Anda di halaman 1dari 31

Tugas Resume

“KAI RECIPE -

Perjalanan Transformasi Kereta Api Indonesia”

Mata Kuliah

Manajemen Strategik

Penyusun :

ZULFADLI 1812070082

GILANG PERDANA MEIRINDRA 1812070085

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN - KELAS KARYAWAN

PERBANAS INSTITUTE

JAKARTA

2019
BAB 1 PENDAHULUAN
Perubahan besar KAI terjadi sejak 2009, gaya kempemimpinan yang berbeda, visi dan misi yang
berbeda, stuktur organisasi yang tidak sama, serta semangat yang berbeda, menandai tonggak
perubahan mendasar yang terjadi sampai detik ini.

Industri perkeretaapian dibanyak Negara memerlukan reformasi untuk memberbaiki performa


operasional dan keuangan. Beberapa permasalahan yang pernah dihadapi di industrI perkeretaapian di
dunia sebagai berikut :

a. Defisit keuangan yang kronis


b. Pertumbuhan subsidi operasional
c. Sistem harga yang berubah menyesuaikan biaya
d. Biaya operasional terlalu tinggi
e. Efisiensi operasional yang rendah
f. Manajemen lemah dan efisiensi teknis yang rendah
g. Produktivitas tenaga kerja rendah
h. Rendahnya kualitas jasa pelayanan
i. Buruknya perawatan asset
j. Kurangnya dana untuk melakukan investasi infrastuktur transportasi

Studi empiris menunjukkan beberapa Negara mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan
restrukturisasi.

Pada dasarnya, perusahaan dalam industri ini harus melalui 3 tahap perkembangan : Tahap Pertama,
Perbaikan efesiensi biaya, pada tahap ini sering melibatkan penutupan jalur yang tidak menguntungkan,
menjual asset yang dianggap non-core, dan mengurangi pegawai yang tidak produktif. Tahap berikutnya
adalah melakukan perbaikan pelayanan secara berkesinambungan dan tanpa henti. Setelah tahap ini
dijalankan maka tahap terakhir yaitu pertumbuhan dapat diperoleh.

Tidak peduli apakah dikelola pemerintah maupun swasta, perusahaan jasa angkutan kereta api dapat
sukses dan berkembang jika memiliki 4 karakteristik sebagai berikut :

1. Keberanian mengambil risiko.


Perusahaan KA Amtrak di AS tidak menunggu pasar terbentuk dahulu sebelum meluncurkan
kereta penumpang ekskutif Acela. Mereka melakukan inisiatif melalui berbagai alat pemasaran
seperti, segementasi pelanggan, program loyalty, viral marketing dan promosi yang ditarget
secara tepat, untuk akhirnya mendapat ceruk (ninche market), menguntungkan didalam pasar
kompetitif yang sebelumnya tidak ada. Yang dibutuhkan adalah mentaliyas manajemen yang
tepat, perusahaan pemerintah sekalipun dapat saja berinovasi dan sukses.
Demikian pula di Canadian Railway Company, mereka tidak terkungkung dalam cara tradisional
untuk menjalankan bisnis kereta angkutan barang. Strategi akuisisi yang mereka lakukan
tergolong berani. Kini mereka dapat mengangkut muatan yang menguntungkan dan melayani
jalur vital ekspor-impor wilayah Amerika Utara.
2. Kapabilitas Pemimpin Yang Tinggi
Hingga tahun 1990-an, kebanyakan perusahaan angkutan kereta api tidak mampu menarik
bakat yang mereka butuhkan untuk mengubah budaya dan cara bisnis mereka. Sukses CN dan
Amtrak dapat dihubungkan dengan adanya kepemimpinan baru dari luar yang menjadi agen
perubahan. Sebuah proses akan melibatkan transformasi budaya dari mind-set tradisional ala
perusahaan utilitas menjadi cara kerja yang menekankan perencanaan strategic dan pemasaran.
Semua perusahaan kereta api yang visioner memahami pentingnya pemasaran dan memberikan
otoritas pengambilan keputusan yang tinggi untuk fungsi di level ekskutif. Tanggung jawab
fungsi lebih luas dari sekedar advertising dan public relations sehingga strategi produk.
Pemasaran menjadi penghubung antara berbaga fungsi yang ada dalam perusahaan seperti
penentuan harga, penjualan dan distribusi, pengembangan produk, hingga pelayanan
pelanggan. Chief Marketing Officer dalam industri ini membutuhkan kapabilitas dan teknologi
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

3. Definisi Sukses Beserta Ukurannya Yang Jelas


Industri perkeretaapian tengah mengalami perbahan, banyak eksekutif menyadari bahwa
memaksimalkan total penjualan bukanlah tujuan yang ideal (terutama jika tidak semua segmen
bisnis yang dilakuakan menguntungkan), banyak perusahaan lebih berupaya untuk
menggunakan seluruh informasi yang ada untuk memaksimalkan imbal hasil keuntungan dari
suatu lini bisnis. Amtrak kini mampu mengetahui presepsi pelanggannya secara tepat mengena
berbagai layanan yang mereka jual. CN mampu mengukur dampak dari setiap inisiatif bisnis baru
terhadap pendapatan dan profitabilitas perusahaan.

4. Kegigihan Untuk Menjadi Perusahaan Yang Beriorentasi Pasar


Model bisnis dari perusahaan yang berhadapan langsung dengan pelanggan sangat berbeda
dengan model command-and control yang mewarnai banyak industry teregulasi seperti industry
perkeretaapian masa lalu. Melakukan transformasi organisasi menuju perusahaan berorientasi
pasar sangatlah sulit, namun merupakan kunci untuk dapat memperoleh pertumbuhan yang
berkesinambungan. Transformasi ini dapat dilakukan baik oleh perusahaan kereta api yang
dikelola pemerintah maupun swasta.

Singkatnya perusahaan kereta api yang semula lebih inward-looking kini dipaksa harus selalu
memperhatikan perkembangan pasar. Mereka harus berinovasi disegala aspek bisnisnya,
termasuk gaya manajemen maupun sistem teknologi yang digunakan, dan mereka harus mampu
memanfaatkan pendekatan pemasaran sebagai metode untuk membantu memahami
keingginan pelanggan untuk kemudian dapat mewujudkannya menjadi sebuah bisnis yang
menguntungkan.

Jika perusahaan kereta api mampu melakukan semua ini, mereka dapat lolos dari bisnis ber-
margin rendah dan tingkat pertumbuhan yang rendah pula, mencapai kinerja yang lebih baik
dan mengembangkan basis pelanggan yang loyal dan berkesinambungan.
Siapa yang akan menyangka PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau lebih dikenal sebagai PT KAI
akan seperti ini sekarang? Lima tahun lalu akan sulit bagi kita membayangkan apa yang dicapai
KAI saat ini. Stasiun yang kumuh dan semerawut, ketidakjelasan jadwal, kelangkaan tiket diloket
karena diborong calo, toilet yang bau dan jorok, pelayanan yang seenaknya, pegawai yang
kongkalikong, kereta yang kotor, penumpang diatap, hanyalah sebagai potret KAI masalalu. Kini
KA sudah sangat berubah. Semua potret masa lalu tersebut perlahan dan pasti hilang satu per
satu. KAI ini adalah gambaran dari hasil kerja keras, kerjasama, kemauan dan kemampuan
berubah, kepemimpinan yang solid dan visioner, serta semangat untuk terus memperbaki diri
yang tak pernah berhenti dan berkelanjutan. KAI semakin dicintai, diminati, sekaligus dikritisi
oleh masyarakat pengguna.

KAI sendiri telah mengalami perjalanan panjang sebelum mencapai kondisi sekarang. Berawal
dari pembangunan 26 km rel api pertama dari Kemijen menuju desa Tanggung di Semarang
pada tahun 17 Juni 1864, hingga kini KAI telah melayani transportasi kereta api melalui rel
sepanjang lebih dari 6.000 km. Dibentuk sebagai Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada 25
Mei 1963, perusahaan telah bertransformasi menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api,
dan fungsi layanan public yang masih dijalankan. Produk yang ditawarkan perusahaan
berkembang bukan saja melayani kereta penumpang dan kereta barang tetapi juga sudah
merambah pada jasa pengelolaan property yang terkait dengan kereta api, jasa pariwisata
berbasis kereta api, restoran, serta distribusi logistic.

Perubahan besar KA terjadi sejak tahun 2009. Gaya kepemimpinan berbeda, orientasi dan
prioritas berbeda, visi dan misi berbeda, stuktur organisasi yang tidak sama, serta semangat
berbeda dibandingkan era sebelumnya menandai tonggak perubahan mendasar yang terjadi
sampai detik ini. Berbagai penghargaan sebagai perusahaan dan pimpinan (CEO) dengan kinerja
terbaik sudah diraih oleh KAI sejak periode tersebut.

Proses transformasi ini diarahkan oleh sebuah visi masa depan yang mendahulukan kepuasan
pelanggan diatas segala upaya perbaikan yang dilakukan, serta dijalankan dengan menjadikan
pegawai KAI sebagai agen-agen perubahan ditiap untuk dimana mereka berada. Juga dibarengi
dengan contoh dari pemimpin, konsistensi, integritas, ketegasan, disiplin dan kejelasan perintah
serta sistem dan prosedur yang mendukung.

