Budaya adalah sebuah kata yang mengandung banyak arti. Menurut kamus bahasa Indonesia,
kata budaya berasal dari bahasa sansekerta bodhya yang berarti akal budi. Sinonim dari kata
tersebut adalah kultur, sebuah kata benda yang berasal dari bahasa Inggris culture atau
cultuur dalam bahasa Belanda atau kulltur dalam bahasa Jerman.
Budaya mencakup semua aspek kehidupan manusia, yaitu semua yang berkaitan dengan
berbagai macam hasil karya manusia mulai dari ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral,
hukum, adat kebiasaan dan segala bentuk kapabilitas manusia lainnya termasuk di dalamnya
organisasi baik organisasi dalam pengertian yang luas (masyarakat) maupun organisasi dalam
pengertian yang lebih mikro (perusahaan).
Setiap negara mempunyai budaya masing-masing yang berbeda-beda. Bahkan di dalam suatu
negara itupun masih terdapat kebudayaan dan tradisi masyarakat yang berbeda di tiap-tiap
daerah. budaya yang terjadi di masyarakat Jawa tengah, khususnya daerah Cilacap antara
lain:
1. Budaya Sungkeman
Budaya ini masih dilakukan masyarakat sekitar sampai sekarang, bahkan sudah mengakar
dalam kehidupan. Tradisi sungkeman biasanya dilakukan saat perayaan keagamaan, seperti
hari raya Idul Fitri, dan saat ada acara pernikahan ataupun acara keluarga lainnya.
Sungkeman dilakukan oleh orang yang lebih muda kepada orang tua, dan biasanya dilakukan
dengan mencium tangan orang tua sambil berlutut di hadapannya.
2. Tradisi Peringatan 7, 30, 100, 1000 Hari Orang yang Sudah Meninggal
Tradisi seperti ini masih kental dilakukan warga Cilacap untuk memperingati orang yang
sudah meninggal. Keluarga yang ditinggalkan biasanya mengirimkan makanan kepada
kerabat-kerabatnya atau saudaranya, tujuannya agar bisa mengenang orang yang meninggal
tersebut. Kegiatan membaca Surat Yasin atau biasa disebut yasinan juga salah satu kegiatan
dari tradisi ini. Tradisi ini merupakan tradisi turun-temurun dari nenek moyang, sehingga
sangat sulit dihilangkan. Meskipun pada kenyataannya sekarang tradisi seperti ini sudah jauh
berkurang dibandingkan dahulu.
3. Kendurenan
Tradisi seperti ini masih sering dilakukan oleh warga Cilacap, khususnya bagi daerah
pedesaan. Tradisi ini hanya dilakukan oleh kaum pria setiap malam minggu awal bulan.
Kendurenan biasanya dimulai selepas sholat maghrib dan dilaksanakan di rumah warga
secara bergilir, sama seperti arisan. Kegiatan yang biasa dilakukan antara lain membaca
sholawat, membaca do’a dan diakhiri dengan makan bersama. Biasanya sebelum pulang dari
kendurenan, tuan rumah akan membawakan jajanan ringan atau nasi dus untuk dibawa
pulang ke rumah masing-masing.
4. Ziarah Kubur
Tradisi ziarah kubur biasanya dilakukan menjelang bulan puasa atau menjelang lebaran. Hal
ini dilakukan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal. Tidak hanya kuburan keluarga
dan orang-orang terdekat saja, tetapi kuburan para wali atau kiai juga diziarahi, tujuannya
tidak lain adalah untuk mendapatkan berkah dan meminta doa.. Tradisi ini rutin dilakukan
setiap tahun, dan biasanya orang pergi beramai-ramai menuju tempat ziarah membawa
keluarga dan kerabat mereka.
5. Sedekah Laut
Sedekah laut merupakan bagian ritual “keagamaan” pada saat itu yang masih tertinggal
hingga kini dalam lingkup keberlangsungan hidup nelayan. Ritual sedekah laut sangat kental
terasa di wilayah Jawa khususnya Pantai selatan Jawa. Ritual sedekah laut dikenal pada
masyarakat awam Jawa dengan definisi pemberian macam-macam sesaji kepada ratu kidul,
sebagai bentuk rasa syukur (bertrima kasih) atas rejeki laut dan keselamatan yang telah
diterima saat melaut. Pada dasarnya daya kekuatan ghaib yang membahayakan bagi
kelangsungan kehidupan manusia. Hal ini seperti yang dilakukan oleh masyarakat Cilacap di
pantai Teluk Penyu, setiap tahun sekali mereka melakukan upacara Sedekah Laut dengan
harapan mereka terbebas dari pengaruh buruk dari kekuatan ghaib dan senantiasa
memdapatkan keselamatan. Seiring dengan perkembangan agama Islam di Cilacap upacara
Sedekah Laut mengalami akulturasi antara Islam dan budaya lokal yang ada dan hidup
sampai sekarang.
