Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK

HUKUM DAN ETIKA BISNIS

Dosen :

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala Hubeis

Disusun Oleh :

Kelompok 2

M Naufal Yusuf K15180115


Nirmala Eka Candra K15180118
Rabiatul Adawiyah K15180119
Ristya Primadi K15180123
Shafira Febria R K15180125
Siti Aisha Nur F A K15180126

PROGRAM PASCA SARJANA MANAJEMEN DAN BISNIS


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang


mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Perusahaan
meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan
kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-
kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan
termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan
pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap
yang profesional. Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika
bisnis, yaitu :
1. Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada
konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya
mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada
masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya
serendah-rendahnya.
2. Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah
laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan
terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang
sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan
baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
TINJAUAN PUSTAKA

Etika adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan


tentang benar dan salah. Sedangkan produksi adalah suatu kegiatan menambah nilai
guna barang dengan menggunakan sumberdaya yang ada. Sehingga, Etika produksi
adalah seperangkat prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang menegaskan tentang benar
dan salahnya hal hal yang dilakukan dalam proses produksi atau dalam proses
penambahan nilai guna barang.
Tujuan Produksi antara lain :
1. Memperbanyak jumlah barang dan jasa
2. Menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas tinggi
3. Memenuhi kebutuhan sesuai dengan peradaban
4. Mengganti barang-barang yang rusak atau habis
5. Memenuhi pasar dalam negeri untuk perusahaan dan rumah tangga
6. Memenuhi pasar internasional
7.Meningkatkan kemakmuran
Dalam proses produksi, produsen pada hakikatnya tentu akan selalu
berusaha untuk menekan biaya produksi dan berusaha untuk mendapatkan laba
sebanyak banyaknya melalui peng-kombinasian penggunaan sumber-sumber daya
yang dibutuhkan, dan tentu saja mengabaikan proses inovasi serta kreasi. Secara
praktis, ini memerlukan perubahan dalam cara membangun. Yakni dari cara
produksi konvensional menjadi cara produksi dengan menggunkan sumber daya
alam semakin sedikit, membakar energy semakin rendah, menggunakan runag-
tempat lebih kecil, membuang limbah dan sampah lebih sedikit dengan hasil produk
yang setelah dikonsumsi masih bisa didaur ulang
Dalam upaya produsen untuk memperoleh keuntungan, pasti mereka akan
melakukan banyak hal untuk memperolehnya. Termasuk bisa melakukan hal-hal
yang mengancam keselamataan konsumen. Padahal konsumen dan produsen
bekerjasama. Tanpa konsumen, produsen tidak akan berdaya. Seharunya produsen
memberi perhatian dan menjaga konsumen sebagai tanda terima kasih telah
membeli barang atau menggunakan jasa yang mereka tawarkan. Namun, banyak
produsen yang tidak menjalankan hal ini. Produsen lebih mementingkan laba.
Seperti banyaknya kasus-kasus yang akhirnya mengancam keselamatan konsumen
karena dalam memproduksi, produsen tidak memperhatikan hal hal buruk yang
mungkin terjadi pada konsumen. Bahkan, konsumen ditipu, konsumen ditawarkan
hal-hal yang mereka butuhkan, tapi pada kenyataannya, mereka tidak mendapat apa
yang mereka butuhkan mereka tidak memperoleh sesuai dengan apa yang
ditawarkan.
Hukum harus menjadi langkah pencegahan yang ketat bagi perilaku
ekonomi. Perilaku ekonomi yang membahayakan keselamatan public harus
diganjar seberat-beratnya. Ini bukan sekedar labelisasi “aman” atau “tidak aman”
pada barang konsumsi karena, itu amat rentan terhadap kolusi. Banyak pengusaha
rela membayar miliaran rupiah bagi segala bentuk labelisasi. Seharusnya produsen
membayar miliaran rupiah atas perbuatannya yang membahayakan keselamatan
public. Hukum harus menjadi pencegah dan bukan pemicu perilaku ekonomi tak
etis.

Penerapan Indikasi dan Penyebab

Hubungan antara produsen dengan konsumen pada dasarnya merupakan hubungan


kontraktual, dan kewajiban moral perusahaan pada konsumen adalah seperti yang
diberikan dalam hubungan kontraktual.
Jadi, prpdusen berkewajiban untuk memberikan produk sesuai dengan
karakteristik yang dimaksud dan konsumen memiliki hak korelatif untuk
memperoleh produk dengan karateristik yang dimaksud.
a. Kewajiban untuk Mematuhi

Kewajiban untuk memberikan suatu produk dengan karakteristik persis


seperti yang dinyatakan perusahaan, yang mendorong konsumen untuk membuat
kontrak dengan sukarela dan yang membentuk pemahaman konsumen tentang apa
yang disetujui akan dibelinya.
Jadi, pihak penjual berkewajiban memenuhi klaim yang dibuatnya tentang
produk yang dijual. Tidak seperti Wintherop Laboratories memasarkan produk
penghilang rasa sakit yang oleh perusahaannya diklaim sebagai obat nonaddictive
(tidak menyebabkan ketergantungan). Selanjutnya seorang pasien yang
menggunakan produk tersebut menjadi ketergantungan dan akhirnya meninggal
karena over dosis.
b. Kewajiban untuk Mengungkapkan

Penjual yang akan membuat perjanjian dengan konsumen untuk


mengungkapkan dengan tepat apa yang akan dibeli konsumen dan apa saja syarat
penjualannya. Ini berarti bahwa penjual berkewajiban memberikan semua fakta
pada konsumen tentang produk tersebut yag dianggap berpengaruh kepada
keputusan konsumen untuk membeli.
Contoh, jika pada sebuah produk yang dibeli konsumen terdapat cacat yang
berbahaya atau beresiko terhadap kesehatan dan keamanan konsumen, maka harus
diberitahu.
c. Kewajiban untuk Tidak Memberikan Gambaran yang Salah

Penjual harus menggambarkan produk yang ia tawarkan dengan benar, ia


harus membangun pemahaman yang sama tentang barang yang ia tawarkan di
piiran konsumen sebagaimana barang tersebut adanya. Jangan sampai terjadi
Misrepresentasi bersifat koersif , yaitu, seseorang yang dengan sengaja memberikan
penjelasan yang salah pada orang lain agar orang tersebut melakukan sesuatu
seperti yang diinginkannya, bukan seperti yang diinginkan orang itu sendiri apabila
dia mengetahui yang sebenarnya.
Contoh: pembuat perangkat lunak atau perangkat keras computer
memasarkan produk yang mengandung ‘bug’ atau cacat tanpa memberitahu tentang
fakta tersebut.
Contoh lainnya, produk bekas dikatakan produk baru; salah satu perusahaan
memberi nama salah satu produknya mirip dengan merek produk perusahaan lain
yang kualitasnya lebih baik agar konsumen bingung.

d. Kewajiban untuk Tidak Memaksa

Penjual berkewajiban untuk tidak memanfaatkan keadaan emosional yang


mungkin mendorong pembeli untuk bertindak secara irasional dan bertentangan
dengan kepentingannya, tidak memanfaatkan ketidaktahuan, ketidakdewasaan,
kebodohan, atau faktor lain yang mengurangi atau menghapuskan kemampuan
pembeli untuk menetapkan pilihan secara bebas.
Karena produsen berada di posisi yang lebih menguntungkan, mereka
berkewajiban untuk menjamin bahwa kepentingan kepentingan konsumen tidak
dirugikan oleh produk yang mereka tawarkan. Karena konsumen harus bergantung
pada keahlian produsen, maka produsen tidak hanya berkewajiban untuk
memberikan produk yang sesuai dengan klaim yang dibuatnya, namun juga wajib
berhati-hati untuk mencegah agar orang lain tidak terluka oleh produk tersebut.
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis oleh Oreo PT. Nabisco

Dijilat,diputer,lalu dicelupin. Itulah sepenggalan kata yang selalu


masyarakat dengar dari salah satu perusahaan biskuit ternama, Kraft Indonesia,
Oreo, sekitar dua tahun yang lampau.

Brand image dengan yel-yel yang mudah dicerna seperti kasus di atas,
sangat melekat kepada anak-anak. Segmentasi PT.Nabisco pun tepat dalam
mengeluarkan produk biskiut coklat berlapiskan susu ini, yaitu anak-anak. Ada
pepatah mengatakan “tak ada satu pun orangtua yang tidak menyayangi anaknya”.
Ini merupakan ungkapan yang tepat bagi orangtua yang mempunyai anak-anak
terlebih anak yang masih berusia kecil. Kekhawatiran orangtua ini, menjadi
membludak sebab diisukannya biskuit oreo, yang merupakan biskuit favorit anak-
anak, mengandung bahan melamin.

Hal ini cukup berlangsung lama di dunia perbisnisan, sehingga tingkat


penjualan menurun drastis. BPOM dan dinas kesehatan mengatakan bahwa oreo
produksi luar negri mengandung melamin dan tidak layak untuk dikonsumsi karna
berbahaya bagi kesehatan maka harus ditarik dari peredarannya. Pembersihan nama
oreo pun sebagai biskuit berbahaya cukup menguras tenaga bagi public relation PT.
Nabisco.

Kutipan BPOM, “Yang ditarik BPOM hanya produk yang berasal dari luar
negeri dan bukan produksi dalam negeri. Untuk membedakannya lihat kode di
kemasan produk tersebut.Kode MD = produksi dalam negeri,aman
dikonsumsi.Sedangkan ML = produksi luar negeri.”Gonjang-ganjing susu yang
mengandung melamin akhirnya merembet juga ke Indonesia.BPOM telah
mengeluarkan pelarangan terhadap peredaran 28 produk yang dicurigai
menggunakan bahan baku susu bermelamin dari Cina,diantaranya yang akrab di
telinga kita antara lain : Oreo sandwich cokelat/wafer stick dan M & M’s.
Maaf kalau mengecewakan para penggemar Oreo tapi ini kenyataan,ini
bukan hoaks lho.

Selain Oreo dan M & M’s ada beberapa produk yang diduga mengandung
bahan susu dari Cina seperti es krim Indo Meiji,susu Dutch Lady dll.
Seperti di ketahui heboh susu dan produk turunannya yang mengandung formalin
telah mengguncang Cina karena telah merenggut nyawa 4 bayi dan menyebabkan
sekitar 6244 bayi terkena penyakit ginjal akut.(sumber : Kompas,20 September
2008).

Analisis

Dalam perusahaan modern, tanggung jawab atas tindakan perusahaan sering


didistribusikan kepada sejumlah pihak yang bekerja sama. Tindakan perusahaan
biasanya terdiri atas tindakan atau kelalaian orang-orang berbeda yang bekerja
sama sehingga tindakan atau kelalaian mereka bersama-sama menghasilkan
tindakan perusahaan.
Kita mengetahui bahwa Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis
merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam
system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di
dalam organisasi.
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan pelanggaran etika
bisnis terhadap prinsip kejujuran perusahaan besar pun berani untuk mengambil
tindakan kecurangan untuk menekan biaya produksi produk. Mereka hanya untuk
mendapatkan laba yang besar dan ongkos produksi yang minimal.
Mengenyampingkan aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat
berbahaya dalam produknya . dalam kasus Oreo sengaja menambahkan zat
melamin padahal bila dilihat dari segi kesehatan manusia, zat tersebut dapat
menimbulkan kanker hati dan lambung.

Pelanggaran Undang - undang

Jika dilihat menurut UUD, PT Nabisco sudah melanggar beberapa pasal, yaitu :

Pasal 4, hak konsumen adalah :


- Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.
- Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”.

Nabisco tidak pernah memberi peringatan kepada konsumennya tentang adanya


zat-zat berbahaya di dalam produk mereka. Akibatnya, kesehatan konsumen
dibahayakan dengan alasan mengurangi biaya produksi Oreo.

Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :

Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan
pemeliharaan”

Pasal 8

- Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau


memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan
- Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1)
dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa
tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”

PT Nabisco tetap meluncurkan produk mereka walaupun produk Oreo tersebut


tidak memenuhi standar dan ketentuan yang berlaku bagi barang
tersebut.Seharusnya, produk Oreo tersebut sudah ditarik dari peredaran agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, tetapi mereka tetap menjualnya walaupun
sudah ada korban dari produknya.

Pasal 19 :

- Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi


atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”
- Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa
yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”
- Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu
7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
Menurut pasal tersebut, PT Nabisco harus memberikan ganti rugi kepada konsumen
karena telah merugikan para konsumen.

PEMBAHASAN

Fungsi produksi merupakan interaksi antara masukan (input) dengan


keluaran (output). Sebuah usaha produksi baru bisa bekerja dengan baik bila
dijalankan oleh produsen atau yang sering kita sebut pengusaha. Pengusaha adalah
orang yang mencari peluang yang menguntungkan dan mengambil risiko
seperlunya untuk merencanakan dan mengelola suatu bisnis. Pengusaha berbeda
dengan pemilik bisnis kecil ataupun manajer. Bila hanya memiliki sebuah usaha
dan hanya berusaha mencari keuntungan, maka orang itu barulah sebatas pemilik
bisnis. Bila orang itu hanya mengatur karyawan dan menggunakan sumber daya
perusahaan untuk usaha, maka orang itu disebut sebagai manajer. Pengusaha lebih
dari keduanya. Pengusaha berusaha mendirikan perusahaan yang menguntungkan,
mencari dan mengelola sumber daya untuk memulai suatu bisnis.

Jika ditinjau menurut UUD ada beberapa peraturan hukum UUD yang
berkaitan dengan Etika Produksi, diantaranya ialah :
 Pasal 4, hak konsumen adalah :
- Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
- Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”
 Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
 Pasal 8 :
- Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan”
- Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan
ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta
wajib menariknya dari peredaran”
 Pasal 19 :
- Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”
- Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku”
- Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi”

SIMPULAN

Nabisco sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan


memasukkan zat berbahaya pada produk mereka yang berdampak buruk pada
konsumen yang menggunakan produk mereka. Salah satu sumber mengatakan
bahwa meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji
menarik produknya, namun permintaan maaf itu hanyalah sebuah klise dan
penarikan produk tersebut seperti tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena
produk tersebut masih ada dipasaran.

Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Nabisco yaitu
Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada
konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat
berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu.

Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh


dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini
perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang
menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas
kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan
keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap
produk itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Sony A. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya. Kanisius. Yogyakarta.


Edisi Baru. 1998
Muslich, Etika Bisnis Pendekatan Substantif dan Fungsional. 1998
Velasquez, Manuel G. 2000. Etika Bisnis: Konsep dan Kasus. New York: W.W
Norton and Company
http://rfihnf.blogspot.com/2018/03/contoh-kasus-pelanggaran-etika-
bisnis.html?m=1
http://hasna-ghaida.blogspot.com/2015/09/etika-produksi.html?m=1
http://kelompok7rismatulkaromah.blogspot.co.id/2016/06/contoh-kasus-
pelanggaran-etika-bisnis.html
https://niaariyanierlin.wordpress.com/tag/etika-produksi/
http://anggifinita.blogspot.co.id/2014/01/norma-dan-etika-pada-bidang-produksi.html

Anda mungkin juga menyukai