Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN : ISOLASI SOSIAL


disusun untuk memenuhi tugas Profesi Keperawatan Jiwa

OLEH:
KARLITA TRI AGUSTIN

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Isolasi sosial merupakan upaya klien untuk menghindari interaksi dengan orang
lain, menghindari hubungan dengan orang lainmaupun komunikasi dengan orang lain
(Keliat,1998).
Menarik diri adalah suatu usaha seseorang untuk menghindari interaksi dengan
lingkungan sosial atau orang lain, merasa kehilangan kedekatan dengan orang lain
dan tidak bisa berbagi pikiranya dan perasaanya (Rawlins,1993).
Menarik diri merupakan suatu keadaan dimana seseorang menemukan kesulitan
dalam membina hubungan secara terbuka dengan orang lain. Isolasi sosial
merupakan keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain
dianggap menyatakan sikap negatif dan mengancam dirinya (Townsend, M.C, 1998
: 52).
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina
hubungan yang berarti dengan orang lain (Iyus, 2014).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain
karena merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk
berbagi rasa, pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan
secara spontan dengan orang lain yang dimanifestasikan dengan mengisolasi diri,
tidak ada perhatian dan tidak sanggup berbagi pengalaman (Dermawan & Rusdi,
2013).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (Depkes, 2000).
Jadi, dapat disimpulkan isolasi sosial merupakan suatu keadaan dimana seorang
individu mengalami penurunan atau gangguan hubungan interpersonal untuk
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya yang dapat dimanifestasikan dengan
mengisolasi diri, merasa ditolak, tidak diterima, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup berbagi pengalaman dan membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

Individu merasa kehilangan teman dan tidak mempunyai kesempatan untuk


membagi pikiran, perasaan dan pengalaman serta mengalami kesulitan berinteraksi
secara spontan dengan orang lain. Individu yang demikian berusaha untuk mengatasi
ansietas yang berhubungan dengan kesepian, rasa takut, kemarahan, malu, rasa
bersalah dan merasa tidak aman dengan berbagai respon. Respon yang terjadi dapat
berada dalam rentang adaptif sampai maladaptif (Stuart and Sudeen, 1998).

Rentang Respon Sosial


Respon Adaptif Respon Maladaptif
Menyendiri Menarikdiri
Onotomi Merasa sendiri Ketergantungan
Bekerjasama Depedensi Manipulasi
Interdependen Curiga curiga

Gambar.1.1 Rentang respon social, (Stuart and Sundeen, 1998).


Menurut Stuart Sudden tentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan sosial merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respons adaptif
dengan maladaptif sebagai berikut:
a. Respon adaptif
Respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan kebudayaan
secara umum serta masih dalam batas normal dalam menyelesaikan masalah
1. Solitut (Menyendiri)
Solitut atau menyendiri merupakan respon yang dibutuhkan seorang untuk
merenung apa yang telah dilakukan dilingkungan sosialanya dan suatu
cara untuk nmenentukan langkahnya.
2. Otonomi
Kemapuan individu untuk mentukan dan menyampaikan ide, pikiran,
perasaan dalam hubungan social.
3. Kebersamaan (Mutualisme)
Perilaku saling ketergantungan dalam membina hubungan interpersonal.
4. Saling ketergantungan (Interdependent)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana hubungan tersebut
mampu untuk saling memberi dan menerima.
b. Respon maladaptif :
Respon yang diberikan individu yang menyimpang dari norma sosial, yang
termasuk respon maladaptif adalah:
1. Menarik diri
Kondisi dimana seseorang tidak dapat mempertahankan hubungan dengan
orang lain atau lingkunganya.
2. Ketergantungan (Dependent)
Suatu keadaan individu yang tidak menyendiri, tergantung pada orang
lain.
3. Manipulasi
Individu berinteraksi dengan pada diri sendiri atau pada tujuan bukan
berorientasi pada orang lain. Tidak dapat dekat dengan orang lain.
4. Impulsive (curiga)
Keadaan dimana individu tidak mampu merencanakan sesuatu.
Mempunyaipenilaian yang buruk dan tidak dapat diandalkan.
2. Etiologi
Penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah yaitu perasaan negative terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan yang ditandai
dengan adanya perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri,
gangguan hubungan sosial, merendahkan martabat, percaya diri kurang dan juga dapat
mencederai diri, (Carpenito,L.J, 1998).
1. Faktor predisposisi
Beberapa faktor yang menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor perkembangan
Tiap gangguan dalam pencapaian tugas perkembangan dari masa bayi sampai
dewasa tua akan menjadi pencetus seseoarang sehingga mempunyai masalah
respon sosial menarik diri. Sistem keluarga yang terganggu juga dapat
mempengaruhi terjadinya menarik diri. Organisasi anggota keluarga bekerja
sama dengan tenaga profisional untuk mengembangkan gambaran yang lebih
tepat tentang hubungan antara kelainan jiwa dan stress keluarga. Pendekatan
kolaburatif sewajarnya dapat mengurangi masalah respon social menarik diri.
b. Faktor Biologik
Faktor genetik dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptive.Genetik
merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Kelainanstruktur otak,
seperti atropi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta
perubahan limbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.
c. Faktor Sosiokultural
Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini merupakan
akibat dari norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau
tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia,
orang cacat dan berpenyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi
norma, perilaku, dan system nilai yang berbeda dari yang dimiliki budaya
mayoritas. Harapan yang tidak realitisterhadap hubungan merupakan faktor
lain yang berkaitan dengan gangguan ini, (Stuart and sudden, 1998)
2. Faktor persipitasi
Ada beberapa faktor persipitasi yang dapat menyebabkan seseorang menarik diri.
Faktor- faktor tersebut dapat berasal dari berbagai stressor antara lain:
a. Stressor sosiokultural
Stressor sosial budaya dapat menyebabkan terjadinya gangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya menurunya stabilitasunit
keluarga, berpisah dari orang yang berarti dalam kehidupanya, misalnya
karena dirawat di rumah sakit.
b. Stressor psikologik
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan keterbatasan
kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk berpisah dengan orang
terdekat atau kegagalan orang lain untuk memenuhi kebutuhanya hal ini dapat
menimbulkan ansietas tinggi bahkan dapat menimbulkan seseorang
mengalami gangguan hubungan (menarik diri), (Stuart & Sundeen, 1998)
c. Stressor intelektual
- Kurangnya pemahaman diri dalam ketidak mampuan untuk berbagai
pikiran dan perasaan yang mengganggu pengembangan hubungan dengan
orang lain.
- Klien dengan “kegagalan” adalah orang yang kesepian dan kesulitan
dalam menghadapi hidup. Mereka juga akan sulit berkomunikasi dengan
orang lain.
- Ketidakmampuan seseorang membangun kepercayaan dengan orang lain
akan persepsi yang menyimpang dan akan berakibat p ada gangguan
berhubungan dengan orang lain
d. Stressor fisik
- Kehidupan bayi atau keguguran dapat menyebabkan seseorangmenarik
diri dari orang lain.
- Penyakit kronik dapat menyebabkan seseorang minder atau malu sehingga
mengakibatkan menarik diri dari orang lain(Rawlins, Heacock,1993)

3. Proses terjadinya masalah


Proses terjadinya isolasi sosial dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan
psikodinamika model Stuart (2009) dimana pada model ini masalah keperawatan
dimulai dengan menganalisa faktor predisposisi ,presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan mekanisme koping yang digunakan oleh seorang
klien sehingga menghasilkan respon baik yang bersifat konstruktif maupun
destruktif dalam rentang adaptif sampai maladaptif.
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko timbulnya stres yang akan
mempengaruhi tipe dan sumber – sumber yang dimiliki klien untuk
menghadapi stres. Stuart (2009) membagi faktor predisposisi dalam tiga
domain yaitu biologis, psikososial, dan sosial kultural.
a. Biologis
Faktor biologis berhubungan dengan kondisi fisiologis yang
mempengaruhi timbulnya gangguan jiwa. Beberapa teori mengkaitkan
faktor predisposisi biologis dengan teori genetik dan teori biologis
terhadap timbulnya skizofrenia. Isolasi sosial merupakan gejala negatif
dari skizofrenia, menurut berbagai penelitian kejadian skizofrenia
disebabkan oleh beberapa factor seperti kerusakan otak, peningkatan
aktivitas neurotransmitter serta faktor genetika.
1) Kerusakan pada area otak
Menurut penelitian beberapa area dalam otak yang berperan dalam
timbulnya kejadian skizofrenia antara lain system limbik, korteks
frontal, cerebellum dan ganglia basalis. Keempat area tersebut saling
berhubungan, sehingga disfungsi pada suatu area akan mengakibatkan
gangguan pada area yang lain (Arief, 2006).
2) Peningkatan aktivitas neurotransmitter
Selain kerusakan anatomis pada area diotak,skizofrenia juga disebabkan
kerana peningkatan aktivitas neurotransmitter dopaminergik.
Peningkatan ini disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah
peningkatan pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine,
turunnya nilai ambang, hipersentivitas reseptor dopamine, atau
kombinasi dari faktor – faktor tersebut. Menurut Videback (2006)
mengatakan bahwa ada keterikatan antara neoanatomi dengan
neurokimia otak, pada skizofrenia ditemukan adanya struktur abnormal
pada otak seperti atropi otak, perubahan ukuran serta bentuk sel pada
system limbic dan daerah frontal selain itu adanya faktor imonovirologi
dan respon tubuh terhadap paparan virus. Pendapat lain dari Raine
(2000 dalam Miller 2001) tentang faktor biologi sebagai salah satu
penyebab skizofrenia mengatakan bahwa seseorang dengan kepribadian
anti sosial memiliki penurunan volume pre frontal dibandingkan rata –
rata aktifitas lobus frontal dalam otak.
3) Faktor Genetika
Penelitian tentang faktor genetic telah membuktikan bahwa skizofrenia
diturunkan secara genetika. Menurut Saddock (2003), prevalensi
seseorang menderita skizofrenia bila salah satu saudara kandung
menderita skizofrenia sebesar 8% sedangkan bila salah satu orang tua
menderita skizofrenia sebesar 12% dan bila kedua orang tua menderita
skizofrenia sebesar 47%. Sementara penelitian terhadap anak kembar
menunjukan bahwa prevelensi kejadian skizofrenia pada kembar
monozigote sebesar 47 %, sedangkan pada kembar dizigote sebesar 12
%.
b. Psikologis
Teori pskianalitik, perilaku dan interpersonal menjadi dasar pola piker
predisposisi psikologis.
1) Teori psikoanalitik
Sigmund Freud melalui teori psiko analisa menjelaskan bahwa
skizofrenia merupakan hasil dari ketidakmampuan menyelesaikan
masalah dan konflik yang tidak disadari antara impuls agresif atau
kepuasan libido serta pengakuan terhadap ego. Sebagai contoh konflik
yang tidak disadari pada saat masa kanak – kanak, seperti takut
kehilangan cinta atau perhatikan orang tua, menimbulkan perasaan
tidak nyaman pada masa kanak – kanak, remaja dan dewasa awal.
2) Teori perilaku
Selain teori psikoanalisa, teori perilaku juga mendasari faktor
predisposisi psikologis. Teori perilaku berasumsi bahwa perilaku
merupakan hasil pengalaman yang dipelajari oleh klien sepanjang daur
kehidupan,dimana setiap pengalaman yang dialami akan mempengaruhi
perilaku klien baik yang bersifat adaptif maupun maladaptif.
3) Teori interpersonal
Teori interpersonal berasumsi bahwa skizofrenia terjadi karena klien
mengalami ketakutan akan penolakan interpersonal atau trauma dan
kegagalan perkembangan yang dialami pada masa pertumbuhan seperti
kehilangan,perpisahan yang mengakibatkan seseorang menjadi tidak
berdaya,tidak percaya diri, tidak mampu membina hubungan saling
percaya pada orang lain,timbulnya sikap ragu – ragu dan takut salah.
Selain itu klien akan menampilkan perilaku mudah putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain serta menghindar dari orang lain. Perilaku
isolassi sosial merupakan hasil dari pengalaman yang tidak
menyenangkan atau menimbulkan trauma pada klien didalam
