Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN TENTANG KONSEP PENGEMBANGAN

INDUSTRI MICE KOTA MEDAN

Edy Sahputra Sitepu, SE, MSi

ABSTRAK Industri MICE dewasa ini mengalami perkembangan pesat di Indonesia, hal ini
ditandai dengan terpilihnya Indonesia sebagai tempat dan host pelaksanaan
berbagai event internasional. Berbagai kegiatan MICE di tanah air umumnya
terkonsentarasi di 10 kota utama seperti: Jakarta, Bali, Bandung, Yogyakarta,
Makassar, Surabaya, Medan, Manado, Semarang dan Batam. Tulisan yang berjudul
“Tinjauan Tentang Konsep Pengembangan Industri MICE di Kota Medan” ini
secara khusus mencoba menganalisis tentang keberadaan industri MICE di Kota
Medan dan menelaah kebijakan dan konsep yang telah disiapkan dalam rangka
pengembangan MICE. Kajian dilakukan dengan menggunakan analisis deskriprif
dan mengeksplorasi kebijakan-kebijakan yang mungkin dilakukan Pemerintah Kota
Medan dalam mengembangkan potensi industri MICE yang ada dengan
mempertimbangkan keinginan berbagai stakeholder penting yang terlibat. Dari
hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa pegembangan MICE di Kota Medan
sangat dipengaruhi oleh 1) dukungan kebijakan pemerintah dalam pemberdayaan
dan MICE, 2) partisipasi dunia usaha (EO, PCE, PEO, Hotel, Restaurant, pengelola
Convention) dan 3) partisipasi dunia pendidikan dalam menyediakan sumber daya
manusia professional di bidang MICE.

KATA KUNCI Kebijakan, Pengembangan, MICE

PENDAHULUAN Sejak tahun 2011 lalu Kota Medan Medan oleh pemerintah Indonesia telah
ditetapkan sebagai kota metropolitan baru sekaligus sebagai salah satu dari 10 kota
utama sebagai tujuan wisata MICE di Indonesia. Penetapan Kota Medan sebagai
kota metropolitan baru menegaskan semakin penting dan strategisnya posisi Kota
Medan dalam perpektif pembangunan dan pengembangan infrastruktur.
Metropolitan dapat diartikan sebagai pusat populasi besar yang terdiri atas satu
metropolis besar dan daerah sekitarnya, atau beberapa kota sentral yang saling
bertetangga dengan daerah sekitarnya. Satu kota besar atau lebih dapat berperan
sebagi hub-nya, Kota Medan misalnya, sejak lama menjadi hub bagi kota-kota
penting lainnya di Sumatera Utara, seperti Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang
dan Kabupaten Karo (Mebidangro).
Sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Utara Kota Medan memiliki populasi
terbesar dan menjadi epicentrum petumbuhan ekonomi Propinsi Sumatera Utara.
Dari 33 kabupaten/kota total Penduduk Sumatera Utara adalah berkisar 13 juta
penduduk, dan lebih kurang 3 juta penduduk (25% lebih) berada di Kota Medan.
Demikian pula dari sisi PDRB, Kota Medan memberikan kontribusi terbesar
dibandingkan kabupaten/kota lainnya yakni berkisar 30% dari total PDRB Provinsi
Sumatera Utara.
Seiring dengan ditetapkannya Kota Medan sebagai kota metropolitan strategis,
Kota Medan juga menjadi prime mover bagi pengembangan usaha dan industri
MICE di kawasan barat Indonesia. Kota Medan diharapkan menjadi pendamping
MICE destination lainnya seperti Bali, Jakarta, Manado, Makasar dan lain-lain.
Apalagi bila ditinjau dari sisi capaian PDRB Kota Medan juga didominasi oleh
sektor terkait MICE yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran, dimana
kontribusi sektor ini mencapai 26% dari PDRB Kota Medan, terbesar dari 9 sektor
yang ada.
Tabel 1. Peranan Masing-Masing Sektor dalam PDRB Kota Medan
Kontribusi Terhadap PDRB (%)
No Kelompok Sektor
2008 2009 2010 2011*
1. Primer (Pertanian & Pertambangan) 2,851 2,873 2,735 2,85
2. Sekunder (Industri, Listrik & 27,934 27,261 26,503 27,00
Bangunan
3. Tersier (Perdagangan, Hotel, 69,215 69,867 70,762 70,16
Restoran, Pengangkutan,
Komunikasi, Persewaan, Jasa)
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00

