
kecerdasan emosionalnya sehingga dalam pembelajaran di kelas sering
terdapat siswa yang kurang mampu mengelola emosinya dan tidak dapat
memotivasi dirinya sendiri sehingga tidak fokus dan cenderung pasif
dalam pembelajaran yang berdampak kepada proses mentransfer ilmu
sehingga ilmu tidak dapat diserap oleh siswa secara maksimal dan
prestasi belajar juga kurang optimal.
Suryabrata dalam Wahyuningsih (2004:13) menjelaskan bahwa
kecerdasan merupakan faktor internal / psikologis yang mempengaruhi
belajar dan prestasi belajar. Kecerdasan merupakan kemampuan untuk
memecahkan masalah atau membuat produk yang dihargai di lingkungan
kebudayaan (Anni, 2006:17). Kecerdasan emosional secara umum
dibagi atas Intelegence Quotient (IQ), Emotional Quotient (EQ) dan
Spiritual Quotient (SQ). Ketiga kecerdasan tersebut saling berkaitan satu
dengan yang lainnya, tetapi dalam penelitian ini kecerdasan yang dipakai

573
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

adalah Emotional Quotienal (kecerdasan emosional) saja. Kecerdasan


emosional merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri
dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan
kemampuan mengelola emosi pada diri sendiri dan dalam hubungan
dengan orang lain (Goleman, 2003:512). Kecerdasan emosional terdiri
dari lima komponen yaitu pengenalan diri, pengendalian diri, motivasi,
empati dan keterampilan sosial. Apabila seseorang pandai menyesuaikan
diri dengan suasana baru yang asing untuk dirinya, maka orang tersebut
memiliki tingkat kecerdasan emosional yang tinggi, sehingga orang
tersebut akan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitar serta
pergaulannya. Menyesuaikan diri yang dimaksud yaitu dapat beradaptasi
dan menyaring pergaulan yang bagus dengan yang seharusnya tidak
diikuti.
Faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi belajar selain faktor
kecerdasan emosional, salah satunya yaitu faktor kepercayaan diri.
Kepercayaan diri atau keyakinan diri diartikan sebagai sikap positif
seorang individu yang memampukan dirinya untuk mengembangkan
penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan
atau situasi yang dihadapinya (Rini dalam Maslahah, 2007:9). Ahli ilmu
jiwa yang terkenal Alfred Adler mencurahkan hidupnya pada
penyelidikan rasa rendah diri. Dia mengatakan kebutuhan manusia yang
paling penting adalah kebutuhan akan kepercayaan diri dan rasa
superioritas (Lauster, 2003:13).

574
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

B. LANDASAN TEORI
A.Tinjauan tentang Belajar
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku
manusia dan ia mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan.
Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan,
sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi manusia
(Anni, 2007:2). Slavin dalam Anni (2007:2) menyatakan bahwa belajar
merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman.
Belajar dapat dilihat dari perubahan perilaku manusia dari yang semula
tidak bisa menjadi bisa, yang semula tidak paham menjadi paham.
Hintzman dalam Rifki (2008:29) menjelaskan bahwa belajar adalah
suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan,
disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku
organisme tersebut. Seseorang memahami bahwa belajar itu penting bagi
proses psikologis apabila seseorang tersebut menguasai prinsip-prinsip
belajar. Konsep tentang belajar mengandung tiga unsur utama, yaitu
(Anni, 2007:3):
1. Belajar berkaitan dengan perubahan tingkah laku.
2. Perubahan perilaku itu terjadi karena didahului oleh proses
pengalaman.
3. Perubahan perilaku karena belajar bersifat relatif permanen.

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar


Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar digolongkan menjadi
dua golongan, yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Faktor intern meliputi faktor jasmani (kesehatan, cacat

575
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

tubuh); faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,


kematangan, dan kesiapan); dan faktor kelelahan (kelelahan jasmani
dan kelelahan rohani).
2. Faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern
meliputi faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar
anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga,
pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan); faktor sekolah
(metode belajar, kurikulum, relasi siswa dengan siswa, relasi guru
dengan siswa, disiplin sekolah, dan lain-lain); faktor masyarakat
(kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,
bentuk kegiatan masyarakat) (Muhibbin Syah dalam Utami, 2011).

C. Prestasi Belajar
Pengertian Prestasi Belajar Nasution (1996) berpendapat bahwa
prestasi belajar merupakan kesempurnaan seorang peserta didik dalam
berpikir, merasa dan berbuat. Menurut Nasution, prestasi belajar seorang
peserta didik dikatakan sempurna jika memenuhi tiga aspek, yaitu: 1.
Aspek kognitif Aspek kognitif adalah aspek yang berkaitan dengan
kegiatan berpikir. Aspek ini sangat berkaitan erat dengan tingkat
intelegensi (IQ) atau kemampuan berpikir peserta didik. Aspek inilah
yang sejak dahulu selalu menjadi perhatian utama dalam pendidikan
formal. 2. Aspek afektif Aspek afektif adalah aspek yang berkaitan
dengan nilai dan sikap. Penilaian pada aspek ini dapat terlihat pada
kedisiplinan, sikap hormat terhadap guru, kepatuhan dan lain
sebagainya. Aspek afektif berkaitan erat dengan kecerdasan emosional
(EQ) peserta didik. 3. Aspek psikomotorik Aspek psikomotorik menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah segala sesuatu yang berkaitan

576
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

dengan kemampuan gerak fisik yang mempengaruhi sikap mental. Jadi


sederhananya aspek ini menunjukkan kemampuan atau keterampilan
(skill) peserta didik setelah menerima sebuah pengetahuan. Prestasi
belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes prestasi
belajar. Menurut Azwar dalam Wahyuningsih (2004) mengemukakan
tentang tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap
keberhasilan seseorang dalam belajar. Tes merupakan ujian tertulis, lisan
atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat dan
kepribadian seseorang.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar


Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak sekali faktor yang
perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa
yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan
yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan
prestasi, tapi dalam kenyataannya prestasi yang dihasilkan di bawah
kemampuannya. Untuk meraih prestasi belajar yang baik banyak sekali
faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Menurut Suryabrata dalam
Wahyuningsih (2004:13) secara garis besar faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi
dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal: 1. Faktor internal
Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua
kelompok, yaitu : 1) Faktor fisiologis Dalam hal ini, faktor fisiologis
yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan
pancaindera. 2) Faktor psikologis Ada banyak faktor psikologis yang

577
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah: a)


Intelegensi b) Sikap c) Motivasi
2. Faktor eksternal Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada
hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang
akan diraih, antara lain adalah : 1) Faktor lingkungan keluarga a) Sosial
ekonomi keluarga b) Pendidikan orang tua c) Perhatian orang tua dan
suasana hubungan antara anggota keluarga 2) Faktor lingkungan sekolah
a) Sarana dan prasarana b) Kompetensi guru dan siswa c) Kurikulum dan
metode mengajar 3) Faktor lingkungan masyarakat a) Sosial budaya, b)
Partisipasi terhadap pendidikan Studi oleh Crow dan Crow (1973) dalam
Yulianto, dkk. (2006) mengatakan bahwa proses meraih prestasi
dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu: 1. Faktor aktivitas, yaitu faktor yang
memberikan dorongan kepada individu untuk belajar, faktor ini
merupakan faktor psikologi.

E. Pengertian Kecerdasan Emosional


Konsep ini muncul dari beberapa pengalaman, bahwa kecerdasan
intelektual yang tinggi saja tidak cukup untuk menghantarkan orang
menuju sukses. Menurut Goleman dalam Sukmadinata (2005)
pengembangan kecerdasan emosional, orang-orang sukses selain
memiliki kecerdasan intelektual yang tinggi tetapi juga memiliki
stabilitas emosi, motivasi kerja yang tinggi, mampu mengendalikan
stress, tidak mudah putus asa, dan lainlain. Pengalaman-pengalaman
demikian memperkuat keyakinan bahwa di samping kecerdasan
intelektual juga ada kecerdasan emosional. Orang yang memiliki
kecerdasan emosional yang tinggi adalah mereka yang mampu
mengendalikan diri (mengendalikan gejolak emosi), memelihara dan

578
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

memacu motivasi untuk terus berupaya dan tidak mudah menyerah atau
putus asa, mampu mengendalikan dan mengatasi stress, mampu
menerima kenyataan. Sekolah merupakan salah satu tempat dimana
seorang anak dapat berinteraksi dan mengembangkan keterampilannya,
karena tidak dapat dipungkiri jaman sekarang pendidikan merupakan
suatu kebutuhan pokok maka tiap anak akan membutuhkan peran
sekolah.
Dalam pengembangan kecerdasan emosional anak didik, sekolah
berperan dalam memberi motivasi, membentuk kepercayaan diri anak,
dan mengembangkan minat anak. Goleman dalam Wahyuningsih
(2004:27) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan
seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage
our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotional and its expression)
melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri, motivasi diri,
empati dan keterampilan sosial. Menurut Goleman dalam Mar’at
(2009:172), bahwa dalam penelitian di bidang psikologi anak telah
dibuktikan bahwa anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi yang
tinggi akan lebih percaya diri, lebih bahagia, populer, dan sukses di
sekolah. Mereka lebih mampu menguasai emosinya, dapat menjalin
hubungan yang baik dengan orang lain, mampu mengelola stress dan
memiliki kesehatan mental yang baik. Anak dengan kecerdasan emosi
yang tinggi dipandang oleh gurunya di sekolah sebagai murid yang tekun
dan disukai oleh teman-temannya.

579
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

F. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional


Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional menurut
Goleman ada dua faktor antara lain: 1. Faktor Internal. Faktor internal
adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan
emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani
dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan
individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat
dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi
psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan
berfikir dan motivasi. 2. Faktor Eksternal. Faktor ekstemal adalah
stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor
eksternal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang
dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2)
Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosional. Objek lingkungan yang melatarbelakangi
merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan (Goleman dalam
Utami, 2011). Komponen Kecerdasan Emosional Lima dimensi atau
komponen kecerdasan emosional (EQ) menurut Goleman dalam Mar’at
(2009 :170) yaitu:
1.Mengenali emosi
Mengenali emosi diri yaitu mengetahui apa yang dirasakan
seseorang pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu
pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolok ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. Semakin tinggi
kesadaran diri, semakin pandai dalam menangani perilaku negatif diri
sendiri (Mar’at, 2009:170-171). 2. Mengelola emosi

580
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

Menjaga emosi sangat diperlukan untuk menjaga kesejahteraan


emosi. Emosi yang berlebihan dan meningkat dengan drastis dapat
mengganggu dan berakibat negatif terhadap kestabilan emosional
seseorang. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional tidak akan
dengan mudah larut kedalam perasaan. Ketika kebahagiaan datang,
mereka tidak akan mengungkapkan dengan berlebihan, begitu juga
kesedihan datang, mereka dapat meredam dan tidak ikut larut dalam
kesedihan tersebut.
3. Motivasi diri
Motivasi merupakan salah satu hak yang penting dalam kehidupan
manusia, begitu juga dengan pendidik yang berkeinginan untuk dapat
memunculkan motivasi pada diri siswa. Peserta didik dengan tingkat
kecerdasan tinggi tetapi kurang mendapat motivasi, juga akan
berpengaruh terhadap prestasi yang kurang maksimal. Prestasi akan baik
jika diikuti dengan motivasi yang kuat pula.
4. Mengenali emosi orang lain
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga
empati. Kemampuan mengenali emosi orang lain (empati) adalah
merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif
mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri
dengan bermacam-macam orang. Ciri-ciri empati ( Mustaqim, 2001:156)
adalah sebagai berikut: a. Ikut merasakan, yaitu kemampuan untuk
mengetahui bagaimana perasaan orang lain. b. Dibangun berdasarkan
kesadaran sendiri, semakin kita mengetahui emosi diri sendiri maka
semakin terampil kita membaca emosi orang lain. c. Peka terhadap
bahasa isyarat, karena emosi lebih sering diungkapkan melalui bahasa
isyarat. d. Mengambil pesan yaitu adanya perilaku content. e. Kontrol

581
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

emosi yaitu menyadari dirinya sendiri berempati sehingga tidak larut.


Uraian di atas menerangkan bahwa seseorang yang mempunyai
kemampuan empati tinggi mampu lebih dapat marasakan dam
memahami perasaan orang lain, mampu menumbuhkan hubungan saling
percaya dan menyesuaikan diri dengan orang lain. 5. Membina hubungan
Dalam rangka membangun hubungan sosial yang harmonis, maka harus
memperhatikan identitas diri dan kemampuan berkomunikasi.

G. Kepercayaan Diri
Pengertian Percaya Diri Percaya diri berasal dari bahasa Inggris
yaitu self confidence yang artinya percaya pada kemampuan, kekuatan
dan penilaian diri sendiri. Jadi dapat dikatakan bahwa penilaian tentang
diri sendiri adalah berupa penilaian yang positif. Penilaian positif inilah
yang nanti akan menimbulkan sebuah motivasi dalam diri individu untuk
lebih mau menghargai dirinya. Rasa percaya diri adalah suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan
keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk dapat mencapai
berbagai tujuan di dalam hidupnya (Thursan, 2002:6). Rasa percaya diri
adalah dimensi evaluatif yang menyeluruh dari diri sendiri, dimana
remaja dapat mengerti bahwa siswa tidak hanya seseorang, tapi ia juga
seseorang yang baik (Santrock, 2003:336). Kepercayaan diri adalah
keyakinan akan kekuatan, keterampilan dan kemampuan untuk
menghasilkan sesuatu. Kepercayaan tersebut timbul karena adanya
pengakuan dari seseorang yang menganggap dirinya sebagai manusia.
Kepercayaan diri timbul karena adanya pengakuan terhadap
kelebihankelebihan yang dimilikinya sehingga dapat membuat orang
tersebut mampu untuk mencapai tujuan dalam hidupnya. Menurut

582
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

Santrock (2003:338) rasa percaya diri memiliki beberapa indikator


perilaku yang terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Indikator positif a.
Mengarahkan atau memerintah orang lain. b. Menggunakan kualitas
suara yang disesuaikan dengan situasi. c. Mengekspresikan pendapat. d.
Duduk dengan orang lain dalam aktivitas sosial. e. Bekerja secara
kooperatif dalam kelompok. f. Memandang lawan bicara ketika
mengajak atau diajak bicara. g. Menjaga kontak mata selama
pembicaraan berlangsung. h. Memulai kontak ramah dengan orang lain.
i. Menjaga jarak yang sesuai antar diri dan orang lain. j. Berbicara
dengan lancar, hanya mengalami sedikit keraguan. 2. Indikator negatif a.
Merendahkan orang lain dengan cara menggoda, memberi nama
panggilan dan menggosip. b. Menggerakkan tubuh secara dramatis atau
tidak sesuai konteks. c. Melakukan sentuhan yang tidak sesuai atau
menghindari kontak fisik. d. Memberikan alasan-alasan ketika gagal
melakukan sesuatu. e. Melihat sekeliling untuk memonitor orang lain
Karakteristik Percaya Diri Lindenfield dalam Rifki (2008: 15)
menjelaskan bahwa ada dua jenis rasa percaya diri yaitu percaya diri
lahir dan percaya diri batin.
1. Percaya Diri Lahir
Percaya diri lahir adalah percaya diri yang memberi kepada kita
perasaan dan anggapan bahwa kita dalam keadaan baik. Jenis percaya
diri lahir memungkinkan individu untuk tampil dan berperilaku dengan
cara menunjukkan kepada dunia luar bahwa kita yakin akan diri kita.
Lindenfield mengemukakan empat ciri utama seseorang yang memiliki
percaya diri batin yang sehat, yaitu: a. Cinta diri Orang yang cinta diri,
mencintai dan menghargai diri sendiri dan orang lain. Mereka akan
berusaha memenuhi kebutuhan secara wajar dan selalu menjaga