berinteraksi dengan lingkungan sekitar sehingga mengakibatkan klien
merasa ditolak,tidk diterima dan kesepian serta ketidakmampuan
membina hubungan sosial yang berarti dengan lingkungan sekitar.
Selain itu sistem keluarga yang kurang harmonis seperti adanya
penolakan orangtua,harapan orang tua yang tidak realistis, kurang
mempunyai tanggung jawab personal juga menjadi faktor pencetus
timbulnya gangguan dalam hubungan interpersonal. Kemampuan
menjalin hubungan interpersonal sangat b.d kemampuan klien
menjalankan peran dan fungsi. Jika lingkungan tidak member dukungan
positif akan mengakibatkan klien mengalami harga diri rendah yang
pada akhirnya akan mengakibatkan isolassi sosial.
4) Sosial Budaya
Penyebab skizofrenia adalah pengalaman seseorang yang mengalami
kesulitan memilki harga diri rendah dan mekanisme kopinh mal adaptif.
Stressor ini mempengaruhi berkembangnya gangguan dalam interaksi
sosial terutama dalam menjalin hubungan interpersonal. Perkembangan
hubungan interpersonal khusunya konsep diri dimulai sejak masa bayi
dimana pada masa ini tugas menetapkan hubungan saling percaya dan
terus berkembang hingga tahap perkembangan dewasa akhir.
Gangguan dalam membina hubungan interpersonal dikenali pada saat
masa remaja berlanjut ke masa dewasa yang ditandai dengan adanya
dengan adanya respon maladaptive yaitu ketidakmampuan klien untuk
beradaptasi dengan lingkungan sekitar serta ketidakmampuan membina
hubungan interpersonal atau penyimpanan perilaku lain.
Gangguan dalam membina hubunganbinterpersonal yang muncul pada
masa remaja ini disebabkan karena pada masa ini remaja mengalami
berbagai perubahan fisik dan psikososial serta tuntungan masayarakat
menyangkut dirinya yang mengakibatkan remaja harus mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, ketidakmapuan remaja
mengatasi perubahan yang terjadi akan mengakibatkan gangguan
kepribadian yang dapat mengakibatkan gangguan dalam berhubungan
sosial. Agar masalah tersebut tidak terjadi dibutuhkan dukungan dari
orang tua dan lingkungan seperti membantu remaja memenuhi tuntutan
yang harus dipenuhi,beradaptasi dengan perubahan dalam posisi peran,
membantu remaja meraih sukses serta membantu remaja untuk
meningkatkan kemampuan berpartisipasi atau penerimaan di
lingkungan masyarakat.
Papalia Old & Feldman (2008) mengatakan bahwa akibat dari
perubahan yang terjadi pada remaja, gangguan perkembangan respon
sosial yang disebabkan karena pola asuh orangtua. Penelitian
Coopersmith (1967), menyimpulkan bahwa anak dengan harga diri
tinggi cenderung sangat ekspresif dan aktif,sukses dalam akademik dan
sosial serta mampu menjalin hubungan interpersonal serta memiliki
kepercayaan yang tinggi. Sedangkan anak yang memiliki harga diri
sedang paling bisa menyesuaikan diri, dan anak – anak denga harga diri
rendah berprestasi paling rendah dan cenderung merasa minder, juga
sensitif terhadap kritik dan secara sosial anak – anak tersebut paling
terisolasi dari anak dengan harga diri tinggi.
Townsend M.C (2009), isolasi sosial disebabkan kerana kurangnya rasa
percaya diri,perasaan panic,adanya gangguan dalam proses pikir, sukar
berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta
represi dari rasa takut. Menurut Stuart (2009) isolasi soial disebabkan
oleh harga diri rendah bila tidak segera ditangani perilaku isolasi sosial
dapat berisiko terjadinya halusinasi.
Lack of
Ineffective Stessor Internal
Pattern of development
coping (koping and External
parenting(Pola task (Gangguan
individu tidak (Stres internal
Asuh) Tugas
efektif) dan Eksternal)
Perkembangan)
Misal: Misal: Misal: Misal:
Pada anak yang Saat individu Kegagalan Stres terjadi
kelahirannya tidak menghadapi menjalani akibat ansietas
dikehendaki kegagalan hubungan intim yang
(unwanted child) menyalahkan dengan sesama berkepanjangan
akibat kegagalan orang lain, jenis atau lawan dan terjadi
KB, hamil diluar ketidakberdayaa jenis, tidak bersamaan
nikah, jenis n, menyangkal mampu mandiri dengan
kelamin yang tidak tidak mampu dan keterbatasan
diinginkan, bentuk menghadapi menyelesaikan kemampuan
fisik kurang kenyataan dan tugas, bekerja, individu untuk
menawan menarik diri dari bergaul, mengatasinya.
menyebabkan lingkungan, bersekolah, Ansietas terjadi
keluarga terlalu tingginya menyebabkan akibat berpisah
mengeluarkan self ideal dan ketergantungan dengan orang
komentar – tidak mampu pada orang tua, terdekat,
komentar negative, menerima rendahnya hilangnya
merendahkan, realitas dengan ketahanan pekerjaan atau
menyalahkan anak. rasa syukur. terhadap orang yang
berbagai dicintai.
kegagalan.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi adalah stimulus internal atau eksternal yang mengancam
klien antara lain karena adanya ketegangan peran, konflik peran, peran yang
tidak jelas, peran berlebihan, perkembangan transisi, situasi transisi dan
transisi peran sehat-sakit (Stuart, 2009) . Faktor – faktor presipitasi, antara
lain :
a. Psikologis
Faktor presipitasi psikologis klien isolasi sosial berasal dari internal dan
eksternal. Stuart & Laraia (2005) yang mneyatakan bahwa isolasi sosial
disebabkan karena adanya faktor presipitasi yang berasal dari dalam diri
sendiri ataupun dari luar.
1) Internal
Stressor internal terdiri dari pengalaman yang tidak menyenangkan,
perasaan ditolak dan kehilangan orang yang berarti. Stressor dari
dalam berassal dari kegagalan dan perasaan bersalah yang dialami
klien.
2) Eksternal
Stressor eksternal adalah kurangnya dukungan dari lingkungan serta
penolakan dari lingkungan atau keluarga. Stressor dari luar dapat
berupa keegangan peran, konflik peran, peran yang tidak jelas, peran
belebihan, perkembangan transisi, situasi transisi peran dan transisi
peran sehat – sakit.
Kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan dapat
mengakibatkan klien tidak percaya diri, tidak percaya pada orang
lain, ragu, takut alah, pesisimtis, putus asa, menghindar dari orang
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, dan merasa tertekan.
b. Sosial Budaya
Sosial budaya merupakan ancaman terhadap system diri. Ancaman
terhadap istem diri berasal dari dua sumber yaitu eksternal dan internal.
Faktor eksternal disebabkan karena kehilangan orang yang dicintai
karena kematian, perceraian, perubahan status kerja, dilemma etik,
ataupun tekanan sosial dan budaya. Sedangkan internal disebabkan
kerana kesulitan membangun hubungan interpersol dilingkungan seperti
lingkungan rumah,tempat kerja dan sebagainya.
4. Penilaian stressor
Model stress adaptasi Stuart (2009) mengintegrasikan data dari konsep
psikoanalisis,interpersonal, perilaku, genetic dan biologis. Penilaian stressor
seseorang terhadap respon yang ditimbulkan akibat mengalami harga diri rendah
salah satunya adalah isolasi soial. Penilaian terhadap stressor berada dalam suatu
rentang dari adaptif sampai maladaptif. Penilaian terhadap stressor yang dialami
klien dengan isolasi sosial meliputi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial.
a. Kognitif
Stuart (2009) yang menyatakan bahwa faktor kognitif bertugas mencatat
kejadian stressful dan reaksi yang ditimbulkan secara emosional,
fisiologis, serta perilaku dan reaksi sosial seseorang yang ditampilkan
akibat kejadian stress full dalam kehidupan selain memilih pola koping
yang digunakan. Berdasarkan penilaian tersebut klien dapat menilai
adanya suatu masalah sebaga ancaman atau potensi. Kemampuan kognitif
dipengaruhi oleh persepsi klien,sikap terbuka individu terhadap adanya
perubahan, dan kemampuan untuk melakukan kontrol diri terhadap
lingkungan,serta kemampuan menilai suatu masalah. Pada klien dengan
isolasi sosial kemampuan kognitif klien sangat terbatas, klien lebih
berfokus pada masalah bukan bagaimana mencari alternatif pemecahan
masalah yang dihadapi.
b. Afektif
Menurut Stuart 92009) respon afektif terkait dengan ekspresi emosi, mood,
dan sikap. Respon afektif yang ditampilakan dipengaruhi oleh
ketidakmampuan jangka panjang terhadap situasi yang membahayakan
sehingga mempengaruhi kecenderungan respon terhadap ancaman
terhadap harga diri klien. Respon afektif pada klien isolasi sosial adalah
adanya perasaan putus asa, sedih, kecewa, merasa tidak berharga dan
merasa tidak diperhatikan. Menurut Stuart & Laraia (2005) perasaan yang
dirasakan klien tersebut dapat mengakibatkan sikap menarik diri dari
lingkungan sekitar.
c. Fisiologis
Stuart (2009) respon fisiologis terkait dengan bagaimana system fisiologis
tubuh berespon terhadap stressor yang mengakibatkan perubahan system
neuroendokrin, dan hormonal. Respon ini bertujuan menyiapkan klien
dalam mengatasi bahaya.
d. Perilaku
Perilaku adalah hasil dari respon emosional dan fisiologis. Respon isolasi
soial teridentifikasi tiga perilaku yang maladaptive yaitu sering melamun,
tidak mau bergaul dengan klien lain, tidak mau mengemukakan pendpat,
mudah menyerah dan ragu – ragu dalam emngambil keputusan atau
dalam melakukan tindakan.
e. Sosial
Merupakan hasil perpaduan dari respon kognitif, fektif, fisiologis dan
perilaku yang akan mempengaruhi hubungan atau interaksi dengan orang
lain. Respon perilaku dan sosial memperhatikan bahw klien dengan isolasi
sosial lebih banyak memberikan respon menghindar terhadap stressor yang
dialaminya. Respon negative yang ditampilkan merupakan akibat
keterbatasan kemampuan klien dalam menyelesaikan masalah, dan
keterbatasan klien dalam melakukan penilaian terhadap stressor, sehingga
klien memilih untuk menghindar stressor bukan sesuatu yang harus
dihadapi atau diselesaikan.

5. Tanda Dan Gejala


Gejala subjektif:
a. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain
b. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain
c. Respon verbal kurang dan sangat singkat
d. Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
e. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
f. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
g. Klien merasa tidak berguna
h. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup
i. Klien merasa ditolak
Gejala objektif
a. Klien banyak diam dan tidak mau bicara
b. Tidak mengikuti kegiatan
c. Banyak berdiam diri di kamar
d. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat
e. Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal
f. Kontak mata kurang
g. Kurang spontan
h. Apatis (acuh terhadap lingkungan)
i. Ekspresi wajah kurang berseri
j. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
k. Mengisolasi diri
l. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
m. Masukkan makanan dan minuman terganggu
n. Retensi urine dan feses
o. Aktivitas menurun
p. Kurang energi (tenaga)
q. Rendah diri
r. Postur tubuh berubah, misalnya sikap fetus atau janin (khususnya pada posisi
tidur.)

6. Mekanisme Koping
Mekanisme koping digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Kecemasan koping
yang sering digunakan adalah regresi, represi dan isolasi. Sedangkan contoh
sumber koping yang dapat digunakan misalnya keterlibatan dalam hubungan yang
luas dalam keluarga dan teman, hubungan dengan hewan peliharaan, menggunakan
kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti kesenian, musik,
atau tulisan, (Stuart and sundeen,1998:349)
7. Sumber Koping
Menurut Stuart (2009), sumber koping merupakan pilihan atau strategi bantuan
untuk memutuskan mengenai suatu masalah. Dalam menghadapi stressor klien
dapat menggunakan berbagai sumber koping yang dimilikinya baik internal atau
eksternal.
a. Kemampuan Personal
Pada klien dengan isolasi sosial kemampuan personal yang harus dimiliki
meliputi kemampuan secara fisik dan mental. Kemampuan secara fisik
teridentifikasi dari kondisi fisik yang sehat. Kemampuan mental meliputi
kemampuan kognitif, afektif, perilaku dan sosial. Kemampuan kognitif
meliputi kemampuan yang sudah ataupun yang belum dimiliki klien didalam
mengidentifikasi masalah, menilai dan menyelelesaikan masalah. Sedangkan
kemampuang afektif meliputi kemampuan untuk meningkatkan konsep diri
klien dan kemampuan perilaku terkait dengan kemampuan melakukan
tindakan yang adekuat dalam menyelesaikan stressor yang dialami.
b. Dukungan Sosial
Taylor, dkk (2003), menyatakan bahwa dukungan sosial akan membantu
klien untuk meningkatkan pemahaman terhadap stressor dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif. Sumber dukungan sosial pada klien dengan
isolasi sosial meliputi dukungan yang dimiliki klien baik yang didapatkan
dari keluarga, perawat maupun dari lingkungan sekitar klien. Dukungan yang
diberikan dapat berupa dukungan fisik dan psikologis. Dukungan fisik
diperoleh melalui dukungan dan keterlibatan aktif dari keluarga, perawat,
dokter serta tenaga kesehatan lainnya yang dapat membantu klien mengatasi
masalah. Dukungan yang dapat dilakukan keluarga meliputi pencegahan
tersier yaitu membantu memberikan perawatan dirumah sesuai dengan
konsep dan teori yang ada.
c. Keyakinan Positif
Keyakinan positif adalah keyakinan diri yang menimbulkan motivasi dalam
menyelesaikan segala stressor yang dihadapi. Keyakinan positif diperoleh
dari keyakinan terhadap kemampuan diri dalam mengatasi ketidakmmapuan
klien dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Adanya keyakinan positif
yang dimiliki klien akan memotivasi dan membantu klien untuk
menggunakan mekanisme koping yang adaptif, kegiatan spiritual seperti
berdoa, mengikuti kegiatan keagamaan yang ada merupakan salah satu
mekanisme koping yang dilakukan oleh klien dalam menilai stressor yang
dialami.

8. Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku
masa lalu primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan
sensori persepsi : halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan
dan penurunan aktivitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri.

9. Penatalaksanaan
1. Therapy Farmakologi
2. Electri Convulsive Therapi
Electro Convulsif Therapy (ECT) atau yang lebih dikenal dengan elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energi shock listrik dalam
usaha pengobtannya. Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan
jiwa yang tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya. ECT
pertama kali diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan
Lucio Bini pada tahun 1930.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi
efek terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya selama 15 detik. Kejang
yang dimaksud adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan
kesadarannya dan mengalami rejatan. Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT
sampai saat ini masih belum dpaat dijelaskan dengan memuaskan. Namun
beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT dapat meningkatkan kadar serum
Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada papsien depresi yang tidak
responsif terhadap terapi farmakologis.
3. Therapy kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin
atau diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini
bertujuan memberi stimulus bagi klien dengan gangguan interpersonal.
4. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan
harus mendapatkan perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan
memelihara kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengans stimulus
psikologi seseorang yang akan berdampak pada kesembuhan, karena
lingkungan tersebut akan memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun
kondisi psikologis seseorang.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kemampuan koping yang
dimiliki klien.
(Stuart and Sundeen, 1995)
Adapun data yang dapat dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial
pada kasus Isolasi Sosial adalah sebagai berikut:
a. Identitas Klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama Isolasi
Sosial adalah biodata yang meliputi nama, umur (terjadi pada umur atara 15 – 40
tahun), bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status perkawinan, tangggal
pengkajian, alamat klien, agama, pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi faktor
untuk terjadinya Isolasi Sosial.
b. Alasan masuk rumah sakit
Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu menunduk,
menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi
dengan orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari.
c. Faktor predisposisi
Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan bagi klien
yang telah mengalami gangguan jiwa trauma psikis seperti penganiayaan,
penolakan, kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan
jiwa serta pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami
gangguan jiwa, kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua
yang tidak realistis, kegagalan / frustrasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya,
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi ,
kecelakaan, dicerai suami , putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu
yang terjadi ( korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan
orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri
yang berlangsung lama.
d. Aspek fisik atau biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital:
TekananDarah : Cenderungmeningkat
Nadi : Cenderung meningkat
Pernapasan : Betambah cepat
TB dan BB : Menurun

