Anda di halaman 1dari 15

Tugas Sejarah Indonesia

Guru Pembimbing : Sholip, S.pd

SISTEM KEPARTAIAN DAN PEMILIHAN UMUM

KELOMPOK 2

SMA NEGERI 1 DAYUN


KABUPATEN SIAK
T.A 2018 – 2019
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar isi ii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Perumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2
1.4 Metode Penulisan 2
Bab II Pembahasan
2.1 Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia 3
2.2 Partai Politik Yang Berperan Dalam Pemilihan Umum
Tahun 1955 di Indonesia 6
2.3 Proses Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia 9
2.4 Hasil Pemilihan umum Tahun 1955 di Indonesia 10
Bab III Penutup
3.1 Kesimpulan 12
3.2 Saran 12
Daftar Pustaka 13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada umumnya bangsa yang baru merdeka biasanya menetapkan


pemilihan umum sebagai program politiknya. Demikian juga Indonesia stelah
bebrapa lama berada di bawah kekangan pemerintah kolonial. Salah satu
agenda politik adalah menyelenggarakan pemilihan umum . Hal ini menunjukan
euphoria politik karena sebagai bangsa yang baru merdeka yang ingin
menikmati pesta demokrasi yang belum pernah dialami pada masa- masa
sebelumnya.
Pemilihan umum di Indonesia yang pertama diselanggarakan satu
setengah bulan setelah terbentuknya kabinat Burhanuddin Harahap. Sebagai
ketua lembaga pemilihan umum adalah Menteri Dalam Negeri waktu yaitu Mr.
Sunaryo, yang berasaskan langsung, umum, bebas dan rahasia. Dalam
pelaksanaanya, puluhan partai politik bersaing memperebutkan kursa dewan
Perwakilan rakyat anggota konstituante. Pada waktu itu wilayah Indonesia
dibagi menjadi 16 wilayah pemilihan yang meliputi 208 kabupaten, 2139 ke
kecamatan dan 434529 Desa ( Sekretariat NegaraRI, 1986: 88).
1.2 Rumusan Masalah
Agar tidak terjadi kesimpang siuran dalam penyusunan makalah ini, maka
kami merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Jelaskan sistem pemilihan umum di Indonesia pada 1955 di Indonesia ?
2. Apa saja partai politik yang berperan dalam pemilihan umum 1955 di
Indonesia?
3. Bagaimana proses pemilihan umum di Indonesia pada tahun 1955 di
Indonesia ?
4. Bagaimana persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia. ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1.3.1 Tujuan Pembuatan makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui dan memahami sistem pemilu di Indonesia pada 1955 di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan memahami partai politik yang berperan dalam pemilu
1955 di Indonesia.
3. Untuk mengetahui dan memahami proses pemilu di Indonesia pada tahun
1955di Indonesia.
4. Untuk mengetahui dan memahami persentase hasil pemilihan umum tahun
1955 di Indonesia.
1.3.2 Manfaat pembuatan makalah ini yaitu :
1. Memberikan informasi tentang sistem pemilu di Indonesia pada 1955 di
Indonesia.
2. Memberikan informasi tentang partai politik yang berperan dalam pemilu
1955 di Indonesia.
3. Memberikan informasi tentang proses pemilu di Indonesia pada tahun 1955 di
Indonesia.
4. Memberikan informasi tentang persentase hasil pemilihan umum tahun 1955 di
Indonesia.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang digunakan penulis dalam penyusunan makalah ini adalah
menggunakan metode kepustakaan yaitu memberikan gambaran tentang
materi-materi yang berhubungan dengan permasalahan melalui literatur buku
dan jurnal yang tersedia di media masa atau internet.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sistem Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

pemilu 1955 yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 1955 untuk


memilih anggota DPR yang melibatkan lebih dari 39 juta penduduk Indonesia
dalam memberikan suaranya dan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih
anggota Dewan Konstituante berada di bawah rezim hukum konstitusi Pasal 1
Ayat 1, Pasal 35, Pasal 56 s.d. Pasal60, Pasal 134 dan Pasal 135 UUDS 1950
yang kemudian diderivasi dalamUU Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan
Umum. Pemilu tersebut berada dalam konteks sistem ketatanegaraan kabinet
parlementer dengan sistem multi partai (Poesponegoro, dkk. 2008:317).

Pemilihan umum pertama tahun 1955 ini diselenggarakan dengan 100


tanda gambar, hal ini menunjukan bahwa antosias masyarakat dengan beragam
partainya masing-masing cukup tinggi. Namun setelah diadakan
penyederhanaan, akhirnya pemilihan umum ini diikuti 28 partai. Sebagaimana
diketahui bahwa, pemilihan umum ini dapat dilaksanakan sesuai dengan jadual
yang telah di tetapkan. Sejumlah 37.875. 299 penduduk yang berhak
menggunakan hak pilihnya, dari jumlah ini 43. 104. 464 menggunakan hak
pilihnya, ini berarti 87,65 persen menggunakan hak pilihnya ( Rais, 1986: 183).

Dilihat dari persentase rakyat yang menggunakan hak pilihnya, partisifasi


rakyat cukup besar karena situasi dan kondisi pada waktu itu, dimana
saranadan prasarananya masih sulit terutama didaerah pedesaan, dan juga
masih banyaknya gerakan-gerakan pengacau keamanan di berbagai daerah
Indonesia seperti Darul Islam (DI). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan pemilihan umum. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan pemilihan umum tahun 1955 dapat berjalan dengan baik.
2.1.1 Sistem Distrik

Sistem ini merupakan sistem penilaian yang paling tua dan didasarkan atas
kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis ini biasa disebut distrik, yang
mencakup suatu wilayah kecil yang mempunyai satu wakil dalam parlemen.

Dalam sistem distrik, yang paling penting diperlukan puralitas suara (suara
terbanyak) untuk membentuk suatu pemerintah, dan bukan mayoritas (50 % plus
1). Oleh karena itu, berapapun suara yang diperoleh jika ia tampil sebagai
pemenang, maka dapat membentuk kabinet tanpa koalisi, pemerintah semacam
ini dinamakan minority government. Ciri khas yang melekat pada sistem distrik
ini yaitu kesenjangan antara jumlah suara yang diperoleh suatu partai secara
nasional dan jumlah kursi yang diperolehnya dalam parlemen.

Beberapa keuntungan sistem distrik :

a. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk
distrik sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebh erat.

b. Sistem ini lebih mendorong kea rah integrasi partai- partai politik karena kursi
yang diperebutkan dalam sistem distrik pemilihan hanya satu.

c. Fragmentasi partai atau kecenderungan untuk membentuk partai baru dapat


dibendung, malah sistenm ini dapat mendorong kea rah penyederhanaan partai
secara alamiah dan tanpa paksaan.

d. Lebih mudah bagi suatu partai untuk mencapai kedudukan mayoritas dalam
parlemen , sehingga tidak perlu diadakan koalisis dengan partai lain.

e. Sistem ini sederhana dan mudah untuk dilksanakan.

Beberapa kelemahan sistem distrik :


a. System ini kurang memperhitungkan adanya partai- partai kecil dan golongan
minoritas, apa lagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.

b. Sistem ini kurang refresentatif dalam arti bahwa partai yang calonya kalah
dalam suatu distrik, kehilangan suara yang telah mendukungnya.

c. Ada kemungkinan seseorang wakil cenderung untuk lebih memperhatikan


kepentingan distrik serta warga distriknya dari pada kepentingan nasional.

d. Umumnya dianggap bahwa system distrik kurang efektif dalam masyarakat


yang heterogen karena terbagi dalam kelompok etnis, religious, sehingga
menimbulkan anggapan bahwa suatu kebudayaan nasional yang terpadu secara
ideologis dan etnis mungkin merupakan pra syarat bagi suksesnya sistem ini.

2.1.2 Sistem Proporsional

Sistem ini biasanya digunakan untuk menghilangkan beberapa kelemahan


dari sistem distrik. Dalam sistem ini jumlah kursi yang diperoleh oleh suatu
golongan atau partai adalah sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari
masyarakat.

Dalam system proporsional. Suatu kesatuan administratife, misalnya


propinsi ditentukan sebagai daerah pemilihan.

Sistem proporsional sering dikombinasikan dengan beberapa prosedur


antara lain dengan sistm daftar (list sistem).

Sistem proporsional memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu :

a. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis dalam arti lebih egalitarian


karena asas one man one vote dilaksanakan secara penuh, praktis tanpa ada
suara yang hilang.

b. Sistem proporsional diianggap representatife karena jumlah kursi partai


dalam parlemen sesuai dengan jumlah suara yang diperolehnya dari masyarakat
dalam pemilihan umum.
c. Tidak ada distorsi.

Sistem proporsional memiliki beberapa kelemahan, diantaranya yaitu :

a. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai.

b. Sistem ini kurang mendorong partai-mmpartai untuk berintegrasi satu sama


lain dan memanfaatkan persamaan yang ada.

c. Sistem proporsional member kedudukan yang kuat pada pimpinan partai


melalui Sistem daftar.

d. Wakil yang terpilih kemungkinan renggang ikatannya dengan warga yang


telah memilihnya.

Karena banyaknya partai yang bersaing, sulit bagi satu partai untuk meraih
mayoritas dalam parlemen yang dperlukan untuk membrntuk pemerintah (Sair,
2005: 46).

2.2 Partai Politik Yang Berperan Dalam Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia

Jika diperhatikan perkembangan kehidupan kepartaian di Indoensia, maka


segera diketahui bahwa pengalaman berpartai masyarakat
Indonesia berlumlah begitu lama. sebelum tercapainya kemerdekaan, khususny
a pada masa Hindia Belanda, kaum pergerakan mendirikan sejumlah partai
yangantara lain dipakai sebagai wahanan untuk pendidikan politik dan
mobilisasi politik dalam rangka perjuangan kemerdekaan. Sebelum tahun
1930kehidupan kepartaian dapat dicirikan sebagai radikal dan
konservatif, dengan pengertian yang berani menentang Belanda secara terang-
terangandan yang lain melakukan perjuangan politik melalui cara persuasif
dengan pemerintah kolonial. Tetapi setelah partai komunis dibubarkan pemerint
ah kolonial Belanda menyusul pmberontakan yang gagal tahun 1926/1927
olehkomunis, kehidupan kepartaian mengalami masa suram. Penyesuaian
gayakemudian dilakukan disana sini dan baru mulai menjadi radikal
lagi menjelang Jepang mendarat di Indonesia.

Jika dilihat dari mau tidaknya memasuki institusi-institusi kolonial,maka


kehidupan kepartaian pada masa Hindia Belanda ini dicirikan denga nmereka
mau bekerja sama dengan pemerintah kolonial (kooperasi) dan yang menolak
mamasuki institusi kolonial (non kooperasi). Seirama dengan ekslarasi
perjuangan, beberapa tahun sebelum Jepang mendarat di Indonesia, terlihat
pendekatan partai radikal dengan konservatif atau antara kaum kooperator
dengan non kooperator baik dalam ikatan atasdasar kebangsaan seperti yang
terwujud dalam Gabungan Politik Indonesia (GAPI) maupun atas dasar ideologi
keagamaan seperti terlihat pada majelisIslam Ala Indonesia (MIAI).Pada masa
pendudukan militer Jepang, kegiatan kepartaian dilarang, kecuali MIAI yang
diperkenankan terus berdiri edngan cara menyesuaikan AD/ART nya dengan
keinginan perang Asia Timur raya. Namun ternyata MIAI juga tidak dapat
bertahan lama, karena kegiatan-kegiatan MIAIdicurigai Jepang. MIAI lalu
dibubarkan dan pemerintah pendudukan Jepangmenggantikannya dengan
Masyumi (1943).Pada awal proklamasi, PPKI merencanakan membentuk partai
tunggal (partai negara) dengan sebutan Partai Nasional Indonesia yang sama
sekali tidak ada hubungan dengan PNI. Gagasan partai tunggal ini
diprakarsai Soekarno sebetulnya tidak begitu disokong oleh Bung
Hatta. Halitu barangkali karena partai tunggal mirip dengan bentuk kepartaian d
i negarakomunis, yang dalam aktivitasnya cenderung diktator. Dalam
kenyataannya rencana partai tunggal ini juga terwujud antara lain karena KNIP
mampu mengorganisir massa untuk membela
eksistensi proklamasi. Penentangan terhadap gagasan partai tunggal
diperlihatkan lagi dengan usulan politik Badan Pekerja KNIP kepada wakil
Presiden. Pemerintah merealisasi usul Badan Pekerja ini melalui Maklumat Wakil
Presiden tanggal 3 November 1945 yang memberi kesempatan kepada
masyarakatuntuk mendirikan partai politik. Sejak itu bermunculanlah partai-
partai politik yang jumlahnya tanpa batas. Keadaan ini menjadi runyam karena s
ebagian partai-partai ini menuntut untuk diberi tempat dalam pemerintahan dan
KNIP.

Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam parlemen. Sekurang-


kurangnya terdapat 27 partai politik. Partai-partai tersebut adalah:
1. Masyumi (kemudian pecah : PSII menjadi partai politik sendiritahun 1947 dan
NU tahun 1952).
2. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII).
3. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (PERTI).
4. Partai Kristen Indonesia (PARKINDO).
5. Partai Katolik.
6. Partai Nasional Indonesia (PNI).
7. Persatuan Indonesia Raya (PIR).
8. Partai Indonesia Raya (PARINDRA).
9. Partai Rakyat Indonesia (PRI).
10. Partai Demokrasi Rakyat (BANTENG).
11. Partai Rakyat Nasional (PRN)
12. Partai Wanita Rakyat (PWR).
13. Partai Kebangsaan Indonesia (PARKI).
14. Partai Kedaulatan Rakyat (PKR).
15. Serikat Kerakyatan Indonesia (SKI) .
16. Ikatan Nasional Indonesia (INI).
17. Partai Rakyat Djelata (PRD).
18. Partai Tani Indonesia (PTI).
19. Demokrasi Indonesia (WDI.
20. Partai Komunis Indonesia (PKI).
21. Partai Sosialis Indonesia (PSI).
22. Partai Murbaw.
23. Partai Buruh (dua buah).
24. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (PERMAI).
25. Partai Demokrasi Tionghoa Indonesia (PDTI).
26. Partai Indo Nasional (PIN).
2.3 Proses Pemilihan Umum Tahun 1955 di Indonesia
2.3.1 Kampanye Partai Politik Tahun 1955
Kampanye Pemilu yang sangat sengit pada tahun 1955 berlangsung lama
sekali yang memperuncing konflik sosial di banyak daerah. Ketiadaan
konsensus politik yang mencolok pada masa kamanye itu menjadi jelas lagi
pada masa pasca Pemilu, yaitu pada masa kabinet Ali Sastroamidjojo kedua
(Maret 1956-Maret 1957). Dari empat partai yang keluar sebagai pemenang
dalam Pemilu 1955, PNI, Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili
dalam kabinet Ali itu.Tetapi, konflik PNI dan Masyumi berjalan terus di dalam
kabinet itu, sehingga kabinet dilihat lemah dan kurang tegas. Hal
itu menyuburkan lahan bagi beberapaaktor politik yang dari dulu
merasa diri dikesampingkan oleh sistem demokrasi parlementer. Yang paling
nyata Presiden Soekarno dan pimpinan tentara. Menarik pula perilaku para
politikus saat berkampanye.
Semua politikus, termasuk PM Burhanudin Harahap dan para menteri yang menj
adi calon anggota DPR, tidak pernah menggunakan fasilitas negara maupun
memanfaatkan otoritasnya sebagai pejabat negara. Mereka juga tidak pernah
meminta pejabat di bawahnya untuk menggiring masyarakat masyarakat pemilih
untuk mengambil sikap yang menguntungkan partainya. Sebab, mereka tak
menganggap
sesama pejabat negara sebagai pesaing yang menakutkan. Selain itu, tak ada g
elagat dari pejabat negara tertentu untuk menghalalkan segala cara selama
mengikuti kampanye. Teladan para pejabat pada masa lalu inilah yang kita
rindukan bersama saat ini. Tidak diketahui pasti berapa lama masa kampanye
pada Pemilu 1955.Ditinjau dari pelaksanaannya, pemilihan umum ini dapat
dikatakan berjalan secara bersih, jujur, aman dan tertib (Sair, 2005: 44).
2.3.2 Proses Pemilu
Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo mengajukan
rancangan undang-undang pemilihan umum baru. Sistem perwakilan
proporsional diajukan kepada parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-
undang tersebut membagi Indonesia ke dalam 16 daerah
pemilihan. Pendaftaran pemilih mulai dilaksanakan pada Mei 1994 dan baru
selesai pada November. Ada 43.104.464 warga yang memenuhi syarat
masuk bilik suara. Dari jumlah itu, sebanyak 87,65% atau 37.875.299
yang menggunakan hak pilihnya pada saat itu. Pada Pemilu pertama tahun1955,
Indonesia menggunakan sistem proporsional yang tidak murni. Proposionalitas
penduduk dengan kuota 1; 300.000.Tidak kurang dari 80 partai politik,
organisasi massa, dan
puluhan perorangan ikut serta mencalonkan diri dalam Pemilu yang pertama ini.
Keseluruhan peserta Pemilu pada saat itu mencapai 172 tanda gambar. Pada
Pemilu ini, anggota TNI-APRI, juga menggunakan hak
pilihnya berdasarkan peraturan yang berlaku ketika itu. Pada pelaksanaan
Pemilu pertama, dibagi menjadi 16 daerahpemilihan yang meliputi 208 daerah
kabupaten, 2.139 kecamatan, dan 43.429 desa.
Dengan perbandingan setiap 300.000 penduduk diwakili seorang wakil. Pemilu p
ertama ini diikuti oleh banyak partai politik karena pada saat
itu pada saat itu NKRImenganut kabinet multi partai sehingga DPR hasil Pemilu
terbagi kedalam beberapa fraksi (Mustofa, 2013.
Dalam http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_Pesta_ Demokrasi_Pert
ama_Indonesia, diakses pada tanggal 17 Maret 2015 Pukul 23.55 WIB).
2.1 Hasil Pemilihan Umum tahun 1955 di Indonesia
2.4.1 Hasil Pemilu Tahap 1 (29 September 1955)
Dari 172 kontestan Pemilu 1955, hanya 28 kontestan (tiga diantaranya
perseorangan) yang berhasil memperoleh kursi. Empat
partai besar secara berturut-turut memenangkan kursi: Partai Nasional
Indonesia (57 kursi/22,3%), Masyumi (57 kursi/20,9%), Nahdlatul Ulama (45
kursi/18,4%), dan Partai Komunis Indonesia (39 kursi/15,4%). Keseluruhan kursi
yang diperoleh adalah sebesar 257 kursi. Tiga kursi sisa diberikan pada wakil
Irian Barat yang keanggotaannya diangkat Presiden. Selain itu diangkat juga 6
anggota parlemen mewakili Tonghoa dan 6 lagi mewakili Eropa. Dengan
demikian keseluruhan anggota DPR hasil Pemilu 1955 adalah 272 orang.
2.4.2 2.4.2 Hasil Pemilu Tahap 2 (15 Desember 1955)
Jumlah kursi anggota Konstituante dipilih sebanyak 520, tetapi diIrian
Barat yang memiliki jatah 6 kursi tidak ada pemilihan. Maka kursi yang dipilih
hanya 514. Hasil pemilihan anggota Dewan Konstituante menunjukkan bahwa
PNI, NU dan PKI meningkat dukungannya, sementara Masyumi, meski tetap
menjadi pemenang kedua, perolehan suaranya merosot 114.267 dibanding-kan
suara yang diperoleh dalam pemilihan anggota DPR.
Sebenarnya hasil pemilihan tahun 1955 itu memperlihatkan keampuhan
strategi yang dikembangkan PKI, yang muncul sebagai pemenang no.4, Ini
membuktikan, upaya PKI ,meluaskan pengaruhnya melalui penggalangan masa
sangat berhasil. Dari hasil perolehan suara itu, kekuatan PKI ternyata terdapat
di Jawa ( seperti halnya PNI dan NU). Keberhasilan itu juga karena PKI
merangkul bung Karno dalam setiap permasalahan politik. Kebetulan Bung
Karno tidak sejalan dengan pemikiran Hatta dalam masalah politik dan ekonomi
sangat menguntungkan PKI yang memandangmaslah itu dari sudut ediologinya
sendiri (Sair, 2005: 44).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang lahir sejak bulan Agustus 1950
mewarisi sistem multi partai. Jika melihat jumlah partai yang diwakili dalam
parlemen. sekurang-kurangnya terdapat 27 partai politik. Pemilu 1955
berlansung dengan sistem proporsional (multimember constituency ) yang
dikombinasikan dengan sistem daftar (listsystem) diikuti oleh lebih dari 30 Partai
Politik dan lebih dari 100 organisasi atau perkumpulan dan perseorangan untuk
memilih257 anggota DPR. Dariempat partai yang keluar sebagai pemenang
dalam Pemilu 1955, PNI,Masyumi, NU dan PKI, semuanya, kecuali PKI, diwakili
dalam kabinetAli Sastroamidjojo. Pada November tahun 1952, Kabinet Wilopo
mengajukan rancangan undang-undang
pemilihan umum baru. Sistem perwakilan proporsional diajukan kepada
parlemen dan disetujui secara aklamasi. Undang-undang tersebut membagi
Indonesia ke dalam 16 daerah pemilihan. Pendaftaran pemilih
dilakukanpada Mei 1954 dan baru selesai pada November. Ada 43.104.464 pemil
ih yangsesuai dengan syarat masuk bilik suara.
3.2 Saran
Sebagai manusia yang mempunyai kelebihan dan kekurangan kami yakin
para pembaca juga ingin lebih mengerti tentang pemilihan umun pada tahun
1955 di Indonesia, maka kami menyarankan para pembaca memperbanyak
membaca dari sumber-sumber yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/3623682/Pemilu_1955_ Pesta_Demokrasi_Pertama_Indon
esia, diakses pada tanggal 17 Maret 2015 Pukul 23.55 WIB
Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta:
Balai Pustaka, halaman 317.
Sair, Alian. 2005. Sejarah Nasional Indonesia VI. Palembang: Perpustakaan Prodi
Sejarah FKIP Universitas Sriwijaya, halaman 40-50

Anda mungkin juga menyukai