Upacara Sedekah Laut dilaksanakan pada setiap tahun Bulan Syuro/Muharam pada hari
Selasa Kliwon atau Jum’at Kliwon dan berawal dari masa Jabatan Bupati Kanjeng Adipati
Tjakrawedana II ( Tahun 1839 – 1856 ) berpangkat Patih Kabupaten Banyumas dengan Gelar
Tumenggung. Pada Tahun 1956 Gelar Tumenggung diganti dengan Adipati dan nama semula
Tjakradirdja diubah dengan nama Tjakrawedana II karena nunggak semi. Pada tahun 1873
Kanjeng Adipati wafat dalam bulan januari takala menghadiri pesta tahun baru di
Karesidenan Banyumas. Pengganti Bupati Kanjeng Adipati Tjakrawedana II, putra sulungnya
dengan Gelar Tumenggung Tjakrawedana III nunggak semi lagi. Raden Tjakrawedana III
inilah pada hari Jum’at Kliwon Bulan Syuro tahun 1875 memanggil seorang sesepuh nelayan
Cilacap yang bertempat tinggal di pantai pandanarang sekarang lebih dikenal dengan pantai
Teluk Penyu bernama Ki Arsa Menawi untuk menghadap Bupati dan mendapat perintah
untuk melarung sesaji yang telah disiapkan di Pendopo Kabupaten.
Sesaji yang dikemas dengan bungkus kain warna kuning dan suatu usungan rumah joglo yang
beratap daun nipah berisi antara lain kepala sapi serta berbagai kelengkapan kehidupan sehari
– hari dari bahan mentah sampai makanan yang beraneka macam, rumah joglo tersebut
sekarang disebut Jolen. Untuk selanjutnya sesaji dan jolen tersebut dibawa oleh Ki Arsa
Menawi beserta para nelayan diperintahkan oleh Kanjeng Bupati untuk dilarung dilaut
selatan dekat Pulau Majeti Karangbandung Pulau Nusakambangan dengan dipercayai oleh
para nelayan bahwa tempat tersebut tumbuh bunga Wijayakusuma.
Pada masyarakat Cilacap, sedekah laut lebih dikenal dengan istilah larung sesaji, yang
merupakan prosesi menghayutkan sesaji ke laut sebagai bentuk pengungkapan rasa syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan penguasa laut pantai selatan, Nyai Roro Kidul. Sosok
Nyai Roro Kidul sangat dihormati dikalangan nelayan Cilacap, mereka berpendapat bahwa
Nyai Roro Kidul adalah Ratu Pantai Selatan yang menjaga, mengatur serta menghidupi
kelangsungan kehidupan di Pantai Selatan Jawa. Mereka juga berpendapat bahwa,
penghasilan baik dan buruknya mereka melaut adalah tergantung dari bagaimana kebaikan
dari Ratu Pantai Selatan, oleh sebab itu guna menarik mendapatkan keselamatan dari sang
ratu, maka setiap tahun masyarakat melakukan persembahan kepada Nyai Roro Kidul.
Mengingat tradisi ini sangat kuat bagi nelayan khususnya nelayan Cilacap sehingga apabila
tidak dilaksanakan mempunyai kekhwatiran bisa akan terjadi malapetaka bagi para nelayan
Cilacap.
Prosesi larung sesaji diadakan pada pagi harinya yaitu hari jum’at kliwon atau selasa kliwon
kurang lebih pukul 07.00 wib masing-masing kelompok nelayan membawa sesaji dan jolen
yang berisi jajan pasar, makanan mentah dan mainan anak-anak serta kepala kerbau, sapi atau
kambing tergantung kemampuan kelompok masing – masing dengan diiringi beberapa
pasukan dan kesenian tradisional menuju Pendopo Kabupaten. Setelah semua jolen dari
kelompok nelayan berada di Pendapa Kabupaten kemudian dibawa menuju pantai Teluk
Penyu.
1. Pemasangan baliho dan iklan oleh pihak pemerintah mengenai jadwal dan tempat
pelaksanaan.
