Anda di halaman 1dari 23

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAAN KOOPERATIF

TIPE TEAMS-GAMES-TOURNAMENT (TGT) TERHADAP


KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS DITINJAU DARI
PRESTASI BELAJAR

Usulan Penelitian untuk Skripsi

Diajukan oleh
Nihara Aulyana Utami
NPM 16310115

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN
ALAM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS PGRI SEMARANG
2018

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan yang
pesat sejalan dengan perkembangan zaman, karena itu diperlukan sumber
daya manusia (SDM) yang mempunyai bobot dan mutu yang tinggi.
Sumber daya manusia tersebut dapat dihasilkan melalui jalur pendidikan.
Salah satunya dengan menekankan matematika sekolah yang diharapkan
akan mempunyai kontribusi yang berarti bagi bangsa di masa depan. Hal
ini sejalan dengan pendapat Sujono (1988: 20) yang menyatakan bahwa
dalam perkembangan peradaban modern, matematika memegang peranan
penting karena dengan bantuan matematika semua ilmu pengetahuan
menjadi lebih sempurna.

Mutu pendidikan yang tinggi diyakini mampu membangun insan


Indonesia yang beriman, cerdas dan kompetitif. Sementara itu mutu
pendidikan Indonesia, terutama dalam mata pelajaran matematika masih
rendah. Menurut Marpaung (2008: 2) mutu pendidikan kita dari tahun ke
tahun sejak 1975 sampai sekarang terkesan tidak meningkat, apalagi kalau
dibandingkan dengan perkembangan di negara-negara lain termasuk
beberapa negara tetangga yang dulu keadaannya relatif sama dengan
Indonesia, seperti Korea Selatan, dan Malaysia. Indikator rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia diantaranya: prestasi wakil-wakil Indonesia pada
event-event internasional seperti IMO (International Mathematics
Olympiad) tahun 2007 Indonesia ranking 52 dari 93 negara peserta, PISA
(Programme for International Student Assessment) tahun 2006 Indonesia
rangking 32 dari 33 negara dan prestasi dalam ujian nasional yaitu untuk
mencapai skor 5,0 saja sangat sulit bagi banyak siswa dan menimbulkan
masalah dalam masyarakat. Sementara itu, data yang dikeluarkan oleh IES
(Institute of Education Sciences) tahun 2008, Indonesia menempati
peringkat 36 dari 49 negara peserta TIMSS (Trends in International
Mathematics and Science Study) tahun 2007 dengan nilai rata-rata 397.
Prestasi ini lebih rendah jika dibandingkan negara Malaysia yang
menempati peringkat 20 dengan nilai rata-rata 474.

Banyak faktor yang menyebabkan matematika dianggap pelajaran


sulit, diantaranya adalah karakteristik materi matematika yang bersifat
abstrak, logis, sistematis, dan penuh dengan lambang-lambang. Selain itu
pengalaman belajar matematika bersama guru yang tidak menyenangkan
atau guru yang membingungkan turut membentuk sikap negatif siswa
terhadap pelajaran matematika. Hal ini menjadikan tantangan bagi setiap
guru matematika untuk menyajikan model pembelajaran yang
memudahkan siswa, menyenangkan, dan efektif bagi peningkatan hasil
belajar matematika.

Menurut Masykur (2007: 57) sejauh ini paradigma pembelajaran


matematika di sekolah masih didominasi oleh paradigma pembelajaran
konvensional, yakni paradigma mengajar siswa diposisikan sebagai objek,
siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa-apa. Sementara guru
memposisikan diri sebagai orang yang mempunyai pengetahuan, sebagai
satu-satunya sumber ilmu. Selama kegiatan pembelajaran, guru cenderung
lebih mendominasi kegiatan pembelajaran, dan hampir tidak ada interaksi
antar siswa. Kebanyakan siswa hanya mendengarkan dan menulis dengan
tekun, hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan kepada guru.
Dengan kata lain siswa cenderung pasif. Selain itu dalam sistem
pembelajaran konvensional siswa dipaksa untuk bekerja secara individu
atau kompetitif tanpa ada banyak kesempatan untuk berinteraksi dan
bekerja sama dengan sesama. Hal ini dapat menimbulkan sikap dan
hubungan negatif dan dapat merusak motivasi siswa.

