Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Kebutuhan Eliminasi


1.1 Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Eleminasi
merupakan pengeluaran racun atau produk limbah dari dalam tubuh.
Gangguan eleminasi urine adalah keadaan ketika seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eleminasi urine (Lynda Juall
Carpenitro-Moyet, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 13, hal 582, 2010).
Gangguan eleminasi urine merupakan suatu kehilangan urine involunter
yang dikaitkan dengan distensi berlebih pada kandung kemih (Nanda
International, Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 271, 2011).
Gangguan eleminasi fekal adalah penurunan pada frekuensi normal
defekasi yang disertai oleh kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/
atau pengelaran feses yang keras, kering dan banyak (Nanda International,
Diagnosis Keperawatan 2012-2014, hal 281, 2011)
1.2 Fisiologi system / fungsi normal Eliminasi

Fisiologi Defekasi Rektum biasanya kosong sampai menjelang defekasi.


Seorang yang mempunyai kebiasaan teratur akan merasa kebutuhan membung air
besar kira-kira pada waktu yang sama setiap hari. Hal ini disebabkan oleh refleks
gastro-kolika yang biasanya bekerja sesudah makan pagi. Setelah makanan ini
mencapai lambung dan setelah pencernaan dimulai maka peristaltik di dalam usus
terangsang, merambat ke kolon,dan sisa makanan dari hari kemarinnya, yang
waktu malam mencapai sekum mulai bergerak. Isi kolon pelvis masuk ke dalam
rektum, serentak peristaltik keras terjadi di dalam kolon dan terjadi perasaan di
daerah perineum. Tekanan intra-abdominalbertambah dengan penutupan glottis
dan kontraksi diafragma dan otot abdominal,sfinkter anus mengendor dan
kerjanya berakhir (Pearce, 2002).
Fisiologi Miksi Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal,ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi
dari dua langkah utama yaitu :Kandung kemih secara progresif terisi sampai
tegangan di dindingnya meningkatdiatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflekssaraf yang disebut refleks miksi
(refleks berkemih) yang berusaha mengosongkankandung kemih atau jika ini
gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akankeinginan untuk berkemih.
1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi system Eliminasi
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi antara lain:
1) Umur
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya.Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskularberkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasa juga mengalamiperubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Diantaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot poloscolon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan
mengerasnya(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot
perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan
lambung. Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol
terhadap muskulus spinkter ani yang dapat berdampak pada proses
defekasi
2) Diet
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk memperbesar
volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada gangguan pencernaan, di
beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu
keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama
setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon fisiologi pada
pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas peristaltik di colon.
3) Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang
berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi
air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon. Dampaknya chyme
menjadi lebih kering dari normal,menghasilkan feses yang keras.
Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan
chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan
dari chyme.
1.4 Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada system eliminasi
a. Masalah dalam eliminasi urin:

1) Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan


ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
2) Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot
sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
3) Enuresis, Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam
hari (nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
4) Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5) Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
b. Masalah eliminasi fekal:
1) Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya
frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan
mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini
terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air
diserap.
2) Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction
berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
3) Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi
di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4) Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB
dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya
disertai dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler,
trauma spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu
secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara
fisik. Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5) Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh
bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
6) Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa
internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat
terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi
infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-
kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri.
Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
II. Rencana Asuhan keperawatan dengan gangguan eliminasi
2.1 Pengkajian
a. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat menentukan
pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu gambaran feses
normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan mengumpulkan informasi
tentang beberapa masalah yang pernah terjadi berhubungan dengan eliminasi,
adanya ostomy dan faktor-faktor yang mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:

1) Pola eliminasi
2) Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
3) Masalah eliminasi
4) Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti: penggunaan alat bantu, diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah
peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi,
bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan USG
2) Pemeriksaan foto rontgen
3) Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Diagnosa 1: Gangguan eliminasi urin
Definisi: Pengosongan kandung kemih tidak komplit
Batasan karakteristik:
1) Tidak ada haluaran urine
2) Distensi kandung kemih
3) Menetes
4) Disuria
5) Sering berkemih
6) Inkotinensia aliran berlebih
7) Residu urine
8) Sensasi kandung kemih penuh
9) Berkemih sedikit
Faktor yang berhubungan
1) Sumbatan
2) Tekanan ureter tinggi
3) Inhibisi arkus refleks
4) Sfingter kuat
b. Diagnosa 2: Gangguan eliminasi fekal
Definisi: Penurunan pada frekuensi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses dan/ atau pengeluaran feses
yang keras, kering, dan banyak.
Batasan karakteristik:
1) Nyeri abdomen
2) Nyeri tekan abdomen dengan teraba resistensi otot.
3) Nyeri tekan abdomen tanpa teraba resistensi otot.
4) Anoreksia
5) Penampilan tidak khas pada lansia (misal, perubahan pada status mental,
inkontinensia urinarius, jatuh yang tidak ada penyebabnya, peningkatan
suhu tubuh
6) Borborigmi
7) Darah merah pada feses.
8) Perubahan pada pola defekasi
9) Penurunan frekuensi.
Faktor yang berhubungan:
Fungsional
1) Kelemahan otot abdomen
2) Kebiasaan mengabaikan dorongan defekasi
3) Ketidakadekuatan toileting (misal, batasan waktu, posisi untuk defekasi,
privasi).
4) Kurang aktivitas fisik.
5) Kebiasaan defekasi tidak teratur.
6) Perubahan lingkungan saat ini.
Psikologis
1) Depresi.
2) Stres emosi.
3) Konfusi mental.
Fisiologis
1) Perubahan pola makan
2) Perubahan makanan
3) Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
4) Dehidrasi
5) Ketidakadekutan gigi geligi
6) Ketidakadekuatan higiene oral
7) Asupan serat tidak cukup
8) Asupan cairan tidak cukup
9) Kebiasaan makan buruk
2.3 Perencanaan
a. Diagnosa 1: Gangguan eliminasi urin
NOC:
1) Urinary elimination
2) Urinary contiunence
Kriteria hasil:
1) Kandung kemih kosong secara penuh
2) Tidak ada residu urine >100-200cc
3) Intake cairan dalam rentang normal
4) Bebas dari ISK
5) Tidak ada spasme bladder
6) Balance cairan seimbang
NIC:
1) Monitor intake dan output
2) Monitor penggunaan obat antikolinergik
3) Monitor derajat distensi bladder
4) Instruksikan pada pasien dan keluarga untuk mencatat output urine
5) Sediakan privacy untuk eliminasi
6) Stimulasi reflek bladder dengan kompres dingin pada abdomen.
7) Kateterisaai jika perlu
8) Monitor tanda dan gejala ISK (panas, hematuria, perubahan bau dan
konsistensi urine)
b. Diagnosa 2: Gangguan eliminasi fekal
NOC:
1) Bowel elimination
Kriteria hasil:
1) Buang air besar / BAB dengan konsistensi lembek
2) Pasien menyatakan mampu mengontrol pola BAB
3) Mempertahankan pola eliminasi usus tanpa ileus
NIC:
1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
2) Monitor frekuensi, warna, dan konsistensi.
3) Anjurkan pada pasien untuk makan buah-buahan dan serat tinggidengan
konsultasi bagian gizi.
4) Mobilisasi bertahap
5) Kolaborasikan dengantenaga medis mengenai pemberian laksatif, enema
dan pengobatan
6) Berikan pendidikan kesehatan tentang : kebiasaan diet, cairan dan
makanan yang mengandung gas, aktivitas dan kebiasaan BAB
7) Intruksikan agar pasien tidak mengejan saat defekasi
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2013 Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta


Nurarif H.A & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatn Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda NIC NOC.Jogjakarta: MediAction.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. Penerbit Kedokteran EGC:
Jakarta.
Potter &Perry.2010.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 2.Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.

Anda mungkin juga menyukai