583
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

kesehatan diri. Mereka juga ahli dalam bidang tertentu sehingga


kelebihan yang demikian bisa dibanggakan, hal ini yang menyebabkan
individu tersebut menjadi percaya diri. b. Pemahaman diri Orang yang
percaya diri batin sangat sadar diri. Mereka selalu introspeksi diri agar
setiap tindakan yang dilakukan tidak merugikan orang lain. c. Tujuan
yang positif Orang yang percaya diri selalu tahu tujuan hidupnya. Ini
disebabkan karena mereka punya alasan dan pemikiran yang jelas dari
tindakan yang mereka lakukan serta hasil apa yang bisa mereka
dapatkan. d. Pemikiran yang positif Orang yang percaya diri biasanya
merupakan teman yang menyenangkan. Salah satu penyebabnya karena
mereka terbiasa 25 25 melihat kehidupan dari sisi yang cerah dan mereka
mengharap serta mencari pengalaman dan hasil yang bagus.
2. Percaya Diri Batin
Percaya diri batin membuat individu harus bisa memberikan
kesan pada dunia luar bahwa ia yakin akan dirinya sendiri (percaya diri
lahir), melalui pengembangan keterampilan dalam empat bidang sebagai
berikut: a. Komunikasi Keterampilan komunikasi menjadi dasar yang
baik bagi pembentukan sikap percaya diri. Menghargai pembicaraan
orang lain, berani berbicara di depan umum, tahu kapan harus berganti
topik pembicaraan, dan mahir dalam berdiskusi adalah bagian dari
keterampilan komunikasi yang bisa di lakukan jika individu tersebut
memiliki rasa percaya diri. b. Ketegasan Sikap tegas dalam melakukan
suatu tindakan juga diperlukan, agar kita terbiasa untuk menyampaikan
aspirasi dan keinginan serta membela hak kita, dan menghindari
terbentuknya perilaku agresif dan negatif dalam diri. c. Penampilan diri
Seorang individu yang percaya diri selalu memperhatikan penampilan

584
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

dirinya, baik dari gaya pakaian, aksesoris dan gaya hidupnya tanpa
terbatas pada keinginan untuk selalu menyenangkan orang lain.

H. Proses Terbentuknya Percaya Diri


Percaya diri tidak dapat muncul begitu saja pada diri seseorang,
tetapi ada proses yang membuat percaya diri tersebut muncul. Percaya
diri yang kuat oleh Thursan (2002:6) melalui proses berikut ini: 1.
Terbentuknya kepribadian yang baik sesuai dengan proses
perkembangan yang melahirkan kelebihan-kelebihan tertentu. 2.
Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya
dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat segala sesuatu dengan
memanfaatkan kelebihannya. 3. Pemahaman reaksi positif seseorang
terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak
menimbulkan rasa rendah diri. 4. Pengalaman di dalam menjalani
berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang
ada pada dirinya. 5. Kekurangan pada salah satu proses tersebut,
kemungkinan besar akan mengakibatkan seseorang akan mengalami
hambatan untuk memperoleh rasa percaya diri. Lingkungan yang paling
berperan untuk mengembangkan rasa percaya diri selain lingkungan
keluarga adalah lingkungan sekolah. Lewat sekolah, rasa percaya diri
siswa dapat dibangun dengan cara bergaul dengan teman dan seluruh
warga sekolah ketika berada di luar kelas.
Di dalam kelas, siswa berinteraksi dengan cara tanya jawab
dengan gurunya, siswa berdiskusi dengan siswa yang lain dalam rangka
membahas materi pelajaran. Jika situasi ini sering dilakukan di kelas dan
terkondisi dengan baik, seperti semua siswa terlibat dalam tanya jawab

585
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

dan diskusi maka rasa percaya diri siswa dapat terbentuk. Siswa juga
dapat aktif ikut serta dalam kegiatan ekstrakulikuler
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri menurut
Santrock (2003: 339) adalah: 1. Mengidentifikasi penyebab dari
rendahnya rasa percaya diri Mengidentifikasi penyebab rendahnya rasa
percaya diri merupakan langkah yang penting untuk memperbaiki
tingkat rasa percaya diri. Remaja memiliki tingkat percaya diri paling
tinggi ketika mereka mencapai sesuatu hal yang mereka anggap penting
dan mampu menunjukkannya kepada orang lain. Maka dari itu remaja
harus didukung untuk mengidentifikasikan dan menghargai
kompetensikompetensi mereka. 2. Dukungan emosional dan penerimaan
sosial Dukungan emosional dan penerimaan sosial dari orang lain juga
merupakan pengaruh yang penting bagi percaya diri remaja. Beberapa
remaja dengan rasa percaya diri yang rendah memiliki keluarga yang
bermasalah atau kondisi dimana mereka mengalami penganiayaan atau
tidak mendapat perhatian dan kurang mendapat dukungan. 3. Prestasi
Prestasi juga mempengaruhi tingkat percaya diri seseorang. Remaja yang
dapat mencapai prestasi baik akademik atau ketrampilan tentu tingkat
percaya dirinya juga tinggi.

586
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

SIMPULAN

Nilai-nilai yang didapat merupakan hasil dari mereka belajar dan


sejauh mana mereka memahami, menguasai dan mengaplikasikannya
dalam ujian yang diberikan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa ketika mengikuti dan
mengerjakan tugas dan kegiatan pembelajaran di sekolah . Kemampuan
berprestasi atau unjuk hasil belajar merupakan puncak dalam proses
belajar . Prestasi belajar memiliki posisi strategis yang diharapkan terus
meningkat untuk memperlihatkan bahwa pemahaman siswa semakin
baik. Kecerdasan emosional merujuk kepada kemampuan mengenali
perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain. Faktor yang mempengaruhi tingkat
prestasi belajar selain faktor kecerdasan emosional, salah satunya yaitu
faktor kepercayaan diri. Kepercayaan diri atau keyakinan diri diartikan
sebagai sikap positif seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.

587
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
Arina ulfah abdullah NIM : 4103810318027

DAFTAR PUSTAKA

Anni, Catharina Tri. 2007. Psikologi Belajar. Semarang: UNNES Press.


Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta. Azwar, Saifuddin. 2010. Penyusunan Skala Psikologi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bahtiar. 2009. Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi
Belajar Siswa Kelas II SMA Negeri 2 Mataram. Dalam Jurnal Pemikiran
Alternatif Kependidikan, Vol.14 No. 2. Hal 254-268 Purwokerto:
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
Dimyati dan Mudjiono, 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka
Cipta.

