Lapsus Meningoensefalitis
Lapsus Meningoensefalitis
Disusun Oleh:
Annisa Aprianti
Amri Muzzammil
Sendy Widyadiandini
Elsya Melinda
Septi Dian Yustiani
Desty A putri
Paula Ameta Karina
I Wayan Pande Adhyaksa
Pembimbing:
DR. dr. Dyah Y, Sp.An KNA-KNIC
2
III.Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Tampak sakit berat
b. Kesadaran : GCS E4M3V2
c. Vital sign
1) Tekanan Darah : 130/82 mmHg
2) Nadi : 113 x/menit, isi cukup, reguler
3) RR : 24 x/menit
4) Suhu : 37,7 oC
5) SP02 : 98% (NRM)
d. Status Generalis
1) Kepala
Bentuk : mesochepal, simetris,
Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut,
2) Mata
Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : reflek cahaya (+/+) normal, isokor Ø 3 mm
3) Telinga
Otore (-/-)
Deformitas (-/-)
Nyeri tekan (-/-)
Discharge (-/-)
4) Hidung
Napas cuping hidung (-)
Deformitas (-/-)
Discharge (-/-)
Rinorhea (-/-)
5) Mulut
Bibir sianosis (-)
Bibir kering (-)
3
Lidah kotor (-)
Gusi berdarah (-)
6) Leher
Trakhea : deviasi trakhea (-/-)
Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
Kelenjar thyroid : tidak membesar
JVP : nampak, tidak kuat angkat
7) Dada :
a) Paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (+)
Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri anterior
vocal fremitus kanan = kiri posterior
Perkusi : Sonor pada lapang paru kiri dan kanan anterior.
Sonor pada lapang paru kiri dan kanan posterior.
Batas paru – hepar di SIC V LMCD
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronki basah kasar (+/+), ronki basah halus (-/-)
b) Jantung
Inspeksi : ictus cordis nampak pada SIC V 2 jari medial LMCS
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V 2 jari medial LMCS, tidak kuat
angkat
Perkusi : Batas jantung kanan atas :SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas :SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah :SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah :SIC V 2 jari medial
LMCS
Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) normal
4
Perkusi :timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costovertebrae (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar/Lien : tidak teraba perbesaran
9) Ekstrimitas
Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema - - - -
Sianosis - - - -
Akral dingin - - - -
Reflek + + + +
fisiologis
Reflek patologis - - - -
e) Status Neurologis
1. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : (+) Laseque : >70 / >70
Brudzinski I : (-) Kernig : >135 / >135
Brudzinski II : (-) / (-)
2. Nervus Kranialis : tidak dilakukan
3. Motorik
Trofi otot
o Lengan: eutrofi/eutrofi
o Tungkai: eutrofi/eutrofi
Derajat kekuatan otot:
o SDN/SDN
o SDN/SDN
Gerak Ekstremitas:
o SDN/SDN
o SDN/SDN
5
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
RO Thorax AP (15 Februari 2019)
Cor tidak membesar
Sinuses dan diafragma normal
Hilus kabur
Tampak konsolidasi di apeks sampai lapang tengah paru kiri dan lapang tengah
paru kanan
Kesan :
- TB paru aktif
Laboratorium (16/02/2019)
AGD
pH : 7.61 (H)
pCO2 : 11.0 (L) mmHg
pO2 : 207.6 (H)
HCO3 : 11.3 (L)
SO2 : 99.9%
BE : -5.3
TCO2 : 11.6 (L)
Darah Lengkap
Hb : 12.4 gr/dl (L) Normal : 13.2 – 17.3 gr/dl
Hematokrit : 38 % (L) Normal : 40 % - 52 %
Leukosit : 19.4 x 10^3 /ul (H) Normal : 3.8 – 10.6/ul
Trombosit : 73.000/ul (L) Normal: 150.000 - 440.000/ul
6
Eritrosit : 4.94 juta/ul Normal : 4.40 - 5,90 juta/ul
MCV : 76 fL Normal : 80 - 100 fL
MCH : 26 pg (L) Normal : 26 - 34 pg
MCHC : 33 gr/dl Normal : 32 – 36 gr/dl
Elektrolit
Na : 127 mEq/L (L) Normal : 135 – 147 mEq/L
Kalium : 3.50 mEq/L Normal : 3.5 – 5 mEq/L
Cl : 86 mEq/L (L) Normal : 95 – 105 mEq/L
V. DIAGNOSIS
Penurunan kesadaran ec meningoensefalitis
TB paru
KAD
VI. PENATALAKSANAAN
IVFD NaCl 0.9% 500ml/24jam
Inj. Ceftriaxone 1x2gr
Inj. Citicoline 2x250mg
Inj. Levofloxacin 1x750mg
Novorapid 5x10 unit
Inj. Fenitoin 3x100mg
Inj. Ranitidine 2x50mg
Inj Paracetamol 3x1 gram
Inhalasi :
7
o Combivent 3x/hari
o N-Asetylsistein 2x/hari
Konsul Divisi Paru dan Penyakit Dalam
Edukasi KIE RJP dan pasang Ventilator
VII. PROGNOSIS
- Ad vitam : Dubia ad malam
- Ad sanationum : Dubia ad malam
- Ad fungsionum : Dubia ad malam
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan
pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa
rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
10
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus
yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke
otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,
tertius dan quartus.
11
Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam
cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang
berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);
mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan
rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)
dan mielensefalon (medulla oblongata).
12
B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.
Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan
meningocerebritis.
C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
13
Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan
enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada
pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St.
Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling
sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan
meningitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus
mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak
tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningitis yaitu
Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis,
Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit
(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya
merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,
penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari
inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri
dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis
dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immune-
mediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari
setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
14
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.
16
Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema
otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen anti-
inflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen
penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.
Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan
adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun
tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan
respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi
bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan
tekanan intrakranial meningkat.
Meningitis karena jamur jarang terjadi tetapi dapat terjadi pada pasien
immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau
trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus
pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi
meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis
meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu
peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab
sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal.
Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan
kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga
Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse
virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini
menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari
pengujian laboratorium. Namun, manfaatnya terbatas pada sejumlah patogen
diidentifikasi.
17
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus
dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end
host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi
bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa
beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang
lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama
diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang
diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah
dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.
18
2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral
- Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko
mengalami meningoencephalitis viral
3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
- pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi
jamur
4. Anamnesis untuk meningitis aseptik
- Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs
(NSAID), IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat
terjadi dalam beberapa menit menelan obat.
5. Anamnesis untuk ensefalitis
- Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan
membantu diagnosis.
19
Gambar 4. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig
b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
lebih sering dengan meningitis pneumokokus.
- Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral
keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda
tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,
kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
- Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
20
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.
21
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob
penyakit dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi
patologis jaringan otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus
dan infeksi Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama
primer SSP vasculopathies atau keganasan.
22
sedikit namun khususnya apabila pada
meningkat kemudian saat pengobatan pemeriksaan
karena limfosit dan terjadi tidak adekuat usap CSF;
bendunga monosit blok
n cairan mendominasi cairan
serebrospi pada akhirnya serebrospi
nal pada nal
tahap
tertentu
Fungal Biasanya 25-500; PMNs 20-500 <50; Budding yeast
meningkat mendominasi menurun dapat terlihat
pada awalnya khususnya
namun apabila
kemudian pengobatan
monosit tidak adekuat
mendominasi
pada akhirnya
Viral meningitis Normal PMNs 20-100 Secara umum
atau atau mendominasi normal; dapat
meningoencefali meningkat pada awalnya terdepresi
tis tajam namun hingga 40
kemudian pada beberapa
monosit infeksi virus
mendominasi (15-20% dari
pada akhirnya ; mumps)
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
Abses (infeksi Normal 0-100 PMNs 20-200 Normal Profil
parameningeal) atau kecuali pecah mungkin
meningkat menjadi CSF normal
23
G. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS
Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial Meningitis
Age Recommended Treatment Alternative Treatments
Newborns (0-28 days) Cefotaxime or ceftriaxone plus Gentamicin plus
ampicillin with or without gentamicin ampicillin
Ceftazidime plus
ampicillin
Infants and toddlers (1 Ceftriaxone or cefotaxime plus Cefotaxime or ceftriaxone
mo-4 yr) vancomycin plus rifampin
Children and adolescents Ceftriaxone or cefotaxime plus Ampicillin plus
(5-13 yr) and adults vancomycin chloramphenicol
Penatalaksanaan
1. Perawatan umum
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Mula – mula cairan diberikan secara infus dalam jumlah yang cukup dan jangan
berlebihan.
c. Bila gelisah diberi sedativa seperti Fenobarbital atau penenang.
d. Nyeri kepala diatasi dengan analgetika.
e. Panas diturunkan dengan :
Kompres es
Paracetamol
Asam salisilat
Pada anak dosisnya 10 mg/kg BB tiap 4 jam secara oral
f. Kejang diatasi dengan :
Diazepam
Dewasa : dosisnya 10 – 20 mg IV
Anak : dosisnya 0,5 mg/kg BB IV
Fenobarbital
Dewasa : dosisnya 6 – 120 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 6 mg/kg BB/hari secara oral
24
Difenil hidantoin
Dewasa : dosisnya 300 mg/hari secara oral
Anak : dosisnya 5 – 9 mg/kg BB/hari secara oral
g. Sumber infeksi yang menimbulkan meningitis purulenta diberantas dengan obat –
obatan atau dengan operasi
h. Kenaikan tekanan intra kranial diatasi dengan :
Manitol
Dosisnya 1 – 1,5 mg/kg BB secara IV dalam 30 – 60 menit dan dapat diulangi
2 kali dengan jarak 4 jam
Kortikosteroid
Biasanya dipakai deksametason secara IV dengan dosis pertama 10 mg lalu
diulangi dengan 4 mg setiap 6 jam. Kortikosteroid masih menimbulkan
pertentangan. Ada yang setuju untuk memakainya tetapi ada juga yang
mengatakan tidak ada gunanya.
Pernafasan diusahakan sebaik mungkin dengan membersihkan jalan
nafas.
i. Bila ada hidrosefalus obstruktif dilakukan operasi pemasangan pirau (shunting).
j. Efusi subdural pada anak dikeluarkan 25 – 30 cc setiap hari selama 2 – 3 minggu,
bila gagal dilakukan operasi.
k. Fisiotherapi diberikan untuk mencegah dan mengurangi cacat.
2. Pemberian Antibiotika.
Antibiotika spektrum luas harus diberikan secepat mungkin tanpa menunggu hasil
biakan. Baru setelah ada hasil biakan diganti dengan antibiotika yang sesuai. Pada terapi
meningitis diperlukan antibiotika yang jauh lebih besar daripada konsentrasi bakterisidal
minimal, oleh karena :
Dengan menembusnya organisme ke dalam ruang sub araknoid berarti daya tahan
host telah menurun.
Keadaan likuor serebrospinalis tidak menguntungkan bagi leukosit dan fagositosis
tidak efektif.
25
Pada awal perjalanan meningitis purulenta konsentrasi antibodi dan komplemen
dalam likuor rendah.
Pemberian antibiotika dianjurkan secara intravena yang mempunyai spektrum luas baik
terhadap kuman gram positif, gram negatif dan anaerob serta dapat melewati sawar darah otak
(blood brain barier). Selanjutnya antibiotika diberikan berdasarkan hasil test sensitivitas
menurut jenis bakteri.
Antibiotika yang sering dipakai untuk meningitis purulenta adalah :
a. Ampisilin
Diberikan secara intravena
Dosis : Neonatus : 50 – 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Umur 1 – 2 bulan : 100 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Umur > 2 bulan : 300 – 400 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 8 – 12 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
b. Gentamisin
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Neonatus : 7,5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
Bayi dan dewasa : 5 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 3 kali pemberian.
c. Kloramfenikol
Diberikan secara intravena
Dosis : Prematur : 25 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi genap bulan : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
26
Anak : 100 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 4 – 8 gram/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
d. Sefalosporin
Diberikan secara intravena
Sefotaksim
Dosis : Prematur & neonatus : 50 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2 kali pemberian.
Bayi & anak : 50 – 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 2–4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 4 – 6 jam.
Bila fungsi ginjal jelek, dosis diturunkan.
Sefuroksim
Dosis : Anak : 200 mg/kg BB/hari
dibagi dalam 4 kali pemberian.
Dewasa : 2 gram tiap 6 jam
Bila dilakukan kultur dan bakteri penyebab dapat ditemukan, biasanya antibiotika yang
digunakan adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut ini
Tabel 2.7: Pilihan antibiotik berdasakan kuman penyebab
No Kuman penyebab Pilihan pertama Alternatif lain
1. H. influenzae Ampisilin Cefotaksim
2. S. pneumoniae Penisillin G Kloramfenikol
3. N. meningitidis Penisillin G Kloramfenikol
4. S. aureus Nafosillin Vancomisin
5. S. epidermitis Sefotaksim Ampisillin bila sensitif
Enterobacteriaceae dan atau ditambah
aminoglikosida secara
intrateca.
27
6. Pseudomonas Pipersillin + Sefotaksim
Tobramisin
7. Streptococcus Penicillin G Vankomisin
Group A / B
8. Streptococcus Ampisillin +
Group D Gentamisin
9. L monocytogenes Ampisillin Trimetoprim
Sulfametoksasol
2.7.10 Prognosis
Prognosis penyakit ini bervariasi, tergantung pada :
1. Umur : Anak Makin muda makin bagus prognosisnya
Dewasa Makin tua makin jelek prognosisnya
2. Kuman penyebab
3. Lama penyakit sebelum diberikan antibiotika
4. Jenis dan dosis antibiotika yang diberikan
5. penyakit yang menjadi faktor predisposisi.
28
Pada banyak kasus, penderita meningitis yang ringan dapat sembuh sempurna walaupun
proses penyembuhan memerlukan waktu yang lama. Sedangkan pada kasus yang berat, dapat
terjadi kerusakan otak dan saraf secara permanen, dan biasanya memerlukan terapi jangka
panjang
29
DAFTAR PUSTAKA
30