Dipimpin oleh Ignasiun Jonan sebagai Direktur Utama (DU) KAI periode 2009-2014 (terhitung
mulai tanggal 26 Oktober 2019 diangkat sebagai menteri Perhubungan RI), KAI mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar dalam sebuah organisasi (Davidson, 1995), yaitu :

1. Misi: Apa yang akan dicapai?


2. Persaingan : Bagaimana memenangkan persangan?
3. Kinerja : Bagaimana mengoptimalkan hasil?
4. Perubahan : Bagaimana menyesuaikan dan memanfaatkan perubahan?
Dengan semangat dingin dan pantang menyerah, DU mampu memberikan inspirasi bagi seluruh
jajaran KAI untuk dapat bergerak bersama saling bahu membahu. Mereka saling dukung, karena
terbukti apa yang diarahkan bukanlah pepesan kosong. Manfaat dari semua perubahan yang
dicanangkan juga dirasakan oleh seluruh insan KAI. Mereka bekerja lebih tenang, nyaman,
sejahtera, dan jelasa arahannya.

Jajaran Pimpinan KAI mampu menjelaskan “Clear Vision dan Mission” kepada segenap
jajarannya. Sesuai dengan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP). Visi perusahaan adalah
“Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang berfokus pada pelayanan pelanggan dan
memenuhi harapan stakeholders.” Misi perusahaan adalah “Menyelenggarakan bisnis
perkeretaapian dan bisnis usaha penunjangnya, melalui praktek bisnis dan model organisasi
terbaik untuk memberikan nilai tambah yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan
berdasarkan empat pilar utama : keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan dan kenyamanaan.”
(RJPP PT KAI 2012-2016)

Visi tersebut sudah memenuhi kriteria visi yang jelas. Visi KAI Simple dan fokus serta
merupakan pernyatataan yang menjawab pertanyaan : “mau jadi apa perusahaan kelak?”
(David, 2013). Fokus bisnis juga sudah dinyatakan dalam visi, yaitu pelayanan pelanggan. Hal ini
menjadi dasar KAU dalam menyusun strategi dan organisasi. Melalui pelayanan pelanggan yang
prima dicapa tujuan stakeholders. Sementara misi KAI juga sudah menjelaskan bahwa bisnis KAI
adalah pada perkeretaapian dengan bisnis penunjangnya, dengan berdasarkan empat pilar yang
dijadikan keunggulan kompetitif kereta api dibandingkan dengan moda angkutan darat yang
lain. Keempat keunggulan kompetitif tersebut semakin diperkuat dari waktu ke waktu. Hal ini
dirasakan oleh para penumpang, kereta api identic dengan moda yang minim kecelakaan,
ketetpatan waktu yang lebih bisa dipasatikan, pelayanan dan kenyamanan yang prima.

Seiring dengan visi dan misi di atas, KAI mengembangkan diri dengan membentuk anak-
anak perusahaan. Saat ini KAI memiliki enam anak perusahaan. KAI harus mampu menjadi world
class company dengan level operational excellence.

1.2 Kepemimpinan Transformasional

Bergulirnya Undang-Undang Perkeretaapian No 23 tahun 2007 mereformasi industry


pereketaapian agar lebih kompetitif lagi dan memberikan kesempatan pihak swasta untuk ambil peran
menjadi operator. Pemerintah berpandangan perlunya pemisahaan karena investasi diprasarana sangat
besar sehingga dikhawatirkan pengembangan prasarana tidak akan optimal bila disatukan. Dengan
membandingkan model unbundle with delegation di Perancis, pemerintah bisa mencontoh bahwa
apabila operator diberikan kesempatan untuk mengelola prasarana maka hasilnya pun bisa baik dan
efesien.

Tantangan lain yang dihadapi industry kereta api di Indonesia adalah masih rendahnya pemanfaatan
angkutan kereta api oleh masyarakat. Terlepas dari tantangan itu semua, salah satu kunci dari proses
transformasi adalah kepiawaian dalam mengelola pengoperasioan dan pengaturan lalu lintas kereta api
(railway traffic management)
Pembahasan mengenai perilaku pemimpin menjadi sangat menarik, mengingat bentuk kepemimpinan
yang efektif memberikan kontribusi besar bagi proses transformasi sebuah perusahaan. Demikian
halnya yang terjadi di KAI, kepemimpinan transformasioanl dari Jonan sebagai Direktur Utama dianggap
mampu memberikan perubahan kepada seluruh jajarannya.

Kepemimpinan transformasional yang berlangsung di KAI telah memenuhi kriteri keberhasilan, yaitu
diantaranya pemimpin mampu menjelaskan visi, memberikan panutan yang baik, mengelola tujuan dari
kelompok, memberikan kinerja yang terbaik, dukungan secara individu, dan stimulasi terhadap nila-nilai
intelektual. Hal tersebut efektif dilakukan Direktur Utama KAI, dengan menjelaskan visi, mengidentifikasi
peluang dan risiko, juga berusaha menjelaskan bagaimana mencapai visi tersebut. Gaya komunikasi di
KAI menjadi lebih terbuka. Kini informasi dari DU bisa diakses langsung dari tingkat atas hingga bawahan
di KAI. Dengan demikian, motivating language yang dilakukan pemimpn dapat menciptakan kepuasan
kerja, kinerja karyawan yang meningkat, sehingga akan menguntungkan perusahaan dalam jangka
panjang.

1.3 Antisipasi Perubahan Lingkungan Usaha

Sebagai operator kereta api tentu keberhasilan usaha tidak datang dengan sendirinya, banyak faktor
yang mempengaruhinya. Salah satu yang terpenting adalah bagaimana peran Pemerintah sebagai
regulator sekaligus penyedia sarana dan prasarana pada saat ini mampu dioptimalkan. Bisnis dan
pelayanan KAI tidak akan berjalan mulus apabila regulasi dan ketersediaan prasarana tidak menunjang.
India dan China telah membuktikan sinergi yang kuat antara regulator dan operator mampu
mengantarkan kereta api sebagai moda pilihan transportasi yang handal. Karenanya kerja keras KAI
harus diimbangi dengan dukungan penuh pemerintah sehingga pelayanan kereta api yang dinikmati
masyarakat terus ditingkatkan. Paling tidak syarat keberhasilan transformasi dengan kapabilitas
kepemimpinan yang mempuni, keberanian mengambil risiko, serta perbaikan pelayanan dengan
orientasi pasar yang lebih dominan telah dapat dipenuhi dan dilakuakn dengan cepat.

Dalam hal ini peran pemerintah sangat diperlukan untuk mengatasi permasalahan pada bisnis
perkeretaapian tersebut, dikarenakan :

a. Pemerintah mengetahui bahwa biaya operasional relatif tinggi;


b. Peraturan regulasi secara institusional yang kadang tidak jelas dan berdampak pada kinerja
keuangan;
c. Pangsa pasar bisnis perkeretaapian berkurang dibandungkan dengan bisnis transportasi lainnya
d. Adanya pengakuan bahwa kereta api adalah salah satu alat transportasi yang penting untuk
dipertahankan terutama dalam mengatasi kemacetan dan mengurangi polusi.

BAB 2
TRANSFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN
“Hadirnya dukungan keuangan merupakan kesempatan yang harus dimanfaatkan dan tidak disia-
siakan”
Nilai perusahaan yang optimal bisa tercapai melalui berbagai cara yaitu perbaikan internal, penjualan
asset (disposal), pertumbuhan anorganik, serta rekayasa keuangan. Untuk perusahaan yang sudah go
public penting juga untuk memperhatikan agar pasar (investor) memiliki informasi yang memadai
tentang nilai perusahaan, sehingga komunikasi yang baik bisa mengurangi perception gap.

Dalam perspektif keuangan jangka panjang, tujuan korporasi adalah meningkatkan manfaat yang
diterima stakeholder. Tujuan ini dimaksudkan untuk mempertahankan sustainability korporasi dengan
memperhatikan seluruh kepentingan (stakeholder) yang berpengaruh terhadap perusahaan. Dalam
konteks ini penciptaan nilai perusahaan menjadi sesuatu yang sangat penting, namun seringkali
pembuatan keputusan di perusahaan tidak sepenuhnya didasarkan pada value creation. Berbagai
kemungkinan seperti benturan kepentingan antar stakeholder membuat proses value creation menjadi
tidak optimal.

Konsultan terkemuka McKinsey (2000) membuat model Hexagon untuk memetakan bagaimana value
creation bisa dihasilkan. Model ini terlihat dalam gambar sebagai berikut :

Dari pendekatan Hexagon ini bisa dilihat berbagai peluang yang ada untuk menciptakan nilai
perusahaan. Nilai perusahaan yang optimal bisa tercapai melalui berbagai cara yaitu perbaikan internal,
penjualan asset (disposal), pertumbuhan anorganik, serta rekayasa keuangan. Untuk perusahaan yang
sudah go public penting juga untuk memperhatikan agar pasar (investor) memiliki informasi yang
memadai tentang nilai perusahaan, sehingga komunikasi yang baik bisa mengurangi perception gap.
Perception Gap adalah perbedaan nilai perusahan yang sesungguhnya dengan nila perusahaan di pasar
saat ini. Perbedaan ini bisa terjadi karena pasar tidak dapat mereflesikan nilai perusahaan secara tepat
kedalam harga saham.

Kurangnya informasi dari perusahaan atau tidak akuratnya informasi yang diberikan perusahaan
merupakan sumber utama perception gap. Untuk mengurangi risiko ini maka manajemen perusahaan
sebaiknya proaktif memberikan informasi kepada stakeholder.