588
Pengaruh Kecerdasan Emosional Dan Kepercayaan Diri Terhadap Prestasi Anak
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

PENGUATAN LITERASI DALAM KONTEKS ERA


GLOBALISASI
ASEP JAYA SUKMANA
NIM : 4103810312135
MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA BANDUNG

Abstrak
Globalisasi telah menciptakan dunia yang semakin terbuka dan
saling ketergantungan antar negara dan antarbangsa. Negara-negara
dan bangsa. Negara-negara dan bangsa-bangsa didunia kini bukan saja
saling terbuka terhadap satu sama lain, tetapi juga saling keter-
gantungan satu sama lain, kalaupun saling ketergantungan (Iinter-
depedency) itu senantiasa bersifat asimetris, artinya satu negara lebih
tergantung pada negara lain daripada sebaliknya. Karena saling
ketergantungan dan saling keterbukaan ini, semua negara pada
prinsipnya akan terbuka terhadap pengaruh globalisasi.
Di era globalisasi ini, media muncul sebagai sentra pendidikan ke
empat dalam ruang pendidikan Secara keseluruhan, yang sebelum nya
hanya di isi oleh sentra keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tantangan
yang muncul bersumber dari dominasi media masa dalam kehidupan
Publik, yang ketika posisi nya bergeser menggantikan peran sentra
pendidikan lainya, disinyalir telah menyajikan kurikulum bersembunyi -
the hidden curriculum- lewat kandungan isi nya yang tidak mencer-
daskan khalayak. Tantangan ini dapat di atasi lewat gerakan media
literacy- sebuah konsep keberaksaraan (literacy) yang di terapkan pada
media masa. Melalui gerakan ini, masyarakat diajak untuk memahami
bahwa media masa sesungguh nya tidak lah netral, melainkan ajang
kontestasi pelbagai kepentingan sosial ekonomi politik.
Lewat upaya penyadaran semacam ini, gerakan media literacy
berkehendak mendidik masyarakat guna memanfaatkan informasi dan
kandungan media lainnya sesuai dengan keperluannya. Lebih jauh lagi,
gerakan ini bermaksud mendidik masyarakat agar mampu bersikap kritis
dan bijak dalam menghadapi banjir informasi dan upaya media masa
mendominasi kehidupan masyarakat sehari hari.

Kata Kunci : Media Literacy, Pendidikan

589
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

1. Pendahuluan
Tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan di tengah situasi
semacam ini persisnya dapat di deskripsikan sebagai berikut. Pendidikan
merupakan institusi yang menyelenggarakannya umumnya dilaksakan
oleh pranata pranata pendidikan seperti: Sekolah, lembaga adat, dan
lembaga agama, sesuai dengan salah satu fungsi pendidikan, yaitu
meningkatkan kualitas kemanusiaan siswa didik melalui sosialisasi
pengetahuan dan nilai nilai (Cultural Maintenance). Albert Bandura
melalui teori social Learning yang popular pada decade 1960an
memperlihatkan bahwa seiring dengan maraknya media masa, maka
lembaga tersebut (Media Masa) menjadi alternatif media belajar Baru bagi
masyarakat. Kenyataan ini kian mengkuat ketika kehadiran media masa
semakin mendominasi kehidupan masyarakat. Di Amerika Serikat, fakta
memperlihatkan bahwa rata rata orang dewasa menghabiskan waktu
selama 4 jam di depan layar televisi. 4 jam bukan waktu yang sedikit bila
dibandingkan dengan waktu yang dihabiskan oleh bekerja (6-8 jam),
Tidur (4-6 jam),dan menjalanklan fungsi sosial maupun individual
lainnya (Zilman,2002). Data lembaga riset pemasaran MARS tahun 2000
memperlihatkan,Rata rata waktu yang dihabiskan oleh penduduk dewasa
indonesia di depan televisi juga berkisar 4 jam sehari.Jumlah yang
dihabiskan anak anak diperkirakan lebih banyak lagi,Mengingat “anak
anak pada masyarakat modern meluangkan jauh lebih banyak waktu di
depan televisi, play station,internet,atau online game di banding dengan
orangtua nya” (Lie,2004).
Inilah bentuk tantangan yang di hadapi dunia pendidikan Indonesia
dari sektor media. Idealisme yang menawarkan nilai nilai kultur
dihadapkan pada saluran lain yang menawarkan ragam lain, sayang nya,
Menyimpang jauh dari idealism keluhuran budi pekerti dan intelektual.
Media masa menawarkan hidden curriculum dengan agenda ekonomi

590
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

politik penguasaan kesadaran dan tingkat konsumsi tinggi. Sialnya di


tengah ruang yang bebas di isi oleh siapa saja dalam sistem yang
demokratis, media masa malah mendominasi ruang dan waktu kita.
Maka pertanyaannya adalah, bagaimana hendaknya dunia pen-
didikan mengantisipasi atau mengatsi tantangan yang bersumber dari
dominasi media masa dalam kehidupan masyarakat saat ini? solusi apa
yang bias di ajukan untuk ‘menyelamatkan’ dunia pendidikan dari
fenomena meraknya media masa yang mendominasi kehidupan
masyarakat? Memusuhi media masa berkompromi dengan media masa,
menafikan dan menyingkirkan media masa atau adakah alternatif lain
yang lebih reasonable? karya tulis ini mencoba untuk menulusuri
permasalahan yang terjadi, serta mencari jalan keluar Yang bisa di
manfaatkan bersama guna meningkatkan kinerja pendidikan untuk
pemberdayaan dan meningkatkan kualitas bangsa melalui konsep media
literacy sebuah konsep’melek media’yang di upayakan menjadi agenda
nasional sehingga memungkinkan untuk di integrasikan dalam kehidupan
masyarakat,termasuk dalam kurikulum pendidikan nasioanal.

1.1 Perumusan Masalah


Bertitik tolak dari permasalahan dan latare belakang di atas, maka
masalah di rumuskan sebagai berikut: “bagaimana dunia pendidikan
mengantisipasi atau mengatasi tantangan yang bersumber dari dominasi
media masa dalam kehidupan masyarakat saat ini? solusi apa yang bisa
diajukan untuk ‘menyelamatkan’dunia pendidikan dari domains media
masa dalam kehidupan masyarakat?”.

1.2 Identifikasi Masalah


1. Mengidentifikasi permasalahan yang melibatkan dunia pendidikan dan
media masa dalam konteks krisis pendidikan dewasa ini.

591
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

2. Memberi alternative solusi bagi dunia pendidikan Indonesia guna


mengatasi tantangan yang bersumber dari dominasi media masa dalam
kehidupan masyarakat saat ini
3. Menjelaskan konsep konsep media literacy sebagai alernatif solusi yang
applicable bagi dunia pendidikan sesuai dengan kondisi masyarakat
sehari hari.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengidentifikasi yang melibatkan dunia pendidikan dan media masa
dalam konteks krisis pendidikan dewasa ini.
2. Memberi alternatif solusi bagi dunia pendidikan Indonesia guna
mengatasi tantangan yang bersumber dari dominasi media masa dalam
kehidupan masyarakat saat ini.
3. Menjekaskan konsep konsep media literacy sebagai alternatif solusi
yang applicable bagi dunia pendidikan sesuai dengan kondisi
masyarakat sehari-hari.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Secara praktis dapat memberi solusi-solusi yang dapat diterapkan oleh
dunia pendidikan Indonesia terhadap siswa didik, tatlaka berhadapan
dengan krisis akibat dominasi media massa dalam kehidupan
masyarakat,dengan memanfaatkan aspek-aspek pendidikan seperti
kurikulum,sumberdaya,sarana dan prasarana yang ada.solusi ini
diharapkan juga bersifat applicable bagi media massa yang pada
umumnya.
2. Secara teoritis memperluas horizon kajian dunia pendidikan dan media
massa dengan memperkenalkan sejumlah konsep dan cara pandang
baru dalam memaknai hubungan antara dunia pendidikan dan media
massa.

592
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

1.5 Metode Penelitian


Penelitian ini bertitiktolak dari pradigma kualitif. Mulyana (2002)
menyatakan, metode penelitian kualitif tidak menggunakan inferensi
statistic untuk melakukan penarikan kesimpulan. Dengan perspektif emik
(dari dalam), metode penelitian kualitif berusaha menjelaskan
permasalahan berdasarkan data-data secara kualitif, disesuaikan dengan
tujuan dan perumusan masalah penelitian. Terdapat 3 konsep yang akan
diteliti dalam reset ini: pendidikan, media massa, dan media literacy.
Mengingat luasnya konsep yang diteliti maka penelitian kualitif ini bisa
dikatakan semi multiexplorative analysis¸ karena melibatkan unit analisis
yang berbeda-beda. konsep-konsep ini akan ditelaah melalui media kajian
literature atau libarary research.
Sebagai salah sebuah kajian kualitif, penelitian inin masih jauh dari
standar yang layak. Kendati demikian, hasil penelitian ini bisa digunakan
sebagai titik tolak atau sensitizing consept untuk melakukan kajian yang
lebih mendalam dan kompherensif terkait dengan masalah peningkatan
kualitas pendidikan dan ditengah dominasi media massa.

2. Pembahasan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi solusi mengatasi
ancaman dominasi media massa ditengah masyarakat terhadap
pendidikan sebagai upaya meningkatkan kualitas bangsa. Sesuai dengan
rumusan permasalahan penelitian, maka alur pikir dalam pembahasan
akan dimulai dari eksplorasi fungsi media massa sebagai salah satu sentra
pendidikan (berikut tantangan-tantangannya), dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai media literacy sebagai alternative solusi mengatasi
ancaman dominasi massa ditengah masyarakat terhadap visi dan misi
kependidikan.

593
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

2.1 Media Massa Sebagai Sentra Pendidikan


Dalam kondisi the Age of Media Society (Croteau, 2002), dominasi
media massa dalam kehidupan kita memang tidak terhindarkan lagi.
Dengan segala kelebihannya, media masa nyaris menawarkan semua hal
yang dibutuhkan manusia: hiburan, informasi, pelarian masalah, solusi
identitas semua serba niscaya.kemajuan teknologi telekomunikasi bahkan
mengalahkan ruang dan waktu, menjadikan media sebagai sarana ampuh
untuk pencapaian tujuan apapun.
Teori efek komunikasi masa mengenal tiga tingkatan efek (Media)
komunikasi: efek kognitik (Bergerak pada tataran perubahan kognisi),
efek efektif (Berkisar pada tataran perubahan opimini), dan efek
behavioral / konatif (Diseputar perubahan sikap). Lihat saja, misalnya
betapa besarnya pengaruh iklan iklan media masa, terutama iklan televisi.
Tidak sekedar menginformasikan produk (efek kognitif), iklan juga
mampu mengubah prefrensi terhadap produk (dari tidak punya pendapat
menjadi merasa di butuhkan efek efektif), hingga pada akhirnya khalayak
media masa merasa perlu membeli produk yang di iklan kan (efek
behavioral). pada aktivis advokasi konsumen memandang efek ini sebagai
efek negatif dari perekayasaan kebutuhan untuk memaju konsumsi (dan
sifat konsumtif) khalayak, biarpun biro iklan mengkalimnya sebagai
demokratisasi pasar terbukanya akses public untuk mengetahui macam
macam produk, yang dapat mencegah monopoli satu pihak untuk
mengksploitasi pasar dan publik.
Dibalik kontropensi ini, tentu saja media memiliki mamfaat.
Mamfaat media masa yang palilng umum, seperti di tanyakan oleh para
pakar komunikasi, paling tidak terletak pada empat hal : to inform, to
persuade, to entertain, to educate menginformasikan, membujuk,
menghibur, dan mendidik dalam kaitannya dengan penelitian ini, fungsi
terlahirlah yaitu mendidik (to educate), yang akan di eksplorasi.

594
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

Terkait dengan kepentingan pendidikan, ada sejumlah mamfaat


media yang amat membantu proses pendidikan dengan segala
kelebihannya, bagaimana di ilustrasikan Mc luhan berulang kali dengan
fasenya yang terkenal ‘the extension of men’ kehadiran media melengkapi
kekurangan proses belajar mengajar tradisional di sekolah.domisi guru
sebagai satu satu nya narasumber berhasil di imbagi oleh media masa yang
menyediakan sumber sumber rujukan alternatif bagi pengetahuan siswa,
sejumlah sekolah (tahanya universitas) bahkan melengkapi sarananya
dengan pasilitas internet yang memungkinkan siswa mendapat literatur
tak terbatas.
Teknologi media juga membuka kemungkinan mengoptimalkan
proses belajar mengajar. penggunaan fasilitas teleconference, misalnya
sudah semakin umum. fasilitas ini tidak saja mampu menghadirkan dosen
tamu yang sibuk dibelahan bumi yang berbeda. Berkat fasilitas ini,
sejumlah terobosan akademik bahkan telah memungkinkan untuk
dilakukan contohnya, siding tesis atau disertasi yang menghadirkan fanel
menguji secara maya lewat teleconference, ini belum masuk dukungan
media komunikasi dalam presentasi presentasi materi pembelajaran. studi
studi efek media komunikasi modern memperlihatkan kolersi positif antra
efektipitas pengunaan teknologi komunikasi dengan proses pembelajran
siswa sepintas, inilah aganya kondisi ideal yang berhasil diciptakan berkat
kehadiran media komunikasi (termasuk media masa) sebagai pendukung
sistem belajar mengajar yang aktif, dan mengasikan bagi siswa.
Kendati demikian, bila di cermati secara holistik, sesungguhnya
media seperti koin berkeping dua. media bisa menjadi hamba yang baik,
tetapi juga tuan yang menggelenggu (lie 2004). terlebih lagi bila di kaitkan
dengan tujuan to educate. Betulkan media komunbikasi, khususnya media
masa punya fungsi seampuh dan semulia itu mendidik dan mencerdaskan
kehidupan bangsa?.

595
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

Fakta memperlihatkan, isi media masa diindonesia, khususnya


televisi, saat ini di dominasi oleh informasi bertema kekerasan, ponografi,
gossip selebritis, dan mistis supranatural (Yuniati & Santi : 2003). Masih
ada pula acara-acara genre reality show memperlihatkan rendahnya
apresiasi pekerja produksi media terhadap batas pripasi seseorang dalam
ruang publik di ranah penyiaran maupun ranah media masa lainnya.
Media masa seprti kompas dan metro tv memang konsisten memelihara
tradisi pemberitaan yang cerdas dan krtitis. Misalnya adalah, berapa
banyak orang yang membaca kompas atau menonton metro tv ? walaupun
tiras kompas cukup tinggi, tetap saja kehadiranya tidak bisa menyaingi
media media ‘kuning’seperti lampu merah,non stop,dan pos kota
mengekspos seks dan kekerasan. Nilai destrukstip yang ditawarkan media
malah sudah mencapai titik keprihatinan yang memaksa para rohamiawan
di dukung olehmasyarakat yang peduli dengan moralitas bangsa untuk
bereaksi. Film buruan cium gue yang ditarik dari peredaran
memperlihatkan phenomena ini. dan kita patut mensyukuri karena publik
mulai berani menyatukan langkah guna bereaksi menyeruakan
keprihatinan mereka.
Tetapi, bagaimana dengan content media yang lain? Gempuran
iklan yang mendorong anak dan masyarakat pada umumnya untuk
bersikap konsumtif masih luput dari perhatian, walaupun sosialisasi iklan
nyata nyata telah melanggar kode etik periklanan. Demikian juga dengan
keberadaan play station house yang marak di perkampungan.
Tindakan pemerintah maupun masyarakat sendiri tampak nihil.
walaupun kehadiran play station house tersebut nyata nyata menimbulkan
efek negatif bagi mereka yang kecanduan. Perlu di pahami, proses belajar,
terlebih ‘belajar’ yang di maknai secara holistic sebagai pendidikan tidak
terjadi dalam ruang hampa, tetapi ada dalam realitas perubahan sosial
yang dinamis. Pendidikan sekolah sendiri merupakan subsistem dari

