Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN OBSERVASI

“ OSTEOARTHRITIS ”

YANG SESEUAI DENGAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

DI RSUD KOTA MAKASSAR

OLEH :

KELOMPOK IV

DIII. FISIOTERAPI. TK II

1. ANDI RISKA AMIRULLAH 7. NANNI


2. ASYFA AULIA RAHMA 8. NURHIDAYAH
3. DWIYANTI ABNER P 9. NURUL MISNA LESTARI
4. HASNAWATI 10. NUR ALFRIDA SAMIUN
5. HASRINURYANA 11. NUR INDAH RAMADHANI
6. KHAIRUNNISA 12. SAWAL

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


2017/2018
Judul Observasi FT. Pada Osteoarthrosis Tibiofemoral
Joint
Tanggal 19 Juni 2019

Area Rumah Sakit Umum Daerah Kota Makassar

Kode Muskuloskeletal

1. TUJUAN
 Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi yang sesuai dengan Standar
Operational Prosedur (SOP).
2. RUANG LINGKUP
Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus osteoarthritis dilakukan mulai pada
fase akut hingga pasien mampu melakukan aktifitas fungsional.
3. ACUAN
- Bethesda, 2013, Handout 0n Health; Osteoarthrits,
- Gregor, C, 2009, Kinesiology taping – a evidence based method, dalam annual
K-Active Taping Iternational Symposium, Frammersbach, Germany.
- Mckeag, D. B, 2010, The Relationship of Osteoarthritis and Exercise, dalam
puffer J C, Clinicis in Sport Medicine, Guest Editor, W B Saunders Company,
Philadelphia, hal 471-485
4. PENGERTIAN
Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan
dengan kerusakan kartilago sendi, dimana terjadi proses degradasi interaktif sendi yang
kompleks, terdiri dari proses perbaikan pada kartilago, tulang dan sinovium
diikuti komponen sekunder proses inflamasi. Prosesnya tidak hanya mengenai rawan
sendi namun juga mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum,
kapsul dan jaringan sinovial serta jaringan ikat periartikuler. Pada stadium lanjut rawan
sendi mengalami kerusakan, ditandai adanya fibrilasi, fisur, dan ulserasi yang dalam
pada permukaan sendi. Paling sering mengenai vertebra, panggul, lutut, dan
pergelangan tangan kaki (Waenoor,2012).

Osetoarthritis merupakan kelainan degeneratif sendi yang paling banyak


didapatkan di masyarakat, terutama pada usia lanjut. Lebih dari 80% usia diatas 75
tahun menderita Osetoarthritis, Osetoarthritis merupakan kasusterbanyak yang terdapat
di rumah sakit dari semua kasus penyakit rematik. Kelainan pada lutut merupakan
kelainan terbanyak dari Osetoarthritis diikuti sendi panggul dan tulang belakang. Di
Indonesia prevalensi OA lutut yang tampak secara radiologik mencapai 15,5 % pada
pria dan 12,7 % pada wanita berumur antara 40-60 tahun.
5. PROSEDUR
5.1. Pelaksanaan
5.1.1. Persiapan alat
 Skenario kasus Osetoarthritis
 Bed lengkap
 Blanko laporan status klinis untuk mencatat semu
penatalaksanaan fisioterapi
 Tensi meter dan stetoskop
 Thermometer
 Arloji/stopwatch
 Goniometer
 Gambar Vas
 Tapping
 Ultra Sound
 Mwd
 Tens
 Gelly
5.1.2. Anamnesis
a. Umum
 Nama : Ny. J
 Umur : 50 tahun
 Jenis kelamin : perempuan
 Agama : Islam
 Alamat : Jl. Kapasa
 Pekerjaan : IRT
 No Telpon : -

b. Khusus
 Keluhan utama : Nyeri pada lutut sebelah kiri
 Kapan terjadinya : 2 bulan yang lalu

 Provokasi : Bengkak dan nyeri lutut sebelah kiri,


Nyeri di rasakan pasien secara tiba-tiba. Riwayat nyeri sebelumnya
(+). Nyeri memburuk pada saat pagi hari dan cuaca dingin. Riwayat
trauma (-). Kesulitan pada aktifitas sehari-hari yang melibatkan
pergerakan lutut seperti berjalan, naik turun tangga, sholat dan
jongkok. Susah berdiri setelah duduk lama (lutut terasa berat).