Meskipun belum menjadi perusahaan public, KAI sudah menjaga hubungan yang erat dengan
konsumen, kreditur, Pemerintah dan stakeholder lannya, untuk mengurangi perception gap tersebut.

Peningkatan kemampuan operasi (operating improvement) dalam perusahaan sangat dipengaruhi dua
penentu nilai (value drivers) yaitu kenaikan pendapatan dan efesiensi biaya. Kenaikan pendapatan akan
meningkatkan kenaikan laba melalui keuntungan yang langung dihasilkan dari kenaikan pendapatan,
sementara penghematan biaya bisa terjadi karena skala ekonomi yang lebih besar dan perbaikan dari
kebocoran biaya. Berikutnya penjualan asset bisa dilakukan bila perusahaan mampu mengelola asset
dengan baik. Dengan melepas asset atau bisnis ke pembeli yang lebih mampu mengelola (divestasi),
maka perusahaan dapat berbagi sinergi dari proses divestasi tersebut.

Peluang bertumbuh (new growth oppurtunities) bisa dicapai dengan melakukan kegiatan akuisisi atau
tindakan anorganik lannya yang berorientasi pada penciptaan nilai. Selanjutnya penciptaan nila juga bisa
berasal dari rekayasa keuangan (financial engineering) yang bertujuan untuk memanfaatkan keuntungan
dari pembiayaan hutang dengan mempertimbangkan kergugiannya. Keuntungan yang diperoleh dengan
menggunakan hutang sebagai sumber pembiayaan adalah melalui faktor bunga sebagai pengurang
pajak, mengingat pembayaran deviden tidak dapat digunakan untuk mengurangi pembayaran pajak.
Dalam konteks ini maka perusahaan harus memperhitungkan stuktur hutang yang optimal dari setiap
proyek yang akan dikerjakan.

Melalui pendekatan hexagon ini maka Total Potential Value dari korporasi bisa dicapai. Hal ini tentunya
setelah upaya menghilangkan perception gap dan perbaikan operasi perusahaan telah dapat dilakukan,
ditambah dengan opsi upaya optimalisasi asset, kemungkinan untuk melakukan pelepasan asset dan
melakukan eksekusi atas peluang bisnis baru. Terakhir tentunya dapat dilakukan proses rekayasa
keuangan untuk mendapatkan stuktur keuangan dan pendanaan yang paling optimal.

Tahapan awal pendekatan Hexagon ini dilakukan dengan melakukan pemetaan situasi finansial
korporasi sebagai muara dari aktifitas operasional dan kualitas asset yang dimiliki KAI. Permasalahan KAI
tahun 2009 cukup berat, bukan hanya pada aspek bisnis tapi juga permasalahan sarana dan prasarana.
Jumlah sarana lokomotif dan gerbong semakin menurun mengakibatkan terjadinya backlog. Hal ini tentu
sangat berpengaruh terhadap pencapaian kinerja keuangan. Bila tahun 2005 dan 2006 perusahaan
masih bisa mencatatkan keuntungan 6,9 milyar rupiah dan 14,2 milyar rupiah, maka tahun 2007 telah
ada kerugian 38,6 milyar rupiah pada tahun 2008 kerugian semakin terjun bebas pada angkat 82,6
milyar rupiah.
Direksi KAI baru pada tahun 2009 dibawah kepemimpinan Jonan melakukan berberapa upaya penting
dan signifiakn dalam memperbaiki kinerja keuangan pada khususnya. Kerugian KAI pada tahun 2008
sebesar 83 milyar rupiah dapat diperbaiki langsung pada tahun 2009 dengan mencatatkan keuntungan
155 milyar rupiah, bahkan di tahun 2013 laba bersih perusahaan dicatatkan sebesar 561 milyar rupiah.
Peningkatan laba secara signifikan ini tentunya tidak bisa dilepaskan dari perbaikan sisi pendapatan yang
juga meningkat secara luar biasa. Pendapatan tahun 2008 sebesar 4,4 triliun rupiah mampu diperbaiki
pada tahun 2009 menjadi 4,8 triliun rupiah dan total pada tahun 2013 total pendapatan mecapai 8,6
triliun rupiah.

Disisi lain perkembangan asset perusahaan juga bertumbuh signifikan, dari potensi asset tahun 2008
sebesar 5,8 triliun berkembang menjadi senilai 15,3 triliun rupiah pada tahun 2013. Dari sisi biaya, total
beban pokok pendapatan naik dari posisi tahun 2009 sebesar 4,7 triliun rupiah berkembang menjadi 7,5
triliun rupiah pada tahun 2013, atau mengalami kenakan secara rata-rata sebesar 12,7%. Berarti pada
periode tahun 2009-2013 pertumbuhan pendapatan secara relatif bertumbuh lebih baik dibandingkan
pertumbuhan biaya, sehingga perusahaan mampu menghasilkan laba dengan lebih baik.

Berikut secara ringkas perkembangan keuangan tersebut :

2.1 Penanggulangan Perception Gap

Dalam satu kesempatan diskusi dengan Kurniadi Atmosasmito (Direktur Keuangan KAI 2014) secara teori
sebetulnya KAI mengikuti model HEXAGON, dimana pada tahap awal dilakukan komunikasi secara
intensif dengan pihak internal untuk menekan kembali tujuan perusahaan kedepan sebagai suatu
common goal, sehingga perception gap dapat dikurangi secara perlahan. Sebagai langkah awal untuk
meningkatkan spirit karyawan maka dilakukan langkah perbaikan remunerasi pada tahun pertama masa
kepemimpinan Direksi baru. Dalam waktu bersamaan secara paralel dilakukan upaya pemetaan
persoalan operasional dalam rangka untuk bisa memetakan masalah dan perbaikan (improvement)
dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Upaya perbaikan untuk mengurangi perception gap dengan stakeholder lebih luas dilakukan dengan
upaya komunikasi yang lebih ekstensif baik secara below the line maupun above the line. Dengan
perbaikan dari segi kapabilitas teknologi informasi, maka kontak antara perusahaan dan public
berlangsung lebih baik dan mulai muncul kesadaran dari public tentang strategisnya peran kereta api
sebagai alat transportasi masal. Munculnya dukungan dari public agar kereta api lebih diberdayakan dan
agar pemerintah lebih “berpihak” pada pengembangan moda ini, dampaknya cukup baik bagi
perusahaan.

Kembali pada kondisi awal tahun 2009, ketika kondisi keuangan masih relative buruk, bagaimana
rasionalitas ketika Direksi untuk menaikkan remunerasi pegawai? Menurut Jonan, sebelum pemimpin
berhak untuk meminta pegawai bekerja lebih keras dan militan, maka hak pegawai dari segi remunerasi
harus lebih dulu dipenuhi, Perbaikan ini perlu dilakukan supaya pegawai lebih fokus pada urusan kantor
dan tidak lagi memikirkan pendapatan sampingan. Kalau sudah dipenuhi hak-haknya dan kinerja
pegawai tidak membaik maka Direksi berhak untuk melakukan langkah selanjutnya, termasuk opsi untuk
melakukan pensiun dini. Untuk pemenuhan peningkatan remunerasi manajemen melakukan efesiensi
biaya dibeberapa bidang dan mengurangi kebocoran pendapatan. Misalnya efesiensi pada pembelian
bahan bakar minyak yang merupakan 15% dari biaya perusahaan dengan cara penerapan VHS dan
pembelian langsung ke Pertamina, disamping juga dilakukan perubahan sistem pengadaan barang dan
jasa yang lebih efesien sesuai harga pasar. Penerapan Good Corporate Governance yang dijalankan
konsisten dan trasparan akan mengurangi tingkat kebocoran pendapatan dan pengelembungan
pembiayaan.

Untuk memperbaiki kinerja operasi kereta api diperlukan alat produksi yang handal, Jonan sebagai
mantan eksekutif Citibank dan Kurniadi sebagai mantan eksekutif PT Aneka Tambang (Persero) Tbk.
Secara tidak langung memberikan keyakinan kepada perbankan untuk pinjaman komersial yang
dipergunakan untuk perbaikan alat produksi, baik pengadaan lokomotif, kereta dan gerbong untuk
memperbaiki kinerja operasional kereta api. Untuk meyakinkan prospek bisnis ke depan maka KAI juga
meminta konsultan internasioanal PWC (Pricewaterhouse Coppers) untuk melakukan kajian proyeksi
usaha, sehingga pihak perbankan dapat diyakinkan)

Perbaikan Operasi (Operating Improvement)

Hasil pemetaan tahap awal pada biaya operasional menunjukan terjadinya inefesiensi dan kebocoran
pada beberapa sector. Kebocoran misalnya terjadi pada pengadaan bahan bakar, dimana pada masa lalu
dilakukan melalui jasa pihak ketiga. Perbaikan drastic dilakukan dengan cara memotong distribusi
pengadaan BBM melalui kontrak langsupEng dengan vendor yaitu Pertamina. Disamping itu juga
diterapkan Vendor Held Check (VHS) untuk mengontrol penggunaan BBM, dimana pihak Pertamina
bertanggung jawab atas stok BBM yang ada di tangki milik KAI baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Sementara untuk perawatan sarana dilakukan dengan mengikat maintenance service agreement (MSA)
dan kontrak tool kit dengan pabrikan.

