Anda di halaman 1dari 5

The Egyptian Journal of Hospital Medicine (January 2018) Vol.

70 (3), Page 409-413

409 Received: 15/10/2017 DOI: 10.12816/0043478 Accepted: 25/10/2017

Emergency Airway Management in Neck Trauma


Ebtesam Eissa Ali Madkhali1, Sakinah Ali Albati2, Halah Foud Ahmad3,
Soud Mohammad Alzhrani3, Asmaa Yaseen Nassir4, Bassam Mohammed Oudah Albalawi5, Anas
Saleh Heji2, Ali Ghalib Alhashim6, Anas Abdullrahman Alarfaj7,
Amnah Hassan Mansour Alsaffar8, Mohammed Ghazi Alharbi9,
Batool Mohammed Alsadah10, Omar Khalid Alghamdi5, Talal Mislat Alotaibi11
1 Jazan University, 2 Umm Alqura University, 3 King Abdulaziz University, 4 Ibn Sina National College,
5 Imam Mohammed Bin Saud University, 6 Imam Faisal Bin Abdulrahman University, 7 King Faisal
University, 8 Maternity And Children Hospital – Dammam, 9 Hera General Hospital, 10 Royal College
Of Surgeons In Ireland (RCSI), 11 Majmaah University
Corresponding Author: Ebtesam Eissa Ali Madkhaliebtesam.madkhali@hotmail.com - 0599086554

ABSTRAK
Manajemen saluran napas pada pasien yang mengalami trauma langsung pada saluran napas merupakan tantangan
yang paling banyak bagi dokter kegawat daruratan. Cedera tumpul atau tembus ke kepala, oropharynx, leher atau
dada bagian atas dapat menyebabkan obstruksi jalan napas segera atau tertunda.menejemen jalan nafas defenitif
yang segera diperlukan ketika pasien tidak mendapatkan oksigenasi yang cukup. Manajemen saluran napas
emergensi atau mendesak ditentukan ketika seorang pasien mengalami distres pernapasan atau ketika gejala
berkembang dengan cepat. Selain itu, manajemen jalan napas sering diindikasikan ketika pasien tampak stabil secara
klinis, tetapi klinisi mengantisipasi penurunan klinis (mis. menghirup asap, edema, udara subkutan, hematoma) atau
merasa bahwa saluran udara yang tidak terlindungi memberikan risiko kepada pasien yang membutuhkan
transportasi ke fasilitas lain atau ke radiologi untuk studi diagnostik yang intensif. Tingginya tingkat kerumitan
menejemen jalan napas mengharusakan dokter harus siap untuk menggunakan teknik saluran napas yang canggih,
termasuk pembedahan jalan napas.

Kata kunci: trauma leher, Penetrasi, Manajemen, Departemen Darurat

Pemahaman yang baik tentang hubungan antara anatomi leher dan mekanisme cedera sangat penting untuk
merancang diagnostik yang rasional dan strategi terapeutik. Dengan leher yang dilindungi oleh tulang bagian
posterior, kepala bagian atas, dada bagian bawah, anterior (laring dan trakea) dan daerah lateral yang paling mudah
mengalami trauma [1]. Beberapa keadaan darurat merupakan tantangan besar pada kasus trauma leher. Karena
banyak sistem organ (mis., saluran napas, pembuluh darah, neurologis, gastrointestinal) yang dapat terlibat, satu
luka tembus mampu memberikan kerusakan yang cukup besar. Terlebih lagi, sepertinya Luka yang tidak berbahaya
mungkin tidak menunjukkan tanda yang jelas atau gejala, dan cedera yang berpotensi mematikan bisa mudah
diabaikan.
Luka leher dapat menyebabkan laserasi pembuluh darah utama sehingga berpotensi menyebabkan syok
hemoragik. Cedera arteri ekstracranial pada brachiocephalica, carotica communis, dan arteri vertebralis dapat
menyebabkan defisit neurologis yang besar. Oklusi saluran napas dan pendarahan dapat menyebabkan kematian
yang segera. Di mulai ketika Ambroise Pare berhasil mengobati cedera leher pada 1552, perdebatan terus berlanjut
tentang pendekatan terbaik untuk penanganan terbaik pada trauma leher. Leher dibagi menjadi beberapa zona
anatomi untuk membantu dalam evaluasi cedera leher. Foto di bawah ini menggambarkan zona leher. Pada
akhirnya, tujuan manajemen saluran napas adalah mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat dan
perlindungan saluran napas. prioritas utama adalah pasien yang mengalami trauma leher akut dan terdiri dari
evaluasi dan apabila dibutuhkan melakukan beberapa tenik dan peragkat. Dalam beberapa trauma jalan napas, hal ini
meliputi jaringan sekitar trauma, antisipasi fungsi saluran napas, perencanaan dan menejemen tindakan perlu
diingat potensi eksaserbasi saluran napas yang ada atau cedera lain dengan strategi yang dimaksud. Hal ini juga
melibatkan prediksi dan pencegahan perkembangan kegawatan saluran napas atau jaringan sekitarnya dengan
meningkatkan saluran napas. Meskipun dengan modifikasi tertentu, American Society of Anesthesiologists (ASA)
Algoritma jalan nafas yang sulit dapat diterapkan pada berbagai masalah pernapasan akibat trauma, mungkin tidak
berlaku dalam beberapa skenario klinis. Untuk Misalnya, pembatalan manajemen saluran napas saat Kesulitan
muncul mungkin bukan pilihan dalam penanganan trauma akut. Demikian juga, intubasi atau pembedahan saluran
napas merupakan pilihan yang baik di sesuaikan dengan keadaan yang ada. Terdapat pada Modifikasi ASA untuk
trauma saluran napas yang sulit pada jenis-jenis kasus trauma yang sulit.

Trauma tumpul
Trauma tumpul pada leher umumnya karena kecelakaan kendaraan bermotor tetapi dapat pula dikarenakan cedera
terkait olahraga (mis, mencekik, pukulan dari tinju atau kaki, dan manipulasi ekstrim (yaitu, operasi manual apa pun
seperti perawatan kiropraktik atau reposisi tulang belakang). pada kecelakaan kendaraan bermotor di mana
pengemudi tidak menggunakan sabuk pengaman, apabila dalam keadaan bahaya pengemudi akan terdorong kedepan
secara mendadak dan leher akan tertarik ke arah depan dan mengenai kemudi. Trauma tumpul dapat merusak
pembuluh darah melalui banyak mekanisme. Kekuatan langsung bisa memotong pembuluh darah. hiperekstensi
tulang belakang leher menyebabkan distensi dan peregangan arteri dan vena, menciptakan cedera geser dan
selanjutnya trombosis. Trauma intraoral dapat menyebar ke pasokan darah serebral. Pecahnya tengkorak Basilar
dapat mengganggu bagian intrapetrous dari arteri karotis. Dampak terhadap aspek anterior leher dapat
menghancurkan laring atau trakea, terutama pada cincin krikoid, dan kompresi esofagus terhadap kolom tulang
belakang posterior. Peningkatan tajam tekanan intratrakeal akibat glotis yang tertutup (mis. Penggunaan sabuk
pengaman yang tidak sesuai), luka memar (mis, tali jemuran), atau aksi akselerasi-deselerasi cepat menyebabkan
kerusakan trakea.
strangulasi karena menggantung (separuh atau mengakhiri suspensi tubuh dari leher, ditemukan di anak-
anak ketika leher anak ditarik dan beban tubuh menebabkan regangan leher yang berlebih).
Trauma tajam
Sekitar 95% luka tembus dikarenakan senjata dan pisau, dan sebagian kecil dikarenakan kecelakaan
kendaraan bermotor dan kecelakaan industri. Biasanya, orang-orang menderita luka tembak (GSW) menyebabkan
kerusakan yang lebih besar dibandingkan dengan luka tikam karena kecenderungan peluru untuk menembus lebih
dalam dan menyebabkan kavitasi, sehingga melukai struktur yang terletak di sekitar peluru. Luka vaskular 75 %
membutuhkan penanganan pembedahan. Kerusakan pembuluh darah bisa demikian juga terjadi karena tekanan luar.
Trombosis merupakan kerusakan vena yang sangat sulit ditangani, terjadi pada 25- 40% pasien. Bagian
dalam vena jugularis (9%) dan koridor karotis (7%) adalah daerah yang paling bayak mengalami luka. Kerusakan
pada faring atau tenggorokan terjadi pada 5-15% dari kasus. Laring atau trakea sekitar 4-12% kasus. Kerusakan
saraf terjadi di 3-8% pasien yang mendukung cedera leher. Evaluasi trauma leher tembus lebih membutuhkan
intervensi bedah dan merujuk pasien ke pusat trauma di mana perawatan tersebut tersedia. Pastikan mengacuh pada
Peraturan EMTALA. Prosedur perujukan pasien harus berdasarkan bahwa pasien membutuhkan perawatan khusus
untuk meningkatkan kemungkinan keselamatan pasien.

Gejala dan tanda


Table 1. gejala dan Signs of spinal cord
tanda trauma leher or brachial plexus
pada laryngeal atau injury
tracheal [15-18]
Perubahan suara Penurunan
kemampuan lengan
atas
Batuk darah Quadriplegia
mengorok Reflex patologik
Meneteskan air liur Brown-Séquard
syndrome
Suara mendesis, buih Priapism and loss of
atau gelembung the bulbocavernous
udara sekitar trauma reflex
Subcutaneous Menurunnya bunyi
emphysema and/or flatus
crepitus
Suara serak Retensi urin,
inkontinensia alfi, dan
ileus paralitik
Dyspnea Horner syndrome
Distorsio of the Syok neurologik
normal anatomic
appearance
Nyeri pada perabaan Hypoxia and
hypoventilation
Nyeri saat menggerakkan lidah
Crepitus: Noteworthy in only one third of
cases
Signs of esophageal Signs of carotid
and pharyngeal artery injury [7]
injury [19, 20]
Dysphagia Penurunan kesadaran
Saliva bercampur Contralateral
darah hemiparesis
Luka pada leehr perdarahan
yang tampak
menghisap
Terdapat darah pada Hematoma
aspirasi nasogastrik
Nyeri pada leher Nyeri pada penekanan
trakea
Resistance of neck Thrill
with passive motion
testing
Crepitus Bruit
Perdarahan dari Penurunan pulsasi
mulut atau pipa
nasogastrik

Manajemen Airway
Perawatan pasien dengan Trauma leher dimulai dengan evaluasi dan stabilisasi dari ABC, dimulai
dengan jalan nafas lebih dulu. sikap menunggu dan melihat hanya mengundang bahaya. Perencanaan penanganan
yang baik didasarkan pada keahlian staf yang tersedia, peralatan yang ada, kondisi klinis pasien, dan ketersediaan
segala faslitas yang dibutuhkan dalam menghadapi kasus trauma leher. Kerjasama antar sesama petugas medis
sangat menentukan, terutama obat-obatan emergency, operasi, dan anestesiologi. Pasien yang sedang dilakukan
intubasi dapat saja mengalami kegawatan karena terdapat vena yang rusak sehingga terjadi edema yang cepat
sehingga sebelum melakukan intubasi, bersihkan mulut dengan jari-jari atau pengisapan manual. Bebaskan oklusi
yang disebabkan oleh lidah dengan jaw trust, jangan dengan head-till-chin lift pada pasien yang diduga mengalami
trauma cervical. Intubasi orotracheal dilakukan pada pasien dengan tanda-tanda kegagalan pernapasan akut yang
membahayakan, seperti napas berisik yang jelas, mengalami kegagalan sirkulasi, muntah, atau sekresi tubuh lainnya,
deviasi trakea atau adanya udara subkutan besar. Pilihan teknik tergantung pada keahliannya staf yang ada dan
kemampuan untuk terapkan prosedur bedah jalan napas. Meskipun ada kekhawatiran saat melakukan intubasi dapat
terjadi obstruksi jalan napas total, tetapi hal ini bisa disingkirkan apabila yang melakukan intubasi adalah tenaga
yang terampil. Yang perlu diperhatikan kemungkinan trauma laring sebelum melakukan intubasi. Apabila terjadi
kecurigaan tinggi terjadi trauma laring tidak disarankan untuk dilakukannya intubasi karena dapat menyebabkan hal
yang lebih fatal bahkan terputusnya laring dan hal ini akan memperburuk keadaan pasien sehingga dalam kasus ini
tindakan pembedahan lebih di utamakan .Alternatif metode untuk mengamankan jalan napas terdiri dari intubasi
fiberoptik, gum elastic bougie, intubasi transtrakeal perkutan, dan wire-guided intubasi retrograd. Intubasi fiberoptik
adalah strategi yang masuk akal, terutama untuk pasien yang telah mendapatkan perawatan cedera cervical. Intubasi
transtrakeal perkutan, juga disebut sebagai ventilasi translaryngeal, adalah metode yang cukup mendasar di mana
jarum tertanam melalui film krikotiroid dan bergabung dengan menggunakan konektor Y untuk suplai oksigen tidak
kurang dari 50 psi. Metode ini merupakan kontraindikasi ketika transeksi trakea atau membahayakan ligamen
krikoid atau laring. Barotrauma dapat terjadi pada ventilasi perkutan. Intubasi trakea retrograde adalah obtrusif
metodologi yang mungkin dapat dilakukan ketika kehilangan volume darah atau mengalirkan sumbatan fiberoptik
atau ketika pengembangan leher sebaiknya dibatasi.

pernafasan
tanda dan gejala dari gangguan pernapasan harus di pertimbangkan terjadinya hemothorax atau pneumothorax.
Kerusakan Zone I dapat merusak rongga dada. Distress ventilasi yang menetap ketika melakukan intubasi yang lama
dapat menyebabkan tention pneumothorax, yang membutuhkan jarum dekompresi dan penempatan tabung dada.
Pemblokiran dari cabang trakeobronkial, baik dikrenakan benda asing atau iatrogenik, adalah penyebab lain bahaya
ventilasi.

Sirkulasi
Kontrol perdarahan yang berasal dari trauma leher dengan tekanan langsung. perhatikan clamp
transected vessel yang dapat menyebabkan cedera di sekitarnya struktur atau sepanjang daerah pembuluh yang
mungkin terjadi. Jangan pernah memeriksa dan menelusuri secara lokal luka-luka ini di UGD karena tindakan ini
mungkin menyebabkan emboli udara atau mengeluarkan gumpalan dan memprovokasi perdarahan. Jangan
hilangkan objek menonjol dari leher di ED. Perhatikan aliran cairan intravena. Posisikan pasien dalam Posisi
Trendelenburg untuk menurunkan resiko emboli udara. gunakan kateter Foley ke dalam luka. Misalnya, untuk zona
I luka, geser dalam kateter Foley menuju lubang pleura, dan setelah itu kembangkan balon. pada pharinx, Cedera ini
bisa terjadi membutuhkan krikotiroidotomi sebagai prosedur segera.

KESIMPULAN
mempertahankan jalan napas merupakan prioritas utama pada pasien yang terluka parah. Dasar manuver
jalan nafas dan penanganan yang tepat akan memberikan oksigenasi dan ventilasi yang cukup hingga mendapatkan
penanganan lanjut seperti intubasi. Induksi anestesi, laringoskopi dan intubasi pasien merupakan tindakan berbahaya
dan harus dilakukan oleh mereka yang sudah mendapatkan pelatihan dan berkompeten.

Anda mungkin juga menyukai