 Riwayat penyakit : Sekitar 2 bulan yang lalu, tiba-tiba lutut kiri


tidak bisa dibengkokkan. Pernah minum obat Pereda nyeri tapi
setelah itu berhenti sehingga lututnya bias fleksi tapi setelah bias
fleksi lututnya tidak bias ekstensi.

5.1.3. Menghimpun data sekunder

 Tanyakan catatan klinisnya .


 Tanyakan hasi pemariksaan laboratoriumnya
 Taryakan hasil pemeriksaan foto rongennya
 Tanyakan obat-obatan yang telah diterima/dikonsumsi
 Catat semua data yang didapat

5.1.4. Vital Sign

5.1.4.1. Pengukuran Tekanan Darah

 Jelaskan prosedur pada klien.


 Cuci tangan.
 Gunakan sarung tangan.
 Bebaskan lengan atas pasien dari pakaian
 Posisi pasien duduk atau tidur telentang, lengan pasien abduksi 30-
40 derajat shoulder dan supinasi lengan bawah.
 Pasang manset pada lengan atas pasien dengan batas bawah setinggi
2cm diatas fossa cubiti
 Raba adanya arteri brachalis di sisi medial fossa cubiti
 Pasang stetoskop di telinga, dan membran stetoskop ( besar ) di area
yang teraba denyut arteri brachialis
 Kencangkan pengancing, kemudian pompa manset secara cepat
hingga 180-200 mmHg (sampai tidak terdengar bunyi denyutan
melalui stetoskop )
 Kendorkan pengancing secara perlahan ( kecepatan turun tidak
melebihi 3mmHg/detik) sambil dengarkan sistol dan diastolnya
 Sampaikan hasil pengukuran pada pasien
 Catat hasil pengukuran tersebut
Hasil Tekanan Darah : 120/80

5.1.4.2. Pengukuran denyut nadi


 Jelaskan prosedur pada klien.
 Cuci tangan.
 Siapkan jam tangan atau stopwatch
 Raba dengan 3 jari adanya denyut arteri radialis pada sisi radial
pergelangan tangan bagian ventral
 Hitung jumlah denyut dalam 1 menit atau selama 15 detik X 4
 Sampaikan hasil pengukuran kepada pasien
 Catat hasil pengukuran tersebut.

Hasil Denyu nadi : 78x / menit


5.1.4.3. Pengukuran frekuensi pernapasan
 Pengang tangan pasien seperti akan mengukur denyut nadi untuk
mengalihkan perhatian pasien
 Sambil mengamati gerakan dada atau perut, hitung jumlah
pernapasan dalam 1 menit
 Sampaikan hasil pengukuran kepada pasien
 Catat hasil pengukuran tersebut.
Hasil Pernapasan : 20x/ menit

5.1.4.4. Pengukuran suhu

 Jelaskan prosedur pada klien.


 Cuci tangan.
 Gunakan sarung tangan.
 Atur posisi pasien

 Tentukan letak aksila dan bersihkan daerah aksila dengan


menggunakan tisu.
 Turunkan termometer di bawah suhu 340 -350C.
 Letakan termometer pada daerah aksila dan lengan pasien fleksi di
atas dada.
 setelah 3-10 menit termometer diangkat dan di baca hasilnya.
 Catat hasil.
Hasil Suhu : 36,8°C
5.1.5. Inspeksi
5.1.5.1. Statis