Terjadi demikian karena, klien selalu merasa takut dan berprasangka buruk pada
orang-orang yang ada di sekitarnya.
e. Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi penurunan
berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.
f. Konsep diri
Konsep diri merupakan satu kesatuan dari kepercayaan, pemahaman dan keyakinan
seseorang terhadap dirinya yang memperngaruhi hubungannya dengan orang lain. Pada
umumnya klien dengan Isolasi Sosial mengalami gangguan konsep diri.
1) Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh, persepsi negatif tentang tubuh.
2) Identitas diri
Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan.
3) Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit, proses menua, putus
sekolah, PHK.
4) Ideal Diri
Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya; mengungkapkan keinginan yang
terlalu tinggi.
5) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, gangguan
hubungan sosial, merendahkan martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri.
Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan social dengan
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
6) Hubungan sosial
Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi setiap manusia, karena manusia tidak
mampu hidup secara normal tanpa bantuan orang lain. Pada umumnya klien dengan
Isolasi Sosial mengalami gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak
pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan mengalami hambatan
dalam pergaulan.
7) Status Mental
a) Penampilan
Pada klien dengan Isolasi Sosial berpenampilan tidak rapi, rambut acak-acakan,
kulit kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan keadaan serta
klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus mandi.
b) Pembicaraan
Pembicaraan klien dengan Isolasi Sosial pada umumnya tidak mampu memulai
pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan tidak jelas atau kadang
menolak diajak bicara.
c) Aktifitas motorik
Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam beraktifitas, kadang gelisah dan
mondar-mandir.
d) Alam perasaan
Alam perasaan pada klien dengan Isolasi social biasanya tampak putus asa
dimanifestasikan dengan sering melamun.
e) Interaksi selama wawancara
Klien menunjukkan kurang kontak mata dan kadang-kadang menolak untuk
bicara dengan orang lain.
f) Persepsi
Klien dengan Isolasi sosial pada umumnya mengalami gangguan persepsi
terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar suara-suara yang
megancam, sehingga klien cenderung sering menyendiri dan melamun.
g) Isi pikiran
Klien dengan Isolasi sosial pada umumnya mengalami gangguan isi pikir :
waham terutama waham curiga.
h) Kesadaran
Klien dengan Isolasi sosial tidak mengalami gangguan kesadaran.

3. Diagnosa Keperawatan
Masalah utama adalah :
Isolasi sosial
Masalah yang sering muncul:
a. Harga diri rendah kronis
b. Perubahan persepsi sensori : halusinasi
c. Koping individu tidak efektif
d. Intoleransi aktivitas
e. Deficit perawatan diri
f. Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
4. Rencana Keperawatan

No DiagnosaKeperawatan Perencanaan Rasional


Tujuan KriteriaHasil Intervensi
1 Isolasi sosial Pasien Setelah … SP 1
mampu : pertemuan (Tgl……………..) 1. Mengetahui
1. pasien dapat : 1. Identifikasi penyebab isolasi
Menyadari 1. Membina penyebab soaial dan
penyebab hubungan a. Siapa yang satu memudahkan
isolasi saling percaya rumah dengan pasien dalam intervensi
sosial 2. Menyadari b. Siapa yang dekat selanjutnya.
2. penyebab dengan pasien? Apa
Berinteraksi isolasi sosial, penyebabnya?
dengan keuntungan c. Siapa yang tidak
orang lain dan kerugian dekat dengan pasien
berinteraksi apa sebabnya?
dengan orang d. Tanyakan
lain keuntungan dan
3. Melakukan kerugian berinteraksi
interaksi dengan orang lain
dengan orang e. Tanyakan
lain secara pendapat pasien
bertahap tentang kebiasaan
berinteraksi dengan
orang lain
f. Tanyakan apa
yang menyebabkan
pasien tidak ingin
berinteraksi dengan
orang lain
2. Apersepsi
2. Identifikasi dengan pasien dan
presepsi mengenai menambah
interaksi. pengetahuan
a. Diskusikan pasien tentang
keuntungan bila keuntungan dan
pasien memiliki kerugian tidak
banyak teman dan berinteraksi
bergaul akrab
dengan mereka

b. Diskusikan
kerugian bila pasien
hanya mengurung
diri dan tidak bergaul
dengan orang lain

3. Ajarkan Pola 3. Menambah

Interaksi pengetahuan dan

a. Jelaskan pengaruh keterampilan

isolasi sosial pasien dalam

terhadap kesehatan berkenalan dengan

fisik pasien orang lain.

b. Latih berkenalan
c. Jelaskan kepada
pasien cara
berinteraksi dengan
orang lain
d. Berikan contoh
cara berinteraksi
dengan orang lain
e. Beri kesempatan
pasien
mempraktekan cara
berinteraksi dengan
orang lain yang
dilakukan dihadapan
perawat
f. Mulailah bantu
pasien berinteraksi
dengan satu orang
teman / anggota
keluarga
g. Bila pasien sudah
menunjukan
kemajuan tingkatkan
jumlah interaksi
dengan 2, 3, 4 orang
dan seterusnya
h. Beri pujian untuk
setiap kemajuan
interaksi yang telah
dilakukan oleh
pasien
i. Siap
mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus
menerus agar pasien
tetap semangat
mengingatkan
interaksinya
j. Masukan dalam
1. Mengetahui
jadwal kegiatan
perkembangan
pasien
pasien dan data
dasar untuk
SP 2 (Tgl … ) intervensi
1. Evaluasi kegiatan selanjutnya
yang lalu (SP 1)
2. Menumbuhkan
keterbiasaan dan
motivasi untuk
berinteraksi
2. Latih berhubungan 3. Mendisiplinkan
sosial secara intensif dan melaitih
pasien untuk terus
berkenalan
3. Masukkan dalam
jadwal kegiatan 1. Mengetahui
pasien perkembangan
pasien dan data
dasar untuk
intervensi
SP 3 ( Tgl … ) selanjutnya
1. Evaluasi kegiatan
yang lalu (SP 1 & 2) 2. Menumbuhkan
keterbiasaan dan
2. Latih cara motivasi untuk
berkenalan dengan berinteraksi
dua orang atau lebih dengan orang
yang lebih banyak

3. Masukkan dalam 3. Memotivasi


jadwal kegiatan pasien untuk

Keluarga Setelah … ·Diharapka


mampu: pertemuan keluarga dapat
Merawat keluarga merawat klien
klien mampu dengan benar dan

isolasi menjelaskan SP. 1 (Tgl……. ) baik.