2. Sebelum hari pelaksaan, dilakukan nyekar atau ziarah ke Pantai Karang Bandung
(Pulau Majethi).
3. Pengambilan air suci di sekitar Pulau Majethi, sebagai tempat tumbuhnya bunga
Wijayakusuma.
4. Malam harinya dilanjutkan dengan Tirakatan di Pendopo Kabupaten
5. Pemotongan tumpeng, pembuatan sesaji dan jolen tunggul berbentuk rumah joglo,
serta pernak-pernik kelengkapan yang akan di larung, termasuk pemotongan kepala
kerbau.
6. Esoknya, pembawaan sesaji (jolen) ke laut di iringi jolen tunggul dan jolen
pendamping.
7. Pembawaan sesaji ke kapal nelayan yang telah dihiasi hiasan warna-warni untuk
dilepaskan ke lautan.
8. Pelepasan sesaji ke laut, dilaksanakan secara khidmat.
9. Malam harinya, diadakan pertunjukaan wayang semalam suntuk dan acara
berlangsung 2 hari penuh.
Tradisi sedekah laut, nyadran, atau larung sesaji memiliki landasan filosofi yang berakar dari
keyakinan keagamaan dan nilai-nilai budaya lokal yang dianut oleh masyarakat setempat,
meskipun dibalik keberlangsungan sejarah ritual sedekah laut terdapat sedikit polemik
tentang bagaimana ritual tersebut terbentuk di masyarakat.
Sedekah laut tidak serta-merta muncul mentah hasil warisan budaya jaman dulu, namun
peran serta sejarah terutama akulturasi agama yang ada didalamnya turut memberikan nilai-
nilai budaya. Animisme-dinamisme yang menjadi akar awal adanya ritual ini, lalu tata cara
dan tahapan yang mendapat sentuhan Hindu Budha, serta nuansa Islam yang ada pada isi
haturan setiap bait kata syukur dalam prosesi tersebut.
Nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam ritual sedekah laut di Cilacap termuat dibalik
rangkaian upacara tersebut. Nilai-nilai filosofi yang menarik untuk dipelajari antara lain nilai
solidaritas, etis, estetis, kultural dan religius yang terungkap dalam ekspresi simbolis dari
upacara-upacara yang disajikan melalui bentuk tari-tarian, nyanyian, do’a-do’a dan ritus-ritus
lainnya, terlepas darimana dan bagaimana kebudayaan itu terbentuk atau tercipta.
Itulah beberapa budaya yang terjadi di dalam masyarakat Cilacap. Budaya-budaya tersebut
sudah mengakar di dalam kehidupan masyarakat sekitar, sehingga sangat sulit untuk diubah
apalagi dihilangkan. Budaya terjadi secara turun-temurun dan mengalami proses yang lama
untuk membentuk suatu pola pikir dan nilai-nilai yang terjadi di masyarakat.
Banyaknya definisi budaya yang ada sekaligus menunjukkan aspek kehidupan masyarakat
yang begitu kompleks berakibat pada kompleksitas budayanya. Atau dengan kata lain budaya
merupakan fenomena kompleks yang harus dipahami secara lebih hati-hati. Karena budaya
dan masyarakat seperti dua sisi dari satu mata uang maka pemahaman yang benar terhadap
masyarakat bisa mengurangi kesalahpahaman terhadap konsep budaya.
Sumber:
http://wwwazharblog.blogspot.co.id/2008/12/budaya-dalam-masyarakat-cilacap-dan.html
http://muslimlokal.blogspot.co.id/2014/01/sedekah-laut.html
Berkat bimbingan Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas pengabdian
untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan tanah air, Persatuan Perawat
Nasional Indonesia (PPNI) menyadari bahwa perawat Indonesia yang berjiwa
pancasila dan UUD 1945 merasa terpanggil untuk menunaikan kewajiban dalam
bidang keperawatan dengan penuh tanggung jawab, berpedoman kepada dasar-
dasar seperti tertera di bawah ini:
PENDIDIKAN KEPERAWATAN
a. Pendidikan Vokasional;
b. Pendidikan Akademik;
yaitu pendidikan tinggi program sarjana dan pasca sarjana yang diarahkan
terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu
c. Pendidikan Profesi;
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam
melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara
sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-
baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang
tidak profesional.
