Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang diri. Konsep diri
adalah citra subjektif dari diri dan percampuran yang kompleks dari
perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri
memerikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita
terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. (Potter & Perry,
2005)
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam
berhubungan dengan orang lain. (Stuart and Sudeen, 1998).
Konsep diri adalah merefleksikan pengalaman interaksi sosial,
sensasinya juga didasarkan bagaimana orang lain memandangnya. Konsep
diri sebagai cara memandang individu terhadap diri secara utuh baik fisik,
emosi, intelektual, sosial dan spiritual. Penting diingat bahwa konsep diri ini
bukan pandangan orang lain pada kita melainkan pandangan kita sendiri
atas diri kita yang diukur dengan standar penilaian orang lain. (Muhith,
2015)

2.2 Dimensi Konsep Diri


Secara umum menurut pendapat para ahli ada 3 dimensi konsep diri,
Calhom dan Acocella (1995) misalnya menyebutkan ke 3 dimensi
tersebut, yakni:

5
Dimensi konsep diri:
1. Dimensi Pengetahuan
Dimensi pengetahuan (kognitif) mencakup segala sesuatu yang kita
pikirkan tentang diri kita sendiri sebagai pribadi, seperti saya pintar, saya
cantik, saya anak baika dan seterusnya.
2. Dimensi Pengharapan
Dimensi pengharapan yakni pengharapan bagi diri kita sendiri.
Pengharapan ini merupakan self-ideal atau diri yang dicita-citakan. Cita-
cita diri meliputi dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita,
atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan.
3. Dimensi Penilaian
Dimensi ketiga yakni penilaian kita terhadap diri sendiri. Penilaian diri
sendiri merupakan pandangan kita tentang harga atau kewajaran kita
sebagai pribadi.

2.3 Perkembangan Konsep Diri


Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan atau herediter. Konsep diri
merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses
perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi
dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara
berkesinambungan. Burns (1979) menyatakan bahwa konsep diri berkembang
terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan
konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap
individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan
individu akan mulai dapat membedakan keduanya.
Lebih lanjut Cooley (dalam Partosuwido, 1992) menyatakan bahwa
konsep diri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai-nilai, sikap,
peran, dan identitas dalam hubungan interaksi simbolis antara dirinya dan
berbagai kelompok primer, misalnya keluarga. Hubungan tatap muka dalam
kelompok primer tersebut mampu memberikan umpan balik kepada individu
tentang bagaimana penilaian orang lain terhadap dirinya. Dan dalam proses

6
perkembangannya, konsep diri individu dipengaruhi dan sekaligus terdistorsi
oleh penilaian dari orang lain (Sarason, 1972). Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan individu menuju kedewasaan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan asuhnya karena seseorang belajar dari
lingkungannya

Tanda-tanda individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah:


1. Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah. Orang ini mempunyai
rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan yakin untuk mengatasi
masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan percaya bahwa setiap
masalah pasti ada jalan keluarnya.
2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong,
mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
tanpa menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian
ia tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
4. Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan
keinginan serta perilaku yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia
peka terhadap perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang
lain meskipun kadang tidak di setujui oleh masyarakat.
5. Mampu memperbaiki karena dia sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Dia mampu untuk
mengintrospeksi dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain dan
mampu untuk mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di
lingkungannya.

Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih
mengarah kekerendahan hati dan kekedermawanan dari pada keangkuhan dan