Sementara proses pembayaran dengan vendor diatur lebih baik dengan masa pembayaran lebih
fleksibel. Upaya menekan biaya lainnya dilakukan dengan optimalisasi rangkaian angkutan barang agar
penghematan biaya TAC, BBM dan biaya kru dapat dilakukan melalui penambahan rangkaian gerbong.
Perbaikan di sector biaya operasional ini dalam jangka pendek mampu berkontribusi pada perbaikan
kondisi keuangan perusahaan. Menurut Kuniadi “perubahan paling fundamental adalah masalah
efesiensi keuangan. Perusahaan dihadapkan pada kondisi keuangan sedang memburuk, kondisi asset
mengalami penurunan, backlog sarana dan prasarana mendekati 1,2 triliun rupiah. Kalau perusahaan
ingin bangkit maka efesiensi operasional wajib dijalankan, sementara untuk mendorong pendapatan
perlu segera dilakukan investasi baru, untuk itu direksi memutuskan segera melakukan investasi di
sarana dengan pinjaman bank. Kami yakin perbaikan di awal ini akan mampu meningkatkan
pertumbuhan pendapatan sebesar 10% sementara kenaikan biaya hanya pada angka 2%” ujarnya.

KAI memperoleh pinjaman Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar 400 milyar rupiah dari BNI dan BRI pada
tahun 2010. Sementara pada tahun 2011 diperoleh pinjaman Kredit Investasi (KI) sebesar 4 Triliun
rupiah dari konsorsium BNI dan BRI dengan terms and conditions yang sangat menguntungkan
perusahaan. Kredit investasi ini diperuntukan bagi pengadaan sarana berupa lokomotif dan gerbong
(wagon) terutama untuk peningkatan kapasitas pengangkutan batubara di Sumatera Selatan dan
pengangkutan barang di Jawa.

Keputusan melakukan investasi sarana dengan sumber pinjaman eksternal ini penting dilakukan karena
pada tahun 2008 posisi keuangan perusahaan sedang merugi, tidak mungkin menggunakan dana
internal. Namun demikian perlu dilakukan komunikasi internal yang intensid karena perusahaan pada
masa sebelumnya belum pernah melakukan pinjaman komersial. Pinajamn investasi tentunya dilakukan
dengan kajian mendalam dengan bantuan konsultan keuangan yang handal, dilakukan dengan
negosisasi ketat untuk menghasilkan cost of fund yang paling rendah, mencoba meminimalkan
penggunaan dana sendiri (internal equity) dan memperbesar porsi pinjaman tentu dengan
memperhatikan posisi debt to equity ratio yang paling rasional.
Posisi Sarana Produksi

Disamping itu dilakukan pula pembukaan fasilitas impor dengan fasilitas L/C atas fasilitas perbankan
untuk pengadaan barang impor. Fasilitas pendanaan ini sangat membantu akselerasi operasional
perusahaan dan dukungannya terhadap proses transformasi perusahaan. Apalagi dengan tingkat
kepercayaan dari kreditur luar negeri, seperti US Exim Bank, akan sangat membantu kredibilitas
keuangan perusahaan. Pada Oktober 2014 perusahaan mendapatkan kredit ekspor dari US Exim Bank
sejumlah US$ 94.3 Juta (setara 1,14 triliun rupiah) untuk pengadaan 50 lokomotif yang dibeli dari
perbakan General Electric. Sejauh ini perusahaan menjadi BUMN pertama yang mendapatkan
kepercayaan mendapatkan kredit ekspor dari US Exim Bank tanpa jaminan pemerintah.

Dengan melihat potensi usaha kereta api yang semakin meningkat KAI saat ini belum mengeluarkan
instrument pasar modal seperti penerbitan obligasi atau go public. Menurut Jonan, bisnis kereta api
tetap harus menjalankan juga fungsi pelayanan masyarakat dalam bentuk angkutan penumpang,
sehingga masih ada subsidi pemerintah (PSO) yang diberikan kepada penumpang. Dalam kondisi ini sulit
untuk go public karena investor pasti menuntut keuntungan setinggi-tingginya. KAI tetap percaya bahwa
dengan reputasi dan kemampuan internal yang semakin membaik akan meningkatkan daya saing KAI di
depan kreditur.

Salahsatu upaya dilakukan supaya proses yang terkait dengan manajemen keuangan dapat dilakukan
dengan baik tentunya adalah menetapkan fungsi Good Corporate Governance (GCG) dengan optimal.
Penelitian Wong (2007) menunjukan perusahaan dengan prinsip GCG yang baik dimata investor akan
mampu menaikan nilai saham secara signifikan. Implementasi GCG di KAI dilaksanakan dengan
keseriusan, bukan sekedar slogan dan dipraktekan di semua lini operasi. Implementasi GCG yang
menonjol antara lain : hampir 700 penjabat (90%) telah melaporkan LHKPN ke KPK, pelaporan atas
realisasi kinerja anggaran dilakukan secara berkala dan berjenjang sesuai aturan yang berlaku , dengan
organ komite audit dan komite manajemen risiko dan hukum untuk membantu dewan komisaris, proses
fit & proper test untuk pemilihan anggota direksi dan komisaris baik di level induk perusahaan maupun
anak perusahaan, serta penerapan konsep fairness dalam remunerasi dan penilaian kinerja pegawai.
Pelanggaran terhadap aturan GCG akan mendapatkan sangsi tegas baik dilevel atas atau level bawah
perusahaan. Upaya terus menerus dalam hal GCG telah tebukti hasilnya antara lain BUM GCG Award
Kategori Non Listed Company 2013 yang diberikan Kementerian BUMN.

2.2 Merengkuh Potensi Bisnis

Bisnis kereta api berkembang secara dinamik dalam beberapa tahun terakhir. Berdasarkan Cetak Biru
Sistem Logistik Nasional (Sislognas) maka kereta api merupakan salah satu moda yang diunggulkan
dalam tahap 1 Sislognas yaitu sebagai salah satu tulang punggung transpportasi yang diandalkan
terutama dalam angkutan barang di Jawa dan Sumatera. Sementara tahun 2 (2016-2020) diharapkan
peran kereta api lebih optimal dengan terbangunnya Trans Java dan Trans Sumatera railway.

Pentingnya pembangunan moda transportasi kereta api ini sebgai suatu jawaban atas lemahnay mata
rantai logistic di Indonesia. Laporan Logistic Performance Index (LPI) tahun 2014 menempatkan
Indonesia di peringkat 53 dari 160 negara. Diantara Negara-negara ASEAN, Indonesia berada di posisi ke-
6 dibawah Singapore (Peringkat 5), Malaysia (25), Thailand (35) dan Vietnam (48).

Saat ini hampir 80% pergerakan transportasi di Jawa menggunakan jalan raya karena alasan handling,
jadwal, aksesbilitas dan sebagainya. Namun dengan semakin padatnya populasi kendaraan maka
transportasi jalan raya menjadi mahal karena waktu tempuh yang semakin lama. Pengurangan beban
jalan dapat dialihakan dan diseimbangkan dengan transportasi lainnya seperti kereta api dan
transportasi laut. Untuk efesiensi biaya transportasi dan logistic, penggunaan kereta api sangat penting
terutama untuk jarak antara 500 km – 1.500 km. Pada jarak tersebut biaya transportasi termurah adalah
menggunakan kereta api dibandingkan dengan angkutan darat dan laut.

Dengan telah selesainya pembangunan jalur ganda lintas utara jawa pada tahun 2014 maka kereta ap
lintas utara jawa nantinya diharapkan dapat meningkatkan frekuensi dan kapasitas kereta api 200%-
300%. Potensi paling besar tentu dari peningkatan transportasi barang. Dari data Kementrian
Perhubungan terlihat potensi peningkatan kereta api barang dari 5 trip per hari dengan kapasitas 160
TEUs per hari, maka dengan adanya jalur ganda akan berpotensi 3 kali lipat, menjadi 15 trip per hari
dengan peningkatan 500 TEUs per hari. Potensi ini tentu akan sangat menarik untuk meningkatkan
kinerja perusahaan. Karenanya perusahaan telah melakukan optimalisasi rangkaian hingga mencapa 30
gerbong per rangkaian perjalanan di Sumatera, selain itu juga dilakukan penggantian sarana gerbong
TTW yang hanya berkaspasitas angkutan 30 ton menjadi PPCW berkapasitas angkut 42 ton. Optimalisasi
sarana ini bertujuan untuk menurunkan biaya sehingga harga jual dapat ditekan sehingga mampu
bersang dengan angkutan darat lainnya.
Proporsi pendapatan kereta api yang selama ini masih didominasi pendapatan angkutan penumpang,
sejak 4 tahun terakhir terlah bergeser dan pendapatan anguktan barang cenderung memiliki tingkat
pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan pendapatan angkutan penumpang.

Pertumbuhan pendapatan angkutan barang telah berkembang lebih cepat dibandingkan pendapatan
angkutan penumpang. Pada tahun 2013 total pendapatan operasi perusahaan sebesar 8.6 triliun rupiah
dimana kontribusi pendapatan angkutan barang adalah sekitar 3,09 triliun rupiah dan pendapatan
angkutan penumpang 3,93 triliun rupiah. Pada tahun 2018 diproyeksikan pendapatan perusahaan dapat
mencapai 22,4 triliun rupiah dimana sumbangan kereta angkutan barang akan mencapai kisaran 52%,
sementara konribusi kereta angkuran penumpang sebesar 40%. Sumbangan terbesar pendapatan kereta
angkutan barang berasal dari angkutan batubara yang mencapai sekitar 70%. Sementara kontribusi
sisanya datang dari pengangkutan BBM, peti kemas, semen, curah & perkebunan, serta cargo. Karena
investasi besar-besaran yang dilakukan lokomotif (134 unit) dan wagon/gerbong (2.400 unit) pada
periode 2011-2013 sangat strategis dalam mengantisipasi peluang ini. Namun demikian kereta angkutan
penumpang tetap diperhatikan, dimana pada tahun 2018 diharapkann akan dapat mengangkut 1,2 juta
penumpang perhari untuk angkutan perkotaan Jabodetabek. Perkembangan total angkutan penumpang
sbegai berikut :
Dengan proyeksi penduduk pulau jawa mencapai 152 juta orang pada 2025 maka kebutuhan
transportasi masal sangat terbuka, apalagi dengan proyeksi bahwa 80% penduduk pulau jawa akan
terkonsentrasi dikota. Peluang melayani tranportasi melalui kereta api ini masih sangat produktif.
Karenanya investasi pengadaan kereta rel listrik untuk penumpang di Jabodetabek akan tetap dilakukan
termasuk rencana pengadaan 1.000 kereta penumpang dijawa pada periode 2016-2018

Kendala yang dihadapi dalam merebut peluang bisnis kereta angkutan brang ini tentunya bukan tanpa
hambatan. Seperti diketahui sampai saat ini kereta api angkutan barang destinasi Bandung dan
Surabaya menuju Jakarta tidak bisa langsung masuk ke sisi pelabuhan (seaway) karena tidak ada ijin dari
otoritas pelabuhan, kereta api angkutan barang harus masuk ke statisun Pasoso untuk bongkar muat
melalui tracing menuju pelabuhan Tanjung Priok.

Dampaknya biaya menjadi sangat tidak ekonomis bagi pengguna jasa kereta api, disamping
menimbulkan kemacetan disekitar pelabuhan dan secara nasional menimbulkan ekonomi biaya tinggu.
Padahal pelabuhan Tj Priok dikelola oleh PT Pelindo II yang notabene BUMN juga, sehingga potensi
sinergi BUMN yang diinginkan Kementerian BUM sampai saat ini belum tercapai.

Kondisi ini bukan hanya terjadi di Jakarta namun terjadi di beberapa kota besar lain seperti Surabaya.
Beberapa hal lainnya yang memerlukan perhatian Pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas
trasnportasi kereta api adalah dukungan prasarana terkat peningkatan kualitas statisun, dipo ketera api,
serta penambhan jalur rel di beberapa ruas potensial kereta barang seperti di Sumatera Selatan.

Tren pengelolaan kereta api di demografi luas seperti India dan Canada menunjukan peran kereta
angkutan barang sangat signifikan dalam menyumbang pendapatan perusahaan.

Kereta api India (India Railways) adalah operator kereta api yang dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah
India. Pada tahun 2004 – 2005 sempat mengalami kemunduran namun pada 2009 mengalami
perubahan yanf signifikan. Porsi utama adalah dengan pengadaan berbagai jenis/ tipe kereta barang
mulai dari model peti kemas untuk barang peletisasi, insulated and refrigerated containers, standard
containers, hard-top containers, open – top containers, bulk containers, tank containers dan angkutan
barang cair/curah sehingga dapat menggarap konsumen dari berbagai sector usaha.

Dilakukan juga perbaikan pada kereta barang seperti rasionalisasi struktur tariff, mengimplementasikan
dynamic pricing serta memperkenalkan freight incentive schemes dan pada tahun 2005 pemerintah
India meluncurkan wagon investment scheme yang bertujuan untuk menarik investor swasta agar
terlibat dalam pengadaan wagon dan nantinya akan diberikan jaminan tentang porsi transportasi barang
yang bisa ditangani.

Kasus menarik lainnya bisa diambil dari Canadian National Railways (CN). Saat ini pelanggan dapat
melacak keberadaan barang mereka di CN secara Real Time seperti layaknya layanan FedEx ataupun
United Parcel Services. Saat pertama diprivatisasi, CN adalah operator kereta transcontinental dengan
jalur membentang mulai dari kota Halofax sampai Vancouver, namun hanya sedikit akses ke Amerika
Serikat. Proses turnaround perusahaan mengalami akselerasi dengan dilakukannya beberapa akuisisi.
Pembelian pertama adalah Illinois central (IC) pada 1998, yang memungkinkan CN untuk menjangkau
New Orleans dan Teluk Meksiko. Kemudian pada tahun 2001, CN membeli Wisconsin Central, yang
membuat mereka dapat memasuki wilayah upper Midwest dan dataran AS.

Berbagai akuisisi ini membuat CN menjadi salah satu operator kereta api paling menguntungkan di
Wilayah Amerika Utara. CN mampu mengeksloitasi pasar disaat industry angkutan kereta api barang
menghadapi keterbatasan kapasitas, dan ini membuat CN mampu menciptakan nilai yang lebih tinggi
dibandingkan pesaingnya.

Kompetitifnya tariff angkutan kereta barang di Amerika Utara dapat dilihat pada Gambar 2.2

Dari data tersebut terlihat bahwa efisiensi kereta barang paling dinikmati oleh Negara dengan demografi
luas dan memiliki lintasan kereta api yang panjang, seperti Amerika Serikat, Canada, China dan Russia.

Salah satu cara yang dipakai CN untuk meningkatkan load factor barang adalah mencari jalan untuk
mencapatkan angkutan guna mengisi gerbong kosong kosong yang kembali dari perjlanan rute Pantai
Barat ke Midwest dan Pantai Timur yang semula penuh dengan barang impor dari China.

CN juga membuang lini bisnis yang tidak menguntungkan contohnya anhkutan barang valume kecil yang
biasanya dilakukan dalam sistem drop off dan taking on di stasiun-stasiun kecil yang dilewati. CN
memilih membuang bisnis tersebut, dan fokus untuk menjadi “Scheduled Freight railroad” dengan
kinerja tepat waktu yang mengalahkan truk untuk jarang menengah dan jarak jauh.

Pemanfaatan dan Disposal Aset

Setelah pembenahan bisnis inti perusahaan, dilakukan pula pemanfaatan aset perusahaan karena hal ini
juga dapat membantu peningkatan nilai perusahaan. Pengelolaan aset bukan sesuatu yang mudah untuk
dilakukan, organization for economic co-operation and development (2007) mendefinisikan manajemen
aset sebagai proses yang sistematis untuk mempertahankan, meng-update, dan mengoprasikan aset.,
menggabungkan prinsip rekayasa dengan praktek bisnis yang sehat secara ekonomi, dan menyediakan
alat untuk memfasilitasi pendekatan yang lebih terorganisir dan fleksibel untuk membuat keputusan
yang diperlukan untuk mencapai harapan public

The Institute of Asset Management pada tahun 2008 merumuskan siklus manajemen aset dalam
beberapa tahap yaitu pengadaan aset (create/acquire), pemanfaatan (utilize), pemeliharaan (maintain)
dan terakhir pembaruan/penghapusan (renew/dispose).

Dalam pandangan agak berbeda, siregar (2004) menyebutkan bahwa tahapan kerja manajemen aset
dibagi dalam lima tahap kerja yang saling berhubungan dan terintegrasi satu dengan yang lainnya,
meliputi:

1. Investasi aset meliputi inventarisasi fisik dan yuridis/legal.


2. Legal audit, yaitu inventarisasi status penguasaan aset, sistem dan prosedur penguasaan atau
pengalihan aset.
3. Penilaian aset yang hasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui nilai kekayaan maupun
informasi untuk penetapan harga bagi aset yang ingin dijual.

Optimalisasi pemanfaatan yang merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan potensi fisik, lokasi, nilai,
jumlah/volume, legal dan ekonomi yang dimiliki aset tersebut. Proses perjalanan manajemen aset tidak
terlepas dari pengelolaan perusahaan secara keseluruhan. Manajemen aset harus terintegrasi dan
tekoneksi dengan berbagai unit dalam perusahaan.

Dapat disimpulkan beberapa hal tentang manajemen aset. Pertama, manajemen aset merupakan
sebuah proses yang terstruktur dan saling terkait. Kedua, manajemen aset tidak sebatas melakukan
pencatatan atas aset, tetapi juga sampai pada optimaliasasi pemanfaatan aset untuk mengingkatkan
kinerja perusahaan, baik kinerja operasional, pelayanan kepada pelanggan maupun keuangan.

Dengan demikian, manajemen aset menuntut adanya perubahan paradigm dalam memandang aset,
bahwa aset harus dikelola secara optimal agar mampu mengingkatkan kinerja perusahaan. Kinerja yang
dimaksud tidak hanya diukur dari finansial, tetapi juga pelayanan kepada pelanggan. Dalam konteks
bisnis, peningkatan pelayanan ini juga berkorelasi positif dengan kinerja finansial, dalam pengertian
peningkatan pelayanan kepada pelanggan akan mendorong peningkatan kepuasan yang pada gilirannya
menghasilkan peningkatan jumlah pelanggan dan kondisi ini pada akhirnya meningkatan pendapatan
dan keuntungan perusahaan.

