Anda di halaman 1dari 34

PENGKAJIAN

1. Identitas Pasien Nama : Tn.S

Umur : 86 Tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : Islam

BB : 50 kg

No. Rekam Medik : 00334874

Tanggal Pengkajian : 11 juli 2017

Diagnosa Medik : CHF (Congestive Heart Failure)

2. Riwayat penyakit Keluhan Utama Klien mengatakan napasnya sesak.

Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh sesak napas tanggal 8 juli 2017
masuk ke ICU. Pada tanggal 11 juli 2017 klien masih mengeluh sesak nafas
dengan GCS : 15 ( E4 M6 V5 ), RR : 31, TD : 120/60 mmHg, MAP : 80 mmHg,
Nadi : 85 x/m Suhu : 36 ºC, klien terpasang Binasal kanul 4 L/m, dan terpasang
Infus RL 20 tpm.

Riwayat penyakit dahulu : - Riwayat saat di IGD: Klien datang ke IGD tanggal 6
juli 2017 Pukul 13:00 WIB, Klien merupakan klien rujukan dari RSU PKU
Muhammadiyah Gombong dengan keluhan sesak napas, GCS : 15 ( E4 M6 V5 ),
RR : 27 x/menit, TD : 120/60 mmHg, Nadi : 80 x/menit, Suhu : 36 oC. Klien
mengeluh sesak napas kurang dari 1 minggu yang lalu, dan dirawat 3 hari dengan
keluhan prostat.

- Riwayat pengobatan: Keluarga klien mengatakan klien tidak memepunyai obat


dan klien jarang berobat .

- Riwayat penyakit sebelumnya: Keluarga klien mengatakan klien pernah oprasi


di bagian paha kanan terdapat benjolan ± 3 tahun yang lalu.
- Riwayat penyakit keluarga : Keluarga klien mengatakan tidak mempunyai

riwayat peryakit hipertensi tidak mempunyai riwayat peryakit DM, Asma, dan
peryakit menular seperti HIV, TBC, Hepatitis dll.

3. Pengkajian Kritis B6

a. B1 (Breathing) - RR : 27 x/m

- Binasal kanul 4 L/m

- Pergerakan dada simetris

- Napas spontan

b. B2 (Blood) - TD : 120/60 mmHg

- Map : 80 mmHg

- N : 90 x/m

- S: 36 ºC

- akral dingin

- tidak terdapat sianosis

c. B3 (Brain) - Kesadaran CM, GCS : 15 ( E4 M6 V5 )

- KU lemah

- Pupil Isokor

- Rangsang cahaya : R : 2(+) L : 2(+)

- Gelisah

d. B4 (Bowel) - Peristaltik usus 11 x/m

- Abdomen supel
- Mukosa bibir kering

- Tidak ada pembesaran hepar

- Tidak ada nyeri tekan di abdomen

e. B5 (Bladder) - Warna urin kuning dan masih sedikit

- Terpasang DC dengan produksi urin 50 cc

f. B6 (Bone) - Kekuatan otot atas 5/5, bawah 5/5 ,

- Terdapat edema pada tungkai kaki kanan.

4. Pola fungsional

1. pola oksigenasi Sebelum sakit : klien dapat bernafas secara normal tanpa alat
bantu pernafasan. Saat dikaji : klien mengeluh sesak nafas, RR: 27 x/menit,
bernapas spontan, menggunakan binasal kanul 4l/m.

2. Pola nutrisi Sebelum sakit : keluarga klien mengatakan klien sebelum sakit
makan sehari 3x sehari 900gr dengan nasi dan lauk pauk, serta minum air putih ±8
gelas/hari 2500ml serta minum teh dan kopi. Saat dikaji : klien hanya
menghabiskan ½ porsi makanan RS.

3. Pola kebutuhan istirahat dan tidur Sebelum sakit : Klien dapat beristirahat
dengan nyenyak, tidur ± 5-6 jam Saat dikaji : Klien gelisah dan hanya bisa tidur 3-
4 jam.

4. Pola eliminasi Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien BAK 4-5
x/hari urin berwarna kuning jernih dan BAB 1 x/hari feses berwarna kuning
kecoklatan. Saat dikaji :Klien sudah BAB 1x terpasang dc UB 4 jam 100cc

5. Pola aktivitas Sebelum sakit : Klien dapat beraktivitas tanpa bantuan orang lain.
Saat dikaji : Klien beraktivitas di bantu oleh perawat.

6. Pola berpakaian Sebelum sakit : Klien dapat berpakaian secara mandiri Saat
dikaji : Klien dalam berpakaian dibantu oleh perawat
7. Pola menjaga suhu tubuh Sebelum sakit : Klien jika merasa dingin
menggunakan selimut atau pakaian tebal serta minum air hangat, jika panas
memakai pakaian tipis dan menggunakan kipas angin

-Saat dikaji : Klien menggunakan pakaian dari ruang ICU dan menggunakan
selimut.

8. Pola personal hygiene Sebelum sakit :Klien mandi 2x sehari dan menggosok
gigi 2x sehari secara mandiri Saat dikaji : Klien hanya diseka 2x/hari oleh perawat

9. Pola Aman dan nyaman Sebelum sakit : Klien merasa aman dan nyaman berada
diantara keluarganya dan mampu mengindari dari bahaya sekitar Saat dikaji :
Klien tampak gelisah

10. Pola komunikasi Sebelum sakit : Klien mengatakan mampu berkomunikasi


dengan baik di lingkungannya Saat dikaji : Klien dapat berbicara, tetapi tidak
terlalu jelas

11. Pola rekreasi Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien senang
berkumpul dengan keluarganya untuk berekreasi Saat dikaji : Klien hanya
terbaring dan gelisah di tempat tidur.

