Anda di halaman 1dari 6

Persatuan Ummat dalam Bingkai Ahlussunnah Wal Jama’ah

Persatuan berasal dari kata satu yang artinya tidak terpecah-belah atau utuh. Persatuan
juga dapat dimaknai dengan bersatunya bermacam-macam aneka ragam kebudayaan menjadi
satu yang utuh dan serasi. Persatuan dalam bahasa arabnya di sebut dengan kata ittihad,
berarti ikatan. Sedang menurut istilah di artikan sebagai bentuk kecenderungan manusia yang
diwujudkan dalam bentuk kegiatan melakukan pengelompokan sesama manusia menurut
ikatan tertentu untuk mencapai tujuan. Jadi persatuan adalah menghimpun hal-hal yang
terserak menjadi satu atau membentuk sebuah unit yang masing-masing sebuah anggotanya
saling menguatkan . Kesatuan diibaratkan seperti sapu lidi yang memiliki kekuatan dan tidak
tercerai berai. Atau ibaratnya seperti genggaman tangan yang kokoh. Di dalam Islam
persatuan harus diterapkan untuk melahirkan Izzatul Islam wal muslimin (kemuliaan Islam
dan kaum muslim). Sehingga kalau persatuan konteksnya ialah sesama umat Islam,

Ummah (bahasa Arab: ‫أمة‬, bahasa Indonesia: umat) adalah sebuah kata dan frasa dari
bahasa Arab yang berarti: "masyarakat" atau "bangsa". Dalam konteks agama Islam, kata ummah
bermakna seluruh persebaran umat Islam atau "komunitas dari orang-orang yang beriman"
(ummatul mu'minin), dan dengan demikian bermakna seluruh Dunia Islam. Ungkapan
"kesatuan umat" (ummatul wahidah) dalam Al-Qur'an merujuk kepada seluruh kesatuan
Dunia Islam. Al-Qur'an menyatakan:

ِ ‫ِإ َّن َٰ َه ِذ ِه أ ُ َّمت ُ ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬


ِ ‫احدَة ً َوأَنَا َربُّ ُك ْم فَا ْعبُد‬
‫ُون‬
Artinya : "Sesungguhnya umatmu ini (agama tauhid) adalah umat (agama) yang satu,
dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku (QS Al-Anbiya' [21]: 92).[1]

Persatuan Ummat merupakan hal yang harus terus kita jaga. Hal ini dikarenakan
banyaknya dampak positif apabila terciptanya Persatuan Ummat yang kokoh, seperti:

1. Terhindarnya acaman hasutan dari pihak-pihak tertentu, terutama mereka yang ingin
menumbuhan rasa benci atas perbedaan yang kita miliki.

2. Tumbuhnya rasa menghargai dan menghormati sesama kita di manapun kita berada.

3. Menjadi doktrin untuk maju dan berdiri teguh sebagai suatu bangsa dalam menghadapi
tantangan global, baik dari segi ekonomi, budaya, teknologi, keamanan, sosial dll.

4. Menangkal aksi terorisme karena aksi kriminal semacam ini hanya dapat berhasil jika kita
tidak tumbuh dalam persatuan dan kesatuan dengan seluruh rakyat Indonesia.

Persatuan Ummat dapat diartikan menjadi dua arah, yaitu persatuan umat seagama
dan persatuan antar umat beragama. Persatuan umat seagama yaitu bagaimana cara kita
menjadi raga yang utuh antara sesama pemeluk agama Islam. Kita harus bisa
mengaplikasikan hadis hadis Rasulullah yang menjadi indikator agar tercapainya persatuan,
yaitu hadis
ُ ‫شدُّ بَ ْع‬
ً ‫ضهُ بَ ْع‬
‫ضا‬ ِ َ‫ْال ُمؤْ ِم ُن ِل ْل ُمؤْ ِم ِن َك ْالبُ ْني‬
ُ َ‫ان ي‬

“Orang mukmin dengan orang mukmin yang lain seperti sebuah bangunan, sebagian
menguatkan sebagian yang lain.” [Shahih Muslim No.4684]

َ ‫سائِ ُر ْال َج‬


‫س ِد‬ َ ‫عى‬ َ ‫ َمث َ ُل ْال َج‬،‫ َوت ََرا ُح ِم ِه ْم‬،‫ط ِف ِه ْم‬
ُ ُ‫ ِإذَا ا ْشت َ َكى ِم ْنه‬،ِ‫سد‬
َ ‫عض ٌْو تَدَا‬ ُ ‫ َوتَعَا‬،‫َمث َ ُل ْال ُمؤْ ِمنِينَ فِي ت ََو ِاد ِه ْم‬

‫س َه ِر َو ْال ُح َّمى‬
َّ ‫بِال‬

“Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi,

seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah

tidur atau merasakan demam.” [HR. Muslim]

َ ‫ ِإذَا َرأَى ِف ْي ِه‬،‫ْال ُمؤْ ِم ُن ِم َرآة ُ أ َ ِخ ْي ِه‬


ْ َ ‫عيْبا ً أ‬
ُ‫صلَ َحه‬

“Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya. Jika dia melihat suatu aib pada diri
saudaranya, maka dia memperbaikinya.” [sanadnya Hasan]

Apabila hadis-hadis diatas sudah mampu diaplikasikan secara real dan continue maka
persatuan ummat seagama akan tercapai secara seratus persen. Tidak akan ada lagi pihak
pihak yang mampu membubarkan dan mengacaukan persatuan yang dimiliki umat islam.

Persatuan antar umat beragama lain juga harus kita jaga. Hal ini dikarenakan prinsip
dasar agama islam yang rahmatan lil’alamin. Rasulullah juga mencontohkan hal tersebut.
Nabi Muhammad pernah menyatukan antara suku Suku Aus dan Khazraj yang telah
bermusuhan sejak zaman jahiliyah. Ketika Nabi berhijrah dari Makkah ke Madinah,
permusuhan di antara mereka pun berhenti karena Rasulullah telah mendamaikannya. Saat
hijrah ke Madinah, Rasulullah berhasil mempersatukan umat muslim menjadi bersaudara dan
Rasulullah membuat perjanjian dengan kaum Yahudi untuk bersahabat, saling tolong
menolong terutama bila ada serangan musuh di Madinah dan mereka harus sama-sama
memperhatikan negeri.

Toleransi antar umat beragama telah diajarkan dan dicontohkan oleh Rosulullah SAW
kepada para shahabat dan seluruh umat-Nya. Misalnya pada masa selesai peranga badar,
pasukan muslim telah berhasil menawan pasukan kafir, banyak para shahabat yang
menginginkan tawanan tersebut dibunuh, namun kebijakan Rasul berbeda justru Rasul
meminta agar tawanan-tawanan perang itu diberlakukan sebagaimana kemashlahatan, tidak
langsung dibunuh. Ada yang ditebus, disuruh untuk menjadi guru dalam perkara dunia bagi
umat muslim, dijadikan budak, dll. Agama Islam membolehkan umatnya untuk berhubungan
denga pemeluk agama lain, bahkan toleransi antar umat beragama sangat dianjurkan oleh
Rosulullah SAW. Batasan toleransi antar umat beragama yang dianjarkan oleh Rosul SAW
adalah dalam batasan mu’amalah, yaitu hubungan kerja sama dalam hal kemanusiaan.
Sedangkan toleransi yang menyangkut dalam hal ibadah dan aqidah Islam secara tegas
melarangnya.

Kita sebagai orang muslim yang berpaham ahlussunah wal jama’ah harus ikut andil
dalam mewujudkan Persatuan Ummat. Perkataan “Ahlusunnah wal Jama’ah” tersusun dari
tiga kata, yaitu :

1. Ahl, yang berarti keluarga, pengikut atau golongan

2. Al-Sunnah, yang berarti jalan dan prilaku. Secara istilah, berarti jalan yang ditempuh
oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya.

3. Al-Jama’ah, yang berarti kelompok mayoritas

Dalam Ushuluddin, istilah Ahlusunnah wal Jama’ah berarti aliran yang dianut oleh
kelompok mayoritas umat Islam dengan mengikuti jalan-jalan yang ditempuh oleh Rasulullah
SAW dan para sahabatnya. Ini sesuai dengan hadits Nabi SAW berbunyi :

‫تفترق أمتي على ثالث وسبعين ملة كلهم في النار إال ملة واحدة فقالوا من هي يا رسول هللا قال ما أنا عليه وأصحابي‬

Artinya : Umatku terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk dalam
neraka kecuali satu golongan. Mereka mengatakan, “Siapakah yang satu golongan itu, Ya
Rasulullah?”, Rasulullah SAW bersabda : “yang satu golongan itu adalah orang yang
berpedoman sebagaimana pedomanku dan para sahabatku.” (H.R. Turmidzi).

Zainuddin al-Iraqi menjelaskan, hadits di atas telah diriwayat oleh Turmidzi dengan
kualiatas hasan dan dalam riwayat Abu Daud dari hadits Mu’awiyah dan Ibnu Majah dari
hadits Anas dan Auf bin Malik : “Yang satu itu adalah al-jama’ah” dengan sanadnya bernilai
jaid (baik).[1]

Ahlus Sunnah Wl-jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadist dan ahli fiqih, yang
selalu mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi dan Sunnah
Khulafa’urrosyidin,Dari defnisi ini dapat dipahami bahwa Ah-lussunnah wa-jama’ah
bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari
ajaran islam yang hakiki, tetapi Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah islam yang murni
sebagaimana yang diajarkan oleh Rosulullah dan para shohabatnya. Oleh karena itu ada
seorangpun yang menjadi pendiri ajaran Ahlussunnah Wal-jama’ah yang ada hanyalah
ulama’ yang telah merumuskan kembali ajaran islam tersebut setelah lahirnya beberapa
faham dan aliran keagamaan yang berusaha mengkaburkan ajaran rosulullah dan para
shohabatnya.

Prinsip dasar Ahlussunnah wal Jama'ah, yang bersumber kepada al-Qur'an, sunnah, ijma',
dan qiyas dalam menciptakan Persatuan Ummat adalah sebagai berikut :

1. Prinsip Tawassuth, yaitu mengambil jalan tengah,artinya tidak ekstrem kanan


(berkedok agama) atau kiri (aliran komunis).
Dalam Surah Al- Baqarah ayat 143 yang berbunyi :
‫ش ِهيدًا ۗ َو َما َجعَ ْلنَا‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
َ ‫سو ُل‬ ِ َّ‫علَى الن‬
َّ َ‫اس َويَ ُكون‬
ُ ‫الر‬ ُ ‫طا ِلت َ ُكونُوا‬
َ ‫ش َهدَا َء‬ َ ‫َو َك َٰذَلِكَ َجعَ ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬
ً ‫س‬

َ ‫يرة ً إِ َّال‬
‫علَى‬ َ ِ‫َت لَ َكب‬ َ ‫علَ َٰى‬
ْ ‫ع ِقبَ ْي ِه ۚ َوإِ ْن َكان‬ ُ ‫سو َل ِم َّم ْن يَ ْنقَ ِل‬
َ ‫ب‬ ُ ‫الر‬ َ َ‫ْال ِق ْبلَةَ الَّتِي ُك ْنت‬
َّ ‫علَ ْي َها إِ َّال ِلنَ ْعلَ َم َم ْن يَتَّبِ ُع‬

ٌ ‫اس لَ َر ُء‬
‫وف َر ِحي ٌم‬ َّ ‫ُضي َع إِي َمانَ ُك ْم ۚ إِ َّن‬
ِ َّ‫َّللاَ بِالن‬ َّ ‫الَّذِينَ َهدَى‬
َّ َ‫َّللاُ ۗ َو َما َكان‬
ِ ‫َّللاُ ِلي‬

Yang artinya: Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang
mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat
berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
manusia.

Dalam paham Ahlussunnah wal Jama'ah, baik di bidang hukum (syarî'ah) bidang
akidah, maupun bidang akhlak, selalu dikedepankan prinsip tengah-tengah. Juga di bidang
kemasyarakatan selalu menempatkan diri pada prinsip hidup menjunjung tinggi keharusan
berlaku adil, lurus di tengah-tengah kehidupan bersama, sehingga ia menjadi panutan dan
menghindari segala bentuk pendekatan ekstrem.

Sikap moderasi Ahlussunnah wal Jama'ah tercermin pada metode pengambilan


hukum (istinbâth) yang tidak semata-mata menggunakan nash, namun juga memperhatikan
posisi akal. Begitu pula dalam berfikir selalu menjembatani antara wahyu dengan rasio (al-
ra'y). Metode (manhaj) seperti inilah yang diimplementasikan oleh imam mazhab empat serta
generasi lapis berikutnya dalam menelorkan hukum-hukum.

Moderasi adalah menegahi antara dua pikiran yang ekstrem; antara Qadariyah (free-
willism) dan Jabariyah (fatalism), ortodoks salaf dan rasionalisme Mu'tazilah, dan antara
sufisme falsafi dan sufisme salafi.

Penerapan sikap dasar tawassuth dalam usaha pemahaman al-Qur'an dan al-Hadits sebagai
sumber ajaran Islam, dilakukan dalam rangka :

(1) Memahami ajaran Islam melalui teks mushhaf al-Qur'an dan kitab al-Hadits sebagai
dokumen tertulis;

(2) Memahami ajaran Islam melalui interpretasi para ahli yang harus sepantasnya
diperhitungkan, mulai dari sahabat, tabi'in sampai para imam dan ulama mu'tabar;

(3) Mempersilahkan mereka yang memiliki persyaratan cukup untuk mengambil Kesimpulan
pendapat sendiri langsung dari al-Qur'an dan al-Hadits.
Kedua

Prinsip Tawâzun, yakni menjaga keseimbangan dan keselarasan, sehingga terpelihara secara
seimbang antara kepentingan dunia dan akherat, kepentingan pribadi dan masyarakat, dan
kepentingan masa kini dan masa datang. Pola ini dibangun lebih banyak untuk persoalan-
persoalan yang berdimensi sosial politik. Dalam bahasa lain, melalui pola ini Ahlussunnah
wal Jama'ah ingin menciptakan integritas dan solidaritas sosial umat.

Alquran surah Al-Hadid ayat 25 yang berbunyi :

ٌ‫شدِيد‬ ٌ ْ ‫ْط ۖ َوأ َ ْنزَ ْلنَا ْال َحدِيدَ فِي ِه بَأ‬


َ ‫س‬ ِ ‫اس ِب ْال ِقس‬ َ ُ‫َاب َو ْال ِميزَ انَ ِليَق‬
ُ َّ‫وم الن‬ َ ‫ت َوأ َ ْنزَ ْلنَا َم َع ُه ُم ْال ِكت‬
ِ ‫سلَنَا ِب ْالبَ ِينَا‬
ُ ‫س ْلنَا ُر‬
َ ‫لَقَ ْد أ َ ْر‬

ٌ ‫ع ِز‬
‫يز‬ ٌّ ‫َّللاَ قَ ِو‬
َ ‫ي‬ ِ ‫سلَهُ ِب ْالغَ ْي‬
َّ ‫ب ۚ ِإ َّن‬ ُ ‫ص ُرهُ َو ُر‬ َّ ‫اس َو ِليَ ْعلَ َم‬
ُ ‫َّللاُ َم ْن يَ ْن‬ ِ َّ‫َو َمنَافِ ُع ِللن‬

Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa


bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca
(keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang
padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka
mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya
dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi
Maha Perkasa.

Dalam politik Ahlussunnah wal Jama'ah tidak selalu membenarkan kelompok garis
keras (ekstrim). Akan tetapi, jika berhadapan dengan penguasa yang lalim, mereka tidak
segan-segan mengambil jarak dan mengadakan aliansi. Jadi, suatu saat mereka bisa
akomodatif, suatu saat bisa lebih dari itu meskipun masih dalam batas tawâzun.

Ketiga

Prinsip Tasâmuh, yaitu bersikap toleran terhadap perbedaan pandangan, terutama dalam hal-
hal yang bersifat furu'iyah , sehingga tidak terjadi perasaan saling terganggu, saling
memusuhi, dan sebaliknya akan tercipta persaudaraan yang islami (ukhuwwah islâmiyyah).

Berbagai pemikiran yang tumbuh dalam masyarakat Muslim mendapatkan pengakuan


yang apresiatif. Keterbukaan yang demikian lebar untuk menerima berbagai pendapat
menjadikan Ahlussunnah wal Jama'ah memiliki kemampuan untuk meredam berbagai konflik
internal umat. Corak ini sangat tampak dalam wacana pemikiran hukum Islam yang paling
realistik dan paling banyak menyentuh aspek relasi sosial.

Dalam diskursus sosial-budaya, Ahlussunnah wal Jama'ah banyak melakukan toleransi


terhadap tradisi-tradisi yang telah berkembang di masyarakat, tanpa melibatkan diri dalam
substansinya, bahkan tetap berusaha untuk mengarahkannya. Formalisme dalam aspek-aspek
kebudayaan dalam pandangan Ahlussunnah wal Jama'ah tidaklah memiliki signifikansi yang
kuat.
Karena itu, tidak mengherankan jika dalam tradisi kaum Sunni terkesan hadirnya wajah
kultur Syi'ah atau bahkan Hinduisme. Sikap toleran Ahlussunnah wal Jama'ah yang demikian
telah memberikan makna khusus dalam hubungannya dengan dimensi kemanusiaan secara
lebih luas. Hal ini pula yang membuatnya menarik banyak kaum muslimin di berbagai
wilayah dunia. Pluralistiknya pikiran dan sikap hidup masyarakat adalah keniscayaan dan ini
akan mengantarkannya kepada visi kehidupan dunia yang rahmat di bawah prinsip
ketuhanan.

Dengan adanya prinsip prinsip ahlul sunnah diatas sudah jelas bagaimana peran ahlus sunnah
dalam persatuan ummat. Jika setiap ummat melaksanakan prinsip ini bukan tidak mudah bila
persatuan ummat akan mudah tercapai.

Anda mungkin juga menyukai