Menurut Lie (2008: 11) perlu ada perubahan paradigma dalam


menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah
seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan
siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-
muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur
proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga
saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnya. Sistem pengajaran
yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai sistem
pembelajaran gotong-royong atau cooperative learning (pembelajaran
kooperatif).

Wood (1999: 171) menyatakan bahwa beberapa peneliti seperti


Confrey dan Labinowicz telah memperoleh pandangan yang membangun
dan berpendapat bahwa siswa akan memahami matematika dengan baik
jika siswa dengan aktif terlibat dalam proses pembelajaran matematika.
Sementara menurut Zakaria (2007) belajar kelompok/kerjasama dipercaya
paling efektif karena murid dengan aktif terlibat dalam berbagi ide dan
pekerjaan untuk melengkapi tugas akademis.

Belajar dengan kerja sama (cooperative learning) dapat dilakukan


dalam suasana yang menyenangkan, seperti dengan permainan atau game.
Tipe pembelajaran kooperatif yang menggunakan permainan adalah
pembelajaran Teams-Games-Tournament (TGT). Pembelajaran kooperatif
tipe TGT merupakan jenis pembelajaran kooperatif dimana siswa setelah
belajar dalam kelompok diadakan turnamen akademik. Dalam turnamen
tersebut siswa akan berkompetisi sebagai wakil-wakil dari kelompok
mereka dengan anggota kelompok lainnya yang berkemampuan sama.

Dalam mencapai mutu pendidikan di Indonesia yang baik, diperlukan


suatu proses berpikir dan bernalar siswa dalam pembelajaran matematika. Hal
ini sesuai dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (Ratnaningsih, 2008:1)
menetapkan bahwa siswa dari mulai sekolah dasar perlu dibekali dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan kemampuan
bekerja sama. Di samping itu NCTM (Ratnaningsih, 2008: 4) mengemukakan
bahwa terdapat lima proses standard bagi siswa dalam memperoleh dan
menggunakan pengetahuan matematis yaitu pemecahan masalah, penalaran,
komunikasi, koneksi, dan representasi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka
perlu dikembangkan proses berpikir dan bernalar siswa dalam pembelajaran
matematika untuk pengembangan diri siswa di masa yang akan datang.
Model yang relevan diperlukan untuk mengoptimalkan,
meningkatkan, dan menumbuhkembangkan kemampuan penalaran matematis
siswa. Salah satu cara memperbaiki rendahnya penalaran matematis siswa
adalah dengan cara menggunakan model pembelajaran yang lebih
mendukung aktivitas siswa dalam memahami suatu materi dan lebih
menekankan siswa berperan aktif dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan penalaran matematis siswa. Model pembelajaran yang efektif
dan diperkirakan dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa
adalah model pembelajaran kooperatif, sebab dalam model pembelajaran
kooperatif terdapat elemen atau sintaks yang mengharuskan siswa
bekerjasama, diskusi dan presentasi kelompok.

Pembelajaran Teams Games-Tournament (TGT) dianggap sebagai


salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang dapat memotivasi siswa untuk
meningkatkan kemampuan penalaran matematis. Dimana model
pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament memiliki lima
komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, game, tournament, dan rekognisi
tim yang mengharuskan siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil. Oleh
karena itu, dalam upaya meningkatkan kemampuan penalaran matematis
siswa, model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament
diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa sehingga mampu
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dalam belajar.

Prestasi belajar diartikan sebagai hasil yang dicapai individu setelah


mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Wade (dalam
Simamora, 2012) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai seseorang melalui usaha-usaha belajar.
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yaitu tes prestasi belajar. Menurut
Tu’u (2004:75) yang menyatakan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar
yang dicapai siswa ketika mengikuti atau mengerjakan tugas dan kegiatan
pembelajaran di sekolah yang dibuktikan atau ditunjukkan melalui nilai atau
angka dari evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap tugas siswa atau
ulangan-ulangan atau ujian setelah melakukan suatu proses belajar yang
diukur melalui tes.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat
diidentifikasikan beberapa masalah, yaitu masih rendahnya prestasi belajar
matematika siswa disebabkan kurang tepatnya penggunaan model
pembelajaran. Selain itu, akibat kurang tepat penggunaan model
pembelajaran juga menyebabkan rendahnya kemampuan penalaran matematis
siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut, terdapat model pembelajaran yang
dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematis siswa yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT). Model
pembelajaran tipe TGT dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan
kemampuan penalaran matematis serta dapat meningkatkan prestasi belajar
siswa.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada perbedaan kemampuan penalaran matematis pada model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan
konvensional?
2. Apakah ada perbedaan kemampuan penalaran matematis pada siswa
yang prestasi belajarnya rendah, sedang, dan tinggi?
3. Apakah ada interaksi antara model pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT) dan konvensional dengan prestasi belajar
siswa?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan penalaran
matematis pada model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dan konvensional.

2. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan penalaran


matematis pada siswa yang prestasi belajarnya rendah, sedang, dan
tinggi.
3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan konvensional
dengan prestasi belajar siswa.

E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:

1. Bagi peserta didik


a. Siswa mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan model
pembelajaran yang berbeda dari sebelumnya, yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT),
dengan adanya model pembelajaran TGT, dapat meningkatkan
kemampuan penalarannya.
b. Siswa mendapatkan model pembelajaran baru yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT)
yang dapat meningkatkan prestasi belajarnya.
2. Bagi guru
Guru akan lebih kreatif dalam mengajar dengan menggunakan
model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT),
jadi tidak monoton seperti model pembelajaran konvensional.
3. Bagi sekolah
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Teams Games Tournament (TGT) diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran matematika di sekolah.
4. Bagi peneliti
a. Peneliti dapat mengetahui perbedaan kemampuan penalaran
matematis pada model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournament (TGT) dan konvensional.

b. Peneliti dapat mengetahui perbedaan kemampuan penalaran


matematis pada siswa yang prestasi belajarnya rendah, sedang, dan
tinggi.
c. Peneliti dapat mengetahui interaksi antara model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dan konvensional
dengan prestasi belajar siswa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Model Pembelajaran

Menurut Joyce & Weil dalam Rusman (2016 : 133) berpendapat


bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat
digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka
panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing
pembelajaran di kelas atau yang lain
Menurut Suprijono (2014 : 46) model pembelajaran adalah pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas maupun tutorial.
Jadi dari pendapat beberapa para ahli dapat disimpulkan bahawa
model pembelajaran adalah suatu rangkaian kegiatan di dalam sebuah
proses pembelajaran sesuai dengan sintak yang ada.

2. Model Pembelajaran Kooperatif


Menurut Rusman (2016 : 202) menyatakan bawa pembelajaran
kooperatif (cooperative Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan
cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara
kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan
struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Menurut Suprijono (2014 : 54) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperative didefinisikan sebagai falsafah mengenai tanggungjawab
pribadi dan sikap menghormati sesama. Peserta didik bertanggung jawab
atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Guru
bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak
megarahkan kelompok kearah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya.
Menurut Taniredja (2014 : 55) menyatakan bahwa pembelajaran
kooperatif (Cooperative learning) merupakan sistem pangajaran yang
memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif atau (cooperative laerning) adalah suatu bentuk
pembelajaran dalam berkelompok dimana guru hanya sebagai fasilitator
dalam proses pembelajaran.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


Teams-Games-Tournament (TGT), pada mulanya dikembangkan
oleh Davids DeVries dan Keith Edwards (Slavin, 2008:13). Dalam
pembelajaran koperatif tipe TGT terdapat lima komponen yaitu: presentasi
kelas, tim, game/permainan, turnamen/ pertandingan dan penghargaan tim.

1. Presentasi kelas.

Presentasi kelas/penyajian materi digunakan guru untuk


memperkenalkan materi pelajaran secara langsung dan klasikal. Pada
tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaran, memberi motivasi
pada siswa, menyajikan materi pokok pelajaran, serta memantau
pemahaman siswa tentang materi yang disampaikan.

2. Tim
Tim terdiri dari empat sampai enam siswa yang mewakili
seluruh bagian dari kelas dalam hal prestasi akademik, jenis kelamin,
ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini adalah memastikan bahwa
semua anggota tim benar-benar belajar. Pada kegiatan kelompok ini
siswa mempelajari materi yang telah disajikan, sekaligus membantu
teman sekelompok yang belum menguasai materi tersebut. Kemudian
siswa mengerjakan lembar kegiatan yang diberikan guru. Lembar
kegiatan itu harus dikerjakan dengan berdiskusi di dalam kelompok.
Jika ada pertanyaan yang belum dijawab di dalam kelompok maka
dapat ditanyakan kepada guru.
Tim merupakan komponen terpenting dalam pembelajaran
kooperatif tipe TGT. Tekanannya adalah membuat anggota tim
melakukan yang terbaik untuk tim, dan tim pun harus melakukan yang
terbaik untuk membantu tiap anggotanya dalam meningkatkan
kemampuan akademik. Selain itu tim juga memberikan perhatian dan
penghargaan yang seimbang/sama terhadap setiap anggota tim,
sehingga timbul rasa dihargai dan adanya penerimaan siswa dalam
timnya.

3. Game/permainan
Game/permainan terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang
relevan dengan materi pada presentasi kelas dan pelaksanaan kegiatan
kelompok/tim. Permainan ini dirancang untuk menguji pengetahuan
yang dicapai siswa. Permainan dilakukan oleh tiga atau empat siswa
yang berkemampuan setara/sama dan masing-masing mewakili tim
yang berbeda. Kelengkapan permainan biasanya berupa pertanyaan
atau soal dan kunci jawaban bernomor serta dilengkapi dengan kartu
bernomor. Siswa yang mendapat giliran mengambil kartu bernomor,
membaca pertanyaan dari nomor yang terambil dan berusaha
menjawab pertanyaan.
4. Turnamen/pertandingan
Turnamen adalah sebuah struktur di mana permainan
berlangsung. Turnamen biasanya dilaksanakan pada akhir setiap
minggu atau unit setelah guru memberikan presentasi kelas/penyajian
materi dan setiap tim telah melaksanakan kerja kelompok terhadap
lembar kegiatan siswa. Dalam turnamen ini tiga atau empat siswa
yang setara dan mewakili tim yang berbeda bersaing dalam menjawab
soal. Persaingan yang setara ini memungkinkan siswa dari semua
tingkatan kemampuan awal menyumbangkan nilai maksimum bagi
timnya.

5. Penghargaan Tim
Tim-tim yang berhasil mendapatkan nilai rata-rata melebihi
kriteria tertentu diberi penghargaan berupa sertifikat atau penghargaan
lain.

4. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT


Langkah-langkah yang dilakukan guru dan siswa dalam
pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah sebagai berikut:

1. Guru membentuk kelompok yang beranggotakan 4 sampai 6 siswa secara


heterogen. Langkah yang dapat digunakan untuk menetapkan anggota tim
adalah sebagai berikut:
a. Merangking prestasi siswa
Informasi tentang kemampuan siswa dapat diperoleh dari
skor rata-rata nilai siswa pada tes sebelumnya atau raport siswa
sebelumnya. Siswa diurutkan dengan merangking dari yang
berkemampuan tinggi ke kemampuan rendah. Jika sulit merangking
dengat tepat dapat digunakan informasi apapun yang dimiliki
termasuk pendapat sendiri dan memilih hal terbaik yang dapat
diperbuat.

b. Menentukan banyak tim


Pedoman yang dapat digunakan dalam menentukan anggota
tim adalah dengan memperhatikan banyak siswa di dalam kelas dan
banyaknya anggota setiap tim.

c. Penyusunan anggota tim


Penyusunan anggota tim didasarkan pada daftar siswa yang
sudah diurutkan prestasinya. Diupayakan setiap tim terdiri dari
siswa dengan kemampuan yang heterogen yaitu kemampuan tinggi,
sedang dan rendah. Sehingga antara tim yang satu dengan tim yang
lain rata-rata kemampuannya seimbang

2. Guru menyampaikan materi atau bahan pelajaran kepada siswa.


Kegiatan pokok pada langkah ini adalah guru
mempresentasikan pelajaran dalam kelas secara langsung ataudiskusi
antara siswa dan guru.

3. Dengan menggunakan lembar kerja siswa, tiap kelompok belajar bersama


mendiskusikan materi yang telah dibahas guru.
Selama belajar kelompok siswa berada dalam timnya, tugas
anggota tim adalah menguasai materi yang diberikan guru,
mengerjakan soal-soal yang ada pada lembar kerja dan membantu
teman satu tim untuk menguasai materi tersebut. Beberapa prinsip
yang perlu dipahami siswa dalam belajar kelompok adalah sebagai
berikut:

a. Siswa dalam kelompok harus merasa bahwa mereka adalah bagian dari
sebuah kelompok dan mempunyai tujuan bersama yang harus dicapai.
b. Siswa dalam kelompok harus menyadari bahwa masalah yang mereka
hadapi adalah masalah kelompok, dan berhasil atau tidaknya kelompok
tersebut menjadi tanggung jawab bersama kelompok.
c. Siswa dalam kelompok harus berdiskusi satu sama lain untuk
menemukan kesimpulan/jawaban suatu masalah.
4. Guru memimpin diskusi kelas untuk memvalidasi jawaban/kesimpulan
dari masing-masing kelompok.
5. Turnamen akademik.
Dalam turnamen akademik diperlukan perangkat
pembelajaran yaitu kelengkapan turnamen yang berisi:

a. Satu lembar pertanyaan bernomor.


b. Satu lembar kunci jawaban bernomor.
c. Satu set kartu bernomor.
d. Satu lembar pencatat skor
Pada awal permainan turnamen diumumkan penempatan
meja bagi setiap siswa. Nomor peringkat meja turnamen diganti
dengan nama/huruf, sehingga siswa tidak tahu mana meja yang tinggi
dan mana meja yang rendah tingkatannya. Bagan dari putaran
permainan dengan tiga siswa dalam satu meja turnamen adalah
sebagai berikut:

Gambar 2.2. Bagan dari putaran permainan


dengan tiga siswa dalam satu meja turnamen

Untuk memulai permainan, para siswa menarik kartu untuk


menentukan pembaca yang pertama, yaitu siswa yang menarik nomor
tertinggi. Pembaca pertama mengocok kartu bernomor dan mengambil
kertas yang teratas, kemudian mencari soal yang sesuai dan
membacanya dengan keras serta mencoba menjawabnya. Pembaca
yang tidak yakin dengan jawabannya diperbolehkan menebak tanpa
dikenai sanksi.

Jika isi permainan berupa soal, maka semua siswa (bukan


hanya si pembaca) harus mengerjakan soal tersebut sehingga mereka
akan siap menantang, setelah pembaca memberikan jawabannya.
Penantang pertama mempunyai kesempatan untuk menantang dengan
memberi jawaban berbeda atau melewatinya. Jika penantang pertama
lewat dan penantang kedua mempunyai jawaban yang berbeda, maka
penantang kedua boleh memberikan tantangan atau melewatinya.

Jika setiap siswa telah menjawab, menantang atau lewat,


maka penantang kedua mencocokkan jawabannya pada kunci jawaban
yang sesuai dan membacanya keras-keras. Pemain yang menjawab
dengan benar dapat menyimpan kartu tersebut. Jika penantang
pertama dan kedua memberi jawaban salah, maka mereka mendapat
sanksi yaitu harus mengembalikan kartu yang dimenangkan
sebelumnya. Jika tidak ada yang menjawab dengan benar, maka kartu
dikembalikan pada tempatnya.

Untuk putaran berikutnya, semua pemain pindah posisi,


yaitu penantang pertama menjadi pembaca, penantang kedua menjadi
penantang pertama, dan pembaca menjadi penantang kedua.
Permainan berlanjut seperti yang telah ditentukan oleh guru sampai
waktu habis atau jika kartunya habis. Apabila permainan sudah
berakhir, para pemain mencatat jumlah kartu yang telah mereka
menangkan pada lembar pencatat skor dalam game 1. Jika masih ada
waktu, para siswa mengocok kartu lagi dan memainkan game kedua
sampai waktu habis dan mencatat nomor kartu-kartu yang
dimenangkan pada game 2 pada lembar skor.

6. Penghargaan Tim/Kelompok
Setelah turnamen selesai, siswa menghitung rata-rata yang
diperoleh dalam satu kelompok. Kemudian guru memberikan
penghargaan kepada masing-masing kelompok berdasarkan nilai rata-
rata perhitungan yang mereka peroleh dari hasil turnamen.

5. Kemampuan Penalaran Matematis


Terdapat beberapa kemampuan yang merupakan kemampuan
matematis, baik itu kemampuan dalam hal konten materi ataupun dalam
hal proses matematis, salah satu kemampuan matematis berdasarkan
proses matematis adalah kemampuan penalaran.

Beberapa pengertian penalaran menurut para ahli sebagaimana


dirangkum dari Jacob (dalam Sumartini, 2015:2) adalah sebagai berikut:

Copi (1979) mengemukakan bahwa penalaran adalah bentuk khusus


dari berpikir dalam upaya pengambilan penyimpulan konklusi yang
digambarkan premis. Glass dan Holyoak (1986) mengatakan bahwa penalaran
adalah simpulan berbagai pengetahuan dan keyakinan mutakhir. Galloti
(1989) penalan adalah menstransformasikan informasi yang diberikan untuk
menelaah konklusi. Dapat dikatakan bahwa Penalaran adalah daya pikir
seseorang dalam menarik dan menyimpulkan sesuatu.

Penalaran berasal dari kata nalar dalam KBBI mempunyai arti


pertimbangan tentang baik buruk, kekuatan pikir atau aktivitas yang
memungkinkan seseorang berpikir logis. Sedangkan penalaran yaitu cara
menggunakan nalar atau proses mental dalam mengembangkan pikiran
dari beberapa fakta atau prinsip.

Menurut Shurter dan Pierce (dalam Purnamasari, 2014:4) istilah


penalaran merupakan terjemahan dari reasoning yaitu suatu proses untuk
mencapai kesimpulan logis dengan berdasarkan pada fakta dan sumber
yang relevan. Sedangkan menurut Keraf (dalam Bernard, 2014:2)
menjelaskan penalaran sebagai proses berpikir yang berusaha
menghubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu
kesimpulan.

Menurut Suriasumantri (dalam Mulia, 2014:13) penalaran adalah


suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa
pengetahuan. Sebagai suatu kegiatan berpikir, penalaran memiliki dua ciri,
yaitu berpikir logis dan analitis. Berpikir logis diartikan sebagai kegiatan
berpikir menurut pola tertentu atau logika tertentu dengan kriteria
kebenaran tertentu. Ciri yang kedua yaitu analitis merupakan konsekuensi
dari adanya suatu pola berpikir tertentu. Pada hakikatnya analisis
merupakan suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.

Dari beberapa definisi penalaran yang dipaparkan oleh para ahli di


atas, ternyata mengarah pada suatu pengertian yaitu penalaran sebagai
suatu aktivitas atau proses penarikan kesimpulan yang ditandai dengan
adanya langkah-langkah proses berpikir.

Kemampuan penalaran matematis membantu siswa dalam


menyimpulkan dan membuktikan suatu pernyataan, membangun gagasan
baru, sampai pada menyelesaikan masalah-masalah dalam matematika. Oleh
karena itu, kemampuan penalaran matematis harus selalu dibiasakan dan
dikembangkan dalam setiap pembelajaran matematika.

Anjar dan Sembiring (dalam Mulia, 2014:14) seseorang dikatakan


melakukan penalaran matematika jika dia dapat melakukan validasi,
membuat konjektur, deduksi, justifikasi, dan eksplorasi.

a. Validasi yaitu menerapkan dan menguji suatu pernyataan pada kasus-


kasus khusus tertentu.
b. Konjektur yaitu membuat dugaan yang berdasarkan penalaran logika
ataupun fakta.
c. Deduksi yaitu mencari dan membuktikan akibat-akibat yang
diimplikasikan oleh suatu pernyataan.
d. Justifikasi yaitu membuktikan suatu pernyataan dengan didasarkan pada
definisi, teorema ataupun lemma yang sudah dibuktikan sebelumnya.
e. Eksplorasi yaitu mengutak atik segala kemungkinan.
Departemen Pendidikan Nasional dalam Peraturan Dikdasmen
No.506/C/PP/2004 (Wardhani, 2008:14) diuraikan bahwa indikator siswa
memiliki kemampuan penalaran sebagai hasil belajar matematika yaitu :

a. Mengajukan dugaan
b. Melakukan manipulasi matematika
c. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap kebenaran solusi
d. Menarik kesimpulan dari pernyataan
e. Memeriksa kesahihan suatu argumen
f. Menentukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat
generalisasi

Menurut NCTM (2000) standar penalaran meliputi :

1) Mengenal penalaran sebagai aspek mendasar matematika.


2) Membuat dan menyelidiki dugaan matematika
3) Mengembangkan dan mengevalusi argument matematika

4) Memilih dan menggunakan berbagai tipe penalaran.


Menurut Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 tentang aktifitas
yang dinilai didalam penalaran matematika siswa meliputi :
1) Mengajukan dugaan
2) Menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
3) Memberikan alternatif bagi suatu argumen
4) Menemukan pola pada suatu gejala
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan
bahwa penalaran adalah kemampuan siswa untuk merumuskan kesimpulan
atau pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang
kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya.

6. Prestasi Belajar

Pengertian yang lebih umum mengenai prestasi belajar ini


dikemukakan oleh Moh. Surya (2004:75), yaitu “prestasi belajar adalah
hasil belajar atau perubahan tingkah laku yang menyangkut ilmu
pengetahuan, keterampilan dan sikap setelah melalui proses tertentu,
sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya”.

Pengertian prestasi belajar sebagaimana tercantum dalam Kamus


Besar Bahasa Indonesia (2001:895) “Prestasi balajar adalah penguasaan
pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui mata
pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai yang diberikan oleh guru”.

Menurut I.L Pasaribu dan B. Simanjuntak (1983:91) menyatakan


bahwa “prestasi belajar adalah isi dan kapasitas seseorang. Maksudnya
adalah hasil yang diperoleh seseorang setelah mengikuti pendidikan
ataupun pelatihan tertentu. Ini bisa ditentukan dengan memberikan tes
pada akhir pendidikan itu”.

Sedangkan Winkel (Sunarto, 2012) mengemukakan bahwa prestasi


belajar merupakan bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang.
Maka prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh
seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.

Arif Gunarso (Sunarto, 2012) mengemukakan bahwa prestasi


belajar adalah usaha maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi dapat diukur melalui tes yang
sering dikenal dengan tes prestasi belajar.

Dan lagi menurut Bloom (Sunarto, 2012) bahwa hasil belajar


dibedakan menjadi tiga aspek yaitu Kognitif, Afektif dan Psikomotor.

Sedangkan menurut Muhibbin Syah (2008 : 141), “Prestasi belajar


merupakan hasil dari sebagian faktor yang mempengaruhi proses belajar
secara keseluruhan.”

Kurjono (2010: 160), Prestasi belajar adalah perubahan yang


diperoleh oleh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar
mengjar yang ditanda dengan adanya perubahan aspek kognitif, afektif
dan psikomotor, dengan demikian prestasi belajar dapat dilihat dari
penguasaan pengetahuan siswa dalam memahami mata pelajaran
disekolah.

Dikemukakan oleh Slameto (2003: 54), faktor-faktor yang


mempengaruhi prestasi belajar adalah sebagai berikut:

1. Faktor intern

Yaitu faktor yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar.
Faktor intern terdiri dari:

a. Faktor jasmaniah (kesehatan dan cacat tubuh).


b. Faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan dan kesiapan).
c. Faktor kelelahan.
2. Faktor ekstern

Yaitu faktor yang ada di luar individu. Faktor ekstern terdiri dari:

a. Faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antara anggota


keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, penegrtian
orang tua, dan latar belakang kebudayaan).
b. Faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan
siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran, keadaan gedung,
metode belajar, dan tugas rumah).
c. Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat,mass
media, teman bergaul, dan betuk kehidupan masyarakat).

Dari pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi


belajar adalah perubahan tingkah laku mencakup tiga aspek (kognitif,
afektif dan motorik) seperti penguasaan, penggunaan dan penilaian
berbagai pengetahuan dan ketrampilan sebagai akibat atau hasil dari proses
belajar dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya yang tertuang dalam
bentuk nilai yang di berikan oleh guru.

7. Indikator Prestasi Belajar

Menurut Muhibbin Syah (2008:150) “Pengungkapan hasil belajar


meliputi segala ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman
dan proses belajar siswa”. Namun demikian pengungkapan perubahan
tingkah laku seluruh ranah, khususnya ranah afektif sangat sulit. Hal ini
disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak
dapat diraba). Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa adalah garis-garis besar indikator dikaitkan dengan jenis
prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur. Di bawah ini adalah tabel
yang menunjukan jenis, indikator dan cara evaluasi belajar:

Tabel 1 : Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi

Ranah/Jenis Prestasi Indikator Cara Evaluasi


A. Ranah Kognitif

1. Pengamatan 1. Dapat menunjukkan 1. Tes lisan


2.Dapat membandingkan 2. Tes tertulis
3. Dapat 3. Observasi
menghubungkan

2. Ingatan 1. Dapat menyebutkan 1. Tes lisan


2.Dapat menunjukkan 2. Tes tertulis
kembali 3. Observasi

3. Pemahaman 1. Dapat menjelaskan 1. Tes lisan


2.Dapat mendefinisikan 2. Tes tertulis
dengan lisan sendiri
4. Penerapan 1. Dapat memberikan 1. Tes tertulis
contoh 2. Pemberian tugas
2. Dapat menggunakan 3. Observasi
secara tepat
5. Analisis (pemeriksaan 1. Dapat menguraikan 1. Tes tertulis
dan pemilahan secara 2. Dapat 2. Pemberian tugas
teliti) mengklasifikasikan
6. Sintesis (membuat 1. Dapat 1. Tes tertulis
panduan baru) menghubungkan 2. Pemberian tugas
2. Dapat menyimpulkan
3. Dapat
menggeneralisasikan
B. Ranah Afektif Indikator Cara Evaluasi
1. Penerimaan 1. Menunjukkan sikap 1. Tes tertulis
menerima 2. Tes skala sikap
2. Menunjukkan sikap 3. Observasi
menolak
2. Tanggapan 1. Kesediaan 1. Tes tertulis
berpartisipasi/terlibat 2. Tes skala sikap
2. Kesediaan 3. Observasi
memanfaatkan
3. Apresiasi (sikap 1. Menganggap penting 1. Tes skala
menghargai) dan bermanfaat penilaian/sikap
2. Menganggap indah 2. Pemberian tugas
dan harmonis
3. Mengagumi 3. Observasi
4. Pengorganisasian 1. Mengakui dan 1. Tes skala
meyakini penilaian/sikap
2. Mengingkari 2. Pemberian tugas

3. Observasi
5. Karakteristik 1. Melembagakan atau 1. Observasi
meniadakan 2. Tes tindakan
2. Menjelmakan dalam
pribadi dan perilaku
sehari-hari
C. Ranah Psikomotor Indikator Cara Evaluasi
1. Ketranpilan bergerak 1. Mengkoordinasikan 1. Observasi
dan bertindak gerak mata, tangan, 2. Tes tindakan
kaki, dan anggota
tubuh lainnya.

2. Kecakapan ekspresi 1. Mengucapkan 1. Tes lisan


verbal dan non 2. Membuat mimik dan 2. Observasi
verbal gerakan jasmani 3. Tes tindakan
Sumber : Muhibbin Syah, (2002:151)

Anda mungkin juga menyukai