7
keegoisan. Orang yang mengenal dirinya dengan baik merupakan orang yang
mempunyai konsep diri yang positif.
Ciri-ciri konsep diri pada anak dan remaja yang memiliki konsep diri negatif
adalah:
1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya
dan mudah marah atau naik pitam, hal ini berarti dilihat dari faktor yang
mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya,
sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini
koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung
menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan
pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.
2. Responsif sekali terhadap pujian. Walaupun dia mungkin berpura-pura
menghindari pujian, dia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada
waktu menerima pujian. Buat orang seperti ini, segala macam embel-embel
yang menjunjung harga dirinya menjadi pusat perhatian. Bersamaan dengan
kesenangannya terhadap pujian, merekapun hiperkritis terhadap orang lain.
3. Cenderung bersikap hiperkritis. Ia selalu mengeluh, mencela atau
meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup
mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
4. Cenderung merasa tidak disenangi oleh orang lain. Ia merasa tidak
diperhatikan, karena itulah ia bereaksi pada orang lain sebagai musuh,
sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan keakraban persahabatan,
berarti individu tersebut merasa rendah diri atau bahkan berperilaku yang
tidak disenangi, misalkan membenci, mencela atau bahkan yang melibatkan
fisik yaitu mengajak berkelahi (bermusuhan).
5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi. Hal ini terungkap dalam
keengganannya untuk bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi.
Dia akan menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya.

8
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Menurut Stuart dan Sudeen (1991) ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri. Faktor-foktor tersebut terdiri dari
teori perkembangan, Significant Other (orang yang terpenting atau yang
terdekat) dan Self Perception (persepsi diri sendiri), untuk lebih jelasnya mari
kita baca lebih lanjut tentang “Faktor yang mempengaruhi Konsep Diri” berikut
ini:
1. Teori Perkembangan.
Konsep diri belum ada waktu lahir, kemudian berkembang secara bertahap
sejak lahir seperti mulai mengenal dan membedakan dirinya dan orang lain.
Dalam melakukan kegiatannya memiliki batasan diri yang terpisah dari
lingkungan dan berkembang melalui kegiatan eksplorasi lingkungan melalui
bahasa, pengalaman atau pengenalan tubuh, nama panggilan, pangalaman
budaya dan hubungan interpersonal, kemampuan pada area tertentu yang
dinilai oleh diri sendiri atau masyarakat serta aktualisasi diri dengan
merealisasi potensi yang nyata.
2. Significant Other (orang yang terpenting atau yang terdekat)
Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang
lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara
pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap
diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh
orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang
penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
3. Self Perception (persepsi diri sendiri)
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi
individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat
dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga
konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu.
Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang
dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan
interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan.

9
Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan
sosial yang terganggu.

2.5 Rentang Respon Konsep Diri


Dari rentang respon adaptif sampai respon maladaptif, terdapat lima
rentang respons konsep diri yaitu aktualisasi diri, konsep diri positif, harga diri
rendah, kekacauan identitas, dan depersonalisasi. Seorang ahli, Abraham
Maslow mengartikan aktualisasi diri sebagai individu yang telah mencapai
seluruh kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan.
1. Aktualisasi diri merupakan pernyataan tentang konsep diri yang positif
dengan melatarbelakangi pengalaman nyata yang suskes dan diterima,
ditandai dengan citra tubuh yang positif dan sesuai, ideal diri yang realitas,
konsep diri yang positif, harga diri tinggi, penampilan peran yang
memuaskan, hubungan interpersonal yang dalam dan rasa identitas yang
jelas.
2. Konsep diri positif merupakan individu yang mempunyai pengalaman
positif dalam beraktivitas diri, tanda dan gejala yang diungkapkan dengan
mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya dan mengungkapkan
keinginan yang tinggi. Tanda-tanda individu yang memiliki konsep
diri yang positif adalah: Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah.
Seseorang ini mempunyai rasa percaya diri sehingga merasa mampu dan
yakin untuk mengatasi masalah yang dihadapi, tidak lari dari masalah, dan
percaya bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Merasa setara
dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong, mencela atau
meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain. Menerima pujian
tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa menghilangkan
rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia tidak
membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain. Menyadari bahwa
setiap orang mempunyai berbagai perasaan dan keinginan serta perilaku