 Lutut kiri dan kanan tidak simetris


 oedem ( + )
5.1.5.2. Dinamis
 Pasien diminta jongkok berdiri hasilnya pasien sulit melakukan
karena adanya nyeri di lutut bagian kiri
 Pasien berjalan tidak normal dikarenakan adanya pembengkakan
dan nyeri saat melakukan gerakan.
5.1.6. Palpasi
 Raba daerah cedera/keluhan dengan punggung tangan dan bandingakan
dengan sisi sehat apakah ada kenaikan suhu atau tidak
Hasil : Tidak ada peningkatan suhu pada daerah keluhan
 Tekan daerah keluhan dengan tiga jari (tekanan menggunakan ujung jari
bagian palmar) untuk mengetahui adanya nyeri tekan
Hasil : Nyeri tekan (+) pada ligamen patella dan sisi medial lutut
 Processus suprapatellaris dikosongkan dengan menekannya dengan satu
tangan dan sementara itu dengan jari-jari tangan lainnya patella ditekan
ke bawah
Hasil : Oedem (+)
5.1.7. Pemeriksaan fungsi gerak
5.1.7.1 Gerak aktif
 Fleksi – ekstensi knee
Posisi pasien : tidur terlentang pada bed, posisi pasien dibuat senyaman
mungkin.
Posisi terapi : berada di samping bed, dekat pasien. Terapi hanya
memberi perintah kepada pasien untuk menggerakkan fleksi - ekstensi,
tetapi sebelum pasien melakukannya sendiri secara aktif, terapi memberi
contoh terlebih dahulu pada pasien gerakan yang harus dilakukan oleh
pasien.
Gerakan : pasien melakukan gerakan fleksi – ekstensi sendiri secara
aktif.

Hasil :
Fleksi : agak nyeri, full ROM
Ekstensi knee : agak nyeri, full ROM
 Endorotasi – Eksorotasi knee
Posisi pasien : pasien diposisikan duduk senyaman mungkin.
Posisi terapi : berada didekat pasien. Terapi hanya memberi perintah
kepada pasien untuk menggerakkan internal – ekternal rotasi , tetapi
sebelum pasien melakukannya sendiri secara aktif, terapi memberi
contoh terlebih dahulu pada pasien gerakan yang harus dilakukan oleh
pasien.
Gerakan : pasien melakukan gerakan internal – eksternal rotasi sendiri
secara aktif.
Hasil :
Endorotasi : tidak nyeri
Eksorotasi : tidak nyeri
5.1.7.2. Gerak pasif
 Fleksi – Ekstensi knee
Posisi pasien : tidur terlentang pada bed, posisi pasien dibuat senyaman
mungkin.
Posisi terapi : berada di samping bed, dan di dekat pasien. Satu tangan
terapi melakukan fiksasi pada bagian belakang tumit (pada tendon
achiles) dan tangan yang lain melakukan mobilisasi pada bagian distal
femur bagian posterior.
Gerakan : terapi melakukan mobilisasi dengan menggerakkan fleksi
dan ekstensi pada knee.
Hasil :
Fleksi : tidak nyeri, full ROM
Ekstensi knee : tidak nyeri, full ROM

 Endorotasi – Eksorotasi Knee


Posisi pasien : tidur terlentang pada bed, posisi dibuat senyaman
mungkin .Posisi terapi : berada di samping bed, dekat pasien. Satu
tangan terapi melakukan mobilisasi pada proximal tibia bagian posterior
dengan cara melingkarkan lengan bawah terapis pada cruris pasien dari
maleolus lateral sehingga telapak tangan terapis akan berada pada
proximal tibia bagian posterior dan tangan yang lain melakukan fiksasi
pada bagian distal femur bagian anterior.
Gerakan : terapi melakukan mobilisasi dengan menggerakkan internal –
ekternal rotasi pada knee.
Hasil :
Endorotasi : tidak nyeri
Eksorotasi : tidak nyeri
5.7.3. Gerak isometrik melawan tahanan
 Fleksi – Ekstensi Knee
Posisi pasien : tidur terlentang pada bed, posisi pasien dibuat senyaman
mungkin.
Posisi terapi : berada di samping bed, dekat pasien. Terapi memberi
perintah pada pasien untuk melakukan gerakan fleksi – ekstensi dengan
diberi tahanan, dan pasien diminta untuk melakukan gerakan dengan
melawan tahanan yang dilakukan terapis.
Gerakan : pasien melakukan gerakan fleksi – ekstensi dengan melawan
tahanan yang diberikan oleh terapis.
Hasil :
Fleksi knee : nyeri
Ekstensi knee : nyeri

