OLEH:
KARLITA TRI AGUSTIN
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus internal atau eksternal yang mengancam
klien antara lain karena adanya ketegangan peran, konflik peran, peran yang
tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi transisi dan
transisi peran sehat-sakit (Stuart, 2009) . Faktor – faktor presipitasi, antara
lain :
a. Psikologis
Faktor presipitasi psikologis klien isolasi sosial berasal dari internal dan
eksternal. Stuart & Laraia (2005) yang mneyatakan bahwa isolasi sosial
disebabkan karena adanya faktor presipitasi yang berasal dari dalam diri
sendiri ataupun dari luar.
1) Internal
Stressor internal terdiri dari pengalaman yang tidak menyenangkan,
perasaan ditolak dan kehilangan orang yang berarti. Stressor dari
dalam berassal dari kegagalan dan perasaan bersalah yang dialami
klien.
2) Eksternal
Stressor eksternal adalah kurangnya dukungan dari lingkungan serta
penolakan dari lingkungan atau keluarga. Stressor dari luar dapat
berupa keegangan peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran
belebihan, perkembangan transisi, situasi transisi peran dan transisi
peran sehat – sakit.
Kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan dapat
mengakibatkan klien tidak percaya diri, tidak percaya pada orang
lain, ragu, takut alah, pesisimtis, putus asa, menghindar dari orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
b. Sosial Budaya
Sosial budaya merupakan ancaman terhadap system diri. Ancaman
terhadap istem diri berasal dari dua sumber yaitu eksternal dan internal.
Faktor eksternal disebabkan karena kehilangan orang yang dicintai
karena kematian, perceraian, perubahan status kerja, dilemma etik,
ataupun tekanan sosial dan budaya. Sedangkan internal disebabkan
kerana kesulitan membangun hubungan interpersol dilingkungan seperti
lingkungan rumah,tempat kerja dan sebagainya.
4. Penilaian stressor
Model stress adaptasi Stuart (2009) mengintegrasikan data dari konsep
psikoanalisis,interpersonal, perilaku, genetic dan biologis. Penilaian stressor
seseorang terhadap respon yang ditimbulkan akibat mengalami harga diri rendah
salah satunya adalah isolasi soial. Penilaian terhadap stressor berada dalam suatu
rentang dari adaptif sampai maladaptif. Penilaian terhadap stressor yang dialami
klien dengan isolasi sosial meliputi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial.
a. Kognitif
Stuart (2009) yang menyatakan bahwa faktor kognitif bertugas mencatat
kejadian stressful dan reaksi yang ditimbulkan secara emosional,
fisiologis, serta perilaku dan reaksi sosial seseorang yang ditampilkan
akibat kejadian stress full dalam kehidupan selain memilih pola koping
yang digunakan. Berdasarkan penilaian tersebut klien dapat menilai
adanya suatu masalah sebaga ancaman atau potensi. Kemampuan kognitif
dipengaruhi oleh persepsi klien,sikap terbuka individu terhadap adanya
perubahan, dan kemampuan untuk melakukan kontrol diri terhadap
lingkungan,serta kemampuan menilai suatu masalah. Pada klien dengan
isolasi sosial kemampuan kognitif klien sangat terbatas, klien lebih
berfokus pada masalah bukan bagaimana mencari alternatif pemecahan
masalah yang dihadapi.
b. Afektif
Menurut Stuart 92009) respon afektif terkait dengan ekspresi emosi, mood,
dan sikap. Respon afektif yang ditampilakan dipengaruhi oleh
ketidakmampuan jangka panjang terhadap situasi yang membahayakan
sehingga mempengaruhi kecenderungan respon terhadap ancaman
terhadap harga diri klien. Respon afektif pada klien isolasi sosial adalah
adanya perasaan putus asa, sedih, kecewa, merasa tidak berharga dan
merasa tidak diperhatikan. Menurut Stuart & Laraia (2005) perasaan yang
dirasakan klien tersebut dapat mengakibatkan sikap menarik diri dari
lingkungan sekitar.
c. Fisiologis
Stuart (2009) respon fisiologis terkait dengan bagaimana system fisiologis
tubuh berespon terhadap stressor yang mengakibatkan perubahan system
neuroendokrin, dan hormonal. Respon ini bertujuan menyiapkan klien
dalam mengatasi bahaya.
d. Perilaku
Perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis. Respon isolasi
soial teridentifikasi tiga perilaku yang maladaptive yaitu sering melamun,
tidak mau bergaul dengan klien lain, tidak mau mengemukakan pendpat,
mudah menyerah dan ragu – ragu dalam emngambil keputusan atau
dalam melakukan tindakan.
e. Sosial
Merupakan hasil perpaduan dari respon kognitif, fektif, fisiologis dan
perilaku yang akan mempengaruhi hubungan atau interaksi dengan orang
lain. Respon perilaku dan sosial memperhatikan bahw klien dengan isolasi
sosial lebih banyak memberikan respon menghindar terhadap stressor yang
dialaminya. Respon negative yang ditampilkan merupakan akibat
keterbatasan kemampuan klien dalam menyelesaikan masalah, dan
keterbatasan klien dalam melakukan penilaian terhadap stressor, sehingga
klien memilih untuk menghindar stressor bukan sesuatu yang harus
dihadapi atau diselesaikan.
6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping
yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh
sumber koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang
luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan
kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik,
atau tulisan, (Stuart and sundeen,1998:349)
7. Sumber Koping
Menurut Stuart (2009), sumber koping merupakan pilihan atau strategi bantuan
untuk memutuskan mengenai suatu masalah. Dalam menghadapi stressor klien
dapat menggunakan berbagai sumber koping yang dimilikinya baik internal atau
eksternal.
a. Kemampuan Personal
Pada klien dengan isolasi sosial kemampuan personal yang harus dimiliki
meliputi kemampuan secara fisik dan mental. Kemampuan secara fisik
teridentifikasi dari kondisi fisik yang sehat. Kemampuan mental meliputi
kemampuan kognitif, afektif, perilaku dan sosial. Kemampuan kognitif
meliputi kemampuan yang sudah ataupun yang belum dimiliki klien didalam
mengidentifikasi masalah, menilai dan menyelelesaikan masalah. Sedangkan
kemampuang afektif meliputi kemampuan untuk meningkatkan konsep diri
klien dan kemampuan perilaku terkait dengan kemampuan melakukan
tindakan yang adekuat dalam menyelesaikan stressor yang dialami.
b. Dukungan Sosial
Taylor, dkk (2003), menyatakan bahwa dukungan sosial akan membantu
klien untuk meningkatkan pemahaman terhadap stressor dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif. Sumber dukungan sosial pada klien dengan
isolasi sosial meliputi dukungan yang dimiliki klien baik yang didapatkan
dari keluarga, perawat maupun dari lingkungan sekitar klien. Dukungan yang
diberikan dapat berupa dukungan fisik dan psikologis. Dukungan fisik
diperoleh melalui dukungan dan keterlibatan aktif dari keluarga, perawat,
dokter serta tenaga kesehatan lainnya yang dapat membantu klien mengatasi
masalah. Dukungan yang dapat dilakukan keluarga meliputi pencegahan
tersier yaitu membantu memberikan perawatan dirumah sesuai dengan
konsep dan teori yang ada.
c. Keyakinan Positif
Keyakinan positif adalah keyakinan diri yang menimbulkan motivasi dalam
menyelesaikan segala stressor yang dihadapi. Keyakinan positif diperoleh
dari keyakinan terhadap kemampuan diri dalam mengatasi ketidakmmapuan
klien dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Adanya keyakinan positif
yang dimiliki klien akan memotivasi dan membantu klien untuk
menggunakan mekanisme koping yang adaptif, kegiatan spiritual seperti
berdoa, mengikuti kegiatan keagamaan yang ada merupakan salah satu
mekanisme koping yang dilakukan oleh klien dalam menilai stressor yang
dialami.
8. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan
sensori persepsi : halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan
dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri.
9. Penatalaksanaan
1. Therapy Farmakologi
2. Electri Convulsive Therapi
Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam
usaha pengobtannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan
jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT
pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan
Lucio Bini pada tahun 1930.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi
efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang
yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan
kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT
sampai saat ini masih belum dpaat dijelaskan dengan memuaskan. Namun
beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum
Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada papsien depresi yang tidak
responsif terhadap terapi farmakologis.
3. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin
atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal.
4. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan
memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengans stimulus
psikologi seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang.
Terjadi demikian karena, klien selalu merasa takut dan berprasangka buruk pada
orang-orang yang ada di sekitarnya.
e. Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi penurunan
berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.
f. Konsep diri
Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan, pemahaman dan keyakinan
seseorang terhadap dirinya yang memperngaruhi hubungannya dengan orang lain. Pada
umumnya klien dengan Isolasi Sosial mengalami gangguan konsep diri.
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh.
2) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus
sekolah, PHK.
4) Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya; mengungkapkan keinginan yang
terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan social dengan
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
6) Hubungan sosial
Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, karena manusia tidak
mampu hidup secara normal tanpa bantuan orang lain. Pada umumnya klien dengan
Isolasi Sosial mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak
pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami hambatan
dalam pergaulan.
7) Status Mental
a) Penampilan
Pada klien dengan Isolasi Sosial berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan,
kulit kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta
klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus mandi.
b) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan Isolasi Sosial pada umumnya tidak mampu memulai
pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang
menolak diajak bicara.
c) Aktifitas motorik
Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang gelisah dan
mondar-mandir.
d) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan Isolasi social biasanya tampak putus asa
dimanifestasikan dengan sering melamun.
e) Interaksi selama wawancara
Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang menolak untuk
bicara dengan orang lain.
f) Persepsi
Klien dengan Isolasi sosial pada umumnya mengalami gangguan persepsi
terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang
megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri dan melamun.
g) Isi pikiran
Klien dengan Isolasi sosial pada umumnya mengalami gangguan isi pikir :
waham terutama waham curiga.
h) Kesadaran
Klien dengan Isolasi sosial tidak mengalami gangguan kesadaran.
3. Diagnosa Keperawatan
Masalah utama adalah :
Isolasi sosial
Masalah yang sering muncul:
a. Harga diri rendah kronis
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Koping individu tidak efektif
d. Intoleransi aktivitas
e. Deficit perawatan diri
f. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
4. Rencana Keperawatan
b. Diskusikan
kerugian bila pasien
hanya mengurung
diri dan tidak bergaul
dengan orang lain
b. Latih berkenalan
c. Jelaskan kepada
pasien cara
berinteraksi dengan
orang lain
d. Berikan contoh
cara berinteraksi
dengan orang lain
e. Beri kesempatan
pasien
mempraktekan cara
berinteraksi dengan
orang lain yang
dilakukan dihadapan
perawat
f. Mulailah bantu
pasien berinteraksi
dengan satu orang
teman / anggota
keluarga
g. Bila pasien sudah
menunjukan
kemajuan tingkatkan
jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4 orang
dan seterusnya
h. Beri pujian untuk
setiap kemajuan
interaksi yang telah
dilakukan oleh
pasien
i. Siap
mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus
menerus agar pasien
tetap semangat
mengingatkan
interaksinya
j. Masukan dalam
1. Mengetahui
jadwal kegiatan
perkembangan
pasien
pasien dan data
dasar untuk
SP 2 (Tgl … ) intervensi
1. Evaluasi kegiatan selanjutnya
yang lalu (SP 1)
2. Menumbuhkan
keterbiasaan dan
motivasi untuk
berinteraksi
2. Latih berhubungan 3. Mendisiplinkan
sosial secara intensif dan melaitih
pasien untuk terus
berkenalan
3. Masukkan dalam
jadwal kegiatan 1. Mengetahui
pasien perkembangan
pasien dan data
dasar untuk
intervensi
SP 3 ( Tgl … ) selanjutnya
1. Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1 & 2) 2. Menumbuhkan
keterbiasaan dan
2. Latih cara motivasi untuk
berkenalan dengan berinteraksi
dua orang atau lebih dengan orang
yang lebih banyak
2. Latih
keluarga/klien
dihadapan keluarga
dan klien
3. RTI keluarga/klien
untuk merawat klien.
SP.3 (Tgl…..)
1. Evaluasi kegiatan
sebelumnya (Sp 1
dan 2).
2. Latih
keluarga/klien
dihadapan keluarga
dank lien
3. RTI keluarga/klien
untuk merawat klien.
SP.4 (Tgl…..)
1. Evaluasi
kemampuan keluarga
2. Evaluasi
kemampuan pasien
3. Rencana tindak
lanjut keluarga
4. Follow up
5. Rujukan
Nama (inisial) : Tn. M
No. RM : 20088
Pertemuan :I
I. Kondisi Pasien
Pasien terlihat sedang sendiri di sudut ruangan dengan pandangan yang kosong. Kaki serta
tangannya dilipat. Saat perawat menghampiri, klien hanya menjawab ya dan tidak, terlihat
seperti tidak ingin ditemani dan klien mengatakan bahwa dirinya tidak suka berbicara
dengan teman-temannya yang lain karena dirinya tidak gila.
II. Tujuan
a) Menyadari penyebab isolasi sosial
b) Berinteraksi dengan orang lain.
III. Tindakan
a) Identifikasi penyebab
b) Menanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.
c) Latihan berkenalan
d) Masukan jadwal kegiatan pasien.
Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Feny hari ini?
Kontrak
Topik : “ Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang
penyebab feny kurang suka bergaul, apa saja keuntungan bergaul dan apa
saja kerugian bila tidak bergaul dengan orang lain”
Tempat : Feny ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau
diruangan ini saja atau feny sukanya dimana?
Waktu : Feny ingin berbincang-bincang berapa lama?
Fase Kerja
Kalau boleh tau, feny dirumah tinggal dengan siapa saja?, Dirumah siapa yang
dekat dengan feny ?, Apa sebabnya feny dekat dengan bapak? Kalau dirumah feny
kurang dekat dengan siapa?, (Pasien menjawab), Apa sebabnya feny tidak dekat dengan
kakak?, Nah, kalau diRumah sakit, diruangan ini kan banyak teman-temannya, feny suka
ngobrol dengan mereka tidak?, Alasannya kenapa feny tidak suka mengobrol dengan
mereka? Kalau menurut feny apa saja keuntungannya kalau kita punya banyak teman?
(Pasien menjawab), Nah, kalau menurut feny apa kerugiannya kalau tidak mempunyai
banyak teman?, (Pasien menjawab) Kalau kita mempunyai banyak teman keuntungannya
banyak fen, nanti feny bisa minta bantuan, misalnya kalau feny sedang sakit feny bisa
meminta bantuan kepada mereka, atau kalau feny lagi banyak masalah feny bisa cerita
dengan mereka. Sedangkan kalau kerugian tidak mempunyai banyak teman, kalau feny
lagi sakit tidak ada yang bisa membantu feny. Bagaimana kalau sekarang kita belajar
berkenalan dengan orang lain? “ begini lho feny, untuk berkenalan dengan orang lain
kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai, asal kita dan hobi.
Contohnya : nama saya Betaria, senang dipanggil beta. Asal saya dari Bandung, hobby
saya memasak, menyanyi.” Selanjutnya maria menayakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini : “nama kamu siapa? senangnya dipanggil siapa?
Asalnya dari mana?hobinya apa?”
“Ayo dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Maria. Coba berkenalan
dengan saya!” Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali” setelah maria
berkenalan dengan orang tersebut maria dapat melanjutkan percakapan tentang hal –
hal yang menyenangkan untuk dibicarakan. Misalnya tentang cuaca, keluarga, pekerjaan
dan sebagainya. Nah, sekarang feny coba berkenalan dengan salah satu teman yang ada
diruangan ini. (Pasien mencoba mempraktekkan). Perawat memperhatikan cara
perkenalan pasien kepada orang lain.
Fase Terminasi
Selamat pagi, beta!”bagaimana perasaan beta hari ini? Sekarang suster mau
tanya, temannya sudah bertambah belum? Nah, masih ingat kan keuntungan kalau kita
punya banyak teman dan kerugian kalau kita tidak mempunyai banyak teman, coba beta
sebutkan“ (pasien menjawab) Kemarin kan kita sudah latihan berkenalan, nah sekarang
coba beta praktekkan kembali kepada suster. Bagus sekali, ternyata beta masih ingat.
Nah seperti janji saya kemarin, saya akan mengajak beta mencoba berkenalan dengan
teman saya. Nah, ini suster T yang akan beta ajak berkenalan.
Fase Kerja
(Bersama – sama beta dan suster maria mendekati suster T).“Selamat pagi
suster Tania, ini beta , dia ingin berkenalan dengan suster.” Baiklah sekarang beta dapat
berkenalan dengan Suster T seperti yang kita praktekan kemarin. (Pasien
mendemostrasikan cara berkenalan dengan suster T : memberi salam, menyebutkan
nama, menanyakan nama perawat,dan seterusnya). (Bersama-sama pasien ,suster maria
meninggalkan perawat T untuk melakukan terminasi dengan beta).
Fase Terminasi
“Bagaimana perasaan maria setelah berkenalan dengan suster T”, “beta tampak bagus
sekali saat berkenalan tadi”, “Pertahankan terus ya apa yang sudah beta lakukan tadi”,
Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan bisa lancar. Misalnya
menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. “Bagaimana, beta mau mencoba dengan
orang yang lain?”, Besok kita latihan lagi ya beta, bagaimana, beta mau kan?, ” Jam
berapa beta bersedia bercakap-cakap lagi? mau berapa lama? beta mau dimana
tempatnya? Sampai besok.
Nama (inisial) : Nn. C
No. RM : 123478
Pertemuan : III
I. Kondisi Pasien
Pasien tampak sedang berinteraksi dengan salah satu orang yang ada diruangannya,
tetapi pasien terkadang masih menyendiri di kamarnya.
II. Tujuan
Mampu menyebutkan kembali kegiatan yang sudah dilakukan.
Mampu memperkenalkan diri kepada orang lain kepada 2 orang atau lebih.
III. Tindakan
Evaluasi kegiatan yang lalu SP 1 dan 2.
Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih.
Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien
Fase Orientasi :
Selamat Pagi, beta! Bagaimana perasaan hari ini? “Bagus sekali, beta menjadi
senang karena punya teman lagi. Bagaimana perasaan beta pada latihan berkenalan
pertemuan 1 dan ke 2? Seperti janji kita kemarin hari ini kita akan berkenalan dengan
dua orang, nah, sekarang kita temui mereka di taman.
Fase Kerja
(Bersama – sama, suster feny dan beta pergi ke taman bertemu dengan 2 orang
yang sudah dijanjikan oleh suster feny). “Selamat pagi, Ini ada pasien saya yang ingin
berkenalan”. Baiklah beta, sekarang beta dapat berkenalan dengan mereka seperti yang
telah lakukan lakukan sebelumnya.” (Pasien mendemostrasikan cara berkenalan :
memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi).
Karena sudah selesai berkenalan, suster feny dan beta akan kembali keruangan
untuk melakukan tahap terminasi.
Fase Terminasi :
Dermawan, D.(2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Dalami, Ermawati, S.Kp., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa, Jakarta : Trans Info Media
DepKes RI. (2000). Keperawatan Jiwa. Jakarta: DepKes RI
Fitria,Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Keliat. A, Akemat. (2007), Model Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Satrio. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung: IAIN Raden Intan
Yoseph. H. Iyus, (2014). Buku Keperawatan Jiwa, Cetakan : 6, Bandung: PT. Refika Aditama
Videbeck, Sheila.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Cetakan : 1. Jakarta : EGC