Anda di halaman 1dari 21

TUGAS REFERAT

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH

URETEROCUTANEOSTOMY

Disusun Oleh:
Lina Utarini
1820221087

Pembimbing:
dr. Karinda Triharyu, C.P.,Sp.U

SMF ILMU BEDAH


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS REFERAT
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH

URETEROCUTANEOSTOMY

Disusun Oleh:
Lina Utarini
1820221087

Disusun dan diajukan dalam rangka memenuhi persyaratan


untuk mengikuti ujian di Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Bedah
Jurusan Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”
Jakarta

Telah diterima dan disahkan pada


Purwokerto, Juli 2019

Pembimbing

dr.Karinda Triharyu, C.P.,Sp.U

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
nikmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas referat ini. Referat
yang berjudul “Ureterocutaneostomy” ini merupakan salah satu syarat ujian
kepanitraan klinik dokter muda SMF Ilmu Bedah RSUD. Prof. Dr. Margono
Soekarjo Purwokerto.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr.Karinda Triharyu ,
C.P.,Sp.U sebagai pembimbing atas bimbingan, saran, dan kritik yang
membangun dalam penyusunan tugas referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih belum
sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis tetap
mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.

Purwokerto, Juli 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………………..2


KATA PENGANTAR……………………………………………………………3
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...4
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………..5
I.1 Latar belakang………………………………………………………..5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………6
II.1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius………….……………...6
II.2 Diversi Urin…....…………………………………………………...10
II.3 Ureterocutaneostomy…………………………………………........11
II.3.1Definisi………………………………………………………...11
II.3.2 Indikasi dan kontra indikasi....………..……………………....11
II.3.3 Prosedur..….……………………………………………….….11
II.3.4 Komplikasi….........................………………………………...18
II.3.5 Prognosis……………………………………………………...19
BAB III KESIMPULAN………………………………………………………..20
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...21

4
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Kanker kandung kemih menempati urutan keempat di antara semua tumor


pada pria, dan menempati kedua tumor genitourinari yang paling sering terlihat.
Di Amerika Serikat tahun 2010, hampir 70.500 kasus baru didiagnosis kanker
kandung kemih terdeteksi dengan resultan 14.680 mortalitas. Pada saat
mendiagnosis, hampir 75-85% penyakit kanker superfisial sering ditemukan pada
pasien yang menderita penyakit kandung kemih. Sebagian besar tumor ini tidak
mengancam jiwa, dan dapat diobati dengan metode konservatif.
Diversi urin menjadi salah satu standar cara pengobatan untuk tumor
saluran genitourinari. Juga pada pembesaran prostat, cedera pada uretra, cacat
lahir dari saluran kemih, dan batu saluran kemih. Diversi urin tidak hanya
digunakan sebagai prosedur pasca kistektomi, tetapi bisa juga digunakan untuk
kelainan kandung kemih neurogenik atau anomali bawaan.
Salah satu penelitian menjelaskan bahwa jenis diversi urin yang paling
sering digunakan adalah ureterocutaneostomy. Metode ini dipilih karena penyakit
berkembang secara lokal dengan masalah kesehatan umum yang mungkin
mempengaruhi kelangsungan hidup intraoperatif, dan mengurangi risiko
komplikasi serius.
Ureterocutaneostomy adalah metode diversi urin yang lebih disukai pada
pasien yang tidak setuju dengan sistektomi radikal karena memiliki harapan hidup
yang dihasilkan lebih pendek, dan sering menimbulkan kasus yang operasinya
berakhir dengan cepat ke kondisi kesehatan yang memburuk, dan mereka yang
memiliki harapan kehidupan yang menurun biasanya terkait karena komorbiditas
atau ketidakmampuan untuk menggunakan segmen intestinal karena masalah
terkait. Ureterocutaneostomy juga terbukti dinyatakan memiliki tingkat minimal
komplikasi bedah diantara metode diversi urin lainnya.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius


Traktus urinarius adalah suatu sistem dimana terjadinya proses
penyaringan darah (sehingga darah bebas dari zat-zat yang yang tidak
dipergunakan oleh tubuh) dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh
tubuh. Zat-zat yang tidak dipergunakan lagi oleh tubuh larut dalam air dan
dikeluarkan dari tubuh berupa urin (air kemih). Traktus urinarius terdiri atas
ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra.
Traktus urinarius memiliki fungsi:
1. Keseimbangan transportasi air dan zat terlarut
2. Mensekresi hormon yang membantu mengatur tekanan darah,
erithropoietin dan metabolisme kalsium
3. Menyimpan nutrien
4. Ekskresi zat buangan
5. Mengatur keseimbangan asam basa
6. Membentuk urin

Gambar 1. Traktus Urinarius

6
II.1.1 Ginjal
Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga
retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya
menghadap ke medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat struktur
pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf, dan ureter menuju dan
meninggalkan ginjal. Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini bergantung
pada jenis kelamin, umur, serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Pada
autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran ginjal orang dewasa rata-rata adalah 11,5
cm (panjang) x 6 cm (lebar) x 3,5 cm (tebal). Beratnya bervariasi antara 120 – 170
gram, atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang disebut
kapsula fibrosa (true capsule) ginjal dan di luar kapsul terdapat jaringan lemak
perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula
adrenal/suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal
dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fasia Gerota sebagai barier yang
menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim ginjal serta mencegah
ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia Gerota dapat
pula berfungsi sebagi barier dalam menghambat penyebaran infeksi atau
menghambat metastasis tumor ginjal ke organ di sekitarnya. Di luar fasia Gerota
terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut jaringan lemak pararenal
seperti yang terlihat pada gambar 2.

Sumber : Purnomo, 2014


Gambar 2. Rongga perirenal dan pararenal yang membatasi ginjal

7
Seperti yang terlihat pada gambar 2, secara anatomis ginjal terbagi
menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medula ginjal. Sistem pelvikalises ginjal
terdiri atas kaliks minor, infundibulum, kaliks major dan pielum/pelvis renalis.
Mukosa sistem pelvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri
atas otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urin sampai ke
ureter.

Sumber : Purnomo, 2014


Gambar 3. A. Irisan longitudinal ginjal, tampak korteks dan medula
ginjal, B. Sistem Pelvikalises ginjal

Fungsi ginjal selain membuang sisa metabolisme tubuh melalui urine,


ginjal berfungsi juga dalam (1) mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron
dan anti diuretic hormone atau ADH dalam mengatur jumlah cairan tubuh, (2)
mengatur metabolisme ion kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa
hormon eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah merah, renin
yang berperan dalam mengatur tekanan darah, dan hormon prostaglandin
(Purnomo, 2014).

II.1.2 Ureter
Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal ke vesika
urinaria. Panjangnya ± 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm. Ureter sebagian
terletak pada rongga abdomen dan sebagian lagi terletak pada rongga pelvis.

8
Panjang ureter sekitar 25 cm yang menghantar kemih. Ia turun ke
bawah pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum. Di pelvis
menurun ke arah luar dan dalam dan menembus dinding posterior kandung
kemih secara serong (oblik). Cara masuk ke dalam kandung kemih ini penting
karena bila kandung kemih sedang terisi kemih akan menekan dan menutup
ujung distal ureter itu dan mencegah kembalinya kemih ke dalam ureter.
Lapisan dinding ureter terdiri dari:
1. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
2. Lapisan tengah lapisan otot polos
3. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik yang
mendorong urin masuk ke dalam kandung kemih.