596
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

keseluruhan sistem pendidikan.subsistem subsistem lain yang mengisi


keseluruhan ruang sistem pendidikan menurut ki Hajar Dewantara (Lie
2004), terdiri dari sentra keluarga, masyarakat,serta sekolah. dalam
masyarakat modern yang di tandai oleh renggang nya hubungan antar
manusia karena kesibukan masing masing, tanggung jawab pendidikan
secara berat sebelah di tumpukan pada institusi sekolah, menggantikan
peran keluarga dan masyarakat. Pada masyarakat media,yang di tandai
oleh dominasi media di segala lini, kehadiran media mengaburkan
kenyataan bahwa sesunggughnya ada sentra ke empat yang turut bermain
dalam proses pendidikan.sentra tersebut adalah sentra media yang di
maksud media disini adalah segala bentuk tampilan informasi ,entah itu
terbentuk cetak maupun elektronik,mulai dari Koran,komik,film,televise
play station sampai internet dan online game.tidak di ragukan lagi,ketika
peran orang tua semakin mengabur karena kesibukan kerja masing
masing.ketika peran tetangga dan kerabat juga kian tak jelas seiring
renggang nya ikatan kekeluargaan secara personal,sentra media pun serta
merta menggantikan nya dan menggeser peran keluarga dan masyarakat
dalam proses pendiddikan.
Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang terjadi ketika sentra media
sebagai pengisi ruang sistem pendidikan yang di tinggalkan oleh keluarga
dan masyarakat lantas berhadapan dengan subsistem sekolah sebagai
institusi sebagai formal? Yang kita saksikan adalah kurikulum sekolah
(yang sial nya bukan Cuma kaku – Rigid – formal, tetapi juga terkesan
kurang dinamis dan kurang persipan dalam mengakomodir
perkembangan) berhadapan dengan the hidden curriculum media.
Hasilnya adalah kekalahan demi kekalahan. Subsistem sekolah tidak bisa
berbuat banyak tatkala waktu anak lebih banyak tersita untuk berinteraksi
dengan media, ketimbang menekuni sekolah. sistem pendidikan kita
memang masih jauh dari ideal, tapi tentu bukan kondisi media atau sistem

597
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

pendidikan yang di harapkan lantas solusi apa yang kira nya dapat
ditawarkan untuk mengatasi keadaan demikian? pertanyaan ini meng-
hantarkan kita pada bahasan selanjutnya, yang di tujukan untuk
memperkenalkan sebuah konsep yang kemungkinan masih baru, bahkan
bagi praktisi komunikasi dan pendidikan di Indonesia dewasa ini : media
literacy .

2.2 Media Litercty –Melek Media Dengan Pendekatan inokulasi


Keprihatinan terhadap dominasi media dalam kehidupan
masyarakat sesungguhnya bukan Cuma monopoli Negara-negara
berkembang yang tengah mengalami booming sektor publik maupun
sektor bisnis industri. Negara Negara maju yang memiliki interaksi
historis cukup panjang dan intens dengan media pun ternyata juga
menghadapi permasalahan serupa. sama dengan permasalahan kita,
kehaadiran media masa dalam pasar khapitalisme neoriberal menciptakan
ancaman bagi nilai nilai multikultural yang hendak di sosialisasikan , dan
menjebak media hanya dan kontent yang itu itu saja. Memanjakan selera
( Rendah ) penonton, untuk menjaga pundi pundi pemodal media.

2.3 Pendekatan inokulasi sebagai landasan penerapan media literacy


Dalam persi ideal pilosok juergen Habermas,media dalam sistem
yang demokratis semestinya berfungsi sebagai arena ruang publik. Yang
dimaksud dengan ruang publik adalah wilayah dimana seluruh anggota
masyarakat dapar beriteraksi, bertukar pikiran dan berdebat tentang
masalah masalah publik tanpa perlu merisaukan interpensi penguasaha
politik dan / atau ekonomi (sudibyo, 2004 : 70). Potensi demokrasi tercipta
dalam ruang public
Masalahnya, media sama sekali bukan ruang hampa. Media adalah
ajang kontenstasi antara pelbagai kepentingan yang berusaha merebut

598
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

ruang publik, menghegomoni publik. Hal ini di ilustrasikan oleh antony


giddens dalam structuration theory, yang mengandaikan adanya baku
sodok (interplay) antara struktur dari agent dalam proses kontruksi ruang
sosial.ini terlihat dalam phenomena media ketika berhadapan dengan
kekuatan politis Negara yang kekuatan ekonomi pasar.ketika media di
kuasai oleh state relaguation media gagal menciptakan ruang publik. State
relaguation mendefinisikan kerangka informasi dalam bingkai yang di
legitimasi oleh Negara.hal yang sama juga terjadi ketika media di kuasai
oleh kekuatan ekonomi kafitalis. media tatkala berhadapan publik
menjadikan public sebagai komoditasalih alih melayani kepentingan
publik. Hal sedemikian tidak bisa di terima karena dalam kerangka etik
nya, media masa mengembang fungsi sosial politik di samping fungsi
ekonomi.
Mengatasi hal ini, penting kiranya menyimak pendapat ricard falk
(1995). Falk dalam bukunya On Humane Government : Towart A New
Global Politics mengidentifikasikan tiga kekuatran besar dalam era
globalilsasi. State market dan state bersatu menghadapi sivil society,akan
terbentuk inhuman governance.maka akan agar terbrntuk pemerintahan
yang humane governence civil society harus bekerja sama dengan market
(lie, 2004) kendati demikian, berbicara pasal market media masa di
indonesia,nyata terlihat bahwa jual beli yang terjadi belum berlangsung
dalam proses yang memberikan win-win solution dalam pasar media masa
saat ini,yang di tandai dengan melemah nya state, maka pihak yang
senantiasa di untungkan adalah media masa, sementara publik tetap saja
di eksploitasi, di komodifikasi di jual ke pengiklan dengan harga mahal.
sebagian balasan atas nilai jualnya, publik tidak di suguhi oleh acara yang
mencerdaskan,tapi lebih banyak di beri pilihan sensasi sionalitas yang
hanya mengumbar emosi sesaat Menghadapi media masa indonesia saat
ini cenderung menyajikan isi tidak terbobot, solusi yang di tawarkan

599
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

adalah media literasi dengan pendekatan inokulasi. inokulasi merupakan


salah satu pendekatan komunikasi yang populer.asumsinya, jika akan
berhadapan dengan pesan-pesan (persuasif) media, khlayak perlu di
inokulasi di bri suntikan imunitas tertentu.dengan demikian, khalayak
tidak akan jatuh menjaadi korban ‘pirus’ media masa inokulasi merupakan
sebuah tindakan interrpensi untuk melindungi seseorang dari bahaya
tertentu.dalam hal ini,media masalah yang di anggap sebagai sumber
bahaya tersebut.begitu lahir,atau begitu mengenal media,seyoyanya
manusia harus langsung di beri suntikan imunitas sebagai antivirus
menghadapi ‘virus’ media.dengan demikian mereka tidak akan terkena
‘penyakit’alias efek negatif media.
Apabila virus yang di maksud dalam analogi ini adalah media masa,
maka anti virus nya adalah konsep yang akan di eksplolasi dalam tulisan
ini, yaitu media litercacy.

2.4 Konsep dan Oprasionallisasi Media Literacy


Media Literacy dikonsepkan Sebagai”…the ability to access,
analsye, evaluate, and create massages acros a variety of contex
(Livingstone,2003) ”Wikipedia, the free encsylopedia, Menyebutkan
bahwa Media literacy adalah keterampilan untuk memahami sifat
komunikasi, khususnya dalam hubunganya dengan telekomunikasi dan
media massa.Konsep ini diterapkan pada beragam gagasan yang berupaya
untuk menjelaskan bagaimana media menyampaikan pesan-pesan
mereka, dan mengapa demikian. Dalam suatu masyarakat media, dimana
kontak dengan media menjadi sesuatu yang esensial dan tak terhindarkan,
media literacy adalah sebuah keterampilan yang diperlukan oleh warga
Negara guna berintraksi dengan layak dengan media, dan menggunakanya
dengan rasa percaya diri. Keterampilan-keterampilan ini sesungguhnya
memang dianggap penting bagi siapa saja. Namun target utama media

600
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

literacy adalah kaum muda yanf berada dalam proses peneguhan mental
fisik.
Dalam maknanya yang paling luas, literacy (keberaksaraan)
termasuk kemampuan untuk ’membaca’ dan ’menulis’ dengan terampil
dalam pelbagai bentuk-bentuk pesan, terutama menimbang dominasi
media elektronik berbasis citra. Secara sederhana, media literacy
termasuk keterampilan-keterampilan literacy yang diperluas pada seluruh
bentuk pesan, termasuk penulis dan membaca, berbicara dan menyimak,
menonton secara kritis, dan kemampuan untuk menulis sendiri pesan-
pesan dengan menggunakan pelbagai teknologi. Media literacy bukanlah
subyek yang baru, dan juga bukan sekedar tentang televis, namun
merupakan literacy bagi masyarakat informasi. Media literacy adalah
semacam code of conduct bagi masyarakat diera informasi. Konsep ini
dijabarkan dalam tiga kriteria.
1) Ability to subjectively read and comprehend examine in a social
contex (kecakapan untuk membaca dan memahami isi media secara
subjektif).
2) Ability to understand the various characteristitics of media
conveying information (Kecakapan untuk memahami ragam
karakteristrik media dalam menyamiaikan informasi ).
3) Ability to analyze, evaluate and critically examine in a social contex,
and select information conveyed by media (percakapan untuk
mengevakuasi, dan secara kritis memeriksa media dalam sebvuah
konteks social,serta memlih informasi yang di sampaikan oleh
media.
4) Ability to acces and use media (kecakapan untuy mengakses dan
menggunakan media) Ability to select operate and actively make use
of media apparatus (kecakaqpan untuk menyeleksi, mengoprasikan,
dan secara aktif memamfaatkan perangkat perangkat media.

601
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

5) Ability to communicate through the media, especially an interactive


communication ability (kecakapan untuk berkomunikasi melalui
media, khusunya suatu percakapan komunikasi komunikasi
interaktif) : ability to express one’s own ideas through media in a
way that the recipient can understand (kecakapan untuk
mengekspresikan gagasan gagasan pribadi melalui media dengan
suatu cara yang dapat di pahami oleh penerima pesan). (the study
group 2002).

Meninjau operasionalisasi konsep di atas, tampak jelas bahwa


keterampilan-keterampilan yang dijabarkan sesungguhnya idarahkan
untuk membuat manusia tidak gamang berhadapan dengan media, tidak
mengganggap media adalah segalanya, tidak tunduk didepan media,
dankarena itu, dapat memanfaatkan media sesuai dengan keperluannya.
Sebagai sebuah payung untuk memahami pengemasan isi media, media
literacy memiliki konsep-konsep dasar sebagai berikut:
1) Semua media, pada dasarnya, adalah kontruksi. Media tidak dapat
menampilkan refleksi sederhana dari realitas eksternal. Media
menampilkan konstruksi yang diatur secara rumit berdasarkan
pengambilan keputusan atas pelbagi kebijakan dan pilihan yang sangat
luas. Media literacy bermaksud melakukan dekontruksi atas konstruksi
ini.
2) Media mengontruksi realitas. Bagian terbesar dari media literacy,
karena itu, bukanlah ditujukan untuk mempelajari aspek produk media,
melainkan untuk memperlihatkan pada kita bagaimana media
melakukan proses konstruksi realitas, sehingga kita bisa mengenali
preconstruction reality (realitas yang belum dikonstruksi). Media
literacy bermaksud menanamkan kesadaran bahwa medialah yang
selama ini telah mengonstruksi realitas kita, bukan kita sendiri. Karena

602
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

itu, media literacy bertujuan mengembalikan kuasa konstruksi realitas


itu pada kita sendiri selaku public atau khalayak media.
3) Khalayak media menegosiasikan makna dalam media. Setiap orang
memberikan makna yang berbeda pada apa yang diperolehnya dari
media. Setuju, tidak setuju, tidak berpendapat, semua adalah bagian
dari proses.
4) Media memiliki implikasi-implikasi komersial. Media literacy, karena
itu, memasukan kesadaran akan dasar ekonomi produksi media massa
dan bagaimana hal itu berimplikasi pada isi, teknik, serta distribusi.
Produksi media adalah sebuah bisnis yang bertujuan akhir
mengumpulkan capital sebanyak-banyaknya. Media literacy
mengintivigasi pertanyaan seputar kepemilikan, kontrol, dan efek-efek
terkait, bukan pada efek media semata, tapi pada sosiologi media, yaitu
kekuatan social-politik-ekonomi yang menentukan isi media.
5) Media berisi pesan-pesan bersifat ideologis dengan nilai-nilai tertentu.
Tak ada media yang netral. Semua produk media dalam taraf tertentu
melakukan promosi-untuk dirinya sendiri maupun untuk menawarkan
gaya hidup tertentu. Ini meliputi iklan-iklan produk atas nama
kesejahteraan hidup-a good life dibalik baying-bayang konsumerisme,
penguatan sterotip demotikasi peran perempuan demi
mempertahankan status quo budaya patriarkis, atau peneguhan peran
politis dan ideology partai tertentu yang mengatasnamakan pesan-
pesan ‘kebangsaan’ dan nilai-nilai ‘patriorisme’.
6) Media memiliki implikasi social politik. Media adalah ajang
konstestasi kekuatan sosial politik masyarakat. Media punya kekuatan
yang bisa mengarahkan opini public pada isu-isu tertentu. Misalnya
menggiring opini public pada kandidat presiden tertentu melalui poling
SMS, atau melibatkan parsitipasi public pada isu hak-hak sipil global

603
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

seperti epidemic AIDS, kelaparan di Dunia ketiga, sampai


pemberantasan terorisme internasional.
7) Bentuk dan isi berkaitan erat dengan media. Setiap media seperti
dinyatakan Mc. Luhan, memiliki tata bahasa tersendiri dan
mengodifikasikan realitas dalam cara-cara yang unik. Media bisa
melaporkan peristiwa serupa, namun kemasan pesanya berbeda-beda.
Maka, dengan sendirinya, imprsi atas kemasan pesan itupun akan
berbeda-beda.
8) Setiap medium memiliki bentuk estik yang unik. Ekspresi keindahan
setiap media berbeda-beda, dan kita dimungkinkan untuk menikmati
semuanya, kendati kesan dan preferensi orang akan berbeda-beda
hingga efeknya pun tak sama.
Prinsip-prinsip ini harus dicakup dalam upaya mengimplentasikan
media literacy, entah itu dalam ranah politik secara informal maupun
dalam ranah cultural maintenance secara formal yang diwujudkan melalui
lembaga-lembaga pendidikan.