tentang: 1. Identifikasi
sosial
1. Masalah masalah yang ada Diharapkan
isolasi sosial dihadaopan keluarga keluarga dapat
dan dalam merawat mengerti
dampaknya klien. dampak,
pada pasien 2. Penjelasan tentang penyebab, dan
2. Penyebab masalah yang ada tanda gejalanya
isolasi sosial pada klien (isolasi
3. Sikap Sosial).
Diharapkan
keluarga 3. Cara perawatan
keluarga dapat
untuk klien dengan isolasi
melakukannya
membantu sosial.
dengan benar
pasien 4. Latih (simulasi)
mengatasi 5. RTL
Diharapkan
isolasi keluarga/jadwal
keluarga dapat
sosialnya keluarga untuk
melakukannya
4. Pengobatan merawat klien.
dengan benar
yang
berkelanjutan
Mengetahui
dan untuk
tingakat
mencegah
keberhasilan
putus obat
implementasi
5. Tempat
rujukan dan
fasilitas
kesehatan
yang tersedia
bagi pasien
SP.2 (Tgl…..)
1. Evaluasi
kegiatan
sebelumnya (Sp
1).

2. Latih
keluarga/klien
dihadapan keluarga
dan klien
3. RTI keluarga/klien
untuk merawat klien.

SP.3 (Tgl…..)
1. Evaluasi kegiatan
sebelumnya (Sp 1
dan 2).
2. Latih
keluarga/klien
dihadapan keluarga
dank lien
3. RTI keluarga/klien
untuk merawat klien.

SP.4 (Tgl…..)
1. Evaluasi
kemampuan keluarga
2. Evaluasi
kemampuan pasien
3. Rencana tindak
lanjut keluarga
4. Follow up
5. Rujukan
Nama (inisial) : Tn. M
No. RM : 20088
Pertemuan :I
I. Kondisi Pasien
Pasien terlihat sedang sendiri di sudut ruangan dengan pandangan yang kosong. Kaki serta
tangannya dilipat. Saat perawat menghampiri, klien hanya menjawab ya dan tidak, terlihat
seperti tidak ingin ditemani dan klien mengatakan bahwa dirinya tidak suka berbicara
dengan teman-temannya yang lain karena dirinya tidak gila.
II. Tujuan
a) Menyadari penyebab isolasi sosial
b) Berinteraksi dengan orang lain.
III. Tindakan
a) Identifikasi penyebab
b) Menanyakan keuntungan dan kerugian berinteraksi dengan orang lain.
c) Latihan berkenalan
d) Masukan jadwal kegiatan pasien.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN


SP 1 : Membina hubungan saling percaya, bantu pasien mengenal penyebab isolasi
sosial (keuntungan & kerugian berinteraksi dengan orang lain), ajarkan pasien
untuk berkenalan dengan orang lain.
Fase Orientasi ( Perkenalan)
 Salam terapeutik
Selamat Pagi Mbak. Perkenalkan nama saya Betaria, mba bisa memanggil saya
dengan Beta. . Nama mba siapa? Mba senang dipanggil siapa? Saya perawat yang
dinas diruangan ini. Hari ini saya dinas pagi dari pukul 07.00 – 14.00.

 Evaluasi/validasi
“Bagaimana perasaan Feny hari ini?
 Kontrak
 Topik : “ Bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang tentang
penyebab feny kurang suka bergaul, apa saja keuntungan bergaul dan apa
saja kerugian bila tidak bergaul dengan orang lain”
 Tempat : Feny ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau
diruangan ini saja atau feny sukanya dimana?
 Waktu : Feny ingin berbincang-bincang berapa lama?

Fase Kerja

Kalau boleh tau, feny dirumah tinggal dengan siapa saja?, Dirumah siapa yang
dekat dengan feny ?, Apa sebabnya feny dekat dengan bapak? Kalau dirumah feny
kurang dekat dengan siapa?, (Pasien menjawab), Apa sebabnya feny tidak dekat dengan
kakak?, Nah, kalau diRumah sakit, diruangan ini kan banyak teman-temannya, feny suka
ngobrol dengan mereka tidak?, Alasannya kenapa feny tidak suka mengobrol dengan
mereka? Kalau menurut feny apa saja keuntungannya kalau kita punya banyak teman?
(Pasien menjawab), Nah, kalau menurut feny apa kerugiannya kalau tidak mempunyai
banyak teman?, (Pasien menjawab) Kalau kita mempunyai banyak teman keuntungannya
banyak fen, nanti feny bisa minta bantuan, misalnya kalau feny sedang sakit feny bisa
meminta bantuan kepada mereka, atau kalau feny lagi banyak masalah feny bisa cerita
dengan mereka. Sedangkan kalau kerugian tidak mempunyai banyak teman, kalau feny
lagi sakit tidak ada yang bisa membantu feny. Bagaimana kalau sekarang kita belajar
berkenalan dengan orang lain? “ begini lho feny, untuk berkenalan dengan orang lain
kita sebutkan dulu nama kita dan nama panggilan yang kita sukai, asal kita dan hobi.
Contohnya : nama saya Betaria, senang dipanggil beta. Asal saya dari Bandung, hobby
saya memasak, menyanyi.” Selanjutnya maria menayakan nama orang yang diajak
berkenalan. Contohnya begini : “nama kamu siapa? senangnya dipanggil siapa?
Asalnya dari mana?hobinya apa?”

“Ayo dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan Maria. Coba berkenalan
dengan saya!” Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali” setelah maria
berkenalan dengan orang tersebut maria dapat melanjutkan percakapan tentang hal –
hal yang menyenangkan untuk dibicarakan. Misalnya tentang cuaca, keluarga, pekerjaan
dan sebagainya. Nah, sekarang feny coba berkenalan dengan salah satu teman yang ada
diruangan ini. (Pasien mencoba mempraktekkan). Perawat memperhatikan cara
perkenalan pasien kepada orang lain.

Fase Terminasi

Bagaimana perasaan feny setelah kita latihan berkenalan? ”feny sudah


mempraktikan cara berkenalan dengan baik sekali, selanjutnya, feny dapat mengingat
– ingat kembali apa yang kita pelajari tadi selama saya tidak ada. Sehingga feny bisa
mempunyai banyak teman. Feny mau kan mencoba berkenalan dengan teman yang lain
lagi? Mari kita sama-sama masukan kejadwal kegiatan harian feny.”Besok pagi saya
akan datang kembali untuk mengajak feny berkenalan dengan teman saya, suster T .
bagaimana, feny mau kan?, ” Jam berapa feny bersedia berbincang-bincang lagi? mau
berapa lama? Feny, mau dimana tempatnya? “ Baiklah, sampai jumpa”

Nama (inisial) : Nn. L


No. RM : 12345
Pertemuan : II
I. Kondisi Pasien
Pasien tampak murung dan menyendiri di sudut ruangan.
II. Tujuan
Mampu menyebutkan kembali kegiatan yang sudah dilakukan.
Mampu memperkenalkan diri kepada orang lain(perawat)
III. Tindakan
Evaluasi kegiatan yang lalu (SP1)
Latih berhubungan sosial secara bertahap
Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 2 : Ajarkan pasien berhubungan sosial secara bertahap


Fase Orientasi

Selamat pagi, beta!”bagaimana perasaan beta hari ini? Sekarang suster mau
tanya, temannya sudah bertambah belum? Nah, masih ingat kan keuntungan kalau kita
punya banyak teman dan kerugian kalau kita tidak mempunyai banyak teman, coba beta
sebutkan“ (pasien menjawab) Kemarin kan kita sudah latihan berkenalan, nah sekarang
coba beta praktekkan kembali kepada suster. Bagus sekali, ternyata beta masih ingat.
Nah seperti janji saya kemarin, saya akan mengajak beta mencoba berkenalan dengan
teman saya. Nah, ini suster T yang akan beta ajak berkenalan.

Fase Kerja

(Bersama – sama beta dan suster maria mendekati suster T).“Selamat pagi
suster Tania, ini beta , dia ingin berkenalan dengan suster.” Baiklah sekarang beta dapat
berkenalan dengan Suster T seperti yang kita praktekan kemarin. (Pasien
mendemostrasikan cara berkenalan dengan suster T : memberi salam, menyebutkan
nama, menanyakan nama perawat,dan seterusnya). (Bersama-sama pasien ,suster maria
meninggalkan perawat T untuk melakukan terminasi dengan beta).

Fase Terminasi

“Bagaimana perasaan maria setelah berkenalan dengan suster T”, “beta tampak bagus
sekali saat berkenalan tadi”, “Pertahankan terus ya apa yang sudah beta lakukan tadi”,
Jangan lupa untuk menanyakan topik lain supaya perkenalan bisa lancar. Misalnya
menanyakan keluarga, hobi, dan sebagainya. “Bagaimana, beta mau mencoba dengan
orang yang lain?”, Besok kita latihan lagi ya beta, bagaimana, beta mau kan?, ” Jam
berapa beta bersedia bercakap-cakap lagi? mau berapa lama? beta mau dimana
tempatnya? Sampai besok.
Nama (inisial) : Nn. C
No. RM : 123478
Pertemuan : III
I. Kondisi Pasien
Pasien tampak sedang berinteraksi dengan salah satu orang yang ada diruangannya,
tetapi pasien terkadang masih menyendiri di kamarnya.
II. Tujuan
 Mampu menyebutkan kembali kegiatan yang sudah dilakukan.
 Mampu memperkenalkan diri kepada orang lain kepada 2 orang atau lebih.
III. Tindakan
Evaluasi kegiatan yang lalu SP 1 dan 2.
Latih cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih.
Masukkan dalam jadwal kegiatan pasien

SP 3 : Latih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan 2 orang.

Fase Orientasi :

Selamat Pagi, beta! Bagaimana perasaan hari ini? “Bagus sekali, beta menjadi
senang karena punya teman lagi. Bagaimana perasaan beta pada latihan berkenalan
pertemuan 1 dan ke 2? Seperti janji kita kemarin hari ini kita akan berkenalan dengan
dua orang, nah, sekarang kita temui mereka di taman.

Fase Kerja

(Bersama – sama, suster feny dan beta pergi ke taman bertemu dengan 2 orang
yang sudah dijanjikan oleh suster feny). “Selamat pagi, Ini ada pasien saya yang ingin
berkenalan”. Baiklah beta, sekarang beta dapat berkenalan dengan mereka seperti yang
telah lakukan lakukan sebelumnya.” (Pasien mendemostrasikan cara berkenalan :
memberi salam, menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi).

Karena sudah selesai berkenalan, suster feny dan beta akan kembali keruangan
untuk melakukan tahap terminasi.
Fase Terminasi :

“Bagaimana perasaan beta setelah berkenalan dengan kedua temannya tadi?


Pertahankan ya apa yang sudah beta lakukan tadi. Jangan lupa untuk terus mencoba
dengan temannya yang lainnya. Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan
bercakap – cakap dengan orang lain kita tambahkan lagi dijadwal harian? Jadi satu hari
beta dapat berbincang – bincang dengan orang lain sebanyak 3 kali, pukul 10 pagi,
pukul 1 siang dan pukul 4 sore, Selanjutnya beta dapat berkenalan dengan orang lain
secara bertahap. Bagaimana beta, setuju kan? Baiklah, besok kita ketemu lagi untuk
membicarakan pengalaman beta. Pada pukul yang sama dan tempat yang sama ya.
Sampai besok.
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D.(2013). Keperawatan Jiwa; Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta : Gosyen Publishing.
Dalami, Ermawati, S.Kp., dkk. (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Jiwa, Jakarta : Trans Info Media
DepKes RI. (2000). Keperawatan Jiwa. Jakarta: DepKes RI
Fitria,Nita. (2010). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan
Jiwa Berat bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Keliat. A, Akemat. (2007), Model Praktik Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Satrio. (2015). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Lampung: IAIN Raden Intan
Yoseph. H. Iyus, (2014). Buku Keperawatan Jiwa, Cetakan : 6, Bandung: PT. Refika Aditama
Videbeck, Sheila.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Cetakan : 1. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai