Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan pada pasien trauma kepala.
1
B. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Tekanan Intra Kranial.
2. Untuk mengetahui bagaimana kerusakan otak akibat trauma.
3. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis trauma kepala dan trauma spinal.
4. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan trauma kepala.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Khasus ini sering terjadi pada trauma, perubahan intra serebral mendadak sekunder
terhadap kelainan vaskuler (stroke) atau perubahan setelah fungsi lumbal. Bila diperlukan
2. Penderita Stroke
Penderita stroke dengan edema serebri atau perdarahan intraserebral (terlihat adanya
kortikosteroid kurang bermanfaat. Edema serebri pada thrombosis atau emboli serebri
tekanan intracranial. Meninggikan posisi kepala dan hiperventilasi dapat dilakukan untuk
3
3. Penderita tumor otak
Pada penderita tumor otak primer atau skunder sering diberikan steroid. Peningkatan
tekanan intracranial yang terjadi akibat tumor otak metastasis memberikan respon yang
4
2.3 Jenis-Jenis Trauma Kepala dan Trauma Spinal
a. Cedera kulit kepala
Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cedera
dalam. Luka kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma
dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulsi. Suntikan prokain melalui
subkutan membuat luka mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk
mengeluarkan benda asing dan meminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
b. Fraktur Tengkorak
Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma.
Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak biasanya
dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka
atau tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak, dan fraktur tertutup keadaan dura tidak
rusak.
c. Cedera Otak
Paling penting pada cedera kepala manapun adalah otak telah atau tidak mengalami cedera.
Kejadian cedera “minor” dapat menyebabkan kerusakan otak bermakna. Otak tidak dapat
menyimpan oksigen dan glukosa sampai derajat tertentu yang bermakna. Sel-sel serebral
membutuhkan suplai darah terus menerus untuk memperoleh makanan. Kerusakan otak
tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir Berhenti
hanya beberapa menit saja, dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
Cedera otak serius dapat terjadi, dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau
cedera pada kepala yang menimbulkan kontisio, laserasi, dan hemoragi otak.
1. Kontusio
Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar,
dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Seseorang berada pada periode tidak
sadarkan diri. Gejala akan muncul dan lebih khas. Terbaring kehilangan gerakan :
denyut nadi lemah, pernapasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Sering terjadi defekasi
dan berkemih tanpa disadari. Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi segera
masuk kembali kedalam keadaan tidak sadar. Tekanan darah dan suhu subnormal dan
gambaran sama dengan syok.
2. Hematoma intracranial
5
Hematoma (pengumpalan darah) yang terjadi di dalam kubah cranial adalah akibat
paling serius dari cedera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural, atau
intraserebral, bergantung pada lokasinya. Efek utama adalah seringkali lambat sampai
hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta
peningkatan TIK.
Tanda dan gejala iskemia serebral yang diakibatkan oleh kompresi yang disebabkan
oleh hematoma bervariasi dan bergantung pada kecepatan dimana daerah vital
terganggu pada otak atau perubahan yang otak dasar. Umumnya hematoma kecil yang
terbentuk dengan cepat akan menjadi fatal, dimana hematoma yang lebih massif
terbentuk secara lambat yang dapat memungkinkan pasien dapat beradaptasi.
mengalami hipoksia.
Penderita trauma kepala sebaiknya dilakukan hipervintilasi (nafas lebih dari 24x/mnt), hal
ini akan menurunkan tekanan intracranial. Jika penderita dalam keadaan koma, lakukan
intubasi endotrakealuntuk mencegah apirasi dana gar memberi oksigen dan ventilasi yang
cukup. Miringkan penderita agar memudahkan muntah dan lakukan suction pada oropharix
2. Stabilisasi prenderita dengan papan untuk tulang belakang/ spineboard leher diimobilisasi
3. Catat dan observasi awal, meliputi tekanan darah, respirasi (jumlah dan pola), ukuran dan
reaksi pupil, terdapat cahaya, sensorik dan aktifitas motoric, catat GCS, jika terjadi
6
5. Pasang infus kecuali penderita hipertensi untuk memasukkan obat. Pada penderita trauma
kepala tertutup jumlah cairan dibatasi bila perlu diberikan osmotic diuretikuntuk menarik
7
BAB III
SIMPULAN
3.1 Simpulan
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga kranial dan
biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak. Peningkatan tekanan intrakranial
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial
ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu
volume tertentu yang menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal. Peningkatan volume
salah satu dari ketiga unsur utama mengakibatkan desakan ruang yang ditempati unsur lainnya
dan menaikkan tekanan intrakranial. Isi ruang intra kranial adalah:
a. Parenkhim otak, 1100-1200 gram, merupakan komponen paling besar, kurang lebih 70%.
b. Komponen vaskuler, terdiri dari darah arteri, arteriole, kapiler, venula, dam vena-vena
besar 150 cc, kurang lebih 15-20%, tetapi kapasitas variasi yang cukup besar.
c. Komponen CSS (Cairan Serebro Spinal) 150 cc, 15-20% pada keadaan tertentu sangat
potensial untuk pengobatan, karena CSS dapat dikeluarkan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Saiful. 2014. Basic Trauma Life Support (Pertolongan Dasar Trauma). Malang.
Weiner, Howard. L & Levitt, Lawrence P. 2000. Buku Saku Neurologi, Ed. 5. Jakarta: EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press