Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN


KEBUTUHAN MOBILITAS DAN AKTIVITAS
DI RUANG NAKULA 1
RSUD KOTA SEMARANG
DisusununtukmemenuhitugasPraktekBelajarKlinikKDM III

DISUSUN OLEH :
ARFIANA NURANI
P.17420613047

JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2014
I. KONSEP DASAR
A. DEFINISI
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).

Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).

Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American


Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana individu
yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih,
individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi (kehilangan
fungsi motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter&Perry,2005)

B. KLASIFIKASI
1. Jenis Mobilitas :
a. Mobilitas penuh.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-
hari. Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan
saraf motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien
paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilngan kontrol mekanik dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya
terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan (Carpenito, 2000).
3. Jenis Immobilitas :
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.

C. ETIOLOGI
1. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :
a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

Kondisi – kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick, 2005)


:
a. Fall
b. Fracture
c. Stroke
d. Postoperative bed rest
e. Dmentia and Depression
f. Instability
g. Hipnotic medicine
h. Impairment of vision
i. Polipharmacy
j. Fear of fall

2. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi
dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya
berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemabuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit
tertentu misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang
lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari.
e. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa
pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan
dengan anak yang sering sakit.

3. Faktor Resiko

Berbagai faktor fisik, psikologis dan lingkunga dapat menyebabkan


immobiliasi pada usia lanjut seperti pada table berikut :
Gangguan Artritis
muskuloskeletal Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang
sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau
panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis
luas pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis
luas pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang
disebabkan obat antipsikotik)
D. PATOFISIOLOGI

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem


otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya,
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi
irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot
yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah
suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi


yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal


adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan
dalam pembentukan sel darah merah.
E. PATHWAY

Perdarahan

Oklusi

Penurunan perfusi jaringan

Hipoksia Iskemia

Metabolisme anaerob aktivitas elektrolit terganggu

Penurunan asam laktat pompa Na dan K gagal

Asidosis lokal, H meningkat, PCO meningkat, PCO2 menurun

edema serebral TIK meningkat

Gangguan perfusi
jaringan perfusi otak menurun herniasi otak

nekrosis jaringan otak kematian

defisit neurologis

Lobus oksipitalis
Intoleransi aktivitas Defisit perawatan diri lobus frontalis lobus
temporalis lobus parientalis

Gangguan mobilisasi
F. TANDA DAN GEJALA

1. Dampak fisiologis dari immobilitas, antara lain:

EFEK HASIL

 Penurunan konsumsi oksigen  Intoleransi ortostatik


maksimum
 Penurunan fungsi ventrikel kiri  Peningkatan denyut jantung, sinkop
 Penurunan volume sekuncup  Penurunan kapasitas kebugaran
 Perlambatan fungsi usus  Konstipasi
 Pengurangan miksi  Penurunan evakuasi kandung kemih
 Gangguan tidur  Bermimpi pada siang hari, halusinasi

2. Efek Immobilisasi pada berbagai system organ

ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI

Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang, hilangnya kekuatan


otot, penurunan area potong lintang otot, kontraktor,
degenerasi rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal dan Peningkatan denyut nadi istirahat, penurunan perfusi miokard,
pembuluh darah intoleran terhadap ortostatik, penurunan ambilan oksigen
maksimal (VO2 max), deconditioning jantung, penurunan
volume plasma, perubahan uji fungsi paru, atelektasis paru,
pneumonia, peningkatan stasis vena, peningkatan agresi
trombosit, dan hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan laserasi kulit
Metabolik dan endokrin Keseimbangan nitrogen negatif, hiperkalsiuria, natriuresis dan
deplesi natrium, resistensi insulin (intoleransi glukosa),
hiperlipidemia, serta penurunan absorpsi dan metabolisme
vitamin/mineral
II. PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pemeriksaan Fisik
1. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang.Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis.Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
2. Mengkaji tulang belakang
a. Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang
berlebihan)
3. Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
4. Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
5. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebihpendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7. Mengkaji fungsional klien
 Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
- Rentang gerak (range of motion-ROM)

DERAJAT RENTANG
GERAK SENDI
NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral 180


dari posisi samping ke atas kepala,
telapak tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan 80-90
tangan dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan 0-20
ke sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan 30-50
ke arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Fleksi: buat kepalan tangan 90
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
Tangan dan belakang sejauh mungkin
jari Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi

Skala ADL (Acthyfiti Dayli Living)


0 : Pasien mampu berdiri
1 : Pasien memerlukan bantuan/ peralatan minimal
2 : Pasien memerlukan bantuan sedang/ dengan pengawasan
3 : Pasien memerlukan bantuan khusus dan memerlukan alat
4 : Tergantung secara total pada pemberian asuhan
Kekuatan Otot/ Tonus Otot
0 : Otot sama sekali tidak bekerja
1 (10%) : Tampak berkontraksi/ ada sakit gerakan tahanan sewaktu jatuh
2 (25%) : Mampu menahan tegak tapi dengan sentuhan agak jauh
3 (50%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat
4 (75%) : Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan
melawan tekanan secara stimulan

