Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

TRIGEMINAL NEURALGIA

DISUSUN OLEH:

dr. Maya Septiani

PEMBIMBING:

dr. Ratu Wulandari

PROGRAM DOKTER INTERNSIP

UPT PUSKESMAS KAMPUNG SAWAH KOTA TANGERANG SELATAN

PERIODE JUNI-OKTOBER 2019

1
BAB I

LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. SK

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 22 tahun

Alamat : Jl. Merpati Raya, Sawah Lama, Ciputat, Tangerang Selatan

Agama : Islam

Pekerjaan : Customer Service

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Nyeri pada wajah sisi kanan setelah menggosok gigi.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli umum tanggal 5 Juli 2019 dengan keluhan nyeri pada wajah,
tepatnya di sekitar mata kanan dan pipi kanan atas setelah menggosok gigi pagi ini.
Nyeri muncul mendadak, awalnya wajah terasa seperti ditarik, lalu terasa seperti
tersengat listrik, kemudian menghilang. Pasien tidak ingat durasi nyeri, namun dirasa
terjadinya cepat.

2
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat sinusitis dan berobat ke RS Buah Hati 2 bulan yang lalu,
saat itu pasien memiliki keluhan nyeri seperti ditusuk pada dahi dan pipi kanan disertai
batuk pilek yang tidak kunjung sembuh. Pasien rutin berobat dan kontrol, sinusitisnya
telah dinyatakan sembuh, namun wajah masih sering nyeri. Kemudian dokter spesialis
THT RS Buah Hati menganjurkan pasien memeriksakan diri ke spesialis saraf jika
wajah masih terasa nyeri. Riwayat demam, kelemahan pada tubuh, stroke, tumor,
trauma wajah dan operasi di bagian kepala disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada anggota keluarga pasien yang memiliki keluhan seperti pasien.

1.3 Pemeriksaan Fisik

1.3.1 Status Generalis

 Keadaan Umum : tampak sakit sedang

 Kesadaran : compos mentis

 Tanda Vital

 Tekanan Darah : 120/80 mmHg

 Nadi : 80 x/menit

 Suhu : 36,5 ᵒC

 Laju nafas : 18 x/menit

 Status Generalis

 Kepala : normocephali, distribusi rambut merata, tidak mudah


dicabut

3
 Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

 Telinga : normotia, nyeri tekan (-), sekret (-)

 Hidung : bentuk normal, septum ditengah, sekret (-), darah (-)

 Mulut : bibir bentuk normal, tonsil T1-T1 hiperemis (-), uvula


ditengah, arkus faring simetris, tambalan gigi pada M2 kanan bawah

 Leher : pembesaran KGB dan tiroid (-)

 Thorax :

Inspeksi : bentuk normal, simetris, gerakan napas


simetris

Palpasi : pergerakan napas kiri dan kanan simetris,


tidak ada bagian yang tertinggal

Perkusi : kedua lapang paru sonor

Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki -/-, wheezing


-/-Bunyi jantung I-II normal, regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen :

Inspeksi : bentuk normal, datar, warna kulit sawo


matang

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan(-),tidak teraba massa

 Ekstremitas : akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2 detik.

4
1.3.2 Status Neurologis

Nervus Kranialis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

Kanan Kiri

N. I Tes menghidu Tidak dilakukan

N. II Ukuran pupil Bulat, d = 3 mm Bulat, d = 3 mm

Tajam penglihatan 5/60 5/60

Buta warna -

Funduskopi Tidak dilakukan

N. III, IV, VI Kedudukan bola OD terletak di OS terletak di


mata tengah tengah

Gerak bola mata Gerak bola mata ke kanan, kanan atas-


bawah, kiri, kiri atas-bawah dalam batas
normal

Nistagmus - -

Diplopia -

Refleks cahaya RCL +, RCTL + RCL +, RCTL +

N. V Motorik Tidak ada gangguan dalam membuka,


menutup mulut dan menggerakkan
rahang

Sensorik cabang Baik


V1, V2, V3

N. VII Motorik Baik Baik


occipitofrontal

5
Motorik orbicularis Baik Baik
okuli

Motorik orbicularis Baik Baik


oris

N. VIII Tes pendengaran Tidak dilakukan

Tes keseimbangan

N. IX, X Pengecapan lidah Tidak dilakukan


⅓ posterior

Refleks menelan

Refleks muntah

N. XI Mengangkat bahu Tidak dilakukan

Menoleh

N. XII Pergerakan lidah Lateralisasi

Disartria (-)

Pemeriksaan Extremitas atas Extremitas bawah

Kanan Kiri Kanan Kiri

Atrofi - - - -

Tonus Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus

Gerakan - - - -
involunter

Kekuatan otot 5555 5555 5555 5555

Kesan Pemeriksaan motorik dalam batas normal, lateralisasi (-)

6
Refleks Bicep & tricep Patella & achilles
fisiologis + + + +

Refleks Babinski - -
patologis Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

1.4 Diagnosis

Trigeminal Neuralgia Idiopatik

1.5 Penatalaksanaan

Asam Mefenamat tab 3 x 500 mg No. X

Rujuk ke dokter Spesialis Saraf

1.6 Prognosis

Ad vitam : ad bonam

Ad functionam : ad bonam

Ad sanationam : dubia ad malam

1.7 Edukasi

7
Edukasi mengenai penyakit bersifat kronik, membawa obat kemanapun pasien pergi
dan kontrol jika obat akan habis, serta mencatat gejala atau sensasi nyeri saat muncul,
beserta pemicunya.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Nervus trigeminus terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (yang
besar/porsio mayor), dan bagian motorik (yang kecil/porsio minor).

Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, yaitu: m. masseter,


m. temporalis, m. pterigoid medialis yang berfungsi menutup mulut, dan m.
pterigoid lateralis yang berfungsi menggerakkan rahang bawah ke samping (lateral)
dan membuka mulut. Rahang dapat ditarik ke belakang oleh m. temporalis.
Menggerakkan rahang bawah ke depan terjadi oleh kontraksi m. pterigoideus
lateralis dan m. pterigoideus medialis.

Inti motorik nervus trigeminus mendapat persarafan dari kedua hemisfer,


lesi pada satu hemisfer tidak akan melumpuhkan otot-otot mengunyah karena
persarafan dapat dilakukan oleh hemisfer lainnya.

Bila pasien disuruh menggigit kuat-kuat, kita dapat meraba serta menilai
trofik m. masseter. Bila m. pterigoideus lateralis kanan lumpuh, penderitanya tidak
dapat menggerakkan rahang bawahnya ke lateral kiri. Bila rahang-bawah berdeviasi
ke kanan ketika membuka mulut, hal ini disebabkan karena kelemahan m.
pterigoideus lateralis kanan.

Refleks masseter merupakan reflex-regang-otot melalui porsio minor dan


refleks kornea ialah refleks eksteroseptif yang jaras aferennya melalui cabang I
nervus trigeminus dan jaras eferennya melalui n. fasialis.

9
Bagian sensorik nervus trigeminus mengurus sensibilitas dari muka melalui
ketiga cabangnya, yaitu:

 Ramus oftalmik : mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput


otak, sinus paranasal, dan sebagian mukosa hidung.

 Ramus maksilaris : yang mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir
atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris, dan mukosa hidung.

 Ramus mandibularis : yang mengurus sensibilitas rahang bawah, gigi


bawah, bibir bawah, mukosa pipi, dua pertiga bagian depan lidah dan
sebagian dari telinga (eksternal), meatus dan selaput otak.

Daerah sensibilitas nervus trigeminus, ramus I (oftalmik), II (maksilaris), dan III


(mandibularis)

Cabang mandibularis yang bergabung dengan serabut motorik,


meninggalkan kranium melalui foramen ovale. Cabang maksilaris meninggalkan
kranium melalui foramen rotundum dan cabang oftalmikus melalui fisura orbitalis
superior bersama-sama nervus III, IV, dan VI. Cabang oftalmik dan maksilaris
memasuki sinus kavernosus pada sisi lateralnya, dan berada di bawah nervus III dan

10
IV. Kedua cabang nervus V ini dapat terlibat bila terjadi kelainan di sinus
kavernosus.

Keluhan yang dapat terjadi sebagai akibat gangguan nervus trigeminus ialah:
hipestesi atau anestesi di muka, parestesi, rasa nyeri yang kadang-kadang dapat
hebat sekali dan datang dalam bentuk serangan, gangguan mengunyah, dan mulut
tidak dapat dibuka lebar (trismus).1

2.2 Definisi

Trigeminal neuralgia (TN) atau tic douloureux adalah penyakit kronik pada
nervus trigeminus, ditandai dengan nyeri wajah yang bersifat rekuren, unilateral,
mendadak, sensasi nyeri berat seperti tersengat listrik/tertampar/ditusuk. Durasi
nyeri singkat yaitu beberapa detik hingga dua menit. Nyeri dirasakan di satu atau
lebih daerah yang dipersarafi percabangan nervus trigeminus, dan diawali stimulus
ringan seperti menggosok gigi atau menyentuh wajah. Literatur mengenai
trigeminal neuralgia sudah ditemukan sejak abad ke-11 oleh Avicenna, namun
deskripsi lengkap mengenai penyakit ini dijelaskan oleh John Fothergill pada karya
tulisnya yang dipublikasikan tahun 1773. Awalnya patofisiologi trigeminal neuralgia
masih belum jelas, namun seiring dengan perkembangan kedokteran modern,
patofisiologi, penegakan diagnosis dan penatalaksanaan trigeminal neuralgia sudah
lebih jelas dan adekuat.2,7

2.3 Klasifikasi

Menurut International Headache Society (IHS), trigeminal neuralgia dibagi


menjadi dua tipe, yaitu:

 Idiopatik/Klasik : pada tipe ini tidak ditemukan penyebab nyeri wajah


walaupun telah dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang

11
 Simptomatik/Sekunder : penyebab trigeminal neuralgia diketahui dari
pemeriksaan penunjang tertentu atau dari eksplorasi fossa posterior

2.4 Epidemiologi

Trigeminal neuralgia umumnya lebih sering diderita perempuan dibanding


laki-laki dengan perbandingan frekuensi 3:2. The National Institute of Neurological
Disorders and Strokes mengatakan rata-rata insidens 12 penderita per 100.000
orang per tahun. Prevalensi tinggi pada usia diatas 50 tahun. Sebagian besar kasus
trigeminal neuralgia yaitu 85 % merupakan kasus idiopatik dan 15% nya merupakan
kasus simptomatik. Usia rata-rata onset terjadinya kasus idiopatik yaitu 53 tahun,
sementara kasus simptomatik 43 tahun.2,3,5,7

2.5 Etiologi

Trigeminal neuralgia memiliki kausa sebagai berikut:2,5,7

 Pembuluh darah, arteri atau vena yang menekan nervus trigeminus,


misalnya malformasi arteri/vena, aneurisma

 Proses penuaan/aging

 Multiple sclerosis, yaitu penyakit neurodegeneratif yang merusak


selubung myelin

 Tumor otak yang menekan nervus trigeminus, misalnya meningioma,


cerebellopontin angle tumor

 Stroke

 Trauma wajah

 Post operasi terutama pada daerah yang dilalui nervus trigeminus

12
2.6 Patofisiologi

Patofisiologi trigeminal neuralgia sebetulnya masih kontroversial, etiologi


dapat sentral seperti stroke atau tumor, perifer, atau keduanya. Banyak ahli
berpendapat kausa tersering adalah penekanan pembuluh darah baik arteri atau
vena, besar maupun kecil, pada tempat keluarnya nervus trigeminus di pons.
Normalnya pembuluh darah tidak bersinggungan dengan nervus. Pada penekanan
pembuluh darah berulang menyebabkan iritasi dan demyelinisasi nervus trigeminus
sehingga terjadi peningkatan aktifitas aferen serabut saraf dan menimbulkan
hantaran sinyal abnormal ke nukleus nervus trigeminus dan pasien merasa nyeri.4,7,10

2.7 Manifestasi Klinis

Berikut adalah manifestasi klinis trigeminal, neuralgia:2,5,9


Episode nyeri berkarakteristik berat seperti ditusuk/disetrum/ditampar yang
muncul mendadak


Nyeri dipicu oleh stimulus ringan seperti menyentuh wajah, mengunyah,
berbicara, menggosok gigi, bercukur, makan/minum, mengenakan make up,
terpapar udara dingin, tersenyum dan mencuci wajah


Durasi beberapa detik hingga 2 menit, lalu menghilang dan menyisakan rasa
nyeri ringan atau terbakar. Namun pada kasus langka dapat berlangsung
beberapa jam hingga beberapa hari atau minggu, bahkan menahun


Dapat diselingi periode bebas nyeri


Nyeri dapat berevolusi menjadi rasa kaku


Nyeri terjadi pada daerah yang dipersarafi nervus trigeminus, yaitu pipi,
rahang, gigi, gusi, bibir, mata dan dahi, dengan persentase sebagai berikut:6

13
Presentasi lokasi nyeri terbanyak pada trigeminal neuralgia berdasarkan
percabangan serabut sensorik nervus trigeminus


Nyeri unilateral, namun ada pula nyeri bilateral pada kasus langka, yang
dapat muncul di trigeminal neuralgia simptomatik/sekunder


Nyeri terfokus di satu titik dan dapat meluas


Serangan akan semakin sering dan semakin intens

Umumnya tidak ditemukan lakrimasi dan rhinorrhea pada trigeminal


neuralgia, namun dapat muncul pada beberapa pasien dikarenakan
terangsangnya trigeminovascular reflex akibat rasa nyeri yang hebat.5

2.8 Diagnosis

 Anamnesis

Trigeminal neuralgia merupakan diagnosis klinis, sehingga dari


anamnesis saja diagnosis sudah dapat ditegakkan. Tidak ada pemeriksaan
fisik, laboratorium, atau imaging yang spesifik mengarahkan ke diagnosis
trigeminal neuralgia, namun beberapa kondisi seperti stroke, tumor otak,

14
atau multiple sclerosis dapat diperoleh keluhan khasnya jika kondisi tersebut
yang mendasari terjadinya trigeminal neuralgia.2,3,8

Dari anamnesis dapat diperoleh keluhan pasien yaitu nyeri wajah


unilateral yang bersifat berat dengan sensasi seperti
ditusuk/disetrum/ditampar, muncul mendadak, dipicu oleh stimulus ringan,
durasi beberapa detik hingga 2 menit, nyeri terjadi pada daerah yang
dipersarafi nervus trigeminus (pipi, rahang, gigi, gusi, bibir, mata dan dahi).
Kadang nyeri sangat hebat sampai pasien tidak bisa makan dan minum.2,6,9,10

 Pemeriksaan Fisik

Tidak ada tampilan klinis yang khas untuk trigeminal neuralgia,


namun pasien dapat tampak terlihat tegang, kesakitan, tidak mau menyentuh
wajah, memegang wajahnya ketika berbicara, berbicara pelan, atau pada
pasien pria yang berjanggut, daerah yang dirasa menimbulkan nyeri tidak
dicukur atau dibiarkan berjanggut. Namun jika kausanya diketahui, misalnya
stroke atau tumor otak, akan didapati tampilan klinis lain sesuai saraf yang
dikenainya. Jika penyebabnya adalah multiple sclerosis, pada pemeriksaan
neurologis dapat ditemui hiporefleks terutama pada ekstremitas bawah.2,3

 Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan penunjang yang spesifik mengarahkan ke


diagnosis trigeminal neuralgia. Dapat dilakukan pemeriksaan analisa cairan
serebrospinal pada suspek multiple sclerosis, untuk memeriksa abnormalitas
antibodi pada kasus tersebut karena penyebabnya adalah autoimunitas. CT
Scan atau MRI dapat dilakukan untuk menyingkirkan diagnosis stroke,
aneurisma, malformasi arteri/vena, tumor otak, dan multiple sclerosis yang
tentunya diperkuat dengan gejala klinis yang sesuai. Pada multiple sclerosis
bisa didapati gambaran plak pada nervus trigeminus.3,5,8

15
Perbandingan MRI pada TN idiopatik (kiri) dan TN sekunder (kanan)

Berikut kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache


Society (HIS):

A. Serangan berlangsung atau bertahan selama beberapa detik hingga dua menit,
mengenai satu atau lebih daerah yang dipersarafi nervus trigeminus

B. Nyeri harus memiliki minimal satu karakteristik sebagai berikut: (1) intens,
tajam, superfisial, sensasi seperti ditusuk (2) muncul akibat stimulus ringan
seperti menyentuh wajah, berbicara atau menggosok gigi

C. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba dan cepat

D. Biasanya terjadi unilateral, tersering di sisi kanan

E. Tidak ditemukan defisit neurologis dan tidak terkait penyakit lain

2.9 Diagnosis Banding

Berikut beberapa diagnosis banding dari trigeminal neuralgia berdasarkan


anamnesis keluhan nyeri wajah:5,6

16
 Neuralgia post herpetik: pasien memiliki riwayat infeksi herpes zoster,
karakteristik nyeri berupa nyeri hebat dan lokasinya di sepanjang dermatom,
ada lesi bekas infeksi herpes zoster

 Cluster headache: lokasi orbital, supraorbital, temporal dan ipsilateral, bisa


berubah-ubah. Terdapat flu like syndrome dan iritabel, durasi 15-180 menit

 Migrain: umumnya didahului aura, unilateral, karakteristik berdenyut,


kadang disertai mual dan muntah, fotofobia, fonofobia, kaku leher

 Caries dentis, pulpitis: nyeri muncul pasca makan makanan manis, pedas,
panas atau dingin. Durasi 10 menit hingga beberapa jam

 Nyeri sendi temporomandibular: umumnya bilateral, dapat menjalar ke


telinga dan leher, jika diperiksa pada gerakan membuka mulut dapat
terdengar bunyi “klik”

Kemudian diagnosis banding yang dapat dipikirkan pada trigeminal


neuralgia simptomatik:

 Multiple sclerosis: adanya rasa baal, nyeri pada wajah khas trigeminal
neuralgia, kelemahan yang dominan dirasakan pada kedua ekstremitas,
diplopia

 Tumor otak yang menekan nervus trigeminus, misalnya meningioma,


cerebellopontin angle tumor

 Stroke

 Trauma wajah

 Post operasi pada kepala

17
2.10 Penatalaksanaan

Berikut beberapa terapi yang biasanya diberikan pada kasus trigeminal


neuralgia:2,3,4,7

 Medikamentosa

 Sodium Channel Blockers: Carbamazepin/oxcarbazepin

Merupakan drug of choice atau lini pertama bagi trigeminal neuralgia,


karena efek analgetiknya kuat. Dosis inisial dimulai dari 100-200 mg, 2
kali sehari, dapat ditingkatkan 200 mg per hari dengan selang 1 hari
sampai pasien bebas nyeri atau efek samping muncul. Dosis rumatan
yaitu 600-1200 mg/hari. Pasien yang mengonsumsi carbamazepine harus
rutin memeriksakan darah rutin, fungsi hati dan elektrolit, dikarenakan
dapat menyebabkan anemia aplastik (sangat jarang terjadi),
hepatotoksik, dan hiponatremia.

 Gabapentin

Dosis inisial dimulai dari 300 mg/hari, lalu ditingkatkan perlahan hingga
dosis maksimal 3600 mg/hari.

 Baclofen (antispasmodik)

Awalnya mulai dari 5-10 mg, 3 kali sehari. Dosis ditingkatkan 10


mg/hari dengan selang waktu 1 hari sampai pasien merasa bebas nyeri.
Rumatan 50-60 mg/hari. Efek sampingnya yaitu mengantuk, pusing.
Baclofen sering digunakan bersama dengan carbamazepin karena efek
analgetiknya sinergis.

18
 Injeksi Botox

Pada beberapa kasus, injeksi toksin botulinum dapat mengurangi nyeri


untuk pasien yang sudah tidak mempan dengan obat oral, namun masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.

Dasarnya pada terapi trigeminal neuralgia dapat diberikan bermacam


analgesik terlebih dahulu untuk terminasi atau profilaksis nyeri, seperti
Paracetamol, Asam Mefenamat, dan Ibuprofen, terutama jika drug of choice tidak
tersedia atau sulit didapat. Umumnya dengan monoterapi oral sudah cukup untuk
remisi pada 75 % pasien. Dalam beberapa tahun, pasien akan membutuhkan terapi
lini kedua yaitu baclofen atau gabapentin, jika masih tidak membaik kemudian
dapat dipertimbangkan tindakan pembedahan.3,4,5

 Pembedahan

 Microvascular Decompression

Salah satu tindakan pembedahan yang dapat dilakukan pada trigeminal


neuralgia adalah dengan Microvascular Decompression, yaitu tindakan
untuk melepaskan pembuluh darah yang menekan nervus trigeminus,
caranya yaitu dengan melakukan insisi pada sisi wajah yang terkena,
saraf dan pembuluh darah dipisahkan, kemudian diletakkan bantalan
antar saraf dan arteri, jika arteri yang mengompresi. Jika vena yang
mengompresi, maka vena tersebut diangkat. Setelah tindakan tersebut
dilakukan, trigeminal neuralgia dapat sembuh total, atau nyeri dapat
berkurang. Namun pasca tindakan ini dilakukan tidak menutup
kemungkinan nyeri akan kambuh. Efek samping yang dapat muncul
yaitu pendengaran menurun, kelemahan atau paralisis otot wajah, bahkan
emboli.2,3

19
 Brain stereotactic surgery (gamma knife)

Pada tindakan ini, dokter bedah akan mengarahkan/menembakkan


sejumlah dosis radiasi pada akar nervus trigeminus. Tujuannya adalah untuk
“mencederai” namun tidak merusak nervus trigeminus dan menghilangkan
rasa nyeri. Proses penyembuhan membutuhkan waktu sampai beberapa
bulan. Banyak orang yang merasakan tindakan ini efektif, namun jika nyeri
berulang maka tindakan dapat diulang. Efek samping yang dapat muncul
yaitu rasa baal pada wajah.3

 Rhizotomy

Rhizotomy adalah tindakan yang dilakukan dokter bedah untuk merusak


nervus trigeminus dengan harapan akan mengurangi rasa nyeri, namun
dapat menimbulkan rasa baal pada wajah. Dapat dilakukan dengan
beberapa metode yaitu injeksi gliserol, kompresi balon, dan
radiofrequency thermal lesioning.3

 Pembedahan berupa pengangkatan tumor atau evakuasi perdarahan


intrakranial dapat dilakukan pada tumor otak atau stroke hemoragik luas.

2.11 Prognosis

Trigeminal neuralgia umumnya remisi spontan dalam 6-12 bulan, karena


bergantung dari cepat atau tidaknya remyelinisasi nervus pada masing-masing
pasien. Prognosis ad vitam dan ad functionam pada kasus trigeminal neuralgia
bervariasi, tergantung kausa yang mendasarinya. Pada kasus tersering yaitu
trigeminal neuralgia idiopatik maka prognosisnya adalah ad bonam, sementara
untuk prognosis ad sanationam adalah dubia ad malam karena penyakit ini akan
kambuh walau sudah mendapat terapi yang adekuat. Menurut penelitian yang
dilakukan Stefano, et al., mayoritas pasien trigeminal neuralgia tidak mengalami
peningkatan durasi atau frekuensi nyeri jika kambuh.5

20
2.12 Edukasi

Layaknya semua penyakit, edukasi perlu diberikan pada pasien trigeminal


neuralgia, dengan tujuan pasien dapat hidup mandiri dengan penyakitnya. Edukasi
yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

 Pasien harus paham bahwa trigeminal neuralgia adalah penyakit kronik,


dapat kambuh walau dengan terapi adekuat, dan mungkin akan
membutuhkan tindakan pembedahan jika terapi medikamentosa oral tidak
berhasil

 Pasien harus kontrol jika obat akan habis, membawa obat kemanapun pasien
pergi, dan memiliki obat anti nyeri darurat

 Rutin memeriksakan fungsi hati dan elektrolit jika mengonsumsi


carbamazepin

 Tulis gejala atau sensasi nyeri saat muncul, dan tulis pula apa pemicunya
karena sensasi dan pemicu dapat berubah-ubah, dan agar lebih berhati-hati
di kemudian hari

 Pasien harus lebih peduli dengan riwayat pengobatannya sendiri, dapat


disarankan membuat catatan pengobatan sendiri, fungsinya untuk
mengetahui obat apa yang efektif atau sudah tidak mempan, dan sudah
berapa lama meminum obat anti nyeri agar lebih mudah mengetahui efek
samping

21
BAB III

KESIMPULAN

Nn. SK, 22 tahun.

Pasien datang ke poli umum tanggal 5 Juli 2019 dengan keluhan nyeri wajah
tepatnya pada sekitar mata kanan pipi kanan atas setelah menggosok gigi pagi ini.
Nyeri muncul mendadak dengan rasa awalnya seperti tertarik, lalu terasa seperti
tersengat listrik, kemudian menghilang. Pasien tidak ingat durasi nyeri, namun
dirasa terjadinya cepat.

Pasien memiliki riwayat sinusitis dan berobat ke RS Buah Hati 2 bulan yang
lalu, saat itu pasien memiliki keluhan nyeri seperti ditusuk pada dahi dan pipi kanan
disertai batuk pilek yang tidak kunjung sembuh. Pasien rutin berobat dan kontrol,
sinusitisnya telah dinyatakan sembuh, namun wajah masih sering nyeri. Kemudian
dokter spesialis THT RS Buah Hati menganjurkan pasien memeriksakan diri ke
spesialis saraf jika wajah masih terasa nyeri.

Pada pemeriksaan fisik didapati tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80


x/menit, suhu 36,5ᵒC, laju nafas 18 x/menit.

Pada pemeriksaan neurologis menyeluruh didapati semuanya dalam batas


normal.

Pasien didiagnosa dengan Trigeminal Neuralgia Idiopatik

Pasien pulang dengan terapi Asam Mefenamat tab 3 x 500 mg No. X,


rujukan ke dokter Spesialis Saraf, dan edukasi mengenai penyakit bersifat kronik,
harus membawa obat kemanapun pasien pergi dan kontrol jika obat akan habis,
serta mencatat gejala atau sensasi nyeri saat muncul, beserta pemicunya.

22
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta,


Indonesia: Badan Penerbit FKUI; 2015.p.51-4.

2. Mayoclinic. Trigeminal Neuralgia. July 26, 2017 [cited 2019 July 28].
Available: https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/trigeminal-
neuralgia/symptoms-causes/syc-20353344.

3. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Panduan Praktis Diagnosis &


Tatalaksana Penyakit Saraf. Jakarta, Indonesia: EGC; 2009.p.116-8.

4. Singh MK, Campbell GH, Lutsep HL, Egan RA, Chan JW, Couch JR, et al.
Trigeminal Neuralgia. Medscape. July 11, 2019 [cited 2017 July 26]. Available:
https://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview.

5. Maarbjerg S, Stefano GD, Bendsten L, Cruccu G. Trigeminal Neuralgia –


Diagnosis and Treatment. Cephalalgia 2017; 37 (7): 1-10.

6. Bennetto L, Patel NK, Fuller G. Clinical Review – Trigeminal Neuralgia and its
Management. BMJ 2007; 334: 2-5.

7. Majeed MH, Arooj S, Khokhar M, Mirza T, Ali AA, Bajwa ZH. Trigeminal
Neuralgia: A Clinical Review for General Physician. Cureus 2018; 10(12): 1-8

8. Huang WJ, Chen WW, Zhang X. Multiple sclerosis: Pathology, Diagnosis and
Treatment (Review). Experimental and Therapeutic Medicine 2017; 13: 1-4.

23
9. Sabalys G, Juodzbalys G, Wang HL. Aetiology and Pathogenesis of Trigeminal
Neuralgia: a Comprehensive Review. Journal of Oral and Maxillofacial
Research 2012; 3(4): 1-8.

10. Svensson P, Cruccu G, Finnerup NB, Jensen TS, Nurmikko T, Treede RD, et al.
Trigeminal Neuralgia – New Classification and Diagnostic Grading for Practice
and Research. Neurology 2016; 87: 2-7.

24

Anda mungkin juga menyukai