Pertimbangan penting lain yang menguatkan potensi Kota Medan sebagai kota
MICE adalah keberadaan posisi Kota Medan yang strategis, sebagai salah satu
pusat perdagangan baik regional maupun internasional.Kota Medan dapat dikatakan
sebagai pintu gerbang wilayah barat Indonesia yang menjadi salah satu pilihan
utama para wisatawan mancanegara yang akan berkunjung ke Danau Toba, Bukit
Lawang, Berastagi dan Pulau Nias, sebagai 4 (empat) destinasi wisata yang sudah
sangat dikenal di mancanegara.
Pada Tahun 2010 tidak kurang dari 150 ribu orang wisatawan mancanegara
datang ke Kota Medan dan tahun 2011 jumlahnya diperkirakan tidak kurang dari
160 ribu orang. Angka ini terus bergerak postif dari tahun-tahun sebelumnya. Bila
dilihat dari variasi kebangsaan jumlah wisatawan yang berasal dari negara-negara
ASEAN untuk kurun waktu 2006 hingga 2011 cenderung lebih dominan, terutama
dari Malaysia, Singapura, dan Thailand yang menempati urutan pertama. Disusul
wisatawan dari Eropa dan Asia masing-masing sebesar 15% dan 10%. Dilihat dari
lamanya menginap wisatawan mancanegara di hotel bintang dan melati yang berada
di Kota Medan, rata-rata menginap selama 1,5 hari. Angka ini menunjukkan bahwa
Kota Medan masih hanya sebatas pintu masuk bagi wisatawan mancanegara ke
daerah wisata yang ada di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh.
Besarnya sumbangsih dan peranan sektor tersier yang meliputi perdagangan,
hotel dan restoran, pengangkutan, komunikasi, persewaan, jasa telah menjadi
landasan dasar bagi perkembangan industri MICE di Kota Medan. Apalagi disisi
lain pembangunan MICE di Kota Medan mendapat dukungan penuh dari kekuatan
penting yang melekat pada pengembangan kebudayaan dan pariwisata yang telah
dilakukan di Kota Medan selama ini. Berbagai kemajuan yang telah dicapai, untuk
mendukung pengembangan MICE antara lain terpeliharanya kondisi aman dan
damai yang diindikasikan antara lain dengan :
1) Semakin berkembangnya pemahaman terhadap pentingnya kesadaran
multikultural di Kota Medan,
2) Tumbuhnya sikap saling menghormati dan menghargai keberagaman budaya
yang ditandai dengan meningkatnya persepsi masyarakat terhadap kebiasaan
bersilaturahmi, meningkatnya persepsi masyarakat terhadap kebiasaan
kegiatan gotong royong, serta persepsi masyarakat terhadap kebiasaan tolong
menolong antar sesama warga yang kian baik,
3) Semakin berkembangnya proses internalisasi nilai-nilai luhur, pengetahuan
dan teknologi tradisional, serta kearifan lokal yang relevan dengan tata
kehidupan bermasyarakat seperti nilai-nilai persaudaraan, solidaritas sosial,
saling menghargai, serta rasa sense of belonging terhadap lingkungan,
4) Meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap hasil karya kreatifitas seni
budaya yang ditandai dengan meningkatnya penyelenggaraan event MICE
seperti pelaksanaan berbagai pameran, festival, pegelaran, dan pentas seni,
pemberian, pengiriman misi kesenian ke berbagai acara nasional dan
internasional sebagai bentuk diplomasi/promosi kesenian Kota Medan,
5) Tumbuhnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap pengelolaan
kekayaan dan warisan budaya yang ditandai oleh meningkatnya kesadaran,
kebanggaan, dan penghargaan masyakarat terhadap nilai-nilai sejarah bangsa,
meningkatnya upaya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan benda
cagar budaya/situs, serta berkembangnya peran dan fungsi museum sebagai
sarana rekreasi dan edukasi.
6) Meningkatnya kerjasama yang sinergis antar-pihak terkait dalam upaya
pengembangan nilai budaya, pengelolaan keragaman budaya serta
perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan warisan budaya yang sangat
menunjang eksistensi industri MICE.

Bekembangnya nilai-nilai budaya yang heterogen, lebih jauh dapat menjadi


potensi besar dalam mencapai kemajuan, kebergaman suku, tarian daerah, alat
musik, tarian, makanan, bangunan fisik dan sebagainya justru memberikan
kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri MICE di Kota Medan. Adanya
prulalisme ini juga merupakan peredam munculnya isu-isu primordialisme yang
juga dapat mengganggu sendi-sendi kehidupan sosial.
Untuk menjadikan Kota Medan sebagai daerah tujuan wisata MICE, tentu harus
didukung oleh segenap komponen yang ada antara lain kebijakan pemerintah,
kesiapan sarana transportasi, stakeholder MICE, keparawisataan seperti ASITA,
PHRI, sarana prasarana pendukung meliputi antara lain hotel, restoran, objek
wisata, dan pramuwisata dan lain-lain.
Untuk menciptakan kondisi MICE dan kepariwisataan yang nyaman, hingga
kini Kota Medan sendiri terus membenahi diri dengan mengembangkan pariwisata
perkotaan yang dapat menjadikan kota ini, tidak sekedar hanya tempat transit para
wisatawan. Sejumlah objek wisata terus perbaiki kualitasnya, sehingga layak juga
untuk dikunjungi para turis asing. Fasilitas wisata hotel, konvensi dan pusat-pusat
perbelanjaan juga didorong pemerintah untuk tumbuh pesat.
Perlahan tapi pasti Kota Medan juga mempersiapkan diri diri untuk
memperkuat posisinya sebagai salah satu daerah tujuan wisata MICE terkemuka di
Indonesia. Potensi industri MICE yang cukup besar dan terbuka lebar menjadi
perhatian banyak pihak untuk dimanfaatkan. Dengan keterlibatan semua
stakeholders, MICE kemungkinan besar dapat menjadi sektor andalan yang
menggerakkan ekonomi Kota Medan.
Untuk mendukung industri MICE di Kota Medan, pemerintah Kota Medan juga
akan mengintegrasikan potensi objek wisata yang dapat dikelompokkan menjadi 5
kategori, yaitu objek wisata alam, kerajinan, budaya, sejarah, dan kuliner. Potensi
objektif dari seluruh objek wisata yang ada di sebagian lokasi masih sebatas potensi
semata. Sementara objek yang telah diolah dibangun dan dikembangkan secara
terencana dan dikelola dengan baik masih relatif sedikit dan sangat perlu
dikembangkan (Rippda Kota Medan 2011).
Dalam upaya mempertegas pelaksanaan pembangunan industri MICE Kota
Medan dan mempertimbangkan besarnya potensi MICE yang ada di Kota Medan,
maka penulis sangat tertarik untuk melakukan suatu kajian tentang “Tinjauan
Tentang Konsep Pengembangan MICE di Kota Medan” yang ke depan diharapkan
akan memberikan sumbangsih dan pengayaan khasanah bagi pengembangan dan
pembangunan industri MICE di Kota Medan.

TINJAUAN Meski istilah Meetings, Incentives, Conventions and Exhibitions (MICE) telah
PUSTAKA populer, namun tidak semua orang tahu benar apa sebenarnya MICE itu. Pada
dasawarsa 90-an, MICE telah menjadi bagian penting dalam perkembangan
kepariwisataan di tanah air, meskipun di negara-negara industri maju pariwisata
jenis ini telah berkembang jauh sebelumnya. Pesatnya perkembangan ini seiring
dengan semakin terbukanya perdagangan internasional dan berkembang pesatnya
teknologi informasi dan transportasi (Deni, 2011).
Wisata MICE terdiri atas empat pokok kegiatan utama yaitu pertemuan
(meetings), insentif (incentives), konvensi (conventions) dan pameran (exhibitions).
Keempat jenis kegiatan itu merupakan usaha untuk memberi jasa pelayanan bagi
suatu pertemuan sekelompok orang (para pelaku bisnis, cendekiawan, para
eksekutif pemerintah maupun swasta) untuk membahas berbagai masalah berkaitan
dengan kepentingan bersama termasuk juga memamerkan produk-produk bisnis.
(Deni, 2011).
Dalam catatan Rajaguguk (2005), secara historis bagi Indonesia, momen
terpenting munculnya MICE adalah berhasil diselenggarakannya Konferensi Asia
Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955 kemudian disusul dengan berlangsungnya
kegiatan Genefo (Games of the New Emerging Forces) tahun 1960, Konferensi
PATA tahun 1963 dan 1974 menyusul kemudian OPEC di Bali dan KTT APEC di
Bogor tahun 1995, hingga akhirnya suksesnya UNFCC di Nusa Dua, Desember
2007.
MICE merupakan bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari usaha jasa
pariwisata yang meliputi usaha jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran
dalam suatu rangkaian kegiatan pelayanan bagi pertemuan/berkumpulnya orang-
orang atau sekelompok orang (negarawan, usahawan, cendekiawan, publik, dan
sebagainya) pada suatu tempat yang terkondisikan oleh suatu permasalahan,
pembahasan atau kepentingan bersama.
Di Indonesia saat ini memiliki sejumlah kota tujuan wisata jasa MICE seperti
Jakarta, Bali, Batam, Medan, Padang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya
dan Makassar. Usaha jasa MICE tidak dapat dipisahkan dengan mata rantai usaha-
usaha di bidang kepariwisataan dan berbagai sektor usaha lainnya.
Penyelenggaraan MICE selalu melibatkan banyak sektor usaha/industri dan
banyak pihak, hal itu menyebabkan pengaruh ekonomi yang dihasilkannya efek
berlipat ganda atau berdampak luas (multiplier effect) yang menguntungkan dan
dapat dirasakan banyak pihak. Apalagi spending power segment MICE sekitar 8 –
10 kali wisatawan biasa. Dukungan bagi berkembangnya sektor MICE belakangan
ini juga didukung oleh kondisi keamanan di Indonesia makin kondusif sehingga
memberi image yang positif sebagai destinasi wisata.
Keterbatasan prasarana pendukung pariwisata seperti bandar udara
internasional dan sarana transportasi yang kurang memadai menjadi salah satu
hambatan bagi pengembangan program pariwisata MICE. Sehingga sampai
sekarang hanya 10 kota di Indonesia yang mampu mengembangkan program
tersebut. 10 kota itu antara lain Medan, Palembang, Jakarta, Yogya, Semarang,
Solo, Surabaya, Bali, Lombok, dan Makasar (Xiang, 2012). Selain kendala
prasarana itu, hal lain yang menghambat pengembangan MICE adalah sumber daya
manusia (SDM). Sebab MICE memerlukan SDM yang memiliki keahlian khusus.
Perkembangan industri MICE telah memberikan warna yang beragam terhadap
jenis kegiatan industri jasa yang identik dengan pemberian pelayan/services. MICE
merupakan bisnis yang memberikan kontribusi tinggi secara ekonomi terlebih bagi
negara berkembang. Kualitas pelayanan yang diberikan mampu memberikan
kepuasan kepada setiap peserta, industri MICE mampu memberikan keuntungan
yang besar bagi para pelaku usaha di industri tersebut. Berkembangnya industri
MICE sebagai industri baru yang bisa menguntungkan bagi banyak pihak, karena
industri MICE ini merupakan industri yang kompleks dan melibatkan banyak
pihak. Alasan inilah yang menjadikan tingkat pertumbuhan para pengusaha
penyelenggara MICE bermunculan, sehingga tidak dipungkiri industri MICE
sebagai industri masa kini yang banyak diminati oleh para pelaku bisnis.
Kegiatan bisnis MICE juga telah membuka lapangan kerja baru, tidak hanya
menciptakan tenaga kerja musiman saja, tetapi juga telah menciptakan pekerjaan
yang tetap bagi banyak masyarakat. Indonesia dengan wilayah yang strategis serta
memiliki daya tarik tersendiri bagi warga negara asing, memberikan peluang bagi
tumbuhnya industri MICE. Disisi lain krisis ekonomi yang menimpa negara-negara
maju juga turut mempengaruhi bagi pasar MICE untuk memindahkan kegiatan
MICE-nya di Indonesia (Kresnarini, 2011).
Faktor penentu dalam memilih Destinasi MICE menurut Warta Export (2011)
antara lain :
1) Keamanan. Semua konsumen MICE mengingin kan adanya jaminan keamanan,
baik dari pemerintah maupun oleh penyelenggara. Dalam setiap event
internasional perlu adanya fasilitas pengamanan yang ketat khususnya di venue
dan akomodasi. Selain itu tempat yang menjadi bagian pendukung kegiatan juga
harus dijaga keamaannya misalnya di bandara dan tempat hiburan malam selama
acara berlangsung.
2) Harga. Harga yang bersaing dengan fasilitas yang lengkap menjadi salah satu
kriteria bagi para konsumen MICE dalam menentukan daerah tujuan
kegiatannya. Fasilitas hiburan yang memadai serta fasilitas pendukung di luar
kegiatan utama menjadi nilai tambah suatu daerah dalam menarik konsumen
MICE.
3) Kemudahan Akses. Daerah destinasi MICE membutuhkan fasilitas aksesibilitas
dan transfer baik dari darat, laut maupun udara. Transportasi yang mudah aman,
efisien dan bebas hambatan mempermudah para konsumen MICE dalam
menjangkau kawasan tersebut.
4) Fasilitas Terpelihara. Fasilitas yang terjaga dengan baik pada venue pelaksanaan
MICE akan membuat konsumen MICE nyaman untuk tinggal lebih lama.
Berbagai fasilitas yang disediakan pada venue dengan standar internasional,
resort kelas dunia dan tempat hiburan yang menarik.
5) Infrastruktur
Dalam penyelenggaraan event internasional, dibutuhkan fasilitas infrastruktur
langsung seperti venue meeting dan konvensi yang berstandar internasional
dengan jumlah kapasitas yang memadai serta terintegrasi dengan hotel dan
tempat hiburan. Infrastruktur pendukung bagi para konsumen untuk menuju ke
venue penyelenggaraan sangat penting. Selain mudah untuk di akses,
infrastruktur berstandar internasional sangat diperlukan diantaranya, bandara
yang mampu menampung pesawat besar dan adanya jalur langsung ke kota
internasional.
6) Atraksi waktu senggang. Program hiburan selama penyelenggaraan kegiatan
menjadi daya tarik tersendiri bagi para konsumen MICE. Untuk menghilangkan
kejenuhan mengikuti acara, pada umumnya diselingi dengan kegiatan hiburan,
diantaranya pertunjukan seni dan budaya maupun mengunjungi objek wisata.
7) Bahasa. Untuk mempermudah para konsumen MICE dalam mengikuti agenda
kegiatannya, maka perlu adanya tourism hospitality dan MICE staff yang bisa
berbahasa asing. Tergantung dengan asal konsumen MICE tersebut. Penyedia
jasa MICE sudah seharusnya menyediakan profesional yang mampu berbahasa
asing.

METODE Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain
PENELITIAN penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan
penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian
harus cocok pula dengan metode penelitian yang ditetapkan (Nazir, 1985). yaitu: 1)
urutan kerja atau prosedur yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu
penelitian 2) alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur
ataupun dalam mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam
menganalisis data? dan 3) bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutan-
urutan pekerjaan yang terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat
membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta
mempermudah mengetahui kemajuan (proses) penelitian. Metode penelitian
menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah
yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data
tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Dalam prakteknya terdapat sejumlah
metode yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian.

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui angket yang didistribusikan kepada
responden di Kota Medan dengan metode purposive random sampling. Jumlah
responden masing-masing di kecamatan berjumlah 10 orang yang terdiri dari
responden dari kalangan pemangku kepentingan dan responden dari pelaku usaha di
sektor MICE. Sedangkan data sekunder yang digunakan meliputi:
1) PDRB Kota Medan dan gambaran perkembangan per sektor ekonomi.
2) Data-data kependudukan, angkatan kerja Kota Medan.
3) Data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti kondisi geografis,
pertumbuhan ekonomi dan data penunjang lainnya.
Seluruh data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Medan
dalam bentuk publikasi maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh BPS
Kota Medan serta dari instansi terkait lainnya.

Metode Analisis
Dalam pelaksanaan penelitian digunakan metode deskriptif yang secara harfiah
adalah penelitian untuk membuat deskripsi mengenai situasi atau kejadian yang
tidak menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau
mendapatkan makna dan implikasi, walaupun penelitian yang bertujuan untuk
menemukan hal-hal tersebut dapat mencakup juga metode-metode deskriptif. Data
yang terkumpul, lalu diklasifikasikan menjadi 2 kelompok data yaitu data kualitatif
(data yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut
kategori untuk memperoleh kesimpulan) dan data kuantitatif (data yang berwujud
angka-angka hasil perhitungan atau pengukuran).Untuk pelaksanaan penyusunan
laporan penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Sedangkan aktivitas
operasional dan pendekatan konseptual, yang dijabarkan sebagai berikut:
1) Pengumpulan Data
2) Survei data instansi dan lapangan dilakukan dengan melakukan observasi fisik
lapangan untuk mengidentifikasi kondisi eksisting.
3) Data penunjang yang dibutuhkan dalam penyusunan studi ini adalah sebagai
berikut: (a) Aspek fisik, terdiri dari kondisi lanskap, bangunan dan utilitas
serta aspek ruang kota. (b) Aspek nonfisik, terdiri dari pendataan potensi-
potensi sumberdaya ekonomi yang bila dikembangkan akan meningkatkan
pembangunan industri MICE di Kota Medan serta analisis kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman.

HASIL DAN Berdasarkan hasil analisis penelitian, dengan mengumpulkan sejumlah


PEMBAHASAN informasi kunci dari Bappeda Kota Medan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Medan, para pelaku kegiatan usaha di bidang MICE di Kota Medan, diketahui
bahwa Kota Medan sebenarnya telah memiliki konsep pengembangan MICE yang
antara lain tertuang dalam beberapa dokumen perencanaan Kota Medan, antara
lain: 1) Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kota Medan
(Disbudpar Kota Medan), 2) Pemetaan dan Rencana Pengembangan MICE Kota
Medan (Disbudpar Kota Medan) dan 3) Kajian Potensi dan Pengembangan MICE
Kota Medan (Bappeda Kota Medan).

Zonasi Kawasan Pengembangan Pariwisata dan MICE


Hasil survei dan pengolahan informasi dari stakeholder industri MICE Kota
Medan, jika ditinjau berdasarkan kondisi objektif dan mempertimbangkan RTRW
yang ada, maka pengembangan kawasan pariwisata dan MICE Kota Medan ke
depan dapat dikelompokkan menjadi sejumlah zonasi:
1) Wilayah Utara (zona Utara adalah kawasan industri dan Minapolitan (dengan
daya tarik wisata bahari, perkampungan nelayan, kolam pemancingan, danau
Siombak dan lain-lain).”
2) Wilayah Tengah (zona tengah sebagai obyek wisata budaya, sejarah kuliner,
belanja.
3) Wilayah Selatan (wilayah Selatan cocok untuk pengembangan wisata agro
(contoh: kebun tanaman hias, buah-buahan, ikan hias ditambah dengan
sejumlah wisata alam untuk outbound, pemandian dan lain-lain).”
Sejumlah pemangku kepentingan yang menjadi responden penelitian sepakat
bahwa, ke depan pariwisata Kota Medan perlu dikembangkan dengan menganut
konsep pengembangan berjenjang dan unggulan. Dengan demikian aspek spasial
perencanaan pariwisata dan MICE mengacu pada konteks kawasan wisata MICE
unggulan.
Kawasan wisata MICE didefinisikan sebagai kawasan yang secara teknis dapat
digunakan untuk berbagai kegiatan event MICE dan pariwisata serta tidak
menganggu kelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan, berkontribusi
dalam meningkatkan pendapatan daerah, mengembangkan pembangunan lintas
sektor dan subsektor, dan yang terpenting dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan sosial masyarakat. Pengertian kawasan wisata Kota Medan juga
didasarkan pada konsep yang memandang pengembangan MICE sebagai bagian
atau alat dalam pengembangan wilayah. Dengan mengembangkan kondisi objektif
dan mempertimbangkan RTRW yang ada.
Selanjutnya kebijakan pengembangan MICE, menurut penyelenggara kebijakan
(Bidang Ekonomi Bappeda Kota Medan dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Medan) menegemukakan, bahka pengembangan MICE akan diarahkan dalam
rangka pengembangan kawasan MICE di Kota Medan yang berpusat diinti kota,
selanjutnya diikuti dengan pengembangan produk event, pengembangan pasar dan
pemasaran, pengembangan sumber daya manusia, dan pengembangan
kelembagaan/bisnis. Kebijakan pengembangan kawasan wisata MICE juga
diprioritaskan pada pengembangan wilayah yang masih kurang maju. Kebijakan
pengembangan produk MICE antara lain juga harus diarahkan pada penguatan
identitas daerah dengan memunculkan warna wisata MICE yang khas bagi Kota
Medan guna menguatkan daya saing daerah. Selain itu tentu saja diperlukan
pengembangan sarana dan prasana pariwisata MICE.
Kebijakan pengembangan pasar dan pemasaran diarahkan pada pengembangan
pasar domestik, pasar internasional. Dan pengembangan sistem jaminan mutu.
Pengembangan MICE juga harus didukung oleh SDM handal sehingga mampu
menjadi EO/PCO/PEO MICE yang baik, juga diikuti profesionalitas dari tenaga
pemandu, tenaga pelayanan hotel, tenaga birokrasi sampai tenaga pelatih/pendidik.
Pengembangan kelembagaan diarahkan pada adanya keterpaduan antra stakeholder
MICE yaitu Pemerintah Kota Medan, pelaku usaha dan masyarakat.
Pengembangan Berdasarkan Persepsi Stakeholder
Tabel 1 dan 2, merupakan Peta Pengembangan Pariwisata dan MICE Kota
Medan berdasarkan hasil survei persepsi stakeholder. Berbagai kegiatan pariwisata
yang mendukung pengembangan MICE di Kota Medan, antara lain; wisata bahari
yang cocok dikembangkan di Medan Belawan dan Medan Labuhan. Untuk wisata
heritage baik dikembangkan di Medan Marelan, Medan Labuhan, Medan Kota dan
Medan Maimun. Medan Kota dan Medan Petisah juga sangat cocok menjadi sentra
kerajinan (handicraft), wisata belanja, meeting dan exhibition (MICE).

Tabel 4.1. Pengembangan Daerah Berdasarkan Persepsi Stakeholder


Skors
No. Kecamatan Jenis Kegiatan MICE/Pariwisata
Rerata
1 Medan Belawan Bahari 7,5
2 Medan Marelan Heritage, Eko Wisata 6,6
3 Medan Labuhan Bahari, Heritage 7,2
4 Medan Timur Sport 5,5
5 Medan Helvetia MICE 6,7
6 Medan Selayang Sport, Kuliner 8,0
7 Medan Polonia MICE 7,4
8 Medan Kota Heritage, Belanja, Handicraft, MICE 8,5
9 Medan Area Pusat Industri Kecil 6,0
10 Medan Denai Pusat Industri Kecil 6,3
11 Medan Johor Ekowisata 5,2
12 Medan Tuntungan Ekowisata 5,2
13 Medan Sunggal Kuliner, Ekowisata 5,5
14 Medan Petisah Kuliner, MICE 6,7

Sedangkan sejumlah 5 kecamatan yang lainnya, berdasarkan persepsi


responden masih belum memiliki identitas/karakter khusus yang dianggap dapat
memberikan kontribusi signifikan dalam mendukung pengembangan industri MICE
di Kota Medan, hal ini ditandai dengan skor rata-rata yang masih berada di bawah
4,0.

Tabel 2. Pengembangan Kota Berdasarkan Persepsi Stakeholder


untuk Daerah-daerah yang Dianggap Belum Memiliki Karakter Khusus

Jenis Kegiatan
No. Kecamatan Skors Rerata
MICE/Pariwisata
1 Medan Amplas 3,5
2 Medan Denai Heritage, Ekowisata, Sport, 3,3
Kuliner, MICE, Belanja,
3 Medan Maimun 4,2
Handicraft, Pusat Industri
4 Medan Perjuangan Kecil, Kuliner 2,5
5 Medan Tembung 3,7

Sementara berdasarkan hasil FGD yang dilakukan pada studi ini menyimpulkan
bahwa, dalam mengembangkan industri MICE di Kota Medan diperlukan
kerjasama dan koordinasi antara 3 stakeholder kunci, yakni pemerintah, dunia
pendidikan terkait, dan partisipasi dunia usaha. Kebijakan pemerintah dalam hal ini
diarahkan untuk pembenahan dan pengembangan sarana dan prasarana,
pembenahan dan pengembangan pemasaran DTW MICE. Partisipasi dunia
pendidikan diharapkan dapat mendorong 1) ketersediaan SDM professional di
bidang MICE, 2) menjadi mitra dalam pembenahan dan pengembangan pemasaran
DTW MICE dan 3) ikut memberikan masukan dan dorongan dalam pembenahan
dan pengembangan sarana dan prasarana. Sementara parsitisipasi dunia usaha
diharapkan secara lebih nyata menjadi mitra dunia pendidikan dalam
mempersiapkan tenaga professional di bidang MICE, dan melakasanakan berbagai
event MICE berkualitas dalam rangka mendorong pengembangan pemasaran DTW
MICE di Kota Medan. Konsep pengembangan MICE lebih lanjut diilustrasikan
melalui bagan berikut ini:

Konsep Pengembangan MICE Menjadi Primemover Ekonomi

Partisipasi Stakeholders

Kebijakan Pemerintah
Pembenahan +
Pengembangan Sarana
dan Prasarana

Meningkatnya
Partisipasi Dunia Pembenahan + Kuantitas dan
Pengembangan
Peningkatan
Pendidikan Pemasaran DTW MICE
Kualitas Event Ekonomi
MICE

Ketersediaan SDM
Profesional Bidang
Partisipasi Dunia MICE
Usaha (EO, PCE, PEO,
Hotel, Restoran Dll)

SIMPULAN Sejumlah kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil kajian ini antara lain:
1) Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa pegembangan MICE di Kota
Medan sangat dipengaruhi oleh 1) dukungan kebijakan pemerintah dalam
pemberdayaan dan MICE, 2) partisipasi dunia usaha (EO, PCE, PEO, Hotel,
Restaurant, pengelola Convention) dan 3) partisipasi dunia pendidikan dalam
menyediakan sumber daya manusia professional di bidang MICE.
2) Hasil survei dan pengolahan informasi dari stakeholder industri MICE Kota
Medan, jika ditinjau berdasarkan kondisi objektif dan mempertimbangkan
RTRW yang ada, maka pengembangan kawasan pariwisata yang dapat
mendukung industry MICE Kota Medan ke depan dapat dikelompokkan menjadi
sejumlah zonasi:
Wilayah Utara (zona Utara adalah kawasan industri dan Minapolitan
(dengan daya tarik wisata bahari, perkampungan nelayan, kolam
pemancingan, danau Siombak dan lain-lain).”
Wilayah Tengah (zona tengah sebagai obyek wisata budaya, sejarah
kuliner, belanja.
Wilayah Selatan (wilayah Selatan cocok untuk pengembangan wisata agro
(contoh: kebun tanaman hias, buah-buahan, ikan hias ditambah dengan
sejumlah wisata alam untuk outbound, pemandian dan lain-lain).”
3) Berdasarkan hasil survei persepsi stakeholder. Berbagai kegiatan pariwisata
yang mendukung pengembangan MICE di Kota Medan, antara lain; wisata
bahari yang cocok dikembangkan di Medan Belawan dan Medan Labuhan.
Untuk wisata heritage baik dikembangkan di Medan Marelan, Medan Labuhan,
Medan Kota dan Medan Maimun. Medan Kota dan Medan Petisah juga sangat
cocok menjadi sentra kerajinan (handicraft), wisata belanja, meeting dan
exhibition.

DAFTAR Bappeda Kota Medan. 2011. “Grand Design Pengembangan MICE Kota Medan”.
PUSTAKA Chafid Fandeli. 2002. “Perencanaan Kepariwisataan Alam”. Jakarta.
Disbudpar Kota Medan. 2011. “Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kota
Medan”.
Drimawan, Deni. 2011. “Multi Efek dari Bisnis MICE”. Deni Drimawan’s Blog
(online). Available at: http://adproindonesia.wordpress.com/2010/06/03/multi-
effects-dari-bisnis-mice/#comments
Evelina, Lidia. 2005. “Event Organizeer Pameran”. PT Indeks. Jakarta.
Hoyle H, Leonard. 2012. “Event Marketing”. Penerbit PPM. Jakarta.
Kantor Menteri Negara dan KeseniaN. 2000. Deputy Bidang Pengembangan
Produk Pariwisata. Pedoman Usaha Jasa Meeting, Incentive, Convention and
Exhibition. Jakarta.
Kesrul. 2004. “Panduan Praktis Pramuwisata Profesional”. Graha Ilmu. Jakarta.
Kresnarini, Hesti Indah. 2011. “Potensi Industri MICE Indonesia”. Editorial.
Warta Ekspor Edisi Juli 2011.Pendit, Nyoman,S.1999. “Ilmu Pariwisata
Sebuah Pengantar”. Perdana. Jakarta.
Lawson, Fred. Congress Convention & Exhibition. Architectural Press. USA ICAA
2012, diakses 25/4/2012 http://www.iccaworld.com/dcps/doc.cfm?docid=1264
Noor, Ani. 2012. “Globalisasi industri MICE”. Penerbit Alfabeta. Jakarta.
Xiang, Jia. Program Pariwisata “MICE Belum Maksimal”. Media Tionghoa
Indonesia, diakses 16/8/2012 http://jia-xiang.biz/read/program-pariwisata-mice-
belum-maksimal

Anda mungkin juga menyukai