12. Pola kebutuhan bekerja Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan hanya
bekerja sebagai pedagang sebelum masuk RS. Saat dikaji : Klien tidak bisa
berkerja karena sakit.

13. Pola kebutuhan belajar Sebelum sakit : Keluarga klien dan mengatakan belum
mengetahui peryakit yang diderita klien. Saat dikaji : Keluarga klien dan klien
nampak terlihat bingung mengatakan belum mengetahui peryakit klien dan
banyak bertanya.

14. Pola spiritual Sebelum sakit : Keluarga klien mengatakan klien dapat
beribadah sholat 5 waktu dan membaca Al- Quran Saat dikaji : Klien hanya
terbaring ditempat tidur.
5. Pemeriksaan umum Keadaan Umum : Lemah kesadaran : Compos Mentis GCS
: 15 ( E4 M6 V5 ) TD : 120/60mmHg MAP : 80 mmHg N : 90 x/menit RR : 27
x/menit S : 36 ºC

a. Pemeriksaan fisik

1) Kepala : mesoschopal, rambut beruban, tampak sedikit kotor

2) Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid.

3) Mata : simetris, konjungtiva ananemis, sclera aniterik

4) Telinga : simetris, tidak terdapat serumen 5) Mulut : tidak ada stomatitis, gigi
tampak sedikit kotor, gigi tampak mulai ompong

6) Dada Paru-paru Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, terdapat retraksi dinding
dada Palpasi : Focal vremitus tidak teraba, expansi dinding dada simetris Perkusi :
Sonor Auskultasi : Bunyi paru vesikuler.

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis normal terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba di interkosta 4-5

Perkusi : Pekak Auskultasi : S1 dan S2 reguler (lup dup)

Abdomen

Inspeksi : Supel, tidak ada lesi dan tidak ada bekas operasi

Auskultasi : Bising usus 11 x/menit

palpasi : Tidak ada pembesaran hepar dan limpha

perkusi : Timpani

7) Genetalia dan Rektum : Bersih dan tidak tampak kelainan

8) Ekstermitas :
o Atas : Tidak ada edema.

o Bawah : - Tungkai kaki kanan terdapat piting edema, terpasang infuse RL 20


tpm pada kaki kanan

2. Ventilator Mekanik

1.Pengertian

Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan negatif atau positif


yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang
lama.

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian


atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

Ventilasi mekanik dengan alatnya yang disebut ventilator mekanik adalah


suatu alat bantu mekanik yang berfungsi memberikan bantuan nafas pasien
dengan cara memberikan tekanan udara positif pada paru-paru melalui jalan nafas
buatan. Ventilator mekanik merupakan peralatan “wajib” pada unit perawatan
intensif atau ICU.

Ventilator adalah suatu system alat bantuan hidup yang dirancang untuk
menggantikan atau menunjang fungsi pernapasan yang normal. Tujuan utama
pemberian dukungan ventilator mekanik adalah untuk mengembalikan fungsi
normal pertukaran udara dan memperbaiki fungsi pernapasan kembali ke keadaan
normal.

Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif


atau negative yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien
sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka
waktu lama. Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah untuk
mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi
kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan
transport oksigen.
2. Indikasi Ventilasi Mekanik

1) Gagal Napas

Pasien dengan distres pernapasan gagal napas (apnoe) maupun hipoksemia


yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilator
mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilator
mekanik sebelum terjadi gagal napas yang sebenarnya. Distress pernapasan
disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenisasi. Prosesnya dapat
berupa kerusakan (seperti pada pneumonia) maupun karena kelemahan otot
pernapasan dada (kegagalan memompa udara karena distrofi otot).

2) Insufisiensi Jantung

Tidak semua pasien dengan ventilator mekanik memiliki kelainan


pernapasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan
kebutuhan aliran darah pada system pernapasan (system pernapasan sebagai
akibat peningkatana kerja napas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan
kolaps. Pemberian ventilator untuk mengurangi beban kerja system pernapasan
sehingga beban kerja jantung juga berkurang.

3) Disfungsi Neurologis

Pasien dengan GCS 8 atau kurang, beresiko mengalami apnoe berulang


juga mendapatkan ventilator mekanik. Selain itu ventilator mekanik berfungsi
untuk menjaga jalan napas pasien. Ventilator mekanik juga memungkinkan
pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.

4) Tindakan operasi

Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative


sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama
operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan
ventilator mekanik.
3. Klasifikasi

Ventilasi mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut


mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator tekanan negatif dan
tekanan positif.

a. Ventilator Tekanan Negatif

Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada


eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks selama inspirasi
memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi
volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang
berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofi muscular,
sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk
pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan
ventilasi sering.

b. Ventilator Tekanan Positif

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan


mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong
alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini secara luas digunakan pada
klien dengan penyakit paru primer. Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif
yaitu tekanan bersiklus, waktu bersiklus dan volume bersiklus.

Ventilator tekanan bersiklus adalah ventilator tekanan positif yang


mengakhiri inspirasi ketika tekanan preset telah tercapai. Dengan kata lain siklus
ventilator hidup mengantarkan aliran udara sampai tekanan tertentu yang telah
ditetapkan seluruhnya tercapai, dan kemudian siklus mati.

Ventilator tekanan bersiklus dimaksudkan hanya untuk jangka waktu


pendek di ruang pemulihan. Ventilator waktu bersiklus adalah ventilator
mengakhiri atau mengendalikan inspirasi setelah waktu ditentukan. Volume udara
yang diterima klien diatur oleh kepanjangan inspirasi dan frekuensi aliran udara
.Ventilator ini digunakan pada neonatus dan bayi. Ventilator volume bersiklus
yaitu ventilator yang mengalirkan volume udara pada setiap inspirasi yang telah
ditentukan. Jika volume preset telah dikirimkan pada klien siklus ventilator mati
dan ekshalasi terjadi secara pasif. Ventilator volume bersiklus sejauh ini adalah
ventilator tekanan positif yang paling banyak digunakan.