II.1.3 Vesika Urinaria


Vesica urinaria terletak di belakang pubis di dalam cavitas pelvis. Vesica
urinaria berbentuk seperti pyramid. Apeks pyramid ini, arahnya ke depan dan dari
situ, terdapat suatu korda fibrosa, yaitu urakus yang berjalan ke atas menuju
umbilicus menjadi ligamentum umbilikale media. Basis (permukaan posterior)
vesica urinaria, berbentuk seperti segitiga. Pada pria, vesikula seminalis terletak
dipermukaan posterior luar vesica urinaria dan dipisahkan oleh vas deferens. Pada
wanita, diantara rectum dan vesica urinaria, terdapat vagina. Leher vesica urinaria,
menyatu dengan prostat pada pria, dan pada wanita, langsung melekat pada fasia
pelvis.
Trigonum Vesicae Lieutaudi terdapat di bagian basis dari vesica urinaria.
Muara kedua ureter dan permulaan uretra berada pada sudut-sudut trigonum yang
berjarak antara sekitar 2cm. Orifisium uretra internum terletak pada titik terendah
vesica urinaria.

II.1.4 Uretra
Merupakan saluran sempit yang berfungsi menyalurkan air kemih keluar.
Uretra laki-laki panjangnya sekitar 17,5 cm dengan penis. Pada laki-laki,
uretra dibagi menjadi beberapa bagian yaitu uretra pars prostatica, uretra pars

9
membranosa, dan uretra pars spongiosa. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra
interna dan eksterna. Sfingter uretra interna, terletak pada perbatasan vesika
urinaria dan terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh system simpatik, sehingga
saat vesika urinaria penuh, sfingter ini akan terbuka. Sedangkan sfingter uretra
eksterna, terdiri atas otot lurik yang dipersarafi oleh saraf somatic yang dapat
diatur sesuai dengan keinginan.

II.2 Diversi Urin


Prosedur diversi urin merupakan prosedur yang dilakukan untuk
mengalihkan aliran urin dari kandung kemih ke tempat keluar yang baru, yang
biasanya melalui lubang yang dibuat lewat pembedahan pada kulit (stoma).
Prosedur ini terutama dilakukan jika tumor kandung kemih memerlukan
pengangkatan keseluruhan kandung kemih (sistektomi).
Dari sudut pandang anatomi, terdapat tiga alternatif organ atau sistem
yang digunakan untuk diversi urin :
1. Abdominal diversion : ureterocutaneostomy, ileal atau colonic conduit
2. Urethral diversion :orthotopic urinary diversion neobladder,
orthotopic-bladder subsitution
3. Rectosigmoid diversion : uretero (ileo-) rectostomy
Berdasarkan jenisnya, diversi urin dibagi menjadi dua jenis, yaitu
temporary urinary diversion dan permanent urinary diversion. Temporary urinary
diversion merupakan teknik pengalihan rute aliran urin selama beberapa hari atau
beberapa minggu. Teknik ini mendrainase urin setelah operasi saluran kemih atau
sampai penyebab penyumbatan teratasi. Terdiri dari 2 jenis yaitu nefrostomi dan
kateterisasi urin.
Sedangkan permanent urinary diversion mengalihkan aliran urin ke
kantong eksternal melalui pembukaan di dinding perut melalui stoma atau ke
reservoir internal yang dibuat ketika operasi. Ukuran stoma berkisar dari ¾ inci
hingga 3 inci. Teknik ini dibutuhkan ketika seseorang mengalami kerusakan
kandung kemih atau tidak lagi memiliki kandung kemih, seperti pada kanker
kandung kemih, kerusakan kemih yang terjadi akibat kerusakan saraf, cacat lahir,
peradangan kronis, cedera sumsum tulang belakang, trauma panggul atau cedera

10
radiasi. Terdiri dari beberapa metode yaitu ileal conduit, continent cutaneous
reservoir, bladder substitute dan ureterocutaneostomy.

II.3 Ureterocutaneostomy
II.3.1 Definisi
Ureterocutaneostomy merupakan metode diversi urin yang dilakukan
dengan cara melekatkan ureter ke lubang kulit melalui dinding abdomen. Metode
diversi urin ini mengalirkan urin ke dinding abdomen dengan bentuk diversi kutan
yang paling sederhana. Secara teknis, salah satu ureter, yang satu lagi melekat
pada ujung ke ujung, terhubung ke kulit (transureteroureterokutaneostomi) atau
kedua ureter secara langsung teranastomosis pada kulit.

II.3.2 Indikasi dan kontraindikasi


Ureterocutaneostomy merupakan salah satu metode permanent urinary
diversion inkontinen yang sering digunakan pada pasien-pasien dengan kanker
kandung kemih simptomatik yang beresiko tinggi dan dikombinasikan dengan
sistektomi paliatif. Sedangkan penggunaannya terbatas pada pasien obesitas dan
atau pasien yang terpapar sinar radiasi eksternal. Ureterocutaneostomy
terkontraindikasikan pada pasien yang memiliki ureter dengan tunggul yang
pendek dan vaskularisasi yang buruk, dan pasien yang memiliki torsio yang bebas
dan stoma yang meragukan.

II.3.3 Prosedur
Staging lengkap untuk kanker kandung kemih harus digunakan untuk
mengevaluasi retroperitoneum dan pelvis, bersamaan dengan metastasis paling
umum termasuk paru-paru, hati, dan tulang. Rontgen dada, tes fungsi hati dan
serum basa uji fosfatase harus diperoleh secara rutin; pasien dengan serum tinggi
alkaline phosphatase atau dengan / tanpa keluhan nyeri tulang harus ada pemindai
tulang. CT Thorax digunakan saat memiliki riwayat metastasis paru, atau karena
X-Ray thorax yang tidak normal. CT abdomen dan panggul dipergunakan rutin
untuk mengevaluasi panggul dan retroperitoneum untuk limfadenopati atau
sebaran lokal yang berdekatan.

11
Radiografi ini juga harus digunakan pada pasien dengan diduga
metastasis, peningkatan tes fungsi hati, tumor kandung kemih yang terkait dengan
hidronefrosis, atau pada pasien dengan kandung kemih primer dengan tumor luas
yang tidak mobile atau tidak tetap, hasil yang dapat mungkin dapat
mempengaruhi keputusan untuk dilakukannya terapi neoajuvan. Namun, CT dari
kandung kemih primer juga tidak sensitif cukup spesifik untuk mengevaluasi
tingkat invasi tumor dinding kandung kemih, atau untuk secara akurat
menentukan keterlibatan kelenjar getah bening pelvis dengan tumor.
Persyaratan yang lain yaitu :
 Hasil laboratorium dan kimia darah yang lengkap
 Penandaan stoma diletakkan secara bilateral pada hari sebelum operasi
 Persediaan antitrombotik yang tinggi
 Profilaksis subkutan untuk deep vain trombosisi dimulai pada malam
sebelum operasi
 Pembersihan osmotik usus
 Pengobatan antibiotik yang dimulai pada saat hari operasi (cephalosporin)
 Konseling pasien dan inform consent (bila suatu saat merubah keputusan
untuk mengubah tindakan menjadi ileal conduit jika ureter terlalu pendek,
risiko stenosis stoma, dll). Anestesi dengan menggunakan general dan
blok epidural untuk pengobatan nyeri.
Instrumen dan alat yang digunakan :
 Ring retractor
 Instrumen untuk sistektomi
 Instrumen untuk microsurgery
 Loop x2,5
 Benang jahit 5-0 dan 6-0 glycocide
 Bipolar coagulation
Setelah dilakukan sistektomi komplit, pasien diberikan landmarks yang diletakkan
pada xiphoid, rusuk 12, umbilicus, spina iliaka superior dan pubis. Stoma ditandai
antara umbilikus dan xiphoid, dan sebaiknya di pararectal kiri.

12
Gambar 4. Penandaan landmarks stoma pada pasien

Kemudian bagian atas dan bawah peritoneum di insisi sepanjang avaskular


atau garis yang dibuat sepanjang sistektomi sebelumnya jika dilakukan sistektomi.
Sebuah persiapan ureter bilateral dipersiapkan untuk mempertahankan bagian
meso-ureter dan arteri testikuler dilakukan sampai di pelvic-ureter junction untuk
mencegah adanya angulasi ureter.
Setelah kedua ureter telah di mobilisasi, ureter sebelah kanan di silangkan
ke arah sebelah kiri. Posisi bagian kanan terdapat pada ligamen Treitz dan arteri
mesenterika inferior, mencari jendela pembuluh darah yang lebar ke bagian
mesenterika dibelakang kolon descendent.

13
Gambar 5. Pencitraan lateral bagian peritoneum ascenden dan descenden

Selanjutnya dilakukan insisi kulit untuk membuat stoma secara sirkuler


dan diameternya berhubungan dengan kedua ureter, biasanya 4,5-5 cm. Lemak
subkutan di potong dan tempatnya diambil kemudian oleh jaringan omentum yang
lebih besar. Setelah dibersihkan dari jaringan lemak, selubung rektus anterior di
insisi melintang untuk mendapatkan kemungkinan minimal obstruksi ureter pada
bagian fascia.

14
Gambar 6. Insisi untuk membuat stoma

Selanjutnya otot rektus dipisahkan secara jelas, insisi melintang dibuat


untuk selubung rektus dorsal dan peritoneum pada bagian ujung dasar jari. Setelah
itu kedua ureter ditarik setidaknya 1,5 cm diatas permukaan kulit. Observasi
perdarahan kapiler dari kedua tunggul ureter dan penyemburan urin yang spontan.
Kedua ureter dipisah secara medial, satu pada posisi jam 3 dan yang lain jam 9
untuk kurang lebih 1,5 cm. Sebuah benang glycolide 6-0 diletakkan untuk
menghubungkan kedua ureter secara medial, dan membuat sebuah stoma ‘fish-
mouth’.

15
Gambar 7. A. Otot rektus yang dipisahkan, B. ‘Fish mouth’ stoma

Bagian tertipis dari ujung omentum yang lebih besar kemudian di


mobilisasi, lalu membungkus sekeliling kedua ureter seperti selubung (tanpa
konstriksi), diletakkan dan difiksasi secara subkutan. Kemudian diobservasi
kembali perdarah kapiler dari kedua tunggul ureter dan penyemburan urin
spontan. Selanjutnya ‘fish mouth’ difiksasi menggunakan benang glycolide 5-0
hingga ke epidermis. Dua kateter 6 atau 8 kateter J dimasukkan dan difiksasi di
kulit dan sebuah kantung stoma diletakkan.

16
Gambar 8. A. Ureter yang terbungkus omentum, B. ‘Fish mouth’ stoma
diberi kateter J

Setelah kantong stoma diletakkan, jika terdapat stenosis stoma pada scar
tissue yang mengelilingi orifisium ureter dapat dipotong dan diganti dengan graft
mukosa buccal yang diambil dari permukaan dalam bibir.

17
Gambar 9. Penjahitan kantong stoma

Sehari setelah operasi, untuk perawatan pasca operasi pasien dimobilisasi dan
diberikan nutrisi oral, selanjutnya :
 Balance cairan dan kontrol kreatinin rutin perhari
 Pengobatan antibiotik hingga pelepasan stent
 Pada hari ke 6 pasien diajarkan untuk merawat kantung stoma
 Pelepasan kateter J pada hari ke 21
 Setelah pelepasan kateter J, dilakukan intravenous urogram untuk
mendokumentasikan keadaan traktus urinarius bagian atas
 Monitor perminggu keadaan traktus urinarius bagian atas dengan USG
untuk 3 bulan
 Pengecekan berkala kreatinin satu bulan sekali untuk 6 bulan pertama

II.3.4 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien jika terdapat adanya demam
tinggi karena adanya dilatasi pada saluran bagian atas. Dilakukan nefrostomi
perkutan sebagai gantinya daripada manipulasi retrograde. Jika diperlukan revisi

18
stoma lokal, mukosa buccal mungkin berguna untuk mengganti formasi skin-scar
lokal. Jika terdapat obstruksi ureter, diubah menjadi colon conduit dari insisi yang
mengapit (supracostal XII).
Komplikasi yang lain dapat berupa stenosis atau kegagalan mekanisme
antirefluks ureter, kebocoran pouch, delayed rupture pouch, kesulitan dalam
kateterisasi dan stenosis stoma kutan.

II.3.5 Prognosis
Dalam tiga studi jangka panjang, dan satu studi kohort berbasis populasi,
mortalitas perioperatif dilaporkan sebagai 1.2-3.2% pada 30 hari dan 2.3-8.0%
pada 90 hari. Komplikasi awal (dalam tiga bulan operasi) terlihat pada 58%
pasien. Morbiditasnya juga terkait dengan jenis pengalihan urin. Dimana
ureterocutaneostomy merupakan jenis pembedahan dan jenis pengalihan urin yang
paling tidak memberatkan, terutama pada pasien yang hanya memiliki satu ginjal,
selain ileal orthotopic nobladders dan ileal conduit. Secara umum, morbiditas
yang lebih rendah dan mortalitas (perioperatif) telah diamati oleh ahli bedah dan
di rumah sakit dengan beban kasus yang lebih tinggi dan lebih banyak
pengalaman.

19
BAB III
KESIMPULAN

III.1 Kesimpulan
Ureterocutaneostomy merupakan salah satu metode diversi urin ke
dinding abdomen dengan diversi kutan yang paling sederhana. Waktu operasi,
tingkat komplikasi, tinggal di tempat perawatan intensif dan lama tinggal di
rumah sakit lebih rendah pada pasien yang didiversi dengan ureterocutaneostomy
dibandingkan dengan ileal konduit. Oleh karena itu, pada pasien yang lebih tua
atau yang compromised, pasien yang membutuhkan diversi supravesika, prosedur
ureterokutaneostomi merupakan prosedur yang yang diminati.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2014 Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. EGC:
Jakarta.
2. J.A. Witjes (Chair), E. Compérat NCC, G. Gakis, V. Hernández, T. Lebret
AL, A.G. van der Heijden MJR. EAU Guidelines on Muscle-invasive and
Metastatic Bladder Cancer. In: European Association of Urology Guidelines.
2017th ed. The Netherlands: EAU; 2017. p. 25–7.
3. Clark PE. Urinary Diversion After Radical Cystectomy. Curr Treat Options
Oncol. 2002;389–402.
4. Purnomo, Basuki B. 2014. Dasar-dasar Urologi, edisi 3, Jakarta: Sagung
Seto.
5. Tanagho, E.A, Lue, T.F. 2013. Smith & Tanagho General Urology, 18th ed.
McGraw-Hill, USA.
6. Winter CC. Cutaneous omento-ureterostomy. J urol 1967; 98: 342
7. Roth A. Transabdominal transperitoneal bilateral omento-uretostomy.
Exhibit and motion picture. Annual meeting of North Central Section, AUA,
Cleveland Ohio September 27-30, 1967
8. Lukas L, Michelle Lodde, Armin P. Surgery illustrated cutaneous
ureterostomy. Departement of Urology, General Hospital, Balzano, Italy 2005
9. Zafer K. Ureterocutanoestomy : for whom and when?. Clinic of Urology
Izmir Boyzaka Training and Research Hospital, Turkey, 2012
10. Saika T, Arata R, Tsushima T, et al; Okayama Urological Research Group.
Health-related quality of like after radical cystectomy for bladder cancer in
elderly patients with an ileal conduit, ureterocutaneostomy, or orthopic
urinary reservoir: a comparative quiestionnaire survey. Acta Med Okayama
2007 Aug 61(4): 1999-2003

21

Anda mungkin juga menyukai