TENTANG FRAKTUR
Disusun oleh :
TAHUN 2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. karena berkat rahmat dan
karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bimbingan,
arahan, saran, serta bantuan yang telah diberikan untuk menjadikan makalah ini
lebih baik, kepada :
1. Pak Ns. Sudiarto, M.Kep selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II
2. Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil dan
doanya selama ini sehingga makalah ini selesai tepat waktu,
3. Semua pihak yang membantu dalam penyelesaian makalah ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………………………….i
Kata Pengantar…………………………………………….......……………….….ii
Daftar Isi……………….....……………………………………………………....iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
B. Tujuan .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
G. Pathways ................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ................................................................................................ 18
iii
B. Saran ........................................................................................................... 18
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi di istregritas tulang, penyebab
terbanyak adalah insiden kecelakaan tetapi factor lain seperti proses degenerative
juga dapat berpengaruh terhadap kejadian fraktur (Brunner & Suddarth, 2008 ).
Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress atau beban yang lebih besar dan
kemampuan tulang untuk mentolelir beban tersebut. Fraktur dapat menyebabkan
disfungsi organ tubuh atau bahkan dapat menyebabkan kecacatan atau kehilangan
fungsi ekstremitas permanen,selain itu komplikasi awal yang berupa infeksi dan
tromboemboli (emboli fraktur) juga dapat menyebabkan kematian beberapa
minggu setelah cedera, oleh karena itu radiografi sudah memastikan adanya fraktur
maka harus segera dilakukan stabilisasi atau perbaikan fraktur( Brunner & Sudart,
2002)
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang
meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami
kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan
Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan
oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul.
Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang
(3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak
1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami
fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %). (Depkes 2009) Dan menurut data depkes 2005
kalimantan timur korban fraktur akibat dari kecelakaan berkisar 10,5%, sedangkan
bedasarkan data yang diperoleh dari catatan medical record di rumah sakit islam
samarinda, data pada tahun 2012 (periode januari – juni ) didapatkan 14 kasus
fraktur, sedangkan untuk bulan juli ada 7 kasus fraktur.
1
Range of motion adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau
memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry,
2005). Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin.
Hal tersebut perlu dilakukan sedini mungkin pada klien post operasi untuk
mengembalikan kelainan fungsi klien seoptimal mungkin atau melatih klien dan
menggunakan fungsi yang masih tertinggal seoptimal mungkin.
B. Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan Ningsih,
Nurna, 2009 ; 25). Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang. (Doenges. 2000 ;
761). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Smeltzer, dkk. 2001 ; 2357).
Fraktur kruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis atau persendian
pergelangan kaki. (Muttaqin. 2008 ; 232)
B. Etiologi Fraktur
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang berlebihan pada
tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak langsung dan sering
berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang di sebabkan oleh
kendaraan bermotor (Reeves, 2001:248)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.
a. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa
misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang mengakibatkan fraktur
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat kejadian kekerasan.
c. Fraktur Patologik
4
C. Patofisiologi Fraktur
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma (Long,
1996: 356). Baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur
bemper mobil, atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak
tangan menyangga. Juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah
tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi.
(Oswari, 2000: 147).Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar
tempat patah dan ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak
juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darahketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa
sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi
sebagai jala-jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas osteoblast terangsang dan
terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan
sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati (Corwin,
2000: 299).Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan asupan
darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan,
oklusi darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya
serabut saraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & suddarth, 2002: 2287).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada
tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito,
Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
5
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi
yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya (Black, J.M, et al, 1993).
6
kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
b. Pemeriksaan Laboratorium
7
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
a. Cara Konservatif
1. Gips: Gips yang ideal adalah yang membungkus tubuh sesuai dengan
bentuk tubuh. Indikasi dilakukan pemasangan gips adalah :
c)Koreksi deformitas
d)Mengurangi aktifitas
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban dengan tali pada
ekstermitas pasien. Tempat tarikan disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah
tarikan segaris dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode pemasangan
traksi antara lain :
a. Traksi kulit (skin traction): Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam waktu 4 minggu dan beban
< 5 kg.
c. Immobilisasi
9
d. Difraksi penyakit (dengan penekanan untuk nyeri tulang sendi)
10
G. Pathways
H. Masalah Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen, edema dan cedera
pada jaringan lunak.
2. Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan
integritas tulang.
3. Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan
dengan penurunan atau interupsi aliran darah.
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuro muskuler.
5. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan primer skunder akibat trauma jaringan.
I. Intervensi Keperawatan
Menurut Doenges, et. al (2000: 763-774) fokus intervensi pada klien
fraktur adalah sebagai berikut:
Diagnosa keperawatan 1
11
Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen, edema dan cedera pada
jaringan lunak.
Hasil yang diharapkan:
1. Menyatakan nyeri hilang.
2. Menunjukkan tindakan santai: mampu berpartisipasi dalam aktivitas
/ tidur / istirahat dengan ketat.
3. Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi dan aktivitas
terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.
Intervensi:
Diagnosa Keperawatan. 2.
Risiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan kehilangan integritas
tulang.
Hasil yang diharapkan:
1. Mempertahankan stabilisasi dari posisi fraktur.
2. Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi
fraktur.
3. Menunjukkan pembentukan kalus / mulai penyatuan fraktur dengan
tepat.
Intervensi:
1. Pertahankan tirah baring / ekstremitas sesuai indikasi. Berikan sokongan
sendi diatas dan dibawah fraktur bila bergerak / membalik. Rasional :
Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi /
penyembuhan.
2. Letakkan papan dibawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat
tidur ortopedik. Rasional : Tempat tidur lembut atau lentur dapat
membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang
sudah kering atau mempengaruhi penarikan traksi.
3. Sokong fraktur dengan bantal / gulungan selimut. Pertahankan posisi
netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, papan kaki.
Rasional : Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi
yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas yang di
gips kering.
13
4. Evaluasi pembebat ekstremitas terhadap resolusi edema. Rasional :
Seiring dengan berkurangnya edema, penilaian kembali pembebat atau
penggunaan gips plester mungkin diperlukan untuk mempertahankan
kesejajaran fraktur.
Diagnosa Keperawatan. 3
Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan dengan
penurunan atau interupsi aliran darah.
Hasil yang diharapkan:
1. Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit
hangat atau kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil, dan
haluaran urin adekuat untuk situasi individu.
2. Intervensi:
3. Lepaskan perhiasan dari ekstremitas yang sakit. Rasional : Dapat
membendung sirkulasi bila terjadi edema.
4. Evaluasi adanya (kualitas) nadi perifer distal terhadap cedera melalui
palpasi. Rasiona : Penurunan atau tak adanya nadi dapat menggambarkan
cedera vaskuler.
5. Kaji aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur.
Rasional : Kembalinya warna kulit harus cepat (3-5 detik). Warna kulit
putih, menunjukkan gangguan arterial, sianosis diduga adanya gangguan
vena.
6. Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motor
atau sensasi. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri. Rasional : Gangguan
perasaan kebas, kesemutan, peningkatan atau penyebaran nyeri bila
sirkulasi pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
7. Tes sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua selaput antara ibu
jari dan jari kedua dan kaji kemampuan dorsofleksi ibu jari bila di
indikasikan. Rasional : Panjang dan posisi saraf perineal meningkatkan
risiko cedera pada fraktur kaki, edema / sindrom kompartemen,
malposisi alat traksi.
14
8. Kaji jaringan disekitar akhir gips, selidiki keluhan rasa terbakar di bawah
gips. Rasional : Faktor ini disebabkan atau mengindikasikan jaringan
iskemia, menimbulkan kerusakan / nekrosis.
9. Pertahankan peninggian ekstremitas yang cedera kecuali
dikontraindikasikan. Rasional : Meningkatkan drainase vena /
menurunkan edema.
10. Kaji keseluruhan panjang ekstremitas untuk pembengkakan /
pembentukan edema. Rasional : Peningkatan lingkar ekstremitas yang
cedera menandakan edema jaringan tetapi dapat juga perdarahan.
11. Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba (contoh penurunan suhu kulit
dan peningkatan nyeri). Rasional : Dislokasi fraktur sendi (terutama
lutut) dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan dan
berakibat hilangnya aliran darah ke distal.
12. Awasi tanda vital. Perhatikan tanda pucat / sianosis umum, kulit dingin,
perubahan mental. Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan
mempengaruhi sistem perfusi jaringan.
13. Awasi hemoglobin / hematokrit, pemeriksaan faktor koagulasi darah
(contoh protrombin). Rasional : Membantu dalam kalkulasi kehilangan
darah dan membutuhkan keektifan terapi penggantian.
Diagnosa Keperawatan. 4.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuro
muskuler.
Hasil yang diharapkan:
1. Meningkatkan / mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi
yang mungkin.
2. Mempertahankan posisi fungsional.
3. Meningkatkan kekuatan / fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian
tubuh.
4. Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktifitas.
5. Intervensi:
15
6. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh pengobatan (terapi restriktif)
dan perhatikan persepsi klien terhadap imobilisasi. Rasional : Pasien
mungkin dibatasi oleh persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual,
memerlukan informasi / intervensi untuk meningkatkan kemajuan
kesehatan.
7. Dorong partisipasi dalam akatifitas terapeutik / rekreasi. Pertahankan
rangsang lingkungan seperti koran, TV, radio, barang pribadi, kalender
dll. Rasional : Memberi kesempatan untuk mengeluarkan energi,
memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol diri dan
membantu menurunkan isolasi sosial.
8. Instruksikan pasien untuk / bantu dalam rentang gerak pasien, pasif untuk
ekstremitas yang sakit dan aktif untuk ekstremitas yang sehat. Rasional :
Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus
otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktur / atrofi dan
resorbsi kalsium karena tak digunakan.
9. Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dari tungkai yang tidak
sakit.Rasional : Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau
menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan
massa otot.Dorong / bantu perawatan diri / kebersihan. Rasional :
Meningkatkan kekuatan dan sirkulasi, meningkatkan kontrol pasien
dalam situasi dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
10. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk latihan batuk dan nafas
dalam. Rasional : Mencegah / menurunkan insiden komplikasi kulit /
pernafasan.
11. Konsul ahli terapi fisik / okupasi dan / atau rehabilitasi spesialis.
Rasional : Berguna dalam membuat aktivitas iindividual / program
latihan.
Diagnosa Keperawatan. 5
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer skunder akibat trauma jaringan.
16
Hasil yang diharapkan:
1. Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau
eritema dan demam.
2. Intervensi:
3. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas. Rasional :
Pen atau kawat tidak dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi,
kemerahan atau abrasi.
4. Kaji kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri / rasa terbakar atau
adanya edema, eritema, drainase dan bau tak enak. Rasional : Dapat
mengindikasikan timbulnya infeksi lokal /nekrosis jaringan yang dapat
menimbulkan osteomielitis.
5. Observasi luka untuk pembentukan bula, krepitasi, perubahan warna
kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak / asam. Rasional : Tanda
perkiraan gas gangren.
6. Kaji tonus otot, refleks tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional:Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang, dan disfagia
menunjukkan terjadinya tetanus.
7. Berikan obat-obatan sesuai indikasi: antibiotik dan tetanus toksoid.
Rasional : Dapat diberikan sebagai profilaksis.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Lukman dan Ningsih,
Nurna, 2009 ; 25)
Penyebab patah tulang paling sering di sebabkan oleh trauma terutama pada
anak-anak, apabila tulang melemah atau tekanan ringan.
B. Saran
Dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, jadi penulis mengharapkan
kritik dan saran dari para pembaca. Pembahasan dalam makalah ini (Fraktur)
merupakan masalah yang sering terjadi di kehidupan masyarakat, oleh karena itu
penulis menyarankan agar para pembaca memahami tentang isi makalah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya
Medika, Jakarta,2015.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta 2013.
19