Kode etik dijadikan standart aktvitas anggota profesi, kode etik tersebut sekaligus
sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan sebagai perdoman dengan tujuan
mengantisipasi terjadinya bias interaksi antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan
monopoli profesi., yaitu memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi
kepentingan pribadi yang betentangan dengan masyarakat. Oteng/ Sutisna (1986: 364)
mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa perilaku etis anggota profesi.
Tujuan kode etik profesi
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
Etika menjadi tolak ukur dalam menghadapi berbagai perbedaan moral yang ada di
masyarakat. Sehingga masyarakat dapat berargumentasi secara rasional dan kritis serta dapat
mengambil sikap wajar dalam menghadapi sesamanya.
Etika memiliki cakupan yang sangat luas dalam kehidupan manusia. Etika dalam
masyarakat berkembang sesuai dengan adat istiadat , kebiasaan, nilai dan pola perilaku
manusia terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya dalam kehidupan masyarakat.
Ini adalah contoh etika baik yang dilakukan oleh seorang anak kepada orang tuanya
sebelum berangkat ke sekolah. seorang anak wajib berperilaku sopan dan hormat kepada
orang yang lebih tua terutama kepada orang tuanya sendiri. hal ini sudah sering dilakukan
dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Ini adalah contoh berkendara yang baik. mereka mematuhi peraturan lalu lintas dan
menggunakan helem. contoh seperti inilah yang harus diterapkan oleh masyarakat. mematuhi
peraturan lalu lintas tidaklah sulit bahkan membuat kita menjadi aman, nyaman. helem juga
membuat kita aman saat terjadi kecelakaan, terhindar dari benturan dan melindungi kepala
saat terjadi sesuatu yang tidak di inginkan.
Ini adalah perilaku yang tidak baik (buruk) yang tidak patut di contoh. perilaku seperti ini
mencerminkan seorang mahasiswa yang tidak fokus dalam materi kuliah. mengapa hal ini
bisa terjadi..? mungkin saja di sebabkan mahasiswa ini tidur terrarut malam sehingga
ngantuk melandanya. jika hal ini terjadi dampaknya itu seperti tidak fokus dalam kuliah,
tidak mengerti materi yang dijelaskan oleh dosen.
Ini adalah contoh yang tidak baik yang sering dilakukan oleh masyarakat kita terutama
dalam berkendara di jalan. pengguna motor melewati jalan yang berlawanan arah, dan juga
pengendara motor yang tidak memakai helem. masyarakat kita sdah terbiasa melakukan
pelanggaran tertama dalam berlalulintas. mengapa bisa demikia ? dikarenakan kurangnya
pengawasan oleh pihak berwenang, dan juga kesadaran masarakat itu sendiri masih minim.
Tindakan pelanggaran terhadap etika seperti beberapa contoh diatas akan menimbulkan
beberapa jenis sanksi. Salah satu contohnya adalah sanksi sosial. Oleh karena etika
merupakan norma-norma sosial yang berkembang dalam kehidupan sosial masyarakat maka
jika terjadi pelanggaran, sanksi terhadap pelanggaran tersebut adalah sanksi sosial.
Berikut ini adalah beberapa sanksi yang berlaku pada etika yaitu :
Pertama adalah sanksi sosial ini bisa saja berupa teguran dari pemuka sosial hingga
pengucilan dari kehidupan bermasyarakat.
Kedua adalah sanksi hukum. Secara umum, hukum mengukur kegiatan-kegiatan etika yang
kebetulan selaras dengan aturan hukum. Jika pelanggaran etika sudah mengarah kepada
pelanggaran hukum , seperti misalnya korupsi, kolusi, dan nepotisme, maka hukumlah yang
akan berbicara. Dalam hal ini, hukum pidana menduduki tempat utama karena masalah
integritas, obyektivitas dan manfaat bagi masyarakat luas, pemerintah dan dunia usaha,
sedangkan hukum perdata menempati prioritas selanjutnya. Dalam hukum juga dikenal
adanya hukum disiplin (tuchtrecht) yang merupakan bagian hukum pidana, yang mengatur
dan berlaku bagi suatu golongan atau profesi yang bergerak dalam aktivitas sosial-
kemasyarakatan yang keputusannya dipatuhi anggota.
Etika , moral dan hukum saling berhubungan yaitu bahwa pelanggaran etika dan moral
bisa saja menyentuh wilayah hukum dan akan mendapatkan sanksi hukum. Namun pada
kondisi lain, bisa saja pelanggaran etika hanya mendapat sanksi sosial dari masyarakat karena
pelanggaran tersebut tidak menyentuh wilayah hukum positif yang berlaku