10
yang tidak seharusnya disetujui oleh masyarakat. Ia peka terhadap
perasaan orang lain sehingga akan menghargai perasaan orang lain
meskipun kadang tidak disetujui oleh masyarakat. Mampu memperbaiki
karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian tidak
disenangi dan berusaha mengubahnya. Ia mampu untuk mengintrospeksi
dirinya sendiri sebelum menginstrospeksi orang lain, dan mampu untuk
mengubahnya menjadi lebih baik agar diterima di lingkungannya.
3. Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang
diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai
dengan ideal diri. Harga diri rendah adalah transisi antara respon konsep
diri yang adaptif dengan konsep diri yang maladaptif. Tanda dan gejala
yang ditunjukkan sperti perasaan malu terhadap diri sendiri, akibat
tindakan penyakit, rasa bersalah terhadap diri sendiri, dan merendahkan
martabat. Tanda dan gejala yang lain dari harga diri rendah diantaranya
rasa bersalah pada diri sendiri, mengkritik diri sendiri atau orang lain,
menarik diri dari realitas, pandangan diri yang pesimis, perasaan tidak
mampu, perasaan negative pada dirinya sendiri, percaya diri kurang,
mudah tersinggung dan marah berlebihan.
4. Kekacauan identitas adalah kegagalan individu mengintegrasikan aspek-
aspek. Identitas mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan,
dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai
situasi. Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena
identitas seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain.
Seksualitas juga merupakan salah satu identitas. Rasa identitas ini secara
kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Kekacauan
identitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang dapat dikenal dengan
stressor identitas. Biasanya pada masa remaja, identitas banyak mengalami
perubahan, yang meyebabkan ketidakamanan dan ansietas. Remaja
mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional, dan
mental akibat peningkatan kematangan. Stressor identitas diantaranya

11
kehilangan pekerjaan, perkosaan, perceraian, kelalaian, konflik dengan
orang lain, dan masih banyak lagi. Identitas masa kanak-kanak dalam
kematangan aspek psikososial, merupakan ciri-ciri masa dewasa yang
harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistik dan asing terhadap
diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak
dapat membedakan dirinya dengan orang lain. Tanda dan gejala yang
ditunjukkan yaitu dengan tidak adanya rasa percaya diri, ketergantungan,
sukar membuat keputusan, masalah daalam hubungan interpersonal, ragu
dan proyeksi. Jika seseorang memiliki perilaku dengan depersonalisasi,
berarti orang tersebut telah mengalami gangguan dalam konsep dirinya.
Orang dengan gangguan depersonalisasi mengalami persepsi yang
menyimpang pada identitas, tubuh, dan hidup mereka yang membuat
mereka tidan nyaman, gejala-gejala kemungkinan sementara atau lama
atau berulang untuk beberapa tahun. Orang dengan gangguan tersebut
seringkali mempunyai kesulitan yang sangat besar untuk menggambarkan
gejala-gejala mereka dan bisa merasa takut atau yakin bahwa mereka akan
gila. Gangguan depersonalisasi seringkali hilang tanpa pengobatan.
Pengobatan dijamin hanya jika gangguan tersebut lama, berulang, atau
menyebabkan gangguan. Psikoterapi psikodinamis, terapi perilaku, dan
hipnotis telah efektif untuk beberapa orang. Obat-obat penenang dan
antidepresan membantu seseorang dengan gangguan tersebut.

2.6 Penyebab Gangguan Konsep Diri

12
Menurut “Stuart & sundeen, 1995”. Ada berbagai hal yang dapat menyebabkan
gangguan konsep diri antara lain :
1. Pola asuh orang tua
Pola asuh orang tua menjadi faktor yang signifikan dalam mempengaruhi
konsep diri yang telah terbentuk sejak lahir. Sikap positif yang ditunjukkan
oleh orang tua, maka akan menumbuhkan konsep dan pemikiran yang positf.
Sedangkan sikap negative yang ditunjukkan oleh orang tua, akan
menimbulkan asumsi bahwa dirinya tidak cukup berhargauntuk dikasihi,
untuk disayangi dan dihargai.
2. Kegagalan
Kegagalan yang terus-menerus dialami seringkali akan menimbulkan
pertanyaan kepada diri sendiri dan berakhir dengan kesimpulan bahwa
semua penyebab terletak pada kelemahan diri sendiri. Kegagalan sering
membuat seseorang merasa dirinya tidak berguna.
3. Depresi
Orang yang sedang mengalami depresi akan mempunyai pemikiran yang
cenderung lebih negative dalam memandang dan merespon segala sesuatu
termasuk dalam menilai diri sendiri.
4. Kritik internal
Terkadang, mengkritik diri sendiri memang dibutuhkan untuk menyadarkan
seseorang akan perbuatan yang telah dilakukan. Kritik diri sendiri sering
berfungsi sebagai regulator atau rambu-rambu dalam bertindak atau
berprilaku. Agar keberadaan kita dapat diterima oleh masyarakat dan dapat
beradaptasi diri dengan baik.
5. Merubah diri
Terkadang diri kita sendiri yang menyebabkan persoalan akan bertambah
rumit dengan berfikir yang tidak-tidak (negative) terhadap suatu keadaan
atau terhadap diri kita sendiri. Namun dengan sifatnya yang dinamis, konsep
diri dapat mengalami perubahan kearah yang lebih positif.
2.7 Pembagian Konsep Diri

13
Konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian. Pembagian Konsep diri tersebut
di kemukakan oleh Stuart and Sundeen (2006), yang terdiri dari :
1. Citra Tubuh ( Body Image )
Gambaran diri ( Body Image ) berhubungan dengan kepribadian. Cara
individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek
psikologinya. Citra tubuh adalah sikap, presepsi keyakinan, dan
pengetahuan individu terhadap tubuhnya baik sadar maupun tak sadar.
Pandangan yang realistis terhadap dirinya menerima dan mengukur bagian
tubuhnya akan lebih rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan
meningkatkan harga diri (Keliat, 2005). Individu yang stabil, realistis dan
konsisten terhadap gambaran dirinya akan memperlihatkan kemampuan
yang mantap terhadap realisasi yang akan memacu sukses dalam
kehidupan. Banyak faktor dapat yang mempengaruhi gambaran diri
seseorang, seperti, munculnya Stresor yang dapat menggangu integrasi
gambaran diri.
Stresor-stresor tersebut dapat berupa:
a. Operasi.
Seperti: mastektomi, amputsi, luka operasi yang semuanya mengubah
gambaran diri. Demikian pula tindakan koreksi seperti operasi plastik,
protesa dan lain-lain.
b. Kegagalan fungsi tubuh.
Seperti hemiplegi, buta, tuli dapat mengakibatkan depersonlisasi yaitu
tadak mengkui atau asing dengan bagian tubuh, sering berkaitan
dengan fungsi saraf.
c. Waham yang berkaitan dengan bentuk dan fungsi tubuh.
Seperti sering terjadi pada klien gangguan jiwa, klien mempersiapkan
penampilan dan pergerakan tubuh sangat berbeda dengan kenyataan.

14
d. Tergantung pada mesin.
Seperti: klien intensif care yang memandang imobilisasi sebagai
tantangan, akibatnya sukar mendapatkan informasi umpan balik engan
penggunaan lntensif care dipandang sebagai gangguan.
e. Perubahan tubuh.
Hal ini berkaitan dengan tumbuh kembang dimana seseorang akan
merasakan perubahan pada dirinya seiring dengan bertambahnya usia.
Tidak jarang seseorang menanggapinya dengan respon negatif dan
positif.
f. Umpan balik interpersonal yang negatif.
Umpan balik ini adanya tanggapan yang tidak baik berupa celaan,
makian sehingga dapat membuat seseorang menarik diri.
g. Standard sosial budaya
Hal ini berkaitan dengan kultur sosial budaya yang berbeda-setiap
pada setiap orang dan keterbatasannya serta keterbelakangan dari
budaya tersebut menyebabkan pengaruh pada gambaran diri individu,
seperti adanya perasaan minder.
2. Ideal Diri.
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku
berdasarkan standart, aspirasi, tujuan atau penilaian personal tertentu
(Stuart and Sundeen, 2006). Standart dapat berhubungan dengan tipe orang
yang akan di inginkan atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai- nilai yang
ingin di capai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita, nilai-nilai yang ingin
dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita– cita dan harapan pribadi
berdasarkan norma sosial (keluarga budaya) dan kepada siapa ingin
dilakukan. Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak–kanak yang di
pengaruhi orang yang penting pada dirinya yang memberikan keuntungan
dan harapan pada masa remaja ideal diri akan di bentuk melalui proses
identifikasi pada orang tua, guru dan teman (Keliat, 2005).

15
Menurut Ana Keliat (2005) ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal
diri yaitu :
a. Kecenderungan individu menetapkan ideal pada batas kemampuannya.
b. Faktor budaya akan mempengaruhi individu menetapkan ideal diri.
c. Ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan yang
realistis, keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasan cemas
dan rendah diri.
d. Kebutuhan yang realistis.
e. Keinginan untuk menghindari kegagalan.
f. Perasaan cemas dan rendah diri.
Agar individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara
persepsi diri dan ideal diri. Ideal diri ini hendaknya ditetapkan tidak terlalu
tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi
pendorong dan masih dapat dicapai (Keliat, 2005).
3. Peran
Peran adalah sikap dan perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari
seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Keliat, 2005). Peran yang
ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya pilihan, sedangkan
peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh individu.
Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang
tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok
dengan ideal diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stresor terhadap
peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan serta
posisi yang tidak mungkin dilaksanakan (Keliat, 2005). Stress peran terdiri
dari konflik peran yang tidak jelas dan peran yang tidak sesuai atau peran
yang terlalu banyak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan diri dengan peran
yang harus di lakukan menurut Stuart and sundeen, 2006 adalah :
a. Kejelasan prilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran
b. Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan.

16
c. Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di emban.
d. Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran.
e. Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidak sesuain perilaku
peran.
Menurut Stuart and Sunden Penyesuaian individu terhadap perannya di
pengaruhi oleh beberapan faktor, yaitu:
a. Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya serta pengetahuan yang
spesifik tentang peran yang diharapkan.
b. Konsistensi respon orang yang berarti atau dekat dengan peranannya.
c. Kejelasan budaya dan harapannya terhadap perilaku perannya.
d. Pemisahan situasi yang dapat menciptakan ketidak selarasan.
Sepanjang kehidupan individu sering menghadapi perubahan-perubahan
peran, baik yang sifatnya menetap atau sementara yang sifatnya dapat
karena situasional. Hal ini, biasanya disebut dengan transisi peran. Transisi
peran tersebut dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, seperti:
a. Transisi Perkembangan.
Setiap perkembangan dapat menimbulkan ancaman pada identitas.
Setiap perkembangan harus dilalui individu dengan menjelaskan tugas
perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat merupakan stresor bagi
konsep diri.
b. Transisi Situasi.
Transisi situasi terjadi sepanjang daur kehidupan, bertambah atau
berkurang orang yang berarti melalui kelahiran atau kematian, misalnya
status sendiri menjadi berdua atau menjadi orang tua. Perubahan status
menyebabkan perubahan peran yang dapat menimbulkan ketegangan
peran yaitu konflik peran, peran tidak jelas atau peran berlebihan.
c. Transisi Sehat Sakit.
Stresor pada tubuh dapat menyebabkan gangguan gambaran diri dan
berakibat diri dan berakibat perubahan konsep diri. Perubahan tubuh
dapat mempengaruhi semua kompoen konsep diri yaitu gambaran diri,

17
identitas diri peran dan harga diri. Masalah konsep diri dapat di cetuskan
oleh faktor psikologis, sosiologi atau fisiologi, namun yang penting
adalah persepsi klien terhadap ancaman.
4. Identitas
Identitas adalah kesadarn akan diri sendiri yang bersumber dari observasi
dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri
sebagai satu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudeen, 1991).
Hal yang penting dalam identitas adalah jenis kelamin (Keliat, 2005).
Identitas jenis kelamin berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai
dengan konsep laki-laki dan wanita banyak dipengaruhi oleh pandangan
dan perlakuan masyarakat terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.
Perasaan dan perilaku yang kuat akan indentitas diri individu dapat
ditandai dengan:
1) Memandang dirinya secara unik.
2) Merasakan dirinya berbeda dengan orang lain.
3) Merasakan otonomi : menghargai diri, percaya diri, mampu diri,
menerima diri dan dapat mengontrol diri.
4) Mempunyai persepsi tentang gambaran diri, peran dan konsep diri
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari prilaku dan perasaan
seseorang, seperti:
a. Individu mengenal dirinya sebagai makhluk yang terpisah dan berbeda
dengan orang lain.
b. Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya.
Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya,
peran, nilai dan prilaku secara harmonis.
c. Individu mengaku dan menghargai diri sendiri sesuai dengan
penghargaan lingkungan sosialnya.
d. Individu sadar akan hubungan masa lalu, saat ini dan masa yang akan
datang.

18
e. Individu mempunyai tujuan yang dapat dicapai dan di realisasikan
(Meler dikutip Stuart and Sudeen, 1991)
5. Harga diri
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (Stuart and
Sundeen, 2006). Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga
diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal,
maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri
dan orang lain. Aspek utama adalah di cintai dan menerima penghargaan
dari orang lain (Keliat, 2005). Biasanya harga diri sangat rentan terganggu
pada saat remaja dan usia lanjut.

2.8 Masalah Keperawatan Gangguan Konsep Diri


Gangguan konsep diri adalah suatu kondisi dimana individu mengalami kondisi
pembahasan perasaan, pikiran atau pandangan dirinya sendiri yang negatif.
Gangguan konsep diri dapat juga disebabkan adanya stresor. (Muhith, 2015) &
(Potter & Perry, 2005)
Masalah keperawatan gangguan konsep diri terbagi menjadi beberapa bagian
yaitu
1. Gangguan Citra Tubuh
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan,
makna, dan objek yang sering kontak dengan tubuh. Gangguan tersebut
diakibatkan kegagalan dalam penerimaan diri akibat adanya persepsi yang
negatif terhadap tubuhnya secara fisik. (Muhith, 2015)
Perubahan penampilan (ukuran dan bentuk), seperti amputasi atau perubahan
penampilan wajah merupakan stresor yang sangat jelas mempengarui citra
tubuh. Mastektomi, kolostomi, dan ileostomy dapat mengubah penampilan
dan fungsi tubuh, meski perubahan tersebut tidak tampak ketika individu
yang bersangkutan mengenakan pakaian. Meskipun tidak terlihat oleh orang

19
lain, perubahan tubuh ini mempunyai efek signifikan pada individu. (Potter
& Perry, 2005)
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh:
a. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
b. Tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan terjadi.
c. Menolak penjelasan perubahan tubuh.
d. Persepsi negatif pada tubuh.
e. Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
f. Mengungkapkan keputusasaan.
g. Mengungkapkan ketakutan. (Muhith, 2015)

2. Gangguan Ideal Diri


Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi, sukar dicapai, tidak
realistis, ideal diri yang samar, dan tidak jelas serta cenderung menuntut.
Pada klien yang dirawat di rumah sakit umunya ideal dirinya dapat
terganggu atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi
dan sukar di capai. (Muhith, 2015)
Tanda dan gejala gangguan ideal diri:
a. Mengungkapkan keputusan akibat penyakitnya
b. Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi

3. Gangguan Peran
Gangguan penampilan peran adalah berubah atau berhenti fungsi peran yang
disebabkan oleh penyakit, proses menua, putus seklah, putus hubungan
kerja. Peran membentuk pola perilaku yang diterima secara sosial yang
berkaitan dengan fungsi seorang individu dalam berbagai kelompok sosial.
(Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
Tanda dan gejala gangguan peran:
a. Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.
b. Ketidakpuasan peran.

20
c. Kegagalan menjalankan peran yang baru.
d. Ketegangan menjalani peran yang baru.
e. Kurang tanggung jawab.
f. Apatis / bosan / jenuh dan putus asa. (Muhith, 2015)

4. Gangguan Identitas
Gangguan identitas adalah kekaburan atau ketidakpastian memandang
diri sendiri, penuh dengan keragu-raguan, sukar menetapkan keinginan dan
tidak mampu mengambil keputusan. (Muhith, 2015)
Identitas dipengaruhi oleh stresor sepanjang hidup. Masa remaja
adalah waktu banyak terjadi prubahan, yang menyebabkan ketidakamanan
dan ansietas. Remaja mencoba menyesuaikan diri dengan perubahan fisik,
emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan. Seseorang yang
lebih dewasa biasanya mempunyai identitas yang lebih stabil dan karenanya
konsep diri berkembang lebih kuat. (Potter & Perry, 2005)

Persepsi-persepsi dalam gangguan identitas antara lain (Muhith, 2015):


1) Persepsi psikologis
a) Bagaimana watak saya sebenarnya?
b) Apa yang membuat saya bahagia atau sedih?
c) Apa yang dapat sangat mencemaskan saya?
2) Persepsi sosial
a) Bagaimana orang lain memandang saya?
b) Apakah mereka menghargai saya bahagia atau sedih?
c) Apakah mereka membenci atau menyukai saya?
3) Persepsi fisik
a) Bagaimana pandangan saya terhadap penampilan saya?
b) Apakah saya orang yang cantik atau jelek?
c) Apakah tubuh saya kuat atau lemah?

21
5. Gangguan Harga Diri
Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Gangguan harga diri identik dengan harga diri yang rendah. Orang dengan
harga diri rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan
ansietas. (Potter & Perry, 2005) & (Muhith, 2015)
Menurut beberapa ahli dikemukakan faktor-Fator yang mempengaruhi
gangguan harga diri, seperti:
a. Perkembangan individu.
Faktor predisposisi dapat dimulai sejak masih bayi, seperti penolakan orang
tua menyebabkan anak merasa tidak dicintai dan mengkibatkan anak gagal
mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat
anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan
pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa
tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan
sendiri akan bertanggung jawab terhadap prilakunya. Sikap orang tua yang
terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.
b. Ideal diri tidak realistis.
Individu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak
untuk gagal dan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat
dicapai, seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada
kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri
dan akhirnya percaya diri akan hilang.
c. Gangguan fisik dan mental
Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.
d. Sistem keluarga yang tidak berfungsi

22
Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu
membangun harga diri anak dengan baik. Orang tua memberi umpan balik
yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri
anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat.
Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan di
lingkungannya.
e. Pengalaman traumatik yang berulang
Misalnya akibat aniaya fisik, emosi dan seksual. Penganiayaan yang dialami
dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam,
kecelakan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol
lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya
mengingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif
terganggu. Akibatnya koping yang biasa berkembang adalah depresi dan
denial pada trauma.

Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara:
a) Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba.
Contoh: harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus
hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi (korban
pemerkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba).
b) Kronik, yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama.
Contoh: sebelum sakit atau sebelum dirawat seseorang telah memiliki
cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah
persepsi negatif terhadap dirinya. (Muhith, 2015)
Tanda dan gejala gangguan harga diri:
a) Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
terhadap penyakit. Misalnya maludan sedih karena rambut jadi botak
setelah dapat terapi sinar pada penderita kanker.
b) Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya
segera ke rumah sakit, menyalahkan atau mengejek diri sendiri.

23
c) Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya
orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
d) Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu
dengan orang lain dan lebih suka sendiri.
e) Percaya diri kurang. Klien sukar mengambil keputusan, misalnya memilih
alternatif tindakan.
f) Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah dan disertai harapan yang
suram mungkin klien ingin mengakhiri keidupan. (Muhith, 2015)

Strategi Pelaksaan tindakan keperawatan pada pasien Gangguan Harga Diri


Rendah :
a) SP 1 Pasien
Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien,
membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih,
melatih kemampuan yang sudah dipilih dan menyusun jadwal
pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana harian.
b) SP 2 Pasien
Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien.

Strategi Pelaksanaan tindakan keperawatan pada keluarga pasien Gangguan


Harga Diri Rendah :
a) SP 1 Keluarga
Mendiskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
dirumah, menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri
rendah, menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan
memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat.

24
b) SP 2 Keluarga
Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah
harga diri rendah langsung kepada pasien.
c) SP 3 Keluarga
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga

25

Anda mungkin juga menyukai