Pemeriksaan Penunjang
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang
didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak
melalui tulang. Dll
4. Pemeriksaan Laboratorium:
5. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT
↑ pada kerusakan otot.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang mungkin muncul seperti
1. Intoleransi aktivitas
2. Gangguan mobilitas fisik
3. Defisit perawatan diri . (Tarwoto & Wartonah, 2003)

C. RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
berhubungan keperawatan selama …. x 24
dengan Kelemahan jam :  Tentukan penyebab
umum keletihan: :nyeri,
 Klien mampu aktifitas, perawatan ,
mengidentifikasi aktifitas pengobatan
dan situasi yang  Kaji respon emosi,
menimbulkan kecemasan sosial dan spiritual
yang berkonstribusi pada terhadap aktifitas.
intoleransi aktifitas.  Evaluasi motivasi dan
 Klien mampu keinginan klien untuk
berpartisipasi dalam meningkatkan aktifitas.
aktifitas fisik tanpa  Monitor respon
disertai peningkatan TD, kardiorespirasi
N, RR dan perubahan terhadap aktifitas :
ECG takikardi, disritmia,
 Klien mengungkapkan dispnea, diaforesis,
secara verbal, pucat.
pemahaman tentang  Monitor asupan nutrisi
kebutuhan oksigen, untuk memastikan ke
pengobatan dan atau alat adekuatan sumber
yang dapat meningkatkan energi.
toleransi terhadap  Monitor respon
aktifitas. terhadap pemberian
 Klien mampu oksigen : nadi, irama
berpartisipasi dalam jantung, frekuensi
perawatan diri tanpa Respirasi terhadap
bantuan atau dengan aktifitas perawatan diri.
bantuan minimal tanpa  Letakkan benda-benda
menunjukkan kelelahan yang sering digunakan
pada tempat yang
mudah dijangkau
 Kelola energi pada
klien dengan
pemenuhan kebutuhan
makanan, cairan,
kenyamanan /
digendong untuk
mencegah tangisan
yang menurunkan
energi.
 Kaji pola istirahat klien
dan adanya faktor yang
menyebabkan
kelelahan.

Terapi Aktivitas

 Bantu klien melakukan


ambulasi yang dapat
ditoleransi.
 Rencanakan jadwal
antara aktifitas dan
istirahat.
 Bantu dengan aktifitas
fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah
posisi, perawatan
personal, sesuai
kebutuhan.
 Minimalkan anxietas
dan stress, dan berikan
istirahat yang adekuat
 Kolaborasi dengan
medis untuk pemberian
terapi, sesuai indikasi
No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
Keperawatan
( NOC ) (NIC )
(NANDA)
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
mobilitas fisik keperawatan selama ...x 24  Ajarkan dan berikan
berhubungan jam klien menunjukkan: dorongan pada klien
dengan : untuk melakukan
Kerusakan sensori  Mampu mandiri total program latihan secara
persepsi.  Membutuhkan alat bantu rutin
 Membutuhkan bantuan Latihan untuk ambulasi
orang lain  Ajarkan teknik
 Membutuhkan bantuan Ambulasi &
orang lain dan alat perpindahan yang
 Tergantung total aman kepada klien dan
 Dalam hal : keluarga.
 Penampilan posisi tubuh  Sediakan alat bantu
yang benar untuk klien seperti
 Pergerakan sendi dan otot kruk, kursi roda, dan
 Melakukan perpindahan/ walker
ambulasi : miring kanan-  Beri penguatan positif
kiri, berjalan, kursi roda untuk berlatih mandiri
dalam batasan yang
aman.
Latihan mobilisasi dengan
kursi roda
 Ajarkan pada klien &
keluarga tentang cara
pemakaian kursi roda
& cara berpindah dari
kursi roda ke tempat
tidur atau sebaliknya.
 Dorong klien
melakukan latihan
untuk memperkuat
anggota tubuh
 Ajarkan pada klien/
keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
 Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh
yang Benar
 Ajarkan pada klien/
keluarga untuk mem
perhatikan postur
tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan,
keram & cedera.
 - Kolaborasi ke ahli
terapi fisik untuk
program latihan.

D. EVALUASI
Evaluasi yang di harapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan fungsi tubuh.
2. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot.
3. Peningkatan fleksibilitas sendi.
4. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien
menunjukkan keceriaan.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul,Aziz.2006.Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta:Salemba Medika


Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Nanda. 2005. Diagnose Keperawatan. Jakarta : Prima Medika

Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia& proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai