Anda di halaman 1dari 20

UJI TARIK

(TENSILE TEST)

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Tujuan

Tujuan Instruksional Umum : Mahasiswa dapat melakukan pengujian tarik (tensile test)
terhadap suatu material.

Tujuan Instruksional Khusus : 1. Mahasiswa mampu membuat diagram tegangan-


regangan teknik dan sebenarnya berdasarkan diagram
beban-pertambahan panjang yang di dapat dari hasil
pengujian.

2. Mahasiswa mampu menjelaskan, menganalisa sifat-


sifat mekanik material yang terdiri dari kekuatan tarik
maksimum, kekuatan tarik luluh, reduction of area,
elongation dan modulus elastisitas.

I.2 Dasar Teori


Salah satu sifat mekanik yang sangat penting dan dominan dalam suatu perancangan
konstruksi dan proses manufaktur adalah kekuatan tarik. Kekuatan tarik suatu bahan di dapat
dari hasil uji tarik (tensile test) yang dilaksanakan berdasarkan standar pengujian yang telah
baku seperti ASTM (Assotiation Society Test and Material) JIS(Japan Industrial Standart),
DIN (Deutches Institut for Nurmunge).dan yang lainnya.

Terdapat beberapa Spesimen pada uji tarik. Bentuk spesimen sebagaimana


ditunjukkan pada gambar di bawah ini :

1. Spesimen Plat
Batang uji berupa plat ditentukan dahulu gauge lengthnya, yaitu 60 mm.
Setelah itu diambil titik tengah dari gauge length, yaitu A0 = 30 mm & B0 = 30 mm.
Kesemuanya itu diberi tanda dengan penitik kemudian diukur kembali panjang gauge

1
lenghtnya apakah tepat 60 mm atau tidak, setelah itu nilainya dimasukkan kedalam
penandaan (L0).

Gambar 1.1 Spesimen Plat

2. Spesimen Round Bar


Batang uji berupa rounded ditentukan dulu gauge lenghtnya, yaitu 60 mm lalu
ditentukan titik tegah gauge lenghtnya. Stelah itu diukur lagi panjang gauge length
dari A ke B untuk dimasukkan kedalam penandaan (Lo). Setelah itu ditandai dengan
penitik.

Gambar 1.2 Spesimen Round Bar


3. Spesimen Beton Neser
Batang uji berupa deformed diratakan dulu ujung-ujungnya supaya dapat
diperoleh pengukuran panjang yang lebih presisi. Ujung batang dapat diratakan
dengan cara dikikir maupun dipotong dengan alat pemotong logam. Setelah itu diukur

2
panjang batang uji dengan menggunakan jangka sorong, lalu ditentukan titik
tengahnya dan dapat ditandai dengan menggunakan penitik. Setelah itu ditentukan
gauge lenghtnya , yaitu 70 mm sehingga A0 dan B0 adalah masing-masing 35 mm dan
juga ditandai dengan penitik. Baru kemudian diukur lagi panjang gauge lenghtnya (A
ke B) yang kemudian hasil pengukuran dimasukkan kedalam penandaan (Lo)

C
Pot C-C

Φo
Ao Bo

Gauge Length

C
Gambar 1.3 Spesimen Beton Neser
Pada pengujian tarik spesimen diberi beban uji aksial yang semakin besar secara kontinyu.
Sebagai akibat pembebanan aksial tersebut, spesimen mengalami perubahan panjang.

Perubahan beban (P) dan perubahan panjang (∆ L) tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik,

yang merupakan fungsi beban dan pertambahan panjang dan disebut sebagai grafik P - ∆ L

dan kemudian dijadikan grafik Stress-Strain (Grafik - ) yang menggambarkan sifat bahan
secara umum.

3
Gambar 1.4 grafik P-  hasil pengujian tarik beberapa logam

Dari gambar 1.4 di atas tampak bahwa sampai titik p perpanjangan sebanding dengan
pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke, sedangkan titik p merupakan
batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik p di sebut juga batas proporsional.
Sedikit di atas titik p terdapat titik e yang merupakan batas elastis di mana bila beban di
hilangkan maka belum terjadi pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali
kepanjang semula. Daerah di bawah titik e di sebut daerah elastis. Sedangkan di atasnya di
sebut daerah plastis.
Di atas titik e terdapat titik y yang merupakan titik yield (luluh) yakni di mana logam
mengalami pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang berarti. Dengan kata lain
titik yield merupakan keadaan di mana spesimen terdeformasi dengan beban minimum.
Deformasi yang yang di mulai dari titik y ini bersifat permanen sehingga bila beban di
hilangkan masih tersisa deformasi yang berupa pertambahan panjang yang di sebut deformasi
plastis. Pada kenyataannya karena perbedaan antara ke tiga titik p, e dan y sangat kecil maka
untuk perhitungan teknik seringkali keberadaan ke tiga titik tersebut cukup di wakili dengan
titik y saja. Dalam kurva titik y ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban
relatif tetap. Penampakan titik y ini tidak sama untuk semua logam. Pada material yang ulet
seperti besi murni dan baja karbon rendah, titik y tampak sangat jelas. Namun pada umumnya
penampakan titik y tidak tampak jelas. Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y
dengan menggunakan metode offset. Metode offset di lakukan dengan cara menarik garis
lurus yang sejajar dengan garis miring pada daerah proporsional dengan jarak 0,2% dari
regangan maksimal. Titik y di dapat pada perpotongan garis tersebut dengan kurva σ-ε
(gambar 1.5)

4
Gambar 1.5 Metode offset untuk menentukan titik yield

Kenaikan beban lebih lanjut akan menyebabkan deformasi yang akan semakin
besar pada keseluruhan volume spesimen. Beban maksimum di tunjukkan dengan puncak
kurva sampai pada beban maksimum ini, deformasi yang terjadi masih homogen sepanjang
spesimen. Pada material yang ulet (ductile), setelahnya beban maksimum akan terjadi
pengecilan penampang setempat (necking), selanjutnya beban turun dan akhirnya spesimen
patah. Sedangkan pada material yang getas (brittle), spesimen akan patah setelah tercapai
beban maksimum.

 Grafik Tegangan-Regangan Teknik  t   t 

Hasil pengujian yang berupa grafik atau kurva P   tersebut sebenarnya belum
menunjukkan kekuatan material, tetapi hanya menunjukkan kekuatan spesimen saja. Untuk
mendapatkan kekuatan materialnya maka grafik P   tersebut harus di konversikan ke
dalam tegangan-regangan teknik (grafik  t   t ). Grafik  t   t di buat dengan asumsi luas
penampang spesimen konstan selama pengujian. Oleh karena itu penggunaan grafik ini
terbatas pada konstruksi yang man deformasi permanen tidak di perbolehkan terjadi.

5
Berdasarkan asumsi luas penampang konstans tersebut maka persamaan yang di gunakan
adalah :

 t = P/Ao ………………………………………………………………………..(1)
 t       100   …………………………………………………………….(2)
di mana  t  tegangan teknik (kN/mm2)
P = tegangan teknik (kN)
Ao = luas penampang awal spesimen (mm2)
 t = regangan teknik (%)
  = panjang awal spesimen (mm)

 ' = panjang spesimen setelah patah (mm)


 = pertambahan panjang (mm)
= '   

Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan kurva P   ke dalam grafik


 t   t adalah sebagai berikut:
1. Ubahlah kurva P   menjadi grafik P   dengan cara menambahkan sumbu tegak
sebagai P dan sumbu mendatar sebagai  .
2. tentukan skala beban (p) dan skala pertambahan panjang   pada grafik P   . Untuk
menentukan skala beban bagilah beban maksimal yang di dapat dari mesin dengan tinggi
kurva maksimal, atau bagilah beban yield (bila ada) dengan tinggi yield pada kurva.
Sedangkan untuk menentukan skala pertambahan panjang, bagilah panjang setelah patah
dengan panjang pertambahan total pada kurva Dari perhitungan tersebut akan di dapatkan
data:
1. Skala beban (P) 1mm : ........... kN
2. Skala pertambahan panjang   1mm : ........... mm
3. Ambillah 3 titik di daerah elastis, 3 titik di sekitar yield ( termasuk y), 3 titik di sekitar
beban maksimal (termasuk u) dan satu titik patah (f). Tentukan besar beban dan

6
pertambahan panjang ke sepuluh titik tersebut berdasarkan skala yang telah di buat di
atas. Untuk membuat tampilan yang baik, terutama pada daerah elastis, tentukan terlebih
dahulu kemiringan garis proporsional   dengan memakai persamaan Hooke di bawah
ini:

     ...................................................................................................................(3)
di mana  = tegangan/ stress (kg/mm2, MPA,Psi)
 = modulus elastisitas (kg/mm2,MPA,Psi)
 = regangan/strain (mm/mm, in/in)
dari persamaan 3 di dapatkan
  
= tg ………………………………………………………………………….(4)
4. Konversikan ke sepuluh beban (P) tersebut ke tegangan teknik  t dengan menggunakan

persamaan 1 dan konversikan pertambahan panjangnya   ke regangan teknik  t 


dengan memakai persamaan 2.
5. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar  t dan sumbu tegak  t berdasarkan ke sepuluh

titik acuan tersebut. Grafik yang terjadi (gambar 1.6) akan mirip dengan kurva P   ,
karena pada dasarnya grafik  t   t dengan kurva P   identik, hanya besaran sumbu-
sumbunya yang berbeda.

Gambar 1.6 Grafik  t   t hasil konversi grafik P  

7
 Grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya  s   s 

Grafik tegangan-regangan sebenarnya  s   s  di buat dengan kondisi luas penampang yang


terjadi selama pengujian. Penggunaan grafik ini khususnya pada manufaktur di mana
deformasi plastis yang terjadi menjadi perhatian untuk proses pembentukkan. Perbedaan
paling menyolok grafik ini dengan dengan grafik  t   t terletak pada keadaan kurva setelah

titik u (beban ultimate). Pada grafik  t   t setelah titik u, kurva akan turun sampai patah di

titik f (frakture), sedangkan pada grafik  s   s kurva akan terus naik sampai patah di titik f.
Kenaikkan tersebut di sebabkan tegangan yang terjadi di perhitungkan untuk luas penampang
sebenarnya sehingga meskipun beban turun namun karena tingkat pengecilan penampang
lebih besar, maka tegangan yang terjadi juga lebih besar.
Berdasarkan asumsi volume konstan maka persamaan yang di gunakan adalah:
σ s =  t ( 1 +  t )..........................................................................................(5)

 s = ℓn ( 1 +  t )..........................................................................................(6)
Adapun langkah-langkah untuk mengkonversikan garfik  t   t ke dalam grafik

 s   s adalah sebagai berikut:

1. Ambil kembali ke sepuluh titik pada grafik  t   t yang merupakan konversi dari grafik

P   .Untuk menentukan nilai tegangan sebenarnya gunakan persamaan 5 sedangkan


untuk nilai regangan sebenarnya gunakan persamaan 6.Persaman tersebut hanya berlaku
sampai titik maksimum yaitu titik 1-8 .Sedangkan nilai ke dua titik lainnya (titik 9 dan
titik 10) yang berada setelah puncak kurva akan mengalami perubahan.
2. Untuk menghitung nilai tegangan sebenarnya dan regangan sebenarnya pada kedua titik
tersebut gunakan persamaan berikut:
 s  P Ai .....................................................................................................................(7)
 s = ℓn (Ao/Ai)...............................................................................................................(8)
di mana Ai = Luas penampang sebenarnya. Untuk titik ke-10, A10 adalah luas
penampang setelah patah, sedangkan untuk titik ke-9, A9 nilainya antara A8 dengan A10.
3. Buatlah grafik dengan sumbu mendatar  s dan sumbu tegak  s berdasarkan ke sepuluh
titik acuan tersebut.

8
Gambar 1.7 Grafik Tegangan dan Regangan sebenarnya  s   s 

 . Sifat Mekanik yang di dapat dari uji tarik


1. Tegangan Tarik Yield  y 

 y  Py A ………………….………………………………………………...(9)

di mana  y = tegangan yield (kN/mm2)

Py = beban yield (kN)


2. Tegangan Tarik Maksimum/ Ultimate  u 

 u  Pu A ………………….………………………………………………...(10)
di mana  u = tegangan ultimate (kN/mm2)
pu = beban ultimate (kN)
3. Regangan  
       100 0 0 ..........................................................................................(11)
di mana  = regangan (%).
 = pertambahan panjang (mm)
  = panjang awal spesimen (mm)
Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material.
4. Modulus Elastisitas (E)

9
Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas menunjukkan kekakuan
suatu material. Semakin besar nilai E, menandakan semakin kakunya suatu material.
Harga E ini di turunkan dari persamaan hukum Hooke sebagaimana telah di uraikan pada
persamaan 3 dan 4.
Dari persamaan tersebut juga nampak bahwa kekakuan suatu material relatif terhadap
yang lain dapat di amati dari sudut kemiringan   pada garis proporsional. Semakin
besar  , semakin kaku material tersebut.
5. Reduksi Penampang/Reduction of Area (RA )
RA=[(A0-A’)/A0]  100%
di mana A’ = luas penampang setelah patah (mm2)
Reduksi penampang dapat juga di gunakan untuk menetukan keuletan material. Semakin
tinggi nilai RA, semakin ulet material tersebut.

10
BAB II
METODOLOGI
II.1 Material
1. Spesimen uji tarik pelat.
2. Spesimen uji tarik round bar.
3. Spesimen uji tarik deformat.
4. Specimen uji tarik beton neser.
5. Kertas milimeter.

II.2 Peralatan
1. Mesin uji tarik.
2. Kikir.
3. Jangka sorong.
4. Ragum.
5. Penitik.
6. Palu.
II.3 Langkah Kerja
1. Menyiapkan Spesimen
Ambil spesimen dan jepit pada ragum.
Ambil kikir, dan kikir bekas machining pada spesimen yang memungkinkan
menmyebabkan salah ukur.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen..
2. Pembuatan gauge length
Ambil penitik dan tandai spesimen dengan dua titikan sejuh 50 mm. Posisikan gauge
lenght tepat di tengah-tengah spesimen.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
3. Pengukuran dimensi
Ambil spesimen dan ukur dimensinya.
Catat jenis spesimen dan data pengukurannya pada lembar kerja.
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
4. Pengujian pada mesin uji tarik
Catat data mesin pada lembar kerja.
Ambil kertas milimeter dan pasang pada tempatnya.

11
Ambil spesimen dan letakkan pada tempatnya secara tepat.
Setting beban dan pencatat grafik pada mesin tarik.
Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah.
Amati dan catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan patah sebagaimana yang
tampak pada monitor beban.
Setelah patah, ambil spesimen dan ukur panjang dan luasan penampang yang patah .
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.

12
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN

III.1. Spesimen 1 ( Plat ).

Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik


Tinggi kurva Maksimum
= 43 kN
43 mm
= 1,00 kN / mm
1 mm = 1,00 kN
skala Δl = perpanjangan setelah specimen patah
Pertambahan panjang total pada kurva
= 19,76 mm
58,00 mm
= 0,34 mm / mm
1 mm = 0,34 mm
Tabel 3.1. Spesimen 1 (Plat)
Skala Skala Δl P ℓo Ao A1 σt εt σs εs
No X Y X Y (mm) (kN) (mm) (mm²) (mm²) (kN/mm²) (mm/mm) (kN/mm²) (mm/mm)
0 0 0 1.001 0 0 60.8 136.8 136.8 0 0 0 0
1 4 11 0.216 1.001 0.864 11.009 60.8 136.8 134.88 0.08 0.014 0.082 0.014
2 6.5 20 0.216 1.001 1.404 20.016 60.8 136.8 133.71 0.146 0.023 0.15 0.023
3 8 25 0.216 1.001 1.728 25.02 60.8 136.8 133.02 0.183 0.028 0.188 0.028
4 11.5 35 0.216 1.001 2.484 35.028 60.8 136.8 131.43 0.256 0.041 0.267 0.04
5' 13 37 0.216 1.001 2.808 37.03 60.8 136.8 130.76 0.271 0.046 0.283 0.045
6 14.5 39 0.216 1.001 3.132 39.031 60.8 136.8 130.1 0.285 0.052 0.3 0.05
7 43 58 0.216 1.001 9.288 58.046 60.8 136.8 118.67 0.424 0.153 0.489 0.142
8'' 51 59 0.216 1.001 11.016 59.047 60.8 136.8 115.82 0.432 0.181 0.51 0.167
9 56 57 0.216 1.001 12.096 57.046 60.8 136.8 106.65 0.417 0.199 0.535 0.249
10''' 62.5 46 0.216 1.001 13.5 46.037 60.8 136.8 56.28 0.337 0.222 0.818 0.888
= Titik yield '' = Titik maksimum ''' = Titik patah

Beberapa sifat mekanik yang di dapat dari pengujian tarik pada spesimen uji tarik Plat
adalah sebagai berikut :
~ Tegangan tarik yield ~ Tegangan tarik maksimum
y = Py/A0 u = Pu/A0
= 31,00 kN/96,28 mm² = 35,00 kN/96,28 mm2
= 0,32 kN/mm2 = 0,36 kN/mm2

Regangan maksimum Modulus elastisitas titik ke-2

13
max = (L/Lo)x100% E = /ε
= (22,97/60,60) x 100% = 0,06/0,07
= 37,90% = 0,85 kN/mm2
Reduksi penampang Interpolasi A 9

X  56,28 115,82  56,28


RA = (A0 – A1)/A0 x 100% 
57,046  46,037 59,05  46,037
= (96,28 – 28,29) / 96,28 x 100% X = 106,65
= 70,61 %

0.9

0.8

0.7
STRESS (kN/mm2)

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
STRAIN (m m /m m )

tegangan-regangan teknik tegangan -reganan sebenarnya

Gambar 3.1 Grafik Tegangan-Regangan Spesimen 1(Plat)

III.2. Spesimen 2 ( Round Bar).

Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik


Tinggi kurva Maksimum
= 72 kN
72 mm
= 1,00 kN/mm
1 mm = 1,00 kN

14
skala Δl = perpanjangan setelah patah spesimen
Pertambahan panjang total pada kurva
= 18,52 mm
21 mm
= 0,88 mm / mm
1 mm = 0,88 mm
Tabel 3.2 Spesimen 2 (Beton Neser)

Δl Ao A1 σt εt σs εs
Skal Skal (mm P ℓo (mm² (mm² (kN/mm (mm/m (kN/mm (mm/m
No X Y aX aY ) (kN) (mm) ) ) ²) m) ²) m)
0.20 1.00 113.0 113.0
0 0 0 6 1 0 0 69.8 4 4 0 0 0 0
1 0.20 1.00 1.23 15.01 113.0 111.0
1 6 5 6 1 6 5 69.8 4 7 0.133 0.018 0.135 0.018
2 0.20 1.00 1.85 25.02 113.0 110.1
2 9 5 6 1 4 5 69.8 4 2 0.221 0.027 0.227 0.026
12. 4 0.20 1.00 2.57 113.0 109.0
3 5 0 6 1 5 40.04 69.8 4 2 0.354 0.037 0.367 0.036
5 0.20 1.00 3.29 55.05 113.0 107.9
4 16 5 6 1 6 5 69.8 4 4 0.487 0.047 0.51 0.046
5 0.20 1.00 3.50 58.05 113.0 107.6
5’ 17 8 6 1 2 8 69.8 4 4 0.514 0.05 0.539 0.049
6 0.20 1.00 4.53 61.06 113.0 106.1
6 22 1 6 1 2 1 69.8 4 5 0.54 0.065 0.575 0.063
6 0.20 1.00 5.76 63.06 113.0 104.4
7 28 3 6 1 8 3 69.8 4 1 0.558 0.083 0.604 0.079
6 0.20 1.00 64.06 113.0
8’’ 40 4 6 1 8.24 4 69.8 4 101.1 0.567 0.118 0.634 0.112
6 0.20 1.00 9.06 113.0
9 44 0 6 1 4 60.06 69.8 4 90.66 0.531 0.13 0.662 0.221
10’’ 4 0.20 1.00 10.5 113.0
’ 51 0 6 1 1 40.04 69.8 4 38.47 0.354 0.151 1.041 1.078
' = Titik Yield '' = Titik Maksimum ''' = Titik patah

Beberapa sifat mekanik dari hasil pengujian uji tarik spesimen Bar adalah sebagai
berikut:

Tegangan yield Tegangan maksimum


y = Py/A0 u = Pu/A0
= 29,00 kN/70,33 mm2 = 39,00 kN/70,33 mm2
= 0,41 kN/mm2 = 0,55 kN/mm2

Regangan maksimum Modulus elastisitas titik ke-2


max = (L/Lo)x100% E = /
= (26,73/75,73) x 100% = 0,11/0,01

15
= 35,39 % = 11,00 kN/mm2

Reduksi penampang Interpolasi A 9

X  38,47 101,1  38,47


RA= (A0 – A’)/A0 x 100% 
60,06  40,04 64,064  40,04
= (70,33-25,50) / 70,33 x 100% X = 96,66
= 63,74 %

1.1
1
0.9
0.8
STRESS (kN/mm 2)

0.7
0.6
0.5
0.4

0.3
0.2

0.1
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2
STRAIN (m m /m m )

tegangan -regangan teknik tegangan-regangan sebenarnya

Gambar 3.2 Grafik Tegangan – Regangan Spesimen 2(Beton Neser)

III.3. spesimen 3 (plat)

Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik


Tinggi kurva Maksimum
= 43 kN
43 mm
= 1,00 kN / mm
1 mm = 1,00 kN

16
skala Δl = perpanjangan setelah specimen patah
Pertambahan panjang total pada kurva
= 19,76 mm
58,00 mm
= 0,34 mm / mm
1 mm = 0,34 mm

Tabel 3.3 Spesimen 3 (plat)

Skala beban = Beban maksimum dari mesin uji tarik


Tinggi kurva Maksimum
= 43 kN
43 mm
= 1,00 kN / mm
1 mm = 1,00 kN
skala Δl = perpanjangan setelah specimen patah
Pertambahan panjang total pada kurva
= 19,76 mm
58,00 mm
= 0,34 mm / mm
1 mm = 0,34 mm

Skala Skala Δl σt σs
No X Y P(kN) Lo Li Ao(mm²) A1(mm²) εt(mm/mm) εs(mm/mm)
X Y (mm) (kN/mm²) (kN/mm²)
0 0.00 0.00 0.34 1.00 0.00 0.00 60.60 60.60 96.28 96.28 0.00 0.00 0.00 0.00

1 3.00 6.00 0.34 1.00 1.02 6.00 60.60 61.62 96.28 94.69 0.06 0.02 0.06 0.02

2 5.00 8.00 0.34 1.00 1.70 8.00 60.60 62.30 96.28 93.65 0.08 0.03 0.09 0.03

3 8.00 13.00 0.34 1.00 2.72 13.00 60.60 63.32 96.28 92.14 0.14 0.04 0.14 0.04

4 10.00 18.00 0.34 1.00 3.40 18.00 60.60 64.00 96.28 91.17 0.19 0.06 0.20 0.05

5 13.00 19.00 0.34 1.00 4.42 19.00 60.60 65.02 96.28 89.73 0.20 0.07 0.21 0.07

6 19.00 37.00 0.34 1.00 6.46 37.00 60.60 67.06 96.28 87.01 0.38 0.11 0.43 0.10

7 27.00 44.00 0.34 1.00 9.18 44.00 60.60 69.78 96.28 83.61 0.46 0.15 0.53 0.14

8 36.00 47.00 0.34 1.00 12.24 47.00 60.60 72.84 96.28 80.10 0.49 0.20 0.59 0.18

9 43.00 48.00 0.34 1.00 14.62 48.00 60.60 75.22 96.28 77.57 0.50 0.24 0.62 0.22

10 46.00 48.00 0.34 1.00 15.64 48.00 60.60 76.24 96.28 77.57 0.50 0.26 0.62 0.22

11 50.00 48.00 0.34 1.00 17.00 48.00 60.60 77.60 96.28 77.57 0.50 0.28 0.62 0.22

12 53.00 48.00 0.34 1.00 18.02 48.00 60.60 78.62 96.28 77.57 0.50 0.30 0.62 0.22

13 57.00 31.00 0.34 1.00 19.38 31.00 60.60 79.98 96.28 41.38 0.32 0.32 0.75 0.84

17
Beberapa sifat mekanik yang didapat dari pengujian tarik pada specimen Round Bar
adalah sebagai berikut :
Tegangan yield Tegangan maksimum
y = Py/A0 u = Pu/A0
= 41,00 kN/122.66 mm2 = 63,00 kN/122.66 mm2
= kN/mm2 = kN/mm2

Regangan maksimum Modulus elastisitas titik ke-2


max = (L/Lo)x100% E = /
= (37,80/60,60)x 100% = 0,12/0,06
= % = kN /mm2

Reduksi penampang Interpolasi A1 pada titik 9


X  40,69 98,65  40,69
RA = (A0 – A’)/A0 x 100% 
54,054  40,04 58,058  40,04
= (122,66-41,38) / 122,66 x 100% X = 85,77
=%

Grafik Tegangan dan Regangan


0.80

0.70

0.60

0.50
Stress

0.40
Tegangan-regangan sebenarnya
0.30 Tegangan-Regangan Teknik
0.20

0.10

0.00
0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 1.10
Strain

Gambar 3.3 Grafik Tegangan-Regangan Spesimen 3 (plat)

18
BAB IV
PENUTUP

IV. Kesimpulan
Dari hasil penghitungan diatas, maka diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 4.1 Sifat mekanik
No Spesimen σy(kN/mm2) σu(kN/mm2) E(kN/mm2) εmax(%) RA(%)
1 Plat 0,32 0,36 0,85 37,90 70,61
Beton
2 Neser 0,41 0,55 11,00 35,39 63,74
Round
3 Bar 0,33 0,51 2 62,37 66,26

Dari data yang diperoleh diatas dapat disimpulkan bahwa:

 Spesimen 2 memiliki kekuatan elastic Paling besar karena nilai tegangan yieldnya
paling besar

 Spesime 2 memiliki kekuatan tarik paling besar karena memiliki tegangan


maksimum paling besar

 Spesimen 2 memiliki kekakuan paling besar karena modulus elastisitasnya


paling tinggi.

 Spesimen 3 memiliki keuletan paling tinggi karena memiliki elongation paling


besar.

Ketidak tepatan hasil percobaan disebabkan oleh kesalahan pemasangan spesimen pada
mesin uji tarik (anvil), pembacaan nilai hasil pengujian yang kurang tepat, ketidaktelitian
pengukuran material yang tidak homogen (luasan tidak sama), pembulatan bilangan
desimal pada perhitungan dan hasil perhitungan itu sendiri, kesalahan pengambilan titik
pada kurva hasil pengujian serta kesalahan dari praktikan.

19
Daftar Pustaka
1. Harsono, Dr, Ir & T.Okamura, Dr, [1991], Teknologi Pengelasan Logam, PT.
Pradya Paramita, Jakarta
2. Wachid Suherman, Ir, [1987], Diktat Pengetahuan Bahan, Jurusan Teknik
Mesin FTI, ITS
3. Dosen Metallurgi, [1986], Petunjuk Praktikum Logam, Jurusan Teknik Mesin
FTI, ITS
4. M.M. Munir, [2000], Modul Praktek Uji Bahan, Vol 1, Jurusan Teknik
Bangunan Kapal, PPNS
5. Budi Prasojo, ST [2002], Buku Petunjuk Praktek Uji Bahan, Jurusan Teknik
Permesinan Kapal, PPNS

20

Anda mungkin juga menyukai