2.5 Identifikasi Isu dan Permasalahan yang Terkait dengan media


Literacy
Isu-isu dan permasalahan yang berhubungan dengan media literacy
melibatkan upaya advokasi dan sosialisasi serta implentasi dalam
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Pengenalan media literacy. Ini meliputi sosilisasai dan penyamaan
persepsi sputar media literacy. Di jepang, tahapan pertama bergerak
dalam tataran kecakapan memanfaatkan komputer dan media
komunikasi lain untuk memproduksi pesan. Kemudian dilanjutkan
pada tataran kecakapan untuk membaca dan memahami isi media,
sebelum meningkat ketataran mengkritisi media dan berpasitipasi aktif
dalam berinteraksi dengan media.

604
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

2. Penempatan dalam kurikulum sekolah-sekolah jepang, dari perspektif


mengembangkan kecakapan untuk menangani informsi,
mengembangkan langkah-langkah media literacy yang diintegrasikan
dalam kurikulum sekolah.
3. Mengembangkan pendekatan praktis dijepang. Dengan berbagi
pengalaman, informasi, serta hasil riset dengan Negara-negara lain,
jepang berusaha mencari cara-cara paling praktis dan sederhana untuk
menyosialisasikan media literacy. Saat ini, pusat media literacy Jepang
dibawah kementrian pos dan telekomunikasi telah memproduksi
sendiri video bahan-bahan pelatihan media literacy yang disesuaikan
dengan kondisi budaya jepang.
4. Pendekatan-pendekatan belajar aktif (aktif learning). Pendekatan pasif
melalui intruksi kelas disadari tidak mencukupi. Penerapan perspektif
belajar aktif, yaitu berpikir dan menerapkan prinsip media literacy
dalam kasus sehari-hari diyakini member dampak signifikan bagi
sosialisasi konsep literacy.
5. Mengembangkan kerjasama dengan semua pihak yang berkepentingan
dengan media literacy.
Berdasarkan identifikasi atas isu dan permasalahan terkait dengan
media literacy, lantas dirumuskan upaya-upaya untuk menyosialisasikan
media literacy.

2.6 Upaya-Upaya Untuk Menyebarkan Media Literacy


a. Menanamkan kesadaran dan mengembangkan prinsip-prinsip dasar
media literacy. The Study Group yang didirikan sebagai hasil
kerjasama pemerintah dan akademisi informasi di Universitas Tokyo
mempublikasikan buletin berisi isu-isu media literacy, di samping
menyelenggarkan workshop dan riset-riset media literacy.

605
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

b. Mengembangkan lingkungan yang kondusif untuk menerapkan media


literacy. Ini dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
 Mengembangkan materi media literacy untuk pelbagai kelompok
usia yang potensial dari latar belakang pendidikan maupun profesi
yang berbeda-beda, dan disampaikan dalam berbagai media
maupun bentuk-bentuk komunikasi.
 Mempromosikan pendidikan media literacy sebagai bagian dari
pendidikan formal di sekolah.
 Mengembangkan sumberdaya manusia untuk instruktur dan
fasilitator media literacy.
 Membuka dan mengintensifkan intraksi antara lembaga penyiaran
(dalam berbagai bentuk) dan khalayak. Saat ini, para broadcaster
jepang telah mendirikan organisasi mediasi, atau semacam
ombudsman, yang menengahi kepentingan broadcaster dengan
kepentingan publik. Lembaga independen ini bernama the
Broadcast amd Human Right/Other Related Rights Organization
(BRO) dan Young People’s Committee, Tugasnya saat ini adalah
menanggapi opini-opini dan keluhan-keluhan dari kahalayak
seputar media.
Upaya-Upaya ini lantas diimplentsikan dalam pelbagai aktivitas
yang bisa kita simak dalam sub bab berikut ini.

2.7 Sistem dan Aktivitas Pendidikan Media Literacy di Setiap Sektor


Demikialah langkah-langkah yang dilakukan pemerintah jepang
untuk mewujudkan media literacy awarerness. Tantangan yang dihadapi
oleh pemerintah Indonesia, serta peluang yang dimiliki, tentu berbeda.
Kendati demikian, langkah-langkah pemerintah jepang bisa dijadikan
acuan untuk menyusun agenda nasional media literacy, disesuaikan
dengan kondisi sosial-politik-kultural bangsa Indonesia. Untuk saat ini,

606
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

ketika gerakan media literacy masih berupa aktivitas-aktivitas lokal,


upaya yang paling realistis adalah melalukan advokasi kepada publik
untuk menguatkan gerakan media literacy sehingga gaungnya cukup
signifikan untuk mempengaruhi kebijakan publik secara nasional.
Momentum berdirinya komisi penyeriaran Indonesia (KPI) yang tengah
berupaya menyosialisasikan standar produksi dan penyiaran yang ramah
bagi keluarga serta anak-anak, sekaligua menjamurkn mediawacthy yang
berupaya mengembalikan media pada visi melayani publik, merupakan
saat yang tepat untuk meluncurkan gerakan media literacy. Kalangan
kampus, terutama universitas yang memiliki fakultas atau bidang kajian
komunitas, seperti UNISBA bisa memulai inisiatif ini.

Simpulan
(1) Identifikasi pada permasalahan yang melibatkan dunia pendidikan
dan media massa dalam konteks krisis multidimensi di sektor
pendidikan dewasa ini memperlibatkan bahwa pendidikan di
Indonesia tengah menghadapi tantangan cukup serius dan media
massa yang menyajikan the hidden ciricullum berupa ekspoitasi
kekerasan seks, dan sensosionalitas, yang mengikis nilai-nilai luhur
kemanusiaan dan menyimpang jauh dari tujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
(2) Guna mengatasi dan mengantisipasi tantangan yang bersumber dari
dominasi media massa dalam kehidupan masyarakat saat ini, perlu di
mulai dan di perkuat gerakan media literacy. Konsep dasar media
literacy adalah “…the ability to accsess, analyse, evaluate and create
message across a variety of contexts (kecakapan untik mengakses,
menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan pesan-pesan media
dalam beragam konteks)”. Konsep ini pada intinya membekali publik
dengan kemampuan untuk memanfaatkan informasi media secara

607
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi
ASEP JAYA SUKMANA NIM : 4103810312135

bijak dan cerdas. Melalui konsep ini, dominasi media massa berikut
efek negatifnya yang mengancam sektor pendidikan dapat dikurangi.
(3) Konsep media literacy sebagai alternatif mengatasi ancaman media
massa bagi pendidikan dan peningkatan kualitas bangsa dapat
diterapkan di Indonesia dengan belajar pada kasus jepang, yang sejak
tahun 1996 melakukan gerakan media literacy. Jepang memiliki
model penerapan media literacy yang diterapkan dalam berbagai
sektor, mulai dari sektor pemerintah, pendidikan sekolah, media
massa, LSM, dan akademisi/periset.

Saran
(1) Gerakan medi literacy yang sudah dimulai dalam level lembaga
kominitas/lokal perlu didukung oleh segenap elemen masyarakat,
termasuk pemerintah dan kalangan universitas, sehingga bisa menjadi
agenda nasional.
(2) Fakultas Ilmu komunikasi atau kampus-kampus yang memiliki
bidang kajian kominikasi hendaknya memprakarsai gerakan media
literacy minimal di tingkat lokal. Selaku akademisi, semestinya
lembaga-lembaga pendidikan semacam ini sudah berpaling dari
paradigma lama yang hanya berkutat pada pelatihan produksi
program dan media saja. Fakultas –fakultas kominikasi seharusnya
mengimbangi kirikulumnya dengan menggalang aksi penyadaran
publik mengenai efek negatif media yang bersumber dari praktik-
praktik konstruksi realitas sosial media.

608
Penguatan Literasi Dalam Konteks Era Globalisasi

Anda mungkin juga menyukai