Manajemen aset di KAI sangat diperlukan mengingat selama ini tidak sedikit aset yang sebetulnya milik
KAI tetapi tidak porduktif karena beberapa hal. Pertama, karena masih banyak aset yang dikuasai oleh
pihak lain, baik institusi maupun individu-individu masyarakan dan aset-aset inilah yang belakangan ini
membutuhkan upaya ekstra keras pihak KAI untuk mengambil kembali asetnya. Kedua, aset yang sudah
dikuasai KAI tetap belum dimanfaatkaan. Ketiga, aset yang sudah dimanfaatkan tetapi belum dikelola
secara optimal sehingga belum bisa memberikan nilai tambah yang optimal bagi perusahaan.
Gambar 2.3. Diagram Konektivitas Pengelolaan Aset Nonproduksi KAI

Peningkatan pendapatan secara tidak langsung terutama dilakukan melalui optimalisasi aset yang bisa
meningkatkan keuntungan perusahaan. Peningkatan keuntungan ini tentu pada akhirnya menambah
kapasitas keuangan perusahaan untuk berinvestasi pada upaya-upaya penignkatan pelayanan kepada
pelanggan. Untuk mencapai tujuan terseut. KAI merumuskan beberapa strategi dalam pengelolaan aset,
anatara lain melalui transformasi manajemen, peningkatan kinerja dan kapabilitas, pembentukan
Direktorat Pengelolaan Aset Non Produksi, pengembangan sistem informasi aset, pembentukan unit
kerja manajemen resiko, pendirian anak perusahaan untuk mengelola aset non produksi, kerjasama
pengeloaan dengan pihak lain.

Pembentukan direktorat baru yaitu Direktorat Pengelolaan Aset Non Produksi merupakan bentuk
dukungan dalam bentuk perubahan internal organiasai. Secara eksternal organisasi, KAI mendirikan
anak perusahaan yang juga diarahkan untuk memanfaatkan aset nonproduksi. Seperti PT KA Properti
Manajemen yang menangani properti non produksi, PT Reska Multi Usaha yang mengelolan lahan parkir
di sekitar stasiun, dan PT KA Logistik yang mengelola aset terkait dengan usaha logistik.

Siklus Manajemen Aset KAI

Manajemen aset KAI senagaimana terlihat dalam gambar 2-4, diawali dengan tahap pengumpulan data
set, langkah awal yang dilakukan KAI dalam rangka pengelolaan aset ini adalah pendataan aset berbasis
IT. Langkah ini dilakukan dengan menyusun tiga buah buku kepemilikan aset: buku Aset Tanah, buku
RUmah Dinas, dan buku Bangunan Dinas. Salah satu upaya untuk mengatasi ruwetnya asal usul aset
yang dikuasai pihak lain, maka perusahaan telah bekerjasama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN)
untuk menginvetarisir aset yang dimiliki. Bahkan pada tahun 2013 telah mengirimkan ahli ke Belanda
untuk studi aset milik kereta api sejak era colonial di Indonesia. Disamping itu perusahaan telah
merekrut tenaga keamanan profesional dari lingkungan TNI/POLRI untuk mengoptimalkan usaha
penataan aset non produksi.

Gambar 2.4 Siklus Manajemen Aset Nonproduksi KAI

Tahap berikutnya adalah penyelamatan aset. Tahap ini memberikan kepastian status legal atas tanah
dan bangunan yang menurut data KAI merupakan asetnya. Beberapa langkah yang sudah dilakukan KAI
dalam upaya penyelamatan aset ini adalah penertiban dan sertifikasi. Upaya ini dalam kenyataannya
juga tidak mulus, kearena tidak sedikit aset yang didata KAI dikuasai atau dimanfaatkan pihak laim,
karena itu dilakukan penyelesaian perselisihan melalui pendekatan persuasive dan jalur hukum. Pihak
yang dihadapi KAI juga bermacam-macam seperti individu atau masyarakat, institusi baik perusahaan
maupun instansi pemerintah.
Setelah itu, KAI melakukan revaluasi serta pembukuan kembali aset-aset. Manajemen aset menuntut
perusahaan melakukan penilaian terhadap aset yang dimilikinya. Penilaian aset ini merupakan
oenentuan nilai aset yang dimiliki, sehingga dapat diketahui secara jelas nilai kekayaan yang dimiliki,
atau yang akan dialihkan maupun yang akan dihapuskan. Namun, KAI belum melakukan tahap ini secara
maksimal, karena masih fokys pada upaya pendataan dan penguasaan kembali aset-aset yang ada.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, proses pendataan dan penguasaann aset ini tidak berjalan mulus.

Akhirnya pada tahap akhir yang merubah paradigm aset sebagai cost center menjadi revenue center,
yaitu tahap pemanfaatan aset. Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa paradigm manajemen KAI
dalam memandang asetnya telah mengalami perubahan. Perubahan inilah yang menjadi titik awal bagi
perusahaan untuk melakukan optimalisasi aset nonproduksi. Secara umum KAI telah meyusun program
aksi optimalisasi aset sebagai berikut:

1. Pengembangan stasiun sebagai life style business


2. Pembangunan hotel di 5 lokasi
3. Pembangunan lahan parkir pada lahan di luar stasiun
4. Persewaan tanah dan rumah dinas
5. Pembangunan pergudangan untuk mendukung angkutan barang di beberapa lokasi potensial di
antaranya Jakarta gudang, Surabaya pasarturi
6. Pembangunan container yard (Kalimas, Sungailagoa)
7. Pemberlakuan biaya perawatan dan pengawasan right of way (RoW) yang digunakan untuk
pemasangan jaringan infrasturktur (telekomunikasi, listrik, air, BBM, gas dsb)
8. Pemasangan iklan di stasiun dan kereta
9. Melakukan evaluasi nilai kontrak yang lama agar harga kontrak sesuai dengan nilai aset
sesungguhnya

Upaya penataan aset non produksi ini paling tidak sudah terlihat hasilnya. Misalnya upaya peninjauan
kembali (PK) yang diajukan KAI atas keputusan PN Medan tentang gugatan atas aset seluas 7,3 H yang
digunakan pihak swasta sebagai hasil tukar guling dengan pemkot medan pada tahun 2013.

Potensi peningkatan value aset non produksi paling besar tentunya dapat terjadi kalau KAI segera dapat
mengoptimalkan anak perusahaan. Rencana untuk mendirikan Hotel berbintang atau Budget Hotel di
lokasi sekitar stasiun utama di Surabaya, Purwokerto, Semarang dapat segera dilaksanakan karena
“pembebesar” lahan sudah dapat dikatakan selesai. Demikian pula ide kerjasama dengan Kementerian
Perumahan Rakyat untuk mendirikan Rumah Susun Sewa (RUSUNAWA) di sekitar stasiun besar seperti
Jakarta memang sangat potensi. Selain keuntung secara keuangan, program ini juga akan membuat
penataan lingkungan stasiun semakin baik dan nyaman.

Demikian pula kemungkinan disposal aset di wilayah stasiun besar Bandung dengan Pemkot Bandung
untuk tukar guling sebagai wilayah konservasi hijau dapat dipertimbangkan sebagai potensi bisnis. Di
satu sisi perusahaan memberikan kontribusi atas kawasan hijau di kota Bandung dan di sisi lain terjadi
peningkatan nilai atas aset di Sekitar Stasiun Bandung serta kompensasi lahan yang diterima.

Peran Anak Perusahaan Dalam Peningkatan Value


Setelah perbaikan pada bisnis inti dan diikuti dengan pembenahan dan pemanfaatan aset, maka
berikutnya perusahaan ditunjang oleh anak perusahaan-perusahaan yang terkait dalam pembenahan
bisnis inti ataupun mendukung tahap pemanfaatan aset.

Gambar 2.5 Struktur Anak Perusahaan PT KAI

 PT KA COMMUTER JABODETABEK
Visi KCJ adalah mewujudkan angkutan kereta api komuter sebagai pilihan utama dan terbaik di
wilayah Jakarta dan sekitarnya. Dengan memisahkan KCJ menjadi anak perusahaan diharapkan
dapat fokus pada penyelenggaraan pelayanan jasa angkutan kereta api komuter di
JABODETABEK. KCJ juga diharapkan dapat membantu mobilitas masyarakat dan berkontribusi
dalam mengurangi masalah kemacetan Jakarta.
Fokus KCJ adalah perbaikan sarana dan harapan dukungan prasarana pemerintah yang semakin
meningkat. Penambahan sarana KRL yang terus menerus belum bisa mengurangi
ketidaknyamanan penumpang karena prasarana seperti stasiun dan peralatan signaling yang
sudah tidak memadai. Artinya dukungan pemerintah pada moda transportasi ini harus lebih
ditingkatkan.
Keterkaitan dengan pihak eksternal juga telah dilakukan melalui kerjasama dengan berbagai
institusi diantaranya GMF Aero Asia dan JR East. Dengan GMF telah dilakukan perjanjian
kerjasama dalam bidang perawatan dan perbaikan motor listrik. Dengan JR East bekerjasama
dalam hal manajemen perkeretaapian. Hal ini untuk menunjang kehandalan sarana kereta api
meningkat 30% dari KRL yang beroprasi di Jabodetabek berasal dari JR East.

