Imunologi
Imunologi
Rabies di
Indonesia pertama kali ditemukan pada hewan ternak. Rabies menjangkiti
kerbau dan gejalanya ditemukan oleh J.W. Esser pada tahun 1884. Pada tahun
1889, Penning menulis laporan tentang adanya gejala rabies pada anjing.
Sedangkan rabiespada manusia pertama kali ditemukan oleh E.V. de Haan pada
tahun 1894. ketiga kasus tersebut ditemukan di Jawa Barat. Sebelum Perang
Dunia II, selain Jawa Barat rabies hanya ditemukan di Sumatera Utara dan
Sulawesi Selatan. Pada kurun waktu tahun 1945-1980, rabies ditemukan di
Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tahun 1953, Sulawesi Utara tahun 1956,
Sumatera Selatan tahun 1959, Lampung tahun1969, Aceh tahun 1970, Jambi
dan Yogyakarta pada tahun 1971, Jakarta dan Bengkulu tahun 1972,
Kalimantan Timur tahun 1974, Riau tahun 1975, Kalimantan Tengah tahun
1980, Kalimantan Selatan tahun 1983, dan Pulau Flores, NTT tahun 1997.
Penyebaran penyakit ini disinyalir akibat masa inkubasi rabies yang cukup
lama. Sehingga seseorang bisa saja membawa anjing yang diduga sehat dari
daerah yang tertular rabies ke daerah yang masih bebas. Pola seperti inilah yang
menyebabkan rabies menyebar dari satu daerah ke daerah lain.
Rabies pada manusia telah menimbulkan banyak korban. Dari tahun 1977
hingga 1978, sebelas provinsi mencatat 142 kasus rabies pada manusia. Selama
periode 1979 sampai dengan 1983, telah dilaporkan 298 kasus rabies dengan
rata-rata 60 kasus per tahun. Penyebaran daerah rabies terus berjalan. Pada
kurun 1990-an, kejadian di Pulau Sumatera per tahun tidak kurang dari 1000
kasus hewan ditemukanmenderita rabies.
A. HIV
Virus HIV dan penyakit AIDS merupakan satu jenis penyakit yang sangat
ditakuti dunia saat ini. Itu karena belum ditemukan obatnya. Sejauh ini baru
ditemukan obat untuk memperlambat daya kerja virus dan penyakit ini. Tetapi,
penyembuhan secara tuntas belum ditemukan obatnya.
Setelah kebingungannya terhadap masa depan apa yang akan ia jalani, antara
dunia kedokteran atau biomedis, ia akhirnya memilih untuk memasuki Faculty
of Sciences pada tahun 1966, University of Paris.
Menjelang akhir pendidikannya, ia mencari laboratorium untuk mendapatkan
pengalaman. Setelah beberapa bulan pencariannya tidak menelurkan hasil,
akhirnya seorang teman mengenalkannya pada sebuah grup yang bekerja dalam
laboratorium.
Pada tahun 1982, Luc Montagnier, seorang ilmuwan, dihubungi oleh seorang
ahli virologi asal Perancis. Ahli virologi tersebut bekerja sama dengan Will
Rozenbaum, seorang klinisi yang menyadari adanya epidemiologi penyakit
baru yang menyerang orang-orang.
Pada bulan desember 1982, diadakanlah pertemuan antara klinisi, grup tempat
Barré-Sinoussi bekerja, dan Willy Rozenbaum. Berdasarkan observasi klinis,
penyakit ini menyerang sel imun, namun turunnya kadar limfosit CD4 (sel
pertahanan tubuh) sangat menghambat isolasi virus dari sel-sel yang jarang
pada pasien dengan AIDS.
Setelah menunggu isolasi limfosit dari biopsi kelenjar getah bening pasien, sel-
sel itu dites untuk aktivitas reverse trancriptase.
Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-
Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah
menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia.
AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa
pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-
anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga
memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber
daya manusia di sana.
Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai
penyakit kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang
sebelumnya, diketahui hanya disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae,
hingga ditemukan bakteri Mycobacterium lepromatosis oleh Universitas Texas
pada tahun 2008. Yang menyebabkan endemik sejenis kusta di Meksiko dan
Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse lepromatous leprosy.
Sedangkan bakteri Mycobacterium leprae ditemukan oleh seorang ilmuwan
Norwegia bernama Gerhard Henrik Armauer Hansen pada tahun 1873 sebagai
patogen yang menyebabkan penyakit yang telah lama dikenal sebagai lepra.
Saat ini penyakit lepra lebih disebut sebagai penyakit Hansen, bukan hanya
untuk menghargai jerih payah penemunya. Melainkan juga karena kata leprosy
dan leper mempunyai konotasi yang begitu negatif, sehingga penamaan yang
netral lebih diterapkan untuk mengurangi stigma sosial yang tak seharusnya
diderita oleh pasien kusta
Bukti pertama kali penyakit Kusta ini menjangkit manusia dari hasil penelitian
sebuah kerangka berumur 4.000 tahun yang ditemukan di India memiliki bukti
arkeologis paling awal kusta. Sebuah studi baru melaporkan. Temuan, rinci
pada 27 Mei jurnal online PLoS ONE, juga merupakan bukti pertama untuk
penyakit pada prasejarah India dan menyoroti bagaimana penyakit mungkin
telah menyebar dalam sejarah manusia awal.
Padahal tidak ada lagi ancaman kesehatan publik yang signifikan di sebagian
besar belahan dunia, kusta masih menjadi salah satu penyakit menular yang
paling sedikit dipahami. Studi dari gen bakteri ini, rinci pada Isu Jurnal Science
di tahun 2005, telah menyarankan dua asal usul penyakit kusta ini, Satu
berpendapat penyakit ini mungkin berasal di Afrika selama masa Late
Pleistocene dan kemudian menyebar dari Afrika saat setelah 40.000 tahun yang
lalu, ketika kepadatan populasi manusia yang kecil. Penelitian yang lain
menunjukkan penyakit ini bermigrasi dari india saat pengembangan pusat pusat
kota besar.
Gwen Robbins, dari Appalachian State University dan salah satu anggota tim
yang mempelajari kerangka, saat ini sedang mencoba untuk mengekstrak DNA
kuno dari kerangka untuk menentukan apakah strain M. leprae menginfeksi
individu dari Balathal mirip dengan strain umum di Afrika, Asia dan Eropa hari
ini. Setiap bukti DNA akan membantu memperjelas jalur perjalanan penyakit
di seluruh dunia.
kerangka saat ini sekarang bertempat di Deccan Tinggi Pasca Sarjana Research
Institute di Pune, India.
Penelitian ini didanai oleh American Institute of Studies India, George Franklin
Dales Foundation, Fulbright, dan University of Oregon Graduate School.
C. KATARAK
Katarak merupakan salah satu penyakit tertua di dunia. Bukti adanya penyakit
tersebut tergambarkan pada sebuah patung kayu Mesir yang berasal dari tahun
2457 S.M yang menggambarkan seorang pendeta yang sedang membaca. Pada
patung tersebut ada lapisan putih yang diukirkan pada mata kiri patung, yang
menggambarkan katarak.
Kata katarak berasal dari bahasa Latin ‘cataracta’, yang artinya air terjun.
Sebutan itu diberikan karena mata penderita katarak berwarna putih kelabu
seperti air terjun yang mengalir deras.
Operasi katarak juga diketahui sebagai operasi tertua di dunia. Beberapa ukiran
pada dinding kuil dan makam raja-raja kuno Mesir menggambarkan alat-alat
yang dipakai dalam operasi katarak. Catatan detail mengenai prosedur operasi
katarak sendiri terrekam sejarah sejak abad ke 5 SM. Sebuah jurnal berbahasa
Sansekerta yang ditulis oleh Maharesi Sushutra, ahli bedah India kuno,
menjelaskan mengenai operasi katarak dengan teknik couching.
Teknik itu adalah mengoperasi katarak dengan memindahkan lensa mata yang
terkena katarak ke lokasi ke posisi lain. Teknik ini bisa membuat pasien
kembali melihat, namun pandangan tetap buram karena posisi lensa mata yang
salah.
Selain itu, prosedur ini juga pernah dilakukan di Cina pada abad ke 2 SM.
Sedangkan dunia Barat menerapkan teknik ini pada tahun 29 SM, seperti
disebutkan oleh Aulus Cornelius Celsus dalam tulisan De Medicinae.
Baru pada abad ke 10 Masehi, mulai ditemukan cara yang lebih aman dalam
operasi katarak. Seorang dokter Persia bernama Muhammad bin Zakariya al-
Razi mengaplikasikan teknik operasi katarak melalui penyedotan katarak. Ia
menggunakan jarum suntik berongga untuk menghisap katarak. Al-Razi
menyebutkan bahwa jarum itu sendiri sudah ditemukan sejak abad ke 2 Masehi
oleh dokter Yunani, Anthyllus.
Operasi katarak era modern ditandai oleh penemuan metode operasi katarak
oleh Jacques Daviel, seorang dokter dari Paris pada tahun 1748. Tidak seperti
metode pada masa kuno sebelumnya, metode yang dilakukan oleh Daviel ini
benar-benar mengangkat katarak dari lensa mata. Kemudian, baru pada tahun
1940-an mulai ditemukan cara memasang lensa buatan pada pasien katarak.
Metode tersebut ditemukan oleh dokter mata asal Inggris, Sir Nicholas Harold
Lloyd Ridley pada tahun 1949.
Meski teknik ini sudah cukup lama dikenal, baru sedikit dokter spesialis mata
di Indonesia yang menguasai teknik ini. Salah satunya adalah dr. Erry
Dewanto, dokter spesialis mata asal Surabaya. “Teknik ini sangat aman apabila
dilakukan oleh dokter mata yang sudah ahli. Dari studi American
Ophtalmology pada tahun 2006, tingkat keberhasilan operasi katarak dengan
metode fakoemulsifikasi mencapai 92%,” jelasnya. | American Academy of
Ophthalmology
D. CAMPAK
Muhammad Ibn Zakariyya al-Razi atau dalam bahasa Latin dikenal sebagai
Rhazes, dilahirkan di Kota al- Ray dekat Teheran pada 865 M atau 251 H.
Karya tulis bidang kedokterannya memiliki pengaruh besar di dunia Islam dan
juga Eropa pada abad pertengahan. Selama hidupnya al-Razi menyusun lebih
dari 200 buku yang terkait dengan pengobatan, farmasi, filosofi, dan musik.
Dia adalah dokter atau tabib pertama dalam sejarah yang mendeskripsikan
secara detail gejala dan tanda-tanda dari cacar air (small pox) dan campak
(measles) berdasarkan pemeriksaan klinis. Ia juga orang pertama yang
membedakan antara dua jenis penyakit ini, saat ini dikenal dengan perbedaan
diagnosis.
Al-Razi mampu mendeskrispsikan setiap penyakit secara detail dan terpisah
tidak seperti ilmuwan Arab dan Yunani sebelumnya yang menganggap cacar
air dan campak adalah satu jenis penyakit. Kedua penyakit ini sangat nyata
dijelaskan dalam bukunya Kitab al-Jadari wa ‘l-Hasba atau terjemahannya
Cacar Air dan Campak. Naskah buku ini disimpan di Perpustakaan Universitas
Leiden, Belanda.