Gambaran ventilasi mekanik yang ideal adalah :

1) Sederhana, mudah dan murah

2) Dapat memberikan volume tidak kurang 1500cc dengan frekuensi nafas


hingga 60X/menit dan dapat diatur ratio I/E.

3) Dapat digunakan dan cocok digunakan dengan berbagai alat penunjang


pernafasan yang lain.

4) Dapat dirangkai dengan PEEP

5) Dapat memonitor tekanan , volume inhalasi, volume ekshalasi, volume tidal,


frekuensi nafas, dan konsentrasi oksigen inhalasi

6) Mempunyai fasilitas untuk humidifikasi serta penambahan obat didalamnya

7) Mempunyai fasilitas untuk SIMV, CPAP, Pressure Support

8) Mudah membersihkan dan mensterilkannya.

Berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan positif dapat dibagi


menjadi tiga jenis yaitu : Volume Cycled, Pressure Cycled, Time Cycled.

1) Volume Cycled Ventilator.

Volume cycled merupakan jenis ventilator yang paling sering


digunakan di ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini adalah
cyclusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila
telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator
adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang
konsisten.

Jenis ventilator ini banyak digunakan bagi pasien dewasa dengan


gangguan paru secara umum. Akan tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien
dengan gangguan pernapasan yang diakibatkan penyempitan lapang paru
(atelektasis, edema paru). Hal ini dikarenakan pada volume cycled pemberian
tekanan pada paru-paru tidak terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya
berlebih maka akan terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak
dianjurkan, karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga
memiliki resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.

2) Pressure Cycled Ventilator

Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan


tekanan. Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan
yang telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain paru,
maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien yang
setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak dianjurkan,
sedangkan pada pasien anak-anak atau dewasa mengalami gangguan pada luas
lapang paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat dianjurkan.

3) Time Cycled Ventilator

Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan


waktu ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit). Normal
ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2.

4. Intubasi

Intubasi adalah tindakan invasive untuk memasukkan ETT ke dalam trakea


dengan menggunakan alat laryngoskopy. Diperlukan seperangkat peralatan
penunjang dan tenaga ahli karena kejadian hipoksia, aritmia, dan bahkan henti
jantung dapat terjadi dalam beberapa kasus. Untuk mengantisipasinya diperlukan
tenaga yang bersertifikasi PPGD dan ACLS. Alat-alat penunjang diantaranya troli
emergency yang dilengkapi obat-obat resusitasi seperti adrenalin (untuk asistole),
sulfas atrophin (untuk bradikardia), amiodarone (anti aritmia), inotropik jenis
dobutamine atau dopamine untuk meningkatkan afterload – preload –
kontraktifitas ventrikel jika terjadi gangguan hemodinamik saat intubasi.

Peralatan lain seperti defibrillator diperlukan untuk mengantisipasi aritmia


ventrikel yang dapat mengancam jiwa (Ventrycular Tachycardia dan Ventrycular
Fibrilasi). Peralatan suction diperlukan untuk membebaskan jalan nafas dari
kemungkinan penumpukan lendir (slym) saat intubasi.

Sebelum tindakan dimulai, premedikasi diberikan untuk memberikan efek


sedasi dari yang memiliki efek cepat seperti golongan opioid atau lambat seperti
benzodiazepine. Paralise otot nafas dapat dipertimbangkan jika proses intubasi
masih sulit dilakukan. Jenis premedikasi dipilih yang memiliki resiko minimal
terhadap organ yang sedang mengalami gangguan.

Sebelum intubasi dimulai, hiperoksigenasi dilakukan melalui ambubag


dengan kecepatan aliran 12 – 15 liter/menit, sampai saturasi oksigen meningkat >
95%. Tujuan dari intubasi yaitu : mengembalikan asam basa dan kadar PO2 dalam
batas normal, dan memenuhi kebutuhan tidal volume ( TV ) atau menit volume (
MV ) dengan tekanan puncak ( PIP ) dalam batas normal.

Indikasi untuk dilakukan intubasi adalah

a. Henti jantung ( cardiac arrest )

b. Henti nafas ( Respiratory arrest )

c. Hipoksemia yang tidak teatasi dengan pemberian oksigen non invasive

d. Asidosis respiratory yang tidak teratasi dengan obat-obatan dan pemberian


oksigen non invasive
e. Kelelahan pernafasan yang tidak responsive dengan obat-obatan dan
penberian oksigen non invasive.

f. Gagal nafas dengan manifestasi klinis : takhipneu, penggunaan otot


pernafasan tambahan (scalene, sternokleidomastoid,intercosta , abdomen)

g. Penurunan kesadaran

h. Saturasi oksigen menurun drastic

i. Tindakan pembedahan yang menggunakan anastesi umum

5. Indikasi Klinik untuk pemasangan ventilasi mekanik :

a. Kegagalan Ventilasi

1) Neuromuscular Disease

2) Central Nervous System disease

3) Depresi system saraf pusat

4) Musculosceletal disease

5) Ketidakmampuan thoraks untuk ventilasi

b. Kegagalan pertukaran gas

1) Gagal nafas akut

2) Gagal nafas kronik

3) Gagal jantung kiri

4) Penyakit paru-gangguan difusi

5) Penyakit paru-ventilasi / perfusi mismatch


6. Modus Operasional

Untuk menentukan modus operasional ventilator terdapat sepuluh


parameter yang diperlukan untuk pengaturan pada penggunaan volume cycle
ventilator, yaitu :

a. Frekuensi pernafasan permenit

Frekwensi napas adalah jumlah pernapasan yang dilakukan ventilator


dalam satu menit. Penyetingan RR ini tergantung volume tidal, jenis kelainan paru
pasien, target PO2 yang ingin dicapai. Parameter alarm RR diseting diatas dan
dibawah nilai RR yang diset. Misalnya set RR sebesar 10x/menit, maka setingan
alarm sebaliknya diatas 12x/menit dan dibawah 8x/menit. Sehingga cepat
mendeteksi terjadinya hiperventilasi atau hipoventilasi.

b. Tidal volume

Volume tidal merupakan jumlah gas yang dihantarkan oleh ventilator ke


pasien setiap kali bernapas. Umumnya disetting antara 5-15 cc/kgBB, tergantung
dari compliance, resistance, dan jenis kelainan paru. Pasien dengan paru normal
mampu mentolerir volume tidal 10-15 cc/kgBB, sedangkan untuk pasien PPOK
cukup dengan 5-8 cc/kgBB. Parameter alarm tidsl volume diseting diatas dan
dibawah nilai yang kita seting. Monitoring volume tidal sangat perlu jika pasien
menggunakan time cycled.

c. Konsentrasi oksigen (FiO2)

FiO2 adalah jumlah kandungan oksigen dalam udara inspirasi yang


diberikan oleh ventilator ke pasien. Konsentrasinya berkisar 21-100%. Settingan
FiO2 pada awal pemasangan ventilator direkomendasikan sebesar 100%. Untuk
memenuhi kebutuhan FiO2 yang sebenarnya, 15 menit pertama setelah
pemasangan ventilator dilakukan pemeriksaan analisa gas darah. Berdasarkan
pemeriksaan AGD tersebut maka dapat dilakukan penghitungan FiO2 yang tepat
bagi pasien.
d. Rasio inspirasi : ekspirasi

Rumus Rasio inspirasi : Ekspirasi

Waktu inspirasi + waktu istirahat

Waktu ekspirasi

Keterangan :

1) Waktu inspirasi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan


volume tidal atau mempertahankan tekanan.

2) Waktu istirahat merupakan periode diantara waktu inspirasi dengan


ekspirasi

3) Waktu ekspirasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk mengeluarkan


udara pernapasan.

Rasio inspirasi : ekspirasi biasanya disetiing 1:2 yang merupakan nilai normal
fisiologis inspirasi dan ekspirasi. Akan tetapi terkadang diperlukan fase inspirasi
yang sama atau lebih lama dibandingkan ekspirasi untuk menaikan PaO2.

e. Limit pressure / inspiration pressure

Pressure limit berfungsi untuk mengatur jumlah tekanan dari ventilator volume
cycled. Tekanan terlalu tinggi dapat menyebabkan barotrauma.

f. Flow rate/peak flow

Flow rate merupakan kecepatan ventilator dalam memberikan volume tidal


pernapasan yang telah disetting permenitnya. Biasanya flow rate disetting antara
40-100 L/menit.

g. Sensitifity/trigger

Sensitifity berfungsi untuk menentukan seberapa besar usaha yang


diperlukan pasien dalam memulai inspirasi dai ventilator. Pressure sensitivity
memiliki nilai sensivitas antara 2 sampai -20 cmH2O, sedangkan untuk flow
sensitivity adalah antara 2-20 L/menit. Semakin tinggi nilai pressure sentivity
maka semakin mudah seseorang melakukan pernapasan. Kondisi ini biasanya
digunakan pada pasien yang diharapkan untuk memulai bernapas spontan, dimana
sensitivitas ventilator disetting -2 cmH2O. Sebaliknya semakin rendah pressure
sensitivity maka semakin susah atau berat pasien untuk bernapas spontan.
Settingan ini biasanya diterapkan pada pasien yang tidak diharapkan untuk
bernaps spontan.

h. Alarm

Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu untuk


mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah
menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,
misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dan lain-lain. Alarm
volume rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak
dianggap dan harus dipasang dalam kondisi siap.

i. Kelembaban dan suhu

Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan


mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua proses
ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua udara yang
dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan dan dijenuhkan.
Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada kasus hipotermi
berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang terlalu itnggi dapat
menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu rendah bisa
mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental sehingga sulit
dilakukan penghisapan.

j. Positive end respiratory pressure (PEEP)


PEEP bekerja dengan cara mempertahankan tekanan positif pada alveoli
diakhir ekspirasi. PEEP mampu meningkatkan kapasitas residu fungsional paru
dan sangat penting untuk meningkatkan penyerapan O2 oleh kapiler paru.

Modus operasional ventilasi mekanik terdiri dari :

a. Controlled Ventilation

Ventilator mengontrol volume dan frekuensi pernafasan. Indikasi untuk


pemakaian ventilator meliputi pasien dengan apnoe. Ventilasi mekanik adalah alat
pernafasan bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi
dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.Ventilator tipe ini meningkatkan
kerja pernafasan klien.

b. Assist/Control

Ventilator jenis ini dapat mengontrol ventilasi, volume tidal dan


kecepatan. Bila klien gagal untuk ventilasi, maka ventilator secara otomatis.
Ventilator ini diatur berdasarkan atas frekuensi pernafasan yang spontan dari
klien, biasanya digunakan pada tahap pertama pemakaian ventilator.

c. Intermitten Mandatory Ventilation

Model ini digunakan pada pernafasan asinkron dalam penggunaan model


kontrol, klien dengan hiperventilasi. Klien yang bernafas spontan dilengkapi
dengan mesin dan sewaktu-waktu diambil alih oleh ventilator.

d. Synchronized Intermitten Mandatory Ventilation (SIMV)

SIMV dapat digunakan untuk ventilasi dengan tekanan udara rendah, otot
tidak begitu lelah dan efek barotrauma minimal. Pemberian gas melalui nafas
spontan biasanya tergantung pada aktivasi klien. Indikasi pada pernafasan spontan
tapi tidal volume dan/atau frekuensi nafas kurang adekuat.
e. Positive End-Expiratory pressure

Modus yang digunakan dengan menahan tekanan akhir ekspirasi positif


dengan tujuan untuk mencegah Atelektasis. Dengan terbukanya jalan nafas oleh
karena tekanan yang tinggi, atelektasis akan dapat dihindari. Indikasipada klien
yang menederita ARDS dan gagal jantung kongestif yang massif dan pneumonia
difus. Efek samping dapat menyebabkan venous return menurun, barotrauma dan
penurunman curah jantung.

f. Continious Positive Airway Pressure. (CPAP)

Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan diberikan
pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat. Tujuan pemberian mode ini
adalah untuk mencegah atelektasis dan melatih otot-otot pernafasan sebelum
pasien dilepas dari ventilator.

7. Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik

Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot


intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif
sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara
pasif.

Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara


dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah
positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi
tekanan dalam rongga thorax paling positif.

Efek Ventilasi mekanik


Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali ke
jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun.
Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan
usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga
berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga
darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga
berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu
bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih
besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung)
tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.

Efek pada organ lain:Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-


organ lainpun menurun seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat
tekanan positif di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga
tekanan intrakranial meningkat.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik, yaitu :

a. Obstruksi jalan nafas

b. Hipertensi

c. Tension pneumotoraks

d. Atelektase

e. Infeksi pulmonal

f. Kelainan fungsi gastrointestinal ; dilatasi lambung, perdarahan

g. Gastrointestinal.

h. Kelainan fungsi ginjal


i. Kelainan fungsi susunan saraf pusat

9. Penyapihan dari ventilasi mekanik

Kriteria dari penyapihan ventilasi mekanik :

a. Tes penyapihan

1) Kapasitas vital 10-15 cc / kg

2) Volume tidal 4-5 cc / kg

3) Ventilasi menit 6-10 l

4) Frekuensi permenit < 20 permenit

b. Pengaturan ventilator

1) FiO2 < 50%

2) Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP) : 0

c. Gas darah arteri

1) PaCO2 normal

2) PaO2 60-70 mmHg

3) PH normal dengan semua keseimbangan elektrolit diperbaiki

d. Selang Endotrakeal

1) Posisi diatas karina pada foto Rontgen

2) Ukuran : diameter 8.5 mm

e. Nutrisi

1) Kalori perhari 2000-2500 kal


2) Waktu : 1 jam sebelum makan

f. Jalan nafas

1) Sekresi : antibiotik bila terjadi perubahan warna, penghisapan (suctioning)

2) Bronkospasme : kontrol dengan Beta Adrenergik, Tiofilin atau Steroid

3) Posisi : duduk, semi fowler

g. Obat-obatan

1) Agen sedative : dihentikan lebih dari 24 jam

2) Agen paralise : dihentikan lebih dari 24 jam

h. Emosi

Persiapan psikologis terhadap penyapihan

i. Fisik : Stabil, istirahat terpenuhi.

3. Perawatan pasien kritis dengan gangguan pernafasan

PERAWATAN PASIEN DENGAN VENTILATOR


Pengertian
Ventilator adalah suatu alat system bantuan nafas secara mekanik yang di desain
untuk menggantikan/menunjang fungsi pernafasan.

Tujuan Pemasangan Ventilator


1. Memberikan kekuatan mekanis pada sistem paru untuk mempertahankan
ventilasi yang fisiologis.
2. Memanipulasi “air way pressure” dan corak ventilasi untuk memperbaiki
efisiensi ventilasi dan oksigenasi.
3. Mengurangi kerja miokard dengan jalan mengurangi kerja nafas.
Indikasi Pemasangan Ventilator
– “Respiratory Rate” lebih dari 35 x/menit.
– “Tidal Volume” kurang dari 5 cc/kg BB.
– PaO2 kurang dari 60, dengan FiO2 “room air”
– PaCO2 lebih dari 60 mmHg

Alat-alat yang disediakan


– Ventilator
– Spirometer
– Air viva (ambu bag)
– Oksigen sentral
– Perlengkapan untuk mengisap sekresi
– Kompresor Air

Setting Ventilator
1. Tentukan “Minute Volume” (M.V.) yaitu :
M.V = Tidal Volume (T.V) x Respiratory Rate (R.R)
Normal T.V = 10 – 15 cc/kg BB
Normal R.R = – pada orang dewasa = 10 – 12 x/menit
Pada pasien dengan COPD, T.V lebih kecil, yaitu 6 – 8 cc/kg BB.

Pada Servo Ventilator 900 C :


– M.V dibawah 4 liter, pakai standar “infant”
– M.V. diatas 4 liter, pakai standar “adult”
2. Modus
Tergantung dari keadaan klinis pasien.
Bila mempergunakan “IMV”, harus dikombinasikan dengan “PEEP”.
3. PEEP
Ditentukan tergantung dari keadaan klinis pasien.
Pada pasien dengan edema paru, PEEP dimulai dengan 5 mmHg.
Pada pasien tidak dengan edema paru, PEEP dimulai dari nol, tetapi FiO2
dinaikan sampai 50%. Bila FiO2 tidak naik, baru diberikan PEEP mulai dari 5
mmHg.
Catatan :
– Selama pemakaian Ventilator, FiO2 diusahakan kurang dari 50 %
– PEEP dapat dinaikkan secara bertahap 2,5 mmHg, sampai batas maximal
15 mmHg.
4. Pengaturan Alarm :
– Oksigen = batas terendah : 10 % dibawah yang diset
batas tertinggi : 10 % diatas yang diset
– “Expired M.V = kira-kira 20 % dari M.V yang diset
– “Air Way Pressure” = batas tertinggi 10 cm diatas yang diset

Pemantauan
1. Periksa analisa gas darah tiap 6 jam, kecuali ada perubahan seting, analisa
gas darah diperiksa 20 menit setelah ada perubahan seting.
Nilai standar : PCO2 = 35 – 45 mmHg
Saturasi O2 = 96 – 97 %
PaO2 = 80 – 100 mmHg
Bila PaO2 lebih dari 100 mmHg, maka FiO2 diturunkan bertahap 10 %.
Bila PCO2 lebih besar dari 45 mmHg, maka M.V dinaikkan.
Bila PCO2 lebih kecil dari 35 mmHg, maka M.V diturunkan.
2. Buat foto torax setiap hari untuk melihat perkembangan klinis, letak ETT
dan komplikasi yang terjadi akibat pemasangan Ventilator.
3. Observasi keadaan kardiovaskuler pasien : denyut jantung, tekanan darah,
sianosis, temperatur.
4. Auskultasi paru untuk mengetahui :
– letak tube
– perkembangan paru-paru yang simetris
– panjang tube
5. Periksa keseimbangan cairan setiap hari
6. Periksa elektrolit setiap hari
7. “Air Way Pressure” tidak boleh lebih dari 40 mmHg
8. “Expired Minute Volume” diperiksa tiap 2 jam
9. Usahakan selang nasogastrik tetap berfungsi.
10. Perhatikan ada tidaknya “tension pneumothorax” dengan melihat tanda-tanda
sebagai berikut :
– gelisah, kesadaran menurun
– sianosis
– distensi vena leher
– trachea terdorong menjauh lokasi “tension pneumothorax”
– salah satu dinding torak jadi mengembang
– pada perkusi terdapat timpani.

Perawatan :
1. Terangkan tujuan pemakaian ventilator pada pasien dan atau pada
keluarganya bagi pasien yang tidak sadar.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, untuk
mencegah infeksi.
3. “Breathing circuit” sebaiknya tidak lebih tinggi dari ETT, agar
pengembunan air yang terjadi tidak masuk ke paru pasien.
4. Perhatikan permukaan air di “humidifier”, jaga jangan sampai habis, air
diganti tiap 24 jam.
5. Fiksasi ETT dengan plester dan harus diganti tiap hari, perhatikan jangan
sampai letak dan panjang tube berubah.
Tulis ukuran dan panjang tube pada “flow sheet”
6. Cegah terjadinya kerusakan trachea dengan cara :
Tempatkan tubing yang dihubungkan ke ETT sedemikian rupa sehingga
posisinya berada diatas pasien. Tubing harus cukup panjang untuk
memungkinkan pasien dapat menggerakkan kepala.
7. Memberikan posisi yang menyenangkan bagi pasien, dengan merubah
posisi tiap 2 jam. Selain itu perubahan posisi berguna untuk mencegah
terjadinya dekubitus.
8. Memberi rasa aman dengan tidak meninggalkan pasien sendirian.
9. Teknik mengembangkan “cuff” :
– kembangkan “cuff” dengan udara sampai tidak terdengar suara bocor.
– “cuff” dibuka tiap 2 jam selama 15 menit.

Beberapa hal yang harus diperhatikan :


Ventilasi Mekanik yang melewati jalan nafas buatan meniadakan mekanisme
pertahanan tubuh terhadap pelembaban dan penghangatan.
Dua proses ini harus ditambahkan pelembab (Humidifier) dengan pengontrol
suhu dan diisi air sebatas level yang sudah ditentukan (system boiling water)
terjadi Kondensasi air dengan penurunan suhu untuk mencapai suhu 370 C
pada ujung sirkuit ventilasi mekanik. Pada kebanyakan kasus suhu udara ±
sama dengan suhu tubuh.
Pada kasus hypotermi suhu dapat dinaikkan lebih dari 370 C – 380 C.
Kewaspadaan dianjurkan karena lama dan tingginya suhu inhalasi
menyebabkan luka bakar pada trakea, lebih mudah terjadinya pengentalan
sekresi dan akibatnya obstruksi jalan nafas bisa terjadi. Sebaliknya apabila
suhu ke pasien kurang dari 360 C membuat kesempatan untuk tumbuhnya
kuman.
Humidifikasi yang lain yaitu system Heating wire dimana kehangatan udara
dialirkan melalui wire di dalam sirkuit dan tidak terjadi kondensasi air.
Pada kasus penggunaan Ventilasi Mekanik yang singkat tidak lagi
menggunakan kedua system diatas, tetapi humidifasi jenis Moisture echanger
yang di pasang pada ujung sirkuit Ventilasi Mekanik.
B. Perawatan jalan nafas
Perawatan jalan nafas terjadi dari pelembaban adequate, perubahan posisi dan
penghisapan sekresi penghisapan di lakukan hanya bila perlu, karena tindakan
ini membuat pasien tidak nyaman dan resiko terjadinya infeksi, perhatikan
sterilitas !!
Selanjutnya selain terdengar adanya ronkhi (auscultasi) dapat juga dilihat dari
adanya peningkatan tekanan inspirasi (Resp. rate) yang menandakan adanya
perlengketan/penyempitan jalan nafas oleh sekresi ini indikasi untuk
dilakukan pengisapan.
Fisioterapi dada sangat mendukung untuk mengurangi atelektasis dan dapat
mempermudah pengambilan sekresi, bisa dengan cara melakukan clapping,
fibrasing perubahan posisi tiap 2 jam perlu dikerjakan untuk mengurangi
pelengketan sekresi.

C. Perawatan selang Endotrakeal


Selang endotrakeal harus dipasang dengan aman untuk mencegah terjadinya
migrasi, kinking dan terekstubasi, oleh sebab itu fiksasi yang adequate jangan
diabaikan. Penggantian plesterfiksasi minimal 1 hari sekali harus dilakukan
karena ini merupakan kesempatan bagi kita untuk melihat apakah ada tanda-
tanda lecet/ iritasi pada kulit atau pinggir bibir dilokasi pemasangan selang
endotrakeal.
Pada pasien yang tidak kooperatif sebaiknya dipasang mayo/gudel sesuai
ukuran, ini gunanya agar selang endotrakeal tidak digigit, dan bisa juga
memudahkan untuk melakukan pengisapan sekresi.
Penggunaan pipa penyanggah sirkuit pada Ventilasi Mekanik dapat mencegah
tertariknya selang endotrakeal akibat dari beban sirkuit yang berat.
Bila pasien terpasang Ventilasi Mekanik dalam waktu yang lama perlu di
pertimbangkan untuk dilakukan pemasangan Trakeostomi yang sebelumnya
kolaborasi dengan dokter dan keluarga pasien.

D. Tekanan cuff endotrakeal


Tekanan cuff harus dimonitor minimal tiap shift untuk mencegah kelebihan
inflasi dan kelebihan tekanan pada dinding trakea.
Pada pasien dengan Ventilasi Mekanik, tekanan terbaik adalah paling rendah
tanpa adanya kebocoran/penurunan tidal volume.
Cuff kalau memungkinkan di kempeskan secara periodik untuk mencegah
terjadinya nekrosis pada trakea.

E. Dukungan Nutrisi
Pada pasien dengan dipasangnya Ventilasi Mekanik dukungan nutrisi harus
diperhatikan secara dini. Apabila hal ini terabaikan tidak sedikit terjadinya
efek samping yang memperberat kondisi pasien, bahkan bisa menimbulkan
komplikasi paru dan kematian.
Bila saluran gastrointestinal tidak ada gangguan, Nutrisi Enteral dapat
diberikan melalui Nasogastric tube (NGT) yang dimulai dengan melakukan
test feeding terlebih dahulu, terutama pada pasien dengan post laparatomy
dengan reseksi usus.
Alternatif lain apabila tidak memungkinkan untuk diberikan nutrisi melalui
enteral bisa dilakukan dengan pemberian nutrisi parenteral.
F. Perawatan Mata
Pada pasien dengan pemasangan Ventilasi Mekanik perawatan mata itu sangat
penting dalam asuhan keperawatan. Pengkajian yang sering dan pemberian
tetes mata/zalf mata bisa menurunkan keringnya kornea. Bila refleks berkedip
hilang, kelopak mata harus di plester untuk mencegah abrasi kornea, kering
dan trauma. edema sclera dapat terjadi pada pasien dengan Ventilasi Mekanik
bila tekanan vena meningkat. ® ….. Atur posisi kepala lebih atas/ekstensi.

JENIS GANGGUAN PERNAFASAN PASIEN KRTIS

ARDS (acure respiratory distress syndrome), asma berat, pneumonia, PPOK


(penyakit paru obstruktif kronis), dan pembengkakan paru (edema paru).

1. Aspek esensial dalam tata laksana pasien dengan ARDS


adalah mengobati penyebab presipitasi, menyediakan perawatan suportif yang
baik, dan mencegah komplikasi lanjut. Ventilasi volume tidal rendah (6 mL/kg
BB ideal) sebaiknya diberikan pada semua pasien dengan ARDS. Hal ini dapat
menurunkan ventilasi per menit lalu meningkatkan PaCO₂. Positive end expiratory
pressure (PEEP) biasanya diperlukan untuk menjaga oksigenasi dalam level yang
adekuat. Posisi pronasi juga dapat dilakukan untuk meningkatkan oksigenasi
namun tidak berkaitan dengan penurunan mortalitas. Tidak ada terapi spesifik
yang efektif untuk pasien dengan ARDS. Penerapan strategi pemberian cairan,
menjaga tekanan vena sentral serendah mungkin akan mempersingkat masa
pemakaian ventilasi mekanik. Berdasarkan beberapa penelitian, Ina J CHEST Crit
and Emerg Med | Vol. 3, No. 2 | Apr - Jun 2016 55 Tim Editor penggunaan
kortikosteroid dan nitric oxide tidak direkomendasikan pada ARDS.Terapi non-
konvensional seperti memposisikan pasien dalam posisi tengkurap (prone
position), memberikan efek dalam meningkatkan oksigenasi dan berhubungan
dengan menurunkan mortalitas.

2. Terapi Antibiotik

 Beri ampisilin/amoksisilin (25-50 mg/kgBB/kali IV atau IM setiap 6 jam),


yang harus dipantau dalam 24 jam selama 72 jam pertama. Bila anak memberi
respons yang baik maka diberikan selama 5 hari. Selanjutnya terapi dilanjutkan di
rumah atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/ kgBB/kali tiga kali
sehari) untuk 5 hari berikutnya.
 Bila keadaan klinis memburuk sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan
yang berat (tidak dapat menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan
semuanya, kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernapasan berat)
maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kgBB/kali IM atau IV setiap 8 jam).
 Bila pasien datang dalam keadaan klinis berat, segera berikan oksigen dan
pengobatan kombinasi ampilisin-kloramfenikol atau ampisilin-gentamisin.
 Sebagai alternatif, beri seftriakson (80-100 mg/kgBB IM atau IV sekali
sehari).
 Bila anak tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan buat
foto dada.
 Apabila diduga pneumonia stafilokokal (dijelaskan di bawah untuk
pneumonia stafilokokal), ganti antibiotik dengan gentamisin (7.5 mg/kgBB IM
sekali sehari) dan kloksasilin (50 mg/kgBB IM atau IV setiap 6 jam) atau
klindamisin (15 mg/kgBB/hari –3 kali pemberian). Bila keadaan anak membaik,
lanjutkan kloksasilin (atau dikloksasilin) secara oral 4 kali sehari sampai secara
keseluruhan mencapai 3 minggu, atau klindamisin secara oral selama 2 minggu.
Terapi Oksigen

 Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat


 Bila tersedia pulse oximetry, gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila tersedia oksigen
yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa oksigen setiap harinya pada anak
yang stabil. Hentikan pemberian oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%.
Pemberian oksigen setelah saat ini tidak berguna
 Gunakan nasal prongs, kateter nasal, atau kateter nasofaringeal.
Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen
pada bayi muda. Masker wajah atau masker kepala tidak direkomendasikan.
Oksigen harus tersedia secara terus-menerus setiap waktu. Perbandingan terhadap
berbagai metode pemberian oksigen yang berbeda dan diagram yang
menunjukkan penggunaannya t
 Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atau napas > 70/menit) tidak
ditemukan lagi.

Perawat sebaiknya memeriksa sedikitnya setiap 3 jam bahwa kateter atau prong
tidak tersumbat oleh mukus dan berada di tempat yang benar serta memastikan
semua sambungan baik.

Sumber oksigen utama adalah silinder. Penting untuk memastikan bahwa semua
alat diperiksa untuk kompatibilitas dan dipelihara dengan baik, serta staf
diberitahu tentang penggunaannya secara benar.

PPOK : Tujuan penatalaksanaan :

- Mengurangi gejala

- Mencegah eksaserbasi berulang

- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru


- Meningkatkan kualiti hidup penderita

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Obat - obatan

3. Terapi oksigen

4. Ventilasi mekanik

5. Nutrisi

6. Rehabilitasi

Edema paru :

Pengurangan Preload

Pengurangan preload akan menurunkan tekanan hidrostatik kapiler paru dan akan

mengurangi perpindahan cairan dari kapiler ke jaringan interstitial paru dan

alveoli. Obat yang dapat diberikan antara lain :

 Vasodilator

Nitrogliserin dapat diberikan dalam bentuk tablet atau spray sublingual yang dapat

diulangi setiap 5-10 menit bila TD tetap >90-100mmHg. Nitrogliserin juga dapat

diberikan intravena dengan dosis awal 10-20mcg/menit dapat dititrasi hingga

200mcg/mnt. Isosorbid intravena juga dapat menjadi pilihan dengan dosis awal

1mg/jam dapat dititrasi hingga 10mg/jam. Morfin juga sudah lama diketahui dapat

diberikan pada EPA, namun belum ditemukan data yang menunjukkan efek

hemodinamik pada pasien EPA. Data justru menunjukkan peningkatan perawatan

intensif dan intubasi pada pasien EPA setelah pemberian morfin.

 Diuretik
Furosemide diberikan dalam dosis 20-40 mg intravena. Pada pasien dengan

riwayat penggunaan diuretik rutin, dosis pemberian pada EPA bisa ditingkatkan

atau paling tidak sama dengan dosis rutin diuretik. Efek pertama sebagai

venodilator dicapai dalam 5 menit, dan efek kedua sebagai diuretic dicapai dalam

waktu 30-60 menit.

Pengurangan Afterload

Pengurangan afterload akan meningkatkan curah jantung dan memperbaiki

perfusi renal. Kondisi ini akan membantu diuresis pada pasien kelebihan cairan.

Nitrogliserin, ACE inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dapat

diberikan untuk mengurangi preload.

Inotropik/Vasopressor

Pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri dapat memberikan gejala hipotensi.

Inotropik/Vasopressor dapat diberikan untuk mempertahankan tekanan darah yang

adekuat. Obat yang dapat diberikan antara lain:

 Dobutamin dengan dosis 2-20mcg/KgBB.menit.

 Dopamin dengan dosis 2-20mcg/KgBB/menit. Dimana dosis 2-5 mcg/Kgbb/menit

akan memberikan efek inotropic, sedangan dosis >5mcg/KgBB/menit

memberikan efek vasopressor.

 Noreepinephrine dengan dosis 0,1-1 mcg/KgBB/menit.

Edema Paru Akut Nonkardiogenik

Penatalaksanaan dari EPA nonkardiogenik yaitu dengan pemberian suplai

oksigen yang adekuat. Penatalaksanaan yang lebih spesifik ditujukan pada

penyebab dasar dari EPA. Pemberian cairan intravena harus dibatasi, mengingat

permeabilitas kapiler yang terganggu dapat memperparah EPA. [2, 4, 5, 6, 7, 8, 9]


Agoritma PPOK
AGORTIMA PNEUOMINA
AGORTIMA EDEMA PARU
Daftar Pustaka

Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikel Bedah Edisi 8. EGC. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih Bahasa
Tim Penerjemah PSIK UNPAD. Editor Monica Ester, Edisi 8.Jakarta: EGC

Corwin, elizabeth, J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC

Purnawan, Iwan, Saryono. (2010). Mengelola Pasien dengan Ventilator Mekanik:


Jakarta Rekatama.

Anda mungkin juga menyukai