 PT RAILINK
PT Railink adalah anak perusahaan yang didirikan dan merupakan jointventure atara PT KAI
dengan PT Angkasa Pura II (Persero). Railink bergerak dalam bidang perkeretaapian namun
kereta api bandara. PT Railink memiliki visi untuk menjadi pilihan utama akses bandara bertaraf
internasional dan terintegrasi dengan moda lainnya. Railink mengawali dengan
mengembangkan dan membangun Airport Railink Station di Kualanamu, Sumatera Utara dan
dilanjutkan dengan dibangunnya KA Bandara Soekarno Hatta di Jakarta.

 PT RESKA MULTI USAHA (PT RMU)


PT RMU memiliki tugas pokok untuk menyediakan fasilitas kereta makan serta memanfaatkan
peluang bisnis yang ada di stasiun, di luar stasiun maupun di atas kereta api. Hingga saat ini
selain mengelola restoran untuk kereta api, RMU juga mengelola perparkiran dlingkungan
stasiun KAI serta berbagai bidang usaha lainnya.

 PT KERETA API LOGISTIK (KALOG)


KAI mendirikan KALOG dengan lini bisnis melayani distributor logistic door to door berbasis
kereta api. Dengan adanya KALOG ini, KAI dapat memberikan layanan yang menyeluruh bagi
konsumennya khusus dalam angkutan barang. Dengan layanan bersifat door to door, KALOG
telah memiliki layanan dalam penelolaan Terminal Peti Kemas, bongkar muat, pergudangan dan
hal-hal lain yang terkait dengan jasa logistic secara menyeluruh.

 PT KA PARIWISATA
Sama seperti KCJ dan Railink, PT KA Pariwisata juga bergerak dalam bidang perkeretaapian
namun untuk melayani segmen pasar yang berbeda sehingga dikatakan KAI melakukan
diversifikasi dengan mendirikan KA Wisata. Dalam visinya, KA Wisata ingin menjadi penyedia
jasa kepariwisataan berbasis kereta api sebagai penunjang bisis angkutan penimpang KAI untuk
menciptakan manfaat bagi stakeholder. KA Wisata merencanakan penambahan KA Slepper dan
Super Eksekutif. Terkait dengan layanan paket wisata yang ditawarkan, KA Wisata juga akan
membangun hotel yang bisa menjadi hotel transit di sekitar stasiun seperti stasiun gambir dan
stasiun bandung.
 PT KA PROPERTI MANAJEMEN
PT KA Properti Manajemen adalah anak perusahaan yang bergerak dalam bidang pengelolaan
aset/property perkeretaapian milik KAI. KA Properti Manajemen memberikan kontribusi bagi
KAI dengan mengoptimalkan pemanfaatan serta memberikan nilai tambah bagi aset KAI.dengan
cara diubah menjadi mall, hotel dan apartemen seperti pembangunan hotek dan pertokoan di
Sidoarjo serta Purwokerto.

Sinergi antar Anak Perusahaan

Induk perusahaan dapat berfungsi sebagai portofolio manager, synergy manager ataupun parental
developer. Sebagai portofolio manager, pertan induk perusahaan adalah sebagai pengelola anak
perusahaan dan sebagai perantara antara anak perusahaan dengan sumber dana ataupun pemegang
saham. Sebagai synergy manager, peran induk perusahaan semakin luas yaitu mencari upaya sinergi
antar anak perusahaan untuk meningkatakn nilai perusahaan dan anak perusahaan. Terakhir, sebagai
parental developer, induk perusahaan berupaya mencari kompensasi dan kapabilitas yang dimilikinya
untuk dapat disebarkan ke anak perusahaan

Gambar 2-6 Hubungan Induk Perusahaan dan Anak Perusahaan

Pernan induk perusahaan sangat diperlukan agar tercipta sinergi antar perusahaan. Pertama, peran
induk perusahaan sangat diharapkan untuk dapat memutuskan apa bidang usahan yang akan dilepas
menjadi anak perusahan tersendiri. Kedua, bagaimana peran induk perusahaan dalam membantu anak
perusahaan meraih peluang pasar. Yang terakhir, induk perusahaan harus memahami bisnis yang akan
dimasuki agar dapat menciptakan iklim sinergi dengan anak perusahaan.
Sinergi antara anak perusahaan dengan KAI sudah dapat dirasakan dari awal dimana alasan KAI untuk
memisahkan atau mendirikan anak perusahan didasar atas sasaran transformasi perusahaan yaitu
mengoptimalkan core business. Kebutuhan KAI yang tidak hanya harus lebih efisien dan juga dana
investasi yang besar diantaranya untuk membuat investasi penggantian gerbong dan penambahan
frekuensi, membuat KAI mengambil keputusan untuk masuk ke berbagai bidang usaha baik yang terkait
langsung maupun tidak langsung.

Sinergi diperoleh juga karena adanya arahan yang jelas dalam pengelolaan anak perusahaan. Pimpinan
KAI terjun langsung untuk ikut mengawasi kinerja dari anak perusahaan serta memberikan masukan
agar anak perusahaan dapat meningkatkan pendapatannya. Contohnya, KAI memberikan masukan
kepada RMU agar mengubah konsep penerimaan pendapatannya sehingga layanan bantak dan selimut
tidak termasuk harga tiket namun dijadikan sumber pendapatan sebagai fasilitas tambahan yang
disesuaikan dengan rutenya.

Adanya kerjasama dan peran KAI dalam menigkatkan kinerja anak perusahaan terlihat nyata dengan
adanya penigkatan kinerja tiap-tiap anak perusahaan. Setiap anak perusahaan menunjukan peningkatan
kinerja sejak tahun 2011 hingga 2013.

Tabel 2.5 Pendapatan Anak Perusahaan


Tabel 2.6 Kontribusi Pendapatan Anak Perusahaan

Kontribusi Pendapatan Anak Perusahaan (Jutaan Rupiah)

2.3 Total Potential Value

Dengan segala perbaikan yang mulai dilakukan pada awal periode direksi baru pada tahun 2009, mulai
dari aspek komunikasi perusahaan untuk mengurangi perception gap, perbaikan efisiensi biaya dan
pengingkapan pendapatan, perbaikan utilisasi aset non produksi, serta rekayasa keuangan maka kinerja
KAI telah mencapai titik yang mengembirakan. Pada tahun 2018 diproyeksikan pendapatan perusahaan
bisa mencapai 22,470 T rupiah dari posisi tahun 2013 8,061 T atau tumbuh sebesar 2,6 kali.

Perubahan utama adalah adanya keyakinan bahwa pertumbuhan kinerja kereta angkutan barang akan
memenuhi target perusahaan, dengan realisasi pengangkutan barang pada 2013 sebesar 25 juta ton
akan berkembang menuju 60 juta ton pada tahun 2020. Demikian pula kapasitas angkutan penumpang
KRL dan kereta angkutan penumpang jarak jauh akan meningkat dari 500.000 penumpang perhari pada
2013 menuju 1.500.000 penumpang per hari di tahun 2020. Sementara pendapatan lainnya akan
berkembang dari 2% di tahun 2008 menjadi 15% di tahun 2020. Hal ini mengindikasi kepercayaan tinggi
pada kontribusi dari anak perusahaan, terutama dari KCJ, KA Properti, KALOG dan RESKA.

Realisasi peningkatan kinerja keuangan ini merupakan agegrasi dari seluruh rangkaian Hexagon model.
Manajemen baru memiliki kemampuan dalam mengelola komunikasi sehingga daapt mengurangi
perception gap, perbaikan fundamental disetiao fungsi manajemen mampu menciptakan value bagi
perusahaan. Salah satu aspek penting dalam proses perbaikan ini adalah transformasi SDM menuju
model budaya yang mengutamakan kepuasan pelanggan dan berdaya saing. Hal tersebut diterjemahkan
dalam kemampuan untuk mengikatkan pendapatan dan melakukan efisiensi biaya. Disamping itu
keberhasilan dalam mengimplementasi IT sebagai alat untuk memperbaiki proses perencanaan dan
operasi mampu mengingkatkan pelayanan yang tepat waktu dan tingkat keamanan yang lebih tinggi.
Pada akhirnya keseluruhan value creation disetiap tahap proses mampu menciptakan total potential
value yang signifikan. Hal ini tercermin dari kemampuan menciptakan laba, pertumbuhan pendapatan
dan pertumbuhan aset. Bila pada tahun 2008 perusahaan masih merugi, maka sejak 2009 telah mampu
memperoleh keuntungan. Selama periode 2009 – 2013 peningkatan laba sebesar 3,6 kali lipat,
peningkatan pendapatan tumbuh mencapai 1,8 kali, serta pertumbuhan aset sebesar 2,8 kali. Pola piker
jonan yang sering “out of the box” bisa menjadi inspirasi yang tidak ada habisnya bagi [ara pegawai
dalam melakukan rangkaian perubahan menuju perusahaan yang lebih berdaya saing, mengutamakan
kepuasan pelanggan dan keselamatan.

Kesimpulan

Perubahan besar yang terjadi pada PT KAI dimulai sejak tahun 2009. Faktor yang mendasari perubahan
besar itu terjadi karena gaya kepemimpinan, orientasi dan prioritas yang berbeda, visi dan misi yang
berbeda, struktur organisasi yang tidak sama serta semangat yang berbeda.

Pada dasarnya permasalahan yang dialami oleh PT KAI adalah rendahnya kualitas jasa pelayanan,
buruknya perawatan aset, kurangnya dana untuk melakukan investasi infrastruktur transportasi.
Beberapa Negara mengatasi permasalahan tersebut dengan melakukan restrukturisasi.

Ada tiga tahap perkembangan bagi perusahaan angkutan kereta api untuk dapat berkembang maju
antara lain, perbaikan efesiensi biaya, perbaikan pelayanan secara berkesinambungan tanpa henti dan
tahap terakhir adalah pertumbuhan yang diperoleh.

Jasa angkutan kereta api dapat sukses dan berkembang jika memiliki karakteristik keberanian
mengambil resiko, kapabilitas kepemimpinan yang tinggi, definisi sukses beserta ukurannya yang jelas
dan kegigihan untuk menjadi perusahaan yang berorientasi pasar.

PT KAI menjadi salah satu operator kereta api terbesar di Indonesia sejak 2009, dimulai dengan
pembangunan 26 KM rek kereta api pertama dari Kemijen menuju desa Tanggung di Semarang pada 17
Juni 1864 hingga sekarang melayani transportasi kereta api melalui rel sepanjang lebih dari 6.000 KM.
Dengan visi “Menjadi penyedia jasa perkeretaapian terbaik yang fokus pada pelayanan pelanggan dan
memenuhi harapan stakeholders”. Misi perusahaan adalah “Menyelenggarakan bisnis perkeretaapian
dan bisnis usaha penunjangnya, melalui praktek bisnis dan model organisasi terbaik untuk memberikan
nilai tambah yang tinggi yang tinggi bagi stakeholders dan kelestarian lingkungan berdasarkan empat
pilar utama: keselamatan, ketepatan waktu, pelayanan dan kenyamanan” (RJPP PT. KAI 2012 – 2016)

Hal yang membuat perubahan pada PT KAI yang pertama adalah kepemimpinan transformasional.
Kepemimpinan transformasional yang berlangsung di KAI telah memenuhi kriteria keberhasilan, yaitu
diantaranya pimpinan mampu menjelaskan visi, memberikan panutan yang baik, mengelola tujuan dari
kelompok, memberikan kinerja yang terbaik, dukungan secara individu, dan stimulasi terhadap nilai-nilai
intelektual. Hal tersebut efektif dilakukan Direktur Utama KAI, dengan menjelaskan visi, mengidentifikasi
peluang serta resiko, juga berusaha menjelaskan bagaimanan mencapai visi tersebut. Gaya komunikasi
di KAI mejadi lebih terbuka.

Perception gap adalah perbedaan nilai perusahaan yang sesungguhnya dengan nilai perusahaan di pasar
saat ini. Kurangnya informasi dari perusahaan atau tidak akuratnya informasi yang diberikan perusahaan
merupakan sumber utama dari perception gap. Untuk menanggulangi perception gap dapat dilakukan
dengan upaya komunikasi yang lebih ekstensif baik secara below the line maupun above the line. Selain
itu melakukan perbaikan operasi dengan cara menerapkan efisiensi operasional pada setiap kegiatan
salah satunya dalam pengadaan bahan bakar.

Selain itu, merengkuh potensi bisnis dalam bidang perkeretaapian sangat penting untuk memperluas
pasar serta meningkatkan value perusahaan. PT KAI membuat anak perusahaan yang bergerak dalam
berbagai bidang, baik di bidang usaha yang sama ataupun bisnis lain. Anak perusahaan PT KAI
diantaranya PT KA Commuter JABODETABEK yang melayani perkeretaapian untuk Jabodetabek, PT
Railink untuk melayani perkeretaapian bandara yang ada di Medan dan Jakarta, PT Reska Multi Usaha
yang bergerak di bidang restoran pada kereta api dan perparkiran di wilayah stasiun, PT Kereta Api
Logistik (KALOG) yang melayani angkutan barang, PT KA Pariwisata yang bergerak di bidang
perkeretaapian untuk segmen pasar yang lebih eksekutif, dan PT KA Properti Manajemen yang
mengelola aser/property perkeretaapian milik KAI.

Dengan adanya perbaikan dari segala aspek mulai dari komunikasi untuk mengurangi perception gap,
perbaikan efisiensi biaya dan pengingkatan pendapatan, perbaikan utilisasi aset non produksi serta
rekayasa keuangan, maka kinerja KAI telah mencapai titik yang menggembirakan.

Sinergi anak perusahaan untuk menaikan potensial value perusahaan juga sangat efektif untuk
membuat PT KAI menjadi perusahaan yang bergengsi saat ini. Pola piker pimpinan yang “out of the box”
bisa menjadi inspirasi untuk membuat perubahan menuju perusahaan yang lebih berdaya saing dan
mengutamakan kepuasan pelanggan dan keselamatan.

Saran/Komentar :

1. Menurut Robbins dan Judge (2008:91), ciri-ciri Kepemimpinan Transformasional, yaitu:

a. Idealized Influence (pengaruh Ideal)

Idealized Influence (pengaruh Ideal) adalah perilaku pemimpin yang memberikan visi dan misi,
memunculkan rasa bangga, serta mendapatkan respek dan kepercayaan bawahan. Idealized
influence disebut juga sebagai pemimpin yang kharismatik, dimana pengikut memiliki keyakinan
yang mendalam pada pemimpinnya, merasa bangga bisa bekerja dengan pemimpinnya, dan
memercayai kapasitas pemimpinnya dalam mengatasi setiap permasalahan.
b. Inspirational Motivation (Motivasi Inspirasional)

Inspirational Motivation adalah perilaku pemimpin yang mampu mengkomunikasikan harapan


yang tinggi, menyampaikan visi bersama secara menarik dengan menggunakan simbol-simbol
untuk memfokuskan upaya bawahan dan mengispirasi bawahan untuk mencapai tujuan yang
menghasilkan kemajuan penting bagi organisasi.

c. Intellectual Stimulation (Stimulasi Intelektual)

Intellectual Stimulation adalah perilaku pemimpin yang mampu meningkatkan kecerdasan


bawahan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi mereka, meningkatkan rasionalitas, dan
pemecahan masalah secara cermat.

d. Individualized Consideration (Pertimbangan Individual)

Individualized Consideration adalah perilaku pemimpin yang memberikan perhatian pribadi,


memperlakukan masing-masing bawahan secara individual sebagai seorang individu dengan
kebutuhan, kemampuan, dan aspirasi yang berbeda, serta melatih dan memberikan saran.
Individualized consideration dari Kepemimpinan transformasional memperlakukan masing-
masing bawahan sebagai individu serta mendampingi mereka, memonitor dan menumbuhkan
peluang.

Maka dalam hal ini dapat dilihat bahwa semua transformasi yang telah terjadi di PT Kereta Api
Indonesia memang tidak terlepas dari adanya praktek-praktek manajemen dan sentuhan
langsung dari gaya kepemimpinan manajemen KAI, bentuk kepemimpinan yang efektif
memberikan kontribusi besar bagi proses transformasi sebuah perusahaan. Demikian halnya
yang terjadi di KAI, kepemimpinan dari Jonan sebagai Direktur Utama dianggap mampu
memberikan perubahan kepada seluruh jajarannya dan memiliki kemampuan mempengaruhi
yang luar biasa.

Kepemimpinan transformasional yang berlangsung di KAI telah memenuhi kriteria keberhasilan,


yaitu diantaranya pemimpin mampu menjelaskan visi, memberikan panutan yang baik,
mengelola tujuan dari kelompok, memberikan kinerja yang terbaik, dukungan secara individu,
dan stimulasi terhadap nilai-nilai intelektual. Hal tersebut efektif dilakukan Direktur Utama KAI,
dengan menjelaskan visi, mengidentifikasi peluang dan risiko, juga berusaha menjelaskan
bagaimana mencapai visi tersebut. Gaya komunikasi di KAI menjadi lebih terbuka. Kini informasi
dari Direktur Utama bisa diakses langsung dari tingkat atas hingga bawahan di KAI. Melalui milis
pegawai pada broadcast email KAI dilakukan Direktur Utama dalam rangka memotivasi
bawahannya. Dengan demikian, motivating language yang dilakukan pemimpin dapat
menciptakan kepuasan kerja, kinerja karyawan yang meningkat, sehingga akan menguntungkan
perusahaan dalam jangka panjang.
2. Investasi berkelanjutan di bidang sarana dan prasarana
Salah satu titik perbaikan krusial yang dilakukan oleh PT KAI adalah investasi terus menerus
dalam jumlah yang besar untuk perbaikan infrastruktur, pengadaaan gerbong, dan juga alat-alat
persinyalan. Hal yang paling signifikan dirasakan oleh masyarakat adalah disediakannya
pendingin udara di kelas Bisnis dan Ekonomi jarak jauh, juga sistem 1 passanger 1 seat di kelas
ekonomi jarak jauh. Selain itu PT. KAI melalui anak perusahaannya yaitu PT. Railink juga sudah
mulai mengoperasikan kereta penghubung bandara untuk Bandara Kuala Namu dan Bandara
Soekarno-Hatta. Untuk merealisasikan infrastrukturnya tidaklah terlalu sulit karena PT. KAI tidak
perlu lahan baru untuk membangun rel. Hanya tinggal menunggu investor yang mau menanamkan
modal dan dukungan penuh dari Pemerintah
DAFTAR PUSTAKA

LM-FEB UI. 2015. “KAI RECIPE Perjalanan Transformasi Kereta Api Indonesia” : Jakarta :
Lembaga Management Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

Robbins dan Judge. 2008. “Perilaku Organisasi, Edisi Duabelas”. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai