Anda di halaman 1dari 6

MDVI Vol 42 No.

4 Tahun 2015; 157 - 162

Laporan Kasus

KUSTA TIPE LEPROMATOUS LEPROSY


TANPA KELAINAN KULIT DAN TERKENANYA
SARAF TEPI PADA SEORANG NARAKONTAK

Ayu Nur Ain H, Muljaningsih Sasmojo, Hendra Gunawan

Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


FK Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin, Bandung

ABSTRAK
Dilaporkan satu kasus kusta tipe lepromatous leprosy (LL) pada seorang narakontak
perempuan berusia 50 tahun. Suami pasien didiagnosis sebagai kusta tipe borderline lepromatous
(BL) sejak dua setengah bulan sebelum pasien berobat dan telah mendapat pengobatan multidrug
therapy multibasilar (MDT-MB) secara teratur. Pasien dan suami telah tinggal bersama dalam satu
rumah sejak delapan tahun sebelum berobat. Pada pasien ini tidak terdapat kelainan kulit dan
terkenanya saraf tepi, tetapi pada pemeriksaan apus sayat kulit (ASK) yang diambil dari enam
daerah tubuh ditemukan indeks bakteri (IB) 4,33+ dan indeks morfologi (IM) 17,35%. Pada
pemeriksaan serologis didapatkan imunoglobulin M anti-phenolic glycolipid-1 29.827 µ/ml dan IgG
11.056 µ/ml. Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) hasilnya positif. Genotipe PCR pasien
sama dengan genotipe suaminya, yaitu TTC repeat 22. Hasil pemeriksaan histopatologi kulit yang
tampak normal di daerah lutut kanan pasien menunjang diagnosis kusta tipe BL. Pasien mendapat
terapi rejimen rifampisin-ofloksasin-minosiklin satu kali setiap bulan selama 24 bulan.

Kata kunci: kusta, lepromatous leprosy, narakontak

ABSTRACT
A case of lepromatous leprosy (LL) in a 50-year-old female household contact is
reported. Her husband had suffered from borderline lepromatous (BL) type of leprosy since 2.5
months before. The patient and her husband had been living within the same house since 8 years
prior to medication. There were no leprosy skin lesions and peripheral nerves involvement, but the
bacterial and morphological index were 4,33+ and 17.35% respectively. The anti-phenolic
glycolipid-1 examination showed titers of immunoglobulin M 29.827 μ/ml and immunoglobulin G
11.056 μ/ml. The polymerase chain reaction (PCR) revealed positive result that means her acid fast
bacilli has the same genotype as her husband’s. The histopathological result from normal appearing
skin on her right knee supported the diagnosis of BL type leprosy. The patient was treated with a
regiment of rifampicin, ofloxacin, and minocycline for 24 months.

Key words: leprosy, lepromatous leprosy, household contact

Korespondensi:
Jl. Pasteur 38 Bandung
Telp/Fax: 022 – 2032426
Email: ayu.wardana@gmail.com

142
Ayu Nur Ain H Kusta Tipe Lepromatous Leprosy Tanpa Kelainan Kulit Dan Terkenanya Saraf Tepi Pada Seorang Narakontak

PENDAHULUAN
Pengertian narakontak pada kusta masih sangat KASUS
beragam. Menurut Noordeen (1994), yang dimaksud Seorang perempuan, 50 tahun, lulusan SMU,
narakontak adalah individu di sekitar pasien kusta yang ibu rumah tangga, menikah, suku Sunda, Islam, datang
berisiko tinggi mendapat atau tertular penyakit kusta.1 ke Poliklinik MH RSHS pada tanggal 18 Maret 2013
Bakker dkk.(2002)2 mendefinisikan narakontak serumah untuk dilakukan pemeriksaan sebagai narakontak kusta.
sebagai orang yang tinggal serumah dengan pasien Pada pasien tidak terdapat riwayat bercak
kusta minimal 6 bulan berturut-turut. Departemen kemerahan atau berwarna putih yang terasa baal,
Kesehatan (Kementrian Kesehatan) Republik Indonesia kerontokan rambut, alis, maupun bulu mata, pengecilan
mendefinisikan kontak serumah sebagai anggota otot-otot kaki, perubahan bentuk hidung dan wajah, sulit
keluarga yang hidup serumah dengan pasien kusta atau menutup mata dengan sempurna, gangguan penglihatan,
seseorang yang pernah tinggal serumah dengan pasien hidung tersumbat, mimisan, suara sengau, pemendekan
selama paling sedikit 3 bulan.3 Kontak yang erat jari-jari tangan dan kaki, tangan dan kaki lunglai,
merupakan kondisi yang meningkatkan risiko penularan maupun tangan dan kaki seperti cakar, demam, serta
penyakit kusta.4 Pemeriksaan untuk menegakkan nyeri sendi.
diagnosis dini kusta pada narakontak sangat diperlukan Pasien lahir dan dibesarkan di Bandung,
karena diagnosis dan pengobatan yang cepat dapat menikah 8 tahun yang lalu, tidak ada hubungan darah
menurunkan kemungkinan terjadinya penularan dan dengan suami. Pasien tinggal bersama suami dan ketiga
menurunkan risiko timbulnya cacat.5 anak bawaan suami. Suami pasien didiagnosis kusta tipe
Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah borderline lepromatous (BL) sejak 2,5 bulan yang lalu,
India dan Brazil dengan jumlah pasien kusta sebanyak mendapatkan multidrug therapy multibasilar (MDT-
17.260 kasus dari sekitar 244.796 kasus baru pada tahun MB) secara teratur.
2009.6 Insidens kusta pada pasien dengan riwayat Pada pemeriksaan fisis, tanda vital dan status
familial contact (FC) adalah 67,6 per 10.000 penduduk, generalis dalam batas normal, tidak didapatkan kelainan
sedangkan pada pasien dengan riwayat non-familial kulit (Gambar 1). Pada status neurologikus, fungsi saraf
contact (NFC) adalah 4,6 per 10.000 penduduk.7 sensoris dan saraf motorik normal. Pada pemeriksaan
Diagnosis kusta ditegakkan berdasarkan BTA yang diambil dari enam daerah yaitu kedua cuping
ditemukannya paling sedikit satu dari tiga tanda telinga, kedua punggung tangan, dan kedua lutut,
kardinal berupa makula eritematosa atau makula didapatkan indeks bakteri (IB) 4,33+ dan indeks
hipopigmentasi yang mati rasa, pembesaran saraf tepi morfologi (IM) 17,35%. Hasil pemeriksaan
dengan hilangnya sensasi atau kelemahan pada otot immunoglobulin M (IgM) anti-phenolic glycolipid-1
yang dipersarafi oleh saraf tepi tersebut, dan ditemukan (anti-PGL-1) 29.827 u/ml (cut off 605 u/ml) dan IgG:
basil tahan asam (BTA) pada sediaan apus sayat kulit 11.056 u/ml (cut off 630 u/ml). Nilai cut off berdasarkan
(ASK).6,8 Sekitar 70% pasien kusta dapat didiagnosis nilai yang ada pada laboratorium Lembaga Penyakit
berdasarkan adanya lesi kulit dengan gangguan Tropis (LPT) Universitas Airlangga Surabaya.
sensitivitas, tetapi 30% lainnya tidak mempunyai lesi Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) hasilnya
kulit, termasuk kusta tipe multibasilar (MB).9 positif. Bahan pemeriksaan diambil dari lutut kanan atas
Berdasarkan data rawat jalan Poliklinik Morbus karena pada hasil pemeriksaan BTA didapatkan nilai
Hansen (MH) Departemen Ilmu Kesehatan (IK) Kulit paling tinggi di lutut kanan. Genotipe pada pasien dan
dan Kelamin Rumah Sakit dr. Hasan Sadikin Bandung suami pasien sama, yaitu TTC repeat 22. Pemeriksaan
(RSHS), sejak 1 Januari 2010 sampai 31 Desember histopatologis pada pasien ini didapatkan kesan kusta
2012 tercatat 193 kasus baru kusta. Dari data tersebut tipe BL.
ditemukan riwayat kontak pada 39 kasus, terdiri atas 18 Pada pasien diberikan rejimen ROM, terdiri
kontak keluarga dan 21 kontak tetangga. atas rifampisin 600 mg, ofloksasin 400 mg, dan
Berikut ini dilaporkan satu kasus kusta tipe minosiklin 100 mg satu kali setiap bulan selama 24
lepromatous leprosy (LL) pada seorang perempuan bulan. Pasien juga mendapat terapi Neurobion® 1x1
narakontak tanpa kelainan kulit dan terkenanya saraf tablet/hari.
tepi.

143
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
MDVI Vol. 42 No. 3 Tahun 2015;142 -147

Pemeriksaan PCR merupakan pemeriksaan


DISKUSI penunjang dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi
Beberapa faktor yang berperan dalam proses untuk menegakkan diagnosis kusta.14 Pemeriksaan PCR
penularan kusta terhadap narakontak, yaitu tipe kusta, pada kusta terbukti berguna pada kasus dengan BTA
kedekatan fisik, genetik, usia, jenis kelamin, dan tingkat negatif,15 kasus resistensi, dan untuk melihat genotipe
sosioekonomi.4 Doull dkk. menemukan bahwa M. leprae.17 Genotyping merupakan suatu pemeriksaan
narakontak pasien kusta tipe pausibasilar (PB) berisiko untuk mengetahui alel spesifik yang diwariskan pada
menderita kusta dua kali lipat, sedangkan narakontak suatu mahluk hidup.18 Genotyping M. leprae dilakukan
pasien MB berisiko menderita kusta delapan kali lipat.10 untuk lebih mengerti pola penyebaran penyakit kusta19
Semakin lama seseorang berkontak dengan pasien sehingga menjadi salah satu petunjuk dikembangkannya
kusta, semakin besar kemungkinan terinfeksi penyakit metode mencegah transmisi dan mengurangi jumlah
ini.1 kasus kusta.20 Pada suatu penelitian di India, diketahui
Van Beers dkk. (1999)11 melakukan penelitian bahwa genotipe TT berhubungan dengan kusta tipe MB,
retrospektif pada 101 kasus kusta selama 25 tahun di sedangkan genotipe tt berhubungan dengan kusta tipe
Sulawesi. Hasil penelitian menunjukkan 78% kasus PB.21
mempunyai riwayat kontak dengan rata-rata waktu Pada pemeriksaan PCR pasien dan suami
penularan sekitar 3 tahun. Kedekatan fisik merupakan pasien didapatkan hasil positif dengan genotipe sama,
salah satu faktor yang berperan dalam penularan kusta.4 yaitu TTC repeat 22. Berdasarkan hasil tersebut,
Pada penelitian Fine dkk. (1997)10 diketahui bahwa penyakit kusta pada pasien diduga ditularkan oleh
risiko penularan kusta paling tinggi terdapat pada orang suaminya walaupun penularan dapat terjadi pula dari
yang tidur sekamar dengan pasien kusta, sedangkan pasien kusta lainnya yang memiliki genotipe sama.
risiko penularan tertinggi kedua pada orang yang tinggal Pada kasus dengan tanda klinis tidak khas,
serumah. pemeriksaan laboratorium dapat membantu klinisi untuk
Pada kasus ini, pasien adalah seorang menegakkan diagnosis kusta.22 Pemeriksaan serologis
perempuan berusia 50 tahun yang merupakan antibodi anti-PGL-1 merupakan pemeriksaan tambahan
narakontak suami yang menderita kusta tipe BL dan yang dapat digunakan untuk diagnosis dini kusta pada
selalu tidur sekamar sejak delapan tahun sebelum narakontak.23 PGL-1 merupakan antigen spesifik pada
berobat. M. leprae yang tidak terdapat pada mikobakterium lain,
Diagnosis kusta ditegakkan berdasarkan sehingga kadar IgM anti-PGL-1 dapat menunjukkan
ditemukannya paling sedikit satu dari tiga tanda adanya infeksi M. leprae.24
kardinal kusta menurut WHO.6,8 Pada pasien ini tidak Imunoglobulin anti-PGL-1 positif pada 88-96%
ditemukan kelainan kulit dan pembesaran saraf tepi, kasus BL atau LL.25 Pemeriksaan anti-PGL-1 dengan
tetapi ditemukan BTA positif sehingga diagnosis kusta ELISA mempunyai spesifisitas sebesar 96% dan
dapat ditegakkan. Sepengetahuan penulis, sampai saat sensitivitas sebesar 94,4% pada kusta tipe MB serta
ini di Indonesia belum terdapat laporan kasus kusta 36,8% pada kusta tipe PB.26 Penelitian di Filipina yang
tanpa kelainan kulit dan tanpa terkenanya saraf tepi, dilakukan oleh Douglas dkk. (2004)27 pada 559
dengan BTA positif. Laporan yang pernah ada adalah narakontak kusta menunjukkan bahwa narakontak
kusta tanpa kelainan kulit saja9 dan pada pure neuritic dengan anti-PGL-1 positif berisiko lebih tinggi
leprosy.13 menderita kusta 7,65 kali lebih banyak dibandingkan
Pemeriksaan BTA mempunyai spesifisitas narakontak dengan anti-PGL-1 negatif dan berisiko
hampir 100% dan sensitivitas jarang lebih dari 50% menderita kusta tipe MB 34,4 kali lebih banyak
pada 10-50% kasus.14 Pada kasus kusta yang belum dibandingkan kusta tipe PB. Kadar IgM anti-PGL-1
diterapi, sebaiknya pemeriksaan ASK dilakukan pada tinggi menggambarkan tingginya bacterial load pada
enam tempat, yaitu kedua cuping telinga dan empat pasien.28 Jumlah narakontak kusta dengan anti-PGL-1
daerah kulit lainnya.15 Pada pemeriksaan BTA pasien seropositif yang kemudian menderita kusta
ini didapatkan IB 4,33+ dan IM 17,35% yang menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan serologis anti-
mendukung diagnosis kusta tipe MB. PGL-1 mempengaruhi prognosis penyakit.9 Pada suatu
penelitian diketahui bahwa kadar antibodi terhadap

144
Ayu Nur Ain H Kusta Tipe Lepromatous Leprosy Tanpa Kelainan Kulit Dan Terkenanya Saraf Tepi Pada Seorang Narakontak

PGL-1 pada pasien kusta tipe lepromatosa lebih tinggi Biopsi kulit sebaiknya dilakukan pada semua pasien
dibandingkan tipe tuberkuloid.29 kusta untuk membantu penegakan diagnosis,31 meskipun
Pada penelitian Anissa, dkk (2012) terhadap kesesuaian antara diagnosis klinis dan pemeriksaan
kadar IgM anti-PGL-1 pada 31 pasien kusta tipe MB, histopatologis hanya sekitar 50%.31,32 Hasil
didapatkan kadar rata-rata IgM anti-PGL-1 pada kusta pemeriksaan histopatologis sediaan biopsi pasien ini
tipe BB 1.380 pg/ml, pada tipe BL 1.920 pg/ml, dan adalah kusta tipe BL karena didapatkan sel-sel
pada tipe LL 23.591 pg/ml.30 makrofag/foam cell, sel epiteloid, dan limfosit (Gambar
Pada pasien ini diperiksa IgM dan IgG anti- 2). Epidermis tampak sedikit atrofi dan tampak pula
PGL-1 dan hasilnya sangat tinggi melebihi cut off, yaitu sedikit grenz zone (Gambar 3), pada pewarnaan Fite-
IgM 29.827 u/ml dan IgG 11.056 u/ml. Hasil Faraco ditemukan BTA (Gambar 4). Diagnosis kusta
pemeriksaan serologis kedua untuk konfirmasi hasil pada kasus ini tetap kusta tipe LL berdasarkan
pemeriksaan pertama juga sangat tinggi, yaitu IgM pemeriksaan serologis, meskipun hasil pemeriksaan
24.939 u/ml dan IgG 2.113 u/ml. Hal ini mendukung histopatologis tidak menunjang.
diagnosis kusta tipe LL. Pasien menolak terapi MDT-MB karena tidak
menginginkan efek sampingnya sehingga diberikan
terapi rejimen ROM selama 24 bulan.

Gambar 1,2,3, 4 menunjukkan kulit tanpa lesi kusta

145
Pengaruh fototerapi narrowband UV- B terhadap
MDVI Vol. 42 No. 3 Tahun 2015;142 -147

DAFTAR PUSTAKA 18. Pagon RA, Bird TD, Dolan CR, dkk., penyunting.
GeneReviews™ Illustrated Glossary. Seattle:
1. Noordeen SK. The epidemiology of leprosy. Dalam: University of Washington; 1993. Diunduh dari:
Hasting RC, penyunting. Leprosy. Edisi ke-2. London: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK5191/#IX-G.
Churchill Livingstone; 1994. h. 29-43. Diakses tanggal 29 Juni 2013.
2. Bakker MI, May L, Hatta M, Kwenang A, Klatser PR, 19. Monot M, Honore N, Baliere C, Baohong J, Sow S,
Oskam L. Epidemiology of leprosy on five isolated Brennan PJ. Are variable-number tandem repeats
islands in the Flores Sea, Indonesia. Trop Med Int appropriate for genotyping Mycobacterium leprae. J
Health. 2002;7(9):780-7. Clin Microbiol. 2008;46:2291-7.
3. Materi pelatihan P2 kusta bagi medis dan paramedis 20. Aseffa A, Brennan P, Dockrell H, Gillis T, Hussain R,
puskesmas. Departemen Kesehatan RI. Jakarta: Oskam L. Report on the first meeting on the Initiative
Departemen Kesehatan RI; 2007. h. 12. for Diagnostic and Epidemiological Assay for Leprosy
4. Moet FJ, Meima A, Oskam L, Richardus JH. Risk (IDEAL) consortium held at Armauer Hansen research
factors for development of clinical leprosy among institute, ALERT, Addis Ababa, Ethiopia on 24 -27
contacts, and their relevance for targetted interventions. October 2004. Lepr Rev. 2005;76:147-59.
Lepr Rev. 2004;75:310-26. 21. Fitness J, Floyd S, Warndorff DK, Sichali L,
5. Lechat MF, Declercq EE. Control programs in leprosy. Mwaungulu L, Crampin AC. Large-scale candidate
Dalam Hasting RC, penyunting. Leprosy. Edisi ke-2. gene study of leprosy susceptibility in the Karonga
London: Churchill Livingstone; 1994. h. 367-81. district of Northern Malawi. Am J Trop Med Hyg.
6. WHO expert committee on leprosy: eight report. WHO 2004;71(3):330-40.
technical report series. Italy: WHO Press; 2012. h. 3-8. 22. Agusni I. Clinical manifestation of leprosy. Dalam:
7. Kumar A, Girdhar A, Bhaweshwar. Incidence of Makino M, Matsuoka M, Goto M, Hatano K,
leprosy in Agra District. Lepr Rev. 2007;78:131-6. penyunting. Leprosy science working towards dignity.
8. Naik VB, Naik UB, More S, Rao VB. Evaluation of Japan: Tokai University Press; 2011. h. 132-41.
significance of skin smears in leprosy for diagnosis, 23. Furini RB, Motta ACF, Simao JCL, Tarquinio DC,
follow-up, assessment of treatment outcome and Marques W, Foss NT. Early detection of leprosy by
relapse. Asiatic J Biotechmol Res. 2011;2(5):547-52. examination of household contacts, determination of
9. Moura RS, Calado KL, Oliviera MLW, Bührer-Sékula serum anti-PGL-1 antibodies and consanguinity. Mem
S. Leprosy serology using PGL-I: a systematic review. Inst Oswaldo Cruz. 2011;106(5):536-40.
Rev Soc Bras Med Trop. 2008;41:11-8. 24. Cho S, Cellona RV, Villahermosa LG, dkk. Detection
10. Fine PEM, Sterne JAC, Ponnighaus JM, Bliss L, Saul J, of phenolic glycolipid 1 of M. leprae in sera from
Chihana A, dkk. Household and dwelling contact as leprosy patient before and after start of multidrug
risk factors for leprosy in Northern Malawi. Am J therapy. Clin Diagnostic Lag Immunol. 2001;8(1):138-
Epidemiol. 1997;146(1):91-101. 42.
11. Van Beers SM, Hatta M, Klatser PR. Patient contact is 25. Spencer JS, Brennan PJ. The role of Mycobacterium
the major determinant in incident leprosy: implications leprae phenolic glycolipid I (PGL-I) in serodiagnosis
for future control. Int J Leprosy. 1999;67(2):119-28. and in the pathogenesis of leprosy. Lepr Rev.
12. Prakoeswa CRS. Detection of M. leprae DNA in blood 2011;82:344-57.
of the subclinical leprosy. Media Folia Medica Ind. 26. Parkash O. Serological detection of leprosy employing
2007;43(2):abstract. Mycobacterium leprae derived serine-rich 45 kDa,
13. Wilder-Smith E. Diagnosis of pure neuritic leprosy. ESAT-6, CFP-10 and PGL-I: a compilation of data
Neurol J Southeast Asia. 2002;7:61-3. from studies in Indian populations. Lepr Rev.
14. Moschella SL. An update on the diagnosis and 2011;82:383-8.
treatment of leprosy. J Am Acad Dermatol 27. Douglas JT, Cellona RV, Fajardo TT, Abalos RM,
2004;51:417-26. Klatser PR. Prospective study of serological conversion
15. Rees RJW, Young DB. The microbiology of leprosy. as a risk factor for development of leprosy among
Dalam: Hasting RC, penyunting. Leprosy. Edisi ke-2. household contacts. Clin Diagnosis Lab Immunol.
London: Churcill Livingstone; 1994. h. 49-83. 2004;11(5):897-900.
16. Gupta S, Mehta CA, Lakhtakia CR, Nema B. An 28. Zenha EMR, Ferreira MAN, Foss NT. Use of anti-
unusual presentation of lepromatous leprosy. MJAFI. PGL-1 antibodies to monitor therapy regimen in
2006;62:392-3. leprosy patients. Braz J Med Biol Res.
17. Matsuoka M, Zhang L, Budiawan T, Saeki K, Izumi S. 2009;42(10):968-72.
Genotyping of Mycobacterium leprae on the basis of 29. Koster FT, Scollard DM, Umland ET, Fishbein DB,
the polymorphism of TTC repeats for analysis of Hanly WC, Brennan PJ. Cellular and humoral immune
leprosy transmission. J Clin Microbiol. 2004;42(2):741- response to a phenolic glycolipid antigen (phenGL-I) in
5.

146
Ayu Nur Ain H Kusta Tipe Lepromatous Leprosy Tanpa Kelainan Kulit Dan Terkenanya Saraf Tepi Pada Seorang Narakontak

patients with leprosy. J Clin Microbiol. 31. Sharma A, Sharma RK, Goswsami KC, Bardwaj S.
1987;25(3):551-6. Clinico-histopathological correlation in leprosy. JK Sci.
30. Annissa MN, Suwarsa O, Gunawan H. Korelasi 2008;10:120-3.
ekspresi interleukin-17 pada lesi kulit dengan kadar 32. Lockwood. DNJ, Nicholls P, Smith WCS, Das L,
imunoglobulin M anti-phenolic glycolipid-I dalam Barkataki P, Brakel W, dkk. Comparing the clinical and
serum pasien kusta tipe multibasilar (tesis). Bandung: histological diagnosis of leprosy and leprosy reaction in
Universitas Padjadjaran; 2012. the INFIR cohort of Indian patient with multibacillary
leprosy. Plos Negl Trop Dis. 2012;6:1-7.

147

Anda mungkin juga menyukai