 Endorotasi – Eksorotasi Knee


Posisi pasien : pasien diposisikan duduk senyaman mungkin.
Posisi terapi : berada didekat pasien. Terapi memberi perintah pada
pasien untuk melakukan gerakan internal – eksternal rotasi dengan diberi
tahanan, dan pasien diminta untuk melakukan gerakan dengan melawan
tahanan yang diberikan terapis.
Gerakan : pasien melakukan gerakan internal – eksternal rotasi dengan
melawan tahanan yang diberikan oleh terapis.
Hasil :
Endorotasi : tidak nyeri
Eksorotasi : tidak nyeri
5.1.8. Tes Spesifik
 Ballotement test pada Knee
Prosedur : Processus suprapatellaris dikosongkan dengan menekannya
dengan satu tangan dan sementara itu dengan jari-jari tangan lainnya
patella ditekan ke bawah.
Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada cairan pada lutut
Hasil : (+)
 Patello femoral test
Posisi pasien : pasien terlentang dengan posisi knee ekstensi
Posisi terapi : Meletakkan satu tangan di bagian superior pole patella
dan tangan satunya di bagian inferior pole patella menggunakan pinche
grip dengan ibu jari dan jari telunjuk kedua tangan, untuk memfiksasi
apex dan basis patella pasien praktikkan selanjutnya secara pasif dan
perlahan menggerakkan serta menekan patellla pasien melawan femur ke
ara proximal dan distal, dimana permukaan posterior patella slide
melawan conylus femoral.
Tujuan : Untuk memprovokasi nyeri dan apprehention yang berasal dari
patello femoral joint
Hasil : (+) nyeri di bagian anterior knee
 Hiperekstensi
Prosedur : Lakukan gerakan hiperekstensi secara pasif pada knee joint.
Tangan fisioterapis berada di knee pasien sebagai fiksasi, dan tangan
lainnya berada di bagian posterio angkle pasien mengangkat ke arah
anterior.
Tujuan : untuk mengetahui adanya kelainan lig. crusiatum anterior.
Hasil : (-)

 Hipermobilitas Varus-Valgus
Prosedur : Posisi pasien terlentang dengan kaki yang diperiksa berada
di luar bed. Letakkan tangan pada medial knee sebagai fiksator & tangan
lainnya pada ankle. Lakukan tekanan kedalam pada tangan yang berada
di ankle untuk stabilitas Varus. Lakukan sebaliknya untuk stabilitas
Valgus.
Tujuan : untuk mengetahui kelainan pada lig. Collateral lateral dan
collateral medial
Hasil : (-)

 Laci sorong (Shif Anterior dan Posterior)

Prosedur : Posisi pasien terlentang, knee joint fleksi sekitar 70 derajat.


Meletakkan kedua tangan untuk menyiapkan stabilisasi pada knee pasien
dengan kedua ibu jari mempalpasi tibial plateau, sementara kaki pasien
di duduki sebagai fiksasi. Selanjutnya lakukan tarikan/dorongan pada os
tibia ke arah anterior/posterior terhadap. Perhatikan gerakan translasi
yang terjadi.

Tujuan : untuk mengetahui kelainan lig. crusiatum anterio/posterior.

Hasil : (-)

 Gravity sign

Prosedur : Pasien terlentang dalam posisi komfotable, praktikkan


meletakkan tangan kanan pada dorsum kaki kanan pasien dan tangan kiri
pada dorsum kaki kiri pasien. Praktikkan selanjutnya mengangkat kedua
tungkai pasien dan menahan keduanya pada posisi fleksi hip 90° dan
knee 90°. Praktikkan kemudian mengamati dan membandingkan kedua
tibia pasien.

Tujuan : untuk mengetahui kelainan pada lig. crusiatum posterior.

Hasil : (-)

 Clarkes sign

Prosedur : Pasien terlentang dengan posisi knee ekstensi, prakatikkan


meletakan satu tangan di bagian superior pole patella dan tangan satunya
pda fossa poplitea pasien. Praktikkan selanjutnya menekan patella pasien
ke arah caudal, yang mengulur tendon serta otot quadricep. Praktikkan
lalu meminta pasien untuk mengkontraksikan otot quadricep secara
perlahan dan hati-hati sementara praktikkan menahan gerakan yang
terjadi pada patella pasien (catatan: knee sebaiknya di tes pada posisi
yang berbeda, dalam posisi 30°,60°, dan 90° fleksi knee).

Tujuan : untuk mengetahui adanya kelainan pada permukaan cartilago


patella femoral joint.

Hasil : (+)

5.1.9. Pengukuran
5.1.9.1. Pengukuran nyeri diam

 Tunjukkan blanko VAS ke pasien dan beri penjelasan tata cara


penggunaannya.

 Pasien diminta menganalogikan tingkat nyeri yang dirasakan saat


diam dengan skala 10 cm.

 Catat hasil pengukurannya : 2

5.1.9.2. Pengukuran nyeri tekan

 Tunjukkan blanko VAS ke pasien dan beri penjelasan tata cara


penggunaannya

 Lakukan penekanan dengan 3 jari (dengan ujung jari bagian


palmar) pada tempat yang dikeluhan nyeri, pada saat yang sama
pasien diminta menganalogikan tingkat nyeri yang dirasakan saat
ditekan tersebut dengan skala 10 cm

 Catat hasil pengukurannya : 5

5.1.9.3. Pengukuran nyeri gerak


 Tunjukkan blanko VAS ke pasien dan beri penjelasan tata cara
penggunaannya
 Pasien diminta menggerakan sendi sikunya ke arah ditemukannya
nyeri gerak serta menganalogikan tingkat nyeri yang dirasakan
saat bergerak tersebut dengan skala 10 cm
 Catat hasil pengukurannya : 6
5.1.9.4. Pengukuran LGS
 Fleksi - Ekstensi knee
Posisi pasien : Pasien tidur terlentang
Posisi terapi : Pasien harus terlentang dengan kedua kaki
lurus di atas bed, tumpuan sejajar dengan epikondilus lateral
femur. Lengan Stasioner ini sejalan dengan trokanter major
dan ½ tulang paha, lengan bergerak dengan maleolus lateral
dan ½ fibula.
Range of Motion (ROM) :
S: 0º – 0º – 110º
T: 10º – 0º –10º
Hasil : Gerakan fleksi terbatas karena nyeri.

5.1.9.5. Pengukuran antropometri

5.1.9.5.1. Berat badan

 Aktifkan alat timbang dengan cara menekan TOMBOL


sebelah kanan (warna BIRU). Mula-mula akan muncul
angka 8,88, dan tunggu sampai muncul angka 0,00. Bila
muncul bulatan (O) pada ujung kiri kaca display, berarti
timbangan siap digunakan.

 Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki


tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela
baca .

 Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat


timbang, sikap tenang (JANGAN BERGERAK-GERAK)
dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan)

 Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul, dan


tunggu sampai angka tidak berubah (STATIS)

 Catat hasil

 Minta Responden turun dari alat timbang

 Alat timbang akan OFF secara otomatis.

Hasil : 58 kg

5.1.9.5.2. Tinggi badan

 Berdiri membelakangi dinding dimana microtose terpasang


dengan posisi siap santai (bukan siap militer), tangan
disamping badan terkulai lemas, tumit, betis, pantat, tulang
belikat dan kepala menempel di dinding.

 Pandangan lurus ke depan. Sebagai pegukur harus diperiksa


ketentuan ini sebelum membaca hasil pengukuran. Tarik
microtiose ke bawah sampai menempel ke kepala. Bagi
terukur yang berjilbab agak sedikit ditekan agar pengaruh
jilbab bisa diminimalisir. Untuk terukur yang memakai
sanggul harus ditanggalkan lebih dahulu atau digeser ke
bagia kiri kepala. Saat pengkuran, sandal, dan topi harus
dilepas.

 Baca hasil ukur pada posisi tegak lurus dengan mata (sudut
pandang mata dan skala microtoise harus sudut 90 derajat).
Hasil : 175 cm

5.1.9.5.3. Panjang lutut

 Tinggi lutut diukur dengan caliper berisi mistar pengukuran


dengan mata pisau menempel pada sudut 90°

 Alat yang digunakan adalah alat ukur tinggi lutut terbuat


dari kayu. Subyek yang diukur dalam posisi duduk atau
berbaring/tidur. Pengukuran dilakukan pada kaki kiri
subyek antara tulang tibia dengan tulang paha membentuk
sudut 90°.

 Alat ditempatkan di antara tumit sampai bagian proksimal


dari tulang platela.

 Baca hasil pengukuran

Hasil : 62 cm

5.1.9.6. Pengukuran kemampuan fungsional

Menggunakan Indeks ADL

 Transfer dari lantai ke kursi: 1

 Transfer dari kursi ke tempat tidur: 1

 Berjalan di luar : 1

 Naik tangga/trap : 2

 Turun tangga/trap : 2

 Berpakaian : 1

Skala Penilaian :

 nilai 1 : Dapat melakukan tanpa bantuan

 nilai 2 : Dapat melakukan dengan bantuan

 nilai 3 : Tidak dapat melakukan

5.1.10. Diagnosa fisioterapi


“ Gangguan fungsional berjalan akibat osteoarthritis knee joint sinistra 6
bulan yang lalu “

5.1.10.1. Problem Fisioterapi :

 Primer

Stiffness knee joint sinistra

 Sekunder

- Rasa cemas

- Nyeri

- Kelemahan otot

5.1.10.2. Kompleks

 Gangguan ADL berjalan

5.1.11. Tujuan fisioterapi

 Tujuan Jangka Panjang

- Mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional


pasien

 Tujuan Jangka Pendek

- Meningkatkan rasa percaya diri.

- Mengurangi nyeri

- Meningkatkan / mempertahankan kekuatan otot

- Mengurangi / menghilangkan kontraktur

- Meningkatkan ROM Fleksi Knee sinistra

5.1.12. Pelaksanaan fisioterapi

 Rasa cemas

Komunikasi terapeutik FT

F : 1 x/ hari

I : Pasien fokus
T : komunikasi

T :5 menit

 Ultrasound

Persiapan pasien : Posisi pasien comfortable/nyaman.

Prosedur :

o Jelaskan prosedur kepada pasien.

o Lakukan tes sensibilitas

o Rambut/bulu yang terlalu lebat sebaiknya di cukur.

o Berika gel pada daerah yang akan di terapi

o Terapis menyetel parameter pada mesin ultrasound

o Treatmen head/tranduser diletakkan di daerah yang akan di


terapi

o Tentukan lama terapi, frekuensi, intensitas

o Treatmen harus selalu dinamis dan ritmis, jangan terlalu


ditekan.

o Komunikasikan pada pasien

o Mesin dimatikan dan semua tombol dalam posisi nol,


bersihkan tranduser dengan alkohol 70% dan dilap sampai
kering. Rapikan alat

o Intervensi

I : Transducer 1MHz

D : 10 menit

F : 1 x / Hari

Arus Continous

 Tens

Persiapan alat : Tentukan prosedur yang akan digunakan, semua


tombol dalam posisi nol. Pad dibasahi terlebih dahulu, untuk pad
yang menggunakan gel diletakan pada permukaan pad yang akan
di kontakan dengan kulit pasien. Pemeriksaan alat yang akan di
gunakan. Pesiapan semua materi yang akan digunakan.
Pemanasan alat yakinkan tombol intensitaas “off”.

Persiapan pasien : Posisi pasien senyaman dan serileks mungkin.


Periksa area yang akan di terapi dalam hal ini: kulit harus bersih
dan bebas dari lemak, lotion. Periksa sensasi kulit. Lepaskan
semua metal diarea terapi. Sebelum memulai intervensi, terapist
memberi penjelasan mengenai cara kerja dan efek yang dapat
ditimbulkan dari TENS.

Intervensi

I : 20-30 hz.

D : 10 MENIT

F : 1 x / Hari

 MWD
Persiapan alat: Tes alat, pre pemanasan 5-10 menit, jarak <10cm
dari kulit
persiapan pasien : Bebaskan dari pakaian dan logam, posisikan
pasien senyaman mungkin, tes sensibilitas,
Intervensi
Jarak : 5-10 cm
I: 50 -100 watt (toleransi pasien)
D : 20-30 menit
F : 3-5 x/minggu

 Tapping
Prosedur :
o Sebelum ditempel, pastikan kulit harus bersih dari minyak
atau air.
o Pastikan memasang kinesio tapping satu jam sebeum
berolahraga, mandi atau aktivitas lain yang menimbulkan
eringat dan dekat dengan air. Hal ini dimaksudkan agar
plester tersebut merekat dengan benar di kulit.
o Hindari pemakaian yang terlalu ketat agar terhindar iritasi
kulit.
o Setelah terpasang, kinesio taping harus terus diusap
dengan tangan agar lem merekat dengan baik. Jangan
menggunakan alat lain, seperti hairdryer
o Kinesio taping dapat digunakan selama tiga hingga lima
hari.
o Bagi pengguna baru, usahakan kondisi kulit tidak dalam
kondisi iritasi.

Kelemahan otot quadricep

Exercise

 Static exc
Prosedur
Posisi pasien : Pasien tidur terlentang di atas bed dengan kedua
lutut lurus
Posisi terapi : Terapis berada di samping pasien
Pelaksanaan : Pasien diminta untuk menekankan lututnya ke bed
dan dipertahankan selama 6 detik kemudian diikuti fase rileksasi.
I : 10 x repetisi
D : 6 detik
F : 2 x / Hari

 Strengthening exc

Posisi pasien : Pasien duduk di kursi, dan kedua telapak kaki


pasien kontak dengan lantai

Pelaksanaan : Pinggung kaki dari lutut yang sakit diberikan


beban berupa bantal pasir seberat1/4 kg. Pasien diminta
mengekstensikan lututnya hingga penuh dan dipertahankan
selama 6 detik.

I : 5-8 x repetisi

D : 6 sekon

F : 1x sehari

 Streching exc

Posisi pasien : Tidur terlentang

Posisi terapi : Disamping pasien pada sisi yang sakit (sebelah


kiri)

Pelaksanaan : Tangan kanan terapis pada daerah hamstring dan


tangan kiri pada gastricnemius sebagai support. Kemudian
digerakkan ke arah fleksi – ekstensi, abduksi – adduksi pada sendi
panggul. Kemudian untuk gerakan ankle terapis fiksasi pada
pergelangan kaki. Dan telapak kaki digerakkan plantar – dorsal
fleksi, inversi – eversi, dan rotasi serta gerakan jari-jari kaki.

I: 2×8 hitungan

D: 40 sekon

F: 1x sehari

5.1.12. Evaluasi

 Rasa cemas berkurang setelah dilakuakan komunikasi terapeutik

 Nyeri berkurang setelah diberikan modalitas fisioterapi.

5.1.13. Home Program

Penderita diminta untuk mengurangi berat badan dan mengkonsumsi


makanan yang bebas kolesterol serta mengompres air hangat tiap pagi
dan sore hari. Pasien diminta pula untuk menghindari naik tangga dan
jongkok dalam waktu lama.
5.1.14. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai